Anda di halaman 1dari 10

Keracunan Obat bius

(kasus aldarisma)
Nama kelompok :
1. Aisyah nur rahmawati (332198220076)
2. Ella syapriyani (332198220084)
3. Nastasya habibah (332198220086)
4. Vita nuzuli (332198220073)
 Kasus kematian Alda risma di hotel Menteng Jakarta pada Selasa malam 12
Desember 2006 lalu hingga saat ini masih menjadi misteri. Berbagai spekulasi
timbul sebagai penyebab kematian Alda. Sejauh ini kondisi pasti kematian
Alda dipastikan disebabkan karena overdosis pemakaian obat-obatan, hal ini
dibuktikan dari beberapa data klinis yang diperoleh dari tempat kejadian dan
hasil visum dari jenazah Alda Risma.
Analisa klinis
1. DATA-DATA KLINIS
 Anamnesa korban
• Alda adalah seorang pengkonsumsi alkohol
• Alda diketahui sering dan sudah lama mengknsumsi obat tidur dan penggunaannya bersamaan dengan alkohol, dan tidak
jarang diberikan melalui parental
• Alda sedang menggunakan obat pelangsing. Penggunaannya dilakukan dengan cara suntikan dan diperkirakan obatnya
termasuk jenis amfetamin dan metamfetamin (psikotropika golongan III)
 Daftar obat dan alat medis yang dikonsumsi dan digunakan Alda sebelum meninggal
• Obat tidur
• Omeprazol (OMZ)
• Infus ringer laktat
• Dormicum
• Neurobion
• Diazepam (Valium®)
• Propofol
• Obat untuk menghilangkan bengkak karena suntikan
• Keping alkohol usap
• Jarum suntik 5 buah
 Fakta hasil visum jenazah
• Pada perut ditemukan sabu cair
• Pada empedu dan ginjal ditemukan residu narkotika berupa morfin. Dari hasil analisa ginjal korban
kemungkinan pemakaian narkotika ini sudah dalam waktu lama minimal satu tahun, dan residu ini bisa
dipastikan tidak diperoleh dari minuman keras ataupun obat-obat yang baru dikonsumsi.
• Pada urin korban ditemukan zat psikotropika golonngan amfetamin dengan kadar yang tinggi
• Pada tubuh korban ditemukan senyawa propofol dan benzodentin yang merupakan penyebab kematian Alda.
Selain itu juga ditemukan obat tidur dan obat penenang diperkirakan dari dormikum
• Ditemukan 25 bekas suntikan dan 8 diantaranya merupakan suntikan lama yang menyebar di kaki tangan dan
paha (suntikan baru) dan ditmukan ada pembuluh darah yang pecah akibat suntikan
• Korban diperkirakan telah meninggal dalam waktu 8 jam
• Adanya cairan putih yang terdapat pada kemaluan korban terjadi karena jenazah telah meninggal lebih dari 8
jam
• Keluarnya darah pada mulut yang terjadi akibat tekanan obat sehingga pembuluh darah terbuka dan terjadi
gangguan pada otak dan paru-paru
2. Alda sudah sejak lama mengkonsumsi obat tidur. Dalam penggunaan jangka panjang obat tidur bisa
menyebabkan ketergantungan dan untuk pencapaian efek yang sama akan timbul toleransi. Kondisi akan lebih
berbahaya jika penggunaannya bersamaan dengan alkohol seperti yang dilakukan alda. Hal ini menyebabkan
peningkatan efek dari kerja obat tidur yang memungkinkan terjadinya keracunan.

3. Alkohol yang telah digunakan dalam waktul lama akan menyebabkan gemetar / tremor, halusinasi , kejang-
kejang, bila disertai dengan nutrisi yang buruk, akan merusak organ vital seperti otak dan hati. Bila seseorang
mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol, zat tersebut diserap oleh lambung, masuk ke aliran darah
dan tersebar ke seluruh jaringan tubuh, yang mengakibatkan terganggunya semua sistem yang ada di dalam
tubuh. Besar akibat alkohol tergantung pada berbagai faktor, antara lain berat tubuh, usia, gender, dan sudah
tentu frekuensi dan jumlah alkohol yang dikonsumsi.
Konsumsi alkohol dalam kondisi perut kosong akan menstimulasi produksi asam lambung, dan keadaan inlah
yang menyebabkan feri memberi omeprazol
yang dapat menghambat produksi asam
lambung melalui penghambatan pompa proton.
4. Penggunaan amfetamin akan menyebabkan peransangan sistem saraf pusat, dan akan menyebabkan
peningkatan frekuensi jantung dan tekanan darah, seperti halnya penggunaan obat tidur tadi, penggunaan
yang berulang dari amfetamin ini akan menyebabkan timbulnya toleransi sehingga dosis penggunaan harus
selalu ditingkatkan sedangkan bila dilakukan penghentian mendadak akan mengakibatkan depresi yang
berlebihan.

5. Kondisi alda yang over dosis tidak dapat diatasi dengan penggunaan neurobion. Memang benar kalau
neurobion dapat digunakan untuk mengatasi rasa nyeri (neuralgia) tapi pada kondisi ini tidak dapat
digunakan untuk mengatasi keracunan. Begitu juga dengan penggunaan diazepam yang diberikan oleh feri,
yang kemungkinan ditujukan untuk mengatasi terjadinya kejang yang merupakan salah satu tanda
terjadinya keracunan. Pemberian diazepam untuk mengatasi keracunan pada sistem saraf pusat dilakukan
bila keracunan tidak disebabkan oleh kondisi hipoksia (berhentinya denyut jantung karena kekurnag
oksigen).
 Tetapi pada kasus alda kemungkinan korban telah mengalami hipoksia diakibatkan oleh
komsumsi amfetamin dan obat tidur yang berlebihan yang dapat memaksa kerja jantung,
sehingga pemberian diazepam tidak rasional lagi. Kondisi ini diperparah dengan oleh dosis
pemberian diazepam yang tidak tepat. Penggunaan obat diazepam biasanya 2-4 kali sehari
dengan dosis2-10 mg. Sedangkan pemberian melalui i.v hanya 5-10 mg dengan menyuntikkan
perlahan, akan tetapi feri memberikan diazepam dengan dosis yang sanagt besar yaitu 400 mg.
Hal ini sudah pasti memperparah kondisi hipoksia korban dan dapat menyebabkan henti nafas
seketika. Karena dosis 20 mg diazepam saja melalui i.v dengan pemberian cepat sudah bisa
menimbulkan depresi pernapasan, belum lagi jika dilihat bahwa diazepam menghasilkan
metabolit yang aktif dengan waktu paruh yang lama.
Daftar pustaka
https://id.scrib
d.com/present
ation/4372145
61/Tugas-

Anda mungkin juga menyukai