Selain itu, Etika juga berkembang menjadi studi tentang kebenaran dan
ketidakbenaran berdasarkan kodrat manusia yang diwujudkan melalui
kehendak manusia. Berdasarkan perkembangan arti tadi T Etika dapat
dibedakan antara Etika perangai dan Etika moral.
1. Etika Perangai
Etika perangai adalah adat istiadat atau kebiasaan yang
menggambarkan perangai manusia dalam hidup bermasyarakat di
daerah-daerah tertentu, pada waktu tertentu pula. Etika perangai
tersebut diakui dan berlaku karena disepakati masyarakat
berdasarkan hasil penilaian perilaku. Contoh Etika perangai adalah:
berbusana adat;
pergaulan muda-mudi;
perkawinan semenda;
upacara adat;
2. Etika Moral
Karena ada kebebasan kehendak, maka manusia bebas memilih antara yang baik dan
tidak baik, antara yang benar dan tidak benar. Dengan demikian, dia
mempertanggungjawabkan pilihan yang telah dibuatnya itu.
Kebebasan kehendak mengarahkan manusia untuk berbuat baik dan benar. Apabila
manusia melakukan pelanggaran Etika moral, berarti dia berkehendak melakukan
kejahatan, dengan sendirinya pula berkehendak untuk dihukum. Dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara nilai moral dijadikan dasar hukum positif yang diciptakan
oleh penguasa.
Etika dan Etiket
Perbedaan Kata Etika berarti moral, sedangkan kata
Etiket berarti sopan santun, tatakrama.
Etika berlaku tidak bergantung pada ada tidaknya orang lain, misalnya
larangan mencuri selalu berlaku, baik ada atau tidak ada orang lain.
Etiket hanya berlaku dalam pergaulan, jika tidak ada orang lain hadir, etiket
tidak berlaku, misalnya makan tanpa baju. Jika makan sendiri, tanpa orang
lain, sambil telanjang pun tidak jadi masalah.
Etika bersifat absolut, tidak dapat ditawar-tawar, misalnya jangan mencuri, jangan
membunuh.
Etiket bersifat relatif, yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan dapat
saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Contoh memegang kepala orang fain,
di Indonesia tidak sopan, tetapi di Amerika biasa saja.
Etika memandang manusia dari segi dalam (batiniah), orang yang bersikap etis
adalah orang yang benar-benar baik, sifatnya tidak bersikap munafik.
Etiket memandang manusia dari segi bar (lahiriah), tampak- nya dari iuar sangat
sopan dan halus, tetapi di dalam dirinya penuh kebusukan dan kemunafikan,
musang berbulu ayam. Penipu berhasil dengan niat jahatnya karena penampilannya
begitu halus dan menawan hati, sehingga mudah meyakinkan korbannya.
Moral
Bertens (1994). kata yang sangat dekat dengan Etika
adalah "moral". Kata ini berasal dari bahasa Latin mos,
jamaknya mores yang juga berarti adat kebiasaan.
Secara etimologis, kata Etika sama dengan kata moral,
keduanya berarti adat kebiasaan. Perbedaannya hanya
pada bahasa asalnya, Etika berasal dari bahasa Yunani,
sedangkan moral berasal dari bahasa Latin.
Dengan merujuk kepada arti kata Etika yang sesuai, maka arti kata moral
sama dengan arti kata Etika, yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi
pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Perbuatan itu menjadi objek perhatian kehendak, artinya memang dikehendaki oleh
pelakunya. Sebagai contoh ialah kasus pembunuhan dalam keluarga yang telah
dikemukakan di atas :
perbuatan yang dikehendaki dengan bebas (tanpa paksaan) adalah membunuh;
Diwujudkannya perbuatan tersebut terlihat pada akibatnya yang diinginkan pelaku, yaitu matinya
pemilik harta (pewaris);
moralitas perbuatan adalah kehendak bebas melakukan perbuatan salah dan jahat.
Lingkungan perbuatan adalah segala sesuatu yang secara aksidental
mengelilingi atau mewarnai perbuatan. Termasuk dalam pengertian
lingkungan perbuatan adalah :
Manusia yang terlibat;
kuantitas dan kualitas perbuatan;
cara, waktu, tempat dilakukannya perbuatan;
frekuensi perbuatan.
Hal-hal ini dapat diperhitungkan sebelumnya atau dapat pula dikehendaki ada
pada perbuatan yang dilakukan secara sadar. Lingkungan ini menentukan
kadar moralitas perbuatan yaitu baik atau jahat benar atau salah.
Moralitas Sebagai Norma
moralitas adalah kualitas perbuatan manusiawi,
sehingga perbuatan itu dinyatakan baik atau buruk,
benar atau salah. Penentuan baik atau buruk, benar
atau salah tentunya berdasarkan norma sebagai
ukuran. Sumaryono (1995) mengklasifikasikan
moralitas itu menjadi dua golongan, yaitu :
moralitas objektif, dan
moralitas subjektif.
Moralitas objektif adalah moralitas yang melihat perbuatan sebagaimana adanya. terlepas
dari segala bentuk modifikasi kehendak bebas pelakunya Moralitas ini dinyatakan dari
semua kondisi subjektif-khusus pelakunya misalnya kondisi emosional yang menyebabkan
pelaku lepas kontrol, apakah perbuatan itu memang dikehendaki atau tidak.
Moralitas objektif sebagai norma berhubungan dengan semua perbuatan. yang pada
hakikatnya baik atau jahat, benar atau salah, misalnya:
Menolong sesama manusia adalah perbuatan baik.
Mencuri, memperkosa, membunuh adalah perbuatan jahat.
Tetapi pada situasi khusus, mencuri atau membunuh adalah perbuatan yang dapat
dibenarkan jika untuk mempertahankan hidup atau membela diri. Jadi, moralitasnya terletak
pada upaya untuk mempertahankan atau. membela diri (hak untuk hidup adalah hak asasi).
Moralitas subjektif adalah moralitas yang melihat perbuatan sebagai
dipengaruhi oleh pengetahuan dan perhatian pelakunya, latar belakang,
stabilitas emosional, dan perlakuan personal lainnya.
Moralitas ini mempertanyakan apakah perbuatan itu sesuai atau tidak dengan
suara hati nurani pelakunya. Moralitas subjektif sebagai norma berhubungan
dengan semua perbuatan yang diwarnai oleh niat pelakunya niat baik atau
jahat. Dalam musibah kebakaran misalnya, banyak orang membantu me-
nyelamatkan harta benda korban, ini adalah baik. Tetapi jika tujuan akhirnya
adalah mencuri harta benda karena tak ada yang melihat, maka perbuatan
tersebut adalah jahat. Jadi, moralitasnya terletak pada niat pelakunya.
Moralitas dapat juga intrinsik atau ekstrinsik.
Moralitas intrinsik
menentukan perbuatan itu benar atau salah berdasarkan hakikatnya,
terlepas dari pengaruh hukum positif. Artinya penentuan benar atau salah
perbuatan tidak bergantung pada perintah atau larangan hukum positif.
Misalnya :
Gotong royong membersihkan lingkungan tempat tinggal.
Jangan menyusahkan orang lain.
Berikanlah apa yang terbaik.
Yang penting adalah bagian pengertian yang dianggap "suci" yang mendatangkan
rasa tunduk mahusia kepada-Nya, dan memperlakukannya dengan penuh khidmat,
yang sebaliknya menarik manusia kepada-Nya, dan manusia "itu mencintai-Nya dan
mempercayai-Nya dan meminta perlindungan kepada-Nya.
Dilihat dari segi sumber, ada dua kategori agama, yaitu agama samawi
(yang diwahyukan) dan agama wad'i (hasil pemikiran manusia).
Berdasarkan dua rumusan tadi, maka dapat dirinci
unsur-unsur penting dalam pengertian agama, yaitu:
1. percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa;
2. mengabdi kepada-Nya dengan ibadah;
3. berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma yang
diwahyukan kepada dan yang dituntunkan oleh utusan-
utusan-Nya;
4. untuk kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa pencipta umat manusia
merupakan penopang moral yang terpenting.
Ajaran moral yang terkandung dalam agama meliputi dua macam norma,
yaitu norma yang berkenaan dengan ibadah yang berbeda di antara
bermacam agama, dan norma etis yang berlaku umum mengatasi
perbedaan agama, yaitu yang berkenaan dengan larangan, seperti dilarang
membunuh, dilarang berdusta, dilarang mencuri, dilarang berzinah.
Walaupun manusia berhasil bebas dari hukuman hakim manusiawi, dia tidak akan
pernah bebas dari hukuman pengadilan Tuhan, sebagai hakim tertinggi yang maha
adil di hari kemudian. Bagi orang beragama, Tuhan adalah jaminan berlakunya
tatanan moral. Tuhan mengharuskan manusia berbuat baik dan benar sesuai dengan
tuntunan moral.
Meskipun diakui bahwa banyak manusia yang mengabaikan agama,
tidak berarti mereka menolak moralitas. Moralitas bukanlah
monopoli orang beragama saja. Baik dan buruk, benar dan salah
tidak hanya berarti bagi mereka yang beragama.