Anda di halaman 1dari 21

REKONSTRUKSI ALAT MUSIK TURTOISE

LYRE YANG TELAH PUNAH PADA LUKISAN


AMPHORAE YUNANI KUNO
MENGGUNAKAN PEMINDAIAN LASER 3D
(BAGIAN II)

TOPAN BAGUS PERMADI


22/509904/PMU/11364
PROSES PEMBUATAN TURTOISE
LYRE

Proses pembuatan kecapi ini dilaksanakan setelah rangkaian riset terkait turtletoise
lyre selesai dilakukan, seperti menganalisis setiap turtletoise pada amphoera, kajian
literatur terkait lyre pada naskah-naskah kuno dan tinjauan terhadap berkembangan
lyre dari masa ke masa. Proses selanjutnya dalam pembuatan lyre adalah pemilihan
bahan, seperti berikut.
PEMILIHAN BAHAN

 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merekonstruksi ulang instrumen kuno
turtletoise lyre seakurat mungkin, tanpa membiarkan keterbatasan kualitas musik
pada turtletoise lyre yang baru.
 Rekosntruksi pembuatan turtletoise lyre ini menggunakan bahan yang sama persis
di zaman dahulu, mengacu pada teks literatur kuno berjudul Hymne For Hermes.
 Bahan-bahan yang digunakan antara lain Cangkang Kura-Kura, Kayu Maple,
Usus Domba dan Kulit Sapi
KOTAK SUARA LYRE

 Disini peneliti memilih cangkag kura-kura sebagai kotak suara lyre. Di era Yunani
kuno, pembuatan kotak suara dibuat dari tiga spesies kura-kura yang berasal dari
daerah Aega, seperti ‘Testudo Marginata’, Testudo Greacea’ dan ‘Testudo
Hermani’.
 Cangkang kura-kura jenis ‘Testudo Marginata’ adalah jenis cangkang yang sering
digunakan untuk pembuatan kotak suara karena ukurannya yang lebih besar
(Creese). Pada hal ini para pembuat lyre jaman kuno sangat fleksibel dalam
pemilihan ukuran cangkang kura-kura karena sifat materialnya yang bervariasi.
LENGAN, PALANG, JEMBATAN
DAN SENAR LYRE
 Pada bagian atas kotak suara, digunakan kulit sapi. Kemudian untuk lengan, palang dan jembatan
lyre dipilih lah kayu maple. Kayu maple merupakan jenis kayu yang banyak ditemukan di Yunani,
yang biasa digunakan sebagai kayu musikal klasik.
 Saat lyre bergetar, kayu maple dapat menghasilkan timbre musik yang berkualitas tinggi, dimana
dapat mempengaruhi kualitas note dan tone, yang berdasarkan pada berbagai produksi suara dapat
dibedakan (Ward, 1965).
 Kemudian untuk tuning keys dan railpice-nya, peneliti memilih kayu ebony karena memiliki
kualitas yang dapat bertahan lama, terutama untuk menahan tekanan senar yang cenderung konstan.
 Lalu peneliti juga menggunakan tulang sapi untuk bagian sekunder alat musik, seperti pada titik
dimana senar dan palang bertemu untuk menghasilkan suara yang lebih jernih ketika senar bergetar.
 Terakhir adalah usus domba yang dipilih untuk bahan pembuatan senar seperti yang digunakan pada
kecapi kuno. Usus hewan mempunyai tekstur yang elastomer, dimana sifatnya sangat fleksibel.
Pemilihan usus domba ini dipilih karena berdasarkan fakta literatur dimana pada zaman dahulu
hanya usus yang tersedia untuk pembuatan senar.
PROSEDUR PEMBUATAN LYRE

 Prosedur pembuatan dimulai dengan menyiapkan cangkang Kura-Kura yang akan


digunakan sebagai kotak suara.
 Dikarenakan cukup banyak cangkang yang terurai parah akibat pencemaran
lingkungan, menyebabkan kemungkinan suara melalui otak lyre menjadi agak
buruk.
 Untuk mengatasi masalh tersebut peneliti menggunakan lem epocy pada
sambungan scute cangkang. Hal tersebut untuk membuat tekstur cangkang
menjadi lebih kaku, dan dapat meningkatkan kemampuan suara akustiknya seperti
pada gambar berikut.
KETERANGAN GAMBAR

 Pada gambar A dan B kita mendapat proses pengaplikasian lem epoxy pada cangkang, agar cangkang teksturnya menjadi lebih kaku dan
kemampuan akustiknya dapat meningkat
 Pada gambar C kita akan melihat proses pemisahan cangkang bagian atas dan bawah dengan cara di gergaji. Pemisahan ini bertujuan untuk
menambahkan kulit sapi pada bagian bawah cangkang.
 Sebelum kulit sapi tersebut dipasangkan, kulit sapi akan di gerinda terlebih dahulu agar memiliki tingkat yang sama, contohnya seperti pada
gambar D.
 Pada gambar E dan F kita akan melihat penambahan kulit sapi pada bagian sisi terbuka. Hal tersebut dilakukan agar kulit sapi bisa lebih
renggang dengan tekstur yang merata dan mulus pada bagian bawah kota suara.
 Pada gambar G kita akan melihat proses pemotongan lengan dan palang kecapi. Lengan lyre yang digunakan ini terbuat dari kayu Maple.
Agar hasilnya halus, peneliti menggunakan routuer. Selanjutnya lengan-lengan ini akan dipasang pada bagian dalam kotak suara, sebelum
kulit sapi dipasangkan dengan kuat dan menyeluruh.
 Pada Gambar H kita akan melihat proses pengecatan dan pemolesan lyre, agar tampilan lyre terliha lebih menarik. kemudian setelah proses
tersebut senar yang berbahan dasar usus domba dipasang sesuai dengan tuts runing yang telah di buat.
 Pada gambar I kita akan melihat dua sisi bagian sekunder kecapi, yaitu antara tali pengikat lengan dan pleci yang ditempatkan pada
instrumen.
 Jadi proses pada gambar tersebut merupakan proses pembuatan lyre versi Chelys yang paling umum digunakan pada zaman Yunani kuno.
 Kemudian pembuatan lyre versi lain juga dilakukan, yaitu yang versi Barbiton, sebuah jenis lyre yang mempunyai seumlah perbedaan
dengan versi Chelys dimana lengannya Barbiton lebih melengkung dan palangnya lebih tipis. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada gambar
berikut.
LYRE CHELYS
LYRE BARBITON
PENGUJIAN KUALITAS LYRE

