Anda di halaman 1dari 43

PANCASILA

OLEH
AGUS SUSANTO, S.IP.,M.SI
Pertemuan Ke-
6

DINAMIKA PELAKSANAAN
UUD NKRI
The Foundhing Fathers NKRI, merumuskan dasar
pendirian negara melalui pendekatan populistik, yang
ditandai dengan mengadopsi ide-ide welfare state, dan
pendekatan nasionalistik tercermin dalam pluralistik
kebangsaan yang dibingkai dalam format "kesatuan-
republik".
Bentuk republik dan susunan kesatuan
dirumuskan dalam pikiran moralis dan integralistik
dalam satu kesatuan dan persatuan, yang di satu sisi
mengedepankan aspek penegakan keadilan dan
kepentingan negara yang bersifat universalistik,
dan pada sisi lainnya aspek kepentingan individu
partikularistik disingkirkan. Konstruksi pemikiran
demikian signifikan antara ide negara integralistik
dengan slogan nasionalisme, seperti persatuan dan
kesatuan yang terbingkai dalam Negara Kesatuan
MAKNA PASAL 33 UUD NRI 1945 TENTANG
SISTEM EKONOMI

Sistem ekonomi Indonesia sejak kemerdekaan, yang


sudah 77 tahun umurnya, praktis sama saja dengan
kita selama sekian abad berada di bawah
penjajahan asing. Sistem ekonomi yang
berkembang sampai saat ini masih bersifat
liberal-kapitalistik-pasar bebas, sekaligus
dualistik.
Padahal, UUD 1945 menyatakan,
1. ”Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan” (Pasal 33 Ayat 1);
2. ”Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara” (Pasal 33
Ayat 2);
3. ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat” (Pasal 33 Ayat 3); dan
4. ”Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”
(Pasal 33 Ayat 4).
5. Lalu disambung lagi dengan Pasal 34 Ayat 1: ”Fakir miskin dan
anak-anak yang telantar dipelihara oleh negara”; Ayat 2:
”Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh
rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak
mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”; dan Ayat 3:
”Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
Meskipun mendapat protes dan kecaman dari masyarakat
luas, DPR tetap ngotot untuk mengesahkan revisi UU Minerba No. 3
Tahun 2020, yang kemudian ditandatangani oleh Presiden pada 10
Juni 2020. Padahal isi pasal-pasal dalam UU Minerba sangat
kontroversial bahkan mengabaikan sisi konservasi lingkungan hidup
serta jauh dari tujuan mensejahterakan masyarakat luas. Apa saja
resiko yang bakal dialami oleh masyarakat akibat adanya UU
Minerba ini?

1. Masyarakat Tidak Lagi Bisa Protes ke Pemerintah Daerah


Sebelum UU No. 4 Tahun 2009 dihapus dan digantikan dengan UU
Minerba, sebuah perusahaan atau perorangan apabila ingin
melakukan aktifitas pertambangan di suatu daerah harus ijin dulu ke
Pemda Kabupaten atau Kota setempat. Dimana nantinya Pemda di
tiap lokasi pertambangan memiliki tugas dalam melakukan
pembinaan, penyelesaian konflik bahkan pengawasan usaha
pertambangan.
2. Resiko Dipolisikan Apabila Menolak Perusahaan
Tambang
Masyarakat daerah yang dirugikan akibat aktifitas
perusahaan tambang yang merusak ruang hidupnya
bukan hanya tidak bisa lagi melapor ke Pemda. Lebih
parah lagi, terlihat dari bunyi Pasal 162 UU Minerba
No. 3 Tahun 2020, bahwa masyarakat yang mencoba
mengganggu aktifitas pertambangan dalam bentuk
apapun bisa dilaporkan balik oleh perusahaan dan
dijatuhi pidana, bahkan denda hingga sebesar 100 juta
rupiah.
Aturan perbaikan lahan bekas tambang ini terdiri dari dua kegiatan
yang terpisah, yakni reklamasi dan kegiatan pascatambang. Reklamasi
yaitu aktifitas untuk memulihkan ekosistem supaya bisa berfungsi
kembali seperti sedia kala. Sedangkan Kegiatan Pascatambang yakni
aktifitas perbaikan lahan bekas tambang untuk memulihkan kembali
fungsi lingkungan, dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh
wilayah penambangan. JIKA mengikuti aturan UU No. 4 Tahun 2009,
perusahaan tambang wajib melakukan semua kegiatan Reklamasi dan
Kegiatan Pascatambang sekaligus menyetor dana jaminan Reklamasi
dan Pascatambang.

Dalam UU Minerba Pasal 96 huruf b, kewajiban perusahaan dalam


perbaikan lahan bekas tambang sekarang ini cukup mengerjakan salah
satu kewajiban perbaikan saja. Perusahaan tambang bisa bebas memilih
antara Kegiatan Reklamasi atau Kegiatan Pascatambang. Tidak hanya
itu, perusahaan yang terbukti abai dan tidak melaksanakan reklamasi
ataupun kegiatan pascatambang, ternyata tetap bisa memperpanjang
ijin kontraknya. Bahkan sesuai dengan UU Minerba Pasal 169A,
dengan dalih meningkatkan penerimaan negara, pemerintah malah
4. Perusahaan Tambang Bisa Mengeruk Keuntungan Sebanyak
Mungkin, Bahkan Mendapat Jaminan Royalti 0%
Di dalam Pasal 128A Naskah UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020
pengganti UU Minerba, dijelaskan bahwa pelaku usaha yang bisa
meningkatkan nilai tambah batu bara akan mendapat perlakuan
istimewa berupa pengenaan royalti sebesar 0%. Padahal selama ini
royalti yang ditentukan oleh pemerintah pada pengusaha tambang
merupakan bagian pendapatan negara dan masuk sebagai
pendapatan daerah melalui mekanisme Dana Bagi Hasil. Melalui
UU Minerba No. 3 Tahun 2020 serta beberapa perubahan Pasal
dalam UU Cipta Kerja, Pemerintah Pusat bersama dengan segelintir
konglomerat pengusaha tambang sangat bernafsu untuk menghabisi
sumber daya alam yang masih tersisa di Indonesia. Bukannya
menjaga lingkungan hidup dari bencana kerusakan ekologis,
Pemerintah justru semakin bersemangat untuk melakukan
eksploitasi sebesar-besarnya tanpa lagi mempedulikan nasib masa
depan masyarakat daerah tambang.
PROBLEMATIKA PERKEBUNAN KELAPA
SAWIT DI INDONESIA
Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat,
luas perkebunan minyak kelapa sawit mencapai 15,08
juta hektare (ha) pada 2021.

Luas perkebunan tersebut naik 1,5% dibanding tahun


sebelumnya yang seluas 1,48 juta ha. Dari 15,08 juta ha,
mayoritas dimiliki oleh Perkebunan Besar Swasta (PBS)
yaitu seluas 8,42 juta ha (55,8%). Kemudian,
Perkebunan Rakyat (PR) seluas 6,08 juta ha (40,34%)
dan Perkebunan Besar Negara (PBN) seluas 579,6 tibu
ha (3,84%).

Kementan juga mencatat, jumlah produksi kelapa sawit


nasional sebesar 49,7 juta ton pada 2021. Angka tersebut
naik 2,9% dari tahun sebelumnya yang berjumlah 48,3
juta ton.
Areal perkebunan kelapa sawit tersebar di 26
provinsi di Indonesia. Provinsi Riau memiliki
areal perkebunan kelapa sawit terluas dengan 2,89
juta ha pada 2021 atau 19,16% dari total luas areal
perkebunan kelapa sawit di negeri ini.

Adapun, produksi kelapa sawit di Riau mencapai


10,27 juta ton pada 2021. Jumlah ini menjadi
yang terbesar di Indonesia dan menyumbang
20,66% pada produksi kelapa sawit Nasional.
Sebagai Daerah yang kaya akan sumber daya
alam, terutama Sektor Perkebunan dan Migas,
Provinsi Riau diyakini sebagai provinsi yang
sangat mandiri, akan tetapi mengapa disaat
terjadi krisis BBM dan Minyak Goreng yang
ada di pulau jawa dan daerah lain, provinsi riau
seakan merasakan empati/krisis yang sama
dengan daerah-daerah lain tersebut.

Jelaskan Analisa saudara!!!!


HUKUM DASAR

 Aturan-aturan dasar yang dipakai sebagai


landasan dasar dan sumber bagi berlakunya
seluruh hukum/ peraturan/ perundang-
undangan dan penyelengaraan pemerintahan
negara pada suatu negara
JENIS-JENIS HUKUM DASAR

HUKUM DASAR TERTULIS


 Aturan-aturan dasar yang mengatur
penyelenggaraan negara yang dituangkan
dalam bentuk tertulis
HUKUM DASAR TIDAK TERTULIS
 Konvensi ketatanegaraan atau kebiasaan
ketatanegaraan
 Konvensi: aturan-aturan dasar yang timbul
dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan negara
SIFAT HUKUM DASAR TERTULIS
 Peraturan perundangan tertinggi dalam negara
 Memuat aturan-aturan pokok ketatanegaraan
 Mengikat; baik pemerintah, lembaga kenegaraan,
lembaga kemasyarakatan, warga negara
 Alat pengontrol dan pengecek (apakah peraturan
di bawah sesuai dengan UUD?)
 Menjadi dasar dan sumber hukum bagi peraturan
hukum
SIFAT HUKUM TIDAK TERTULIS

 Tidak bertentangan dengan isi, arti, dan


maksud hukum dasar tertulis
 Melengkapi, mengisi kekosongan hukum
tertulis
 Memantapkan pelaksanaan hukum dasar
tertulis
 Terjadi berulangkali dan dapat diterima oleh
masyarakat
 Hanya terjadi pada tingkat nasional
 Sebagai komplementasi bagi UUD
PENGERTIAN UUD 1945
 Suatu hukum dasar tertulis (konstitusi negara)
yang menjadi dasar dan sumber bagi peraturan-
peraturan lain atau perundang-undangan lain
yang berlaku di Negara Kesatuan Republik
Indonesia
 UUD 1945:
 Pembukaan, batang tubuh, penjelasan
 Ditetapkan oleh PPKI, tgl. 18 Agustus 1945
 Diundangkan dalam berita RI Tahun II Nomor 7
tanggal 15 Februari 1946
UUD YANG PERNAH BERLAKU
DI INDONESIA

 UUD 1945
 UUD 1949
Disebut sebagai KRIS 1949
 UUD 1950
Disebut sebagai UUDS 1950
UUD 1945 SEBAGAI HUKUM TERTULIS

 Mempunyai kekuatan mengikat bagi


pemerintah, lembaga pemerintah, lembaga
masyarakat, warganegara.
 UUD berisikan norma-norma, aturan-
aturan, dan ketentuan-ketentuan dasar.
 UUD 1945 merupakan hukum tertinggi.
 UUD 1945 merupakan sumber hukum dari
semua peraturan/perundang-undangan
FUNGSI UUD 1945

 Sumber hukum tertinggi bagi produk hukum


dan kebijaksanaan pemerintah
 Sarana/alat pengawasan (kontrol) berlakunya
semua peraturan-peraturan dalam suatu negara
HAL-HAL YANG DIMUAT UUD 1945

 Tujuan Negara
 Bentuk Negara
 Bentuk Pemerintahan
 Pembagian Kekuasaan Negara
 Hak-hak dan Kewajiban Warga Negara
 Pertahanan, Keamanan, Politik, Ekonomi,
Sosial, dan Budaya
ISI MATERI

 Pembukaan
 Batang Tubuh (16 bab, 37 pasal, aturan
peralihan,aturan tambahan)
 Penjelasan
BATANG TUBUH

 Sistem pemerintahan negara


 Fungsi dan kedudukan lembaga negara
 Hubungan warga negara dan negara
 Ketentuan-ketentuan lain sebagai
pelengkap
DINAMIKA UUD RI
MASA AWAL KEMERDEKAAN
(18 AGUSTUS – 27 DESEMBER 1949)

 Belum dapat dilaksanakan sepenuhnya


 Masih ada gangguan (sekutu yang diboncengi
Belanda, PKI Madiun 1948, PRRI Permesta,
dan DI/TII)
 Lembaga tinggi negara belum terbentuk
(aturan peralihan: dijalankan oleh KNIP)
 Maklumat Wakil Presiden No.X tanggal 16
Oktober 1945: KNIP sebagai pembantu
presiden diberi tugas kekuasaan legislatif
LANJUTAN ….

 Tgl. 3 November 1945 (Maklumat Wapres


tentang pembentukan parpol)
 14 November 1945 atas usul KNIP keluar
maklumat pemerintah yang berisi merubah
kabinet presidensil menjadi parlementer
 Maklumat dikeluarkan sebagai strategi untuk
menunjukkan pada dunia internasional bahwa
Indonesia adalah negara merdeka yang
demokratis.
 Kekuasaan eksekutif dipegang oleh PM dan
kabinet bertanggungjawab kepada KNIP
LANJUTAN …

 Perundingan dengan belanda dan sekutu


pada tanggal 27 Desember 1949, mengakui
Indonesia sebagai negara yang merdeka dan
berdaulat.
 Pengakuan tersebut melalui beberapa syarat:
1. Negara RI dipecah-pecah menjadi negara
bagian (RIS)
2. UUD 1945 diganti menjadi UUD KRIS
3. Sejak itu Indonesia menjadi negara serikat
MASA UUDS 1950
(17 AGUSTUS 1950 – 5 JULI 1959)

 Tgl. 17 Agustus 1950 negara KRIS


sepenuhnya menjadi negara RI dengan UUDS
dan sistem pem. Parlementer
 Untuk membentuk lembaga yang membuat
UUD dilaksanakan pemilu pada tanggal 15
Desember 1955 berdasarkan UU. No. 7 Tahun
1953
 Konstituante dilantik presiden tgl. 10
November 1956
LANJUTAN …

 Konstituante gagal membuat UUD, keluarlah


Dekrit Presiden 5 Juli 1959
 Isi dekrit presiden:

1. Menetapkan pembubaran konstituante


2. Menetapkan UUD 1945 berlaku kembali dan
menyatakan UUDS 1950 tidak berlaku lagi
3. Pembentukan MPRS
MASA ORDE LAMA
 Banyak terjadi penyimpangan, sistem
pemerintahan tidak dijalankan sesuai dengan
UUD 1945
 Hasil Pemilu 1955 ada 4 partai yang
berpengaruh: PNI, PKI, MASYUMI, dan NU.
 Ideologi NASAKOM dikukuhkan dan
disamakan dengan Pancasila
 Demokrasi terpimpin yang mengarah kepada
kepemimpinan yang otoriter
LANJUTAN …

Penyimpangan-penyimpangan lain ORLA:


1. Presiden mengeluarkan Peraturan setingkat
UU tanpa persetujuan DPR
2. Presiden membubarkan DPR hasil Pemilu
karena tidak menyetujui RAPBN
3. Presiden membentuk DPRGR
4. Pemimpin lembaga tertinggi negara dan
lembaga tinggi negara dijadikan menteri
negara
LANJUTAN …

 ORLA berakhir dengan adanya G.30 S PKI


 Lahir tritura (Tiga Tuntutan Rakyat):
1. Bubarkan PKI
2. Bersihkan Kabinet dari unsur PKI
3. Turunkan harga-harga
 Presiden Sukarno mengeluarkan Supersemar
kepada Letjen Suharto
 Presiden Suharto mengeluarkan Kepres
No.I/3/1966 tanggal 12 Maret 1966 tentang
pembubaran PKI di seluruh wilayah Indonesia
MASA ORDE BARU
 Tekad ORBA melaksanakan Pancasila dan UUD
1945 secara murni dan konsekuen.
 Sidang MPRS mengeluarkan Tap. MPRS
No.XX/MPRS/1966 Tentang memorandum
DPRGR mengenai sumber tertib hukum RI dan
tata urutan perundangan RI yang dikeluarkan pada
tanggal 5 Juli 1966
 Februari 1967 DPRGR meminta MPRS
mengadakan sidang Istimewa pada bulan Maret
1967 untuk meminta pertanggungjawaban
Presiden Sukarno.
LANJUTAN …
 Presiden Sukarno tidak dapat memenuhi
pertanggungjawaban secara konstitusional dan
tidak dapat menjalankan haluan negara
 Sidang DPRGR juga memberlakukan Tap.MPRS
No.XV/MPRS/1966 tentang
pemilihan/penunjukkan wakil presiden dan
mengangkat suharto sebagai presiden
 Tahun 1971 di adakan Pemilu berdasarkan UU
No.15 Tahun 1969.
 Tahun 1997 terjadi krisis kepercayaan dan politik
membawa jatuhnya suharto pada Kamis, 21 Mei
1998
ORDE REFORMASI

 Setelah Suharto turun, Habibie naik menjadi Presiden.


 Desember 1998 dilaksanakan sidang istimewa
menghasilkan keputusan memberikan mandat kepada
presiden untuk menyelenggarakan Pemilu pada 1999
 Pemilu 1999 diikuti oleh 48 partai dimenangkan oleh
PDIP dengan 34% suara
 Sidang MPR memilih Gus Dur sebagai presiden dan
Megawati sebagai Wapres
LANJUTAN …

 Sidang MPR 1999 juga menyepakati untuk


mengamandemen UUD 1945 secara bertahap
 Amandemen UUD 1945:
1. 19 Oktober 1999
2. 18 Agustus 2000
3. 9 November 2001
4. 11 Agustus 2002
SISTEMATIKA UUD 1945
 Pembukaan UUD 1945
Terdiri atas 4 alinea/bagian
 Batang Tubuh (isi) UUD 1945
16 BAB
37 Pasal
4 Pasal aturan peralihan
2 ayat aturan tambahan
 Penjelasan UUD 1945
Penjelasan Umum
Penjelasan pasal demi pasal
BATANG TUBUH (ISI) UUD 1945
 Bab I : Bentuk dan Kedaulatan (Pasal 1)
 Bab II : MPR (Pasal 2-3)
 Bab III : Kekuasaan Pemerintahan Negara (Pasal 4-
16)
 Bab IV : DPP (Pasal 16)
 Bab V : Kementrian Negara (Pasal 17)
 Bab VI : Pemerintahan Daerah (Pasal 18)
 Bab VII : DPR (Pasal 19-22B)
 Bab VIIA : DPD (Pasal 22C-22D)
LANJUTAN ….
 Bab VIIB : Pemilu (Pasal 22E)
 Bab VIII : Keuangan (Pasal 23-23D)
 Bab VIIIA : BPK (Pasal 23E-23G)
 Bab IX : Kekuasaan Kehakiman (Pasal 24)
 Bab IXA : Wilayah Negara (Pasal 25A)
 Bab X : Warga Negara dan Penduduk (Pasal 26-
28)
 Bab XA : HAM (Pasal 28A-28J)
 Bab XI : Agama (Pasal 29)
 Bab XII : Hankam Negara (Pasal 30)
LANJUTAN …

 Bab XIII : Pendidikan dan Kebudayaan (Pasal 31-


32)
 Bab XIV : Perekonomian Nasional dan
Kesejahteraan Sosial (Pasal 33-34)
 Bab XV : Bendera, Bahasa, Lambang Negara,
Lagu Kebangsaan (Pasal 35-36C)
 Bab XVI : Perubahan UUD (Pasal 37)

Anda mungkin juga menyukai