ASESMEN
DI SMK
Aplikasi Perspektif
Menaruh diri di posisi orang lain. Memahami diri sendiri; yang menjadi
Merasakan emosi yang dialami oleh kekuatan, area yang perlu dikembangkan
pihak lain dan/atau memahami pikiran serta proses berpikir dan emosi yang terjadi
yang berbeda dengan dirinya. secara internal.
Marzano (2000) mengembangkan taksonomi baru
untuk tujuan pembelajaran. Dalam taksonominya,
Marzano menggunakan tiga sistem dalam domain
pengetahuan. Ketiga sistem tersebut adalah
sistem kognitif, sistem metakognitif, dan sistem
diri (self-system).
Sistem diri adalah keputusan yang dibuat individu
untuk merespon instruksi dan pembelajaran:
apakah akan melakukannya atau tidak. Sementara
sistem metakognitif adalah kemampuan individu
untuk merancang strategi untuk melakukan
kegiatan pembelajaran agar mencapai tujuan.
Selanjutnya sistem kognitif mengolah semua
informasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Ada 6 level taksonomi menurut Marzano:
C. Menyusun Alur Tujuan Pembelajaran
Dalam menyusun alur tujuan pembelajaran, ada beberapa prinsip yang
perlu diperhatikan:
1. Tujuan pembelajaran adalah tujuan yang lebih umum bukan tujuan
pembelajaran harian (goals, bukan objectives);
2. Alur tujuan pembelajaran harus tuntas satu fase, tidak terpotong di tengah jalan;
3. Alur tujuan pembelajaran perlu dikembangkan secara kolaboratif, (apabila guru
mengembangkan, maka perlu kolaborasi guru lintas kelas/tingkatan dalam satu
fase. Contoh: kolaborasi antara guru kelas I dan II untuk Fase A;
4. Alur tujuan pembelajaran dikembangkan sesuai karakteristik dan kompetensi
yang dikembangkan setiap mata pelajaran. Oleh karena itu sebaiknya
dikembangkan oleh pakar mata pelajaran, termasuk guru yang mahir dalam
mata pelajaran tersebut;
5. Penyusunan alur tujuan pembelajaran tidak perlu lintas fase (kecuali pendidikan
khusus);
6. Metode penyusunan alur tujuan pembelajaran harus logis, dari kemampuan
yang sederhana ke yang lebih rumit, dapat dipengaruhi oleh karakteristik mata
pelajaran, pendekatan pembelajaran yang digunakan (misal: matematik realistik);
7. Tampilan tujuan pembelajaran diawali dengan alur tujuan pembelajarannya
terlebih dahulu, baru proses berpikirnya (misalnya, menguraikan dari elemen
menjadi tujuan pembelajaran) sebagai lampiran agar lebih sederhana dan
langsung ke intinya untuk guru;
8. Karena alur tujuan pembelajaran yang disediakan Kemendikbudristek
merupakan contoh, maka alur tujuan pembelajaran dapat bernomor/huruf
(untuk menunjukkan urutan dan tuntas penyelesaiannya dalam satu fase);
9. Alur tujuan pembelajaran menjelaskan SATU alur tujuan pembelajaran, tidak
bercabang (tidak meminta guru untuk memilih). Apabila sebenarnya urutannya
dapat berbeda, lebih baik membuat
alur tujuan pembelajaran lain sebagai variasinya, urutan/alur perlu jelas sesuai
pilihan/keputusan penyusun, dan untuk itu dapat diberikan nomor atau kode;
dan
10. Alur tujuan pembelajaran fokus pada pencapaian CP, bukan profil pelajar
Pancasila dan tidak perlu dilengkapi dengan pendekatan/strategi pembelajaran
(pedagogi).
Dalam menyusun alur tujuan pembelajaran, pendidik dapat mengacu pada berbagai cara
yang diuraikan pada tabel di bawah ini (Creating Learning Materials for Open and Distance
Learning, 2005; Doolittle, 2001; Morrison, Ross, & Kemp, 2007; Reigeluth & Keller,
2009):
Cara-Cara Menyusun Tujuan Pembelajaran Menjadi Alur Tujuan Pembelajaran;
Pengurutan dari Metode pengurutan dari konten yang konkret dan berwujud ke konten yang lebih abstrak
yang Konkret
ke yang dan simbolis. Contoh: memulai pengajaran dengan menjelaskan tentang benda geometris
Abstrak (konkret) terlebih dahulu sebelum mengajarkan aturan teori objek geometris tersebut
• Asesmen formatif tidak berisiko tinggi (high stake). Asesmen formatif dirancang untuk
tujuan pembelajaran dan tidak seharusnya digunakan untuk menentukan nilai rapor,
keputusan kenaikan kelas, kelulusan, atau keputusan-keputusan penting lainnya.
• Asesmen formatif dapat menggunakan berbagai teknik dan/atau instrumen. Suatu
asesmen dikategorikan sebagai asesmen formatif apabila tujuannya adalah untuk
meningkatkan kualitas proses belajar.
• Asesmen formatif dilaksanakan bersamaan dengan proses pembelajaran yang sedang
berlangsung sehingga asesmen formatif dan pembelajaran menjadi suatu kesatuan.
• Asesmen formatif dapat menggunakan metode yang sederhana, sehingga umpan balik
hasil asesmen tersebut dapat diperoleh dengan cepat.
• Asesmen formatif yang dilakukan di awal pembelajaran akan memberikan informasi
kepada pendidik tentang kesiapan belajar peserta didik. Berdasarkan asesmen ini, pendidik
perlu menyesuaikan/memodifikasi rencana pelaksanaan pembelajarannya dan/ atau
membuat diferensiasi pembelajaran agar sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
• Instrumen asesmen yang digunakan dapat memberikan informasi tentang kekuatan, hal-
hal yang masih perlu ditingkatkan oleh peserta didik dan mengungkapkan cara untuk
meningkatkan kualitas tulisan, karya atau performa yang diberi umpan balik. Dengan
demikian, hasil asesmen tidak sekadar sebuah angka.
Contoh-contoh pelaksanaan asesmen formatif.
• Pendidik memulai kegiatan tatap muka dengan memberikan pertanyaan
berkaitan dengan konsep atau topik yang telah dipelajari pada
pertemuan sebelumnya.
• Pendidik mengakhiri kegiatan pembelajaran di kelas dengan meminta
peserta didik untuk menuliskan 3 hal tentang konsep yang baru mereka
pelajari, 2 hal yang ingin mereka pelajari lebih mendalam, dan 1 hal yang
mereka belum pahami.
• Kegiatan percobaan dilanjutkan dengan diskusi terkait proses dan hasil
percobaan, kemudian pendidik memberikan umpan balik terhadap
pemahaman peserta didik.
• Pendidik memberikan pertanyaan tertulis, kemudian setelah selesai
menjawab pertanyaan, peserta didik diberikan kunci jawabannya
sebagai acuan melakukan penilaian diri.
• Penilaian diri, penilaian antarteman, pemberian umpan balik antar teman
dan refleksi. Sebagai contoh, peserta didik diminta untuk menjelaskan
secara lisan atau tulisan (misalnya, menulis surat untuk teman) tentang
konsep yang baru dipelajari.
2. Asesmen Sumatif
Penilaian atau asesmen sumatif pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah bertujuan untuk menilai pencapaian tujuan
pembelajaran dan/atau CP peserta didik sebagai dasar
penentuan kenaikan kelas dan/atau kelulusan dari satuan
pendidikan. Penilaian pencapaian hasil belajar peserta didik
dilakukan dengan membandingkan pencapaian hasil belajar
peserta didik dengan kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran.