Anda di halaman 1dari 17

NAMA : TSALIKHA GUMAYDARA

NPM : 110110160169
HUKUM PERUSAHAAN KELAS A

BAB I

PENDAHULUAN

Listrik sebagai energi yang menjadi bagian dari kehidupan masyarakat menjadi sebuah objek
vital yang dibutuhkan. Dengan fungsi yang dimilikinya dari fungsi terkecil seperti menyalakan
televisi hingga fungsinya menerangi satu kota, menjadikannya sebagai bagian yang tidak bisa
terpisahkan dari kehidupan manusia. Dengan keberadaannya yang vital tersebut, Negara perlu
mengatur mengenai pengaturannya, menyangkut fungsinya sebagai penggerak ekonomi
nasional. Hal ini sebagai kewajiban dan salah satu bentuk tanggung jawab pemerintah kepada
rakyat, yang mana dalam hal ini rakyat sebagai konsumen tidak boleh dirugikan.

Dewasa ini, pemadaman listrik baru saja terjadi di beberapa wilayah di Pulau Jawa, termasuk
Ibukota DKI Jakarta yang berlangsung selama lebih dari 10 (sepuluh) jam. Hal ini tentunya
menimbulkan kerugian baik materiil maupun immateriil, yang dialami masyarakat. Maka dari
itu, beberapa gugatan yang ditujukan kepada PLN-selaku Badan Usaha Milik Negara atau
(BUMN) yang dalam hal ini ditugaskan mengenai urusan penyediaan listrik – diterima di
Pengadilan Negeri. Baik gugatan personal maupun class action lawsuit. Dari gugatan yang ada
ini perlu diperhatikan mengenai hubungan hukum yang ada antara PT. PLN sebagai pelaku
usaha dengan masyarakat sebagai konsumen pengguna jasa yang ada. Maka dari itu, penulis
dalam hal ini akan menganalisis jurnal yang bertajuk “Tinjauan Hukum tentang PT. PLN
(PERSERO) sebagai Pelaku Usaha di dalam Penyediaan Listrik bagi Konsumen” yang
diharapkan dapat menjawab pertanyaan seputar polemik yang ada saat ini.

1
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Tinjauan Teoritis

Sejak Indonesia merdeka, fungsi dan peranan perusahaan negara sudah menjadi perdebatan
dikalangan founding fathers, terutama pada kata dikuasai oleh negara. Bung Karno
menafsirkan bahwa, karena kondisi perekonomian masih lemah pasca kemerdekaan, maka
negara harus menguasai sebagian besar bidang usaha yang dapat menstimulasi kegiatan
ekonomi. Sedangkan, Bung Hatta menentukan pendapat ini dan memandang bahwa Negara
hanya cukup menguasai perusahaan yang benar-benar menguasai kebutuhan pokok masyarakat
seperti listrik dan transportasi. Pandangan Hatta ini kemudian lebih sesuai dengan paham
ekonomi modern, dimana posisi Negara hanya cukup menyediakan infrastruktur yang
mendukung proses pembangunan.1

Dasar keberadaan BUMN adalah pasal 33 ayat 2 Undang Undang Dasar Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai Negara”. Dalam melaksanakan tugas konstitusional
tersebut, Negara melakukan penguasaan atas seluruh kekuatan ekonomi melalui regulasi
sektoral yang merupakan kewenangan Menteri teknis dan kepemilikan Negara pada unit-unit
usaha milik Negara yang menjadi kewenangan menteri BUMN. Sabagai turunan dari UUD
1945 tersebut, kebijakan pembinaan BUMN dituangkan dalam Undang-undang nomor 19
Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 2

Keberadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang merupakan salah satu wujud nyata
berkaitan dengan Pasal 33 UUD 1945 khususnya ayat (1), dan (2) yaitu :

Ayat (2) : Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai Negara.

1
Roziq M. Kaelani, Landasan Hukum dan Sejarah BUMNdi Indonesia ,bulletin KAHMI FE Universitas
Brawijaya, Edisi 1 Tahun I/2007, dalam http://ketawanggede.tripod.com/edisi1.pdf.atau.dalamh
ttp://www.blogster.com/ketawanggede/landasan- hukum-dan-sejarah

2
Ibid

2
Ayat (3) : bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat.

Penguasaan Negara itu penting agar kesejahteraan rakyat dan rakyat banyak dapat menikmati
sumber-sumber kemakmuran rakyat dari bumi, air, dan kekayaan alam. Hal ini merupakan
posisi strategis bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. penguasaan Negara tercermin dalam
Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 menyatakan bahwa Badan Usaha Milik
Negara yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan
Negara yang dipisahkan. Perkataan BUMN sudah menunjukkan suatu badan usaha yaitu yang
melakukan kegiatan usaha, sedangkan usaha diartikan sebagai kegiatan dengan mengarahkan
tenaga, pikiran untuk mencapai suatu tujuan atau maksud dan kepemilikan saham atau
modalnya dimiliki oleh Negara. Dalam hal ini UU BUMN membatasi kriteria yaitu
kepemilikan Negara minimal 51 % sedangkan kekayaan Negara yang dipisahkan adalah
pemisahan kekayaan Negara dari Anggaran Pendapatan dan Penerimaan Negara pada BUMN
(Persero dan Perum serta perseroan terbatas lainnya.3

Badan Usaha Milik Negara atau sering disingkat dengan BUMN, merupakan bentuk badan
usaha dibidang-bidang tertentu, yang umumnya menyangkut dengan kepantingan umum,
dimana peran pemerintah di dalamnya relatif besar, minimal dengan menguasai mayoritas
pemegang saham. Eksistensi dari Badan Usaha Milik Negara ini adalah sebagai konsekuensi
dan amanah dari konstitusi di mana hal-hal yang penting atau cabang – cabang produksi yang
penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.4 Ada 5 (lima) tujuan
pendirian BUMN yang diatur dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 19 tahun 2003, yaitu
sebagai berikut :

a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya

dan penerimaan Negara pada khususnya. BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu

3
Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia,(Bogor : Ghalia Indonesia, 2010),
hal.151

4
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era global, (Bandung: PT Citra Aditya
Bakti,2005), hal 45

3
pelayanan pada masyarakat sekaligus memberikan kontribusi dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi nasional dan membantu penerimaan keuangan Negara.
b. Mengejar keuntungan. Meskipun maksud dan tujuan persero adalah untuk mengejar

keuntungan, namun dalam hal-hal tertentu untuk melakukan pelayanan umum, Persero
dapat diberikan tugas khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan yang
sehat. Dengan demikian, penugasan pemerintah harus disertai dengan pembiayaannya
(kompensasi) berdasarkan perhitungan bisnis atau komersial, sedangkan untuk perum
yang tujuannya menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan umum, dalam
pelaksanaanya harus memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaaan yang
sehat.
c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan jasa yang

bermutu tinggi serta memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. Dengan
maksud dan tujuan seperti ini, setiap hasil usaha dari BUMN, baik barang dan jasa,
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
d. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor

swasta dan koperasi. Kegiatan perintisan merupakan suatu kegiatan usaha untuk
menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyrakat, namun kegiatan
tersebut belum dapat dilakukan oleh swasta dan koperasi karena sacara komersial tidak
menguntungkan. Dalam hal adanya kebutuhan masyarakat luas yang mendesak,
pemerintah dapat pula menugasi suatu BUMN yang mempunyai fungsi pelayanan
kemanfaatan umum untuk melaksanakan program kemitraan dengan pengusaha
golongan ekonomi lemah.
e. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi

lemah, koperasi, dan masyarakat.

4
Sedangkan manfaat dari BUMN adalah :5

a. Memberi kemudahan kapada masyrakat luas dalam memperoleh berbagai alat


pemenuhan kebutuhan hidup yang berupa barang atau jasa.

b. Membuka dan memperluas kesempatan kerja bagi penduduk angkatan kerja.

c. Mencegah monopoli pasar atau barang dan jasa yang merupakan kebutuhan
masyarakat banyak oleh sekelompok pengusaha swasta yang bermodal kuat.

d. Meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi komoditi ekspor sebagai sumber


devisa, baik migas maupun non migas.

e. Menghimpun dana untuk mengisi kas negara, yang selanjutnya dipergunakan untuk
memajukan dan mengembangkan perekonomian negara.

f. Kegiatan BUMN harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan / atau kesusilaan.

