Anda di halaman 1dari 11

Oleh :

Avanda Chintya Cahyaning Putri

22106013

Ilmu Hadis

Prinsip-prinsip Siyasah (Berdasarkan Al-Quran dan Hadits) Dalam


Kehidupan Bermasyarakat dan Bernegara

PENDAHULUAN

Dalam literatur Islam, Hukum Politik Islam atau sering disebut dengan Fiqh Siyasah/
Syar’iyyah adalah bagian dari fiqh muamalah yang sangat dinamis dan berkembang secara cepat.
Menariknya, banyak yang tidak sadar bahwa ijma’ pertama yang terjadi dalam sejarah fiqh para
sahabat justru dalam bidang fiqh siyasah bukan fiqh ibadah atau lainnya. Sebelum ilmu fiqh dan
kaidah-kaidah ushul fiqh disusun pada abad kedua hijriyah, para khulafa al-rasyidin dan sahabat
yang lain bukan hanya menyadari pertingnya arti kepemimpinan dan pemerintahan dalam Islam,
tetapi langsung menerapkannya dalam dunia nyata hanya beberapa saat sepeninggalnya
Rasulullah saw. Prinsip-prinsip bernegara menurut Fiqih Siyasah (Nomokrasi Islam) esensi
agama Islam sepanjang sejarah politiknya. Penerapan syariat Islam dan penyiapan segala bentuk
sistem aturan maupun lembaga yang mendukungnya adalah bagian dari memelihara agama dan
umat (‫ )مةا حفظ و الدين حفظ‬serta demi merealisasikan kemashlahatan umum.

Oleh karena hukum politik Islam terus berkembang dengan cepat dan dinamis, maka
sangat diperlukan pengetahuan tentang prinsip-prinsip dasar apa saja yang dirumuskan para
ulama dalam bidang siyasah sehingga perkembangan hukum politik Islam tidak lari dari jalan
dan norma standar yang telah disepakati, baik dalam teori maupun penerapannya. Namun
sebelum masuk dalam pembahasan prinsip-prinsip siyasah dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara, akan dijelaskan terlebih dahulu beberapa penjelasan istilah sebagai pengantar. Dalam
term politik Islam, Politik itu identik dengan siyasah, yang secara kebahasaan artinya mengatur.
Kata ini diambil dari akar kata “sasa-yasusu”,yang berarti mengemudikan, mengendalikan
mengatur dan sebagainya. Al Qaradhawy dalam bukunya Al Siyasah al Sya’iyyah menyebutkan
dua bentuk makna siyasah menurut ulama, yaitu arti umum dan arti khusus. Secara umum
siyasah berarti pengaturan berbagai urusan manusia dengan syari’at agama Islam. Secara khusus
siyasah bermakna Kebijakan dan aturan yang dikeluarkan oleh penguasa untuk mengatasi suatu
mafsadat yang timbul atau sebagai solusi keadaan tertentu.

Sesuai dengan prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan Al-Qur'an dan Hadist. Tulisan
ini ingin menemukan jawaban terhadap sebuah pertanyaan mendasar “Bagaimana Prinsip-prinsip
siyasah Berdasarkan Al-Quran dan Hadits Dalam Kehidupan Bermasyarakat dan Bernegara?”

PEMBAHASAN

Menurut Islam, mekanisme operasional pemerintahan dan ketatanegaran mengacu pada


prinsip-prinsip syari’ah. Islam sebagai landasan etika dan moral direalisir dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Endang Saifuddin Anshari (1986:167) mengatakan,
“Negara adalah organisasi (organ, badan atau alat) bangsa untuk mencapai tujuannya.” Oleh
karena itu bagi setiap Muslim, negara adalah alat untuk merealisasikan kedudukannya sebagai
hamba Allah dan mengaktualisasikan fungsinya sebagai khalifah Allah, untuk mencapai
keridhaan Allah, kesejahteraan duniawi dan ukhrawi, serta menjadi rahmat bagi sesama manusia
dan alam lingkungannya. Secara konseptual di kalangan ilmuwan dan pemikir politik Islam era
klasik, menurut Mumtaz Ahmad dalam bukunya State, Politics, and Islam, menekankan tiga ciri
penting sebuah negara dalam perspektif Islam, yakni adanya masyarakat Muslim (ummah),
hukum Islam (syari’ah), dan kepemimpinan masyarakat Muslim (khilafah).

Adapun prinsip-prinsip umum nomokrasi Islam sebagai berikut:

1. Prinsip Keadilan
Cukup banyak ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang konsep keadilan, dalam hal yang
berhubungan dengan prinsip bernegara dalam Islam akan dikutip beberapa ayat-ayat yang
relevan dengan topik ini yaitu. Dalam surah an-Nisa ayat 135.

ٓ
ُ ‫ْط ُشهَد َۤا َء هّٰلِل ِ َولَوْ ع َٰلى اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَ ِو ْال َوالِ َدي ِْن َوااْل َ ْق َربِ ْينَ ۚ اِ ْن يَّ ُك ْن َغنِيًّا اَوْ فَقِ ْيرًا فَاهّٰلل‬ِ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا ُكوْ نُوْ ا قَ َّوا ِم ْينَ بِ ْالقِس‬
‫ْرضُوْ ا فَا ِ َّن هّٰللا َ َكانَ بِ َما تَ ْع َملُوْ نَ َخبِ ْيرًا‬ ۗ
ِ ‫اَوْ لى بِ ِه َما فَاَل تَتَّبِعُوا ْالهَ ٰ ٓوى اَ ْن تَ ْع ِدلُوْ ا ۚ َواِ ْن ت َْل ٗ ٓوا اَوْ تُع‬
ٰ

Artinya : "Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak
keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum
kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu
memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah
Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan."

Ayat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa menegakan keadilan yaitu:

a. Kewajiban menegakkan keadilan bagi setiap manusia di bumi, terutama bagi orang-orang yang
beriman.

b. Setiap mukmin yang menjadi saksi diwajibkan menjadi saksi karena Allah dengan sejujur-
jujurnya dan seadil-adilnya.

c. Manusia dilarang mengikuti hawa nafsu dan manusia dilarang menyelewengkan kebenaran.

Prinsip keadilan dalam nomokrasi Islam mengandung suatu konsep yang bernilai tinggi.
Ia tidak identik dengan keadilan yang diciptakan manusia. Sebaliknya konsep nomokrasi Islam
menempatkan manusia pada kedudukan yang wajar baik sebagi indivindu maupun sebagai
masyarakat. Manusia bukanlah merupakan titik sentral, melaikan ia hanya hamba Allah yang
nilai-nilainyaditentukan oleh hubungan dengan Allah dan dengan sesama manusia menurut Al-
Qur’an hablun min Allah wa hablun min al-as.

2. Prinsip Kekuasaan Sebagai Amanah

Perkataan amanah tercantum dalam Al-Quran surah An-Nisa ayat 58


َ‫اس اَ ْن تَحْ ُك ُموْ ا بِ ْال َع ْد ِل ۗ ِا َّن هّٰللا َ نِ ِع َّما يَ ِعظُ ُك ْم بِ ٖه ۗ اِ َّن هّٰللا َ َكان‬ ۙ ٓ ‫ا َّن هّٰللا يْأم ُر ُكم اَ ْن تَُؤ ُّدوا ااْل َمٰ ٰن‬
ِ َّ‫ت اِ ٰلى اَ ْهلِهَا َواِ َذا َح َك ْمتُ ْم بَ ْينَ الن‬
ِ ْ ُ َ َ ِ
‫ص ْيرًا‬ِ َ‫َس ِم ْيع ًۢا ب‬

Artinya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat."

Apabila ayat tersebut dirumuskan menggunakan metode pembentukan garis hukum sebagaimana
yang diajarkan oleh Hazairin dan dikembangkan oleh Sayjuti Thalib, maka dari ayat tersebut
dapat ditarik dua garis hukum yaitu :

a. Manusia diwajibkan untuk menyampaikan amanah atau amanat kepada yang berhak. b.
Manusia diwajibkan untuk menetapkan hukum dengan adil.

Kekuasaan adalah amanah, amanah wajib disampaikan kepada orang yang berhak
menerimannya dalam arti dipelihara dan dijalankan atau diterapkan dengan sebaik-baiknya
sesuai dengan prinsip nomokrasi Islam. Amanah dalam hal ini seperti jabatan Bupati, Wali Kota,
Menteri, maupun Presiden maka semua itu hakikatnya sebagai pemegang amanah yang diberikan
Allah SWT sebagai karunia-Nya, dan merupakan tugas yang diberikan rakyat kepada
pemimpinnya yang harus dilaksanakan dengan baik dan tidak boleh bertindak sewenang-
wenang. Kekuasaan juga harus didasari dengan prinsip menegakkan keadilan yang merupakan
suatu perintah Allah yang wajib dilaksanakan dan juga pertanggung jawaban yang berat. Tidak
hanya didunia, melainkan juga pertanggung jawaban di akhirat. Menurut aturan Islam, seorang
pemimpin adalah wakil dari rakyat yang bertugas mewujudkan maslahat bagi umat dan menjaga
eksistensi agama sesuai dengan tuntutan hukum syara. Aturan politik Islam berbeda dengan
aturan kekuasaan Teokrasi Barat, karena dalam hal kekuasaan dipegang oleh biokrasi atas nama
Tuhan yang berarti seorang pemimpin itu merupakan wakil dari Allah dan bukan dari rakyat.

3. Prinsip Musyawarah

Dalam Al-Quran prinsip musyawarah terdapat dalam surah Ali-Imran ayat 159
‫هّٰللا‬
ِ ‫ك ۖ فَاعْفُ َع ْنهُ ْم َوا ْستَ ْغفِرْ لَهُ ْم َو َش‬
‫اورْ هُ ْم فِى‬ َ ِ‫ب اَل ْنفَضُّ وْ ا ِم ْن َحوْ ل‬ ِ ‫فَبِ َما َرحْ َم ٍة ِّمنَ ِ لِ ْنتَ لَهُ ْم ۚ َولَوْ ُك ْنتَ فَظًّا َغلِ ْيظَ ْالقَ ْل‬
َ‫ااْل َ ْم ۚ ِر فَا ِ َذا َعزَ ْمتَ فَت ََو َّكلْ َعلَى هّٰللا ِ ۗ اِ َّن هّٰللا َ ي ُِحبُّ ْال ُمتَ َو ِّكلِ ْين‬

Artinya : “ Maka disebabkan rahmat dari dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri
dari sekelilingmu, karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad. Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang bertawakkal kepada-Nya. ”

Adapun prinsip-prinsip bermusyawarah dalam nomokrasi Islam antara lain :

a) Musyawarah bertujuan melibatkan atau mengajak semua pihak untuk berperan serta dalam
kehidupan bernegara.

b) Harus dilandasi jiwa persaudaraan yang dilandasi iman krena Allah.

c) Dalam musyawarah yang terpenting bukan pada siapa yang berbicara, melainkan gagasan atau
pemikiran apa yang dibicarakan.

4. Prinsip Persamaan

Prinsip persamaan dalam Islam dapat dipahami dalam Al-Quran, surah Al-Hujarat ayat 13

‫ارفُوْ ا ۚ اِ َّن اَ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد هّٰللا ِ اَ ْت ٰقى ُك ْم ۗاِ َّن هّٰللا َ َعلِ ْي ٌم خَ بِ ْي ٌر‬


َ ‫ٰيٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَ لَ ْق ٰن ُك ْم ِّم ْن َذ َك ٍر َّواُ ْن ٰثى َو َج َع ْل ٰن ُك ْم ُشعُوْ بًا َّوقَبَ ۤا ِٕى َل لِتَ َع‬

Artinya : “ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal. “

Ayat diatas menceritakan bagaimana manusia tercipta dari pasangan laki-laki dan wanita yakni
adam dan hawa dan dilanjutkan oleh pasangan yang lainnya melalui suatu proses perkawinan
ayah dan ibu. Proses penciptaan yang seragam itu merupakan suatu kriterium bahwa pada
dasarnya semua manusia itu adalah sama. Prinsip persamaan ini salah satu tiang utama dalam
membangun negara hukum menurut Al-Quran dan Sunnah.

