1. DEFINISI SYOK
Syok didefinisikan sebagai kondisi abnormal pada sistem sirkulasi tubuh yang
menyebabkan kegagalan akut dalam mempertahankan perfusi organ dan oksigenasi
jaringan yang adekuat. Kegagalan sirkulasi ini terjadi akibat berkurangnya distribusi
oksigen serta unsur – unsur gizi ke seluruh tubuh sehingga menimbulkan cidera
seluler dan hipoksia jaringan yang mula – mula bersifat reversible lama – lama dapat
menjadi irreversible, ditandai dengan kegagalan multiorgan bahkan sampai
menimbulkan kematian (Harisson, 2013).
Kondisi terjadinya syok dapat ditandai ketidakseimbangan antara jumlah
oksigen yang dihantarkan ke jaringan (Delivery Oxygen/DO2) dengan jumlah oksigen
yang dapat dikonsumsi oleh jaringan tubuh (Oxygen Consumption/VO2). Penurunan
penghantaran oksigen akibat adanya gangguan sistem sirkulasi dipengaruhi oleh tiga
komponen penting sebagai penentu keadekuatan aliran darah yaitu isi atau volume
darah, jantung sebagai pompa, dan pembuluh darah sebagai selang lewatnya darah.
Ketiga hal tersebut akan memengaruhi hasil curah jantung atau cardiac output (CO),
stroke volume (SV) dan heart rate (HR) yang menjadi hal penting untuk dipahami
dalam memahami fase syok (Hasser K, 2020).
Gambar 1. asdfghjkl
Jumlah ambilan oksigen oleh jaringan dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti tekanan parsial oksigen darah arteri (PaO2), kadar hemoglobin (Hb), dan
saturasi oksigen (SaO2). Ketidakseimbangan antara DO2 dan VO2 dalam tubuh
mengarah menjadi suatu kondisi syok. Rumus DO2 sebagai berikut :
DO2 = CO x (Hb x SaO2 x 1.34 + (PaO2 x 0.003))
Syok adalah salah satu keadaan darurat medik yang perlu mendapat
pertolongan medis segera. Namun, pertolongan prehospital yang benar dapat
meningkatkan kualitas hidup korban dan mencegah perburukan kondisi. Langkah
pertama yang harus diambil adalah menyadari keberadaan syok dan melakukan
pertolongan pertama berdasarkan etiologi penyebab syok tersebut (Buku Diklat
PTBMMKI, 2015 ; American College of Surgeons Comitte on Trauma, 2018).
Patofisiologi Syok
Syok secara umum berkembang melalui empat yang mengambarkan
perburukan kondisi perfusi dan oksigenasi jaringan sampai menyebabkan kematian
sel. Tahap – tahap ini dapat diketahui dengan lebih jelas pada patofisiologis syok
hipovolemik tetapi juga dapat digunakan secara umum pada syok tipe lain. Adapun
keempat tahap tersebut ialah (Buku Panduan Medis TBM JD, 2020 ; American
College of Surgeons Comitte on Trauma, 2018) :
a. Tahap Inisial
Tahap ini merupakan tahap awal dimana muncul kegagalan perfusi
akibat penghantaran oksigen yang tidak adekuat sehingga metabolisme sel
berubah dari metabolisme aerob menjadi metabolisme anaerob. Hal
tersebut memicu terjadinya peningkatan produksi karbondioksida dan
penumpukan asam laktat pada darah atau yang disebut dengan
hiperlaktemia ( >1.5 mmol/L – Mild, >3.0 mmol/L – Moderate, >5.0
mmol/L – Severe). Perfusi ke jaringan dan organ vital masih tetap
dipertahankan sehingga belum ada gejala klinis yang nampak jelas.
b. Tahap Kompensasi (Nonprogresif)
Tahap kompensasi merupakan kesempatan pada tubuh untuk menjaga
perfusi organ vital terutama dalam mengembalikan volume curah jantung
dan mempertahankan tekanan darah tetap normal. Pada tahap ini berbagai
mekanisme neurohumoral bekerja membantu mempertahankan curah
jantung dan tekanan darah. Mekanisme ini meliputi refleks baroreseptor,
pelepasan katekolamin dan hormon antidiuretik, pengaktifan jalur renin-
angiostensin-aldosteron, peningkatan sekresi epinefrin dan norepinefrin,
serta rangsangan simpatis umum seperti peningkatan denyut jantung dan
frekuensi pernapasan. Manisfestasi klinis awal dari syok adalah takikardia
dan vasokonstriksi kulit.
c. Tahap Dekompensasi (Progresif)
Tahap ini ditandai dengan hipoperfusi jaringan yang dapat
menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada sistem sirkulasi, adanya
gangguan metabolisme yaitu asidosis akibat asam laktat berlebihan. Tahap
ini terjadi karena penyebab yang mendasari timbulnya syok tidak
dikoreksi sehingga tubuh tidak bisa lagi mengompensasi masalah yang
timbul. Gejala klinis yang timbul adalah perburukan dari hipotensi,
takipnea, dan munculnya gangguan status mental akibat hipoperfusi
serebral.
d. Tahap Irreversible
Sejalan dengan hipoksia jaringan yang meluas, organ-organ vital
terpengaruh dan mulai mengalami kegagalan organ. Pada tahap ini di
mana kegagalan organ yang terjadi walaupun diberikan pengobatan yang
terbaik, biasanya proses akan terus berlanjut hingga berakhir pada
kematian.
2. KLASIFIKASI SYOK
Syok dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori berdasarkan penyebabnya
(Amboss, 2020) :
a. Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik merupakan kondisi terjadinya perfusi organ
yang tidak adekuat akibat kehilangan cairan intravaskular. Kehilangan
cairan ini dapat disebabkan oleh perdarahan masif yang nanti disebut
sebagai syok hemoragik atau disebabkan oleh muntah, dehidrasi, dan
luka bakar yang disebut syok non hemoragik. Penurunan cairan tubuh
pada syok hemoragik ini menyebabkan pengisian ventrikel tidak
adekuat, adanya penurunan preload, penurunan stroke volume dan
cardiac output yang tidak adekuat. Penyebab syok paling banyak pada
pasien trauma adalah syok hipovolemik. Gejala klinis yang terdapat
pada pasien syok hipovolemik adalah takikardia/bradikardia,
takipnea/bradipnea, hipotensi, Capillary Refill Time (CRT) lambat,
ekstremitas yang dingin dan pucat, berkeringat, kencing berkurang
(oligouri), sianosis, gangguan kesadaran, dan penurunan turgor kulit.
Untuk dapat memperkirakan presentase jumlah darah yang
hilang, klasifikasi perdarahan dibagi menjadi 4 (American College of
Surgeons Comitte on Trauma, 2018) :
1. Kelas I (<15% volume kehilangan darah)
Gejala klinis biasanya masih minimal, tidak ada perubahan drastis
pada tekanan darah, tekanan nadi, dan laju pernapasan. Dalam
kelas ini, hilangnya banyak volume darah masih dapat
dikompensasi secara alami oleh tubuh dalam pemulihan volume
darah dalam waktu 24 jam tanpa transfuse darah.
2. Kelas II (15% - 30% volume kehilangan darah)
Gejala klinis yang timbul yaitu takikardia, takipnea, dan
penurunan tekanan nadi (selisih tekanan sistolik dan diastolik).
Penurunan tekanan nadi ini berhubungan dengan peningkatan
tekanan darah diastolik akibat peningkatan kadar katekolamin
yang menyebabkan peningkatan tonus dan resistensi vaskular
perifer. Pasien dalam kondisi ini biasanya dapat distabilkan hanya
dengan resusitasi cairan kristaloid.
3. Kelas III (31% - 40% volume kehilangan darah)
Perdarahan pada kelas ini sudah menimbulkan tanda perfusi yang
tidak adekuat, termasuk takikardia dan takipnea, perubahan status
mental signifikan dan penurunan tekanan darah sistolik dan
diastolik secara signifikan. Pasien dalam kondisi ini membutuhkan
transfusi sel darah merah atau produk darah lainnya.
4. Kelas IV (>40% volume kehilangan darah)
Gejala klinis yang timbul berupa takikardia tinggi, penurunan
tekanan darah sistolik yang signifikan, kulit dingin dan pucat dan
tekanan nadi yang menurun. Pasien kondisi ini membutuhkan
transfusi darah cepat dan intervensi bedah sesegera mungkin.
Syok perdarahan berdasarkan jumlah darah yang hilang
Klasifikasi
Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
Syok
Kehilangan
Hingga
darah (ml) 750 750–1500 1500–2000 >2000
Kehilangan
Hingga
darah (%) 15% 15–30% 30–40% >40%
Tekanan
Normal Normal Menurun Menurun
Normal
Tekanan nadi
atau Menurun Menurun Menurun
menuru
n
Frekuensi
Produksi
urine
Sedikit Sedikit
Status Mental cemas cemas Cemas Bingung,
Perdarahan
pericardium
Obstruksi yang menghambat (cardiac
darah untuk masuk atau tamponade)
Syok Obstruktif
keluar dari jantung Aneurisma aorta
Emboli paru
Tension
pneumothorax
Infeksi (septic
Gangguan pada pembuluh shock),
darah, biasanya berupa Reaksi alergi
vasodilatasi/pelebaran (anafilaksis),
berlebih sehingga perfusi Gangguan saraf
jaringan buruk meskipun yang
Syok
jantung dapat memompa mengganggu
Distributif/Anafilaktik
dengan baik. Pelebaran fungsi
pembuluh darah perifer pembuluh darah
Berlebih juga dapat ,(neurogenik)
menyebabkan syok karena Cedera spinal
bagian sentral dapat
kekurangan darah.
3. DERAJAT SYOK
Syok Ringan
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan prgan non-vital seperti kulit,
lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relative dapat hidup lebih lama dengan
perfusi rendah, tanpa adanya perubahan jaringan yang menetap (irreversible).
Kesadaran tidak terganggu, produksi urin normal atau anya sedikit menurun, asidosis
metabolic tidak ada atau ringan.
Syok Sedang
Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal, dan
lainnya). Organ- organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti
lemak, kulit, dan otot. Oligouria bisa terjadi dan asidosis metabolik. Akan tetapi
kesadaran relatif masih baik.
Syok Berat
5. PENANGANAN SYOK
Langkah pertolongan pertama dalam menangani syok untuk awam terlatih (Buku
Diklat PTBMMKI, 2015).
a. Bawa korban ke tempat teduh dan aman
b. Minta orang-orang yang tidak berkepentingan untu k
tidak mengerumuni korban.
c. Posisi Tubuh
d. Pertahankan Respirasi
o Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi
atau muntah.
o Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu
jalan nafas (guedel/oropharingeal airway).
o Berikan oksigen 6 liter/menit
o Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen
dengan pompa sungkup (ambu bag) atau ETT.
o Jika denyut nadi tidak ada lakukan BLS
o Jika nadi ada namun tidak bernapas lakukan rescue breathing.
Jika napas dan nadi ada pertahankan jalan napas dan lanjut ke
penanganan selanjutnya
e. Pertahankan Sirkulasi
o Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus.
Pantau nadi, tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi
urin, dan Central Venous Pressure (CVP) untuk tim
medis ahli. Kontrol perdarahan dan rawat cedera lain bila ada
Tinggikan tungkai korban 15-30 cm agar lebih tinggi dari
kepala (jika tidak dicurigai adanya cedera spinal) agar aliran
darah dari tungkai dapat mengalir ke organ vital (jantung dan
otak) dengan lancar
o Pastikan bahwa kepala korban lebih rendah dari jantung, otak
adalah salah satu organ paling vital yang cepat mengalami
kematian sel bila tidak tersuplai oksigen
o Longgarkan pakaian korban yang terlalu ketat untuk
memperlancar sirkulasi
o Pertahankan suhu tubuh korban dan cegah kehilangan panas
dengan menyelimuti dan memberi tutup kepala
o Pertahankan kadar oksigenasi korban dengan memberikan
oksigen jika memungkinkan
o Pantau dan reassessment kondisi korban
Langkah pertolongan pertama dalam menangani syok untuk paramedis (Buku Diklat
PTBMMKI, 2015) :
a.Letakkan pasien pada posisi telentang kaki lebih tinggi agar aliran darah otak maksimal.
Gunakan selimut untuk mengurangi pengeluaran panas tubuh.
b.Periksa adanya gangguan respirasi. Dagu ditarik kebelakang supaya posisi kepala
menengadah dan jalan nafas bebas, beri O2, kalau perlu diberi nafas bantuan.
c.Pasang segera infus cairan kristaloid dengan kanul yang besar (18, 16)
d.Lakukan pemeriksaan fisik yang lengkap termasuk kepala dan punggung. Bila tekanan
darah dan kesadaran relatif normal pada posis telentang, coba periksa dengan posisi
duduk atau berdiri.
e.Keluarkan darah dari kanul intravena untuk pemeriksaan laboratorium : darah lengkap,
penentuan golongan darah, analisis gas darah elektrolit. Sampel darah sebaiknya
diambil sebelum terapi cairan dilakukan.
f. Pada syok hipovolemik, kanulasi dilakukan pada v. safena magna atau v. basilika dengan
kateter nomor 16 perkutaneus atau vena seksi. Dengan memakai kateter yang panjang
untuk kanulasi v. basilika dapat sekaligus untuk mengukur Tekanan Vena Sentral
(TVS).
g.Pada kecurigaan syok kardiogenik, kanulasi vena perkutan pada salah satu vena
ekstrimitas atas atau vena besar leher dilakukan dengan kateter nomor 18- 20.
Peubahan nilai PaCO2, PaO2, HCO3, dan pH pada analisis gas darah dapat dipakai
sebagai indikator beratnya gangguan fungsi kardiorespirasi, derajat asidosis metabolik,
dan hipoperfusi jaringan.
h.Beri oksigen sebanyak 5-10 L/menit dengan kanul nasal atau sungkup muka dan
sesuaikan kebutuhan oksigen PaO2. Pertahankan PaO2 tetap di atas 70 mmHg.
i. Beri natrium bikarbonat 1 atau 2 ampul bersama cairan infus elektrolit untuk
mempertahankan nilai pH tetap di atas 7,1, walaupun koreksi asidosis metabolik yang
terbaik pada syok adalah memulihkan sirkulasi dan perfusi jaringan.
j. Terapi medikamentosa segera
o Adrenalin dapat diberikan jika terdapat kolaps kardivaskuler berat (tensi/nadi
hampir tidak teraba) dengan dosis 0,5-1 mg larutan 1 : 1000 intra muskuler atau
0,1-0,2 mg larutan 1 : 1000 dalam pengenceran dengan 9 ml NaCl 0,9 %
intravena. Adrenalin jangan dicampur dengan natrium bikarbonat karena
adrenalin dapat menyebabkan inaktivasi larutan basa.
o Infus cepat dengan Ringer‘s laktat (50 ml/menit) terutama pada syok
hipovolemik. Dapat dikombinasikan dengan cairan koloid (dextran L).
o Vasopresor diberikan pada syok kardiogenik yang tidak menunjukkan perbaikan
dengan terapi cairan. Dopamin dapat diberikan dengan dosis 2,5 Ug/kg/menit
(larutkan dopamin 200 mg dalam 500 ml cairan dekstrosa 5%. Setiap ml larutan
mengandung 400 Ug dopamin). Dosis dopamin secara bertahap dapat
ditingkatkan hingga 10-20 Ug/kg/menit. Pemberian vasopresor pada hipovolemia
sedang sampai berat tidak bermanfaat.
k.Pantau irama jantung dan buat rekaman EKG (terutama syok kardiogenik). Syok adalah
salah satu predisposisi aritmia karena sering disertai gangguan keseimbangan
elektrolit, asam dan basa.
