Anda di halaman 1dari 54

LAND REFORM

Dr.Januar Agung Saputera,SH,MH,MM


DASAR HUKUM
1. UUPA: Ps. 7,17, 10
2. UU No. 56 Prp Th.1960
3. UU No. 2 Th. 1960
4. PP No. 224 Th. 1961
PENGERTIAN

 Pengertian land reform dalam UUPA meliputi


pengertian yang luas atau disebut Agrarian
Reform, yang meliputi 5 program :
1. pembaharuan hk. Agraria
2. penghapusan hak-hak asing dan konsesi-konsesi
kolonial atas tanah
3. mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur
4. perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan tanah
serta hubungan-hubungan hukum yang bersangkutan
dgn penguasaan tanah Land reform dlm arti sempit
5. perencanaan persediaan dan peruntukan bumi, air, dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya serta
penggunaannya secara terencana sesuai daya dukung
dan kemampuannya
Program Land Reform
(dlm arti sempit) meliputi
1. pembatasan luas maks. Penguasaan tanah
2. larangan pemilikan tanah sec. Absentee
3. redistribusi tanah
4. pengembalian dan penebusan tanah pertanian yang
digadaikan
5. pengaturan kembali perjanjian bagi hasil
6. penetapan luas min. pemilikan tanah pertanian
PENETAPAN LUAS MAKS. PEMILIKAN &
PENGUASAAN TANAH PERTANIAN
Dasar penetapan : Keluarga,yaitu suami, istri,
serta anak-anaknya yang belum kawin dan
menjadi tanggungannya dan jumlahnya 7 orang.
Seorang yang dalam penghidupannya merupakan
satu keluarga, bersama-sama hanya diperbolehkan
menguasai tanah pertanian, baik miliknya sendiri
atau kepunyaan orang lain ataupun miliknya
sendiri bersama kepunyaan orang lain, yang
jumlah luasnya tidak melebihi maksimum dlm
daftar di bawah.
Bagi keluarga yang jumlahnya lebih dari 7 orang,
maka luas maks. Utk setiap angg. Keluarga
selebihnya dari 7 ditambah 10%, paling banyak
50%. Jumlah tanah pertanian yang dikuasai
seluruh anggota keluarga tidak boleh lebih dari 20
ha.
Apabila menguasai sawah dan tanah kering, maka
untuk menghitung luas maksimum tsb luas sawah
dijumlahkan dengan luas tanah kering, dengan
menilai :
Tanah kering = Sawah + 30 % utk daerah tdk padat
 Tanah kering = Sawah + 20% utk daerah padat
Penduduk/km2 Golongan Sawah atau Tanah kering
daerah Ha Ha

S/d 50 Tdk padat 15 20

51 s/d 250 Kurang 10 12


padat
251 s/d 400 Cukup padat 7,5 9

401 ke atas Sangat 5 6


padat
LARANGAN PEMILIKAN TANAH SECARA
ABSENTEE
Dilarang pemilikan tanah pertanian oleh orang
yang bertempat tinggal di luar kecamatan tempat
letak tanahnya, kecuali pemilik yang bertempat
tinggal di kec. Yang berbatasan dgn kec. Letak
tanah, asal jaraknya masih memungkinkan utk
mengerjakan tanah secara efisien.
Tujuan larangan absentee agar hasil yang
diperoleh dari pengusahaan tanah sebagian besar
dapat dinikmati oleh masyarakat desa tempat
letak tanah.
REDISTRIBUSI TANAH
 Menurut PP 224 Th. 1961, tanah yang akan
dibagikan (obyek redistribusi tanah):
1. tanah kelebihan dari batas maks.
2. tanah yang diambil pemerintah karena pemiliknya
bertempat tinggal diluar daerah
3. tanah swapraja dan bekas swapraja yang telah beralih
kepada negara
4. tanah-tanah lain yang dikuasai negara
 Subyek land reform yang akan mendapat tanah
dengan status hak milik mengikuti urutan
prioritas sebagai berikut :
1. Penggarap yang mengerjakan tanah ybs.
2. Buruh tani tetap pada bekas pemilik, yang
mengerjakan tanah ybs,
3. Pekerja tetap pada bekas pemilik tanah ybs.
4. Penggarap yang belum sampai tiga tahun
mengerjakan tanah ybs
5. Penggarap yang mengerjakan tanah hak milik.
PENGEMBALIAN DAN PENEBUSAN TANAH
PERTANIAN YANG
Barang siapa DIGADAIKAN
menguasai tanah dengan hak gadai sudah
berlaku 7 tahun/lebih wajib mengembalikan tanahnya
kepada pemiliknya tanpa menuntut uang tebusan.
Terhadap hak gadai yang belum berlangsung 7 tahun,
maka pemilik tanah dapat meminta kembali setiap
waktu tanahnya setelah selesai dipanen dengan
membayar uang tebusan yang dihitung menurut rumus :

(7 + ½) – waktu berlangsungnya gadai


X uang gadai
7
PERJANJIAN BAGI HASIL
(UU No. 2 Th. 1960)
Penggarap :
Orang tani yang tanah garapannya, yang dengan
perjanjian bagi hasil, tidak lebih dari 3 ha, kecuali
dengan izin menteri dan badan hukum dengan
izin menteri.
Bentuk perjanjian :
Dibuat secara tertulis dihadapan kepala desa dan
disaksikan oleh dua orang,masing-masing dari
pihak pemilik dan penggarap. Kemudian disahkan
oleh camat.
 Jangka Waktu :
 Untuk sawah, min. 3 tahun dan utk tanah kering min.
5 th.
 perjanjian bagi hasil tdk terputus oleh pemindahan
HM
 jika penggarap meninggal, perjanjian bagi hasil
diteruskan ahli warisnya
 pemutusan perjanjian bagi hasil sebelum berakhirnya
jangja waktu, apabila :
1. persetujuan kedua belah pihak dan setelah dilaporkan kepada
kepala desa
2. dengan izin kepala desa atas tuntutan pemilik apabila
penggarap tdk melaksanakan isi perjanjian.
 Pembagian hasil tanah ditetapkan oleh bupati, dgn
memperhatikan jenis tanaman, keadaan tanah,
kepadatan penduduk, zakat, faktor ekonomi, dan
adat
 larangan pemberian uang/barang kepada pemilik
(sromo)
 PBB dibayar oleh pemilik
 Setelah berakhirnya perjanjian bagi hasil, penggarap
mengembalikan tanah kepada pemilik dalam keadaan
baik.
LUAS MINIMUM
PEMILIKAN TANAH PERTANIAN

Petani sekeluarga memiliki tanah pertanian min. 2 ha


Larangan memecah tanah pertanian menjadi kurang 2
ha.
DISTRIBUSI RUMAH TANGGA PERDESAAN MENURUT KELOMPOK
PEMILIKAN LAHAN, TAHUN 2007

40.0

35.0

30.0

25.0

20.0

15.0

10.0

5.0

0.0
Jaw a Luar Jaw a Jaw a+Luar Jaw a

0.0 30.7 20.2 23.1


0.01- 0.25 36.3 21.2 25.4
0.26- 0.50 17.8 11.7 13.3
0.51- 1.00 9.8 16.2 14.4
1.01- 2.00 4.3 18.9 14.9
2.01- 5.00 1.2 9.8 7.4
5.01- 10.00 0.0 1.7 1.2
10.01- 20.00 0.0 0.3 0.2
>20.00 0.0 0.1 0.1

40.0

35.0

30.0

25.0

20.0

15.0

10.0

5.0

0.0
Jaw a Luar Jaw a Jaw a+Luar Jaw a

0.0 30.7 20.2 23.1


0.01-0.25 36.3 21.2 25.4
0.26-0.50 17.8 11.7 13.3
0.51-1.00 9.8 16.2 14.4
1.01-2.00 4.3 18.9 14.9
2.01-5.00 1.2 9.8 7.4
5.01-10.00 0.0 1.7 1.2
10.01-20.00 0.0 0.3 0.2
Luas min 2 ha bertujuan untuk supaya petani dan
keluarganya dapat mencapai taraf penghidupan
yang layak dan mencegah supaya tidak terjadi
fragmentasi tanah pertanian (pemecahan) lebih
lanjut

Pasal 9 ayat (1) UULR yang menyatakan


pemindahan hak atas tanah pertanian, kecuali
pembagian warisan, dilarang apabila pemindahan
hak itu mengakibatkan timbulnya atau
berlangsungnya pemilikan tanah yang luasnya
kurang dari dua hektar
Dua terminologi frgamentasi:
fragmentasi lahan (land fragmentation)
fragmentasi kepemilikan lahan (land holding
fragmnetation).
Dilihat dari urutan sebab akibatnya, fragmentasi
lahan umumnya terjadi akibat adanya fragmentasi
kepemilikan lahan tersebut.
Fragmentasi kepemilikan disebabkan oleh adanya
proses transfer kepemilikan baik karena sistem
warisan ataupun karena proses transaksi jual beli.
DISTRIBUSI PENGUASAAN LAHAN DI PERDESAAN MENURUT CARA
PEROLEHANNYA, TAHUN 2007
80.0
72.8
70.0
58.5
60.0 53.6
50.0
39.6
40.0 36.1

30.0 25.9

20.0

10.0 6.8 5.4


1.2
0.0
JAWA LUAR JAWA JAWA + LUAR JAWA

WARISAN MEMBELI LAINNYA


Fragmentasi lahan pertanian seperti pisau
bermata dua:
kerugian karena fragmentasi itu sendiri
kerugian sector pertanian yang lebih besar jika
fragmentasi diikuti oleh konversi penggunaan lahan
dari pertanian ke non pertanian.
Yang terjadi secara intensif adalah fragmentasi
lahan yang diikuti oleh konversi lahan.
Oleh karena itu, pembahasan mengenai
fragmentasi lahan pertanian tidak bisa dipisahkan
dari diskusi tentang konversi lahan pertanian (two
sides at the same coin).
Konversi Lahan Sawah
Mengkhawatirkan
Selama periode Agustus 1999-Agustus 2002 terjadi
pengurangan lahan sawah yang cukup besar di
Indonesia yaitu 563.159 hektar atau rata-rata
187.720 hektar per tahun
Kalau setiap hektar lahan sawah bisa
menghasilkan 4.5 ton GKG. Berarti kita kehilangan
produksi padi sebesar 2.5 juta ton. Sekitar 5 persen
dari total produksi padi ditingkat nasional.
Konversi Sawah: Jawa vs Luar Jawa
450000
400000
350000
300000
250000
200000
150000
100000
50000
0
Jawa Luar Jawa

LP Bukan Sawah Perumahan Industri Perkantoran Lainnya


Hak Ulayat dan Hukum Adat

Dr.Januar Agung Saputera,SH,MH,MM


 
Pengertian Hak ulayat

Menurut Boedi Harsono (1994:215), Hak ulayat adalah


hak dari suatu masyarakat hukum adat atas lingkungan
tanah wilayahnya, yang memberi wewenang-wewenang
tertentu kepada penguasa adat untuk mengatur dan
memimpin penggunaan tanah wilayah masyarakat
hukum tersebut.
Menurut Maria S.W. Sumardjono (1993), sebagai
istilah teknis yuridis, hak ulayat adalah hak yang melekat
sebagai kompetensi khas pada masyarakat hukum adat,
berupa wewenang/kekuasaan mengurus dan mengatur
tanah seisinya, dengan daya laku ke dalam dan ke luar.
Menurut Ter Haar (1960), Hak Ulayat adalah hak
untuk mengambil manfaat dari tanah, perairan
(sungai, danau, perairan pantai, laut), tanaman-
tanaman dan binatang yang ada di wilayah masyarakat
hukum adat yang bersangkutan.
Menurut sumber lain: Hak Ulayat adalah hak
masyarakat hukum adat yang meliputi hutan, padang
penggembalaan ternak, belukar bekas ladang, tanah-
tanah pertanian yang dikerjakan secara berputar,
perairan darat maupun laut, penambangan tradisional
dan penagkapan ikan sungai dan laut (KPA, 1998).
 
