Anda di halaman 1dari 133

NORMA K3

PENANGGULANGAN KEBAKARAN

DISAMPAIKAN OLEH
F. RATIH SETYA AMBARWATI

DISAMPAIKAN DALAM
PEMBINAAN DAN SERTIFIKASI
PETUGAS PERAN KEBAKARAN/ KELAS D
NORMA K3
NORMA KETENAGAKERJAAN

NORMA KERJA & NORMA K3


JAMSOSTEK

1. NORMA K3 PESAWAT UAP


1. NORMA PELATIHAN DAN 2. NORMA BEJANA BERTEKANAN
PENEMPATAN DAN TANGKI TIMBUN
2. NORMA HUBUNGAN KERJA 3. NOEMA K3 KESEHATAN KERJA
3. NORMA WAKTU KERJA DAN 4. NORMA K3 LINGKUNGAN KERJA
WAKTU ISTIRAHAT 5. PEKERJAAN PADA KETINGGIAN
4. NORMA PENGUPAHAN 6. NORMA K3 PENANGGULANGAN
5. NORMA JAMSOSTEK KEBAKARAN
6. NORMA TKI 7. NORMA K3 LISTRIK
7. NORMA TKA 7. NORMA K3 PAA
8. Norma K3 PTP
DI TEMPAT KERJA ANDA
► Bagaimana kemungkinan untuk terjadi
kebakaran
► Apa konsekuensinya bila terjadi kebakaran
► Upaya apa yang telah dilakukan

3
DASAR HUKUM :
1. UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN
1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA;
2. PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970;
3. STANDAR TEKNIS DI BIDANG
PENANGGULAN KEBAKARAN.
PENGAWASAN NORMA
K3
UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Pasal 5
(1) Pegawai Pengawas dan Ahli Keselamatan Kerja ditugaskan
menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-
Undang ini dan membantu pelaksanaannya.
(2) Wewenang dan kewajibannya diatur dengan peraturan perundangan.

UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja


Pasal 1 ayat (5) dan (6) :
1. Pegawai pengawas ialah Pegawai teknis berkeahlian khusus dari
Depnaker, yang ditunjuk oleh Menaker.
2. Ahli Keselamatan Kerja Adalah Tenaga teknis berkeahlian khusus dari
luar Depnakertrans yang ditunjuk oleh Menaker
PRINSIP PENANGGULANGAN KEBAKARAN
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 :
Pasal 3 ayat (1).
Dengan peraturan perundangan ditetapkan
syarat syarat keselamatan kerja untuk :
•mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran,
•mencegah, mengurangi peledakan
•memberikan kesempatan jalan menyelamatkan diri
dalam bahaya kebakaran
•pengendalian penyebaran asap, gas dan suhu

Pasal 9 ayat (3).


Pengurus wajib membina K3 penanggulangan kebakaran
Kepmenaker No. 186/Men/1999,
DASAR HUKUM Pasal 2
(1) Pengurus atau pengusaha wajib mencegah,
K3 mengurangi dan memadamkan kebakaran, latihan
penanggulangan kebakaran di tempat krja.
PENANGGULANGAN (2) Kewajibkan mencegah, mengurangi dan memadamkan
kebakaran, melalui :
KEBAKARAN
a. Pengendalian setiap bentuk energi
b. Penyediaan sarana deteksi, alarm, pemadam
kebakaran dan sarana evakuasi
c. Pengendalian penyebaran asap, panas dan
gas
d. Pembenrtukan unit penanggulangan
UU NO. 1 TH 1970 kebakaran di tempat kerja
beserta Peraturan – e. Penyelenggaraan latihan dan gladi
penanggulangan kebakaran secara berkala
peraturan f. Memiliki buku rencana penanggulangan
keadaan darurat kebakaran bagi tempat kerja
pelaksanaannya yang mempekerjakan lebih dari 50 (lima
puluh ) orang tenaga kerja dan atau tempat
kerja yang berpotensi bahaya kebakaran
sedang dan berat.
PERATURAN PENGENDALIAN
ENERGI

K3
PENANGGULANGAN SARANA
PROTEKSI
KEBAKARAN KEBAKARAN

MANAJEMEN K3
UU NO 1 TH 1970
PERATURAN DAN STANDAR TEKNIS
K3 PENANGGULANGAN KEBAKARAN

• Peraturan Menaker No. 12 Tahun 2015 ttg K3 Listrik di


Tempat Kerja, dan Peraturan Menaker No. 33 Tahun 2015
ttg Perubahan atas Peraturan Menaker No. 12 Tahun 2015.

• Permenaker No. : Per.02/Men/1989 ttg Pengawasan Inst.


Penyalur Petir, dan Peraturan Menaker No. 31 Tahun 2015
ttg Perubahan atas Permenaker No. Per.02/Men/1989
PENGENDALIAN
• Permenakertrans NomorPer. 01/Men/1982 ttg Bejana
ENERGI
Tekanan, tidak berlaku dengan dikeluarkannya
Peraturan Menaker Nomor 37 Tahun 2016 ttg Bejana
Tekanan dan Tangki Timbun

• Permenakertrans Nomor Per.04/Men/1985 ttg Pesawat


Tenaga dan Produksi, tidak berlaku dengan dikeluarkannya
Peraturan Menaker Nomor 38 Tahun 2016 ttg K3 Pesawat
Tenaga dan Produksi.

• Kepmenaker Nomor Kep. 187/MEN/1999 ttg Pengendalian


Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja
• Permenaker No. Per.04/Men/1980 ttg Syarat-syarat
Pemasangan dan Pemeliharaan APAR.

• Permenaker No.Per. 02/Men/1983 ttg Alarm


Kebakaran Otomatis .
SARANA • Inst. Menaker No. Inst. 11/M/BW/1997 ttg Pengawasan
PROTEKSI Khusus K3 PK
KEBAKARAN
• Standar Teknis :
- Permen PU No. 26/PRT/M/2008 ttg Persyaratan Teknis
Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan.
- SNI
• - NFPA

• Permenaker Nomor Per.04/Men/1987 ttg P2K3


serta Tata cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja,dan
Permenaker Nomor Per.02/Men/1992 ttg Tata Cara
Penunjukan, Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan
MANAJEMEN K3 dan, Kesehatan Kerja.

• Permenaker Nomor Per. 05/Men/1996 ttg SMK3


PP No. 50 Tahun 2012 ttg Penerapan SMK3

• Kepmemor aker Nomor Kep. 186/Men/1999 ttg


Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja
PERATURAN PENGENDALIAN
ENERGI

K3
PENANGGULANGAN
KEBAKARAN

UU NO 1 TH 1970
Pencegahan kebakaran adalah pengendalian setiap perwujudan energi (kimia,
mekanik, listrik, fisika)

• Kepmenakertrans No.: Kep.75/Men/2002 diganti dg


Peraturan Menaker No. 12 Th 2015 tentang K3
Listrik di Tempat Kerja dan Nomor 33 Th 2015
tentang Perubahan atas Peraturan Menaker No. 12
Th 2015.
• Permenaker Nomor Per.02/Men/1989 dan
PENGENDALIAN Peraturan Menaker Nomor 31 Th 2015 tentang
ENERGI Pengawasan Instalasi Penyalur Petir.
• Permenakertrans No. : Per.01/Men/1982 diganti dg
Peraturan Menaker Nomor 37 Th 2016 tentang
Bejana Tekanan dan Tangki Timbun.
• Permenaker No. Per.04/Men/198 diganti dg
Peraturan Menaker Nomor 38 Th 2016 tentang K3
Pesawat Tenaga dan Produksi.
• Kepmenaker Nomor Kep. 187/MEN/1999 tentang
Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat
Kerja.
PENGENDALIAN
ENERGI
• Peraturan Menaker No. 12 Tahun 2015 tentang K3 Listrik di Tempat
Kerja dan No. 33 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan
Menaker No. 12 Tahun 2015
 Persyaratan K3 Listrik :
-Ruang lingkup :Psaal 4 ayat (1) Peraturan Menaker No. 12 Tahun 2015.
-Pasal 4 ayat (1) huru a mengacu pada standar bidang kelistrikan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
-dilaksanakan pada kegiatan : Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menaker No. 12
Tahun 2015.
 Peremcanaan, Pemasangan, Penggunaan, Perubahan dan Pemeliharaan :
Pasal 5, Pasal 6.
 Personil K3 Listrik : Pasal 7
 Pemeriksaan dan Pengujian : Pasal 9, Pasal 11 Peraturan Menaker No. 12
Tahun 2015. dan Pasal 10 Peraturan Menaker No. 33 Tahun 2015.
 Pengawasan Pelaksanaan K3 Listrik : Pasal 13 Peraturan Menaker No. 12
Tahun 2015.
PENGENDALIAN
ENERGI
• Permenaker No. Per.02/Men/1989 dan Peraturan Menaker Nomor 31
Th 2015 tentang Pengawasan Instalasi Penyalur Petir.
 Ketentuan umum - Perencanaan, pembuatan, pemasangan dan
pemeliharaan : Pasal 2 ayat (1) Permenaker Nomor Per.02/Men/1989 .
 Pemasang Inst. Penyalur Petir : Pasal 6
 Tahapan yang diharusan untuk dilakukan Pemeriksaan dan Pengujian : Pasal
49 A Peraturan Menaker No. 31 Th 2015
 Pemeriksaan dan Pengujian : Pasal 50 s.d Pasal 54 :
- Riksa-uji Inst. PP dilakukan dalam kondisi bagaimana : Pasal 50
- Riksa-Uji Inst. PP dilakukan oleh siapa : Pasal 51
- Teknis pemeriksaan : Pasal 52 s.d 54.
Pengawasan : Pasal 6 UU No. 1 Tahun 1970.
PENGENDALIAN
•ENERGI
Permenakertrans No. : Per.01/Men/1982 diganti dg Peraturan
Menaker Nomor 37 Th 2016 tentang Bejana Tekanan dan Tangki
Timbun.
 Kewajiban pengurus dlm menerapkan syarat-syarat K3 : Pasal 2.
 Ruang lingkup : Pasal 4, 5 dan 6.
 Syarat-syarat K3 BT dan TB : Pasal 7 s.d 28.
 Kapan dilakukan pemeriksaan dan pengujian : Pasl 70.
 Personil yang berwenang mellakukan pemeriksaan dan pengujian Pasal 79.
 Pengawasan : Pasal 86.

• Permenaker No. Per.04/Men/1985 diganti dg Peraturan Menaker


Nomor 38 Th 2016 tentang K3 Pesawat Tenaga dan Produksi.
 Kewajiban pengurus dlm menerapkan syarat-syarat K3 : Pasal 2.
 Ruanng lingkup : Pasal 4
 Syarat-syarat K3 PTP : Pasal 5 s. d 28
 Personil K3 : Pasal 110 s.d 119
 Pemeriksaan dan pengujian : Pasal 129
 Personil yang berwenang melakukan riksa-uji PTP : Pasal 137
 Pengawasan : Pasal 143
PENGENDALIAN
ENERGI
• Kepmenaker Nomor Kep. 187/MEN/1999 tentang Pengendalian
Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja.
 Kewajiban pengurus dalam mengendalikan bahan kimia berbahaya :
Pasal 2. dan Pasal 3.
 Kewajiban pengurus dalam menyampaikan daftar nama, sifat dan
kuantitas bahan kimia berbahaya di tempat kerja : Pasal 7
 Penetapan potensi bahaya : Pasal 8.
 Mandatori pada pengurus berdasarkan penetapan potensi bahaya :
Pasal 16 dan 17.
 Pengawasan : Pasal 25.
PENGENDALIAN
ENERGI
Dengan melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan, standar
teknis yang diwajibkan., dan petunjuk dari pabrikan.

Kegiatan dan langkah-langkah yang dilaksanakan dalam tindakan


pengendalian energi di Tempat Kerja :
1. Penerapan persyaratan K3 sejak dari perencanaan, pembuatan,
pemasangan atau perakitan , pengisian , pengangkutan,
pemakaian atau pengoperasian, pemeliharaan, perbaikan,
perubahan atau modifikasi peralatan K3.
2. Pembuatan dan pemasangan peralatan K3 sesuai dengan gambar
rencana.
3. Pemeriksaan dan Pengujian Awal/ pertama.
4. Pemeliharaan rutin.
5. Pemeriksaan dan Pengujian Berkala.
6. Penyediaan Lembar Data Keselamatan Bahan dan label.
7. Pemenuhan kompetensi personil K3.
8. Pemenuhan rekomendasi dan mandatori dalam hasil pemeriksaan
dan pengujian.
SARANA
PROTEKSI
KEBAKARAN
PERATURAN

K3
PENANGGULANGAN
KEBAKARAN

UU NO 1 TH 1970
SARANA PROTEKSI KEBAKARAN
® DETEKSI /DETEKTOR (panas, asap, nyala)
AKTIF
® ALARM (AUDIBEL, VISIBEL)
® APAR
® SPRINKLER
® HIDRAN
PASSIF

® MEANS OF ESCAPE
® KOMPARTEMEN
® SMOKE CONTROL (PENGENDALI ASAP)
® FIRE DAMPER (BAHAN TAHAN API)
® FIRE RETARDANT (PELAPISAN BAHAN TAHAN API)
PROTEKSI KEBAKARAN AKTIF
Penerapan suatu desain sistem atau instalasi deteksi, alarm &
pemadam kebakaran pada suatu bangunan tempat kerja yg
sesuai & handal shg pada bangunan tempat kerja tsb
mandiri dalam hal sarana untuk menghadapi bahaya
kebakaran.

PROTEKSI KEBAKARAN PASIF


Suatu teknik desain tempat kerja untuk membatasi / menghambat
penyebaran api, panas & gas baik secara vertikal maupun
horizontal dengan mengatur jarak antar bangunan, memasang
dinding pembatas tahan api, menutup setiap bukaan dengan
media tahan api dg suatu mekanisme tertentu.
ALAT PEMADAM API RINGAN

PORTABLE FIRE EXTINGUISHER

Pert. Menaker No Per-04/Men/1980


Penempatan
Perencanaan tepat
Petugas
kompeten
Pengadaan
Sertifikat

Kebijakan

Fire risk
Assessment
•Efektif
Jenis dan •Aman
Pemeliharaan ukuran •Tidak Merusak
teratur tepat
Penggolongan Kebakaran
Kelas A - Bahan padat mudah terbakar
yang bukan logam.

Kelas B – Cairan mudah terbakar

Kelas C - Listrik: peralatan listrik yang


bertegangan

Kelas D – Bahan logam


JENIS MEDIA PEMADAM

JENIS BASAH JENIS KERING


- CAIR - DRY POWDER
- CO2
- BUSA
- CLEANT AGENT
STANDAR APAR

APAR
Dirancang dengan tekanan > 14kg/cm2
dapat mendorong seluruh medianya
(sisa mak 15%) dalam waktu min. 8 detik

Syarat :
- Angka keamanan min 4,13 x WP (65 oC)
- Test pressure 1,5 x WP(65 oC)
- Pengujian ulang tiap 5 tahun

APAR
Sebagai sarana K3 (Safety Equipment)
Pengandung Potensi Bahaya
PEMASANGAN APAR
Setiap satu atau kelompok alat pemadam api ringan harus ditempatkan
pada posisi yang mudah dilihat dengan jelas, mudah dicapai dan
diambil
Dlengkapi dengan pemberian tanda pemasangan, dengan tinggi 125
cm dari dasar lantai tepat diatas satu atau kelompok alat pemadam
api ringan bersangkutan..
Untuk APAR yang dipasang pada dinding, tanda pemasangan
berupa berupa segitiga sama sisi berwarna merah, sesuai dengan
ketentuan.
Untuk APAR yang dipasang pada tiag kolom, tanda pemasangan
berupa iang kolom benbenuk segi empat atau lingkaran.
Penempatan antara alat pemadam api yang satu dengan lainnya atau
kelompok satu dengan lainnya tidak boleh melebihi 15 meter, kecuali
ditetapkan lain oleh pegawai pengawas atau ahli keselamatan Kerja.
PEMASANGAN APAR

Digantung pada dinding dengan penguat sengkang , atau


ditempatkan dalam lemari atau peti (box) yang tidak terkunci.
Ruang atau di mana APAR ditempatkan dengan suhu – 44º C
s.d 49º C
Bagian puncak APAR berada 1, 2 m dari dasar lantai
APAR jenis CO2 dan tepung kering (dry chemical) diletakkan 15
cm dari dasar lantai ke dasar APAR
APAR di alam terbuka harus dilindungi dengan tutup pengaman
Petunjuk cara-cara pemakaian alat pemadam api ringan
harus dapat dibaca dengan jelas.
TEMP - 440 C s/d 490C
CO2 & Dry Chemical

1,2 m
1,2 m
15 cm
PEMERIKSAAN APAR
 Tabung APAR sebaiknya berwarna merah
 Tabung APAR tidak berlubang-lubang atau cacat karena karat
 Tekanan dalam tabung tidak berkurang (pada daerah hijau)
 Handel dan label harus selalu dalam keadaan baik
 Mulut pancar tidak tersumbat dan pipa pancar tidak retak atau
menunjukan tanda-tanda rusak
 Untuk alat pemadam api jenis carbon dioxida (CO2) harus
diperiksa dengan cara menimbang serta mencocokkan beratnya
dengan berat yang tertera pada alat pemadam api tersebut,
apabila terdapat kekurangan berat sebesar 10% tabung
pemadam api itu harus diisi kembali sesuai dengan berat yang
ditentukan.
JENIS MEDIA PEMADAM KEBAKARAN DAN APLIKASINYA

Jenis media pemadam


si
ka
Jenis kebakaran Tipe basah Tipe kering
i fi
as

Clean
Air Busa Powder
Kl

Agent
VVV V VV V*)
Klas A Bahan spt (kayu, kertas, kain dsb.
Bahan berharga XX XX VV**) VVV
Bahan cair XXX VVV VV V*)
Klas B
Bahan gas X X VV V *)

Klas C Panel listrik, XXX XXX VV VVV

Klas D Kalium, litium, magnesium XXX XXX Khusus XXX

Keterangan :

VVV : Sangat efektif X : Tidak tepat


VV : Dapat digunakan XX : Merusak
V : Kurang tepat / tidak dianjurka XXX : Berbahaya
n
*) : Tidak efisien **) : Kotor / korosif
KEGAGALAN APAR

Jenis tidak sesuai

Ukuran tidak sesuai Tidak bertekanan


- bocor
Macet/tidak berfungsi
Menggumpal
Salah penempatan - tunda refill
• belum ditunjuk
Petugas

• tidak trampil
INSTALASI ALARM
TANDA BAHAYA KEBAKARAN

TUJUAN
PEMASANGAN INSTALASI ALARM
KEBAKARAN OTOMATIK BERTUJUAN UNTUK
MENDETEKSI KEBAKARAN SEAWAL MUNGKIN,

E SEHINGGA TINDAKAN PENGAMANAN YANG


DIPERLUKAN DAPAT SEGERA DILAKUKAN.

Tindakan dalam keadaan Emergency Kebakaran


harus sudah berhasil diatasi.
sebelum 10 menit sejak penyalaan
INTENSITAS Fenomena kebakaran

Flashover
3 - 10 menit

TH
W

mel i
(600-1000 o C)
O

and
GR

Awal mula

a
WAKTU
Sumber daya
energi
BI

Kerusakan

Adanya Korban
Penyimpangan Jiwa
Dampak
Standar K3 Lingkungan 38
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA RI
NO. PER-02/MEN/1983
TENTANG
INSTALASI ALARM KEBAKARAN OTOMATIK

Ruang lingkup
- Perencanaan
- Pemasangan,
- Pemeriksaan
- Pengujian
- Pemeliharaan
INSTALASI ALARM KEBAKARAN
OTOMATIK

TUJUAN
AGAR KEBAKARAN DAPAT TERDETEKSI SEDINI
MUNGKIN, SEHINGGA TINDAKAN YANG
DIPERLUKAN DAPAT SEGERA DILAKUKAN.

40
DETEKTOR
ASAP

41
1 11 1 11 1
2 12 2 12 2
3 13 3 13 3
4 14 4 14 4
5 15 5 15 5
6 16 6 16 6
7 17 7 17 7
8 18 8 18 8
9 19 9 19 9
10 20 10 20 10

2. Mimic Panel
11
MCFA 12
13
14
Merk : 15
Model : 16
Instalatir : 17
Pengesahan No : 18
Tgl :
19
3. Anounciator Panel 20
JENIS DAN TIPE DETEKTOR
•ULTRA VIOLET
Nyala
•INFRA RED

•FIXED TEMPERATURE
Panas
•RATE OF RISE

Asap •IONIZATION
•OPTIC
Manual
•Push bottom
•Full down
•break glass
ZONA DETECTION
Nyala 20 titik
EOL

Panas 40 titik
EOL

Asap 20 titik
EOL

•ZONE 3 Luas tiap zone deteksi


•ZONE 2 - ruang tanpa sekat mak. 2000 m2
•ZONE 1 - terdapat sekat mak. 1000 m2
INTERCONECTION

DETEKTOR FIRE ALARM SYSTEM


KEBAKARAN AC
Off

SPRINKLER LIFT
(FS) Off

PRESS FAN
POMPA On
HYDRANT
MCFA
supply daya
FIRE HYDRANT
Jaringan instalasi pipa air
untuk pemadam kebakaran
yang dipasang secara permanen

mponen sistem Hidrant 1 1/2 Inc


Sistem persediaan air (45 menit)
Sistem Pompa
(Jockey, Utama & Cadangan)
Jaringan pipa 2 1/2 Inc
Kopling outlet / Pilar / Landing valve 2 1/2 Inc
Slang dan nozle
Sistem kontrol tekanan & aliran
Out door

Seamiest
Connection

RESERVOAR
PERENCANAAN HYDRANT

KLASIFIKASI HUNIAN
Tingkat resiko bahaya kebakaran

Resiko Ringan Luas 1000-2000 M2


2 titik hydran, tambahan 1 titik
Tiap 1000M2

Resiko Sedang Luas 800-1600 M2


2 titik hydran, tambahan 1 titik
Tiap 800M2

Resiko Berat Luas 600-1200 M2


2 titik hydran, tambahan 1 titik
Tiap 600M2
KARAKTERISTIK TEKANAN HYDRANT

Standar tekanan pada


m

1 nozle teringgi & terjauh :


2
2 mak. (H1) = 7.0 kg/cm
H=

3
2
min. (H3) = 4.5 kg/cm

Diuji dengan membuka


3 titik nozle :
Q = US GPM 1. Nozle terjauh
2. Nozle pertengahan
3. Nozleterdekat
Data input :
Klasifikasi hunian : Ringan
Sedang I, II, III,
Berat
Khusus

Variabel : Peruntukan bangunan


Jumlah dan sifat penghuni
Konstruksi bangunan
Flammability dan Quantity Material
(Fire loads)

Standard klasifikasi sistem : Ukuran kepala sprinkler


Kepadatan pancaran
53o C
141o C

68o C
182o C

79o C

201o C
260o C
93o C
Dasar perencanaan sprinkler
Kepadatan pancaran dibagian hidrolik tertinggi dan terjauh
Yaitu :
Debit air yang dipancarkan oleh empat kepala sprinkler
dirancang mampu menyerap energi kalor (beban api)
yang ada dalam area yang dibatasi oleh empat kepala sprinkler
PERENCANAAN SPRINGKLER
KLASIFIKASI TINGGI PENGGUNAAN
BANGUNAN JUMLAH LANTAI SPRINKLER
TIDAK KETINGGIAN S.D 8 METER SATU TIDAK
LANTAI DIHARUSKAN
BERTINGKAT
TIDAK KETINGGIAN S.D 8 METER TIDAK
ATAU DUA LANTAI DIHARUSKAN
BERTINGKAT
BERTINGKAT KETINGGIAN S.D 14 METER TIDAK
ATAU 4 LANTAI DIHARUSKAN
RENDAH
BERTINGKAT KETINGGIAN S.D 40 METER DIHARUSKAN
TINGGI ATAU 8 LANTAI MULAI DARI
LANTAI SATU
BERTINGKAT KETINGGIAN LEBIH DARI 40 DIHARUSKAN
METER ATAU DI ATAS 8 LANTAI MULAI DARI
TINGGI
LANTAI SATU
PERENCANAAN SPRINGKLER
Kepadatan pancaran

Resiko Ringan 2,25 mm/men


Luas mak. 84 m2

Resiko Sedang 5 mm/men


I 72 m2
II 144 m2
III 360 m2

Resiko Berat 7,5 - 12,5 mm/men


Luas mak. 260 m2
Ukuran kepala sprinkler
Klas hunian :
• Ringan: 10 mm - 3/8 in
• Sedang : 15 mm - ½ in
• Berat : 20 mm - 17/32 in

Kapasitas aliran
Q , gpm

Kepala Springkler
Tekanan
Psi 3/8 in 1/2 in 17/32 in

10 9 18 25
15 11 22 32
20 13 25,5 36
25 14,5 28,5 40
35 17 34 47
50 20 40 56,5
75 25 49,5 69
100 28,5 57 80
Jumlah kepala springkler

Jumlah kepala springkler


Ukuran
pipa Ringan Sedang Berat

1 2 1 2
1¼ 3 2 3
1½ 5 5 5
2 10 8 10
2½ 20* 15 30
3 40* 27 60
3½ 65* 40 100
4 100 55 275
5 160 120
6 275 200*
8 400
a. Ketahanan Struktur
Agar Konstruksi Bangunan mampu menciptakan Kestabilan Struktur selama terjadi
Kebakaran, sehingga memberi kesempatan pd Penghuni untuk menyelamatkan diri &
bagi Petugas Pemadam Kebakaran untuk melakukan Operasi Pemadaman Kebakaran.

b. Dinding Tahan Api


Suatu bangunan harus mempunyai elemen bangunan yg pd tingkat tertentu dp
memperthankan Stabilitas Struktur selama terjadi Kebakaran.
Dinding Luar, Dinding Biasa & Bahan Lantai serta Rangka lantai harus dari bahan
yg tidak dapat terbakar.
Sifat Bahan Bangunan & Komponen Bangunan pd Bangunan harus mampu menahan
Penjalaran Api Kebakaran & membatasi timbulnya asap agar kondisi ruang di dalam
Bangunan Tetap Aman bagi penghuni sewaktu melaksanakan evakuasi.

c. Pintu Tahan Api & Penahan Asap


Pintu Tahan Api harus sesuai dg Standar Pintu Kebakaran & tidak rusak akibat
adanya radiasi panas.
Pintu Penahan Asap harus dibuat sedemikian rupa sehingga asap tidak akan
melewati pintu dari satu sisi ke sisi lainnya.
d. Kompartemenisasi
 Merupakan suatu upaya mencegah Penjalaran Api & Asap Kebakaran dg cara
membatasi dinding, lantai kolom, balok yg tahan thd api untuk waktu yg sesuai
dg Kelas Bangunan.
 Menurut Ketentuan, Kompartemen Kebakaran adalah keseluruhan ruang yg
ada dalam suatu Bangunan yg didalamnya dipisahkan menjadi bagian ruang
dalam Bangunan oleh Penghalang Api & Asap Kebakaran yg mempunyai
ketahanan thd Penyebaran Api dg Bukaan yg dilindungi secara baik.
 Kompartemen Kebakaraan antara lain meliputi : Dinding Koridor, Pintu-pintu
Ruang, Dinding Pelindung yg menyelubungi Tangga Keluar, Penutup-penutup
pd Bukaan Vertikal (Shaft Mechanical & Electrical), Dinding Pembatas Antar
Ruang, dll.
EMERGENCY
EXIT

EXIT
1. Sarana evakuasi
• Bagian dari konstruksi bangunan yang dirancang
aman untuk digunakan pada waktu keadaan
darurat

2. Evakuasi
Tindakan menyelamatkan diri sendiri masing masing
tanpa dibantu orang lain
EXIT
FAKTOR PERENCANAAN
MEANS OF ESCAPE

KLASIFIKASI RESIKO WAKTU PANJANG


BAHAYA KEBAKARAN EVAKUASI JARAK TEMPUH

-RESIKO RINGAN 3 Menit 30 meter


-RESIKO SEDANG 2,5 Menit 20 meter
-RESIKO BERAT 2 Menit 15 meter

TEMPAT TEMPAT
JALUR AMAN AMAN
BERBAHAYA
FAKTOR PERENCANAAN MEANS OF ESCAPE

LEBAR UNIT EXIT


- RATE OF FLOW 40 orang/menit

- UNIT OF EXIT WIDTH 21”


FAKTOR PERENCANAAN MEANS OF ESCAPE

JUMLAH UNIT EXIT


JUMLAH PENGHUNI
= ….. UNIT
40 X WAKTU

1 UNIT OF EXIT WIDTH = 21”


2 UNIT OF EXIT WIDTH = 21” + 21”
3 UNIT OF EXIT WIDHT = 21” + 21” + 18”
4 UNIT OF EXIT WIDHT = 21” + 21” + 18” + 18”
dst. + 18”
PERSYARATAN SARANA EVAKUASI
- Aman sementara, terjamin kedap asap dan panas;
- Tidak dikunci;
- Tidak terhalang oleh benda apapun;
- Memiliki lampu darurat;
- Bukaan pintu kearah pelarian;
- Pintu keluar darurat/ emergency exit harus diberi tanda
tulisan yang dapat dibaca dalam keadaan gelap.
- Mudah dijangkau (pajang jarak tempuh sependek mungkin)
- Ada petunjuk arah yang dapat dilihat dalam keadaan gelap.
Gambar : Petunjuk Arah Jalan Keluar
Gambar : Detail Tanda Arah Keluar
PERATURAN MANAJEMEN K3

K3
PENANGGULANGAN
KEBAKARAN

UU NO 1 TH 1970
MANAJEMEN K3

Pengertian
Manajemen : usaha untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien dengan
cara mengelola dan mengawasi melalui kegiatan perencanaan, koordinasi,
serta pengaturan sumber daya yang ada.

K3 : segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan


kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja.

Manajemen K3 dapat diartikan sebagai usaha untuk mencapai tujuan secara


efektif dan efisien dengan cara mengelola dan mengawasi segala kegiatan
guna menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja
melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
• UU No. 1 Tahun 1970 Pasal 10
• Permenakertranskop No. Per.03/Men/1978 ttg
MANAJEMEN K3 Persyaratan Penunjukan dan Wewenang serta
Kewajiban Pegawai pengawas Keselamatan Kerja dan
Ahli Keselamatan Kerja (sudah tidak berlaku)
Permenaker Nomor Per.04/Men/1987 ttg P2K3 serta
Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja, dan
Permenaker No. Per-02/Men/1992
• Permenaker Nomor Per. 05/Men/1996 ttg SMK3
• Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 ttg
Penerapan SMK3
• KepmeNaker Nomor Kep. 186/Men/1999 ttg Unit
Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja

UU No. 1 Tahun 1970 Pasal 10


(1) Menteri Tenaga Kerja berwenang membertuk Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja guna memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan
partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat
kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama dibidang keselamatan dan
kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.
(2) Susunan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-lainnya
ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerj
MANAJEMEN K3

• Permenaker Nomor Per.02/Men/1992 ttg Tata Cara
Penunjukan, Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
a.Ahli Keselamatan dan Kesehatan Keerja adalah Tenaga Teknih Tempat
berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yan ditunjuk oleh
Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya Undang-Undang
Keselamatan Kerja.
b. Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu
tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri.
c. Tempat kerja adalah tiap ruangan,, atau lapangan, tertutup, ataqu terbuka,
bergerak, atau tetap, dimana tenaga kerja melakukan pekerjaan, atau yang
sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha, dan dimana terdapat
sumber atau sumber-sumber bahaya.
MANAJEMEN K3

- Permenaker Nomor Per.02/Men/1992

Pasal 2
(1) Menteri Tenaga Kerja atau Pejabat yang ditunjuk berwenang menunjuk ahli
keselamatan dan kesehatan kerja pada tempat kerja dengan kriteria tertentu
dan pada perusahaan yang memberikan jasa dibidang keselamatan dan
kesehatan kerja.
(2) Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah:
a. Suatu tempat kerja dimana pengurus mempekerjakan tenaga kerja
lebih dari 100 orang;
b. Suatu tempat kerja dimana pengurus mempekerjakan tenaga kerja
kurang dari 100 orang akan tetapi menggunakan bahan, proses, alat
dan atau instalasi yang besar risiko bahaya terhadap keselamatan
dan kesehatan kerja;
MANAJEMEN K3

Permenaker Nomor Per.02/Men/1992

Pasal 7
(1) Keputusan penunjukan ahli keselamatan dan kesehatan kerja berlaku
untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun.
(2) Keputusan penunjukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
dimintakan perpanjangan kepada Menteri Tenaga Kerja atau Pejabat
yang ditunjuk.

Pasal 8
(1) Keputusan penunjukan ahli keselamatan dan kesehatan kerja tidak
berlaku apabila yang bersangkutan:
a. pindah tugas ke perusahaan atau instansi lain;
b. mengundurkan diri;
c. meninggal dunia.
MANAJEMEN K3
Pasal 8
2) Keputusan penunjukan ahli keselamatan dan kesehatan kerja dicabut
apabila yang bersangkutan terbukti :
a. tidak memenuhi peraturan perundang-undangan keselamatan dan
kesehatan kerja;
b. melakukan kesalahan dan kecerobohan sehingga menimbulkan
keadaan berbahaya;
c. dengan sengaja dan atau karena kehilafannya menyebabkan
terbukanya suatu rahasia perusahaan/instansi yang karena
jabatannya wajib untuk dirahasiakan.

Pasal 9
(1) Ahli Keselamatanm dan Kesehatanb Kerja berkewajiban :
a. membantu mengawasi pelaksanaan peraturan perundangan
keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan bidang yang
ditentukan dalam keputusan penunjukannya;
MANAJEMEN K3
Permenaker Nomor Per.02/Men/1992
Pasal 9
b. memberikan laporan kepada Menteri Tenaga Kerja atau Pejabat yang
ditunjuk mengenai hasil pelaksanaan tugas dengan ketentuan
sebagai berikut:
1). Untuk ahli keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja
satu kali dalam 3 (tiga) bulan, kecuali ditentukan lain;
2). Untuk ahli keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan
yang memberikan jasa dibidang keselamatan dan kesehatan
kerja setiap saat setelah selesai melakukan kegiatannya;
c. merahasiakan segala keterangan tentang rahasia perusahaan/
instansi yang didapat berhubungan dengan jabatannya.

Pasal 10
(1) Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja berwenang untuk :
a. memasuki tempat kerja sesuai dengan keputusan penunjukan;
MANAJEMEN K3

. Permenaker Nomor Per.02/Men/1992

Pasal 10
(1) Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja berwenang untuk :
b. meninta keterangan dan atau informasi mengenai pelaksanaan
syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja ditempat kerja
sesuai dengan keputusan penunjukannya;
c. memonitor, memeriksa, menguji, menganalisa, mengevaluasi dan
memberikan persyaratan serta pembinaan keselamatan dan
kesehatan kerja yang meliputi:
1. Keadaan dan fasilitas tenaga kerja.
2. Keadaan mesin-mesin, pesawat, alat-alat kerja, instalasi serta
peralatan lainnya.
3. Penanganan bahan-bahan.
4. Proses produksi.
MANAJEMEN K3

. Permenaker Nomor Per.02/Men/1992

Pasal 10
(1) Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja berwenang untuk :
c. memonitor, memeriksa, menguji, menganalisa, mengevaluasi dan
memberikan persyaratan serta pembinaan keselamatan dan
kesehatan kerja yang meliputi:
4. Proses produksi.
5. Sifat pekerjaan.
6. Cara kerja.
7. Lingkungan kerja.
(2) Perincian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dapat dirubah
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
MANAJEMEN K3

• Permenaker Nomor Per.04/Men/1987 ttg P2K3 serta Tata cara


Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.
Pasal 1
d. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disebut
P2K3 ialah badan pembantu di tempat kerja yang meruakan wadah kerjasama
antara pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan kerjasama saling
pengertian dan partisipasi efektif dalam penerapan keselamatan dan kesehatan
kerja.
MANAJEMEN K3

• Permenaker Nomor Per.04/Men/1987 ttg P2K3 serta Tata cara


Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.

Pasal 2
(1) Setiap tempat kerja dengan kriteria tertentu pengusaha atau pengurus
wajib membentuk P2K3.
(2) Tempat kerja dimaksud ayat (1) ialah:
a. tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus mempekerjakan 100
orang atau lebih;
b. tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus mempekerjakan
kurang dari 100 orang, akan tetapi menggunakan bahan, proses dan
instalasi yang mempunyai risiko yang besar akan terjadinya
peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran radioaktif.
MANAJEMEN K3

• Permenaker Nomor Per.04/Men/1987 ttg P2K3 serta Tata cara


Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.

Pasal 3
(1) Keanggotaan P2K3 terdiri dari unsur pengusaha dan pekerja yang susunannya
terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota.
(2) Sekretaris P2K3 ialah ahli Keselamatan Kerja dari perusahaan yang
bersangkutan.
(3) P2K3 ditetapkan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya atas usul dari
pengusaha atau pengurus yang bersangkutan.

Pasal 4
(1) P2K3 mempunyai tugas memberikan saran dan pertimbangan baik diminta
maupun tidak kepada pengusaha atau pengurus mengenai masalah
keselamatan dan kesehatan kerja.
MANAJEMEN K3

• Permenaker Nomor Per.04/Men/1987 ttg P2K3 serta Tata cara


Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.

Pasal 4
(2) Untuk melaksanakan tugas tersebut ayat (1), P2K3 mempunyai fungsi:
a. Menghimpun dan mengolah data tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
di tempat kerja;
b. Membantu menunjukan dan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja:
1) Berbagai faktor bahaya di tempat kerja yang dapat menimbulkan
gangguan keselamatan dan kesehatan kerja, termasuk bahaya
kebakaran dan peledakan serta cara penanggulangannya.
2) Faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja;
3) Alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
4) Cara dan sikap yang benar dan aman dalam melaksanakan pekerjaannya;
MANAJEMEN K3

• Permenaker Nomor Per.04/Men/1987 ttg P2K3 serta Tata


cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.
Pasal 4
(2) Untuk melaksanakan tugas tersebut ayat (1), P2K3 mempunyai fungsi:
c. Membantu pengusaha atau pengurus dalam:
1) Mengevaluasi cara kerja, proses dan lingkungan kerja;
2) Menentukan tindakan koreksi dengan alternatif terbaik;
3) Mengembangkan sistem pengendalian bahaya
terhadap keselamatan dan kesehatan kerja;
4) Mengevaluasi penyebab timbulnya kecelakaan, penyakit
akibat kerja serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan;
5) Mengembangkan penyuluhan dan penelitian di
bidang keselamatan kerja, hygiene perusahaan, kesehatan kerja dan
ergonomi;
6) Melaksanakan pemantauan terhadap gizi kerja dan
menyelenggaraka makanan di perusahaan;
MANAJEMEN K3

• Permenaker Nomor Per.04/Men/1987 ttg P2K3 serta Tata cara


Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.

Pasal 4
7) Memeriksa kelengkapan peralatan keselamatan kerja;
8) Mengembangkan pelayanan kesehatan tenaga kerja;
9) Mengembangkan laboratorium kesehatan dan keselamatan kerja, melakukan
pemeriksaan laboratorium dan melaksanakan interpretasi hasil
pemeriksaan;
10) Menyelenggarakan administrasi keselamatan kerja, higene perusahaan dan
kesehatan kerja.
d. Membantu pimpinan perusahaan menyusun kebijaksanaan manajemen dan
pedoman kerja dalam rangka upaya meningkatkan keselamatan kerja, higene
perusahaan, kesehatan kerja, ergonomi dan gizi tenaga kerja.
MANAJEMEN K3

• Permenaker Nomor Per.04/Men/1987 ttg P2K3 serta Tata cara


Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.

Pasal 4
7) Memeriksa kelengkapan peralatan keselamatan kerja;
8) Mengembangkan pelayanan kesehatan tenaga kerja;
9) Mengembangkan laboratorium kesehatan dan keselamatan kerja, melakukan
pemeriksaan laboratorium dan melaksanakan interpretasi hasil
pemeriksaan;
10) Menyelenggarakan administrasi keselamatan kerja, higene perusahaan dan
kesehatan kerja.
d. Membantu pimpinan perusahaan menyusun kebijaksanaan manajemen dan
pedoman kerja dalam rangka upaya meningkatkan keselamatan kerja, higene
perusahaan, kesehatan kerja, ergonomi dan gizi tenaga kerja.
MANAJEMEN K3

Dengan ditetapkannya Permenaker Nomor Per. 02/Men/1992


tentang Tata cara Penunjukan, Kewajiban, dan Wewenang Ahli
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, maka Permenakertranskop
Nomor Per.03/Men/1978 dan Permenaker Nomor Per.
04/Men/1987 Pasal 1 huruf a,b dan c, Pasal 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11
dan 13, khususnya yang mengatur Ahli Keselamatan Kerja
dinyatakan tidak berlaku lagi.
MANAJEMEN K3
•Permenaker Nomor Per. 05/Men/1996 ttg SMK3

Pasal 3
(1) Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus
orang atau ebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan
oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat
mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran,
pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan Sistem
Manajemen K3.
MANAJEMEN K3

PP No. 50 Tahun 2012 ttg Penerapan SMK3

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya
disingkat SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara
keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan
kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
2. Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K3 adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga
kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
MANAJEMEN K3

PP No. 50 Tahun 2012 ttg Penerapan SMK3

Pasal 2
Penerapan SMK3 bertujuan untuk:
a. meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang
terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi;
b. mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat
pekerja/serikat buruh; serta
c. menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong
produktivitas.
MANAJEMEN K3

PP No. 50 Tahun 2012 ttg Penerapan SMK3

Pasal 3
(1) Penerapan SMK3 dilakukan berdasarkan kebijakan nasional tentang SMK3.
(2) Kebijakan nasional tentang SMK3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tertuang dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
MANAJEMEN K3

PP No. 50 Tahun 2012 ttg Penerapan SMK3

Pasal 4
(1) Kebijakan nasional tentang SMK3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3,
sebagai pedoman perusahaan dalam menerapkan SMK3.
(2) Instansi pembina sektor usaha dapat mengembangkan pedoman penerapan
SMK3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebutuhan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
MANAJEMEN K3
PP No. 50 Tahun 2012 ttg Penerapan SMK3

Pasal 5
(1) Setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3 di perusahaannya.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi
perusahaan:
a. mempekerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100 (seratus) orang; atau
b. mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi.

Penjelasan Pasal 5 ayat (2) huruf b :


Yang dimaksud dengan “tingkat potensi bahaya tinggi” adalah
perusahaan yang memiliki potensi bahaya yang dapat mengakibatkan
kecelakaan yang merugikan jiwa manusia, terganggunya proses produksi
dan pencemaran lingkungan kerja.
MANAJEMEN K3
PP No. 50 Tahun 2012 ttg Penerapan SMK3

Pasal 6
(1) SMK3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) meliputi:
a. penetapan kebijakan K3;
b. perencanaan K3;
c. pelaksanaan rencana K3;
d. pemantauan dan evaluasi kinerja K3; dan
e. peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3.
(2) Penerapan SMK3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertuang dalam
pedoman yang tercantum dalam Lampiran I sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
MANAJEMEN K3
PP No. 50 Tahun 2012 ttg Penerapan SMK3

Pasal 16
(2) Untuk perusahaan yang memiliki potensi bahaya tinggi wajib melakukan
penilaian penerapan SMK3 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Penjelasan Pasal 16 ayat (2) :


Yang dimaksud dengan perusahaan yang memiliki potensi bahaya tinggi
antara lain perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, minyak
dan gas bumi.
MANAJEMEN K3

PP No. 50 Tahun 2012 ttg Penerapan SMK3

Lampiran II
Pelaksanaan penilaian dilakukan berdasarkan tingkatan penerapan SMK3 yang
terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:
1. Penilaian Tingkat awal
Penilaian penerapan SMK3 terhadap 64 (enam puluh empat) kriteria
sebagaimana tercantum dalam kolom 3 pada Tabel 1.
2.Penilaian Tingkat Transisi
Penilaian penerapan SMK3 terhadap 122 (seratus dua puluh dua) kriteria
sebagaimana tercantum dalam kolom 3 dan kolom 4 pada Tabel 1.
3.Penilaian Tingkat Lanjutan
Penilian penerapan SMK3 terhadap 166 (seratus enam puluh enam) kriteria
sebagaimana tercantum dalam kolom 3, kolom 4, dan kolom 5 pada Tabel 1.
MANAJEMEN K3

•Kepmenaker Nomor Kep. 186/Men/1999 ttg


Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja

Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan: :

Penanggulangan kebakaran ialah segala upaya untuk mencegah timbulnya kabakaran


dengan berbagai upaya pengendalan setiap perwujudan energi, pengadaan sarana proteksi
kebakaran dan sarana penyelamatan serta pembentukan organisasi tanggap darurat untuk
memberantas kebakaran.

Unit penanggulangan kebakaran ialah unit kerja yang dibentuk dan ditugasi untuk
menangani masalah penanggulangan kebakaran di tempat kerja yang meliputi kegiatan
administrasi, identifikasi sumber-sumber bahaya, pemeriksaan, pemeliharaan dan
perbaikan sistem proteksi kebakaran.
PENANGGUNG JAWAB UMUM
(PENGURUS)

DEPARTEMEN K3

PENANGGUNG JAWAB
UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN
18” REGU
PENANGGULANGAN
KEBAKARAN
KOORDINATOR SUB UNIT
PENANGGULANGAN KEBAKARAN

PETUGAS
PERAN KEBAKARAN
MANAJEMEN K3

•Kepmenaker Nomor Kep. 186/Men/1999 ttg


Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja

Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan: :
Petugas peran penanggulangan kebakaran ialah petugas yang ditunjuk dan diserahi
tugas tambahan untuk mengidentifikasi sumber bahaya dan melaksanakan upaya
penanggulangan kebakaran di unit kerjanya.

Regu penanggulangan kebakaran ialah satuan tugas yang mempunyai tugas khusus
Fungsional di bidang penanggulangan kebakaran.

Pengurus ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu tempat kerja
atau bagiannnya yang berdiri sendiri.
MANAJEMEN K3

•Kepmenaker Nomor Kep. 186/Men/1999 ttg


Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja

Pasal 2
(1). Pengurus atau Perusahaan wajib mencegah,
mengurangi dan memadamkan kebakaran, latihan penganggulangan
kebakaran di tempat kerja.
(2). Kewajiban mencegah, mengurangi dan memadamkan
kebakaran di tempat kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. Pengendalian setiap bentuk energi;
b. penyediaan sarana deteksi, alarm, memadamkan kebakaran dan sarana
evakuasi;
c. pengendalian penyebaran asap, panas dan gas;
d. pembentukan unit penanggulanan kebakaran di tempat
kerja
MANAJEMEN K3

•Kepmenaker Nomor Kep. 186/Men/1999 ttg


Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja

Pasal 2
(2). Kewajiban mencegah, mengurangi dan memadamkan
kebakaran di tempat kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
e. penyelenggaraan latihan dan gladi penanggulangan
kebakaran secara berkala;
f. memilki buku rencana penanggulangan keadaan darurat
kebakaran, bagi tempat kerja yang mempekerjakan lebih
dari 50 (lima puluh) orang tenaga kerja dan atau tempat
yang berpotensi bahaya kebakaran sedang dan berat.
MANAJEMEN K3
. Kepmenaker Nomor Kep. 186/Men/1999 ttg
Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja

Pasal 2
(4) Buku rencana penanggulangan keadaan darurat kerbakaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f, memuat antara lain:
a. informasi tentang sumber potensi bahaya kebakaran dan
cara pencegahannya;
b. jenis, cara pemeliharaan dan penggunaan sarana proteksi
kebakaran di tempat kerja;
c. prosedur pelaksanaan pekerjaan berkaitan dengan
pencegahan bahaya kebakaran;
d. prosedur pelaksanaan pekerjaan berkaitan dengan
pencegahan bahaya kebakaran;
e. prosedur dalam menghadapi keadaan darurat bahaya
kebakaran.
MANAJEMEN K3
. Kepmenaker Nomor Kep. 186/Men/1999 ttg
Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja

Pasal 3

Pembentukan unit penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal


2 ayat (1) dengan memperhatikan jumlah tenaga kerja dan atau klasifikasi tingkat
potensi bahaya kebakaran.
MANAJEMEN K3
. Kepmenaker Nomor Kep. 186/Men/1999 ttg
Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja

Pasal 4

1. Klasifikasi tingkat potensi bahaya kebakaran sebagaimana


dimaksud dalam pasal 3 terdiri :
a. klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran ringan;
b. klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran sedang I
c. klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran sedang II
d. klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran sedang III dan;
e. klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran berat.

2. Jenis tempat kerja menurut klasifikasi tingkat resiko bahaya


kebakaran sebagaimana dimaksud ayat (1) seperti tercantum
dalam Lampiran I Keputusan Menteri ini.
Bahaya Kebakaran Ringan : Ancaman Bahaya Kebakaran yg mempunyai
nilai & kemudahan terbakar rendah & apabila terjadi kebakaran
melepaskan panas rendah, shg penjalaran api lambat.
Bahaya Kebakaran Sedang 1 (satu) : Ancaman Bahaya Kebakaran
yg mempunyai jumlah & kemudahan terbakar sedang; penimbunan bahan
yg mudah terbakar dg tinggi tdk lebih dari 2,5 m & apabila terjadi kebakaran
melepaskan panas sedang, shg penjalaran api sedang.

Bahaya Kebakaran Sedang 2 (dua) : Ancaman Bahaya Kebakaran yg


mempunyai jumlah & kemudahan terbakar sedang; penimbunan bahan
yg mudah terbakar dg tinggi tdk lebih dari 4 m & apabila terjadi
kebakaran melepaskan panas sedang, shg penjalaran api sedang.

Bahaya Kebakaran Sedang 3 (tiga) : Ancaman Bahaya Kebakaran yg


mempunyai nilai & kemudahan terbakar agak tinggi & apabila terjadi
kebakaran menimbulkan panas agak tinggi, shg penjalaran api agak cepat.

Bahaya Kebakaran Berat / Tinggi : Ancaman Bahaya Kebakaran yg


mempunyai nilai & kemudahan terbakar tinggi & apabila terjadi kebakaran
melepaskan panas tinggi.
MANAJEMEN K3
. Kepmenaker Nomor Kep. 186/Men/1999 ttg
Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja

Klasifikasi tingkat potensi bahaya kebakaran :


a. klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran ringan;
Jenis tempat kerja :
• Tempat ibadah,
• Gedung/ruang Perkantoran
• Gedung/ruang Pendidikan
• Gedung/ruang Perumahan
• Gedung/ruang Perawatan
• Gedung/ruang Restoran
• Gedung/ruang Perpustakaan
• Gedung/ruang Perhotelan
• Gedung/ruang Lembaga
• Gedung/ruang Rumah sakit
• Gedung/ruang Museum
• Gedung/ruang Penjara
MANAJEMEN K3
. Kepmenaker Nomor Kep. 186/Men/1999 ttg
Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja

Klasifikasi tingkat potensi bahaya kebakaran :


b. Klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran sedang I Jenis tempat
kerja :
• Tempat Parkir
• Pabrik Elektronika
• Pabrik roti
• Pabrik barang gelas
• Pabrik minuman
• Pabrik permata
• Pabrik Pengalengan
• Binatu
• Pabrik susu
MANAJEMEN K3
. Kepmenaker Nomor Kep. 186/Men/1999 ttg
Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja

Klasifikasi tingkat potensi bahaya kebakaran :


c. Klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran sedang II Jenis tempat
kerja :
• Penggilingan padi
• Pabrik bahan makanan
• Percetaqkan dan penerbitan
• Bengkel mesin
• Gudang pendinginan
• Perakitan kayu
• Gudang perpustakaan
• Pabrik barang keramik
• Pabrik tembakau
MANAJEMEN K3
. Kepmenaker Nomor Kep. 186/Men/1999 ttg
Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja

Klasifikasi tingkat potensi bahaya kebakaran :


c. Klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran sedang II
Jenis tempat kerja :
• Pengolahan logam
• Penyulingan
• Pabrik barang kelontong
• Pabrik barang kulit
• Pabrik tekstil
• Perakitan kendaraan bermotor
• Pabrik kimia (kimia dengan kemudahan terbakar sedang)
• Pertokoan dengan pramuniaga kurang dari 50 orang
MANAJEMEN K3
. Kepmenaker Nomor Kep. 186/Men/1999 ttg
Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja

Klasifikasi tingkat potensi bahaya kebakaran :


d. Klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran sedang III
Jenis tempat kerja :
• Ruang pameran
• Pabrik permadani
• Pabrik makanan
• Pabriksikat
• Pabrik Ban
• Pabrik Karung
• Bengkel mobil
• Pabrik sabun
• Pabrik tembakau
• Pabrik lilin
• Studio dan pemancar
• Pabrik barang plastik
MANAJEMEN K3
. Kepmenaker Nomor Kep. 186/Men/1999 ttg
Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja

Klasifikasi tingkat potensi bahaya kebakaran :


d. Klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran sedang III
Jenis tempat kerja :
• Pergudangan
• Pabrik pesawat terbang
• Pertokoan dengan pramuniaga lebih dari 30 orang
• Penggergajian dan pengolahan kayu
• Pabrik makanan kering dari bahann tepung
• Pabrik minyak nabati
• Pabrik tepung terigu
• Pabrik pakaian
MANAJEMEN K3
. Kepmenaker Nomor Kep. 186/Men/1999 ttg
Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja

Klasifikasi tingkat potensi bahaya kebakaran :


e. Klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran berat
Jenis tempat kerja :
• Pabrik kimia dengan kemudahan terbakar tinggi
• Pabrik kembang api
• Pabrik korek api
• pabrik cat
• Pabrik bahan peledak
• Penggergajian kayu dan penyelesaannya menggunakan
bahan mudah terbakar
• studo film dan televisi
• Pabrik karet buatan
• Hanggar pesawat terbang
• Penyulingan minyak bumi
• Pabrik karet busa dan plastik busa.
MANAJEMEN K3

. Kepmenaker Nomor Kep. 186/Men/1999 ttg


Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja

Pasal 5
Unit penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri dari:
a. Petugas peran kebakaran;
b. Regu penanggulangan kebakaran;
c. Koordinator unit penanggulangan kebakaran;
d. Ahli K3 spesialis penanggulangan kebakaran sebagai
penanggung jawab teknis.
Kepmenaker No.186/Men/1999

Tk. Ahli
Tk. Ahli Madya
Pratama
Tk. Dasar II
Tk. Dasar I

REGU KOORD. PEN. JAWAB


PETUGAS
PENANGG. UNIT TEKNIK K3
PERAN
KEBAKARAN PENANGG. PENANGG.
KEBAKARAN
KEBAKARAN KEBAKARAN
115
MANAJEMEN K3

. Kepmenaker Nomor Kep. 186/Men/1999 ttg


Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja

Pasal 6
(1). Petugas peran kebakaran sebagaimana dimaksud dlam Pasal 5 huruf a,
sekurang-kurangnya 2 (dua) orang untuk setiap jumlah tenaga kerja 25 (dua
puluh lima) orang.
(2). Regu penanggulangan kebakaran dan ahli K3 spesialis penanggulangan
kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 hurf b dan huruf d,
ditetapkan untuk tempat kerja tingkat resiko bahaya kebakaran ringan dan
sedang I yang mempekerjakan tenaga kerja 300 (tiga ratus) orang, atau lebih,
atau setiap tempat kerja tingkat resiko bahaya kebakaran sedang II, sedang III
dan berat.
MANAJEMEN K3
. Kepmenaker Nomor Kep. 186/Men/1999 ttg
Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja

Pasal 6
(3). Koordinator unit penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud Pasal 5
juruf c, ditetapkan sebagai berikut :
a. Untuk tempat kerja tingkat resiko bahaya kebakaran ringan dan sedang I,
sekurang-kurangnya 1 (satu) orang untuk setiap jumlah tenaga kerja 100
(seratus) orang.
b. Untuk tempat kerja tingkat resiko bahaya kebakaran sedang II dan sedang
III dan berat, sekurang-kurangnya 1 (satu) orang untuk setiap unit kerja.
PENANGGUNG JAWAB UMUM
(PENGURUS)

DEPARTEMEN DEPARTEMEN DEPARTEMEN


……………….. K3 ………………..

DEVISI FIRE 1/300


FIRE MENS
Koordinator UNIT PK
………..1/100

PETUGAS PEERAN
KEBAKARAN
……….2/25 118

Ref. Kepmennaker No 186/1999


MANAJEMEN K3

. Kepmenaker Nomor Kep. 186/Men/1999 ttg


Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja
Pasal 7
1. Petugas peran kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a
mempunyai tugas:
a. Mengidentifikasi dan melaporkan tentang adanya faktor yang dapat
menimbulkan bahaya kebakaran;
b. Memadamkan kebakaran pada tahap awal;
c. Mengarahkan evakuasi orang dan barang;
d. Mengadakan koordinasi dengan instasi terkait;
e. Mengamankan lokasi kebakaran.
2. Untuk dapat ditunjuk menjadi petugas peran kebakaran harus memenuhi syarat:
a. sehat jasmani dan rohani;
b. pendidikan minimal SLTP
c. telah mengikuti kursus teknis penanggulangan kebakaran tingkat dasar I.
MANAJEMEN K3

.Kepmenaker Nomor Kep. 186/Men/1999 ttg


Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja
Pasal 8
(1). Regu penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf
b mempunyai tugas:
a. mengidentifikasi dan melaporkan tentang adanya faktor yang dapat
menimbulkan bahaya kebakaran;
b. melakukan pemeliharaan sarana proteksi kebakaran;
c. memberikan penyuluhan tentang penanggulangan kebakaran pada tahap
awal;
d. membantu menyusun buku rencana tanggap darurat kebakaran;
e. memadamkan kebakaran;
f. mengarahkan evakuasi orang dan barang;
g. mengadakan koordinasi dengan instasi terkait;
h. memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan;
i. mengamankan lokasi tempat kerja;
j. melakukan koordinasi seluruh petugas peran kebakaran
MANAJEMEN K3

.Kepmenaker Nomor Kep. 186/Men/1999 ttg


Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja

Pasal 8
(2). Untuk dapat ditunjuk menjadi Regu penanggulangan kebakaran harus
memenuhi syarat:
a. Sehat jasmani dan rohani;
b. Usia minimal 25 tahun dan maksimal 45 tahun;
c. Pendidikan minimal SLTA
d. Telah mengikuti kursus teknis penanggulangan kebakaran tingkat dasar II.
MANAJEMEN K3

.Kepmenaker Nomor Kep. 186/Men/1999 ttg


Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja

Pasal 9
(1). Koordinator unit penanggulangan kebakaran sebagaimana di maksud dalam
Pasal 5 huruf c mempunyai tugas :
a. Memimpin penanggulangan kebakaran sebelum mendapat bantuan dari
instansi yang berwenang;
b. Menyusun program kerja dan kegiatan tentang cara penanggulangan
kebakaran;
c. Mengusulkan anggaran, sarana, dan fasilitas penanggulangan kebakaran
kepada pengurus.
MANAJEMEN K3

.Kepmenaker Nomor Kep. 186/Men/1999 ttg


Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja

Pasal 9
(2). Untuk dapat ditunjuk menjadi Koordinator unit penanggulangan kebakaran
penanggulangan kebakaran harus memenuhi syarat:
a. sehat jasmani dan rohani;
b. pendidikan minimal SLTA;
c. bekerja pada perusahaan yanhg bersangkutan dengan masa kerja minimal 5
tahun;
d. telah mengikuti kursus teknis penanggulangan kebakaran tingkat dasar I,
tingkat dasar II. dan Ahli K3 pratama
MANAJEMEN K3

.Kepmenaker Nomor Kep. 186/Men/1999 ttg


Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja

Pasal 10
(1). Ahli K3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d mempunyai tugas:
a. membantu mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-unadangan
bidang penanggulangan kebakaran;
b. memberikan laporan kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuk sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. merahasiakan segala keterangan tentang rahasia perusahaan atau instansi
yang berhubungan dengan jabatannya;
d. memimpin penanggulangan kebakaran sebelum mendapat bantuan dari
instansi yang berwenang;
e. menyusun program kerja atau kegiatan penanggulangan kebakaran;
f. melakukan koordinasi dengan instansi terkait
MANAJEMEN K3

.Kepmenaker Nomor Kep. 186/Men/1999 ttg


Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja

Pasal 10
(2). Syarat-syarat ahli K3 spesialis penanggulangan kebakaran adalah:
a. Sehat jasmani dan rohani
b. Pendidikan minimal D3 teknik;
c. Bekerja pada perusahaan yang bersangkutan dengan masa kerja minimal 5
tahun;
d. telah mengikuti kursus teknis penanggulangan kebakaran tingkat dasar I,
tingkat dasar II dan tingkat Ahli K3 Pratama dan tingkat Ahli Madya.
(3). Dalam melaksanakan tugasnya ahli K3 spesialis
penanggulangan kebakaran mempunyai wewenang:
a. memerintahkan menghentikan dan menolak pelaksanaan pekerjaan yang
dapat menimbulkan kebakaran atau peledakan;
b. meminta keterangan atau informasi mengenai pelaksanaan syarat-syarat K3
dibidang kebakaran di tempat kerja.
KETENTUAN HUKUM
KEWAJIBAN PENGURUS
PENGURUS TEMPAT KERJA , WAJIB MEMENUHI
SEMUA KETENTUAN DAN PERSYARATAN K3
YANG BERLAKU

SANKSI
PELANGGARAN TERHADAP PERATURAN DAN
PERSYARATAN K3 DIKENAKAN SANKSI SESUAI
UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1970
FIRE PREVENTION
(Pengendalian kebakaran)

PRE FIRE POST FIRE


CONTROL IN CASE FIRE CONTROL CONTROL

FIRE SAFETY MANAGEMENT


127
PRE FIRE CONTROL

Identifikasi potensi bahaya kebakaran


Identifikasi skenario kebakaran
Identifikasi tingkat ancaman bahaya kebakaran
Perencanaan system proteksi kebakaran (Aktif/Pasif)
Perencanaan tanggap darurat (FEP)
Pembentukan organisasi
Pelatihan/Sertifikasi
128
IN CASE
FIRE CONTROL

FIRE EMERGENCY PLAN

Antara lain :
- Informasi sumber bahaya dan cara pencegahannya;
- Jenis sarana prot kebakaran, petunjuk pemeliharaan,
dan cara penggunaannya;
- Prosedur kerja aman
- Prosedur dalam keadaan darurat

129
IN CASE
FIRE CONTROL

FIRE EMERGENCY PLAN

Deteksi
Alarm
Padamkan-Lokalisir
Evakuasi
Rescue & P3K
Amankan
130
POST
FIRE CONTROL

•INVESTIGASI
• ANALISIS
• REKOMENDASI
• REHABILITASI

131
PENUTUP
► Kebakaran memiliki potensi resiko tinggi (people, property &
environment), karena itu penanganan K3 harus mendapat
perhatian serius.
► Kebakaran dapat diprediksikan, resikonya dapat
diperhitungkan, oleh karena itu upaya penanggulangannya
dapat direncanakan;
► Dalam situasi darurat, semua penghuni akan terlibat dalam
situasi ancaman bahaya, karena itu setiap tempat kerja harus
memiliki buku rencana tanggap darurat dan disosialisasikan
serta dilakukan gladi simulasi darurat secara berlaka.
► Sarana proteksi kebakaran setiap saat harus handal/ siap pakai,
karena itu harus dilakukan pemeliharaan, pemeriksaan, dan
pengujian.
► Sarana evakuasi harus tetap dijamin tidak terhalang
► Manajemen harus memiliki komitmen terhadap K3
► Persyaratan teknis K3 Penanggulangan Kebakaran ada pada
UU Nomor 1 Tahun 1970 dan Peraturan-peraturan
Pelaksanaanya, serta satndar teknis yang ada.
132
TERIMA KASIH
SEMOGA BERMANFAAT

SALAM SEHAT DAN BAHAGIA

Anda mungkin juga menyukai