l. Pantau diuresis dan pemeriksaan analisis urin.
m. Pemeriksaan foto toraks umumnya bergantung pada penyebab dan tingkat kegawatan
syok. Semua pasien syok harus dirujuk ke rumah sakit, terutama untuk perawatan
intensif
Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a.
karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.
a. Pemberian Cairan
o Jangan memberikan minum kepada penderita yang
tidak sadar, mual-mual, muntah, atau kejang karena
bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.
o Jangan memberi minum kepada penderita yang akan
dioperasi atau dibius dan yang mendapat trauma pada
perut serta kepala (otak).
o Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul
dan tidak ada indikasi kontra. Pemberian minum harus
dihentikan bila penderita menjadi mual atau muntah.
o Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid
merupakan pilihan pertama dalam melakukan resusitasi
cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler,
volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau
pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan
onkotik intravaskuler.
c. Pemberian Cairan
Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak
sadar, mual-mual, muntah, atau kejang karena bahaya
terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.
Jangan memberi minum kepada penderita yang akan
dioperasi atau dibius dan yang mendapat trauma pada perut
serta kepala (otak).
Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan
tidak ada indikasi kontra. Pemberian minum harus
dihentikan bila penderita menjadi mual atau muntah.
Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid
merupakan pilihan pertama dalam melakukan resusitasi
cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume
interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti
plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik
intravaskuler.
Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan berlebihan yang
akan membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi darah dan tindakan untuk
menghilangkan nyeri dan mengatasi penyebab awalnya.
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti
fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter
prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong jalannya darah. Penatalaksanaannya:
Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan
obat- obat vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang merupakan
indikasi, sedangkan kontra bila ada perdarahan seperti ruptur
lien):
- JANGAN meninggikan kepala. Jaga posisi kepala lebih rendah dari tungkai
dan jantung
- JANGAN memindahkan korban jika dicurigai adanya cedera spinal
- JANGAN memberikan cairan atau makanan melalui mulut apabila korban
belum benar-benar sadar, untuk menghindari tersedak atau masuknya
cairan ke paru-paru
DAFTAR PUSTAKA
7. Haseer Koya H, Paul M. Shock. [Updated 2020 Nov 21]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK531492/
8. Rifki,Az. Simposium Emergency in Field Activities.Padang:RSI Siti
Rahmah.2013.
RESUSITASI CAIRAN
Resusitasi cairan merupakan proses pemasukan cairan pada tubuh yang mengalami
pengurangan kadar cairan tubuh berkurang di bawah batas normal. Peran dari resusitas cairan
adalah untuk mempertahankan perfusi organ (hemodinamik tubuh) dan pengangkutan substrat
(oksigen, elektrolit, gizi). Cairan tubuh dibedakan menjadi cairan intraseluler dan cairan
ekstraseluler. Cairan intraseluler ini menyumbang dari hampir seluruh total air dalam tubuh,
sedangkan cairan ekstraseluler dibedakan menjadi 3 bagian yaitu interstitial, intravaskular, dan
ruang trans-seluler (Wallace H, 2020).
Kebutuhan cairan dan elektrolit pada orang dewasa normal umumnya sebagai berikut :
- Air : 30-35ml/kgBB/jam
- Sodium : 1-2meq/kgBB/jam
- Kalium : 1 meq/kgBB/jam
Jumlah cairan di atas meningkat sebanyak 10-15% setiap peningkatan 1°C suhu tubuh.
Sedangkan kebutuhan cairan pada bayi sebagai berikut :
Cairan kristaloid bersifat mudah keluar dari intravaskuler, terutama pada kasus
dimana terjadi peningkatan resistensi kapiler seperti pada sepsis, penting untuk
dipikirkan penggantian cairan yang memiliki molekul lebih besar, yaitu jenis koloid.