5. Prinsip Pengakuan dan Perlindungan Terhadap Hak Asasi Manusia

Dalam nomokrasi Islam hak-hak asasi manusia bukan hanya diakui tetapi juga dilindungi
sepenuhnya. Ditegaskan dalam Al-Quran antara lain dalam surah al-Isra ayat 70

ِ ‫ت َوفَض َّْل ٰنهُ ْم ع َٰلى َكثِي ٍْر ِّم َّم ْن َخلَ ْقنَا تَ ْف‬
‫ض ْياًل‬ ِ ‫َولَقَ ْد َك َّر ْمنَا بَنِ ْٓي ٰا َد َم َو َح َم ْل ٰنهُ ْم ِفى ْالبَرِّ َو ْالبَحْ ِر َو َرزَ ْق ٰنهُ ْم ِّمنَ الطَّي ِّٰب‬

Artinya : “ Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di
daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. “

Ayat tersebut mengekspresikan kemuliaan manusia dalam Al-Quran dengan istilah karamah
(kemuliaan). Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak tersebut dalam nomokrasi Islam
ditekankan pada tiga hal yaitu persamaan manusia, martabat manusia, kebebasan manusia.
Karena itu Al-Quran menentang dan menolak setiap bentuk perlakuan dan sikap yang mungkin
dapat menghancurkan prinsip persamaan. Sedangkan karamah manusia diciptakan oleh Allah
dengan martabat atau perlengkapan fisik yang tidak terdapat pada makhluk lain.

6. Prinsip Peradilan Bebas

Prinsip peradilan bebas dalam ini memiliki makna kewenangan hakim pada setiap
keputusan yang diambil bebas dari pengaruh siapapun, dan wajib pula memperhatikan prinsip
amanah sebagaimana yang tercantum dalam Al-Quran surah An-nisa ayat 58

َ‫اس اَ ْن تَحْ ُك ُموْ ا بِ ْال َع ْد ِل ۗ اِ َّن هّٰللا َ نِ ِع َّما يَ ِعظُ ُك ْم ِب ٖه ۗ اِ َّن هّٰللا َ َكان‬ ۙ ٓ ‫ا َّن هّٰللا يْأم ُر ُكم اَ ْن تَُؤ ُّدوا ااْل َمٰ ٰن‬
ِ َّ‫ت اِ ٰلى اَ ْهلِهَا َواِ َذا َح َك ْمتُ ْم بَ ْينَ الن‬
ِ ْ ُ َ َ ِ
‫ص ْيرًا‬ِ َ‫َس ِم ْيع ًۢا ب‬

Artinya : “ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat. “
Secara hukum diakui bahwa faqih yang adil mampu untuk menengahi perselisihan-
perselisihan dan memutuskan perkara-perkara hukum. Para penganut Immamiah percaya bahwa
fungsi ini (wilayat al-qada atau al-hukuma) termasuk dalam otoritas illahiah seorang imam atau
pemimpin, maka dalam hal ini sangat penting untuk melakukan pengujian dan penyeleksian
seorang yang akan menjadi hakim, agar kelak mereka dapat bertindak adil dalam menangani
perkara hukum.

7. Prinsip Perdamaian

Al-Quran dengan tegas menyeru kepada orang-orang yang beriman agar masuk kedalam
perdamain. Nomokrasi Islam harus ditegakkan dengan prinsip perdamaian. Hubungan dengan
negara-negara lain harus dijalin dan berpegang pada prinsip perdamaian. Prinsip perdamaian ini
ditegaskan yakni tertera dalam surat Al-Baqarah ayat 208.

ِ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوا ا ْد ُخلُوْ ا فِى الس ِّْل ِم َك ۤافَّةً ۖ َّواَل تَتَّبِعُوْ ا ُخطُ ٰو‬
‫ت ال َّشي ْٰط ۗ ِن اِنَّهٗ لَ ُك ْم َعد ٌُّو ُّمبِي ٌْن‬

Artinya : " Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam keseluruhan, dan
janganlah kamu turut langkahlangkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata
bagimu. "

Dalam hubungan bertetangga dengan negara lain, masing-masing negara wajib


menghormati hak-hak negara lain yang bertetangga dengan negara Islam. Dalam mewujudkan
perdamaian antar negara maka dibuatlah perjanjian mengenai hak dan kewajiban antar negara
tersebut yang sekarang lebih kita kenal dengan perjanjian Internasional. Prinsip perdamaian ini
wajib ditaati oleh setiap negara dan warga negaranya. Hal lain yang menyebabkan perjanjian ini
tidak ditaati oleh negara yang bersangkutan disebabkan karena hal-hal tertentu yang sifatnya
darurat (alasan yang benar dan adil) seperti mempertahankan diri dari apabila terjadi perang.
Islam adalah agama yang berwatak damai dan mementingkan Al- Akhlaq Al- Karimah, hal
inipun ditunjukan bukan hanya ketika damai, tetapi juga diwaktu perang. Penyebabkan
peperangan diantaranya adalah fitrah manusia sebagai makluk yang tidak sempurna, yang dapat
berbuat salah.

8. Prinsip Kesejahteraan
Prinsip keadilan dalam nomokrasi Islam bertujuan mewujudkan keadilan sosial dan
keadilan ekonomi bagi seluruh rakyat. Bukan hanya mencakup kebutuhan materil saja,
kewajiban negara juga mencakup pemenuhan kebutuhan spiritual, hal ini bertujuan mencegah
penimbunan harta seseorang atau sekelompok orang. Dalam Islam prinsip kesejahteraan
diwujudkan melalui pentingnya zakat dalam negara, hal ini sesuai dengan Al-Qur’an surah At-
Taubah ayat 103

‫ك َس َك ٌن لَّهُ ۗ ْم َوهّٰللا ُ َس ِم ْي ٌع َعلِ ْي ٌم‬


َ َ‫ص ٰلوت‬
َ ‫صلِّ َعلَ ْي ِه ۗ ْم اِ َّن‬ َ ‫ُخ ْذ ِم ْن اَ ْم َوالِ ِه ْم‬
َ ‫ص َدقَةً تُطَهِّ ُرهُ ْم َوتُزَ ِّك ْي ِه ْم بِهَا َو‬

Artinya : " Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. "

9. Prinsip Ketaatan Rakyat

Hubungan antara pemerintah dan rakyat, Al-Quran telah menetapkan suatu prinsip yang
dapat dinamakan sebagai prinsip ketaatan rakayat.Prinsip itu ditegasakan dalam surah An-Nisa
ayat 59.

‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اَ ِط ْيعُوا هّٰللا َ َواَ ِط ْيعُوا ال َّرسُوْ َل َواُولِى ااْل َ ْم ِر ِم ْن ُك ۚ ْم فَا ِ ْن تَنَازَ ْعتُ ْم فِ ْي َش ْي ٍء فَ ُر ُّدوْ هُ ِالَى هّٰللا ِ َوال َّرسُوْ ِل اِ ْن ُك ْنتُ ْم‬
َ ِ‫تُْؤ ِمنُوْ نَ ِباهّٰلل ِ َو ْاليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ۗ ِر ٰذل‬
‫ك خَ ْي ٌر َّواَحْ َسنُ تَْأ ِو ْياًل‬

Artinya : " Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya. "

Hazairin menafsirkan “menaati Allah” ialah tunduk kepada ketetapan Allah”, menaati
Rasul” ialah tunduk kepada ketetapan-ketetapan Rasul yaitu Nabi Muhammad saw dan menaati
Ulil amri” ialah tunduk kepada ketetapan-ketetapan petugas-petugas kekuasaan masingg-masing
dalam lingkungan tugas kekuasaannya. Sesungguhnya ulil amri bukan hanya mereka yang
memiliki kewenangan dan kekuasaan saja, tetapi juga para sarjanah muslim- terutama sarjanah
hukum Islam yang memenuhi syarat untuk berijtihad.
Fiqh Siyasah Perspektif al-Hadist

Persoalan fiqh siyasah memang tidak pernah diungkap dengan detail. Namun, prinsip-
prinsip umum dalam berpolitik sudah tertera secara ekplisit. Satu contoh tentang kepemimpinan
dalam Islam, di mana as-Sunnah secara jelas menganjurkan untuk senantiasa amanah dalam
menjalankan kepemimpinannya. Berikut ini ada salah satu hadits yang menyinggung
permasalahan siyasah

Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim,

‫ وهو غاشٌّ لِ َر ِعيَّتِ ِه؛ إال‬،‫ يموت يوم يموت‬،ً‫ «ما من عبد يَ ْستَرْ ِع ْي ِه هللا َر ِعيَّة‬:ً‫عن معقل بن يسار رضي هللا عنه مرفوعا‬
‫حرَّم هللا عليه الجنة‬

Artinya : " Tiada seorang hamba yang diangkat oleh Allah untuk memimpin rakyat, ia
meninggal dunia pada hari itu, sementara masih ia masih menipu rakyatnya, kecuali Allah telah
mengharamkan surga baginya. "

Dalam hadis ini, Rasulullah SAW. menjelaskan kepada kita bahwa seorang pemimpin
harus berlaku jujur dalam menjalankan setiap kebijakan dan aturan yang telah dibuat. Perbuatan
tidak jujur, menipu dan lain sebagainya akan dipertangung jawabkan kelak di akhirat, bahkan
secara tegas Rasulullah SAW., mengancam suurga haram bagi seorang pemimpin yang menipu
rakyatnya. Nilai-nilai fiqh siyasah yang selanjutnya adalah keadilan. seorang pemimpin harus
bisa berlaku adil dalam kepemimpinannya. Kebijakan atau aturan yang dibuat harus bisa
mengcover seluruh kepentingan dari rakyat yang dipimpinnya walaupun tetap mengacu pada
secala prioritas mana yang lebih maslahah. Rasullah SAW., sendiri memberikan jaminan kepada
pemimpin yang bisa berlaku adil dalam kepemimpinanya, ia akan mendapatkan naungan
langsung dari Allah SWT., pada hari kiamat kelak. Hal ini sebagaimana sabda beliau yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhori,

‫ اَِإْل َما ُم‬:ُ‫ َس ْب َعةٌ ي ُِظلُّهُ ُم هللاُ فِ ْي ِظلِّ ِه يَوْ َم اَل ِظ َّل ِإاَّل ِظلُّه‬: ‫ال‬
َ َ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬ ِ ‫عنَأبِ ْي هُ َري َْرةَ َر‬
َ ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ َع ِن النَّبِ ِّي‬
‫ْال َعا ِدل‬
Artinya: “ Dari Abu Hurairah RA, telah bersabda Rasulullah SAW, ada tujuh golongan yang
dinaungi Allah SWT, dibawah naungan-Nya, pada hari kiamat yang tidak ada naungan kecuali
naungan-Nya, yang pertama adalah imam yang adil. ”

Dalam hadis ini, Rasullah SAW., menjelaskan bahwa pemimpin yang adil akan
mendapatkan naungan pada hari kiyamat dimana tidak ada naungan selain dari Allah SWT., ini
menujukan bahwa berlaku adil dalam kepemimpinan manfaatnya tidak hanya pada orang yang
dipimpin saja melainkan sang pemimpin sendiri bisa mendapatkan manfaatnya juga.
Kepemimpinan adil yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW., kemudian diikuti juga oleh para
khalifah rasidin. Kepemimpinan yang dijalankan oleh Nabi SAW., sangat sukses sehinga sangat
wajar jika dijadikan model dan acuan untuk kepemimpinan pada generasi selanjutnya.

PENUTUP

Dari Sembilan prinsip tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan dari prinsip-prinsip
nomkrasi Islam tersebut memilki kesamaan tujuan yakni untuk menegakkan maqasidu syariah
yakni hifzul din (memelihara agama), hifzun nafsi (memelihara jiwa), hifzun aql (memelihara
akal), hifzunnasb (menjaga keturunan), hifzun mal (menjaga harta) sebagai upaya penegakan
kemaslahatan umat baik dunia maupun kemaslahatan akherat. Dalam hal ini sebagaimana kita
ketahui bahwa Al-Quran tidak secara eksplisit menyebutkan dasardasar hukum secara
keseluruhan maka dalam hal ini jika tidak ditemukan dalam Al-Quran dan matan hadis
dibutuhkan ijtihad para ulama dalam menentukan dan menetapkan suatu hukum, yakni dengan
memahami isi (subtansi) dan jiwa spirit Islam sepanjang tidak bertentangan dengan dasar-dasar
agama Islam.

Prinsip adalah suatu norma atau nilai yang bersifat universal dan disepakati semua orang.
Prinsip-prinsip dasar hukum politik sangat diperlukan dalam rangka menjalankan sistem
ketatanegaraan dalam Islam yang sangat dinamis dan bergerak dengan cepat. Kesemua prinsip
dan nilai hukum politik Islam yang telah dibahas diatas telah terealisir pada periode negara
Madinah dibawah kepemimpinan Rasulullah saw. sebagaimana terpatri dalam butir-butir pasal
Piagam Madinah sebagai suatu kontrak perjanjian sosial untuk menetapkan persamaan hak dan
kewajiban diantara semua komunitas. Muatan piagam ini menggambarkan hubungan antara
Islam dan ketatanegaraan dan undang-undang yang diletakkan oleh rasul saw, untuk menata
kehidupan sosial-politik masyarakat Madinah yang majemuk. Prinsip-prinsip tersebut sangat
representatif untuk masa itu. Bahkan untuk dewasa ini pun relevan karena nilai-nilainya
universal. Sebab prinsip-prinsip tersebut telah menjadi tuntunan berbagai bangsa di dunia, agar
tegak dalam hidup bermasyarakat dan bernegara, yaitu tatanan masyarakat yang demokratis, adil,
dan damai. Karena pada hakikatnya implementasi prinsip-prinsip tersebut merupakan
penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, dan akan menumbuhkan sikap demokratis dalam
berbagai aspek kehidupan.

Selain prinsip-prinsip dasar negara yang konstitusinya berdasar syari’ah, ada juga
prinsipprinsip tambahan yang merupakan kesimpulan dan termasuk ke dalam bidang fikih
siyasah (hukum ketatanegaraan dalam Islam). Prinsip-prinsip tambahan tersebut adalah
mengenai pembagian fungsi-fungsi pemerintahan yaitu hubungan antara Badan Legislatif,
Eksekutif, dan Yudikatif. Dalam hubungan ketiga badan (lembaga negara) tersebut prinsip-
prinsip berkonsultasi (syura) mesti dilaksanakan di dalam riset, perencanaan, menciptakan
undang-undang dan menjaga nilai-nilai syari’ah dengan memperhatikan otoritas (kewenangan)
yang dimiliki masingmasing lembaga tersebut. Hasil dari syura tersebut kemudian menjadi
kosesus bersama (Ijma’) yang ketika diformilkan akan menjadi aturan perundang-undangan
maupun hukum positif.

DAFTAR PUSTAKA

Wahyu Abdul Jafar. Fiqh Siyasah Dalam Prespektif Al-Quran dan Hadist, Jurnal Pemerintahan
dan Politik Islam. Vol. 3. No. 1, 2018

Mutiara Fahmi. Prinsip Dasar Hukum Politik Islam Dalam Prespektif Al-Quran, Petita, Volume
2, Nomor 1, April 2017

Dea Fanny Utari. Analisis Fiqih Siyasah Mengenai Negara Hukum Pancasila, 2017

Anda mungkin juga menyukai