Macam-macam Bentuk BUMN

Di dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 macam-macam bentuk BUMN itu adalah
sebagai berikut :

a. Perusahaan Perseroan (Persero).

Pasal 1 angka 2 Undang Undang Nomor 19 T ahun 2003, berbunyi : perseroan terbatas
yang selanjutnya disebut persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang
modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen)
sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar
keuntungan. Organ-organ dari Persero adalah RUPS, Direksi dan Komisaris.

5
<http//www.BUMN.wikipedia Indonesia ensiklopedia bebas.com> diakses pada tanggal 2
Mei 2012 pada pukul 01.00 wib.

5
b. Perusahaan umum (Perum).

Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh
modalnya dimiliki Negara dan tidak terbagi atas saham, tujuan untuk kemanfaatan umum
berupa penyediaan barang/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus untuk mengejar
keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Pada dasarnya proses pendirian
Perum sama dengan Persero. Organ dari suatu Perum adalah Menteri, Direksi, dan Dewan
Pengawas

Penyediaan tenaga listrik bagi negara dengan ekonomi yang berkembang pesat dan seluas
Indonesia bukanlah perkara mudah. Jika ekonomi tumbuh 6 %, pasokan listrik paling tidak
harus tumbuh 9 % per tahun atau setara dengan 3500 - 4500MW kapasitas pembangkit baru,
diluar daya cadangan (reserve margin). Di Indonesia, selama lebih dari 40 tahun, usaha
penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh PLN. Selain karena karakteristik industrinya,
terbentuknya Monopoli tersebut juga disebabkan oleh penugasan penyediaan listrik untuk
masyarakat dari pemerintah. 6

Seiring berjalannya waktu, PLN sepertinya telah menyadari, bahwa dengan pesatnya
pertumbuhan permintaan listrik, penyediaan pasokan tenaga listrik tidak dapat ditanggung
sendiri oleh PLN karena keterbatasan kemampuan finansialnya. Peluang yang terbuka bagi
swasta (IPP) dan aktor lain sesungguhnya sangat besar, tanpa perlu bersaing dengan PLN.7

Pada prakteknya pembangkit listrik swasta menjual listriknya kepada PT. PLN (Persero)
melalui kontrak jangka panjang dengan harga yang disepakati kedua belah pihak yang tertuang
dalam perjanjian pembelian tenaga listrik (power purchase agreement) atau penjualan energi
(energy sales contract), atau konsep sewa (leasing) pembangkit, atau dengan skema kemitraan

6
Makarao Suhasril. (2010). Hukum Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat. Bogor. Ghalia Indonesia.

7
Ibid

6
publik dan swasta, dimana pihak swasta membangun pembangkit listrik, dengan insentif dari
pemerintah, yang kemudian listriknya dibeli atau pembangkitnya dioperasikan oleh PLN. 8

PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang diberi kuasa Ketenagalistrikan oleh Pemerintah,
sesuai dengan diundangkannya Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 Tentang
Ketenagalistrikan, memiliki tugas utama untuk melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik
bagi sebesar- besarnya untuk kepentingan umum. Hal ini sejalan dengan tujuan Nasional
Indonesia seperti tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, khususnya untuk
ikut memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia, konsumen mendapat perlindungan secara hukum. Sejak
dikeluarkanya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yang
sedikit banyak telah membuat lega masyarakat yang notabene adalah konsumen. Namun
sebagaimana perlindungan terhadap hak-hak konsumen ketenagalistrikan. Masyarakat
Indonesia sebagai penerima jasa layanan publik sering mengalami kesulitan akibat ketiadaan
standar pelayanan yang jelas. Masyarakat atau konsumen akan mudah secara sepihak dijatuhi
sanksi jika yang bersangkutan terlambat membayar kewajibannya, tetapi sebaliknya sanksi
yang sama tidak dapat diarahkan kepada pejabat tata usaha Negara yang terlambat
merealisasikan pelayananya kepada masyarakat. Ketimpangan ini dapat terjadi di semua sektor
kehidupan.9 Selanjutnya berdasarkan Pasal 2 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2009 termuat asas dan
tujuan mengenai adanya PT. PLN ditujukan untuk menjamin ketersediaan tengara listrik dalam
jumlah yang cukup, kualitas yang baik, serta harga yang wajar dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mewujudkan pembangunan
berkelanjutan.

Sejak semula, kedudukan PT. PLN (Persero) sebgai satu-satunya perusahaan penyediaan
tenaga listrik yang dibentuk oleh pemerintah dan diberi hak serta tanggung jawab untuk
mengelola dan mendistribusikan tenaga listrik melalui suatu kuasa usaha.10

8
Sidabalok Janus. (2012). Hukum Perusahaan, Analisis Terhadap Pengaturan Peran Perusahaan Dalam
Pembangunan Ekonomi Nasional Indonesia. Bandung. Nuansa Aulia.

9
Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi Revisi, Penerbit PT. Gramedia Widiasarana
Indoneisa, Jakarta, 2006, Hal 173

10
Ibrahim Johanes. (2006) Hukum Organisasi Perusahaan. Bandung. Revika Aditama.

7
Sebagai perusahaan BUMN, PT. PLN (Persero) memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai
Agent of Profit dan Agent Of Network. Perusahaan bertanggung jawab untuk memberikan
pelayanan yang maksimal. Namun demikian tidak seperti yang diharapkan dan diamanatkan
didalam Undang- Undang ketenaga listrikan, jaminan ketersediaan tenaga listrik untuk
mewujudkan kesejahteraan umum belum sepenuhnya dapat terlaksana dengan baik,
pemenuhan sarana kelistrikan belum bisa dikatakan optimal bagi warga masyarakat. 11

Dalam Konsideran UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menyatakan,


bahwa pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi harus dapat mendukung
tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan beraneka barang dan/atau jasa yang
memiliki kandungan teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak
dan sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan/atau jasa yang diperoleh dari
perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen.

Oleh karena itu Kepatutan dan kebiasaan (Asas Kebebasan berkontrak) sebagai landasan di
dalam perikatan kontrak penggunaan ketenaga listrikan di Indonesia. Hl ini didasarkan pada
Buku III, KUH Perdata Tentang Perikatan yaitu; Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan
:“Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan UU berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan
kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang ditentukan undang-undang,
Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”.Pasal 1320 KUH Perdata, supaya terjadi
persetujuan yang sah, perlu dipenuhi 4 (empat) syarat yaitu, syarat subyek (Point 1 dan 2) dan
syarat obyek (Point 3 dan 4) :

1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;


2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu pokok persoalan tertentu;
4. suatu sebab yang tidak terlarang.

a. Sepakat Mereka Yang Mengikatkan Dirinya

Suatu kesepakaatan selalu diawali dengan adanya suatu penawaran oleh suatu pihak yang
dilanjutkan dengan adanya tanggapan berupa penerimaan oleh pihak yang lain. Jika
penawaran tersebut tidak ditanggapi atau direspon oleh pihak lain maka dengan demikian
tidak akan ada kesepakatan.Oleh karena itu diperlukan dua pihak untuk melakukan
kesepakatan, dalam hal ini pihak PT. PLN (Persero) sebagai pihak yang berwenang di dalam
pengadaan ketenagalistrikan (bekerjasama dengan pihak sewasta, dalam hal pemasangan
isntalatir, didalam rumah/ gedung) dan Masyarakat sebagai pemakai listrik.

b. Kecakapan Untuk Membuat Suatu Perikatan

Umumnya semua orang adalah cakap untuk melakukan perbuatan hukum apabila ia sudah
dewasa keculi jika oleh undang- undang dinyatakan tidak cakap. Dewasa artinya sudah

11
Kristiyanti Celina Tri Siwi. (2008) Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta. Sinar Grafika.

8
mencapai umur 21 tahun, atau belum berusia 21 tahun tetapi sudah menikah. Dikatakan tidak
cakap membuat perjanjian ialah orang yang ditaruh dibawah pengampuan (gila, dungu, mata
gelap, lemah akal dan pemboros). Perjanjian pelayanan ketenagalistrikan sangat jelas para
pihaknya sudah dewasa (tidak berada dibawah pengampuan), karena proses pemasangan
listrik dilakukan secara langsung, konsumen selaku kepala rumah tangga mengajukan surat
permohonan dengan melampirkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan persyaratan-
persyaratan lainnya. Jika ternyata orang yang melakukan transaksi adalah, orang yang tidak
cakap misalnya, Konsumen tidak melaksanakan kewajiban pembayaran iuran bulanannya
atau konsumen merusak segel meteran milik PT. PLN (Persero), atau konsumen melanggar
hal-hal yang sudah disepakati bersama, maka pihak PT. PLN (Persero) mengambil tindakan
penyegelan meteran listrik di rumah tersebut.

c. Suatu Hal Tertentu

Suatu hal tertentu merupakan pokok daripada perjanjian, merupakan prestasi yang perlu
dipenuhi dalam suatu perjanjian, dan merupakan objek perjanjian. Prestasi itu harus tertentu
atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan, apa yang diperjanjiakan harus cukup jelas,
ditentukan jenisnya. Adapun yang menjadi objek adalah, pemasangan instalatir dan besarnya
voltase aliran listrik yang dinginkan masyarakat, yang disediakan oleh pihak PT. PLN
(Persero), yang bertanggung jawab menyediakan ketenagalistrikan buat masyarakat di
wilayah Republik Indonesia.

d. Suatu Sebab Yang Halal

Sebab yang halal adalah inti dari perjanjian dan bukan sebab dari para pihak yang
mengadakan perjanjian. Isi dari perjanjian haruslah sesuai dengan undang- undang, dan tidak
berlawanan dengan kesusilaan dan kletertiban umum. Dalam hal ini objek perikatan adalah
sudah jelas yaitu, aliran (Voltase) yang disuplai oleh PT. PLN (Persero). Adapun dalam
transaksi pemasangan listrik para pihak tidak ada proses tawar-menawar seperti dalam
transaksi jual beli dipasar atau di toko, secara langsung.

C. Syarat Penggunaan Klausul Baku Dalam Kontrak Penyediaan Listrik

Sistem hukum (perdata) Indonesia, pengaturan kontrak didasarkan pada hukum perdata yang
terdapat dalam KUH Perdata buku ketiga tentang perikatan (van verbintenissen). Jadi hukum
kontrak di Indonesia adalah bagian dari hukum perikatan. Pengertian perjanjian atau kontrak
dalam KUH Perdata Pasal 1313 di rumuskan sebagai berikut: ”Suatu perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain
atau lebih.

Undang–undang tidak memberikan defenisi pengertian perikatan secara pas, namun,


mayoritas penulis bisa menerima rumusan yang dalam garis besar berbunyi;“Perikatan adalah
suatu hubungan hukum harta kekayaan antara dua orang atau lebih, yang menurut ketentuan
seseorang atau lebih berhak atas sesuatu, sedang yang seorang lagi atau lebih berkewajiban
untuk itu.Demikian pula rumusan perjanjian yang dikemukakan oleh Abdulkadir

9
Muhammad12 Perikatan adalah hubunganhukum yang terjadi antara orang yang satu dengan
orang yang lain karena perbuatan, peristiwa atau keadaan”. Mariam Darus
Badrulzaman13yang dalam abstraksi yang secara lengkap menyatakan bahwa hingga kini
belum ada hukum yang mengatur secara tegas aspek legal homepage dan internet. Karena itu
perlu perluasan makna dari KUHPerdata, undang-undang hak cipta, undang-undang
perlindungan konsumen dan undang-undang merek terkait dengan hal tersebut. Banyaknya
permasalahan hadapi PT. PLN (Persero) didalam pemberian pelayanan ketenagalistrikan
kepada masyarakat, misalnya:

1. Jika keterlambatan membayar listrik dirumah tersebut, langsung di segel;


2. Jika keterlambatan membayar iuran bulanan, masyarakat dikenakan denda;
3. Seringnya pemadaman listrik secara mendadak, hal ini berakibat kerusakan barang-
barang elektronik, bahkan bisa terjadi kebakaran, karena secaratiba-tiba listrik on/
hidup kembali dengan tegangan yang tinggi;
4. Sering naik turunnya voltase atau aliran listrik tidak stabil;
5. Sebagian masyarakat belum terlayani penambahan aliran/ tegangan;
6. Sebagian besar masyarakat di pinggiran kota belum terlayani, pemasangan aliran
listrik baru.

Pihak-pihak dalam kontrak; Dalam tiap- tiap perjanjian, minimal terdapat dua pihak (subjek)
yang terlibat didalamnya, yaitu: “Manusia atau suatu badan hukum yang mendapatkan hak;
dan manusia atau badan hukum yang dibebani kewajiban”. Dalam kontrak selain para pihak
juga dapat mengikat pihak ketiga lainnya yang dapat dibebani pertanggungjawaban secara
hukum. Sebaiknya perjanjian pemasangan listrik oleh PT. PLN (Persero) haruslah jelas dan
transparan apa saja yang menjadi hak-hak dan kewajiban para pihak, sehingga masyarakat
tidak dirugikan.

Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Kaitannya Dengan UU Perlindungan Konsumen

Menurut Salim HS14mengatakan, bahwa dalam hukum kontrak dikenal 5 (lima) asas penting
yaitu :

1. Asas Konsensualitas;
2. Asas kebebasan berkontrak;
3. Asas Pacta sunt servanda (kepastian hukum);
4. Asas itikad baik;
5. Asas Kepribadian;

12
Abdulkadir Muhammad Perjanjian baku Dalam Peraktik Perusahaan Perdagangan, Citra Aditya Bhakti,
Bandung; 1992. Hlm 24

13
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung; 1994, Hlm 65
14
Salim HS , Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Citra Aditya Bhakti, jakarta; 2003, Hlm 71

10
Perlindungan konsumen berasaskanyaitu; Asas Manfaat, Asas Keadilan, Asas
Keseimbangan, Asas Keamanan, Asas Keselamatan Konsumen, dan Asas kepastian
hukum (Pasal 2 UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen).Pasal 3,
UU Perlindungan Konsumen.

Adapun Tujuan Perlindungan Konsumen yaitu :

1. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi


diri;
2. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari
ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
3. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut
hak-haknya sebagai konsumen;
4. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian
hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
5. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa;
6. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
7. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
8. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
9. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
10. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya;
11. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban Konsumen (Pasal 5 UU Perlindungan Konsumen)yaitu:

1. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau


pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Adapun Hak dan kewajiban Pelaku

a. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen


sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha;

b. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi
barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

11
Adapun Hak dan Kewajiban Konsumen yaitu :

1. Hak Konsumen (Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen) :

1. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang


dan/atau jasa;
2. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

Usaha yaitu :
1. Hak Pelaku Usaha (Pasal 6 UU Perlindungan Konsumen) :

1. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi
dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad
tidak baik;
3. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum
sengketa konsumen;
4. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
5. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

2. Kewajiban Pelaku Usaha(Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen)

1. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;


2. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan;
3. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
4. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
5. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang
dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan;
6. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
7. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa
yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Usaha ketenagalistrikan dalam Pasal diatas terdiri dari usaha penyediaan tenaga listrik
yang meliputu :

1. Jenis usaha pembangkit tenaga listrik;


2. Usaha penyaluran transmisi tenaga listrik;
3. Usaha penyaluran distrubusi tenaga listrik; dan Usaha pemasarankepada konsumen;
4. Usaha penunjang tenaga listrik; antara lain meliputu;Perbuatan yang dilarang bagi
pelaku usaha (Pasal 8 UU PK) :

(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa.

12
(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan
tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.

(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat
atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.

(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada Ayat (1) dan Ayat (2) dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.

Hubungan Hukum Antara PT. PLN (Persero) Pelaku Usaha dan Konsumen Pengguna
Jasa

Berdasarkan UU Ketenagalistrikan, sebagai salah satu cabang penting yang sangat


dibutuhkan oleh semua lapisan masyarakat, baik di pedesaan, maupun dii perkotaan. Hal ini
harus dapat dimanfaatkan sebaik mungkin, untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat,
disamping itu tenaga listrik mempunyai kedudukan yang penting dalam pembangunan
nasional pada umumnya, ddan sebagai salah satu pendorong kegiatan ekonomi pada
khususnya, dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil
dan spirituil berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Sedangkan Konsumen tenaga listrik mempunyai kewajiban, yang tertuang dalam Pasal 34,
Ayat (2) UU Ketenagalistrikan, yaitu:

a. melaksanakan pengamanan terhadap bahaya yang mungkin timbul akibat


pemanfaatantenaga listrik;

b. menjaga keamanan instalasi ketenagalistrikan;

c. memanfaatkan tenaga listrik sesuai dengan peruntukannya; dan

d. membayar uang langganan atau harga tenaga listrik sesuai ketentuan atau perjanjian.

13
1.2 Analisis

Terhadap jurnal “Tinjauan Hukum tentang PT. PLN (Persero) sebagai Pelaku Usaha di
dalam Penyediaan Listrik bagi Konsumen” penulis menemukan jurnal penelitian tersebut
ditujukan untuk mengetahui serta memahami hubungan hukum antara persero dalam hal ini
PT. PLN dengan konsumen yaitu masyarakat. Sehingga penulis berasumsi jurnal tersebut juga
menggunakan sudut pandang hukum terkait perlindungan konsumen, yang tersirat dari adanya
pembahasan mengenai pasal 1338 KUH Perdata terkait kebebasan berkontrak serta pasal 1320
KUH Perdata tentang syarat sahnya perjanjian. Penulis beranggapan objek kajian yang diteliti
ini merupakan kajian yang perlu dipahami mengingat objek pembahasan ialah hal vital yang
bersentuhan langsung dengan kehidupan masyakarakat. Lebih lanjut, PLN sebagai penyedia
jasa merupakan BUMN yang diperintahkan oleh konstitusi sebagai perusahaan negara yang
juga sekaligus pemegang tunggal “lisensi” kepengurusan energi tersebut di negara ini. Maka
pada praktiknya, perlu lah dipahami kedudukan dari tiap-tiap pihak baik akibat serta
konsekuensi hukum yang timbul.

Pada praktiknya pun, PLN sebagai penyedia jasa sedikit banyak menimbulkan kerugian pada
masyarakat dengan terjadinya pemadaman listrik. Yang juga baru saja ini terjadi di banyak
daerah di Pulau Jawa yang berlangsung lebih dari 10 (sepuluh) jam, sehingga menimbulkan
protes dari masyarakat secara luas. Dengan isu pemadaman listrik yang sedang hangat tersebut
terjadi, masyarakat Indonesia di bagian daerah lainnya seperti wilayah timur Indonesia juga
ikut bersuara dengan menyatakan bahwa pemadaman listrik tanpa pemberitahuan dengan
jangka waktu yang lama memang sudah lazim terjadi. Dari fenomena ini menunjukkan bahwa
PLN sebagai penyedia jasa dalam melakukan urusannya masih banyak tersandung kasus yang
penyelesaiannya pun tidak diketahui secara jelas. Nyatanya, masyarakat sebagai konsumen
sesuai prosedur yang lahir dari Undang- Undang terikat untuk melaksanakan kewajiban berupa
pembayaran kepada si penyedia jasa dalam hal ini, PLN. Lebih lanjut, perkataan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said bahwa listrik adalah hak asasi
manusia modern yang karenanya negara atau pemerintah wajib menyediakan akses listrik
kepada tiap insan manusia (27/4/2016). Berangkat dari keadaan yang ideal tersebut jika
dibandingkan dengan realita yang ada sungguhlah berbanding terbalik. Sehingga, penulis
memilih untuk menganalisis jurnal “Tinjauan Hukum tentang PLN (Persero) sebagai pelaku
usaha di dalam penyediaan listrik bagi Konsumen” sebagai objek kajian ditambah juga dengan

14
perspektif dari hukum perusahaan, dimana PLN dengan statusnya sebagai persero merupakan
perusahaan negara yang juga lahir dari peraturan perundangan yang ada.

Dilansir dari berbagai media, dapat ditemukan kasus yang diajukan masyarakat kepada PLN
seperti contohnya gugatan perdata yang diajukan oleh Ariyo Bimmo di Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan, karena merasa PLN telah melanggar Pasal 28 huruf a dan b serta Pasal 29 UU
No. 30 Tahun 2009 tentang ketenagalistrikan. Juga gugatan yang diajukan pengguna KRL
Commuter Line karena terjebak saat terjadi pemadaman pada 4 Agustus 2019. Kasus- kasus
tersebut merupakan contoh kecil saja dari yang diketahui, karena PLN sebagai satu-satunya
penyedia jasa listrik di Indonesia tentulah banyak mendapat gugatan dari masyarakat.

15
BAB III

KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan berdasarkan hasil analisis jurnal yang dilakukan, dapat diambil
kesimpulan bahwa kedudukan PT. PLN (Persero) sebagai satu- satunya pelaku usaha
penyedia ketenagalistrikan di Indonesia yang melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik.
Haruslah melindungi kepentingan hajat hidup orang banyak sebagaimana diatur didalam
Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, pelaksanaan dan pendistribusian tetap mejadi tugas
dan kewenangan PT. PLN (Persero) dengan keberadaan pihak swasta tersebut dianggap
mampu membantu meringankan tugas dan tanggung jawab PT. PLN (Persero).

Dalam hal bentuk tanggung jawab PT. PLN (Persero) Bagi Masyarakat sesungguhnya telah
diatur didalam tujuan pembuatan Undang-Undang No. 30 tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan, akan tetap undang-undang tersebut dianggap lemaha disebabkan tidak
secara terperinci mengatur tentang bagaimana bentuk tanggung jawab PT. PLN (Persero) jika
tidak menjalankan pelayanan usaha ketenaga listrikan secara optimal. Hal tersbut perlu
menjadi perhatian bagi semua pihak yang terkait didalamnya khususnya pemerintah pusat
serta pemerintah daerah mengingat listrik merupakan sarana vital yang mempengaruhi
kualitas bangsa serta kelangsungan perekonomian negara yang akan datang.

16
DAFTAR PUSTAKA

Roziq M. Kaelani, Landasan Hukum dan Sejarah BUMNdi Indonesia ,bulletin KAHMI FE
Universitas Brawijaya, Edisi 1 Tahun I/2007
http://ketawanggede.tripod.com/edisi1.pdf.atau.dalamh
ttp://www.blogster.com/ketawanggede/landasan- hukum-dan-sejarah

Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia,(Bogor : Ghalia


Indonesia, 2010)

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era global, (Bandung: PT
Citra Aditya Bakti,2005)

http//www.BUMN.wikipedia Indonesia ensiklopedia bebas.com> diakses pada tanggal 2


Mei 2012 pada pukul 01.00 wib.

Makarao Suhasril. (2010). Hukum Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat. Bogor. Ghalia Indonesia.

Sidabalok Janus. (2012). Hukum Perusahaan, Analisis Terhadap Pengaturan Peran


Perusahaan Dalam Pembangunan Ekonomi Nasional Indonesia. Bandung. Nuansa Aulia.

Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi Revisi, Penerbit PT. Gramedia
Widiasarana Indoneisa, Jakarta, 2006,

Ibrahim Johanes. (2006) Hukum Organisasi Perusahaan. Bandung. Revika Aditama.

Kristiyanti Celina Tri Siwi. (2008) Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta. Sinar Grafika.

Abdulkadir Muhammad Perjanjian baku Dalam Peraktik Perusahaan Perdagangan, Citra


Aditya Bhakti, Bandung; 1992.

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung; 1994

Salim HS , Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Citra Aditya Bhakti, jakarta;
2003

17

Anda mungkin juga menyukai