Anda di halaman 1dari 23

ASPEK SOSIAL

BUDAYA PADA
MASA NIFAS DAN
BAYI BARU LAHIR
By: Rosdiana S.Pd., M.Kes
Aspek sosial budaya
pada masa nifas
1. Tidak boleh bersenggama
2. Tidak boleh tidur siang
3. Pantangan makanan
1. Tidak boleh bersenggama (40 hari pertama)

Dapat menyebabkan:

 Menghambat proses penyembuhan jalan lahir maupun involusi rahim, yakni


mengecilnya rahim kembali ke bentuk dan ukuran semula.
 Fungsi hormonal tubuh belum kembali aktif bekerja.
 Infeksi atau perdarahan. Sebabnya, mukosa jalan lahir setelah persalinan sangat
peka akibat banyaknya vaskularisasi/aliran darah, hingga terjadilah perlunakan
mukosa jalan lahir.
2. Tidak boleh tidur siang

Pantangan yang satu ini kedengarannya keterlaluan. Bayangkan, meski ngantuk setengah mati lantaran sering
terbangun malam hari karena harus menyusui dan menggantikan popok si kecil, si ibu tak boleh tidur siang.

 Menurut Chairulsjah, tidur berkepanjangan memang mengundang proses recovery yang lebih lambat.
 "Makin lama berbaring makin besar pula peluang terjadi tromboemboli atau pengendapan elemen-elemen
garam."
 Lalu bila si ibu bangun/berdiri mendadak, endapan elemen tersebut dikhawatirkan lepas dari perlekatannya
di dinding pembuluh darah. Padahal akibatnya bisa fatal.
 Endapan-endapan tadi bisa masuk ke dalam pembuluh darah lalu ikut aliran darah ke jantung, otak dan
organ-organ penting lain yang akan memunculkan stroke.
3. Pantangan makanan

 Pada Masa nifas terdapat banyak larangan makanan. Seperti dilarang makan telur, daging,
udang, ikan laut dan lele, keong , daun lembayung, buah pare, nenas, gula merah, dan
makanan yang berminyak.
 Padahal pantangan-pantangan yang tidak mendasar tersebut akan membuat rugi ibu nifas.
Pantangan makanan merugikan karena masa nifas memerlukan makanan yang bergizi
seimbang agar ibu dan bayi sehat.
 Pantangan makanan hanya memberikan dampak negative atau merugikan karena
sesungguhnya makanan yang sehat akan mempercepat penyembuhan ibu nifas.
Perawatan Masa Nifas
Rawat Gabung: Perawatan ibu dan bayi dalam satu ruangan bersama-sama, sehingga ibu
lebih banyak memperhatikan bayinya, memberikan ASI sehingga kelancaran pengeluaran
ASI terjamin.

● Pemeriksaan Umum Kebersihan diri


● Pemeriksaan Khusus Mengikuti KB
● Payudara Konseling postpartum
● Lochea Imunisasi
● Luka Jahitan
● Mobilisasi
● Diet
● Miksi
● defekasi
1. Pemeriksaan umum; kesadaran penderita, keluhan yang terjadi setelah persalinan.

2. Pemeriksaan khusus; fisik, tekanan darah, nadi, suhu, respirasi, tinggi fundus uteri,
kontraksi uterus.

3. Payudara; Perawatan payudara sudah dimulai sejak hamil sebagai persiapan untuk menyusui
bayinya. Bila bayi mulai disusui, isapan pada puting susu merupakan rangsangan psikis yang
secara reflektoris mengakibatkan oxitosin dikeluarkan oleh hipofisis. Produksi akan lebih
banyak dan involusi uteri akan lebih sempurna.

4. Lochea; lochea rubra, lochea sanguinolenta.

5. Luka jahitan; apakah baik atau terbuka, apakah ada tanda-tanda infeksi (kotor, dolor/fungsi
laesa dan pus ).
6. Mobilisasi; karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur terlentang selama 8 jam
pasca persalinan. Kemudian boleh miring ke kiri dan kekanan serta diperbolehkan untuk
duduk, atau pada hari ke – 4 dan ke- 5 diperbolehkan pulang.

7. Diet; makan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori. Sebaiknya makan makanan yang
mengandung protein, banyak cairan, sayuran dan buah-buahan.

8. Miksi; hendaknya buang air kecil dapat dilakukan sendiri secepatnya, paling tidak 4 jam
setelah kelahiran. Bila sakit, kencing dikaterisasi.

9. Defekasi; buang air besar dapat dilakukan 3-4 hari pasca persalinan. Bila sulit bab dan
terjadi obstipasi apabila bab keras dapat diberikan laksans per oral atau perektal. Jika
belum biasa dilakukan klisma.
10. Kebersihan diri; anjurkan kebersihan seluruh tubuh, membersihkan daerah kelamin dengan air
dan sabun. Dari vulva terlebih dahulu dari depan ke belakang kemudian anus. Mengganti pembalut
setidaknya dua kali sehari, mencuci tangan sebelum dan sesudah membersihkan kelamin.

11. Menganjurkan pada ibu agar mengikuti KB sendini mungkin setelah 40 hari (16 minggu post
partum).

12. Nasehat untuk ibu post partum; sebaiknya bayi disusui. Psikoterapi post natal sangat baik bila
diberikan. Kerjakan gimnastik sehabis bersalin. Sebaiknya ikut KB.

13. Imunisasi; bawalah bayi ke RS, PKM, posyandu atau dokter praktek untuk memperoleh imunisasi
Contoh Tradisi Jawa dalam Persalinan

 Dalam budaya Jawa, kelahiran seorang anak ke dunia, selain merupakan anugerah yang sangat besar, juga
mempunyai makna tertentu. Masyarakat Jawa mempunyai beberapa upacara adat untuk menyambut
kelahiran bayi tersebut.

 Upacara-upacara tersebut antara lain:


- Mitoni
- upacara mendhem ari-ari,
- Brokohan
- upacara puputan,
- sepasaran dan
- selapanan.
Contoh Tradisi Jawa dalam Masa Nifas

 Suku Jawa yang memiliki aneka perawatan selama masa postpartum (nifas). Namun, tidak semua perawatan
yang dilakukan oleh masyarakat suku Jawa tersebut dapat diterima bila ditinjau dari aspek medis karena ada
dampak yang baik dan tidak baiknya bagi ibu nifas. Oleh sebab itu, informasi tentang perawatan masa nifas
pada suku Jawa merupakan salah satu aspek penting diketahui para pelayan kesehatan untuk lebih
memudahkan memberikan pendekatan dalam pelayanan kesehatan

 Tradisi jawa dalam masa nifas:


- Perawatan ari-ari
- Perawatan ibu
Contoh Tradisi Jawa dalam Masa Nifas

 Perawatan Ari-Ari

Bagi orang Jawa, ada kepercayaan bahwa ari-ari merupakan saudara bayi tersebut oleh karena itu ari-ari dirawat
dan dijaga sebaik mungkin, misalnya:
1. Tepat di tempat ari-ari dikuburkan diletakkan lampu sebagai penerangan. Artinya, lampu tersebut merupakan
symbol penerangan bagi bayi yang dimaksudkan agar kehidupan bayi nanti akan terang juga bila di terangi
oleh sinar lampu.
2. Ari-ari bayi dibungkus bersama buku,bunga setaman (bunga mawar, melati, dan kenanga). Di atasnya dsb
ditujukan agar mendo’akan sibayi dalam jalan hidupnya nanti terang dan kehidupanyapun baik.
3. Pemagaran di sekitar tempat penanaman ari-ari dan menutup bagian atas pagar juga dilakukan agar tidak
kehujanan dan binatang tidak masuk ke tempat itu dan juga kepercayaan kepada makhluk mistis yang
dikhawatirkan akan memakan ari-ari itu bila tidak dipagari
Contoh Tradisi Jawa dalam Masa Nifas

 Perawatan Ibu

Banyak tradisi adat jawa yang memiliki pantangan-pantangan yang ditujukan terhadap ibu nifas padahal, banyak
juga yang berdampak negative dan merugikan bila ditinjau dari aspek kesehatan diantaranya yang berdampak
negative dan positif yaitu:

 Masa nifas dilarang makan telur, ikan dan sebagainya yang berbau amis karena kepercayaan mereka
mengatakan bahwa lukanya akan lama sembuh bila mereka memakan itu.
Efek: Merugikan karena masa nifas memerlukan makanan yang bergizi seimbang agar ibu dan bayi sehat.
Contoh Tradisi Jawa dalam Masa Nifas

 Ibu setelah melahirkan dan bayinya harus dipijat/ diurut, diberi pilis / lerongan dan tapel
Efek: Jika pijatannya benar maka peredaran darah ibu dan bayi menjadi lancar. Pijatan yang salah sangat
berbahaya karena dapat merusak kandungan. Pilis dan tapel dapat merusak kulit bagi yang tidak kuat /
menyebabkan alergi.

 Masa nifas tidak diperbolehkan berhubungan intim.


Efek: Dari sisi medis, sanggama memang dilarang selama 40 hari pertama usai melahirkan. Alasannya,
aktivitas yang satu ini akan menghambat proses penyembuhan jalan lahir maupun involusi rahim, yakni
mengecilnya rahim kembali ke bentuk dan ukuran semula.
Contohnya: infeksi atau malah perdarahan. Belum lagi libido yang mungkin memang belum muncul atau
pun pengaruh psikologis, semisalkekhawatiran akan robeknya jahitan maupun ketakutan bakal hamil lagi.
Contoh Tradisi Jawa dalam Masa Nifas

 Masa nifas tidak boleh keluar rumah sebelum 40 hari.


Efek: Hal ini tidak perlu karena masa nifas dan bayi baru lahir (pemberian imunisasi) harus periksa
kesehatannya sekurang-kurangnya 2 kali dalam bulan pertama yaitu umur 0-7 hari dan 8-30 hari dan ibu juga
butuh sinar matahari.

 Masa nifas /saat menyusui setelah waktunya Maghrib harus puasa tidak makan makanan yang padat.:
Efek: Hal ini dibenarkan karena dalam faktanya masa nifas setelah magrib ataupun kurangnya dapat
menyebabkan badan masa nifas mengalami penimbunan lemak, disamping itu organ-organ kandungan pada
masa nifas belum pulih kembali.
Aspek sosial budaya pada
Bayi Baru Lahir
Beberapa mitos yang kurang tepat
 Bayi harus selalu dibedong.
 Bayi harus menggunakan gurita selama 1 bulan agar tidak kembung/agar perut tidak besar
 Ubun-ubun bayi diberi parutan atau tumbukan bawang merah, minyak kayu putih, agar tahan angin
 Bayi baru lahir harus dimandikan di segara (laut/pantai)
 Bayi baru lahir harus diberikan madu untuk meningkatkan imunitas
 Beri bayi setetes kopi agar bayi tidak kejang
 Bayi baru lahir pusarnya harus diberikan kopi untuk mencegah infeksi
 Bayi harus diberikan kalung berisi benda tajam (silet) untuk mencegah gangguan roh halus
 Menggunakan peniti dengan ada bawang merah (tergantung kemauan keluarga).
 Ketika ada pengantin, maka pada bayi diberi bedak pengantin agar terhindar dari sawan (masih
berlangsung hingga sekarang)
 Bayi baru lahir tidak boleh diadzankan dan iqomah
 Bayi harus diberikan pisang lotek agar kuat dan cepat besar
 Hidung ditarik-tarik agar mancung
 dst
Aspek social Budaya pada bayi baru lahir:

 Perawatan pada bayi baru lahir merupakan faktor yang menentukan tingkat
kesehatan bayi tersebut, terutama perkembangan dan pertumbuhan bayi.
Perawatan yang benar serta sesuai dengan standar kesehatan pada dasarnya
sangat diperlukan.
 Namun, pada kenyataannya masyarakat masih mempercayai mitos-mitos yang
kebenarannya kadang tidak masuk akal bahkan ada yang berbahaya bagi
kesehatan ibu dan anak.
 Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang perawatan bayi
baru lahir
Berikut beberapa contoh perawatan bayi
menurut budaya:

 Daerah solo: Sebagian besar masyarakat kota solo sudah banyak yang meninggalkan mitos atau aspek sosial budaya
yang berkaitan dengan bayi baru lahir. Namun, masih ada beberapa orang yang mempercayai mitos tersebut. Mitos
atau aspek budaya yang masih dipercayai dan diyakini yaitu :

a. Bayi dibedong agar hangat dan kaki tidak bengkok.


b. Pemakaian gerita agar bayi tidak kembung.
c. Pemakaian gelang yang terbuat dari potongan bangle dan dlingo agar bayi tidak terkena sawan (makhluk halus).
d. Tali pusat bayi yang telah mengering disimpan untuk digunakan pada saat bayi sakit. Cara pemakaiannya adalah
dengan memandikan bayi dengan air rendaman tali pusat.
e. Pemakaian peniti pada pakaian/topi bayi agar selamat dan terhindar dari sawan.
f. Ari-ari dipendam bersama dengan berbagai piranti (garam, daun waru, benang dan jarum, uang, bunga serta
beberapa bumbu tradisional), diberi lampu untuk penerangan serta ditaburi bunga.
g. Kepala depan bayi (ubun-ubun) diberi bawang merah agar bayi sehat dan mata bayi bisa bening.
Selain itu, berikut beberapa aspek social budaya pada Perawatan pada bayi

1. Pada dahi bayi diberikan ujung tali bedungan yang telah digigit yang bertujuan
untuk penghilang cegukan. (Tidak ada efek positif dan negative)

2. Pada dahi bayi juga diletakan olesan hitam dari pantat kuali yang bertujuan untuk
mencegah dan menghilangkan cegukan serta sering diberikan pada menjelang sore
hari agar bayi terhindar dari gangguan makhluk mistis.
(Efek negative: Bila kulit bayi sensitive dapat menyebabkan Iritasi karena pantat
kuali/wajan iu bersifat kasar dan mengandung zat kimia karbon.)

3. Jikalau bayi sering menangis dan diduga diganggu oleh makhluk mitos, didahi
bayi diberikan kunyit(parutan nya). (Tidak ada efek positif dan negatif)
Selain itu, berikut beberapa aspek social budaya pada Perawatan pada bayi

4. Sebelum tali pusar lebas atau tercopot maka bayi pun dilarang untuk keluar dari rumah
dikarenakan takut akan gangguan dari makhluk mitos.
(Efek negative: Bayi membutuhkan sinar matahari yang baik untuk perkembanganya
dan merugikan bila bayi hanya di ddalam rumah saja dan tidak mendapatkan vitamin D)

5. Dibawah kasur bayi diletakan daun putri malu dan 7 batang lidi kelapa hijau yang
bertujuan agar si bayi tidak mudah terkejut atau kagetan.
(Tidak ada efek positif dan negatif)
Perkembangan Aspek Sosial Budaya tersebut
pada Masa Sekarang

Aspek sosial pada bayi baru lahir tersebut merupakan kebudayaan yang turun
temurun. Budaya tersebut masih berlangsung hingga saat ini, tetapi hanya sebagian
orang yang melakukannya tergantung pada permintaan keluarga. Hal tersebut
karena masyarakat saat ini telah mengikuti perkembangan zaman, dan diperlukan
lebih banyak penyebaran pengetahuan mengenai efek positif dan negative dari
aspek-aspek social budaya tersebut.
Thankyou!

Anda mungkin juga menyukai