Menurut Pasal 1 angka 4 RUU SDAgraria:
Hak Ulayat adalah kewenangan masyarakat hukum adat
untuk mengatur secara bersama-sama pemanfaatan tanah,
perairan, tanaman serta binatang-binatang yang ada di
wilayah masyarakat hukum yang bersangkutan, sepanjang
tidak bertentangan dengan kepentingan nasional
Kesimpulan: hak ulayat adalah hak masyarakat hukum adat
terhadap tanah dan perairan serta isinya yang ada di
wilayahnya berupa wewenang menggunakan dan mengatur
segala sesuatu yang berhubungan dengan tanah dan perairan
serta lingkungan wilayahnya di bawah pimpinan kepala adat.
 
 
Kriteria penentu masih ada atau tidaknya
hak ulayat (Sumardjono, 1999)
a) Adanya masyarakat hukum adat yang memenuhi
ciri-ciri tertentu sebagai subyek hak ulayat,
b) Adanya tanah/wilayah dengan batas-batas tertentu
sebagai lebensraum (ruang hidup) yang merupakan
obyek hak ulayat;
c) Adanya kewenangan masyarakat hukum adat untuk
melakukan tindakan-tindakan tertentu yang
berhubungan dengan tanah, sumber daya alam lain
serta perbuatanperbuatan hukum.
Subyek hak masyarakat atas wilayah adatnya (hak
ulayat) Masyarakat hukum adat
Masyarakat hukum adat di Indonesia merupakan
masyarakat atas kesamaan;
teritorial (wilayah),
Genealogis (keturunan), dan
teritorial-genealogis (wilayah dan keturunan),
sehingga terdapat keragaman bentuk masyarakat adat
dari suatu tempat ke tempat lainnya
Obyek hak masyarakat atas wilayah adatnya
(hak ulayat)
tanah,
air,
Tumbuh tumbuhan, dan
binatang,
Wewenang Masyarakat Adat atas Tanah dan
Sumber Daya Hutan
1) Mengatur dan menyelenggarakan penggunaan tanah
(untuk pemukiman, bercocok tanam, dll), persediaan
(pembuatan pemukiman/persawahan baru dll), dan
pemeliharaan tanah.
2) Mengatur dan menentukan hubungan hukum antara
orang dengan tanah (memberikan hak tertentu
kepada subyek tertentu)
3) Mengatur dan menetapkan hubungan hukum antara
orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang
berkenaan dengan tanah (jual beli, warisan dll).
Wewenang masyarakat adat

semua yang ada di atas tanah (pepohonan, binatang,


bebatuan yang memiliki makna ekonomis);
didalam tanah bahan-bahan galian), dan juga
sepanjang pesisir pantai,
juga diatas permukaan air,
di dalam air maupun bagian tanah yang berada
didalamnya
Wilayah Hukum adat
Suatu wilayah yang didiami oleh sekelompok orang yang
corak corak kehidupan termasuk hukum adat mereka
yang hampir bersamaan ditandai oleh :
1. Sistim garis keturunan yang sama
2. Pola pola perkawinan yang sama
3. Bahasa pengantar / Bahasa daerah yang sama
4. Struktur kemasyarakatan yang sama
Hukum adat dalam masyarakat
Minangkabau
Adat adalah :
Pola kehidupan masyarakat berbentuk pola tingkah laku
yang berkembang sesuai dengan sejarah perkembangan
masyarakat yang bersangkutan, menyangkut semua aspek
kehidupan masyarakat, baik dalam aspek hidup pribadi ,
baik dalam hubungan antara manusia dengan sang
pencipta , hubungan manusia dengan machluk halus,
maupun hubungan antara manusia.

Hukum Adat : Pola prilaku masyarakat yang diberi sanksi


apabila melanggarnya.
2.Pengakuan Hak ulayat dan perundang-
undangan
Pasal 3 UUPA menegaskan keberadaan hak ulayat dengan menyatakan:
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2,
pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak serupa itu dari masyarakat-
masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada,
harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional
dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan yang
lain yang lebih tinggi.Pengakuan eksistensi hak ulayat oleh UUPA tetap
dibatasi oleh eksistensinya dan pelaksanannya.  Artinya, pengakuan itu
akan diberikan kepada hak ulayat yang memang secara faktual masih
berlangsung, dan bahwa pelaksanaan hak ulayat itu harus
memperhatikan kepentingan bangsa secara keseluruhan.
Rancangan UUSDAgraria, Pasal 6 menyatakan:
Hak Ulayat masyarakat hukum adat atas tanah, perairan,
tanaman dan binatang dalam wilayahnya yang menjadi
sumber kehidupan dan mata pencahariannya, yang pada
kenyataannya masih berlangsung, diakui, dihormati dan
dilindungi sesuai dengan dinamika perkembangan
masyarakat hukum adat, kepentingan nasional dan negara
dan prinsip Negara Kesatuan RI serta pelaksanaannya tidak
boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi.
Pengakuan Hak Ulayat yang masih berlangsung, dikukuhkan
dengan peraturan perundang-undangan berdasarkan kriteria
tertentu dan hasil penelitian yang melibatkan masyarakat
hukum adat ybs, instansi terkait, akademisi dan lembaga
swadaya masyarakat.
Menurut ketentuan Pasal 6 ayat (3) RUU SDAgraria,
kriteria masih berlangsungnya hak ulayat meliputi
unsur-unsur:
masyarakat hukum adat;
wilayah tempat hak ulayat berlangsung;
hubungan, keterkaitan dan ketergantungan
masyarakat hukum adat dengan wilayahnya;
adanya kewenangan untuk mengatur secara bersama-
sama pemanfaatan tanah, perairan, tanaman serta
binatang-binatang yang ada di wilayah masyarakat
hukum ybs., berdasarkan hukum adat yang berlaku
dan ditaati masyarakatnya.
Ketentuan tersebut kemudian diatur dalam RUU
SDAgraria Pasal 6 ayat (5) menyatakan:
“Dalam hal di atas hak ulayat akan diberikan suatu
hak tanah atau ijin pemanfaatan sumberdaya agraria
kepada pihak ketiga, hak ulayat masyarakat hukum
adat tersebut harus dilepaskan terlebih dahulu setelah
memperoleh persetujuan tertulis dari masyarakat
hukum adat ybs.”
 
Dalam hal ijin pemanfaatan SDAgraria, ketentuan Pasal
26 ayat (3) RUU SD Agraria menyatakan:
“Dalam hal sumberdaya agraria yang akan diberikan
terletak di dalam wilayah hak ulayat, maka pemberian
ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
dengan persetujuan tertulis masyarakat hukum adat
yang bersangkutan”.
Dalam memperoleh hak tanah atau ijin pemanfaatan
sumberdaya, Pasal 29 ayat (3) menentukan:
“Dalam hal sumberdaya agraria terletak dalam wilayah
hak ulayat, tatacara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, meliputi pula tatacara yang berlaku dalam
hukum adat ybs.
3.Pengingakaran terhadap hukum adat
1. UU No. 4 Tahun 2009
Undang-undang Pertambangan mineral dan Batu bara

Di lihat dari kewenangan pemerintah di dalam pengelolaan


pertambangan mineral dan batubara terlihat dengan jelas
ketidak berpihakan pemerintah terhadap hak ulayat yang
mana penguasaan tanah berdasarkan hak ulayat itu oleh
persekutuan hukum adat itu dipergunakan sebesar-besarnya
untuk kesejahtraan daripada persekutuan masyarakat adat
itu sendiri. Pemerintah hanya mengantisifasi apabila terjadi
konflik internal masyarakat yang ada dikawasan
pertambangan.
Wilayah Pertambangan
Pasal 9
(1) WP sebagian dari tata ruang nasional merupakan landasan bagi penetapan
kegiatan pertambangan.
(2) WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah setelah
berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan berkonsultasi dengan Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

PEMBAHASAN
Bahwa di dalam ketentuan pasal 9 tersebut diatas hak ulayat yang merupakan
hak penguasaan tanah oleh persekutuan hukum adat tidak dijadikan
pertimbangan khususKalau kita tinjau dari segi ciri-ciri hak ulayat : hanya
persekutuan hukum itu sendiri beserta warganya yang berhak dengan bebas
mempegunakan tanah-tanah liar diwilayah kekuasaannya. Orang luar hanya
boleh mempergunakan tanah dengan izin penguasa persekutuan tersebut, tanpa
itu di dianggap melakukan pelanggaran. Warga persekutuan hukum boleh
mengambil manfaat dari wilayah hak ulayat dengan ijin kepala persekutuan
hukum adat.
Sehingga dapat disimpulkan UU No. 4 Tahun 2009, merupakan pengingkaran
terhadap hak ulayat oleh pemerintah.
2. UU. No. 41 TAHUN 1999 tentang penguasaan Hutan
Penguasaan hutan
Pasal 4
(1) Semua hutan di wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat
(2) Penguasaan hutan oleh Negara sebagaimana dimaksud ayat (1) memberi
wewenang kepada pemerintah untuk :
a. Mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan,
kawasan hutan, dan hasil hutan.
b. Menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau
kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan; dan
c. Mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang
dengan hutan, serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai
kehutanan.
(3) Penguasaan hutan oleh Negara tetap memperhatikan hak masyarakat
hukum adat, sepanjang kenyataan masih ada dan diakui keberadaannya,
serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.
PEMBAHASAN

Pasal 9
(1) Untuk kepentingan pengaturan iklim mikro, estetika, dan resapan air, disetiap
kota ditetapkan kawasan tertentu sebagai hutan kota.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

PEMBAHASAN
Di daerah perkotaan sekalipun pasti ditemukan persekutuan hukum adat yang
notabena masih ditemukan hak ulayat. Dengan ketentuan pasal 9 di atas seringkali
kita temukan pengingkaran hak ulayat bahkan pengingkaran hak milik perorangan.
Seperti ditetapkannya kawasan tertentu sebagai hutan kota atau jalur hijau. Pada
saat kepentingan masyarakat adat dengan hak ulayat ataupun kepentingan
perseorangan dengan hak miliknya untuk kepentingan lain sangat tidak
memungkinkan merubah ketetapan kawasan hutan kota atau kawasan jalur hijau
tersebut.
Sehinga dapat disimpulkan bahwa UU 41 Tahun 1999 adalah suatu pengingkaran
atas keberadaan hak ulayat oleh pemerintah.
 UU No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan gas bumi

PENGUASAAN DAN PENGGUNAAN


Pasal 4

(1) Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam strategis takterbarukan yang
terkandung di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan kekayaan
nasional yang dikuasai oleh negara.
(2) Penguasaan oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan oleh
Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan pertambangan.
(3) Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan membentuk Badan Pelaksana
sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat 23.

PEMBAHASAN

Pengakuan hak ulayat oleh pemerintah sebatas hak ulayat itu tidak dipergunakan oleh
pemerintah untuk kepentingan Negara dan bangsa. Apabila hak ulayat itu dipakai oleh
pemrintah untuk kepentingan Negara maka secara otomatis hak ulayat itu dikuasai oleh
Negara.
Begitu pula dengan rencana pemerintah membangan pertambangan minyak dan gas
bumi di wilayah hak ulayat, maka persekutuan hukum adat itu diharuskan untuk
menyerahkan hak ulayat itu menjadi tanah yang dikuasai oleh Negara yang nantinya
dipakai sebagai salah satu kekayaan nasional yang dikuasai oleh Negara.
Pasal 20
(1) Data yang diperoleh dari survey Umum dan/atau Eksplorasi dan
Eksploitasi adalah milik Negara yang dikuasai oleh pemerintah.
(2) Data yang diperoleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap di
Wilayah kerjanya dapat digunakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha
Tetap dimaksud selama jangka waktu kontrak kerjasama.
(3) Apabila Kontrak Kerja Sama berakhir, Badan Usaha atau Bentuk
Usaha Tetap wajib menyerahkan seluruh data yang diperoleh selama
masa kontrak kerja sama kepada Mentri melalui badan pelaksana.
(4) Kerahasiaan data yang diperoleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha
Tetap di Wilayah Kerja berlaku selama jangka waktu yang ditentukan.
(5) Pemerintah mengatur, mengelola, dan memanfaatkan data
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) untuk merencanakan
penyiapan pembukaan Wilayah Kerja.
(6) Pelaksanaan ketentuan mengenai kepemilikan, jangka waktu
penggunaan, kerahasiaan, pengelolaaan, dan pemanfaatan data
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
PEMBAHASAN
Melihat Dari ketentuan pasal 20 UU Minyak dan Gas Bumi dinyatakan
eksplorasi dan eksploitasi adalah milik Negara yang dikuasai oleh
pemerintah, dalam hal ini menurut pendapat saya meskipun
perusahaan minyak dan gas bumi itu berbentuk BUMN tetap Negara
hanya komposisinya adalah menguasai bukan memiliki, pemerintah
dalam hal ini mengelola sumber daya alam itu. Kalau dalam konteks
berpikir memiliki berarti semua asfek tanah yang dikuasai oleh
persekutuan hukum adat maupun perseorangan dapat dimiliki oleh
negara , kalau itu terjadi bagaimana kalau terjadi dampak bagi
masyarakat persekutuan adat di wilayah perusahaan minyak dan gas
bumi itu.
Di sinilah terlihat jelas pengingkaran hak ulayat, kekawatiran
masyarakat yang berada diwilayah tersebut yang tanah persekutuan
hukum adat itu dipergunakan untuk pertambangan berdampak
bencana berkepanjangan yang tidak bisa ditanggulangi akibat
kerusakan alam. Masyarakat hanya bisa pasrah menerima kenyataan
yang harus mereka hadapi.
PEMBERIAN HAK ATAS TANAH
I. ATURAN DASAR PEMBERIAN HAK ATAS TANAH DAN
PENDAFTARAN TANAH

1. UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 Tentang Hak Guna Usaha,


Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah

4. PMNA/Ka.BPN Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan PP


No.24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

5. PMNA/Ka.BPN Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian dan


Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan

6. Peraturan Ka.BPN RI Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Pelimpahan


Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran
Tanah
7. Peraturan Kepala Daerah Propinsi DIY Nomor 3 Tahun 1984 Tentang
Pelaksanaan Berlaku Sepenuhnya UU No.5 Tahun 1960 di Provinsi DIY

47
Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA):


(1) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3)
Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud
dalam pasal 1, bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan
alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi
dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh
rakyat.
(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1)
pasal ini memberi wewenang untuk:
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,
penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi,
air dan ruang angkasa tersebut;
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan
hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan
ruang angkasa;
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan
hukum antara orang-orang dan perbuatan
perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan
ruang angkasa.
(3) Wewenang yang bersumber pada hak
menguasai dari Negara tersebut pada ayat (2) pasal ini
digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran
rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan
kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum
Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
(4) Hak menguasai dari Negara tersebut di atas
pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah daerah
Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat,
sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960

(1) Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud
dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang
disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik
sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.

(2) Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang
untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan
air serta ruang yang ada diatasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang
langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut
undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.

(3) Selain hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam ayat (1)
pasal ini ditentukan pula hak-hak atas air dan ruang angkasa.
Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 :

(1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan


pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan -
ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi :


a. pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah;
b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
c. pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat.

(3) Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan


Negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan
penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.

(4) Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan


dengan pendaftaran termaksud dalam ayat (1) diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat
yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.
 Pemberian Hak Atas Tanah adalah penetapan Pemerintah yang
memberikan suatu hak atas tanah negara, perpanjangan jangka waktu
hak, pembaharuan hak, perubahan hak, termasuk pemberian hak
diatas Hak Pengelolaan.

 Perpanjangan Hak adalah penambahan jangka waktu berlakunya


suatu hak atas tanah tanah mengubah syarat-syarat dalam pemberian
hak tersebut, yang permohonannya dapat diajukan sebelum jangka
waktu berlakunya hak atas tanah yang bersangkutan berakhir.

 Pembaharuan Hak adalah pemberian hak atas tanah yang sama


kepada pemegang hak yang sama yang dapat diajukan setelah jangka
waktu berlakunya hak yang bersangkutan berakhir.
 Perubahan Hak Atas Tanah adalah penetapan Pemerintah
mengenai penegasan bahwa sebidang tanah yang semula dipunyai
dengan sesuatu hak atas tanah tertentu, atas permohonan pemegang
haknya, menajdi tanah Negara dan sekaligus memberikan tanah
tersebut kepadanya dengan hak atas tanah jenis lainnya.

 Pembatalan Hak Atas Tanah adalah pembatalan keputusan


pemberian hak atas tanah atau sertipikat hak atas tanah karena
keputusan tersebut mengandung cacad hukum administrasi dalam
penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Anda mungkin juga menyukai