Budaya adalah pengetahuan untuk memahami lingkungan Sukubangsa adalah penggolongan sosial Budaya dan Sukubangsa berbeda, Satu sukubangsa bisa mempunyai banyak kebudayaan dan Sukubangsa bisa berada di semua arena sosial dan wilayah yang berbeda-beda Sistem suku bangsa sebuah tatanan kehidupan atau kebudayaan yang digunakan sebagai acuan atau pedoman untuk hidup sebagai warga masyaraat sukubangsa yang bersangkutan, baik sebagai pribadi ataupun sebagai warga masyarakat suku bangsa. Secara operasional kebudayaan sukubangsa terwujud: dalam bentuk pranata- pranata social yang ada dalam masyarakat sukubangsa, seperti: keluarga, pasar, pemerintahan desa, hokum adat dll. KEGUNAAN DARI BATAS KESUKUBANGSAAN Adanya otonomi daerah Penguasaan propinsi/kabupaten berdasarkan putra daerah Putra daerah didasari pada sukubangsa Adanya sistem hak ulayat berdasar pada budaya sukubangsa mengenai wilayah Menghindari konflik antar sukubangsa APA ITU SUKUBANGSA? Suku bangsa (ethnic) ethnos (Yunani) kelompok orang yang satu ciri khas (satu identitas karena satu keturunan) Batas sukubangsa yang dipakai pada masa lalu: Ciri-ciri penggunaan benda-benda budaya yang sama oleh penduduk Penggunaan benda-benda budaya yang sama dipakai sebagai batas budaya sukubangsa Sukubangsa sebuah pengorganisasian social mengenai jatidiri yang askriptif ketika anggota sukubangsa mengaku sebagai anggota suatu sukubangsa karena dilahirkan oleh orang tua dari sukubangsa tertentu atau dilahirkan di dan berasal dari sesuatu daerah tertentu. Jatidiri sukubangsa tidak dapat dibuang atau diganti dia tetap melekat dalam diri seseorang sejak kelahirannya, meskipun jatidiri sukubangsa dapat disimpan atau tidak digunakan dalam interaksi Jatidiri akan Nampak karena adanya atribut-atribut yang digunakan oleh pelaku dalam mengekspresikan jatidirinya sesuai dengan hubungan status atau posisi masing-masing. Dalam hubungan antarsukubangsa, atribut kesukubangsaan adalah: ciri-ciri fisik atau rasial gerakan-gerakan tubuh atau muka ungkapan-ungkapan kebudayaan nilai-nilai budaya keyakinan keagamaan Seseorang yang dilahirkan, mau tidak mau harus hidup dengan berpedoman pada kebudayaan sukubangsanya Setiap anggota masyarakat dilahirkan dan dididik dan dibesarkan dalam suasana askriptif primordial kesukubangsaan. Muncul secara jelas pembedaan siapa ‘saya’ siapa ‘dia/kamu’, ‘mereka’. Dalam ruang lingkup batas-batas kesukubangsaan ini, stereotip dan prasangka berkembang dan menjadi mantap dalam suatu kurun waktu hubungan antar sukubangsa yang tidak terbatas. Akibatnya banyak saling salah pengertian dalam komunikasi antarsukubangsa. IDENTIFIKASI SUKUBANGSA Mitologi sebagai acuan dari sejarah keberadaan kelompok manusia yang bersangkutan, Kosmologi yang berlaku pada kelompok sosial tersirat batas wilayah pada areal tertentu Sistem penguasaan atas tanah yang menggunakan sistem pengorganisasian dari kelompok sosial (biasanya berupa hak ulayat). Sistem organisasi sosial yang tergambar pada sistem kekerabatannya yang mengarah pada salah satu jenis kelamin (patrilineal atau matrilineal atau parental). Beberapa ciri yang mendukung seperti pola permukiman, arah dari permukiman, bentuk dan arsitektur rumah. MALINOWSKI Kajian klasik Malinowski (1922, 1941) memandang kelompok etnik sebagai suatu kasatuan budaya dan teritorial yang tersusun rapi dan dapat digambarkan kedalam sebuah peta etnografi. Setiap kelompok memiliki batas-batas yang jelas (well-defined boundaries), memisahkan satu kelompok etnik dengan lainnya. Secara de -facto masing-masing kelompok itu memiliki budaya yang padu (cultural homogenity). Terlihat di dalam organisasi kekerabatan, bahasa, agama (sistem kepercayaan), ekonomi, tradisi (hukum), maupun pola hubungan antar kelompok etnik, termasuk dalam pertukaran jasa dan pelayanan Atas dasar kajian ini, Malinowski mengembangkan asumsi bahwa kelompok etnik merupakan prototipe 'bangsa' (nation). Dia menegaskan bahwa batas-batas suatu bangsa dapat dituangkan ke dalam sebuah peta etnografi. Apabila asumsi Malinowski (1941) ini dapat diterima maka batas-batas suatu bangsa akan dapat ditentukan dengan sangat jelas (well-defined boundaries), karena masing-masing bangsa di samping memiliki batas-batas administrasi teritorial, juga memiliki batas-batas ' de facto ' budaya dan keturunan (ras). Asumsi Malinoswki mengenai batas-batas etnis di atas ternyata didukung oleh penemuan-penemuan dan kajian empiris yang dilakukan kemudian oleh Edmund Leach (1954), Jack Goody (1956), Frederik Barth (1969), atau Michael Moerman (1965, 1968). Seperti dinyatakan oleh Southall (1970) bahwa tidak seperti yang semula diduga oleh Malinowski, batasbatas kelompok etnis ternyata sangat ambigu dan sukar ditetapkan. Kelompok-kelompok etnik bukan selalu merupakan suatu kelompok (tribe) yang sederhana dengan budaya yang tersusun rapi serta wilayah teritorial yang definitif, serta mudah dibedakan batas-batasnya satu dengan lain. Menurut Barth (1969) kelompok-kelompok etnik tidak hanya didasarkan pada teritorial yang ditempatinya atau suatu system rekrutmen baku yang diberlakukan, tetapi pada pernyataan dan pengakuan yang berkesinambungan mengenai identifikasi dirinya. Batas-batas etnik dewasa ini telah melintasi kehidupan social budaya kelompok lain dan melahirkan pola tingkah laku dan hubungan social yang kompleks FREDERIK BARTH Bagaimana mengidentifikasi, bahwa seorang itu adalah anggota kelompok tertentu? Jawabannya ialah apabila dia memiliki kriteria yang sama dalam penilaian dan pertimbangan (evaluation and judgement). Dua faktor inilah, menurut Barth yang paling fundamental yang memungkinkan sesama mereka dapat melakukan 'playing the same game' yang disebutnya sebagai batas-batas social (social boundaries) (Barth 1969:15). Dengan demikian, maka batas-batas etnik yang paling penting menurut Barth adalah batas-batas sosial, walaupun masing-masing mereka memiliki teritorial sendiri. Sementara itu, Levine dan Campbell (1972) mengurut jumlah kendala yang menyulitkan untuk menelusuri batas-batas etnik, seperti: 1. Adanya wilayah antar penetrasi komunitas etnik; 2.Terjadinya kesinambungan variasi dalam karakteristik budaya dan bangsa masing- masing kelompok etnik; 3. Kesukaran dalam mendapatkan persetujuan bersama terhadap batasbatas etnik dan label yang dipergunakan; 4.Maraknya kehidupan lintas komunitas etnik, terutama di bidang ekonomi dan perdagangan; 5.Adanya perubahan-perubahan identitas dan gaya hidup terutama di daerah perkotaan yang dapat dijadikan garis pembatas kelompok-kelompok etnik ini menurut Levine dan Campbell; garis pembatas itu adalah 'ideologi etnik', seperti nama kelompok, kepercayaan (mitologi) terhadap keturunan dan asal usul. Beberapa karakteristik lainnya yang memudahkan untuk membedakannya ialah dialek bahasa, ekologi kehidupan ekonomi (mode of subsistence), budaya material, organisasi sosial, agama dan gaya hidup Jenkins melihat bahwa kesukubangsaan sama dengan primodialitas. Primordialitas (Geertz, 1977) sebagai sebuah jati diri perorangan atau pribadi, yang secara kolektif diratifikasi dan secara public diungkapkan, yang merupakan sebuah keteraturan dunia. Primordial, yaitu perasaan yang dipunyai oleh perorang, berkenaan dengan kehadirannya dengan kehidupannya di dunia ini sebagai suatu takdir bahwa dia dilahirkan dan dibesarkan dalam suatu lingkungan keluarga dan kerabat, keyakinan keagamaan, bahasa, berbagai adat, serta system-system makna yang ada dalam kebudayaannya Konsep ini digunakan Geertz untuk memahami proses-proses integrasi nasional yang terjadi pada Negara yang baru terbentuk atau Negara berkembang. BATAS KELOMPOK-KELOMPOK ETNIK Batas etnik menunjuk kepada suatu kelompok, bukan sifat budaya yang ada di dalamnya. Batas kelompok etnik batas social (mungkin menyangkut juga batas wilayah) Karna kelompok etnik bukan semata-mata ditentukan oleh wilayah yang didudukinya, namun juga dengan pengungkapan dan pengukuhan yang terus- menerus. Bila sebuah kelompok tetap mempertahankan identitasnya sementara anggotanya berinteraksi dengan kelompok lain, hal ini menandakan adanya suatu kriteria untuk menentukan keanggotaanya dalam kelompok tersebut. Ini menandakan mana yang anggota kelompoknya/mana yang bukan Batas etnik menyalurkan kehidupan social Batas etnik sering merupakan tatanan perilaku dan hubungan social Mengidentifikasikan orang lain sebagai bagian dari suatu kelompok etnik lain, berarti menerapkan kriteria penilaian dan peradilan baginya. Menjadi bagian ketika orang lain tersebut ‘bermain dalam permainan yang sama’, mencakup berbagai sector dan ruang lingkup aktivitasnya. Menjadi orang asing menyatakan adanya pembatasan dalam pengertian bersama, adanya perbedaan kriteria dalam mempertimbangkan nilai-nilai dan penampilan, serta adanya interaksi yang terbatas pada sector-sector yang diasumsikan mengandung pengetian yang sama dan diminati Bersama Dalam pelestarian batas etnik terdapat situasi kontak social antara orang-orang dengan budaya yang berbeda Kelompok etnik hanya dikenal sebagai unit bila kelompok itu memperlihatkan perilaku yang berbeda perbedaan budaya. Sistem social polietnik (Furnivall) masyarakat dari berbagai etnik yang terintegrasi dalam suatu tempat dan diatur oleh suatu system pemerintahan yang didominasi oleh suatu kelompok etnik, namun tetap memperlihatkan kebhinekaan/keragaman budaya. Identitas kesukubangsaan bertahan jika: Pedoman Hidup, karena orang akan selalu berusaha membatasi dirinya untuk tidak berperilaku menyimpang, karena khawatir dapat merusak citra identitas kelompok etniknya. Adanya hukuman yang bukan saja dari dalam kelompoknya, tetapi juga dari luar kelompoknya. KETERGANTUNGAN ANTAR KELOMPOK-KELOMPOK ETNIK Ikatan positif yang menjalin hubungan antara beberapa kelompok etnik dalam suatu system social yang lebih luas sangat tergantung pada sifat budayanya yang saling melengkapi. Adanya hubungan yang saling ketergantungan/simbiosis. Jika tidak ada, pengaturan batas etnik juga tidak akan ada, interaksi yang terjadi adalah tanpa identitas etnik. Keharmonisanpola hubungan antar suku bangsa sangat ditentukan cara masing-masing menampilkan atribut ke suku-bangsaannya Atribut ini akan ditampilkan (di dalam maupun di luar wilayahnya sebagai upaya mengadaptasikan diri dengan masyarakat luar. Masing-masing suku bangsa punya cara tersendiri dalam mengadaptasikan diri nya Pengukuhan akan ciri khas kesuku bangsaan ini bahkan dilakukan melalui pengorganisasian diri secara formal Tujuan organisasi formal menguatkan solidaritas dan membangkitkan nilai-nilai kesuku-bangsaan pada setiap anggota Pemegang kekuasaan bisa mengayomi sekaligus dihormati (solidaritas sosial) Penguatan atribut ke suku bangsaan ini akhirnya akan mempengaruhi bentuk dominasi masing-masing suku bangsa di sebuah wilayah Dominasi – Subordinasi kekuasaan Mayoritas – Minoritas jumlah populasi Mayoritas belum tentu dominan minoritas belum tentu tidak dominan Dominasi ke suku bangsaan di sebuah wilayah budaya suku bangsa yang dominan akan menjadi budaya acuan. Bila suku bangsa dominan adalah pemilik wilayah terjadi penguatan budaya lokal sebagai acuan Sebaliknya, bila suku bangsa dominan adalah pendatang terjadi penyusupan budaya acuan ke dalam budaya lokal diciptakan budaya baru (asimilasi) Pola hubungan antar suku bangsa ini juga memunculkan pengalaman khas dalam diri individual Hasil pengalaman ini lalu disosialisasikan ke anggota lainnya melahirkan pengetahuan bersama dalam suku bangsanya Pengetahuan bersama tentang suku bangsa lain ini bisa dalam bentuk persepsi dan bisa juga kemudian diujudkan dalam bentuk prilaku (1) Persepsi sepihak suku bangsa satu dengan suku bangsa lainnya Stereotype (penilaian umum) persepsi umum berangkat dari pengalaman atau informasi terbatas Prejudice (prasangka) persepsi hasil pengamatan sementara yang melahirkan kesimpulan yang cenderung emosional (mengarah ke negatif) (2) Perilaku pemisahan sepihak terhadap kelompok suku bangsa lain Stigma sosial (perilaku pengucilan) bertujuan untuk menguatkan kekuasaannya Belanda penjajah Islam teroris Deskriminasi (perilaku pengucilan) bertujuan untuk menghilangkan Cina menguasai Madura perampas tanah Yahudi perusak ras Aria Di sisi lain, munculnya persepsi dan perilaku kelompok lain terhadap diri, kelompok dan suku bangsanya berupaya menguatkan diri dalam bentuk pengelompokan (1) Klik pengelompokan berdasarkan daerah asal atau etnis (2) Kroni pengelompokan yang diperluas ke luar etnisnya karena merasa senasib (persamaan sosial) kelompok reuni SMA dll Nepotisme kerjasama yang dilakukan demi kepentingan klik atau kroni nya sendiri. Menggagas budaya nepotisme ? Nepotisme kah ? TERIMA KASIH