Berikut ini beberapa jenis dari cairan kristaloid.
a. Normal Saline
Komposisi (mmol/L) : Na = 154, Cl = 154
Kemasan : 100, 250, 500, 1000 ml
Indikasi :
- Resusitasi
Pada kondisi kritis, sel-sel endotelium pembuluh darah bocor,
diikuti oleh keluarnya molekul protein besar ke kompartemen
interstisial, diikuti air dan elektrolit yang bergerak ke intertisial
karena gradien osmosis. Plasma expander berguna untuk
mengganti cairan dan elektrolit yang hilang pada intravaskuler.
- Diare
Kondisi diare menyebabkan kehilangan cairan dalam jumlah
banyak, cairan NaCl digunakan untuk mengganti cairan yang
hilang tersebut.
- Luka Bakar
Manifestasi luka bakar adalah syok hipovolemik, dimana terjadi
kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler dalam jumlah
besar dari permukaan tubuh yang terbakar. Untuk mempertahankan
cairan dan elektrolit dapat digunakan cairan NaCl, ringer laktat,
atau dekstrosa.
- Gagal ginjal akut
Penurunan fungsi ginjal akut mengakibatkan kegagalan ginjal
menjaga homeostasis tubuh. Keadaan ini juga meningkatkan
metabolit nitrogen yaitu ureum dan kreatinin serta gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Pemberian normal saline dan
glukosa menjaga cairan ekstra seluler dan elektrolit.
Kontraindikasi :
Adverse Reaction edema jaringan pada penggunaan volume yang besar, biasanya
paru – paru.
b. Ringer Laktat
Komposisi (mmol/100ml) : Na = 130-140, K = 4-5, Ca = 2-3, Cl =
109-110, basa = 28-30mEq/l.
Kemasan : 500, 1000 ml
Cara kerja cairan : keunggulan terpenting dari larutan Ringer Laktat adalah
komposisi elektrolit dan konsentrasinya yang sangat serupa dengan yang
dikandung cairan ekstraseluler. Natrium merupakan kation utama dari plasma
darah dan menentukan tekanan osmotik. Klorida merupakan anion utama di
plasma darah. Kalium merupakan kation terpenting di intraseluler dan
berfungsi untuk konduksi saraf dan otot. Elektrolit- elektrolit ini dibutuhkan
untuk menggantikan kehilangan cairan pada dehidrasi dan Syok hipovolemik
termasuk syok perdarahan. Ringer laktat menjadi kurang disukai karena
menyebabkan hiperkloremia dan asidosis metabolik, karena akan
menyebabkan penumpekan asam laktat yang tinggi akibat metabolisme
anaerob.
Indikasi : Mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan
dehidrasi dan syok hipovolemik.
Kontraindikasi : Hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati,
asidosis laktat.
Adverse Reaction edema jaringan pada penggunaan volume yang besar,
biasanya paru – paru.
Peringatan dan Perhatian ”Not for use in the treatment of lactic acidosis”.
Hati-hati pemberian pada penderita edema perifer pulmoner, heart
failure/impaired renal function & pre-eklamsia.
c. Dextrosa
Komposisi : Glukosa = 50gr/L (5%), 100gr/L (10%), 200gr/L (20%)
Kemasan : 100, 250, 500 ml
Indikasi :
a. Albumin
Komposisi : albumin yang tersedia untuk keperluan klinis adalah protein 69-kDa yang
dimurnikan dari plasma manusia (contoh : albumin 5%)
Albumin merupakan koloid alami dan lebih menguntungkan karena volume yang
dibutuhkan lebih kecil, efek koagulopati lebih rendah, resiko akumulasi di dalam
jaringan pada penggunaan jangka lama yang lebih kecil dibandingkan starches dan
resiko terjadinya anafilaksis lebih kecil.
Komposisi : starches tersusun atas 2 tipe polimer glukosa yaitu amilosa dan
amilopektin.
Sementara itu pada penelitian yang lain, disimpulkan HES tidak boleh
digunakan pada sepsis karena :
Adverse reaction : HES dapat terakumulasi pada jaringan retikulo endotelial jika
digunakan dalam jangka waktu yang lama, sehingga dapat menimbulkan pruritus.
5. Maintenance Cairan