Anda di halaman 1dari 22

MATERI KELOMPOK 5

Public Enterprise

KELOMPOK 5

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Adm Negara


1. Kensy K Lengkong 16603057
2. Grace Sonia 21603031
3. Noramaria Sihombing 21603011
4. Gratia Valencia Mamahit 21603133
5. Lisna Sabora 21603019
6. Karel Philep Wawo 21603146
7. Tessa Sesilia Palilingan 21603039
8. Novena Ketsia Kawet 21603071
9. Jefily Maria Mangirang 21603142
5/10/2022

ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MANADO

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perusahaan Umum adalah public enterprise yaitu perusahaan negara yang seluruh
modal dimiliki oleh negara serta dana dari perusahaan tersebut berasal dari kekayaan negara
yang dipisahkan.

Perusahaan publik didalam perkembangannya mempunyai peran penting didalam


pertumbuhan perekonomian suatu negara khususnya dibidang industri, meningkatkan tenaga
kerja, pengembangan organisasi. Dalam isitilah lain yang dapat ditemukan dinegara-negara
berkembang perusahan publik merupakan perusahaan pemerintah atau biasa disebut di
Indonesia adalah Badan Usaha Milik Negara, bahkan perusahaan publik merupakan aspek
keuangan publik (Heath, 1990). Dan publisitas dalam biaya perusahaan dikendalikan oleh
kepemilikan atau manajemen dan diklasifikasikan perusahaan tersebut sebagai perusahaan
publik (Sheperd, 1996). Perusahaan publik mengacu pada sebuah organisasi yang
menggabungkan publisitas dan perusahaan (VV Ramanadham, 1991). Perusahaan publik
memiliki dua definisi dan karakterisitik yaitu perusahaan publik dimiliki dan dikontrol oleh
pemerintah dan terlibat dalam kegiatan bisnis. Berikut adalah peran perusahaan publik untuk
mengatasi kegagalan pasar (Shepherd, 1988, pp. 367-368):

1. Efek eksternalitas: Untuk menghilangkan dampak negatif bagi masyarakat yang akan
diabaikan oleh perusahaan swasta seperti ‚biaya kelebihan dan manfaat bisa membuat
penyediaan swasta tidak menguntungkan (misalnya‚ komprehensif sistem sekolah‚
sistem kereta api);
2. Monopoli: mendorong kompetisi dalam oligopoli‚ atau menerapkan kekuatan
countervailing vertikal ke perusahaan monopoli (misalnya, utilitas);
3. Suplai swasta yang tidak memadai: Untuk mengoreksi motif keuntungan yang
mengarah pada perusahaan, dan menyediakan lebih rendah dari tingkat output yang
optimal secara sosial‚ atau perusahaan publik mengambil alih sebagai penjamin umum
untuk inovasi baru yang berisiko.

2
4. Suplai yang tidak memadai untuk pengguna yang membutuhkan: Untuk suplai barang
dan layanan lebih sejalan dengan cita-cita "keadilan sosial" (misalnya, perawatan
kesehatan‚ perumahan umum).
5. Sifat inti dari perusahaan: Untuk mengembangkan struktur perusahaan dan output
perusahaan untuk memberikan lebih kepada masyarakat dan d iterima secara sosial.
6. Preferensi sosial:Preferensi di antara masyarakat‚ berdasarkan alasan yang ditentukan
secara budaya atau eksogen‚ untuk penyediaan barang publik daripada swasta.
7. Kedaulatan: Untuk melindungi preferensi sosial bagi pengecualian pesaing dari luar
negeri (misalnya, penerbangan nasional).
8. Penyelamatan perusahaan yang gagal: Untuk menyelamatkan industri yang tidak
performance.

1.2 Tujuan
Tujuan perusahaan publik dibentuk adalah Merencanakan strategi dan keuntungan
sosial, status kewirausahaan swasta, bantuan untuk perusahaan swasta, kontrol atas ekonomi,
dekonsentrasi, anti monopoli, kepemilikan dan restrukturisasi sosial, keadilan distribusi,
tabungan untuk investasi, pertimbangan khusus, badan pengembangan (Ramanadham, 1991,
p. 22-37). Warga negara atau pembayar pajak adalah pemilik bagian dari setiap perusahaan
publik yang membayarkan pajaknya kepada pemerintah. Bagian kepemilikan adalah jumlah
dari konstituen dalam bagian pemerintah tersebut. Pajak dari perusahaan publik merupakan
sumbangsih didalam perekonomian suatu negara. Penyitaan aset oleh negara yang dilakukan
oleh perusahaan bisnis karena terbukti dan diduga melakukan pelanggaran, dapat disita oleh
negara dan dianggap aset negara sebagai sumber pendapatan negara (hyde 1995, pp.29-53).
Bagaimana implementasi perusahaan publik di Indonesia. Tujuan utama
perekonomian Indonesia sesuai dengan kedaulatan dan kesejahteraan rakyat secara
menyeluruh sudah ada sejak negara ini merdeka melalui konstitusi yang tertuang pada pasal 33
ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen IV), mengatur bahwa” Cabang-
cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara”. “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat”. Konsep penguasaan
negara diartikan mencakup makna penguasaan negara dalam arti luas yang bersumber dan
berasal dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan dan cabang
produksi yang penting bagi negara, termasuk pula di dalamnya pengertian kepemilikan publik
oleh kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud. UUD 1945 memberikan
3
mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan dan tindakan pengaturan, pengelolaan dan
pengawasan untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Ahmed Redi, 2015). Dari
pernyataan tersebut bahwa negara mempunyai kewajiban mengelola sumber daya alam untuk
tujuan kemakmuran rakyat, dalam kontek pemerintah membuat pondasi awal dari pengelolaan
tersebut yaitu melalui suatu regulasi. Undang-Undang dibidang sumber daya alam telah
dibentuk sebagai pengelolaan terhadap sektor-sektor yang berhubungan dengan sumber daya
alam dan dapat dimanfaatkan oleh negara untuk kemakmuran rakyat, seperti dibentuknya
Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi, Undang-Undang nomor
7 tahun 2004 tentang sumber daya air, Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tentang
pertambangan mineral dan batubara, Undang-Undang nomor 30 tahun 2009 ketenagalistrikan.
Berikut adalah skema realisasi pasal 33 ayat (3) UUD 1945 (amandemen IV):

Sumber : Ahmed Redi, Dynamics Of Control Concept On Natural Resource. 2015

Perusahaan Perseroan merupakan aset negara yang dapat memberikan kontribusi


maksimal bagi kesejahteraan bangsa dan kemakmuran rakyat. Ketentuan Pasal 33 UUD 1945
tersebut sekaligus merupakan sumber keberadaan Perusahaan Perseroan di Indonesia.
Pemerintah mendirikan Badan Usaha Milik Negara dengan tujuan yang bersifat ekonomi,
dimana sektor bisnis strategis yang diamanatkan pasal 33 UUD 45 dapat dikuasi oleh negara
melalui BUMN yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hingga
akhirnya dibentuklah Undang-Undang nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara yang telah diperbaruhi beberapa kali, didalam Undang-Undang nomor 19 tahun 2003
dijelaskan maksud dan tujuan BUMN didirikan (pasal 2 UU No.19 tahun 2003) yaitu:
a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya
dan penerimaan negara pada khususnya;
b. Mengejar keuntungan;
c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang
bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;
4
d. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor
swasta dan koperasi;
e. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi
lemah, koperasi, dan masyarakat.
Bagaimana kontribusi BUMN terhadap perekonomian nasional. Sektor-sektor
potensial seperti minyak, listrik, air dan sumber daya lain yang menyangkut hidup orang
banyak mempunyai keuntungan cukup besar terhadap pendapatan negara melalui pajak yang
dihasilkan, Pendapatan Negara Bukan Pajak (pembagian hasil deviden serta nilai kapitalisasi
BUMN publik yang melantai di bursa saham). Jika saham dari perusahaan negara dikuasai
swasta, maka besar kemungkinan pembangunan di Indonesia akan terhambat. dikarenakan
perusahaan sudah beralih ke tangan swasta yang tidak berkewajiban memenuhi kebutuhan
hidup rakyat dengan merata dan adil. Apabila perusahaan negara terus mengelola sektor-sektor
strategis, besar kemungkinan pembangunan di Indonesia akan semakin bertumbuh dengan
cepat. Hasil dari BUMN akan menyumbang pendapatan negara dari segi non pajak maupun
pajak. Kebijakan ini pun dapat mencegah monopoli suatu sektor oleh kelompok tertentu yang
kemudian dapat menimbulkan kesenjangan sosial.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Menurut UU 19 Tahun 2003 Tentang BUMN

Pasal 1

1. Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha
yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan
secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
2. Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang
berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau
paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik
Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
3. Perusahaan Perseroan Terbuka, yang selanjutnya disebut Persero Terbuka, adalah
Persero yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau
Persero yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan perundang-
undangan di bidang pasar modal.
4. Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh
modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk
kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan
sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.

Pasal 2

Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah :

a. memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya


dan penerimaan negara pada khususnya;
b. mengejar keuntungan;
c. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang
bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;
d. menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor
swasta dan koperasi;

6
e. turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi
lemah, koperasi, dan masyarakat.

Pasal 12

Maksud dan tujuan pendirian Persero adalah :

a. menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat;
b. mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.

2.2 Menurut UU 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara

Pasal 1

1. Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki
oleh Pemerintah Pusat.
2. Perusahaan Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki
oleh Pemerintah Daerah.

2.3 Berdasarkan Handbook Public Finance

Definisi dari perusahaan umum adalah bervariasai bahkan tidak hanya antar penulis
namun juga antar negara. RP Short, (1984‚ p. 111): “Perusahaan publik memiliki dua definisi
karakteristik: mereka dimiliki dan dikontrol oleh pemerintah; dan mereka terlibat dalam
kegiatan bisnis [yaitu ‚menjual output mereka]. [Menurut Bös (1989) h. 431)] Perusahaan
pemerintah didefinisikan sebagai kegiatan pemerintah yang biaya operasinya paling tidak
sampai batas tertentu yang dicakup oleh penjualan barang dan jasa kepada publik. '”). Data
dari Prancis mengikuti aturan mayoritas saham yang ketat dalam mendefinisikan perusahaan
sebagai publik (yaitu ‚ mayoritas saham harus dipegang oleh pemerintah untuk suatu
perusahaan dianggap sebagai publik).

Aharoni (1986‚ hal. 6) mengklaim bahwa tiga yang membedakan karakteristik


perusahaan publik adalah kepemilikan pemerintah ‚produksi barang dan jasa yang pada
akhirnya didistribusikan berdasarkan biaya (yaitu ‚sebenarnya dijual) ‚dan pendapatan
penjualan yang memiliki koneksi ke biaya yang mendasarinya (lih Zeckhauser and Horn
‚1989‚ pp. 10-17).

7
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Peranan Bumn Terhadap Perekonomian Nasional

Peran BUMN cukup penting dalam menjalankan roda perekonomian di Indonesia. Salah
satunya dalam upaya pemenuhan uang belanja negara, BUMN memiliki peran penting sebagai
salah satu pendapatan nasional.
Peran BUMN yang sangat signifikan dalam pembangunan nasional, baik secara langsung
terhadap anggaran, pengembangan sektor usaha, maupun dukungan terhadap kegiatan pro
rakyat. Sehubungan dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Nasional (MP3EN), Dalam sistem perekonomian Indonesia, BUMN ikut berperan dalam
menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan kemakmuran
rakyat. Salah satunya ialah BUMN berperan sebagai pelopor atau perintis dalam sektor-sektor
usaha yang belum diminati oleh swasta.
BUMN juga memiliki peran sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang
kekuatan-kekuatan swasta besar, dan membantu pengembangan usaha kecil dan koperasi.
BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk
berbagai jenis pajak, dividen, dan hasil privatisasi. Sedangkan dukungan BUMN bagi MP3EN
dilakukan melalui koridor usaha yang wajar dan sesuai dengan prinsip-prinsip korporasi.
Bila dicermati, banyak sekali peran BUMN yang terkait dengan program pro rakyat,
antara lain dilakukan melalui dukungan Kredit Usaha Rakyat, Public Service
Obligation (sebesar Rp 4,884 triliun di 2020) dan penyaluran dana Program Kemitraan (Rp
14,1 triliun dengan 750 Ribu mitra/kali transaksi), Bina Lingkungan (Rp 4,3 triliun) atau yang
dikenal dengan PKBL. Khusus untuk PKBL, angka tersebut merupakan akumulasi sampai
dengan target 2011. Program PKBL mengambil berbagai bentuk penyaluran yang disesuaikan
dengan keadaan dan kebutuhan masyarakat, seperti dukungan khusus pengembangan pedesaan
(Kampung BUMN), revitalisasi perkebunan rakyat, pengembangan kewirausahaan dan
penghijauan kawasan.
Di sisi lain, dalam kesempatan tersebut, Menteri Negara BUMN mengharapkan adanya
dukungan bagi BUMN membutuhkan dukungan dari pemangku kepentingan terkait,
8
khususnya untuk mewujudkan equal level of playing field, sehingga dapat mengoptimalkan
kontribusinya dalam rangka mendukung P3EN. Saat ini memang terjadi kesenjangan peraturan
BUMN-Swasta. BUMN diwajibkan untuk mematuhi ketentuan yang jumlah dan lingkupnya
lebih banyak daripada swasta. Ketentuan yang harus dipatuhi BUMN tersebut adalah UU PT,
UU Pasar Modal, UU Sektoral, UU BUMN, UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan
Negara, UU Tipikor, UU Pemeriksaan Pengeluaran dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Sedangkan Swasta hanya harus mengikuti UU PT, UU Pasar Modal dan UU Sektoral. Hal
tersebut terutama karena adanya beberapa kesalahpahaman umum tentang BUMN, antara lain
adanya anggapan bahwa kekayaan BUMN dianggap kekayaan negara, padahal kekayaan
langsung negara pada BUMN hanya sebatas saham. Kerugian BUMN seringkali juga dianggap
kerugian Negara dan karenanya masuk dalam ranah hukum Tipikor. Padahal kerugian BUMN
adalah kerugian perusahaan, bukan kerugian negara.
Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tersedianya dana
merupakan factor essential yang harus ada disamping faktor-faktor lainnya yakni sumber daya
manusia, skill (keahlian), dan sumber daya alam. Dalam PJP II sumber dana untuk
pembiayaaan pembangunan nasional dalam bidang ekonomi diarahkan pada tersedianya dana
yang digali dari kemampuan sendiri, sedangkan sumber dana luar negeri yang masih diperlukan
merupakan pelengkap, dengan prinsip peningkatan kemandirian dalam pelaksanaan
pembangunan dan mencegah keterikatan serta campur tangan asing.
Persero sangat berperan dalam perekonomian nasional sebagai penyedia barang dan jasa
untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi maupun untuk kebutuhan proses produksi. Sejalan
dengan makin meningkatnya pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasil yang dicapai, maka
produktifitas dan efisiensi seluruh kekuatan ekonomi nasional perlu ditingkatkan lagi, sehingga
peran dan sumbangannya dalam pembangunan dapat memberikan hasil optimal bagi
peningkatan kesejahteraan rakyat.
Soedjono Dirdjosisworo, dalam bukunya Hukum Perusahaan mengenai Bentuk-Bentuk
Perusahaan (Badan Usaha) di Indonesia, menjelaskan sesungguhnya kedudukan Perusahaan
Negara mempunyai dua ciri yakni: 1) Sebagai aparatur perekonomian negara, yaitu lembaga
yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan di bidang usaha negara. Dalam kedudukan
ini perusahaan milik negara merupakan unsur dari kelembagaan pemerintahan dan tunduk pada
peraturan-peraturan di bidang tata pemerintahan, khususnya yang bersangkutan dengan
penguasaan dan pengurusan kekayaan negara, yang dilimpahkan kepadanya sebagai
modal atau penyertaan negara, baik yang dipisahkan ataupun yang
tidak dipisahkan. 2) Sebagai salah satu unsur dalam kehidupan perekonomian
9
nasional disamping perusahaan swasta dan koperasi. Dalam kedudukan ini perusahaan milik
negara merupakan subyek hukum yang dalam lalu lintas hukum perekonomian dan hukum
perikatan hak dan kewajibannya disesuaikan dengan badan-badan hukum lainnya.
Selama masa orde lama dan permulaan orde baru banyak BUMN baru didirikan,
disamping BUMN yang berasal dari nasionalisasi perusahaan asing. Ketika itu perusahaan
perusahaan swasta belum banyak berperan. Setelah krisis ekonomi dan moneter, banyak dari
BUMN masih berjalan dengan baik dan memberi kontribusi bagi pembangunan nasional.
Sedangkan perusahaan-perusahaan besar yang dinamakan konglomerat baru tumbuh pada
akhir masa orde baru. Namun setelah krisis ekonomi dan moneter tahun 1997, sebagian dari
konglomerat ini hancur, sebabnya antara lain karena melakukan pengembangan usaha-usaha
jangka panjang dengan meminjam uang jangka pendek dari perbankan dalam negeri dan asing.
Perbuatan mereka ini tidak dapat dicegah karena KKN dengan rezim yang berkuasa pada saat
itu.
Operasional BUMN sebagai salah satu sarana penerimaan pajak nasional diharapkan
dapat mampu memberikan kontribusi yang besar untuk pendanaan pembangunan nasional
disamping sumber-sumber lain dari dalam negeri, sehingga bantuan dari pihak luar hanya
bersifat penunjang. kontribusi pajak BUMN terhadap pendapatan negara sebesar 14,4% atau
setara Rp245 triliun pada 2020. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan kinerja penerimaan
pajak dari BUMN pada tahun sebelumnya yang mencapai Rp285 triliun, atau sekitar 14,5%
dari pendapatan negara. Kemudian setoran dividen dari BUMN tercatat senilai Rp44 triliun,
atau sekitar 2,6% dari pendapatan negara, naik tipis dari kinerja di 2019 yang memberikan
kontribusi 2,5% terhadap penerimaan negara. Sementara itu, PMN yang disalurkan kepada
BUMN pada 2020 tercatat senilai Rp75,9 triliun, setara 4,5% dari pendapatan negara. Angka
ini naik dibandingkan besaran PMN 2019 yang hanya 1% penerimaan negara.
Pada kondisi normal PMN mestinya lebih kecil dari dividen dan pajak. Tapi ini kondisi sedang
tidak normal, maka jumlah dividen jauh lebih sedikit dibandingkan PMN yang diberikan,” kata
Toto.
Toto memproyeksikan tren tersebut akan tetap berlanjut hingga tahun ini, terutama bagi
BUMN di bidang jasa dan transportasi. (sap)
Untuk mewujudkan target penerimaan pajak BUMN untuk pembiayaan pembangunan
dan penyelenggaraan negara, hal ini perlu dilakukan dengan melihat kondisi tingkat kesehatan
dan kinerja BUMN untuk mencapai target tersebut. Pencapaian target tersebut harus pula
diimbangi dengan budaya perusahaan yang melaksanakan prinsip-prinsip good corporate
governance atau tata laksana usaha yang baik. Perusahaan yang menerapkan prinsip ini,
10
pada umumnya memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang
mengabaikan prinsip-prinsip tersebut. Prinsip-prinsip ini sangat berkaitan dengan moralitas
dan tanggung jawab yang tinggi dari pelaksana usaha itu sendiri.

