Anda di halaman 1dari 24

Intra-clausal or

Morpholgical Ergativity
Hilmatun Nafis (S112202003)
Kitra Asoka Pradestania (S112202005)
Setiap bahasa memiliki klausa intransitif dengan predikat dan argumen inti
tunggal (yang disebut S) dan klausa transitif dengan predikat dan dua argument
inti (A dan O). Ada cara untuk membedakan antara A dan O, misalnya dalam
bahasa Inggris menggunakan partikel atau adposisi dan lainnya menggunakan
referensi silang pronominal dalam kata kerja.
Cara membedakan A dan O pada klausa transitif dan penandaan S pada
klausa intransitif bisa sama atau bahkan berbeda dari A dan O. Jadi ada 3
kemungkinan, yaitu:
1. SO (absolut), A berbeda (ergatif) – sistem ergatif.
2. SA (nominatif), O berbeda (akusatif) – sistem akusatif.
3. O – semuanya berbeda atau dapat dikatakan dengan “tripartit” sistem.
Pola akusatif merupakan pola yang umum diantara banyak bahasa. Berbeda
dengan pola ergatif. S dalam beberapa hal mirip dengan O dan dilain waktu mirip
dengan A sehingga bahasa cenderung memasukkan pola kesamaan ini pada tata
bahasanya.
Case Inflection (Infleksi Kasus)
Infleksi dapat terjadi hanya pada kata utama, pada kelas tertentu, pada
kata terakhir, atau dapat juga pada setiap kata.
Sistem Tripartit (3 pihak) = S, A, dan O.
• Kata ganti tidak menunjukkan terjadinya infleksi untuk S dan A tapi
menambahkan –nha untuk O – kasus akusatif
• Kata benda tidak memiliki infleksi untuk S dan O tapi menambahkan –lu dan –
ngu untuk A – kasus ergatif
Contoh dari bentuk ergatif:

Dari kalimat di atas, kata nguma (ayah) diberi markah ABS yang secara morfologis
tidak ada markahnya. Sementara A diberi markah ERG dengan –ngu untuk
membedakan dari S.
Jadi, A ditandai dengan kasus ergatif, -lu -ngu, dan O dengan kasus
akusatif, -nha, sedangkan S tidak bertanda. Namun, ada pengecualian, kata ganti
orang pertama tunggal (aku, saya, hamba) memiliki bentuk yang sama untuk S
dan A (tetapi menambahkan -nha untuk O).
Particles and Adpositions (Partikel dan
Adposisi)
Preposisi dan postposisi digunakan untuk menandai fungsi sintaksis dan
menunjukkan kemungkinan yang sama persis dengan sistem kasus.
• Partikel dan adposisi memiliki status fonologis pada “kata terpisah”, biasanya
muncul dalam NP.
Contoh:

Kalimat tersebut dimulai dengan predikat (na’e/lampau) lalu kata kerja


intransitif lea (berbicara).
Dan transitif tamate’i memiliki arti bunuh merupakan NP S/O yang
ditunjukkan oleh partikel absolut sedangkan, ‘a dan NP A oleh partikel ergatif ‘e.
Kata benda seperti talavou (anak muda) didahului oleh partake, di sini partikel
e~/he. NP A dan O muncul berurutan mengikuti predikat dan ditentukan oleh
partikel ‘a dan ‘e.
Cross-Refferencing (Referensi Silang)

Kata kerja atau bantu verbal mencakup sebuah imbuhan dalam fungsi
sintaksis. Ada variasi yang direferensikan silang dalam kata kerja. Misalnya,
bahasa Inggris menunjukkan referensi silang dalam kebanyakan kata kerja dan
menggunakan bentuk present tense.
Contoh:
Jika suatu imbuhan merujuk silang pada NP yang memiliki fungsi S/A  afiks
yang berbeda (afiks tersebut mengacu pada NP) yang terdapat fungsi O disebut
sebagai akusatif nominatif.
Bentuk -tu- digunakan untuk referensi silang S, A, O dalam bentuk jamak
orang pertama. Adanya satu bentuk S/A dan lainnya untuk bentuk O pada orang
kedua jamak (dapat sebagai orang kedua dan ketiga tunggal) dapat membentuk
pola akusatif.
Bentuk referensi silang S/A dapat ditemukan pada awal kata sedangkan,
imbuhan yang merujuk pada O NP berada diantara tense (past “-li-”).
(14) –h- mengacu pada orang pertama jamak A
(11—13) h- mengacu pada orang pertama jamak S/O
Two cross-referencing mechanisms (Dua
mekanisme referensi silang)
Sebagian besar bahasa menunjukkan referensi silang dan memiliki sarana
yang berkaitan dengan NP. Dalam kata kerja pada klausa transitif terdapat
pronomina terikat silang A dan silang O.
Contoh:
• S dapat direferensikan silang dengan A (pola akusatif) atau dengan O (pola
ergatif).
Klausa pertama dalam (21) adalah intransitif dengan maskulin S NP, jomee
'jaguar’, dan akhiran 'kembali' ke kata kerja mengambil bentuk maskulin, -me.
Dalam klausa pertama (22) NP S adalah feminin dan di sini sufiks 'kembali'
memiliki feminine bentuk, -ma. Klausa kedua (21) adalah konstruksi-A dengan A
NP lagi jomee 'jaguar' (tidak diulang dalam klausa ini); disini segera penanda
tense masa lalu non-saksi mata menunjukkan bentuk maskulin -hino- (dengan
sebelumnya stem-final a berubah menjadi e) dan akhiran verbal deklaratif juga
menunjukkan bentuk maskulin -ka. Dalam (22) klausa kedua adalah konstruksi-O,
ditandai dengan awalan /z/- (lebih khusus, ini digunakan ketika A dan O
keduanya orang ketiga, dalam konstruksi-O); NP A dinyatakan sebagai jomee dan
O NP, yang tidak dinyatakan secara eksplisit, dianggap identik dengan S NP dari
klausa pertama, yaitu fana 'wanita'. Kata kerja kaba 'makan' dalam (22)
mengandung bentuk feminin dari bentuk lampau langsung bukan saksi mata, -
hani-, dan juga bentuk feminin dari sufiks deklaratif, -ke, menunjukkan bahwa di
sini referensi silang O NP. (Perhatikan bahwa untuk akhiran 'kembali' a adalah
feminine dan akhir e maskulin sedangkan untuk akhiran 'deklaratif' pergantian
vokal ini terbalik).
Intra-clausal constituent order (“word
order”)
Dalam linguistik yang menjadi pertanyaan adalah “apa urutan konstituen
inti dalam kasus klausa sederhana”  konstituen ini umumnya berupa frasa
daripada kata-kata. Bahasa terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu: (1) urutan
konstituen yang menjadi indicator fungsi sintaksis dan (2) urutan yang memiliki
cara lain untuk menjukkan fungsi sintaksis.
Sebagai penanda kasus dan sebuah referensi silang, terdapat 3 alternatif
untuk pola ergatif dan akusatif. Sistem tripartite (3 pihak) S, A, O ditandai
dengan berbeda. Hal ini memungkinkan dalam sebuah urutan konstituen jika A
dan O terjadi di satu sisi kata kerja dan S di sisi yang lain.
Semua yang dikutip mempunyai pola ergatif dalam urutan konstituennya
yang dapat menunjukkan ciri ergatif lainnya pada tingkat intra-clausa. Karena,
tatanan konstituen memenuhi beragam fungsi pragmatis dan gramatikal, dalam
menggolongkan suatu bahasa sebagai “ergatif” harus berdasar pada tatanan
konstituennya.
Semantic Basis
Dalam semantik dasar, sistem absolutif-ergatif digeneralisasi dari hubungan semantik
yang berlaku untuk verba seperti ‘break’ dan ‘die’ memberikan identifikasi O dan S
pada semua verba intransitif.
Kemudian, ada cara lain dimana S dihubungkan dengan A dan O.
Contoh:
S = A -> She is knitting (a scarf) -> Absolutif
Dia sedang merajut (syal)
Contoh tersebut merupakan kata kerja transitif yang mana objek NP dapat dihilangkan
secara opsional karena A dan S diperlakukan sama dalam tata bahasa.
S = O -> She tripped, The boy tripped her -> Ergatif
(tidak ada A NP)
Pasangan S = O dapat digambarkan sebagai kata kerja transitif yang mana A NP dapat
dihilangkan (karena S dan O menerima tanda yang sama).
Faktanya, status semantik dasar dari dua jenis pasangan transitif/instransitif yaitu
sama di setiap bahasa. Hanya saja orientasi gramatikal suatu bahasa membuatnya
tampak berbeda.
Markedness (Penanda)
Dalam linguistik, penanda mengacu pada cara kata-kata diubah atau
ditambahkan untuk memberikan arti khusus. Dalam bahasa inggris misalnya, kata
plural/jamak umumnya diberi akhiran –s. Misalnya: dog vs dogs. Selain itu,
terdapat tanda fungsional, seperti dalam kata ‘I’ dan ‘Me’. ‘I’ hanya digunakan
dalam fungsi subjek, sedangkan ‘Me’ tidak ditandai secara fungsional (digunakan
dalam semua posisi; sebagai objek kata kerja, setelah preposisi, dan ketika
membuat kalimat sendiri (mis. Who wants to go? Me!)).
Dalam sistem penandaan, absolutif akan menandai fungsi S dan O dan nominatif S
dan A. Adapun ergatif terkadang penandaannya terbatas pada fungsi A (seperti
bahasa Basque, Yidin, dan Ingush) tetapi dalam banyak bahasa kasus ini memiliki
sejumlah fungsi lebih lanjut seperti dalam bahasa Dyirbal dan bahasa-bahasa
Australia lainnya.
Pada umumnya kasus yang termasuk S tidak bertanda. Dalam hal ini absolutif
tidak ditandai sehubungan dengan ergatif, noiminatif tidak ditandai sehubungan
dengan akusatif. Namun ada kemungkinan nominatif dapat ditandai secara
morfologis sehubungan dengan akusatif.
Absolutive unmarked, ergative marked
Dalam bahasa Yidin, terdapat prinsip-prinsip:
(a) bahwa NP yang ditandai dengan kasus ergatif adalah 'agen pengendali' dari
tindakan transitif; dan
(b) bahwa NP yang merupakan agen pengendali dari tindakan transitif (jika non-
pronominal) ditandai dengan kasus ergatif.
Consider a regular transitive sentence in Yidin:
(26)

Kasus Absolutif (meliputi fungsi S dan O) memiliki realisasi nol. Ergatif pada contoh
di atas adalah –ngu dan instrumental –da. penanda –I pada kata ‘gunda’ merupakan
present tense dengan kata kerja transitif pada konjugasi –I.
Dari contoh (26) baik prinsip (a) maupun (b) terpenuhi. Waguja ‘man’ adalah agen
pengontrol pekerjaan dan ditandai dengan kasus ergatif.
Tetapi pertimbangkan contoh (27), padanan yang antipasif. Di sini A NP yang
mendasari diubah ke fungsi S turunan (biasanya, untuk memenuhi kondisi sintaksis
pada subordinasi dan koordinasi), dan O NP yang mendasari menerima infleksi
lokatif; sejumlah tes tata bahasa menunjukkan bahwa konstruksi antipasif harus
dianggap intransitif.
(27)

Pada contoh (27) prinsip (b) tidak terpenuhi: waguja merupakan agen pengontrol
dari kata kerja intransitif, sehingga kata waguja tidak menerima penandaan ergatif.
Pelanggaran kondisi ini ditunjukkan oleh -:ji-n pada kata kerja. (Harus diperhatikan –
n adalah present tense intransitive pada konjugasi –n; -:I adalah infleksi lokatif pada
jugi ‘tree’).

* Prinsip (b) : bahwa NP yang merupakan agen pengendali dari tindakan transitif (jika non-pronominal)
ditandai dengan kasus ergatif.
Demikian pula, kalimat refleksif – dengan agen sengaja melakukan sesuatu untuk
dirinya sendiri juga merupakan tuturan intransitive:
(28)

Pada contoh (28), waguja dalam fungsi S merupakan kasus absolutif. Dalam contoh
ini prinsip (a) tidak terpenuhi (Agen pengontrol tidak dalam infleksi ergative). Pada
kontruksi (28) menunjukkan aktivitas refleksif yang bertujuan.
Dalam bahasa Inggris ‘The man cut himself’ dapat juga digunakan untuk cedera yang
tidak disengaja (seperti contoh 29) yang berbeda dari contoh (28) terutama dalam
kata galban ‘axe’ menggunakan penanda ergative –du daripada menggunakan infleksi
instrumental –da.

* Prinsip (a) : bahwa NP yang ditandai dengan kasus ergatif adalah 'agen pengendali' dari tindakan transitif.
(29)

Di sini pria itu bisa saja melukai dirinya sendiri dengan tidak sengaja berdiri di atas
kapak, atau membiarkannya jatuh di atas kakinya, atau melukai lehernya sendiri
saat mengayunkannya ke belakang.
Pada (29), memang terdapat ergative (A) dan absolutif (O) NP. Tetapi infleksi
ergative disini tidak menandai ‘agen pengontrol’ (tidak ada pengontrol untuk
kecelakaan semacam ini). Berdasarkan contoh tersebut prinsip (a) tidak terpenuhi;
sehingga kata kerjanya ditandai dengan -:ji-n.

* Prinsip (a) : bahwa NP yang ditandai dengan kasus ergatif adalah 'agen pengendali' dari tindakan transitif.
Contoh terakhir, kita dapat membandingkan kedua contoh berikut:

Kalimat (30) sama dengan kalimat (26), yang merupakan konstruksi transitif yang
normal. ‘The man sees the water’ ; dianggap bahwa dia telah mencari air dan
menemukannya. Kalimat (31) juga transitif; berbeda dengan (29), pada kalimat
(31) memiliki NP ergative dengan referensi manusia yang bisa menjadi agen
pengontrol pekerjaan. Tetapi, penyisipan -:ji-n ke dalam kata kerja (31)
menunjukkan bahwa dalam hal ini pria itu tidak hanya melakukan apa yang telah
ia rencanakan. Berbeda dengan (30), ini berarti 'Orang itu melihat air secara
tidak sengaja’atau murni kebetulan, sama dengan contoh (29), akan tetapi pada
(29) NP tidak bisa mengontrol pekerjaan sedangkan dalam (30) bisa. -:ji-n
dimasukkan dalam (31) untuk menandai tidak terpenuhinya prinsip (b).

* Prinsip (b) : bahwa NP yang merupakan agen pengendali dari tindakan transitif (jika non-pronominal)
ditandai dengan kasus ergatif.
Terlihat bahwa -:ji-n memiliki jangkauan penggunaan yang luas. Pada (27)
ditandai sebagai konstruksi antipasif, refleksif pada (28), sedangkan pada (29)
dan (31) menunjukkan bahwa dalam konstruksi transitif, referensi NP ergative
tidak mengontrol pekerjaan. Sehingga pada (27), (28), (29), dan (31) merupakan
contoh yang tidak terpenuhinya prinsip (a) dan (b) pada bahasa Yidin.
Berdasarkan contoh-contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam bahasa
ergative Yidin pasti menandai satu NP dalam konstruksi transitif sebagai ‘agen
pengontrol’ pada aktivitas/pekerjaan yang dijelaskan oleh kata kerja. Sehingga
disini ergative kontras dengan kasus absolutif tidak bertanda (secara fungsional
dan formal) yang muncul pada S dan O NP.
Nominative Unmarked, Accusative
Marked
Jika terdapat NP dalam klausa, itu akan menjadi NP dalam kasus nominatif.
Kemudian akusatif menjadi kasus yang ditandai. Dalam sistem penanda akusatif
tidak menggunakan akhiran akusatif/genetif namun menggunakan imperatif orang
ketiga.
Mis: Let him eat the fish.
Ket: him -> subjek (orang ketiga)
eat -> eat what? (membutuhkan objek)
the fish -> direct object (accusative case)
Pada sistem kasus penanda nominatif-akusatif, S dan A ditandai dengan cara
yang sama, sedangkan O ditandai dengan cara yang berbeda. Bentuk S dan A
disebut sebagai ‘Nominatif’ dan O sebagai ‘Akusatif’. Sebagai contoh yaitu
bahasa Turki. Pada bahasa Turki, nominatif tidak diberi penanda dan akusatif
diberi penanda dengan suffiks –yi.
Marked Nominative
Penanda Nominatif di Amerika Utara
Penanda nominatif ditemukan pada keluarga Yuman di California. Tiga contoh berikut menggambarkan pola dasar
kasus penanda nominatif khas bahasa Yuman.

Berdasarkan contoh di atas, dapat dilihat bahwa A/S diberi penanda nominatif sufiks –ch, sedangkan O
bertanda nol. Proto Yuman menggunakan bentuk stem pada ‘objek’, tetapi menambahkan sufiks
–ch pada subjek (transitif dan intransitif); sistem ini diikuti di sebagian besar bahasa Yuman modern.
Marking in Cross-Referencing System

Anda mungkin juga menyukai