Anda di halaman 1dari 28

Kegawatdaruratan pada

Pasien dengan Syok

FRANSISCA SEPTYA MAYANG SARI


DEFINISI
 Syok adalah sindrom dinamis yang mengancam kehidupan pasien , secara klinis syok
dikenal dengan penurunan tekanan darah yang terkait dengan tanda dan gejala
penurunan perfusi ke sirkulasi .
 Syok adalah suatu keadaan yang terjadi bila perfusi  oksigen  ke jaringan  menjadi  tidak
adekuat. KehiIangan sel darah pada pasien dengan perdarahan mengakibatkan
berkurangnya transport oksigen ke jaringan tubuh. Hasilnya sel tubuh menjadi
terganggu dan mulailah terjadi perubahan besar dalam jaringan  tubuh.  Akhirnya 
diikuti  dengan kematian sel.
Tanda dan gejala
 Kelemahan: disebabkan oleh karena hipoksia jaringan dan asidosis
 Rasa haus: disebabkan oleh hipovolemia (khususnya dengan jumlah cairan yang relatif rendah dalam pembuluh
darah)
 Pucat: disebabkan vasokonstriksi  yang diinduksi  oleh  katekolamin  dan/atau kehilangan sel darah merah
 Takikardi. disebabkan oleh efek katekolamin pada jantung
 Takipnea (peningkatan laju pemapasan): diakibatkan  sebagai  respon  terhadap stress, katekolamin, asidosis, dan
hipoksia
 Diaforesis (berkeringat): disebabkan oleh efek katekolamin pada kelenjar keringat
 Penurunan pengeluaran urin : disebabkan oleh hipovolemia,    hipoksia, dan katekolamin yang beredar (penting
untuk diingat dalam pemindahan antar rumah sakit)
 Denyut  nadi  perifer  yang  melemah. denyut lemah, disebabkan  oleh  vasokonstriksi,  detak jantung  yang  cepat, 
dan  kehilangan volume darah
 Hipotensi: disebabkan oleh hypovolemia
 Kesadaran yang berubah (bingung, gelisah,   memberontak,   tidak   sadar): disebabkan oleh penurunan perfusi
otak, asidosis, dan stimulasi katekolamin
 Henti jantumg: disebabkan oleh kegagalan organ kritis akibat kehilangan darah dan cairan, hipoksia, dan kadang-
kadang aritmia oleh karena stimulasi katekolamin
Klasifikasi Syok
 Syok Kardiogenik: Jantung tdak mampu atau gagal memompa / mencukupi aliran darah
keseluruh tubuh.
 Syok Hipovolemik: Ketika volume intravascular berkurang sebagai akibat pendarahan. Muntah,
diare, dan dehidrasi
 Syok Obstruksi : Tamponande jantung menggambatkan syok obstruktif eksrakardial, dimana
terjadi obstruksi mekanik pada saat pengisian jantung. Pada saat tamponade jantung tekanan di
atrium kanan dan kiri sampai pada saat diastole. Penurunan tekanan darah sistolik > 10 mmHg
pada saat inspirasii (pulsus paradoksus)
 Syok Distributif: Syok ini terjadi ketika pembuluh darah kehilangan kemampuannya untuk
mengalirkan darah dengan baik. Sehingga aliran darah dan oksigen ke seluruh tubuh mejadi
terganggu.
Syok distributif dapat dibagi menjadi 3 tipe di bawah ini:

 Syok anafilaksis, yaitu komplikasi dari reaksi alergi . Pemicu reaksi ini biasanya datang dari
makanan, sengatan serangga, maupun obat-obatan tertentu.
 Syok septik yang disebabkan oleh sepsis. Sepsis adalah komplikasi dari infeksi bakteri yang sangat
parah, yang menyebabkan adanya bakteri yang masuk ke dalam aliran darah danmemicu kerusakan
serius pada organ-organ dalam.
 Syok neurogenik yang terjadi akibat kerusakan pada sistem saraf pusat. Penyebab kerusakan ini
umumnya adalah cedera pada saraf tulang belakang.
Tatalaksana Syok
 Terapi Cairan
 Obat – obatan Vasopressor dan inotropik
Terapi Cairan
 Defisit volume intravascular dapat diisi dengan cairan kristaloid atau koloid . Pada
pasien dewasa satu liter kristaloid atau 250 ml. Larutan koloid dapat diberikan
sebagai bonus awal dan dapat diulang pemberiannya sesuai dengan keperluan.
 Pada pasien perdarahan/anemia pemberian larutan kristaloid atau koloid dapata
ditambahkan dengan pemberian packed – red blood cell untuk meningkatkan daya
angkaut oksigen (Hb) .
 Target pertama pada resusitasi adalah untuk memperbaiki hipotensi . Setelah
hipotensi terkoreksi, takikardi akan menurun, dan hipoperfusi akan membaik,
produksi urine perlu dimonitor apakah resusitasi cairan sudah memadai. Target yang
dapat diterima secara umum untuk memperkirakan hipoperfusi sudah terkoreksi
adalah produksi urine, tingkat kesadaran Kembali normal, dan asidosis laktat telak
terkoreksi
Obat – obatan Vasopressor dan Inotropik

 Dopamin
 Dobutamin
 Norefinefrin
 Epineprin
Kegawatdaruratan pada Pasien
dengan Gagal Nafas
Definisi
 Kegagalan pernapasan adalah suatu kondisi dimana oksigen tidak cukup masuk
dari paru-paru ke dalam darah. Organ tubuh, seperti jantung dan otak,
membutuhkan darah yang kaya oksigen untuk bekerja dengan baik. Kegagalan
pernapasan juga bisa terjadi jika paru-paru tidak dapat membuang karbon
dioksida dari darah. Terlalu banyak karbon dioksida dalam darah dapat
membahayakan organ tubuh (National Heart, lung, 2011).
 Keadaan ini disebabkan oleh pertukaran gas antara paru dan darah yang tidak
adekuat sehingga tidak dapat mempertahankan pH, pO2, dan pCO2, darah arteri
dalam batas normal dan menyebabkan hipoksia tanpa atau disertai hiperkapnia
(Arifputera, 2014).
Klasifikasi Gagal Nafas
Berdasarkan pada pemeriksaan AGD:
  Gagal Nafas Tipe I (Kegagalan Oksigenasi; Hypoxaemia arteri)
Gagal nafas tipe I ditandai dengan tekanan parsial O2 arteri yang rendah. Mungkin hal tersebut diakibatkan oleh
setiap kelainan yang menyebabkan rendahnya ventilasi perfusi atau shunting intrapulmoner dari kanan ke kiri
yang ditandai dengan rendahnya tekanan  parsial O2 arteri (PaO2 < 60 mm Hg  saat menghirup udara ruangan),
peningkatan perbedaan PAO2 – PaO2, venous admixture dan Vd/VT .
  Gagal  Nafas Tipe II (Kegagalan Ventilasi: Arterial Hypercapnia)
Gagal nafas tipe II ditandai dengan peningkatan tekanan parsial CO2 arteri yang abnormal (PaCO2 > 46 mm
Hg), dan diikuti secara simultan dengan turunnya PAO2 dan PaO2, oleh karena itu perbedaan PAO2 -
PaO2 masih tetap tidak berubah.
 Gagal Nafas Tipe III (Gabungan kegagalan oksigenasi dan ventilasi)):
Gagal nafas tipe III menunjukkan gambaran baik hipoksemia dan hiperkarbia (penurunan PaO 2 dan
peningkatan PaCO2). Penilaian berdasarkan pada persamaan gas alveolar menunjukkan adanya peningkatan
perbedaan antara PAO2 – PaO2, venous admixture dan Vd/VT. Dalam teori , seriap kelainan yang menyebabkan
gagal nafas tipe I atau tipe II dapat menyebabkan gagal nafas tipe III.
Klasifikasi gagal napas berdasarkan
lama terjadinya
  Gagal napas akut
Gagal napas akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang ditandai dengan perubahan hasil
analisa gas darah yang mengancam jiwa. Terjadi peningkatan kadar PaCO2. Gagal napas akut timbul
pada pasien yang keadaan parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan
penyakit timbul.

  Gagal napas kronik


Gagal napas kronik terjadi dalam beberapa hari. Biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit paru
kronik, seperti bronkhitis kronik dan emfisema. Pasien akan mengalami toleransi terhadap hipoksia
dan hiperkapneu yang memburuk secara bertahap.
  Klasifikasi gagal napas berdasarkan
penyebab organ
 Kardiak
Gagal napas dapat terjadi karena penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2 akibat menjauhnya jarak difusi
akibat oedema paru. Oedema paru ini terjadi akibat kegagalan jantung untuk melakukan fungsinya sehingga
terjadi peningkatan perpindahan aliran dari vaskuler ke interstisial dan alveoli paru.
  Nonkardiak
Terjadi gangguan di bagian saluran pernapasan atas dan bawah maupun di pusat pernapasan, serta proses difusi.
Hal ini dapat disebabkan oleh obstruksi, emfisema, atelektasis, pneumothorak, dan ARDS
Penyebab Gagal Nafas
 Gangguan pada saraf dan/atau otot.
 Kerusakan pada paru akibat kecelakaan.
 Penyakit paru : emboli, PPOk, atau pneumonia.
 Kelainan pada struktur tulang belakang yang mempengaruhi otot pernapasan
 Overdosis oleh narkoba atau minuman beralkohol.
Tanda & Gejala
1. Tanda
  Gagal nafas total
 Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
 Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta tidak ada
pengembangan dada pada inspirasi
   Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan
  Gagal nafas parsial
   Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan whizing.
 Ada retraksi dada

2.  Gejala
 Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2 meningkat)
   Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun)
Pemeriksaan Penunjang
1. Analisa Gas Darah:
Hipoksemia ringan      :           PaO2 < 80 mmHg
Hipoksemia sedang     :           PaO2 < 60 mmHg
Hipoksemia  berat       :           PaO2 < 40 mmHg
2. Pulse Oximetry
3. Capnography
4. Pemeriksaan Rontgen Dada
5. Ekokardiografi
6. Pulmonary Function Tests (PFTs)
Penatalaksanaan
Terapi Oksigen
Indikasi terapi oksigen adalah :
 Hipoksemia yang nyata
 Distress napas
 Hipotensi
 Trauma
 Infark miokard dengan hipoksemia
 Sesak tanpa hipoksemia
Simple Mask
Non rebreathing mask
Cara pemberian oksigen dan dosisnya
Laju oksigen (dalam
Laju oksigen L/menit)
dalam L/menit FIO2 (%)

Nasal cannula
•1 •24
•2 •28
•3 •32
•4 •36
•5 •40
•6 •44

Simple mask
•5-6 •40
•6-7 •50
•7-8 •60

Nonrebreathing mask
•4 •60
•10 •100

Venturi mask
•3 •24
•6 •28
•9 •35
•12 •40
•15 •50
VENTILASI MEKANIK
Ventilasi mekanik dipertimbangkan pada distres napas disertai keadaan seperti :
 Stridor
 Apnea
 Penurunan kesadaran
 Flail chest
 Kelainan neuromuskular
 Trauma pada mandibula dan jalan napas
 Hipoksemia refrakter setelah pemberian terapi oksigen
Pertimbangan dalam pemilihan pengaturan setting ventilator adalah 3T, yaitu :
 Target/Limit : Merupakan batasan dalam pemberian udara untuk inspirasi. Target dapat
berupa volume, maupun tekanan
 Trigger : Pencetus siklus napas. Bisa menggunakan timer (inisiasi napas oleh ventilator) atau
usaha napas dari pasien (inisiasi napas oleh pasien)
 Termination/Cycle: Terminasi inspirasi dan perpindahan ke ekspirasi dapat berdasarkan
volume, waktu, tekanan, maupun aliran udara 
Kelemahan ventilator yang patut diwaspadai antara lain
 Stres bagi pasien dan keluarga
 Higiene saluran napas sulit dijaga
 Tidak nyaman bagi pasien
 Dapat menyebabkan distensi lambung
 Hipoksemia muncul kembali segera saat dilepas
 Harus diawasi dengan ketat
 Salah pengaturan mode ventilasi dapat menyebabkan komplikasi, misalnya barotrauma
 Peningkatan tekanan intratorakal dapat menurunkan curah jantung
 Dapat menyebabkan infeksi nosokomial
Trakeostomi
prosedur yang dilakukan untuk menempatkan sebuah alat bantu napas berupa tabung
di tenggorokan Anda sebagai jalur napas buatan, sehingga pasien dapat lebih mudah
bernapas.
Komplikasi
1. Paru-paru
 Gagal napas bisa menyebabkan fibrosis paru, pneumothorax dan gagal napas kronis. Pada pasien gagal napas yang
memiliki penyakit paru kronis, alat bantu napas mungkin akan perlu digunakan seumur hidup untuk membantu
mencukupi kebutuhan oksigennya.
2. Jantung
 Gagal napas dapat memicu terjadinya serangan jantung, gagal jantung, dan kelainan irama detak jantung atau
aritmia akibat kekurangan oksigen pada jantung.
3. Ginjal
 Gagal napas yang membuat kekurangan oksigen dapat dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Fungsi ginjal yang
rusak dan terganggu ini bisa memperparah gangguan elektrolit dan gangguan asam basa.
4. Otak
 Gagal napas yang menyebabkan kekurangan oksigen dapat membuat sel otak mengalami kerusakan. Kondisi ini
bisa berkembang menjadi koma hingga kematian.
5. Sistem pencernaan
 Gagal napas dapat memicu terjadinya perdarahan pada saluran pencernaan, serta gangguan pada lambung dan usus.
Daftar Pustaka
 Sundana, k. (2014). Ventilator Pendekatan Praktis Di Unit Perawatan Kritis. Bandung: CICU
Bandung
 Global Initiative of Astma. (2016). The Global Strategy for Asthma Management and Prevention.
Gina, 1–147. (online), available at: https://ginasthma. org/wp-content/uploads/2016/04/GINA-
2016-main-report_tracked.pdf, diakses tanggal 17 Januari 2019.
 Hoorn, S.Ten dkk. (2016). Communicating With Conscius and Mechanically Ventilated Critically
Ill Patient:A Systematic Review. BioMed Central:Amsterdam, diakses pada 28 Oktober
2017https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27756433
 Hutabarat, E. M. (2020). Kegawtadaruratan pada Pasien Syok. Retrieved from
http://repository.unpad.ac.id/frontdoor/index/ index/docId/36048

Anda mungkin juga menyukai