3.2 Kontribusi BUMN Terhadap Perekonomian Nasional


Sebagai wujud hasil investasi Pemerintah, BUMN memberikan kontribusi kepada APBN
baik secara langsung maupun tidak langsung. Kontribusi langsung BUMN berupa penerimaan
negara yang bersumber melalui setoran pajak dan dividen, Sedangkan kontribusi tidak
langsung BUMN berupa multiplier effect bagi perkembangan perekonomian nasional. BUMN
memiliki peranan yang cukup signifikan dalam APBN, sebagaimana ditunjukkan dengan terus
meningkatnya kontribusi BUMN terhadap APBN. Kontribusi tersebut antara lain terdiri dari :
Covid-19 telah membawa ketidakpastian terhadap perekonomian nasional dan global.
Sebagai gambaran, pada triwulan II, ekonomi nasional mengalami kontraksi sebesar -5,32%.
Untuk tahun 2020 ini, pertumbuhan ekonomi nasional diperkirakan sekitar -0,4% - 1%. Untuk
itu, Pemerintah meluncurkan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), salah satunya
dengan melibatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

A. Kontribusi BUMN untuk Perekonomian Nasional


BUMN berjumlah 142 perusahaan dengan total aset Rp 8.092 triliun dan bidang usaha
beraneka ragam. Total aset BUMN tersebut jauh melebihi aset super holding company
Temasek (Singapura) yang bernilai Rp1.112,59 triliun dan Khazanah (Malaysia) sebesar Rp
463,59 triliun.
Selama tahun 2019, BUMN memberikan kontribusi kepada APBN sebesar Rp 470 triliun
berupa dividen, setoran pajak dan PNBP Lainnya. Di samping itu, BUMN juga berkontribusi
untuk perekonomian nasional melalui pengeluaran operasional dan capital expenditure-nya.
Pengeluaran tersebut menyumbang terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dari sisi konsumsi
dan investasi, yang akan meningkatkan demand dan mendorong perputaran ekonomi nasional.

BUMN telah menunjukkan peran yang strategis dalam pembangunan infrastruktur antara
lain membangun jalan tol, beberapa bandara/pelabuhan, jalur/stasiun kereta api, melaksanakan
program 35 gigawatt dan menciptakan harga BBM di Papua, sama dengan pulau Jawa. Hal ini
akan meningkatkan percepataan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi di Indonesia serta
membuka akses wilayah sehingga memperlancar distribusi barang/jasa.

11
BUMN juga mempunyai social contribution berupa 1) penyedia barang dan/atau jasa
dalam memenuhi hajat hidup orang banyak dengan harga yang relatif terjangkau misalnya
melalui Perum Bulog, PT PLN dan PT Pertamina. 2) Menjadi perintis kegiatan usaha yang
belum dapat dilaksanakan oleh badan usaha lainnya, misalnya PERURI, PT Pos Indonesia,dan
PT Taspen; 3) Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada masyarakat, pelaku
usaha mikro, kecil dan koperasi misalnya pemberian Corporate Social Responsiliblity (CSR),
kredit Ultra Mikro (UMi) dan pendampingan oleh PT Bahana Indonesia, PT PMN dan PT
Pegadaian.
Dampak Covid-19 Terhadap Kinerja BUMN

Covid-19 memberikan dampak ke dunia usaha termasuk BUMN yang mempengaruhi kinerja
BUMN secara keseluruhan. Terdapat 4 (empat) dampak utama yang dirasakan oleh BUMN
yaitu dari sisi supply, demand, operasional, dan keuangan.
Supply bahan baku yang sangat diperlukan BUMN dalam proses produksi juga
terganggu, termasuk yang berasal dari impor seperti bahan baku perusahaan farmasi dan
petrokimia. Importasi bahan baku Indonesia mencapai 74% dari total nilai impor Indonesia.
Covid-19 mengurangi tingkat daya beli masyarakat sehingga mempengaruhi demand
terhadap produk/jasa yang dihasilkan oleh BUMN. Penurunan demand tersebut mempengaruhi
penjualan dan performa keuangan BUMN.
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan social distancing sangat mempengaruhi
BUMN di bidang transportasi, akomodasi dan pariwisata. Misalnya, maskapai penerbangan
Garuda dan anak perusahannya, dimana operasional usaha penerbangan sempat diberhentikan
untuk mengendalikan penyebaran Covid-19. Walaupun larangan beroperasi sudah dicabut,
namun kinerja sektor terdampak, belum pulih seutuhnya.
Semua dampak di atas, bermuara kepada kondisi keuangan BUMN terkait yaitu
likuiditas, solvabilitas, dan profitabilitas. BUMN secara keuangan akan kesulitan untuk
mendanai operasionalnya, membayar hutang yang jatuh tempo dan mengurangi kontribusi
keuangan ke Negara (dividen, setoran pajak, dan PNBP Lainnya).

B. Peran BUMN dalam Pemulihan Ekonomi Nasional

Sebagai badan usaha yang dimiliki oleh Pemerintah, BUMN berperan sebagai agent of
value creator dan agent of development. Sebagai agent of value of creator, BUMN diharapkan
12
mampu memberikan kontribusi keuntungan ke negara. Sebagai agent of development, BUMN
diharapkan berkontribusi kepada pembangunan nasional termasuk dalam pemulihan ekonomi
pada masa pandemi Covid-19 ini. Untuk mencapai tujuan tersebut Pemerintah telah melakukan
Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 219 triliun (2005-2019) yang digunakan untuk
peningkatan kinerja BUMN, restrukturisasi BUMN dan pendirian BUMN yang baru.
Sedangkan untuk memperkuat permodalan BUMN karena dampak Covid -19, Pemerintah
melakukan PMN ke BUMN sebesar Rp31,5 trilun.

Untuk mengatasi dampak ekonomi yang diakibatkan Covid -19, BUMN dilibatkan dalam
program PEN yaitu menyalurkan kredit kepada UMKM dan koperasi; serta melakukan
penjaminan kredit modal kerja. Kredit kepada UMKM dan koperasi disalurkan melalui kredit
UMi oleh PT Pegadaian, PT PNM, dan PT Bahana. Disamping UMi yang plafonnya sampai
Rp10 juta, disalurkan juga Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh perbankan BUMN dengan plafon
sampai Rp 500jt. Bunga KUR sangat rendah karena disubsidi Pemerintah.

Penjamin kredit modal kerja untuk UMKM dilaksanakan oleh PT Jamkrindo dan PT
Askrindo sampai plafon pinjaman Rp 10 miliar dan bunga disubsidi. Sementara itu, untuk
korporasi, penjamin kredit modal kerja mulai Rp10 miliar-Rp1 trliun dilaksanakan oleh
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia
(PII). Kedua Lembaga tersebut merupakan Special Mission Vehicle (SMV) di bawah
Kementerian Keuangan yang memiliki jenis penjaminan sovereign guarantee dan didukung
peningkatan kapasitas finansial melalui PMN.

Kedua peran BUMN di atas adalah untuk mendorong dunia usaha berputar yang akan
meningkatkan supply sekaligus demand bahan baku dan meningkatkan penyerapan tenaga
kerja. Diharapkan BUMN menjalankan perannya secara maksimal dan prudent, dan dunia
usaha memanfaatkan fasiltas yang diberikan dengan penuh tanggungjawab.

13
Gambar 1. Realisasi APBN s.d 28 Februari 2021 (triliun Rupiah)

(Sumber: BUMN Indonesia 2021)

Berdasarkan realisasi pendapatan negara dan belanja negara tersebut, defisit anggaran sampai
dengan 28 Februari 2021 sebesar Rp63,57 triliun (0,36 persen terhadap PDB). Di sisi lain,
realisasi pembiayaan anggaran mencapai Rp273,05 triliun, sehingga sampai dengan 28
Februari 2021 terdapat kelebihan pembiayaan anggaran sebesar Rp209,49 triliun

3.3 Realisasi Penerimaan Laba BUMN Tahun 2021


Realisasi laba bersih seluruh badan usaha milik Negara (BUMN) hingga akhir kuartal
III- 2021 menembus Rp 61 triliun, melonjak lebih dari 19 kali dibandingkan periode sama
tahun lalu yang hanya Rp 3 triliun akibat hantaman pandemic Covid -19. Capaian ini juga
didukung upaya efisiensi dan konsolidasi bisnis beberapa holding BUMN.

Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, pencapaian laba bersihhingga akhir


September itu juga sudah melampaui realisasi setahun penuh 2020 yang hanya Rp 13,29 triliun
(audited).

14
C. Kontribusi Tidak Langsung

Multiplier Effect, Meningkatnya iklim investasi, meningkatnya industrialisasi,


mempromosikan sektor pariwisata, hingga mempercepat proses distribusi yang meningkatkan
rantai pasok (supply chain)

3.4 Permasalahan BUMN

A. Inkonsistensi (Dualisme dalam pengelolaan dan pembinaan BUMN)


BUMN yang berorientasi pada kegiatan pelayanan masyarakat, dikelompokkan dalam
Perusahaan Jawatan (Perjan). Perusahaan negara dengan kegiatan usaha non-komersial dan
memenuhi hajat hidup orang banyak dikelompokkan dalam bentuk Perusahaan Umum
(Perum). Sedang perusahaan negara yang bersifat komersial dikelompokkan pada perusahaan
Persoan Terbatas (Persero). Penjabaran UU tersebut, terdapat pada Intruksi Presiden No. 11
tahun 1973. Kandungan Inpres tersebut, menegaskan cara pengelolaan Badan Usaha Negara
dengan bentuk badan hukum Persero. Dalam Inpres tentang persero, Pemerintah memberi
kewenangan kepada Menteri Keuangan dalam pengelolaan badan usaha negara, selaku
bendahara negara. Selanjutnya, di lingkungan Departemen, khususnya Direktorat Jenderal
Moneter, dibentuk Direktorat Persero dan Pembinaan Kekayaan Negara, tahun 1973. Tugas
utama dari Direktorat tersebut adalah melakukan pembinaan badan usaha negara yang
berbentuk Persero dan bertanggung jawab atas kekayaan negara dalam berbagai bentuknya.
Pada Desember 1973, Inpres No. 11 tahun 1973 disempurnakan. Inpres baru hasil
penyempurnaan ini mengatur peranan departemen teknis yang bertanggung jawab melakukan
pembinaan teknis pada BUMN. Sedangkan Depertemen Keuangan, dalam hal ini Direktorat
Persero dan Pembinaan Kekayaan Negara hanya dibatasi melakukan pembinaan dalam bidang
administrasi dan keuangan.Dari sinilah terjadi dualisme dalam pengelolaan dan pembinaan
BUMN.
Pada tahun 1960-an, misalnya, hal terpenting bagi kehidupan masyarakat mungkin beras.
Tetapi belum tentu pada dua dekade berikutnya, penting yang dimaksud akan sama. Disinipun
pemerintah tidak pernah melakukan redifinisi sesuai kondisi saat ini. Konsekuensi lain dari
penyempurnaan Inpres No. 11 tahun 1973 tersebut adalah munculnya persepsi bahwa BUMN
apapun badan hukumnya merupakan agen pembangunan. Artinya, BUMN dipersiapkan oleh
pemerintah sebagai wahana untuk menjalankan program-program yang strategis. Akan tetapi

15
seringkali berbagai program maupun proyek yang dimotori pemerintah, hanya
mempertimbangkan faktor ekonomi makro saja. Kebijakan model ini hanya berorientasi pada
terpenuhinya kebutuhan dan fasilitas oleh masyarakat tanpa memperhatikan keuntungan bisnis
atau mikro ekonomi. Apalagi, tak jarang proyek yang dibiayai oleh hutang luar negeri sehingga
BUMN belum dapat memainkan peran secara optimal.
BUMN tidak dapat lagi bergerak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan publik,
karena adanya tuntutan lingkungan usaha di era globalisasi agar manajemen BUMN lebih
kompetitif sehingga mampu menyediakan fasilitas publik dengan kualitas yang lebih baik dan
harga yang terjangkau (Riant Nugroho dan Randy R. Wrihatnolo, 2008 : 37).
Permasalahan yang melingkupi BUMN tersebut menjadi penghambat perkembangan
BUMN. Beberapa BUMN, dalam hal ini Perusahaan Perseroan telah melakukan kegiatan
pemberdayaan berupa perbaikan manajemen, khususnya efisiensi operasi dalam menghadapi
persaingan pasar di era globalisasi.

D. Kontradiksi dan kontroversi Substasi Pasal 33 UUDNRI Tahun 1945


Hal ini terus tercantum pada pasal 33, yaitu:
1. Kata penting dan menguasai hajat hidup orang banyak, sebagaimana dimuat pada pasal
33 UUD 1945 tidak pernah didefinisikan dan dioperasionalkan secara tuntas.
2. Kedua, kandungan penting dan menguasai hajat hidup orang banyak tidak pernah
dievaluasi. Seharusnya per periode dilakukan definisi ulang tentang dua pernyataan
tersebut.

E. Privatisasi
Dewasa ini, pemerintah mengupayakan pemberdayaan Perusahaan Perseroan melalui
suatu langkah kebijakan Privatisasi. Permasalahan yang melingkupi BUMN tersebut biasanya
digunakan sebagai alasan ataupun pertimbangan yang mendorong dilakukannya privatisasi.
Menurut hasil penelitian World Bank (2004), beberapa masalah yang dijadikan pertimbangan
dilakukannya privatisasi di beberapa negara antara lain (Riant Nugroho dan Randy R.
Wrihatnolo, 2008 : 38):
a) Inefisiensi, kelebihan karyawan, dan produktivitas rendah. Ketiga masalah tersebut
menjadi masalah yang dominan pada BUMN yang sepenuhnya berada di bawah kontrol
pemerintah;
b) Kualitas barang dan jasa rendah. Kualitas barang dan jasa yang dihasilkan BUMN pada
umumnya dinilai rendah oleh masyarakat karena lemahnya kualitas sumber daya
16
manusia dan tertinggalnya teknologi yang digunakan oleh BUMN dalam memproduksi
suatu barang dan jasa.
c) Rugi berkelanjutan dan peningkatan utang. Beberapa BUMN yang
merugi dan memiliki utang cukup besar tidak dapat segera melakukan
pembenahan untuk meningkatkan kinerjanya karena beberapa alasan. Tidak responsif
terhadap kebutuhan publik. Keterlambatan dalam merespons kebutuhan publik, pada
umumnya disebabkan oleh lambannya proses pengambilan keputusan dan kurangnya
jiwa wirausaha (enterpreneurship) di lingkungan manajemen BUMN.
d) Integrasi vertikal secara berlebihan. Sering kali kebijakan pemerintah
dalam pengelolaan BUMN sangat intervensif sehingga manajemen BUMN mengalami
hambatan dalam pengambilan keputusan manajerial.
Beragam tujuan dan saling bertentangan. Dualisme tujuan BUMN, yaitu tujuan
untuk memperoleh keuntungan dan pelayanan sosial kepada publik, merupakan salah
satu penghambat BUMN untuk memasuki pasar yang kompetitif.
e) Praktik-praktik illegal.
Praktik ilegal seperti kasus suap, KKN dalam pengelolaan BUMN. Penerapan
good coorporate governance (GCG) diharapkan dapat membersihkan praktik-praktik
ilegal tersebut. Pelaksanaan privatisasi di Indonesia sebenarnya bukan kali pertama ini
berlangsung. Konsep penyehatan BUMN telah mulai digagas tahun 1990. Pada waktu
itu, langkah awal menjelang privatisasi adalah :
a. Mengelompokkan BUMN berdasarkan pada status hukumnya.
b. Mengelompokkan BUMN pada berdasarkan kesehatan usaha.
c. Meluncurkan program produktivitas dan efisiensi.
Program ini berupaya meningkatkan Performance BUMN, menuju standar kesehatan
yang ditetapkan. Peningkatan performance ini dimaksudkan untuk menaikkan harga saham,
sehingga pemerintah tidak perlu menjual saham dalam jumlah besar. Setelah itu barulah
disusun strategi privatisasi, untuk waktu itu, terasa kurang tepat, karena pelaksanaan pelepasan
saham tidak seperti sekarang. Waktu itu metode yang digunakan adalah melalui program
penawaran publik. Artinya, pelepasan sebagian saham BUMN hanya dilakukan di pasar modal,
bukan dengan strategic investor, seperti yang ditempuh pemerintah sekarang. Keuntungan
pelepasan saham melalui pasar modal, jumlah saham yang dilepaskan tidak akan dimonopoli
oleh satu kelompok. Disamping itu, dengan kondisi BUMN yang relatif baik, saham yang
dilepas jumlahnya dapat dibatasi. Dampak positifnya, pemerintah tetap memiliki kontrol atas
BUMN tersebut. Berbeda dengan privatisasi strategic partner, yang memungkinkan hadirnya
17
satu pihak sebagai pemegang saham mayoritas. Dengan kata lain,penguasaan BUMN dapat
dilakukan dengan penuh oleh swasta.
Privatisasi adalah suatu upaya pengurangan peranan pemerintah dalam mengelola
perekonomian, termasuk BUMN, dengan memberikan pengusahaan perkembangan
perekonomian kepada pihak swasta, karena sektor swasta dipercaya lebih berprinsip bisnis
diasumsikan akan membuat suatu BUMN menjadi lebih efisien dan transparan. Pengertian
privatisasi menurut ketentuan Pasal 1 angka 12 Undang-Undang BUMN yang menentukan :
Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada
pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat
bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat. Ketentuan
tersebut oleh beberapa kalangan dinilai konsep privatisasi terlalu sempit, karena soal penjualan
atas perusahaan-perusahaan negara (BUMN) yang bergerak pada cabang-cabang produksi
yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, bertentangan dengan
ketentuan konstitusi sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 UUD NRI 1945.
Dari penjelasan diatas maka dapat dilihat bahwa adanya pertentangan antara dua
pendapat berkenaan dengan konsep privatisasi menurut Undang-Undang BUMN, yaitu :
a) Pendapat yang dianut pihak anti-Privatisasi versi Undang-Undang BUMN yang
berlandaskan ketentuan dalam Pasal 33 UUD 1945. Kalangan anti-Privatisasi
menggunakan landasan secara hukum yang menggambarkan bahwa Undang-undang
BUMN tidak selaras dengan ketentuan Pasal 33 ayat (2) UUD 1945, dengan kata lain
Undang-Undang BUMN yang secara hirarkis kedudukannya lebih rendah dari UUD
1945 memiliki substansi yang bertentangan dengan peraturan di atasnya.
b) Pendapat yang dianut pihak pro-Privatisasi versi Undang-Undang BUMN. Kalangan
ini mendukung kebijakan Privatisasi dengan alasan efisiensi kinerja perusahaan demi
mendukung upaya pembangunan perekonomian nasional dan mensejahterakan
masyarakat. Privatisasi perlu dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan yang
mampu beroperasi secara lebih profesional.

