Anda di halaman 1dari 10

HUKUM PERIKATAN

NAMA: MARTHA RIBERU


NIM: 2102010220
KELAS: E
SEMESTER: 3
DOSEN WALI: DAUD DIMA TALLO, SH.
M.HUM
BAB II
SISTEM TERBUKA, SAAT TERJADI DAN SUBYEK
DALAM PERJANJIAN
1. Sistem Terbuka dari Hukum Perjanjian
Hukum Perjanjian menganut sistem terbuka
dalam pengertian Perjanjian, memberikan kebebasan
yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk
mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan
tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum
dan kesusilaan dan kalau mereka tidak mengatur
sendiri sesuatu soal itu berarti mengenai soal tersebut
akan tunduk kepada undang-undang.
Sistem hukum Indonesia merupakan sistem
terbuka, karena disamping tiap unsur saling
mempengaruhi, faktor diluar sistem pun juga dapat
memberikan pengaruh. Sehingga faktor politik, sosial,
ekonomi, sejarah, kebudayaan dapat mempengaruhi
proses pembentukan peraturan perundangan atau
putusan hakim. Selain itu sistem terbuka dari hukum
Indonesia juga dapat ditengarai dari kemungkinannya
hakim melakukan penafsiran yang berbeda terhadap
suatu peraturan perundangan.
2. ASAS KONSENSUALITAS

Perjanjian harus ada kata sepakat kedua belah


pihak karena perjanjian merupakan perbuatan hukum
bersegi dua atau jamak. Keharusan adanya kata
sepakat dalam hukum perjanjian ini dikenal dengan
asas konsensualisme.
Asas Konsensualisme ini ditafsirkan dari pasal 1320
KUHPerdata, yang menyebutkan kata sepakat sebagai
salah satu kriteria sahnya suatu perjanjian, tanpa
disebutkan formalitas-formalitas khusus lainnya.
Perjanjian ini sudah ada dalam arti telah mempunyai
akibat hukum atau sudah mengikat sejak tercapainya
kata sepakat.
Sedangkan dalam pasal 1329 KUHPerdata tidak
disebutkan suatu formalitas tertentu di samping kata
sepakat yang telah tercapai itu, maka disimpulkan
bahwa setiap perjanjian itu adalah sah. Artinya
mengikat apabila sudah tercapai kata sepakat
mengenai hal-hal pokok dari apa yang diperjanjikan.
Konsensus ini tidak ada bila terdapat 3 hal (pasal
1320 KUHPerdata) yaitu:
 Paksaan (dwang)
 Kekhilafan (dwaling)
 Penipuan (bedrog)
3. SAAT DAN TEMPAT TERJADINYA PERJANJIAN

Jika tidak ada ketentuan atau persetujuan diikat


dan dinyatakan oleh semua negara segera setelah
persetujuan diikat oleh semua negara perunding.
4. SUBYEK DALAM PERJANJIAN
Subyek perikatan ada dua, yaitu debitor dan
kreditor. Debitor adalah pihak yang mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan suatu prestasi.
Sedangkan kreditor adalah pihak yang memiliki hak
atas pemenuhan suatu prestasi dari debitornya.
Kreditor dikatakan mempunyai tagihan terhadapap
debitornya, yaitu tagihan atas prestasi dari debitornya,
yang obyeknya tidak harus sejumlah uang tertentu,
tetapi bisa juga berupa kewajiban untuk melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu, bahkan kalau
ada kewajiban untuk memberikan sesuatu pun
obyeknya tidak harus berupa sejumlah uang.
BAB III
SYARAT DAN PELAKSANAAN PERJANJIAN
1. Syarat Sahnya suatu perjanjian
Dalam pasal 1320 KUHPerdata telah diatur mengenai
syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, antara lain:
 Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

 Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

 Suatu hal tertentu

 Suatu sebab yang halal

Mengenai adanya kesepakatan, diberi penjelasan dalam


pasal 1321 KUHPerdata, yaitu tiada kesepakatan yang sah
apabila kesepakatan tersebut diberikan karena kekhilafan,
atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.
2. BATAL DAN PEMBATALAN SUATU PERJANJIAN

Dapat dibatalkan artinya salah satu pihak dapat


memintakan pembatalan itu. Perjanjiannya sendiri
tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak
dibatalkan oleh hakim.
Sedangkan batal artinya adalah dari semula dianggap
tidak pernah ada dilahirkan suatu perjanjian dan tidak
pernah ada suatu perikatan.
3. PELAKSANAAN SUATU PERJANJIAN

Pelaksanaan Perjanjian suatu perbuatan


merealisasikan atau memenuhi kewajiban dan
memperoleh hak yang telah disepakati oleh pihak-
pihak sehingga tercapai tujuan mereka. Masing-
masing pihak melaksanakan perjanjian dengan
sempurna dan itikad baik sesuai dengan persetujuan
yang telah dicapai.

Anda mungkin juga menyukai