Anda di halaman 1dari 6

Nama : Faby Yudha Anggana

Nim : 043938258

Tugas 1
Soal
1. Berikan contoh perilaku yang berkaitan dengan penyampaian opini dalam pelaksanaan
HAM?
2. Jelaskan alasan mengapa opini publik merupakan bagian dari kajian komunikasi?
3. Ambillah salah satu artikel di media massa yang berkaitan dengan suatu opini publik
tentang fenomena metaverse, kemudian analisislah proses pembentukan opini publik
dalam artikel tersebut

Jawaban
1. Pada tanggal 24-30 September 2019, aksi protes atau demonstrasi yang dipimpin oleh
kelompok mahasiswa terjadi di berbagai kota Indonesia. Protes tersebut berlangsung di
saat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2014-2019 melakukan sidang paripurna
terakhir. Aksi ini menyerukan pertanggungjawaban atas pelanggaran HAM masa lalu,
penyelesaian kekerasan di Papua, penghentian perusakan lingkungan yang disebabkan
oleh kebakaran hutan, dan agar DPR membatalkan beberapa rancangan undang-undang
represif yang tertunda. Pada hari Kamis, 9 Januari 2020, Komnas HAM merilis laporan
terbaru mereka yang menyatakan bahwa lima mahasiswa tewas dan dua lainnya cedera
dalam demonstrasi tanggal 24-30 September 2019. Komnas HAM juga menemukan
bahwa lima hak asasi telah dilanggar selama protes tersebut, yakni hak untuk hidup, hak
anak, hak atas kesehatan, hak memperoleh keadilan, dan hak atas rasa aman. Komnas
juga menemukan dugaan pelanggaran terhadap protap Kepolisan. Hal itu termasuk akses
bantuan hukum yang terbatas bagi mereka yang ditangkap dan lambatnya akses medis
bagi para korban. Temuan-temuan itu semakin memperjelas hasil pengamatan sejumlah
organisasi hak asasi manusia, termasuk Amnesty International Indonesia, sepanjang
demo September berlangsung, termasuk adanya polisi yang menggunakan kekuatan yang
tidak perlu dan berlebihan terhadap pengunjuk rasa.

2. Opini publik merupakan pengintegrasian pendapat dari sekumpulan orang yang menaruh
perhatian terhadap pokok permasalahan yang sifatnya kontroversial. Pengintegrasian
pendapat atau opini seperti yang telah dikemukakan merupakan kesatuan pendapat.
Pendapat tersebut merupakan hasil dari proses komunikasi serta pemikiran manusia
mengenai sesuatu hal yang kemudian dikemukakan. Pendapat yang dikemukakan itu
adalah efek komunikasi, yaitu segala perubahan yang terjadi di pihak komunikan.
Perubahan yang dimaksud dalam hal ini yaitu perubahan sikap, pandangan, tingkah laku,
dan lain-lain yang terjadi pada komunikan, dan perubahan-perubahan tersebut adalah
tujuan dari suatu proses komunikasi, karena jika dari diri komunikan terjadi perubahan
pendapat, sikap dan tingkah laku, maka komunikasi itu dikatakan berhasil. Maka dari itu,
opini publik dapat dinyatakan sebagai bagian dari kajian komunikasi karena ppini publik
merupakan efek dari suatu kegiatan komunikasi. Sebagai efek dari kegiatan komunikasi
yang pesannya dapat menyebabkan munculnya berbagai opini yang berguna untuk
sumber komunikasi baik berupa individu-individu maupun lembaga atau organisasi,
terutama yang sumbernya berupa lembaga yang bergerak dalam bidang kehidupan yang
bersangkutan dengan bidang sosial, ekonomi, politik, atau apa saja yang dapat
menimbulkan opini individu-individu pada tahap pertama dan selanjutnya menjadi opini
publik.

3. Artikel:

“Metaverse”: Ancaman atau Peluang Bagi Umat Manusia?


Beberapa waktu yang lalu, jagat dunia teknologi dihebohkan dengan beredarnya kabar
dari Meta, induk perusahaan yang menaungi Facebook, Instagram, dan Whatsapp. Mark
Zuckerberg, CEO Meta, menyatakan bahwa perusahaannya akan mengembangkan
sebuah teknologi yang disebut sebagai metaverse. Istilah ini konon diambil dari konsep
dunia virtual yang dituangkan dalam sebuah novel fiksi ilmiah karya Neal Stephenson
tahun 1992 yang berjudul Snow Crash. Teknologi ini nantinya akan menjadi tulang
punggung Meta, yang jauh lebih maju dibanding media sosial yang ada dalam naungan
mereka saat ini. Beberapa perusahaan teknologi seperti Cisco dan IBM sebenarnya sudah
mulai mengembangkan konsep seperti ini sejak dekade yang lalu. Namun hasilnya tidak
menggembirakan. Kini, dengan kecanggihan peralatan elektronik dan kecepatan jaringan
Internet yang tersedia, metaverse memiliki peluang besar untuk berhasil. Saking
canggihnya, banyak pengamat teknologi yang memperkirakan bahwa metaverse akan
menjadi era baru dari teknologi Internet.
Seperti apa sebenarnya wujud metaverse itu? Bayangkan ada sebuah dunia virtual 3D
yang bisa kita jelajahi menggunakan kacamata realitas virtual. Di dalamnya, kita bisa
memilih representasi visual (avatar) yang kita inginkan. Misalnya, kita memilih untuk
menggunakan avatar berupa sosok lelaki yang tinggi besar dengan suara yang
berwibawa. Padahal, mungkin gambaran itu sangat bertolak belakang dengan fisik kita di
dunia nyata. Dengan avatar itu, kita bisa berinteraksi dengan lingkungan virtual yang
ada. Kita bisa melakukan kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan di dunia nyata, mulai
dari mengobrol dengan sesama avatar, menghadiri konser, menikmati karya seni, bahkan
jual beli. Sekilas terlihat seperti main-main. Namun, beberapa perusahaan besar sudah
mulai melirik potensi bisnisnya. Misalnya, Gucci sudah terpikir untuk meluncurkan
produk-produk digitalnya di metaverse. Kita bisa membeli dan memakaikannya pada
avatar yang kita mainkan. Apakah ada yang mau? Tentu saja. Bukankah pola semacam
ini sudah terjadi dalam permainan online? Bahkan diperkirakan produk digital di
metaverse akan mirip dengan apa yang ada di dunia nyata, seperti tanah, rumah, serta
alat transportasi. Karena jual belinya menggunakan nilai uang asli (kemungkinan mata
uang kripto), maka kita pun bisa mendulang keuntungan di dalamnya. Bisa saja nantinya
akan ada banyak orang yang menggantungkan nafkahnya melalui profesi sehari-harinya
di metaverse. Ide futuristik ini mendapat beragam tanggapan dari banyak orang.
Robert McNamee, salah seorang investor awal Facebook mengatakan, "Adalah ide
yang buruk jika kita semua sehari-hari hanya duduk dan menonton melalui alat itu dan
merasakannya sebagai sesuatu yang normal". Menurutnya, kemungkinan meluasnya
fenomena seperti itu harus menjadi perhatian banyak orang sejak sekarang. Ancaman
yang paling nyata dari teknologi ini adalah kecenderungan untuk membuat manusia
semakin malas bergerak dan bersosialisasi di dunia nyata. Kita sudah melihat bagaimana
pola hidup anak muda berubah setelah meluasnya penggunaan media sosial. Apalagi,
jika disuguhi dengan teknologi yang jauh lebih mengasyikkan lagi.
Tidak hanya problem kesehatan fisik seperti gangguan penglihatan dan obesitas yang
mengintai para pengguna metaverse. Problem psikologi juga tidak kalah
mengkhawatirkan. Kenikmatan berselancar di metaverse, dengan menggunakan avatar
yang mungkin saja merupakan citra diri yang tidak kesampaian, bisa membuat
penggunanya susah untuk menerima keadaan di dunia nyata. Kemudian, peluang
kejahatan dunia maya juga semakin terbuka lebar. Hal ini dipicu oleh kemampuan
metaverse yang memungkinkan penggunanya menampilkan citra diri yang sangat lain
dengan kenyataan aslinya di dunia nyata. Pencurian data serta manipulasi terhadap
seseorang bisa lebih leluasa dilakukan.Permasalahan sosial dan keagamaan pun tidak
kalah banyaknya. Penyebaran konten yang mengandung pornografi ataupun yang
bernuansa provokatif, agitatif, dan anarkis akan semakin mendapat ruang. Ingat
bagaimana media sosial menjadi sarana utama penyebaran berita bohong (hoax), bahkan
revolusi seperti yang terjadi di Mesir pada 2011.
Namun di tengah berbagai potensi bahaya yang ada, metaverse juga memiliki
berbagai potensi manfaat. Kemungkinan untuk menjelajahi "dunia" tanpa melibatkan
gerak fisik seperti di dunia nyata justru merupakan keunggulan utamanya. Orang-orang
yang memiliki keterbatasan fisik, seperti kaum lanjut usia atau difabel, bisa menikmati
"dunia" selayaknya orang-orang pada umumnya. Potensi ekonomi yang ada di dalamnya
juga bisa menciptakan peluang usaha baru yang belum pernah ada pada era sebelumnya.
Perusahaan-perusahaan juga akan terdorong untuk memikirkan konsep pemasaran dan
penjangkauan pelanggan melalui metaverse. Cathy Hackl, seorang futuris teknologi,
mengatakan bahwa sebagaimana banyak perusahaan pada awal tahun 2000-an yang tidak
terpikir sebelumnya untuk merambah media sosial, merek-merek pada tahun 2020-an ke
atas harus melibatkan tim metaverse untuk bertahan pada era Web 3.0. Melihat pola
perkembangan teknologi yang telah terjadi, kemungkinan besar metaverse akan menjadi
teknologi yang umum di masa depan. Bisa saja nantinya ada sekolah virtual yang
mengajarkan ilmu-ilmu yang hanya bisa dimanfaatkan di metaverse, kebun binatang
virtual yang berisi hewan-hewan purbakala dan khayalan, atau hunian dan gedung
perkantoran yang mustahil diwujudkan dalam dunia nyata. Jika dikelola dengan baik,
metaverse tentu akan menjadi berkah bagi umat manusia. Oleh sebab itu,
permasalahannya bukan lagi terletak pada boleh-tidaknya teknologi ini dikembangkan.
Tetapi, bagaimana arah pengembangannya dan penerapan etika bagi penggunanya. Tentu
saja Meta tidak akan menjadi pemain tunggal pengembang metaverse. Akan ada
perusahaan-perusahaan lain, bahkan mungkin yang saat ini belum berdiri, yang akan
mengembangkan metaverse-nya sesuai dengan imajinasinya masing-masing. Hal inilah
yang akan memperumit diskusi yang ada.
Polemik yang akan muncul seputar metaverse tidak hanya membutuhkan jawaban dari
kalangan teknologi. Tetapi juga pandangan multidisiplin, seperti dari ahli hukum,
pemuka agama, psikolog, maupun sosiolog. Permasalahan-permasalahan yang menyertai
pengembangan metaverse harus selalu ditanggapi dan menjadi masukan dalam
pengembangan versi berikutnya. Misalnya, sejauh mana anonimitas dan kebebasan bisa
diwujudkan dalam metaverse? Sekuat apa hukum dapat menyentuh "kejahatan" yang
dilakukan seorang avatar terhadap avatar lain di metaverse? Seperti apa norma-norma
masyarakat dan tradisi yang diterapkan dalam metaverse? Seperti halnya teknologi yang
lain, jangan sampai manusia diperbudak olehnya. Dengan begitu, metaverse akan
memberi manfaat secara luas. Mungkin Anda berpikir bahwa teknologi yang canggih
seperti ini baru akan terwujud dalam jangka waktu lama. Namun Mark Zuckerberg
memperkirakan bahwa metaverse akan menjadi hal yang umum dalam waktu lima
sampai sepuluh tahun ke depan saja.

Hasil analisis proses pembentukan opini publik pada artikel di atas:


Isu yang dibahas pada artikel di atas yaitu mengenai kabar dari Mark Zuckerberg sebagai
CEO Meta, yang menyatakan bahwa perusahaannya akan mengembangkan sebuah
teknologi yang disebut sebagai metaverse. Berita tersebut tentunya dapat menimbulkan
pro dan kontra dari berbagai pihak.
 Pro : Dengan avatar pada teknologi metaverse, kita bisa berinteraksi dengan
lingkungan virtual yang ada. Kita bisa melakukan kegiatan-kegiatan yang bisa
dilakukan di dunia nyata, mulai dari mengobrol dengan sesama avatar, menghadiri
konser, menikmati karya seni, bahkan jual beli.
 Kontra: Ancaman yang paling nyata dari teknologi metaverse adalah kecenderungan
untuk membuat manusia semakin malas bergerak dan bersosialisasi di dunia nyata.
Kita sudah melihat bagaimana pola hidup anak muda berubah setelah meluasnya
penggunaan media sosial. Apalagi, jika disuguhi dengan teknologi yang jauh lebih
mengasyikkan lagi.
Selain contoh pro dan kontra tersebut, tentunya masih banyak pendapat yang akan
muncul di benak khalayak umum. Karena, teknologi metaverse ini merupakan suatu
keterbaruan yang pastinya akan menjadi perbincangan publik pada berbagai kalangan.
Perbicangan tersebut akan memunculkan berbagai opini yang nantinya dapat
membentuk opini publik.
Sumber:

Soemirat, B. Opini Publik. Diakses 4 Mei 2023 dari https://pustaka.ut.ac.id/lib/wp-


content/uploads/pdfmk/SKOM4321-M1.pdf
Rengganis, T. (2020). Usut tuntas pelanggaran HAM dalam demo mahasiswa September
2019. Diakses 4 Mei 2023 dari https://www.amnesty.id/usut-tuntas-pelanggaran-ham-dalam-
demo-mahasiswa-september-2019/
Patria, T. (2021). "Metaverse": Ancaman atau Peluang bagi Umat Manusia? Diakses 4 Mei
2023 dari https://news.detik.com/kolom/d-5826538/metaverse-ancaman-atau-peluang-bagi-
umat-manusia

Anda mungkin juga menyukai