3.4 Perbandingan Pengelolaan BUMN Di Negara Lain


RRT melakukan kebijakan reformasi ekonomi yang disebut sebagai sistem Socialist
Market Economy. Kebijakan ini mengubah BUMN, yang awalnya hanya sebagai unit produksi
suatu negara menjadi suatu entitas bisnis yang dibentuk sesuai dengan pasar tertentu, dan
didalam kekuasaan negara. Kebijakan the modern enterprise system perubahan mengubah
kerjasama antara negara dan BUMN itu sendiri dengan menekankan pada 4 (empat) pilar, yaitu
18
kejelasan hak properti, kejelasan hak dan tanggung jawab, pemisahaan antara birokrasi dan
bisnis, serta peningkatan manajemen secara ilmiah untuk mengukur persyaratan-persyaratan
yang dibutuhkan dalam ekonomi berbasis pasar (OECD Working Group on Privatisation and
Corporate Governance, 2009). Negara memberikan kontrol yang kuat dalam menopang
finansial BUMN di RRT. Ekonomi berbasis pasar yang dikembangkan oleh RRT berfokus pada
produk, di mana proses ekspor memiliki peranan terbesar dalam ekonomi RRT (Virmani,
2005). Langkah yang dilakukan RRT tidak hanya memperkuat proses internal di dalam BUMN
itu sendiri, seperti melakukan pengurangan jumlah karyawan, akuisisi, dan pengurangan utang
di BUMN (OECD Working Group on Privatisation and Corporate Governance, 2009). Negara
sebagai otoritas terkuat pemegang saham BUMN, melaksanakan peranannya sebagai regulator
di dalam negeri dan sekaligus negosiator di luar negeri dengan sangat baik untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di RRT.
Kebijakan kerjasama bisnis internasional yang dibentuk oleh UEA diatur berdasarkan
zona, yakni zona bebas dan zona di luar zona bebas. Zona bebas dibentuk sebagai suatu area
yang dibangun untuk para investor asing dalam mengoperasikan perusahaannya di area tersebut
dengan berbagai keuntungan, salah satunya adalah kepemilikian saham oleh asing yang
dimungkinkan sebesar 100%, tidak diperlukan sponsor lokal sebagai suatu persyaratan, dan
tidak adanya pajak perusahaan selama 15 tahun (UHY Saxena, 2015). Zona tersebut dibangun
untuk mengembangkan keragaman sektor bisnis di UEA (Denman, 2013). Menurut USA
Department of Commerce (2013), untuk melaksanakan kerjasama bisnis internasional dengan
UEA terutama pada zona di luar zona bebas, diperlukan kepatuhan terhadap persyaratan dan
hukumnya tersendiri. Misalnya, untuk melakukan ekspor ke UEA, pihak perusahaan asing
harus melibatkan agen lokal, di mana agen tersebut merupakan perusahaan yang kepemilikan
saham oleh UEA-nya sebesar 51% atau 100%. Sedangkan, apabila terdapat perusahaan asing
yang ingin beroperasi di UEA terutama pada zona di luar zona bebas, harus membuat hubungan
kerjasama dengan perusahaan dimana kepemilikan sahamnya dimiliki oleh UEA minimal 51%.
Selain itu, apabila suatu perusahaan asing ingin membangun kantor cabang di UEA (zona di
luar zona bebas) harus mendapatkan sponsor perusahaan nasional yang kepemilikan sahamnya
dimiliki UEA sebesar 100%.
Pemerintah di Rusia memiliki kendali terhadap BUMN Rusia, baik itu melalui
kepemilikan pemerintah secara penuh, mayoritas, maupun minoritas (Sprenger, 2008). Tujuan
pemerintah Rusia dalam pengembangan BUMN adalah untuk perkembangan industri, inovasi,
diversifikasi ekonomi (Sprenger, 2008), bertahan dalam kompetisi internasional melalui kreasi
atau struktur vertikal terintegrasi, dan untuk memodernisasi infrastruktur (Sprenger, 2012).
19
Joint stock companies merupakan suatu bentuk perusahaan yang memperbolehkan pembagian
kepemilikan dengan pihak swasta, oleh karenanya bentuk perusahaan ini memiliki kemampuan
untuk menaklukan pasar bursa saham asing. Sedangkan, unitary enterprises adalah suatu
bentuk perusahaan di mana kepemilikan sahamnya dimiliki 100% oleh pemerintah Rusia.
Seluruh aset pada perusahaan unitary enterprises dimiliki oleh negara. Manajer bisnis di bentuk
perusahaan unitary enterprises pun harus memperoleh persetujuan pemerintah untuk seluruh
keputusan yang diambilnya. Selain itu, terdapat pula state corporation, yakni suatu bentuk
perusahaan di mana didalamnya terdapat dua peranan yang berbeda, yakni sebagai entitas
bisnis dan juga sebagai agen pemerintah (organisasi nirlaba). Kedudukan state corporation ini
diatur dalam hukum yang terpisah (Augustynowicz dalam Voszka dkk, 2014). Rusia
melakukan strategi yang dinamis dalam memperkuat BUMN-nya, yakni melakukan privatisasi
dan nasionalisasi. Privatisasi dilakukan agar BUMN dapat berdaya saing dalam kompetisi
internasional serta memperkuat perekonomian negara. Namun, di sisi lain, nasionalisasi
dilakukan untuk memperkuat negara melalui “pengamanan” sektor-sektor strategis yang dapat
bermanfaat untuk pemerintah.
RRT, UEA dan Rusia memiliki strategi dalam mengelola BUMN. RRT melakukan
korporatisasi tanpa privatisasi pada BUMN yang dikelolanya dan hal tersebut menunjukkan
peningkatan performa BUMN. UEA melakukan pembagian zona dalam bisnisnya, yang
bertujuan untuk mengembangkan diversifikasi sektor bisnis dan juga penguatan perusahan
nasional. Rusia, melakukan privatisasi untuk mendongkrak ekonomi Rusia dan sekaligus
nasionalisasi untuk mengamankan sektor strategis negara.

20
BAB IV

KESIMPULAN

Mengantisipasi perkembangan ekonomi global dan melihat fakta yang ada, BUMN harus
segera berbenah diri untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada terutama untuk
mengatasi kerugian-kerugian yang diderita. Keterpurukan beberapa kinerja BUMN yang
mengalami kerugian selama ini, perlu dicari akar permasalahannya sehingga pembenahan
dapat lebih terencana. Ada banyak faktor yang mempengaruhi buruknya kinerja BUMN
tersebut, seperti budaya birokrasi dan intervensi pemerintah yang cukup besar dalam
mempengaruhi kebijakan BUMN, faktor politik, intervensi pihak asing, serta kualitas dan
moralitas SDM yang berkaitan dengan permasalahan KKN yang cukup rentan dalam
tubuh BUMN.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka langkah-langkah yang perlu dilakukan
antaralain dengan merealisasikan konsep Good Corporate Governance atau tata laksana
perusahaan yang baik harus segera dilaksanakan untuk membekali SDM yang berkualitas dan
bermoral, strategi bisnis dan manajemen yang memperhatikan analisis kekurangan maupun
kelebihan internal dan eksternal perusahaan, serta memperhatikan perkembangan dan
kebutuhan pasar baik dalam maupun luar negeri. Selain itu satu hal yang tidak kalah pentingnya
sebagai negara hukum, kita harus tetap menempatkan hukum sebagai panglima yang
memberikan kerangka aturan pelaksanaan ekonomi yang beretika.

21
Daftar Pustaka

Scott Hinds, Nicolas Sanchez adn David Schap, Public Enterprise, 2004: Retrospective Review
and Prospective Theory, Boston, Kluwer Academic Publisher.

Riant Nugroho dan Randy R. Wrihatnolo, 2008, Manajemen Privatisasi BUMN, Jakarta , PT
Elex Media Komputindo.

Ilmar, Aminuddin, 2004, Privatisasi BUMN di Indonesia, Makassar, Hasanuddin University


Press.

Ismail, Tjip. (2007). Peranan BUM Dalam Penerimaan Pendapat Negara: Tinjauan dari
Perspektif Pajak. Jurnal Hukum Bisnis. 26 (1), 18-25.

Khairandy, Ridwan. (2007). Konsepsi Kekayaan Negara yang dipisahkan dalam Perusahaan
Perseroan. Jurnal Hukum Bisnis. 26 (1), 32-39.

Qosasi, Achsanul. (2015). Tranformasi BUMN: Menuju Pilar Kekuatan Perekonomian Negara.
BUMN Track. 8 (92).

Website

https://dosenekonomi.com/ilmu-ekonomi/publik/peran-bumn,

BUMN INDONESIA 2021

Undang-Undang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik
Negara;
Peraturan Pemerintah No.33 tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan;
Peraturan Pemerintah No.59 tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No.33
Tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan;

22

Anda mungkin juga menyukai