 Pada tahap ini peneliti menguji kedua kualitas jenis lyre, untuk menganalisis kemampuan dari kedua
lyre.
 Disini lyre Chelys disetel dengan menggunakan tangga nada musik Yunani kuno (Phyrgian),
kemudian pada lyre Barbiton disetel dalam tangga nada Lydian.
 Skala Phyrgian ini terdiri dari nada E, F, G, A, B, C, D, dan skala Phyrgian terdiri dari nada F, G, A,
B, C, D, E.
 Peneliti mengguanakn ruang anechoic untuk merekam proses eksplorasi dan analisis nada, bersama
dengan PHONIC PAA3 yang merupakan penganalisis audio dengan kemampuan yang cukup akurat.
 Kemudian peneliti juga menggunakan mirkofon kondesor pengukuran Behringer ECM8000, dan
perekam stereo Zoom H4. kedua file audio stereo dihasilkan, satu untuk nada Chelys dan satu lagi
untuk nada Barbiton.
 Selanjutnya audio lebih banya dihasilkan dengan cara membagi setiap ile audio. Beberapa file aduio
lainnya mengacu pada konten audio dari nada-nada yang terpisah.
 Semua file audio yang tersegmentasi kemudian di impor ke dalam Software Sonic
Visualiser. Software ini mempunyai aplikasi Fan untuk melihat dan menganalisis
file audio musik. Dengan ini kedua file audio antara Chelys dengan Barbaton
dapat di deteksi dan dibandingkan satu sama lain.
 Perlu digaris-bawahi bahwa alat musik yang dibuat sebagain besar
dipertimbangkan dengan bahan yang berasal dari alam. Jadi pertimbangan dan
penganalisisan nada dari kedua jenis lyre akan sangat dipertimbangkan.
 Dua sinyal audio berasal dari rekaman nada yang seusai, dimana kedua nada yang dimainkan berasal dari
kedua jenis lyre. Pada tahap rekaman awal, kedua sinyal memiliki durasi 3 detik.
 Selanjutnya pada langkah preprocessing, proses normalisasi sangat penting dilakukan dari kedua sinyal
tersebut. hal ini diarenakan kedua sinyal tersebut harus mengacu pada rentang dinamis yang sama agar dapat
diperbandingkan.
 Proses normalisasi ini dilakukan dengan menggunakan software Adobe Audition dengan ambang batas -3
dB.
 Sinyal audio yang dinormalisasi selanjutnya akan disegmentasi ke dalam jendela temporal yang lebih
pendek, untuk melanjutkan analisis spektral pada frame audio yang lebih pendek.
 Panjang jendela dipilih 10 ms agar bisa memperoleh hasil yang detail.
 Kemudian prosedur segmentasi diimplementasikan melalui pengkodean Python. Dengan ini sebuah basis
data di formulasikan untuk setiap sinyal, termasuk 3/0.01 = 300 segmen audio/frmae.
 Penjelasan lebih rinci perihal fitur-fitur tersebut dibahas dalam karya Lartillot dan Toivianen (2207), serta
Kotsakis, Kaliris, dan Dimoulas (2012a, 2012b). Properti audio tersebut diekstraksi untuk setiap frame
audio. 300 untuk Barbiton dan 300 untuk Chelys, dimana setiap nilai yang sesuai pada gambar berikut ini.
 Pada gambar tersebut, warna biru mengacu pada lyre Barbiton dan warna merah
mengacu pada lyre Chelys
 Dari perbandingan grafik tersebut, terlihat bahwa terdapat kemiripan yang relatif
baik antara kedua jenis lyre, khususnya dalam sifat spectral centroit dan spectral
standard deviation antara sinyal audio dari kedua lyre, menyoroti konten spektral
masing-masing lyre.
 Dapat disimpulkan bahwa kedua lyre tersebut menghasilkan rekaman audio yang
hampir mendekati sama. Secara umum semua kurva akan mengikuti pola yang
sama (dengan penyimpangan kecil yang sesekali diharapkan karena insturmen,
rekaman dan permainan kecapi yang berbeda)., khususnya penyebaran spektrum
lyre Barbiton lebih rendah dari pada kecapi Chelys, sementara matrik
kehalusannya menunjukkan kurva spektrum yang lebih lembut dan stabil.
 Analisis spektral yang lebih menyeluruh dilakukan pada sinyal audio yang berasal
dari kedua lyre, dengan cara meluli fitur parametrik kecerahan spektral (Kotsakis
dkk., 2012a, 2012b; Lartillot dan Toiviainen, 2007).
 Secara spesifik nilai kecerahan spektral menunjukkan fraksi energi yang termasuk di
bawah frekuensi ambang batas, sebagai rasio terhadap total energi spektral.
 Dari sini frekuensi kritis dipilih, dari nilai rendah hingga tinggi untuk
memperbandingkan representasi spetral dari kedua lyre pada pita frekuensi rendah,
menengah dan tinggi.
 Pada kontes ini, nilai ambang batas 500, 1000, 1500, 2000, 3000, 4000, dan 8000
Hz dipilih
 Kemudian gambar grafik berikut ini akan menunjukkan perbandingan dalam
domain spektral antara kedua sinyal Barbito (Biru) dan Chelys (Merah)
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai