TUGAS ANALISIS ILMU KEOLAHRAGAAN DAN PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA TOHO CHOLIKMUTOHIR GURU BESAR ILMU KEOLAHRAGAAN UNESA SURABAYA TUGAS KELOMPOK
LALU ISTIANEGARA PEMBAHASAN
Lahirnya Ilmu Keolahragaan
Sebelum kemerdekaan, tepatnya pada tahun 1941 di Surabaya didirikan suatu Lembaga Akademi Pendidikan Djasmani (LAPD) atau Academisch Institut voor Lichamelijkke Opvoeding (AILO) dalam upaya mengadakan guruguru pendidikan jasmani, yang mulai sulit didatangkan dari negeri Belanda. Pada tahun 1953 LAPD diubah dan diganti nama dengan Akademi Pendidikan Djasmani, atau APD di bawah Universitas Indonesia di Bandung. APD juga didirikan di Yogyakarta di bawah naungan Universitas Gajah Mada. Pada periode (1961—1977), berbagai ragam pendidikan guru untuk pendidikan jasmani dilebur dan diseragamkan dan dibentuklah Sekolah Tinggi Olahraga (STO) di 11 kota: Jakarta, Medan, Padang, Bandung, Semarang, Surabaya, Makassar, Manado, Banjarmasin, Yogyakarta, dan Surakarta. Periode 1978—1998 ditandai dengan adanya gerakan kembali ke ide dasar agar ilmu keolahragaan dapat tumbuh menjadi ilmu yang berdiri sendiri dan diakui eksistensinya oleh Pemerintah. Pada tahun 1998 ilmu keolahragaan di Indonesia lahir dengan ditandai adanya Deklarasi Surabaya. “Deklarasai Surabaya 1998 tentang Ilmu Keolahragaan” Hakikat PeriodeIlmu Keolahragaan 1978—1998 ditandai dengan adanya gerakan kembali ke ide dasar agar ilmu keolahragaan dapat Dr. Allan tumbuh Robert darimenjadi ilmu University of yang berdiri Canberra sendiri dan berdiskusi diakui secara eksistensinya intensif oleh tentang hakikat Pemerintah. Sport Sciences today and tomorrow dan akhirnya seminar dan lokakarya nasonal menyepakati bahwaPada olahraga tahunmerupakan 1998 ilmuilmu mandiri yang keolahragaan berbasis dominan di Indonesia eksakta, lahir dengan walau adanya ditandai disadari bahwa ilmu Deklarasi keolahragaan Surabaya. itu mencakup “Deklarasai bidang Surabaya 1998 ilmu sosial tentang dan humaniora yang diperagakan Ilmu Keolahragaan” dalam adegan bermain, berolahraga, dan berlatih. Disiplin ilmu keolahragaan bersandar pada postulat, asumsi dan prinsip yang berbeda sesuai dengan rumpun akar disiplin ilmu. Untuk disiplin ilmu keolahragaan rumpun humaniora atau hermeneutical-normative science: Potulat Gerak pada hakikatnya menunjukkan adanya kehidupan Asumsi Pengalaman nyata menghasilkan kematangan dan kedewasaan Prinsip Pembinaan berlangsung melalui pelaksanaan secara langsung. Untuk disiplin ilmu keolahragaan rumpun ilmu pengetahuan alam atau natural science: Periode 1978—1998 ditandai dengan adanya gerakan kembali ke ide dasar agar ilmu Potulatdapat tumbuh keolahragaan gerak merupakan fungsi menjadi ilmu yangorgan tubuh berdiri ataudan sendiri fungsi fi siologis diakui eksistensinya oleh Pemerintah. Asumsi pengulangan membuat fungsi kian sempurna Pada tahun 1998 Prinsip ilmu keolahragaan peningkatan fungsi organ di itu Indonesia lahirlatihan. terjadi melalui dengan ditandai adanya Deklarasi Surabaya. “Deklarasai Surabaya 1998 tentang Ilmu Keolahragaan” Untuk disiplin ilmu keolahragaan rumpun ilmu pengetahuan sosial atau social-behaviour science: Potulat aktivitas tercermin dalam perilaku Asumsi interaksi social berbuah pada perilaku harmonis dalam hubungan antar orang Prinsip belajar berlangsung melalui aktivitas sendiri (KDI Keolahragaan, 2002; Perkembangan Ilmu Keolaragaan Ilmu keolahragaan hingga dewasa ini telah menunjukkan adanya perkembangan, walaupun relatif lamban dan belum maju seperti yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dengan makin banyaknya buku-buku, pertemuan ilmiah seperti seminar dalam bidang ilmu keolahragaan, tumbuhnya organisasi atau asosiasi disiplin dan munculnya program studi baru dalam bidang ilmu keolahragaan. Keterbatasan sumberdaya manusia terkait dengan ilmu keolahragaan, sejatinya dapat dipahami karena program studi yang ada di perguruan tinggi Indonesia baik itu Magister ataupun Doktor masih didominasi bidang studi Pendidikan Olahraga (seperti UNJ, UPI, UNNES). Sedangkan, perguruan tinggi yang memberikan Prodi Ilmu Keolahragaan (Sport Sciences) masih terbatas. Berdasarkan hasil pengamatan, Mutohir (1998) mengkritisi bahwa kurikulum di lembaga pendidikan tinggi olahraga (LPTO) sering tumpang tindih dan kurang memberikan bekal pengetahuan yang bermakna dan memadai, belum terpadu dalam memberikan seperangkat kompetensi bagi mahasiswa, serta belum mengantisipasi perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan sesuai tantangan zaman. Mutohir (2002) dalam tulisannya berjudul Pengembangan Olahraga di Perguruan Tinggi dalam Konteks Otonomi Kampus menyatakan bahwa penelitian untuk pengembangan ilmu kelahragaan di perguruan tinggi oleh dosen dan mahasiswa S-!, S-2, dan S-3 perlu terus dilakukan dan ditingkatkan dalam berbagai hal termasuk luas cakupan, obyek yang dikaji (multi-variabel), metodologi yang bervariasi sesuai dengan permasalahan penelitian (baik eksperimen maupun noneksperimen dengan pendekatan kuantitatif, kualitatif, atau kombinasi), serta pendekatan dari multidisplin, lintas displin, sampai interdisiplin dengan memperhatikan orientasi pengembangan teori yang bersumber dari budaya sendiri (indigenous theory) dan tidak bersandarkan pada teori dari luar (barat). Beberapa Aktivitas Yang Relevan Dengan Pengembangan Ilmu Keolahragaan . 1. Pembentukan Kelompok Kajian dan Asosiasi Keilmuan Untuk mendorong kemajuan ilmu keolahragaan, setiap kelompok kajian ilmu tersebut seyogyanya membentuk asosiasi keilmuan olahraga sehingga menjadi perhimpunan atau masyarakat keilmuan yang sesuai dan berbadan hukum serta menyusun program-program kerja yang mencakup kegiatan penelitian, publikasi ilmiah, dan seminar serta kegiatan ilmiah lain seperti lokakarya, colloquium atau symposium tahunan secara nasional. 2. Deklarasi Bandung 2008 a. Menghimpun gagasan untuk pembangunan keolahragaan nasional yang bersumber pada pengetahuan berbasis penelitian untuk mendukung terselenggaranya pembinaan secara sistemik dan sistematik. b. Menggali fakta-fakta ilmiah dari sejumlah subdisiplin ilmu keolahragaan untuk mendukung pengembangan kebijakan, implementasinya hingga pelaksanaan pembinaan pada tataran praksis dalam bidang pendidikan jasmani, pendidikan kesehatan, rekreasi, olahraga, dan tari. c. Merangsang penelitian dan publikasi dalam ilmu keolahragaan. Konvensi berjalan efektif dan dirasa sesuai sebagai wahana untuk penyampaian issu terbaru tentang teori dan aplikasi ilmu keolahragaan oleh para 3. Deklarasi Yogyakarta 2012 Pada tahun 2012 ini ditandai adanya kebangkitan akan pentingnya sport sciences dalam rangka memajukan olahraga di Indonesia. Pesiden R.I. Susilo Bambang Yudhoyono meminta kedua Menterinya: Mendikbud dan Menpora untuk mendirikan institut olahraga nasional sebagai lembaga perguruan tinggi yang setingkat perguruan tinggi untuk mengembangkan bukan saja tenaga keolahragaan tetapi juga ilmu keolahragaan dengan memanfaatkan fasilitas olahraga yang ada di Jaka Baring Palembang, Sumatera Selatan (Menpora, 2012). Penutup dan Harapan Kedepan Olahraga sebagai ilmu dan bidang kajian hendaknya menjadi bagian kehidupan masyarakat dan bangsa yang perlu ditumbuhkembangkan melalui penelitian di berbagai pusat penelitian dan pengembangan di berbagai perguruan tinggi, lembaga-lembaga pemerintah yang tugas dan fungsinya melakukan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui riset, alih teknologi dan inovasi. Tantangan yang perlu perlu diperhatikan adalah bagaimana olahraga dapat difungsikan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan sekaligus meningkatkan ketahanan nasional. Tantangan lain kedepan yang perlu diperhatikan adalah bagaimana strategi dan upaya kita memantapkan konsep dan aplikasi olahraga dan ilmu olahraga dalam rangka bangsa Indonesia menjadi bangsa berolahraga (the sporting nation) yang memiliki budaya aktif dan sehat sehingga menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang KESIMPULAN
Pendidikan olahraga sudah diakui dan mapan di
Indonesia, hanya perlu semua perguruan tinggi memiliki jurusan dan prodi yang mengelola program Sarjan S1 yang menghasilkan tenaga keolahragaan. Melalui dari Guru PJOK dan pelatih olahraga