Anda di halaman 1dari 9

Akhlak tasawuf ;

“INTEGRASI TASAWUF
DENGAN SYARIAH”
Kelompok 9
Ilyassyach 11210530000131
Lusi anggraini 11210530000134
Gian winanda 11210530000129
A. Tasawuf bagian dari Trilogi Ajaran Islam
Antara fikih, tauhid dan tasawuf memiliki kaitan erat yang tidak dapat di pisahkan
antara satu dengan lainnya karna pengamalan fikih tanpa adanya tauhid dan aplikasi tasawuf
sangat mustahil. Begitu juga halnya tauhid seseorang tidak akan terjaga dengan baik tanpa
adanya pengalaman fikih dan tasawuf. Demikian juga dengan aplikasi tasawuf sangat tidak
mungkin tanpa adanya pemahaman fikih dan tauhid.

Menurut Sayid Bakari, trilogi tasawuf merupakan kumpulan tingkatan penting dalam


olah spiritual (kerohanian) seorang salik (sufi). Ia menyebutkan, sedikitnya ada tiga tahapan
dalam dunia tasawuf yang harus dilalui oleh para salik. Ketiga jenjang ini pada dasarnya
adalah pengejewantahan dari makna takwa. Agar tidak terjadi ketimpangan, maka ketiganya
harus diterapkan secara keseluruhan, yakni syariat, tarekat, dan hakikat untuk mencapai
puncak makrifat (pengetahuan). Syariat tanpa hakikat adalah kosong dan hakikat tanpa
syariat adalah batal serta tak berdasar.
3 tahapan dalam dunia tasawuf yang harus dilalui oleh
para salik (sufi), yaitu;

01 02 03

Syariat Hakikat Tarekat


Syariat adalah wujud ketaatan hakikat adalah inti dan makna dari Tarekat adalah aktivitas dan sikap
salik kepada agama Allah dengan perkara tertentu. Syariat diperkuat kecenderungan berhati-hati,
melaksanakan perintah dan  dengan hakikat dan hakikat utamanya menghadapi gemerlap
dibatasi oleh ketentuan hukum
menjauhi larangan-Nya. dunia.
syariat.
B. Perpisahan Tasawuf dengan
Syariah
Perpisahan di antara kedua orientasi keagamaan ini semakin lebar.
Keduanya, menurut Nurcholish Madjid, seakan berlomba mencari legitimasi dari
Alquran dan Sunah. Orientasi keagamaan eksoteris (lahiriah) yang bertumpu
pada prinsip legal formal hukum mengklaim sebagai paham keagamaan yang
berada pada jalan kebenaran. Demikian juga orientasi keagamaan esoteris
(batiniah) yang bertumpu pada pengalaman dan kesadaran pribadi juga
mengklaim diri sebagai pengetahuan keagamaan yang membawa kepada jalan
kebahagiaan.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

 ۙ ‫ت الَْي ُه ْو ُد َع ٰلى َش ْي ٍء‬ ِ ‫ص ٰرى لَ ْـيس‬


َ ٰ َّ
‫ن‬ ‫ال‬ ‫ت‬ِ َ‫ وقَا ل‬ َّ  
ۖ ٍ ‫ص ٰرى ع ٰلى َشي‬
‫ء‬ ْ َ ٰ َّ
‫ن‬ ‫ال‬ ِ ‫ت الْي ُهو ُد لَ ْـيس‬
‫ت‬ َ ْ َ
ِ َ‫َوقَا ل‬
ٰ ِ ِ ِ
‫ك قَا َل الَّذيْ َن اَل َي ْعلَ ُم ْو َن مثْ َل َق ْول ِه ْم ۚ فَا للّهُ يَ ْح ُك ُم َب ْيَن ُه ْم َي ْوَم‬ ِ ِ ‫َّوهم ي ْتلُو َن ال‬
َ ‫ٰب ۗ   َك ٰذل‬
َ ‫ت‬ ‫ْك‬ ْ َ ُْ
‫ال ِْق ٰي َم ِة فِ ْي َما َكا ُن ْوا فِ ْي ِه يَ ْختَلِ ُف ْو َن‬
"Dan orang Yahudi berkata, "Orang Nasrani itu tidak memiliki sesuatu (pegangan),"
dan orang-orang Nasrani (juga) berkata, "Orang-orang Yahudi tidak memiliki sesuatu
(pegangan)," padahal mereka membaca kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak
berilmu, berkata seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili mereka pada
hari Kiamat, tentang apa yang mereka perselisihkan."(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 113)
Menurut Ibn Taymiyyah;

“Pertentangan antara kaum sufi dengan para fukaha saling menafikan yang satu
terhadap yang lain. Polemik dan kontroversi di antara keduanya tidak dapat dihindari.
Kaum sufi menolak fenomena keagamaan para fukaha yang menurut mereka telah
menghabiskan usia untuk mempelajari ilmu lahiriah (‘ilm al-zhâhir); sedangkan kaum
sufi mengklaim bahwa mereka telah memperhatikan rûh al-‘amal (substansi amaliah)
dengan mendalami haqâ`iq al-ma’rifah, hakikat pengetahuan tentang Tuhan, dan
telah sampai kepada Allah melalui al-mujâhadah, perjuangan ruhani dan keikhlasan
beribadah dengan istîqâmah-mudawwamah, konsisten dan berkesinambungan.
C. Perjuangan Memadukan Kembali
Tasawuf dengan Syariah
Rintisan untuk memadukan fikih dengan tasawuf dimulai
oleh Imam Mâlik ibn Anas (w. 179 H). Beliau seorang faqîh,
ulama fikih, mujtahid, dan imam mazhab, ‘âlim, seorang
yang berpengetahuan luas, dan termasuk salah seorang sufi,
pengamal tasawuf. Imam Mâlik berpendapat,‫وصت‬CCC‫مو ف‬CC‫هقفتيل‬
‫ف‬C‫دنزتدق‬CC‫ ق‬C‫م‬C ‫( ن‬siapa yang mengamalkan tasawuf tanpa
dilandasi pemahaman fikih, maka sungguh ia telah
menyimpang).
Berdasarkan pemikiran di atas, Imam Mâlik berhasil memperkuat
ketokohan dirinya dalam bidang fikih dan tasawuf dengan
melahirkan dua langkah operasional sebagai berikut;

menekankan pentingnya mempelajari fikih sebelum


Pertama mempelajari tasawuf agar tidak menjadi zindiq (kelompok
penyimpangan agama).

keyakinan beliau bahwa pengetahuan yang sejatinya (al-hikmah)


Kedua
adalah nûr yang ditiupkan Allah ke dalam kalbu.
Sekian Dan
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai