Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konsep negara hukum adalah negara yang pemerintahan-nya menjamin

terselenggaranya kesejahteraan rakyat. Dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya.

Pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya

menghendaki pemerintah untuk mencampuri kehidupan ekonomi dan sosial

masyarakat, sebagai langkah untuk mewujudkan kesejahteraan umum di samping

menjaga ketertiban dan keamanan. Menurut E. Utrecht, sejak negara turut serta secara

aktif dalam pergaulan kemasyarakatan, lapangan pekerjaan pemerintah makin lama

makin luas. Hal tersebut sesuai dengan ide dasar tentang tujuan negara dalam

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa tujuan negara untuk memajukan

kesejahteraan umum atau dalam rumusan lainnya untuk mewujudkan keadilan

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945),

menunjukan penegasan legalitas untuk menjamin kesejahteraan rakyat Indonesia.

Terlebih lagi dalam Pembukaan UUD 1945 pada Alinea keempat yang berbunyi

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia

yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan

untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Terhadap makna tersirat dalam Pasal 33 UUD 1945, maka secara jelas Indonesia

menyatakan dirinya sebagai negara kesejahteraan (welfare state), yang mana

kesejahteraan rakyat merupakan tujuan utama dari pelaksanaan kehidupan berbangsa

dan bernegara. Dalam melaksanakan perannya sebagai negara kesejahteraan (welfare

1
state), sebuah negara haruslah memiliki perangkat untuk mewujudkan cita-citanya

yaitu kesejahteraan rakyatnya. Di antaranya Badan usaha Milik Negara (BUMN) dan

Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Menurut Undang-Undang No 19 tahun 2003 Tentang BUMN (selanjutnya

disingkat UU BUMN) pasal 1 ayat (1) yang berbunyi:

“Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan

usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui

penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.”

Keberadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai salah satu pilar

perekonomian Indonesia, didasarkan kepada penggarisan UUD 1945 di samping

keberadaan usaha swasta dan koperasi. Keterlibatan negara dalam kegiatan tersebut

pada dasarnya merupakan pencerminan dari substansi Pasal 33 UUD 1945, yang

antara lain menyatakan bahwa:

“cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat

hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar untuk

kemakmuran rakyat”.

Selain BUMN Di Indonesia juga mengenal Badan Usaha Milik Daerah

selanjutnya disingkat BUMD yang diatur didalam Pasal 1 ayat (40) UU No 23 tahun

2014 tentang Pemerintah Daerah sebagai pengganti dari UU No 5 tahun 1962 tentang

Perusahaan Daerah yang berbunyi:

“Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah badan

usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Daerah”.

Istilah BUMD diilhami dari terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun

1998 Tentang Perusahaan Perseroan (persero) dan Peraturan Pemerintah Nomor 13

2
Tahun 1998 Tentang Perusahaan Umum (perum). Namun demikian, definisi BUMD

sampai sekarang belum ditetapkan secara baku oleh peraturan perundang-undangan.

Berbeda dengan BUMN yang definisinya telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 19

Tahun 2003 tentang BUMN. Dilain pihak, istilah BUMD telah tertuang baik dalam

Peraturan Mendagri Nomor 3 Tahun 1999 tentang Bentuk Hukum BUMD,

tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang dirubah menjadi

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Oleh

karena itu, BUMD perlu dioptimalkan pengelolaannya agar benarbenar menjadi

kekuatan ekonomi yang handal sehingga dapat berperan aktif, baik dalam

menjalankan fungsi dan tugasnya maupun sebagai kekuatan perekonomian

daerah.Laba dari BUMD diharapkan memberikan kontribusi yang besar terhadap

Pendapatan Asli Daerah.

BUMD terbagi atas 2 bentuk yaitu :

a. Perusahaan Perseroan Daerah

Diatur didalam Pasal 339 ayat (1) UU no 23 tahun 2014 tentang

pemerintahan Daerah yang berbunyi:

“Perusahaan Perseroan Daerah adalah BUMD yang berbentuk perseroan

terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau

paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh satu

Daerah”

b. Perusahaan Umum Daerah

Diatur didalam Pasal 334 ayat (1) UU no 23 tahun 2014 tentang

pemerintahan Daerah yang berbunyi:

“Perusahaan umum Daerah adalah BUMD yang seluruh modalnya

3
dimiliki oleh satu Daerah dan tidak terbagi atas saham”

Pada zaman Hindia Belanda perseroan terbatas dikenal dengan sebutan

Naamloze Vennootschap (NV). Menurut Achmad Ichsan Naamloze artinya tanpa

nama, yang maksudnya dalam hal pemberian nama perusahaan tidak memakai nama

salah satu anggota persero, melainkan menggunakan nama berdasar pada tujuan

dari usahanya. Rachmadi Usman berpendapat bahwa arti istilah Naamloze

Vennootschap (NV) tidak sama dengan arti istilah perseroan terbatas, menurutnya

perseroan terbatas adalah persekutuan yang modalnya terdiri atas saham-saham, dan

tanggung jawab persero bersifat terbatas pada jumlah nominal daripada saham-saham

yang dimilikinya.

Dalam sejarah perkembangan pengaturan perseroan terbatas berada pada titik

stagnan sejak KUHD diberlakukan di Indonesia (Hindia Belanda pada saat itu) pada

tahun 1848 berdasarkan asas konkordansi/ concordantiebeginsel. Perubahan pertama

terhadap pengaturan mengenai perseroan terbatas baru ada pada tahun 1995 dengan

diberlakukannya Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas,

dan 12 (dua belas) tahun kemudian Pemerintah melakukan perubahan kedua dengan

diberlakukannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

menggantikan undang-undang sebelumnya.

Dua kali perubahan secara kelembagaan peraturan mengenai perseroan

terbatas mampu menggambarkan karakter yang bertolak belakang ketika

dihadapkan dengan aktivitas ekonomi yang cenderung cair dan dinamis. Pada tanggal

16 Agustus 2007, diberlakukannya UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995

tentang Perseroan Terbatas. Adapun dasar alasan penggantian tersebut termuat

4
dalam konsideran dengan penjelasan sebagai berikut:

a. Perekonomian nasional harus diselenggarakan berdasar asas demokrasi


ekonomi sesuai dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, dan kesatuan
ekonomi nasional.

b. Semua prinsip itu perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian yang


kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

c. Perlu adanya undang-undang tentang perseroan terbatas yang


mendukung iklim dunia yang kondusif.

d. Perseroan terbatas perlu diberikan landasan hukum untuk memacu


pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama atas dasar
kekeluargaan.
Adapun pengertian perseroan terbatas menurut Pasal 1 butir 1 Undang- Undang

Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yaitu: Perseroan Terbatas yang

selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan

modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang

ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Perusahaan sebagai sebuah entitas badan hukum memiliki tanggung jawab sosial

perusahaan (Coorporate Social Responsibility/ CSR). Dalam praktiknya selama ini

masih terdapat beberapa perusahaan yang melaksanakan program tanggung jawab

sosial perusahaan/ CSR hanya bersifat sukarela yang tidak memiliki komitmen

berkelanjutan.

Perseroan terbatas merupakan wadah untuk melakukan kegiatan usaha, yang

5
membatasi tanggung jawab pemilik modal, yaitu sebesar jumlah saham yang dimiliki

sehingga bentuk usaha seperti ini banyak dinikmati, terutama bagi perusahaan dengan

jumlah modal yang besar. Kemudahan untuk menarik dana dari masyarakat dengan

jalan penjualan saham yang juga merupakan satu dorongan untuk mendirikan suatu

badan usaha berbentuk perseroan terbatas.

Dari keseluruhan Badan Usaha yang ada di Indonesia seperti Firma (Fa),

Persekutuan Komanditer (CV), Koperasi dan lain sebagainya, Perseroan Terbatas

yang selanjutnya disebut sebagai Perseroan, merupakan bentuk badan usaha kegiatan

ekonomi yang mendapat porsi perhatian yang paling tinggi. Perseroan Terbatas (PT)

merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai saat ini, di samping

karena pertanggungjawaban yang bersifat terbatas, perseroan terbatas juga

memberikan kemudahan bagi pemilik (pemegang saham)nya untuk mengalihkan

perusahaannya (kepada setiap orang) dengan menjual seluruh saham yang

dimilikinya pada perusahaan tersebut.

Pasal 74 UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas memuat Ketentuan

terhadap perusahaan yang harus menerapkan Corporate Social Responsibility (CSR),

yaitu perusahaan yang kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam atau

perusahaan yang kegiatannya berkaitan dengan sumber daya alam. Jika kita lihat dari

rumusan di atas pelaksanaan program CSR, padahal selama ini perusahaan yang

bergerak di bidang jasa, seperti lembaga keuangan khususnya lembaga perbankan,

asuransi, dan lain sebagainya juga aktif melaksanakan kegiatan CSR.

Namun jika kita lihat dalam implementasi atau penerapan program tanggung

jawab sosial perusahaan (CSR) saat ini masih banyak perusahaan yang tidak mau

menjalankan program CSR karena menganggap bahwa kegiatan tersebut hanya

6
sebagai pengeluaran biaya. CSR memang tidak memberikan keuntungan dalam

jangka pendek. Namun CSR memberikan hasil baik langsung maupun tidak langsung

pada keuangan perusahaan pada masa mendatang. Dengan demikian apabila

perusahaan melakukan program CSR diharapkan keberlanjutan perusahaan akan

terjamin dengan baik.

Kendati demikian, wacana tanggung jawab sosial perusahaan masih diposisikan

secara marginal dan cenderung memiliki apresiasi yang kurang tepat, sehingga

konteks dari tanggung jawab sosial sering kali disepelekan. Seiring dengan semangat

dunia usaha untuk mengimplementasikan program CSR yang semakin meluas, maka

pemerintah beserta segenap jajaran sebaiknya berusaha untuk memahami konsep CSR

agar ada titik kesepahaman dengan dunia usaha. Jikalau tidak mencapai titik

kesepahaman tersebut, antara kebijakan pemerintah dan kebijakan dunia usaha akan

terjadi tabrakan kepentingan dan pengimplementasian CSR tidak akan maksimal.

Kendati demikian, wacana tanggung jawab sosial perusahaan masih diposisikan

secara marginal dan cenderung memiliki apresiasi yang kurang tepat, sehingga

konteks dari tanggung jawab sosial sering kali disepelekan. Seiring dengan semangat

dunia usaha untuk mengimplementasikan program CSR yang semakin meluas, maka

pemerintah beserta segenap jajaran sebaiknya berusaha untuk memahami konsep CSR

agar ada titik kesepahaman dengan dunia usaha. Jikalau tidak mencapai titik

kesepahaman tersebut, antara kebijakan pemerintah dan kebijakan dunia usaha akan

terjadi tabrakan kepentingan dan pengimplementasian CSR tidak akan maksimal.

Ada enam peraturan di Indonesia yang mewajibkan perusahaan tertentu untuk

menjalankan program tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR, yaitu: (1)

Peraturan Menteri BUMN Nomor Per-08/MBU/2013 tentang Program Kemitraan

7
BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, (2) Undang-Undang

Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 (yang selanjutnya disebut dengan UUPT),

(3) Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007 (UUPM), dan (4)

Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi Nomor 22 Tahun 2001, dan (5) Guidance

ISO 26000, (6) Peraturan Pemerintah No 47 tahun 2012. Pada Bab V UUPT, Pasal 74

yang berjudul “Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan”, mengatur tentang tanggung

jawab sosial perusahaan.

Pada Pasal 74 tersebut hanya mengatur tanggung jawab sosial perusahaan yang

akibat dari kegiatan usahanya berdampak langsung terhadap lingkungan atau

Perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam

serta Perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam,

tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.

Melihat isi Pasal 74 UU PT tersebut dapat diketahui bahwa pada Pasal 74 tidak

mengatur tanggung jawab sosial perusahaan yang tidak bersinggungan dengan sumber

daya alam.

Diberlakukannya UUPT membuat konsep tanggung jawab sosial perusahaan

mulai disinggung dan ramai dibicarakan di Indonesia. Dalam Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal pada Bab IX

yang berjudul “Hak, Kewajiban, dan Tanggung Jawab Penanam Modal”, Pasal 15

huruf b yang menyebutkan setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan

tanggung jawab sosial perusahaan. Dimasukannya instruksi melaksanakan Corporate

Social Responsibility berimplikasi kepada pelaku usaha yang disebutkan wajib

melaksanakan CSR, tidak hanya diwajibkan pada pelaku usaha swasta saja tetapi

kepada BUMN walau pun kedua Undang-Undang tersebut tidak menyebutkan secara

8
eksplisit CSR harus dilakukan oleh BUMN, akan tetapi pada Pasal 74 menyebutkan

bahwa Perseroan wajib melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan yang mana

salah satu bentuk BUMN adalah Perseroan Terbatas. CSR tidak hanya terbatas pada

konsep pemberian donor saja, tetapi konsepnya sangat luas dan tidak bersifat statis

dan pasif serta tidak hanya dikeluarkan dari perusahaan, akan tetapi hak dan

kewajiban yang dimiliki bersama antara stakeholders. Konsep CSR melibatkan

tanggung jawab kemitraan antara pemerintah, lembaga sumberdaya komunitas, juga

komunitas setempat. Kemitraaan ini merupakan tanggung jawab bersama secara sosial

antara stakeholders. Konsep kedermawanan perusahaan atau corporate philantrophy

dalam tanggung jawab sosial tidak lagi memadai, karena konsep tersebut tidak

melibatkan kemitraan tanggung jawab perusahaan secara sosial dengan stakeholder

lainnya.

Berdasarkan Pasal 74 UU no 40 tahun 2007 tentang Perusahaan Terbatas

sebagai berikut:

1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau

berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung

Jawab Sosial dan Lingkungan.

2. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan

diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan

dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangundangan.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan


9
Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bila dibaca penjelasan pasal 74 menyatakan:

Ayat (1) Ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan Perseroan

yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya

masyarakat setempat. Yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan

usahanya di bidang sumber daya alam” adalah Perseroan yang kegiatan usahanya

mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam. Yang dimaksud dengan “Perseroan

yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam”

adalah Perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam,

tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.

Ayat (3) menjelaskan:

Yang dimaksud dengan “dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan” adalah dikenai segala bentuk sanksi yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan yang terkait.

Bila dikaitkan ketentuan Pasal 74 UU Perseroan terbatas tersebut diatas,

maka Bank Nagari tidak termasuk perusahaan yang wajib melaksanakan program

CSR karena bergerak dibidang perbankan. Pasal 74 UU PT hanya mewajibkan CSR

bagi perusahaan yang bergerak pada usaha yang berkaitan dengan Sumber Daya

Alam (SDA). Namun demikian Bank Nagari melaksanakan juga program CSR,

hal ini menunjukan bahwa Bank Nagari yang peduli terhadap lingkungan dimana

Bank Nagari melaksanakan aktivitas usahanya. Berkaitan dengan apa yang telah

diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana konsep badan

usaha dan menuangkannya dalam bentuk makalah yang berjudul “ Konsep Badan

Usaha Dalam Perekonomian Indonesia ”.

10
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian BUMN dan BUMD?

2. Apa dasar hukum BUMN dan BUMD?

3. Apa macam-macam bentuk BUMN dan BUMD?

4. Dari mana saja sumber modal BUMN dan BUMD?

5. Bagaimana proses pendirian BUMN dan BUMD?

6. Apa tujuan pendirian BUMN dan BUMD?

7. Apa saja organ BUMN dan BUMD?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian BUMN dan BUMD

2. Untuk mengetahui dasar hukum BUMN dan BUMD

3. Untuk mengetahui macam-macam bentuk BUMN dan BUMD

4. Untuk mengetahui sumber modal dari BUMN dan BUMD

5. Untuk mengetahui proses pendirian BUMN dan BUMD

6. Untuk mengetahui tujuan pendirian BUMN dan BUMD

7. Untuk mengetahui organ BUMN dan BUMD

11
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian BUMN

Berdasarkan PP No 45 tahun 2005 BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang
berdasar dari kekayaan Negara yang dipisahkan.

BUMN dapat pula berupa perusahaan nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan
barang atau jasa bagi masyarakat. Besar saham yang dimiliki pemerintah harus lebih dari
atau sama 51%. sejak tahun 2001 seluruh BUMN di koordinasikan.

Pengolahnya oleh kementrian BUMN, yang di pimpin oleh seorang menteri BUMN.
Dasar hukum.

1. Pasal 33 (ayat 2) dan (ayat 3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun


1945

a. memberikan kemudahan kepada masyarakat luas dalam memperoleh


berbagai alat pemenuhan kebutuhan hidup yang berupa barang atau jasa.

b. membuka dan memperluas kesempatan kerja bagi penduduk angkatan


kerja.

c. mencegah monopoli pasar atau barang dan jasa yang merupakan


kebutuhan masyarakat banyak oleh sekelompok pengusaha swasta yang
bermodal kuat.

12
d. meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi komoditis eskport sebagi
sumber devisa, baik migas maupun non migas.

e. menghimpun dana untuk mengisi kas Negara, yang selanjutnya


dipergunakan untuk memajukan dan mengembangkan perekonomian
Negara.

f. memberikan pelayanan kepada masyarakat

2. Undang-undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas

3. Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

4. Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara

5. Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara

6. Undang-undang Nomor 45 tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan,


Pengawasan, dan Pembubaran BUMN

Ciri-ciri Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Badan usaha yang dikelola oleh Negara (BUMN) dapat didasarkan pada kepemilikan fungsinya
dan permodalanya

Berdasarkan kepemilikannya, BUMN memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

- Penguasaan badan usaha miliki oleh pemerintahan

- Pengawasan dilakukan, baik secara hirarki maupun secara fungsional dilakukan oelh
pemerintah

- Kekuasaan penuh dalam menjalankan kegiatan usaha berada di tangan pemerintah

- Pemerintah berwenang menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan usaha.


Semua resiko yang terjadi sepenuhnya merupakan tanggung jawab pemerintah

Berdasarkan fungsinya, BUMN memiliki ketentuan sebagai berikut:

- Untuk mengisi kas Negara, karena merupakan salah satu sumber penghasilan Negara

- Agar pengusaha swasta tidak memonopoli usaha yang menguasai hajat hidup orang
banyak

- Melayani kepentingan umum atau pelayanan kepada masyarakat.

13
- Merupakan lembaga ekonomi yang tidak mempunyai tujuan utama mencari keuntungan,
tetapi dibenarkan untuk memumpuk keuntungan.

- Merupakan salah satu stabilisator perekonomian Negara.

- Dapat meningkatkan produktifitas, efektivitas, dan efisiensi serta terjaminnya prinsip-


prinsip ekonomi

Berdasarkan permodalanya, BUMN memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

- Modal seluruhnya dimiliki oleh Negara dari kekayaan Negara yang dipisahkan

- Peranan pemerintah sebagai pemegang saham. Bila saham dimiliki oleh masyarakat.
Besarnya tidak lebih dari 49%, sedangkan minimal 51% sahamnya dimiliki oleh Negara.

- Pinjaman pemerintah dalam bentuk obligasi.

- Modal juga diperoleh dari bantuan luar negeri

- Bila memperoleh keuntungan, maka dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.

- Pinjaman kepada Bank atau lembaga keuangan bukan Bank.

BUMD

Badan usaha milik negara yang dikelola oleh pemerintah daerah disebut badan usahamilik daerah
(BUMD). Perusahaan daerah adalah perusahaan yang didirikan oleh pemerintahdaerah yang
modalnya sebagian besar / seluruhnya adalah milik pemerintah daerah. Tujuan pendirian
perusahaan daerah untuk pengembangan dan pembangunan potensi ekonomi di daerahyang
bersangkutan. Contoh perusahaan daerah antara lain: perusahaan air minum (PDAM) danBank
Pembangunan Daerah (BPD). Badan Usaha Milik Daerah ( BUMD ) memiliki kedudukansangat
panting dan strategis dalam menunjang pelaksanaan otonomi.Oleh karena itu, BUMD perlu
dioptimalkan pengelolaannya agar benar-benar menjadi kekuatanekonomi yang handal sehingga
dapat berperan aktif, baik dalam menjalankan fungsi dantugasnya maupun sebagai kekuatan
perekonomian daerah. Laba dari BUMD diharapkanmemberikan kontribusi yang besar terhadap
Pendapatan Asli Daerah. Otonomi daerahmemberikan konsekuensi yang cukup besar bagi peran
Badan Usaha Milik Daerah ( BUMD )dalam menopang Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Sesungguhnya usaha dan kegiatan ekonomidaerah yang bersumber dari BUMD telah berjalan
sejak lama sebelum UU tentang otonomidaerah disahkan. Untuk mencapai sasaran tujuan
BUMD sebagai salah satu sarana PAD, perluadanya upaya optimalisasi BUMD yaitu dengan
adanya peningkatan profesionalisasi baik dartsegi manajemen. sumber daya manusia maupun
sarana dan prasarana yang memadai sehinggamemiliki kedudukan yang sejajar dengan kekuatan
sektor perekonomian lainnya.

14
Ciri-Ciri BUMD

Berikut ini ciri-ciri dari BUMD:


1. Didirikan oleh pemerintah daerah dan diatur berdasarkan peraturan daerah.
2. Pemerintah daerah berkedudukan sebagai pemegang saham dalam permodalan
perusahaan.
3. Pemerintah memegang hak atas segala kekayaan dan usaha.
4. Pemerintah berkedudukan sebagai pemegang saham dalam permodalan perusahaan.
5. Pemerintah memiliki wewenang dan kekuasaan dalam menetapkan kebijakan perusahaan.
6. Pengawasan dilakukan alat pelengkap negara yang berwenang.
7. Melayani kepentingan umum, selain mencari keuntungan.
8. Sebagai stabilisator perekonomian dalam rangka menyejahterakan rakyat.
9. Bertujuan memupuk pendapatan asli daerah guna membiayai pembangunan daerah.
10. Dapat menghimpun dana dari pihak lain, baik berupa bank maupun nonbank.
11. Dipimpin oleh direksi yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah atas
pertimbangan DPRD.

Kelebihan dan Kelemahan

Kelebihan BUMD
1. Seluruh keuntungan BUMD menjadi keuntungan daerah
2. Menyediakan jasa-jasa bagi masyarakat daerah
3. Merupakan sarana untuk melaksanakan pembangunan daerah
4. Kegiatan ekonomi yang dilakukan untuk melayani kepentingan umum
5. Modal berasal dari kekayaan daerah yang dipisahkan
6. Status pegawai diatur oleh peraturan pemerintah atau daerah
 
Kelemahan BUMD
1. Pengelolaan BUMD sangat ditentukan oleh kemampuan keuangan daerah.
2. Sebagian besar aturan (birokrasi) dapat menghambat pengembangan BUMD.
3. Pengelolaan BUMD secara ekonomis sulit untuk dipertanggungjawabkan.
4. Pengelolaan BUMD kurang efisien sehingga sering mengalami kerugian.
Tujuan BUMD

 Memberikan sumbangsih pada perekonomian nasional dan penerimaan kas negara dan
daerah
 Memberikan bantuan dan perlindungan pada usaha kecil dan lemah
 Melayani kebutuhan masyarakat di daerah tersebut
 Memperoleh keuntungan yang akan digunakan untuk pembangunan di daerahnya.

Fungsi BUMD

15
 Melaksanakan kebijakan pemerintah daerah dalam bidang ekonomi dan pembangunan
 Pemupukan dana bagi pembiayaan pembangunan
 Mendorong peran serta masyarakat dalam bidang usaha
 Memenuhi barang dan jasa bagi kepentingan masyarakat.

2.2 Dasar Hukum BUMN dan BUMD

A. BUMN

Dasar hukum BUMN yang pertama dimulai pada tahun 1927 yang diberi nama
dasarhukum Indonesische Bedrijvenwet (Staatblad Tahun 1927 Nomor 419).
Indonesische Bedrijvenwet (Staatblad Tahun 1927 Nomor 419) berkali-kali di ubah dan
terakhir kali ditambah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1955
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1955 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 850). Kemudian, masa Indonesische Bedrijvenwet berakhir diganti
dengan masa Undang-Undang No 19 Prp tahun 1960 tentang perusahaan Negara.
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara 1989).

Pergantian ini berlangsung 33 tahun dimulai dari 1927 hingga terganti pada tahun 1960.
Sembilan tahun kemudiaan dasar hukum BUMN diubah kembali dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969. Dan akhirnya dasar hukum BUMN terakhir kali
diubah 34 tahun kemudian yaitu Undang-Undang nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan
usaha milik negara (BUMN) (Lembaran Negara No 70 Tahun 2003) Dasar hukum
BUMN dengan undang-undang ini mulai dilaksanakan pada taggal 19 Juni 2003, dan
belum ada perubahan lagi. Dasar hukum BUMN yaitu UU nomor 19 tahun 2003yang
berisi maksud dan tujuan dapat diringkas di bawah ini:

a. Badan Usaha Milk Negara (BUMN) diharapkan dapat memeberikan sumbangan


perekonomian. Maksudnya ialah dalam segi modal, sektoral serta pelayanan
BUMN disubsidi penuh oleh Negara, sehingga segala pengaturannya yang
diregulatori pemerintah harus sesai dengan kerja keras Negara dalam memberikan
modal kepada BUMN. Mengingat kekayaan Negara yang digunakan untuk
memberikan modal kepada BUMN dipisahkan dari Anggaran belanja Negara.
Dari situ dapat kita simpulkan bahwa ciri ciri BUMN dapat meningkatkan
perekonomian nasional sehingga membantu keuangan Negara itu sendiri,
sekaligus meningkatkan kualitas sumber daya manusianya.

b. Sesuai dengan definisi dari BUMN itu sendiri bahwa BUMN menaungi banyak
perusahaan dari berbagai bidang dan bentuk untuk mencapai tujuan bersama yaitu
mencari keuntungan dengan sebesar-besarnya. Keuntungan yang sebesar-besarnya
inilah yang nantinya akan meningkatkan perekonomian nasional. Keuntungan
dimaksud adalah keuntungan Negara dan masyarakat.

16
c. BUMN menampung semua perusahaan di berbagai bidang dan bentu, sehingga
diharapkan perusahaan-perusahaan dibawah naungan BUMN dapat
memaksimalkan pelayanan jasa, maupun dalam mengolah ataupun membuat
barang. Hal ini dilakukan unuk memudahkan masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya.

d. Perusahaan dibawah naungan BUMN dapat dikembangkan lagi ke sector swasta


maupun koperasi. Hal ini dilakuakn karena BUMN diharapkan memiliki pula
kebermanfaatan bagi sector dibawah perusahaan. Walaupun nantinya sector
swasta maupun koperasi di bawah perusahaan tidak menguntungkan, maka
disinlah peran BUMN dalam merangkul sector ekonomi lemah, agar didorong
menjadi sector yang berkembang, sehingga BUMN tak hanya bermitra pada
sector yang menguntungkan saja namun juga dengan sector ekonomi yang kurang
berhasil.

B. BUMD

Dasar hukum pembentukan BUMD adalah berdasarkan UU No 5 tahun 1962 tetang


perusahaandaerah. UU ini kemudian diperkuat oleh UU No 5 tahun 1974 tentang pokok-
pokok pemerintahan daerah (Nota Keuangan RAPBN, 1997/1998).

2.3 Macam-macam Bentuk BUMN dan BUMD

BUMN dibagi atas dua macam atau jenis dalam penyelenggaraan usahanya, yakni Badan Usaha
Umum atau Perum dan Badan Usaha Perseroan atau Persero. Berikut ini penjelasan singkatnya.
a. Persero (Badan Usaha Perseroan). BUMN ini paling sedikit harus memiliki modal
sebesar 51 persen dari keseluruhan total modalnya. Sedangkan 49 persennya bisa dimiliki
oleh pihak lainnya. Jadi negara harus mendominasi kepemilikan saham BUMN. Regulasi
ini berlandaskan pada Peraturan Pemerintah No.12 tahun 1998. Biasanya pendirian
Persero atas usulan dari Presiden, tapi dijalankan sepenuhnya oleh Menteri. Sesuai pada
peraturan yang sudah ditetapkan. Sebagian besar dari pekerja di Persero adalah PNS
(Pegawai Negeri Sipil), yang memiliki tanggung jawab langsung pada negara.
Ciri ciri perusahaan persero adalah

1. Dipimpin oleh direksi


2. Tidak memiliki fasilitas Negara
3. Bertujuan untuk mencari laba
4. Berstatus badan hukum dalam bentuk PT
5. Usahanya pada sektor vital dan strategis serta profitable

b. Perum (Badan Usaha Umum). Modal BUMN ini keseluruhannya ditanggung oleh negara.
Jadi Perum sepenuhnya milik pemerintah, dan tidak membagikan perusahaan dalam
bentuk saham. Akan tetapi badan usaha ini tetap memiliki tujuan guna menyertakan

17
modal di dalam usaha lain dengan persetujuan Menteri yang berwenang. Walaupun
modalnya dari negara, tetapi sistem pengelolaannya dipisahkan dari kekayaan negara.
Ciri ciri perusahaan umum adalah

1. Dipimpin oleh dewan direksi


2. Melayani kepentingan umum serta mencari keuntungan
3. Berstatus badan hukum dan diatur berdasarkan undang undang
4. Pimpinan dan karyawan bertatus pegawai perusahaan negara yang diatur sendiri
5. Perum dapat menuntut dan dituntut di muka pengadilan dan diatur secara perdata

BUMD

Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1998 tentang Bentuk
Hukum Badan Usaha Milik Daerah (Permendagri 3/1998), bentuk hukum BUMD dapat berupa
Perusahaan Daerah (PD) atau Perseroan Terbatas (PT).

 Perusahaan Daerah
Berdasarkan UU Nomor 5 tahun 1962, perusahaan daerah adalah perusahaan yang didirikan
menurut UU, yang modalnya untuk seluruhnya atau untuk sebagian merupakan kekayaan daerah
yang dipisahkan, kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan UU.
 Perseroan Terbatas
Berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2007 pasal 1 ayat 1, perseroan terbatas yang selanjutnya
disebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi
dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UU serta peraturan
pelaksanaannya.

2.4 Modal BUMN dan BUMD

Sumber Modal BUMN

Modal BUMN sebagian atau seluruhnya dipunyai oleh Negara melalul penyertaan langsung.
Dapat disimpulkan bahwa sumber modal dari BUMN berdasar ketentuan dalam UU BUMN
adalah berupa :

1. Penyertaan Negara semata bila sebuah BUMN merupakan badan usaha yang seluruh
modalnya dimiliki oleh Negara,

2. Penyertaan Negara dan swasta bila sebuah BUMN merupakan badan usaha yang
sebagian modalnya dimiliki oleh Negara.

18
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang seluruhnya atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan
negara yang dipisahkan. BUMN merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem
perekonomian nasional, di samping badan usaha swasta dan koperasi. Dalam menjalankan
kegiatan usahanya, BUMN, swasta dan koperasi melaksanakan peran saling mendukung
berdasarkan demokrasi ekonomi.

Sumber modal BUMD

Modal BUMD berasal dari pemerintah daerah.

Contoh perusahaan berbentuk BUMD 1). Bank Pembangunan Daerah (BPD) 2). Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM)

2.5 Pendirian BUMN/BUMD

Regulasi dan Prosedur Pendirian BUMN

Dalam Pasal 4 Ayat (1) UU BUMN disebutkan bahwa modal Persero berasal dari uang/kekayaan
Negara yang dipisahkan. Dalam konsep hukum perseroan pemisahaan kekayaan Negara yang
kemudian dimasukkan dalam modal Persero disebut sebagai penyertaan modal

Dalam konsep hukum publik/hukum administrasi, penyertaan modal negara adalah pemisahaan
kekayaan negara. Untuk itu diperlukan prosedur administrasi sesuai dengan aturan-aturan
pengelolaan kekayaan negara. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 7 PP No. 44 Tahun 2005
tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan
Terbatas, bahwa "Penyertaan Modal Negara adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran
Belanja dan Pendapatan Negara atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk
dijadikan sebagai modal BUMN dan/atau Perseroan Terbatas lainnya, dan dikelola secara
korporasi". Selanjutnya dalam Pasal 4 PP No. 44 Tahun 2005 menentukan bahwa, setiap
penyertaan dan APBN dilaksanakan sesuai ketentuan bidang keuangan negara.

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Ayat (3) UU BUMN penyertaan dari APBN harus digunakan
Peraturan Pemerintah (PP). Untuk penyertaan negara yang tidak berasal dari APBN, pada
penjelasan Pasal 4 Ayat (5) UU BUMN ditegaskan dapat dilakukan dengan keputusan RUPS atau
Menteri Negara BUMN dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan.

Penyertaan modal berdasarkan Pasal 5 PP No. 44 Tahun 2005 dapat dilakukan oleh negara antara
lain dalam hal (a). pendirian BUMN atau Perseroan Terbatas. Pendirian Persero adalah
merupakan bagian dari penyertaan modal. Sebelum sebuah "penyertaan" menjadi modal Persero,
diperlukan adanya syarat kajian yang mendalam tentang pentingnya "penyertaan" tersebut
dilakukan. Kajian ini dilakukan 3 (tiga) menteri yakni oleh Menteri Keuangan, Menteri Negara
BUMN dan Menteri Teknis. Secara rinci prosedur "penyertaan" diatur Pasal 10 Ayat (1) sampai

19
Ayat (4) PP Nomor 44 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal
Negara Pada BUMN Dan Perseroan Terbatas.

Proses berikutnya, adalah diatur dalam Pasal 12 PP Nomor 44 Tahun 2005 bahwa berdasar kajian
yang layak tersebut kemudian Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang
Pendirian Persero, yang memuat pendirian, maksud dan tujuan, dan jumlah kekayaan yang
dipisahkan untuk modal Persero. Jumlah antara "penyertaan negara" dengan modal harus sama.
Dalam PP pendirian juga dimuat bahwa penyertaan modal Negara adalah kekayaan Negara yang
dipisahkan yang berasal dari APBN Tahun Anggaran tertentu. Berdasarkan PP Pendirian ini,
Menteri Negara BUMN mewakili Negara, menghadap notaris untuk memenuhi tata cara
pendirian sebuah Perseroan Terbatas. Hal hal yang termuat dalam PP Pendirian akan dimuat
dalam Anggaran Dasar Persero.

Kedudukan Menteri Negara BUMN mewakili negara sebagai pemegang saham, merupakan
delegasi kewenangan dari Presiden, namun proses peralihan kewenangan tidak terjadi langsung
dari Presiden kepada Menteri Negara BUMN (Pasal 6 UU BUMN). Menteri Keuangan
selanjutnya melimpahkan sebagian kekuasaan pada Menteri Negara BUMN, dan atau kuasa
substitusinya, bertindak untuk dan atas nama negara sebagai pemegang saham, Pelimpahan ini
diatur Pasal 1 PP Nomor 41 Tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas Dan
Kewenangan Menteri Keuangan Pada Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum
(Perum) Dan Perusahaan Jawatan (Perjan) Kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara.

Setelah proses pemisahaan kekayaan negara melalui PP Pendirian selesai dilakukan, pendirian
Persero selanjutnya dilakukan melalui prosedur hukum privat/hukum perseroan. Melalui
prosedur hukum ini berubahlah penyertaan negara menjadi modal Persero yang berwujud saham-
saham. Sejak Persero berdiri berdasarkan hukum privat/perseroan, Persero dianggap mempunyal
hak dan kewajiban sendiri lepas dari negara. Tanggal pengesahan pendirian Persero oleh Menteri
Hukum dan HAM RI, merupakan tanggal pemisahan tanggung jawab antara pemegang saham
dengan Persero sebagai badan hukum (separate legal entity). Dalam hukum perseroan sebelum
memperoleh status badan hukum, negara, direksi dan komisaris bertanggung jawab pribadi atas
perbuatan hukum perseroan.

Pendirian BUMD

Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah memiliki cerita
bahwa UU 5 tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah dicabut dengan UU 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah. Perusahaan Daerah diatur dengan peraturan pemerintah yang baru dan
memiliki nama baru yaitu Badan Usaha Milik Daerah atau BUMD. BUMD merupakan badan
usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh

Daerah. BUMD didirikan dengan tujuan untuk memberikan manfaat bagi perkembangan
perekonomian Daerah pada umumnya, menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa
penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu bagi pemenuhan hajat hidup masyarakat sesuai
kondisi, karakteristik, dan potensi Daerah yang bersangkutan berdasarkan Tata Kelola
Perusahaan Yang Baik.

20
Badan Usaha Milik Daerah dianggap masih belum memiliki etos kerja, terlalu birokratis,
inefisien, kurang memiliki orientasi pasar, tidak memiliki reputasi yang baik, profesionalisme
yang rendah, dan masih banyak Pemerintah Daerah yang melakukan intervensi yang berlebihan
terhadap BUMD, serta ketidakjelasan antara menghasilkan profit dan di sisi lain dituntut untuk
memiliki fungsi sosial terhadap masyarakat dapat menyebabkan BUMD tidak fokus terhadap
misi utamanya. Dan terus terang sepertinya BUMD memang hanya seperti itu, tidak pernah
memberi laba dan manfaat kepada masyarakat luas, hanya beberapa masyarakat elite daerah,
yang menyebabkan keadilan dan pemerataan kesejahteraan hanyalah dongeng pengantar tidur,
apalagi ketika memang tidak ngantuk dan menjadikannya dongeng yang memuakkan.

Padahal untuk mendorong pembangunan daerah, peran BUMD dirasakan semakin penting
sebagai perintis dalam sektor usaha yang belum diminati usaha swasta, sebagai pelaksana
pelayanan publik, penyeimbang kekuatan pasar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil
dan menengah. BUMD tertentu juga dapat berfungsi sebagai salah satu penyumbang bagi
penerimaan Daerah, baik dalam bentuk pajak, dividen, maupun hasil Privatisasi.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik
Daerah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 27 Desember 2017 di Jakarta. Dan
agar seluruh masyarakat Indonesia mengetahuinya PP 54 tahun 2017 tentang BUMD
diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 305 dan
Penjelasan atas PP 54 tahun 2017 tentang BUMD ke dalam Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6173 oleh Menkumham Yasonna H Laoly pada tanggal 28 Desember
2017 di Jakarta, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah
mengamanatkan penyusunan Peraturan Pemerintah tentang BUMD. Selain dari pada itu, dengan
telah dicabutnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah setelah
terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Penjelasan tentang PP BUMD

Daerah, penyusunan Peraturan Pemerintah ini perlu disusun untuk mengisi kekosongan hukum
terkait pengaturan mengenai BUMD. Beberapa hal yang mendorong perlu adanya dasar hukum
pengelolaan BUMD antara lain, BUMD nggap masih belum memiliki etos kerja, terlalu
birokratis, inefisien, kurang memiliki orientasi pasar, tidak memiliki reputasi yang baik,
profesionalisme yang rendah, dan masih banyak Pemerintah Daerah yang melakukan intervensi
yang berlebihan terhadap BUMD, serta ketidakjelasan antara menghasilkan profit dan di sisi lain
dituntut untuk memiliki fungsi sosial terhadap masyarakat dapat menyebabkan BUMD tidak
fokus terhadap misi utamanya. Dalam rangka mendorong pembangunan daerah, peran BUMD
dirasakan semakin penting sebagai perintis dalam sektor usaha yang belum diminati usaha
swasta sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan pasar, dan turut membantu
pengembangan usaha kecil dan menengah. BUMD tertentu juga dapat berfungsi sebagal salah
satu penyumbang bagi penerimaan Daerah, baik dalam bentuk pajak, dividen, maupun hasil
Privatisasi.

21
BUMD merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh
Daerah. BUMD didirikan dengan tujuan untuk memberikan manfaat bagi perkembangan
perekonomian Daerah pada umumnya, menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa
penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu bagi pemenuhan hajat hidup masyarakat sesuai
kondisi, karakteristik, dan potensi Daerah yang bersangkutan berdasarkan Tata Kelola
Perusahaan Yang Baik. Peraturan Pemerintah ini mengatur antara lain kewenangan kepala
Daerah pada BUMD, pendirian, modal, organ dan kepegawalan, satuan pengawas intern, komite
audit dan komite lainnya, perencanaan, operasional dan pelaporan, Tata Kelola Perusahaan Yang
Baik, pengadaan barang dan jasa, kerjasama, pinjaman, penggunaan laba, anak perusahaan,
penugasan pemerintah kepada BUMD, evaluasi, Restrukturisasi, perubahan bentuk hukum, dan
Privatisasi, penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pembubaran BUMD, kepailitan,
pembinaan dan pengawasan, serta ketentuan lain-lain seperti pengaturan mengenai asosiasi
BUMD.

2.6 Tujuan Pendirian BUMN/BUMD

Tujuan pendirian BUMN

Adapun maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah sebagai berikut:

1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan


penerimaan negara pada khususnya.

2. Mengejar keuntungan.

3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang


bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak.

4. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh swasta dan
koperasi.

5. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan. ekonomi
lemah, koperasi, dan masyarakat

Tujuan pendirian BUMD

Badan Usaha Milik Daerah atau yang lazimnya disingkat BUMD sejatinya dibentuk untuk
mewujudkan tujuan mulia dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat yang dibarengi dengan
pencapaian keuntungan finansial untuk menambah Pendapatan Asi Daerah (PAD).
Perkembangan regulasi terkait BUMD tidak terlepas dari perkembangan peraturan perundang-
undangan tentang Badan Usaha Milk Negara (BUMN). Cikal bakal regulasi tentang BUMD
adalah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah yang penyusunannya
dilhami dari terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang undang (Perppu) Nomor 17
Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara. Namun dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mencabut ketentuan pada Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah, maka dasar legitimasi terkait BUMD saat ini

22
bergantung pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah beserta
aturan turunannya

Dalam kaitannya dengan badan hukum BUMD, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa badan hukum BUMD terdiri atas: Perusahaan Umum
Daerah (Perumda) dan Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda). Dari kedua bentuk badan
hukum BUMD tersebut tidak banyak perbedaan, hanya terdapat perbedaan yang mendasar
seperti pada modal BUMD antara keduanya. Dimana diatur dalam undang-undang tersebut
bahwa Perumda seluruh modalnya dimiliki satu daerah dan tidak terbagi atas saham, sedangkan
Perseroda modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51% (lima puluh
satu persen) sahamnya dimiliki oleh satu daerah.

Berkaitan dengan tujuan pendirian BUMD, dalam ketentuan Pasal 331 ayat (4) Undang Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah juncto Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor
54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah dijelaskan bahwa pendirian BUMD bertujuan
untuk:

1. memberikan manfaat bagi perkembangan perekonomian daerah pada umumnya;

2. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang


bermutu bagi pemenuhan hajat hidup masyarakat sesual kondisi, karakteristik dan potensi
daerah yang bersangkutan berdasarkan tata kelola perusahaan yang

3. dan memperolah laba dan/atau keuntungan.

Tujuan pendirian BUMD sebagaimana dijelaskan di atas, pada prinsipnya sejalan dengan
semangat otonomi daerah yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia (UUD NRI) 1945. Pemerintah Daerah diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyatnya serta diberikan keleluasaan untuk mengatur sendiri dalam
berbagal aspek kehidupan di daerahnya, baik aspek ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial,
maupun budaya. Terlebih lagi dengan adanya beberapa tujuan pendirian BUMD sebagaimana
dijelaskan sebelumnya yang sejalan dengan UUD NRI 1945 yang. menjelaskan bahwa
perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan. lingkungan, kemandirian,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Untuk mencapai tujuan pendirian BUMD sebagaimana dijelaskan diatas, daerah perlu
melakukan upaya optimalisasi BUMD yaitu dengan melakukan peningkatan profesionalisasi
baik dari segi manajemen, sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana yang memadai
sehingga memiliki kedudukan yang sejajar dengan kekuatan sektor perekonomian lainnya dan
dapat berkontribusi lebih bagi pembangunan perekonomian yang berkelanjutan di daerah
maupun di tingkat nasional.

2.7 Organ BUMN/BUMD

23
Struktur organisasi perseroan terbatas terdiri dari pemegang saham, direksi, dan komisaris.
Dalam PT, para pemegang saham, melalui komisarisnya melimpahkan wewenangnya kepada
direksi untuk menjalankan dan mengembangkan perusahaan sesual dengan tujuan dan bidang
usaha perusahaan Sesuai dengan Pasal 14 Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas: ayat (1) Perubahan Anggaran Dasar di tetapkan oleh RUPS, ayat (2) Usul adanya
perubahan Anggaran Dasar di cantumkan dalam surat panggilan atau pengumuman untuk
mengadakan RUPS.

1. RUPS

Perseroan Terbatas sebagai salah satu bentuk usaha ekonomi memiliki organ-organ spesifik.
Organ pertama disebut Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), yang secara umum bertugas
untuk menentukan segala kebijaksanaan umum PT. Organ kedua adalah Direksi yang bertugas
menjalankan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan RUPS. Dan ketiga adalah
Komisaris yang bertugas sebagai pengawas untuk dan atas nama pemegang saham.

Pemegang kedaulatan tertingi, di dalam masyarakat kita ada sementara anggapan yang
mengatakan bahwa pemegang kedaulatan tertinggi dalam PT ada di tangan pemegang saham.
Beredarnya adagium di atas tampaknya dilatarbelakangi oleh kultur, sebagian besar lapisan
masarakat kita yang tidak bisa atau tidak sudi memisahkan antara urusan pribadi dan rusan tugas.
Kerap jabatan yang sedang disandang digunakan untuk kepentingan pribadi. Di dalam perseroan,
jabatan sebagai pemegang saham acapkali digunakan untuk mempengaruhi kebijaksanaan di
dalam perseroan. Direksi yang saban waktu ada dalam perseroan sebaliknya tidak bisa atau tidak
sudi memisahkan antara urusan pribadi dan urusan kekuasaan pemegang saham.

Sesungguhnya di dalam perseroan, pemegang saham tidak mempunyai kekuasaan sama sekali.
Para pemegang saham baru mempunyai kekuasaan atas PT bila mereka sudah berada dalam satu
aula atau ruangan pertemuan yang dinamakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Status
hukum keptusan RUPS yang tidak bisa ditentang oleh siapapun serupa itu yang menyebabkan
RUPS sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam PT dan bukan pemegang saham. Pemegang
saham di luar forum RUPS tidak mempunyai kekuasaan apa-apa lagi terhadap perseroan,
malainkan Direksi yang paling berkuasa. Rapat Umum Pemegang Saham sebagai pemegang
kekuasaan tertingi dalam PT mempunyai kewenangan untuk pertama menetapkan kebijaksanaan
umum PT. Kedua

mengangkat dan memberhentikan Direksi dan Komisaris dan ketiga, mengesahkan laporan
tahunan Direksi/Komisaris.

Kewenangan RUPS untuk menetapkan kebijaksanaan umum PT dapat disimpulkan dari bunyi
rumusan pasal 63 Undang-undang Perseroan Terbatas Tahun 1995. Disana dikatakan bahwa
RUPS mempunyai kewenangan yang tidak diberikan kepada Direksi dan Komisaris, dalam Batas
yang ditentukan undang-undang dan Anggaran Dasar/Akte Pendirian. Sedangkan kekuasaan
RUPS untuk mengangkat dan memberhentikan Direksi dan Komisaris terdapat dalam rumusan
pasal 80, 91, 95 dan 1001.

24
2. Direksi

Sruktur organisasi PT (Persero) dalam Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha
Milik Negara (BUMN). Pasal 5 ayat (1) Pengurusan BUMN dilakukan oleh Direksi. (2) Direksi
bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN serta
mewakili BUMN, baik dalam maupun diluar pengadilan. (3) Dalam melaksanakan tugasnya,
anggota Direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan
serta wajib melaksankan prinsip-prinsip, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas,
pertangungjawaban, serta kewajaran.

Pasal 6

1) Pengawasan BUMN dilakukan oleh Komisaris dan Dewan Pengawas

2) Komisaris dan Dewan Pengawas bertanggungjawab penuh atas pengawasan BUMN


untuk kepentingan dan tujuan BUMN.

3) Dalam melaksanakan tugasnya, Komisaris dan Dewan Pengawas harus mematuhi


Anggaran Dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan
prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas,
pertanggungjawaban, serta kewajaran.

Pasal 7 Para anggota Direksi, Komisaris dan Dewan Pengawas dilarang mengambil keuntungan
pribadi baik secara langsung maupun tidak langsung dari kegiatan BUMN selain penghasilan
yang sah. Lazimnya dalam akta pendirian PT untuk pertama kalinya para pendiri ditetapkan
sebagal pengurus. Pada hakekatnya Direkturnya yang disertai pekerjaan pengurus, tetapi hal ini
tidak dapat selalu demikian. Adakalanya pangkat direktur diberikan kepada orang yang tidak
melakukan pekerjaan pengurus, sedangkan pekerjaan pengurus diserahkan kepada dewan
pengurus.

Para pegawai yang bekerja di PT tidak dapat disebut pengurus dalam arti kata undang undang,
Pengurus untuk selanjutnya ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Berdasarkan undang-undang, yang dimaksud dengan pengurus ialah hanya mereka yang
diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk waktu tertentu baik bergaji atau
tidak, untuk memimpin PT dalam melakukan undang-undangnya, dan bertanggung jawab
sepenuhnya kepada Rapat Umum Pemegang Saham. Dengan demikian maka struktur PT adalah
RUPS sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Selanjutnya Direksi yang bertanggung jawab
penuh atas pengurusan perseroan, dan Komisaris bertugas melakukan pengawasan secara umum.
Sebagaimana ditegaskan di

dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang PT Pasal 2 Organ Perseroan adalah Rapat
Umum Pemegang Saham, Direksi dan Komisaris. Penegasan Pasal di atas sama dengan yang
ditegaska dalam Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN Pasal 13, Organ Perseroan
adalah RUPS, Direksi dan Komisaris.

25
Dengan demikian maka yang disebut dengan Perusahaan yang ditegaskan dalam Undang undang
No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN Pasal 1 ayat (2), bahwa Perusahaan Perseroan, yang
selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya
terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya
dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan, Namun
demikian terdapat perbedaan yang mendasar sebagaiman di tegaskan dalam Pasal 1 ayat (1) UU
No. 1 Tahun 1995 tentang PT bahwa, Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroa
adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan
modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Rapat Umum Pemegang Saham atau (RUPS), sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3)
Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang PT bahwa, Rapat Umum Pemegang Saham yang
selanjutnya disebut RUPS adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam
perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau
Komisaris Dengan demikian idektik dengan Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN
Pasal 1 ayat (13) Bahwa, Rapat Umum Pemegang saham, yang selanjutnya disebut RUPS,
adalah organ Persero yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Persero dan memegang segala
wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris.

Direksi, yang ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (4) UU No. 1 Tahun 1995 tentang PT bahwa,
Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas perseroan untuk kepentingan
dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun diluar pengadilan sesuai
dengan ketentuan Anggaran Dasar. Ketentuan ini juga identik dengan ketentuan pada Pasal 1
ayat (9) UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN bahwa Direksi adalah organ BUMN yang
bertanggung jawab atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN, serta
mewakili BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan.

3. Komisaris

Komisaris sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (5) UU No. 1 Tahun 1995 tentang PT
bahwa, Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum
dan atau khusus serta memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan perseroan.
Selanjutnya penegasan tersebut juga identik dengan penegasan dalam Undang undang No. 19
Tahun 2003 tentang BUMN Pasal 1 ayat (7) bahwa, Komisaris adalah organ persero yang
bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direks! dalam menjalankan
kegiatan pengurusan persero. Maksud dan tujuan Persero sebagaimana ditegaskan dalam
Undang-undang No. 19 Tahun 2003 Pasal 12 bahwa, maksud dan tujuan pendirian Persero
adalah a. menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat; b.
mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan. Ditegaskan juga dalam Undang-
undang No. 1 Tahun 1995 tentang PT Pasal 2 bahwa, Kegiatan perseroan harus sesuai dengan
maksud dan tujuan serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban
umum, dan atau kesusilaan. Kewenangan RUPS ditegaskan dalam UU No. 19 Tahun 2003
tentang BUMN Pasal 14: (1). Menteri bertindak selaku RUPS dalam hal seluruh saham Persero
dimiliki oleh negara dan bertindak selaku pemegang saham pada Persero dan perseroan terbatas
dalam hal tidak seluruh sahamnya dimiliki oleh negara. (2) Menteri dapat memberikan kuasa

26
dengan hak subtitusi kepada perorangan atau badan hukum untuk mewakilinya dalam RUPS. (3).
Pihak yang menerima kuasa sebagaiman dimaksud dalam ayat (2), wajib terlebih dahulu
mendapat persetujuan Menteri untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai perubahan
jumlah modal; perubahan anggaran dasar, penggabungan, peleburan, pengambilalihan,
pemisahan, serta pembubaran Persero; investasi dan pembiayaan jangka panjang: rencana
penggunaan laba; kerja sama Persero; pembentukan anak perusahaan atau penyertaan:
pengalihan aktiva. Pasal 32 bahwa:(1).Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian
wewenang kepada Komisaris untuk memberikan persetujuan kepada Direksi dalam melakukan
perbuatan hukum tertentu. (2). Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Komisaris
dapat melakukan tindakan pengurusan Persero dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu
tertentu, Dengan demikian dalam struktur organ Perseroan Terbatas yang di tegaskan dalam
Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang PT dan Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang
BUMN hampir bisa sama, hanya pada undang-undang PT mengatur perseroan secara umum,
sedangkan Undang-undang No. 19 tahun 2003 tentang BUMN mengatur Perseroan secara
khusus bagi Badan Usaha Milik Negara,

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Konsep negara hukum adalah negara yang pemerintahan-nya menjamin

27
terselenggaranya kesejahteraan rakyat. Dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya.

Pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya

menghendaki pemerintah untuk mencampuri kehidupan ekonomi dan sosial

masyarakat, sebagai langkah untuk mewujudkan kesejahteraan umum di samping

menjaga ketertiban dan keamanan. Menurut E. Utrecht, sejak negara turut serta secara

aktif dalam pergaulan kemasyarakatan, lapangan pekerjaan pemerintah makin lama

makin luas. Hal tersebut sesuai dengan ide dasar tentang tujuan negara dalam

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa tujuan negara untuk memajukan

kesejahteraan umum atau dalam rumusan lainnya untuk mewujudkan keadilan

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945),

menunjukan penegasan legalitas untuk menjamin kesejahteraan rakyat Indonesia.

Terlebih lagi dalam Pembukaan UUD 1945 pada Alinea keempat yang berbunyi

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia

yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan

untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Terhadap makna tersirat dalam Pasal 33 UUD 1945, maka secara jelas Indonesia

menyatakan dirinya sebagai negara kesejahteraan (welfare state), yang mana

kesejahteraan rakyat merupakan tujuan utama dari pelaksanaan kehidupan berbangsa

dan bernegara. Dalam melaksanakan perannya sebagai negara kesejahteraan (welfare

state), sebuah negara haruslah memiliki perangkat untuk mewujudkan cita-citanya

yaitu kesejahteraan rakyatnya. Di antaranya Badan usaha Milik Negara (BUMN) dan

Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Menurut Undang-Undang No 19 tahun 2003 Tentang BUMN (selanjutnya

28
disingkat UU BUMN) pasal 1 ayat (1) yang berbunyi:

“Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan

usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui

penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.”

Keberadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai salah satu pilar

perekonomian Indonesia, didasarkan kepada penggarisan UUD 1945 di samping

keberadaan usaha swasta dan koperasi. Keterlibatan negara dalam kegiatan tersebut

pada dasarnya merupakan pencerminan dari substansi Pasal 33 UUD 1945, yang

antara lain menyatakan bahwa:

“cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat

hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar untuk

kemakmuran rakyat”.

Selain BUMN Di Indonesia juga mengenal Badan Usaha Milik Daerah

selanjutnya disingkat BUMD yang diatur didalam Pasal 1 ayat (40) UU No 23 tahun

2014 tentang Pemerintah Daerah sebagai pengganti dari UU No 5 tahun 1962 tentang

Perusahaan Daerah yang berbunyi:

“Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah badan

usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Daerah”.

Istilah BUMD diilhami dari terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun

1998 Tentang Perusahaan Perseroan (persero) dan Peraturan Pemerintah Nomor 13

Tahun 1998 Tentang Perusahaan Umum (perum). Namun demikian, definisi BUMD

sampai sekarang belum ditetapkan secara baku oleh peraturan perundang-undangan.

Berbeda dengan BUMN yang definisinya telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 19

Tahun 2003 tentang BUMN. Dilain pihak, istilah BUMD telah tertuang baik dalam

29
Peraturan Mendagri Nomor 3 Tahun 1999 tentang Bentuk Hukum BUMD,

tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang dirubah menjadi

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Oleh

karena itu, BUMD perlu dioptimalkan pengelolaannya agar benarbenar menjadi

kekuatan ekonomi yang handal sehingga dapat berperan aktif, baik dalam

menjalankan fungsi dan tugasnya maupun sebagai kekuatan perekonomian

daerah.Laba dari BUMD diharapkan memberikan kontribusi yang besar terhadap

Pendapatan Asli Daerah.

3.2 SARAN

Mari kita tingkatkan mutu pelayanan dari BUMN dan BUMD ini, karena banayak
sekaliBUMN dan BUMD ini yang pelayanannya kepada masyarakat asal-asalan.
Sebaiknya pemerintah harus melakukan pengawasan secara ketat terhadap BUMN dan 
BUMD ini karenasering sekali terjadi praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Kita
sebagai masyarakat juga harusikut dalam melakukan pengawasan terhadap BUMN dan
BUMD ini.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/38225505/MAKALAH_BUMN_DAN_BUMD_docx

https://www.scribd.com/document/454837609/MAKALAH-BUMN-dan-BUMD

30
31
32

Anda mungkin juga menyukai