Anda di halaman 1dari 27

Dimensi Sosiologi olahraga dalam pendidikan jasmani dan olahraga

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam perkembangan pendidikan manusia yang sehat jasmani maupun rohani
manusia akan berpengaruh terhadap dinamika interaksi sosial-budaya masyarakatnya.
Sebelum

penulis

membahas

makalah Pendidikan

Jasmani

Dan

Olahraga

tentang

Perspektif Sosiologi, Pendidikan Jasmani, dan Olahraga terhadap Dimensi Sosiologi


Olahraga dalam pendidikan jasmani dan olahraga, tulisan berbentuk makalah ini terlebih
dahulu penulis akan membahas tentang pengertian pendidikan, sosilogi Pendidikan,
Pendidikan jasmani, dan Olahraga. Sejalan dengan itu, pendidikan akan terus mengalami
perkembangan sesuai dengan perkembangan kebudayaan. Banyak pendapat para tokoh
pendidikan yang kemudian berdampak terhadap peradaban manusia.
Sejalan tentang arti pentingnya pendidikan bagi manusia yang mempunyai kesehatan
secara lahiriah maupun rohaniah . Pendidikan sebagai suatu proses pembinaan manusia yang
berlangsung seumur hidup, pendidikan jasmani, olahraga dan Sosiologi olahraga jika
dipahami dan dimengerti bagi masyarakat luas maka akan memiliki peranan sangat penting,
yaitu memberikan kesempatan kepada semua lapisan masyarakat untuk terlibat langsung
dalam berbagai pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, olahraga dan bersosial antar
masyarakat yang satu dengan masyarkat yang lain. Pembekalan pengalaman belajar itu
diarahkan untuk membina pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik,
sekaligus membentuk pola hidup sehat dan bugar sepanjang hayat. Pendidikan memiliki
sasaran pedagogis, oleh karena itu pendidikan kurang lengkap tanpa adanya pendidikan
jasmani, olahraga dan kesehatan, karena gerak sebagai aktivitas jasmani adalah dasar bagi
manusia untuk mengenal dunia dan dirinya sendiri yang secara alami berkembang searah
dengan perkembangan zaman.
Dari masa perkembangan peradaban kuno sampai munculnya abad (pencerahan)
(renaisance) di Eropa, bidang pendidikan mendapat tempat utama dan strategis dalam
kehidupan pemerintahan. Pendidikan merupakan yang paling utama, hal itu setidaknya dapat
kita lihat dari pendapat beberapa ahli berikut ini : Jean Jaqques Rosseau, seorang tokoh

pembaharu Perancis menyebutkan, Semua yang kita butuhkan dan semua kekurangan kita
waktu lahir, hanya akan kita penuhi melalui pendidikan. Aristoteles, ahli filsafat Yunani kuno
berpendapat, bahwa perbaikan masyarakat hanya dapat dilakukan dengan terlebih dahulu
meperbaiki sistem pendidikan. Van de venter, tokoh politik ETIS atau balas budi, yang
menjadi tonggak awal perkembangan munculnya golongan terpelajar Indonesia juga
mengatakan, Pendidikan yang diberikan kapada rakyat pribumi, akan dapat merubah nasib
pribumi, Tokoh Pendiri nasional yakni Ir. Soekarno dan Ki Hajar Dewantara, juga
menyebutkan bahwa satu-satunya yang dapat mengubah nasib suatu bangsa hanyalah
Pendidikan.
Selanjutnya menurut UNESCO, badan PBB yang menangani bidang pendidikan
menyerukan kepada seluruh bangsa-bangsa di dunia bahwa, jika ingin membangun dan
berusaha memperbaiki keadaan seluruh bangsa, maka haruslah dari pendidikan, sebab
pendidikan adalah kunci menuju perbaikan terhadap peradaban.oleh karena itu UNESCO
1.
2.
3.
4.
5.

merumuskan bahwa pendidikan itu adalah:


Learning how to think (Belajar bagaimana berpikir)
Learning how to do (Belajar bagaimana melakukan)
Learning how to be (Belajar bagaimana menjadi)
Learning how to learn (Belajar bagaimana belajar)
Learning how to live together (Belajar bagaimana hidup bersama)

Dengan demikian, jelaslah bahwa pendidikan adalah sesuatu yang sangat penting dan
mutlak bagi umat manusia. Oleh karena itu, tidaklah sekedar transfer ilmu pengetahuan
(transfer of knowledge). Tujuan pendidikan sesungguhnya menciptakan pribadi yang
memiliki sikap dan kepribadian yang positif. Sikap dan kepribadian yang positif antara lain :
1. Bangga berdisiplin
2. Tahan mental menghadapi kesulitan hidup
3. Jujur dan dapat dipercaya (memiliki karakter yang baik dan integritas yang baik atau suka
bekerjasama dalam tim)
4. Memiliki pola pikir yang rasional dan ilmiah
5. Bangga bertanggung jawab
6. Terbiasa bekerja keras
7. Mengutamakan kepedulian terhadap sesamanya
8. Mengutamakan berdiskusi dari pada berdebat (not conflict but consensus)
9. Hormat pada aturan
10. Menghormati hak-hak orang lain

11. Memiliki moral dan etika yang baik


12. Mencintai pekerjaan
13. Suka menabung

Menghasilkan manusia Indonesia seperti keadaan di atas merupakan keinginan insan


pendidikan. Semua pendidik dan tenaga kependidikan di negeri ini harus memahami hal itu
sehingga dalam melaksanakan setiap aktivitas belajar-mengajar, tidak hanya sekedar
mentransfer ilmu pengetahuan kepada warga didik (warga belajar), tetapi kita harus
membimbing mereka melalui melalui motivasi dan contoh keteladanan yang bermuara pada
pembinaan sikap (behaviour) maupun etika/moral peserta didik ataupun warga belajar.
B.

Sosiologi Kaitannya Dengan Pendidikan Jasmani Dan Olahraga Dalam


Berbicara tentang sosiologi kaitanya dengan pendidikan jasmani dan olahraga , maka
yang akan dibahas dalam makalah ini adalah hubungannya dengan perkembangan interaksi
masyarakat atau anak didik dalam mengembangkan sosialisasi perkembangan olahraga.
Perkembangan pendidikan manusia akan berpengaruh terhadap dinamika sosial-budaya
masyarakatnya. Sejalan dengan itu, pendidikan akan terus mengalami perkembangan sesuai
dengan perkembangan kebudayaan. Banyak pendapat para tokoh pendidikan yang kemudian
berdampak terhadap peradaban manusia. Pendidikan adalah proses penyesuian diri secara
timbal balik antara manusia dengan alam, dengan sesama manusia atau juga pengembangan
dan penyempurnaan secara teratur dari semua potensi moral, intelektual, dan jasmaniah
manusia oleh dan untuk kepentingan pribadi dirinya dan masyarakat yang ditujukan untuk
kepentingan tersebut dalam hubungannya dengan Allah Yang Maha Pencipta sebagai tujuan
akhir.
Nah sejalan dengan pendidikan yang penulis uraikan diatas maka dalam sejarah dan
perkembangan pendidikan olahraga di Indonesia penulis dapat menarik suatu garis yang kian
lama kian menanjak. Masyarakat Indonesia yang dinamis akan mengakui bahwa persekutuan
hidup itu hidup dan tidak hanya mengalami pengaruh pikiran dan kemampuan manusia
individu saja bahkan juga mengalami pengaruh zaman dalam perkembangan ilmu
pengetahuan modern seperti sekarang ini. Olahraga memberi kesempatan yang sangat baik
untuk menyalurkan tenaga dengan jalan yang baik di dalam lingkungan persaudaraan dan
persahabatan untuk persatuan yang sehat dan suasana yang akrab dan gembira. Tetapi kini

kita menghadapi kubu-kubu yang kuat baik yang merupakan alam pikiran, sikap hidup,
tradisi dan kebiasaan yang semuanya adalah peninggalan penjajahan ditambah dengan
feodalisme semenjak 350 tahun yang lalu. Dan kadang-kadang kubu-kubu itu tidak dapat kita
lihat tetapi dapat kita rasakan karena sembunyi di dalam diri manusia. Karena itu kita harus
menyelami alam pikiran pandangan dan sikap seseorang untuk dapat membantu dia
membuang sisa-sisa penjajahan yang masih bersarang dalam dirinya untuk secara sadar
membantu gerakan olahraga.
Dalam hal ini prestasilah yang memegang peranan dan merupakan faktor yang tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Prestasi yang kita miliki selain mengangkat nama
dan mengharumkan derajat bangsa Indonesia di dunia, suatu prestasi yang tinggi oleh seorang
olahragawan Indonesia dapat membangkitkan dalam diri warga Negara, rasa bangsa yang
sebesar-besrnya, semangat kebangsaan yang menyala-nyala dan jiwa persatuan yang sehebathebatnya sehingga terbangkit kekuatan-kekuatan baru pada dirinya dan mempunyai hasrat
yang benar untuk ikut di dalam gerakan keolahragaan. Dalam dunia keloahragaan banyak
kaitannya dengan bagaimana cara beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan, Maka
ilmu pendidikan sosiologi harus di fahami dan diterapkan oleh masyarakat terutama para
olahragawan, Bertitik tolak dari hal tersebut di atas , maka penulis ingin melakukan
penelitian yang berjudul PERSPEKTIF SOSIOLOGI OLAHRAGA TERHADAP
PENDIDIKAN JASMANI, DAN OLAHRAGA DALAM DIMENSI SOSIOLOGI
PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Defenisi Sosiologi Pendidikan


Bapak Sosiologi Dunia Auguste Comte (1798 1857) , anggapannya sosiologi terdiri
dari

dua

bagian

pokok,

yaitusocial

statistics dan social

dynamics. Sebagai social

statisticssosiologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara
lembaga-lembaga

kemasyarakatan. Social

dynamics meneropong

bagaimana

lembagalembaga tersebut berkembang dan mengalami perkembangan sepanjang masa. Tiga


tahap perkembangan pikiran manusia
1. tahap teologis, ialah tingkat pemikiran manusia bahwa semua benda di dunia ini mempunyai
jiwa dan itu disebabkan oleh sesuatu kekuatan yang berada di atas manusia.
2. tahap metafisis, pada tahap ini manusia masih percaya bahwa gejala-gejala di dunia ini
disebabkan oleh kekuatan-kekuatan yang berada di atas manusia.
3. tahap positif, merupakan tahap di mana manusia telah sanggup untuk berpikir secara ilmiah.
Pada tahap ini berkembanglah ilmu pengetahuan.
Beberapa defenisi sosiologi pendidikan menurut beberapa ahli:
I.

Pengertian Sosiologi menurut Max Weber(1864-1920)

1. Sosiologi adalah ilmu yang berusaha memberikan pengertian tentang aksi-aksi sosial.
2. Teori Ideal Typus, yaitu suatu kosntruksi dalam pikiran seorang peneliti yang dapat
digunakan sebagai alat untuk menganalisis gejala-gejala dalam masyarakat.
3. Ajaran-ajarannya sangat menyumbang sosiologi, misalnya analisisnya tentang wewenang,
birokrasi, sosiologi agama, organisasi-organisasi ekonomi dan seterusnya.
II.
Pengertian Sosiologi menurut Charles Horton Cooley (1864-1929)
1. Mengembangkan konsepsi mengenai hubungan timbal balik dan hubungan yang tidak
terpisahkan antara individu dengan masyarakat.
2. Teorinya mengidamkan kehidupan bersama, rukun dan damai sebagaimana dijumpai pada
masyarakatmasyarakat yang masih bersahaja.
3. Prihatin melihat masyarakat-kasyarakat modern yang telah goyah norma-normanya, sehingga
masyarakat bersahaja merupakan bentuk ideal yang terlalu berlebih-lebihan
kesempurnaannya.
III.

Pengertian Sosiologi menurut F.G. Robbins, sosiologi pendidikan adalah sosiologi khusus
yang tugasnya menyelidiki struktur dan dinamika proses pendidikan. Struktur mengandung
pengertian teori dan filsafat pendidikan, sistem kebudayaan, struktur kepribadian dan
hubungan kesemuanya dengantata sosial masyarakat. Sedangkan dinamika yakni proses

sosial dan kultural, proses perkembangan kepribadian,dan hubungan kesemuanya dengan


proses pendidikan.
IV.

Pengertian

Sosiologi

menurut H.P.

Fairchild dalam

bukunya

Dictionary

of

Sociology dikatakan bahwa sosiologi pendidikan adalah sosiologi yang diterapkan untuk
memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental. Jadi ia tergolong applied
sociology.
V.

Pengertian Sosiologi menurut Prof. DR S. Nasution,M.A., Sosiologi Pendidikana dalah


ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk
mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik.

VI.

Pengertian Sosiologi menurut F.G Robbins dan Brown, Sosiologi Pendidikan ialah ilmu
yang membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang mempengaruhi
individu untuk mendapatkan serta mengorganisasi pengalaman. Sosiologi pendidikan
mempelajari kelakuan sosial serta prinsip-prinsip untuk mengontrolnya.

VII.

Pengertian Sosiologi menurut E.G Payne, Sosiologi Pendidikan ialah studi yang
komprehensif tentang segala aspek pendidikan dari segi ilmu sosiologi yang diterapkan.

VIII.

Pengertian Sosiologi menurut Drs. Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan ialah ilmu
pengetahuan yang berusaha memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan analisis atau
pendekatan sosiologis.
Pada dasarnya, sosiologi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sosiologi umum dan
sosiologi khusus. Sosiologi umum menyelidiki gejala sosio-kultural secara umum. Sedangkan
Sosiologi khusus, yaitu pengkhususan dari sosiologi umum, yaitu menyelidiki suatu aspek
kehidupan sosio kultural secara mendalam. Misalnya: sosiologi masayarakat desa,
sosiologi masyarakat kota, sosiologi agama, sosiolog hukum, sosiologi pendidikan dan
sebagainya.Jadi sosiologi pendidikan merupakan salah satu sosiologi khusus.
Dari beberapa defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwasosiologi pendidikan adalah
ilmu yang mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik itu struktur, dinamika, masalahmasalah pendidikan, ataupun aspek-aspek lainnya secara mendalam melalui analisis atau
pendekatan sosiologis.
Jadi pengertian Sosiologi olahraga adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku
manusia dalam hubungan timbal balik dengan manusia di lingkungannya, mulai dari perilaku
sederhana sampai yang kompleks. Perilaku manusia ada yang disadari, namun ada pula yang

tidak disadari, dan perilaku yang ditampilkan seseorang dapat bersumber dari luar ataupun
dari dalam dirinya sendiri.
Ilmu sosiologi diterapkan pula ke dalam bidang olahraga yang lalu dikenal sebagai
Sosiologi olahraga. Penerapan sosiologi ke dalam bidang olahraga ini adalah untuk
membantu agar bakat olahraga yang ada dalam diri seseorang dapat dikembangkan sebaikbaiknya tanpa adanya hambatan dan faktor-faktor yang ada dalam kepribadiannya. Dengan
kata lain, tujuan umum dari soiologi olahraga adalah untuk membantu seseorang agar dapat
menampilkan prestasi optimal, yang lebih baik dari sebelumnya.
B. Mengapa Sosiologi Olahraga Diperlukan dalam Olahraga?
Untuk meningkatnya kerjasama dalam pertandingan dapat meningkatkan kerjasama
satu atlet dengan atlet lainya dengan mudah dan cepat berinteraksi dengan lingkungan sekitar,
baik dalam hal fisik maupun psikis, sehingga kemampuan olahraganya dapat berkembang.
Mereka tidak mudah tegang dan cemas akan hasil pertandingannya, dan mereka merasakan
mudah berkonsentrasi. Keadaan ini seringkali menyebabkan para atlet dapat menampilkan
permainan terbaiknya. Para pelatih pun menaruh minat terhadap bidang sosiologi olahraga,
khususnya dalam bagaimana berhubungan atau berinteraksi dengan lingkungan.
Sosiologi olahraga juga diperlukan agar atlet dapat dengan mudah berfikir mengenai.
mengapa mereka berolahraga dan apa yang ingin mereka capai? Sekali tujuannya diketahui,
latihan-latihan ketrampilan sosiologis dapat menolong tercapainya tujuan tersebut.

C. Perspektif Perilaku (Behavioral Perspective)


Prespertif disini diartikan sebagai asumsi-asumsi dasar yang paling banyak
sumbangannya kepada pendekatanpendidikan jasmani dan olah raga dengan sosiologi
olahraga. Pendekatan

ini

awalnya

diperkenalkan

oleh

John

B.

Watson

(1941,

1919). Pendekatan ini cukup banyak mendapat perhatian dalam psikologi di antara tahun
1920- an

s/d 1960-an. Ketika Watson memulai penelitiannya, dia

agarpendekatannya

ini

tidak

sekedar

satu

alternatif

bagi

menyarankan

pendekatan

instinktif

dalam memahami perilaku sosial, tetapi juga merupakan alternatif lain yang memfokuskan
pada pikiran, kesadaran, atau pun imajinasi. Watson menolak informasi instinktif semacam
itu, yang

menurutnya

bersifat

mistik,

mentalistik,

dan

subyektif.

Dalam

psikologi obyektif maka fokusnya harus pada sesuatu yang dapat diamati (observable),
yaitu pada apa yang dikatakan (sayings) dan apa yang dilakukan (doings). Dalam hal
ini pandangan Watson berbeda dengan James dan Dewey, karena keduanya percaya
bahwaproses mental dan juga perilaku yang teramati berperan dalam menyelaskan
perilaku sosial. Para

behaviorist

dinamakantanggapan (responses),

memasukan perilaku ke
dan lingkungan ke

dalam

satu

unit

dalam

yang
unit

rangsangan (stimuli). Menurut penganut paham perilaku, satu rangsangan dan tanggapan
tertentu bisa berasosiasi satu sama lainnya, dan menghasilkan satu bentuk hubungan
fungsional. Contohnya, sebuah rangsangan seorang teman datang , lalu memunculkan
tanggapan misalnya, tersenyum. Jadi seseorang tersenyum, karena ada teman yang datang
kepadanya. Parabehavioris tadi percaya bahwa rangsangan dan tanggapan dapat dihubungkan
tanpa mengacu pada pertimbangan mental yang ada dalam diri seseorang. Jadi tidak
terlalu mengejutkan

jika

para

behaviorisme

tersebut

dikategorikan

sebagai

pihak

yangmenggunakan pendekatan kotak hitam (black-box) . Rangsangan masuk ke


sebuah kotak (box) dan menghasilkan tanggapan. Mekanisme di dalam kotak hitam
tadi srtuktur internal atau proses mental yang mengolah rangsangan dan tanggapan
karena tidak dapat dilihat secara langsung (not directly observable), bukanlah bidang kajian
para behavioris tradisional.
Kemudian, B.F. Skinner (1953,1957,1974) membantu mengubah fokus behaviorisme melalui
percobaan yang dinamakan operant behavior dan reinforcement. Yangdimaksud dengan
operant condition adalah setiap perilaku yang beroperasi dalam suatu lingkungan dengan

cara tertentu, lalu memunculkan akibat atau perubahan dalam lingkungan tersebut. Misalnya,
jika kita tersenyum kepada orang lain yang kita hadapi, lalu secara umum, akan
menghasilkan senyuman yang datangnya dari orang lain tersebut. Dalam kasus ini, tersenyum
kepada orang lain tersebut merupakan operant behavior. Yang dimaksud dengan
reinforcement adalah proses di mana akibat atau perubahan yang terjadi dalam
lingkungan memperkuat perilaku tertentu di masa datang . Misalnya, jika kapan saja kita
selalu tersenyum kepada orang asing (yang belum kita kenal sebelumnya), dan mereka
tersenyum kembali kepada kita, maka muncul kemungkinanbahwa jika di kemudian hari kita
bertemu orang asing maka kita akan tersenyum. Perlu diketahui, reinforcement atau penguat,
bisa bersifat positif dan negatif. Contoh di atas merupakan penguat positif. Contoh penguat
negatif, misalnya beberapa kali pada saat kita bertemu dengan orang asing lalu kita
tersenyum dan orang asing tersebut diam saja atau bahkan menunjukan rasa tidak suka, maka
dikemudian hari jika kita bertemu orang asing kembali, kita cenderung tidak tersenyum (diam
saja).Dalam pendekatan perilaku terdapat teori-teori yang mencoba menjelaskan secara lebih
mendalam mengapa fenomena sosial yang diutarakan dalam pendekatan perilaku bisa terjadi.
Beberapa teori antara lain adalah Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory) dan
Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory).
a.

Teori Pembelajaran Sosial.

Di tahun 1941, dua orang psikolog Neil Miller dan John Dollard dalam laporan hasil
percobaannya mengatakan bahwa peniruan (imitation) di antara manusia tidakdisebabkan
oleh unsur instink atau program biologis. Penelitian kedua orang tersebut mengindikasikan
bahwa kita belajar (learn) meniru perilaku orang lain. Artinya peniruan tersebut merupakan
hasil dari satu proses belajar, bukan bisa begitu saja karena instink. Proses belajar tersebut
oleh Miller dan Dollard dinamakan social learning - pembelajaran sosial. Perilaku
peniruan (imitative behavior) kita terjadi karena kita merasa telah memperoleh imbalan
ketika kita meniru perilaku orang lain, dan memperoleh hukuman ketika kita tidak
menirunya. Agar seseorang bisa belajar mengikuti aturan baku yang telah ditetapkan oleh
masyarakat maka para individu harus dilatih, dalam berbagai situasi, sehingga mereka
merasa nyaman ketika melakukan apa yang orang lain lakukan, dan merasa tidak nyaman
ketika tidak melakukannya., demikian saran yang dikemukakan oleh Miller dan
Dollard. Dalam penelitiannya, Miller dan Dollard menunjukan bahwa anak-anak dapat

belajar meniru atau tidak meniru seseorang dalam upaya memperoleh imbalan berupa
permen. Dalam percobaannya tersebut, juga dapat diketahui bahwa anak-anak dapat
membedakanorang-orang yang akan ditirunya. Misalnya jika orang tersebut laki-laki maka
akan ditirunya, jika perempuan tidak. Lebih jauh lagi, sekali perilaku peniruan
terpelajari(learned), hasil belajar ini kadang berlaku umum untuk rangsangan yang sama.
Misalnya, anak-anak cenderung lebih suka meniru orang-orang yang mirip dengan orang
yang sebelumnya memberikan imbalan. Jadi, kita mempelajari banyak perilaku baru
melalui pengulangan perilaku orang lain yang kita lihat. Kita contoh perilaku orang-orang
lain tertentu, karena kita mendapatkan imbalan atas peniruan tersebut dari orang-orang
lain tertentu tadi dan juga dari mereka yang mirip dengan orang-orang lain tertentu tadi,
dimasa lampau.Dua puluh tahun berikutnya, Albert Bandura dan Richard Walters (1959,
1963),mengusulkan satu perbaikan atas gagasan Miller dan Dollard tentang belajar
melalui peniruan. Bandura dan Walters menyarankan bahwa kita belajar banyak perilaku
melaluipeniruan, bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang kita terima.
Kita bisa meniru beberapa perilaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model,
dan akibat yang ditimbulkannya atas model tersebut. Proses belajar semacam ini
disebutobservational
percobaan Bandura

learning

dan Walters

pembelajaran

melalui

pengamatan.

mengindikasikan

bahwa

ternyata

Contohnya,

anak-anak

bisa

mempunyai perilaku agresif hanya dengan mengamati perilaku agresif sesosok model,
misalnya melalui film atau bahkan film karton. Bandura (1971), kemudian menyarankan agar
teori pembelajaran sosial seyogianyadiperbaiki lebih jauh lagi. Dia mengatakan bahwa teori
pembelajaran sosial yang benarbenar melulu menggunakan pendekatan perilaku dan lalu
mengabaikan pertimbanganproses mental, perlu dipikirkan ulang. Menurut versi Bandura,
maka teori pembelajaran sosial membahas tentang (1) bagaimana perilaku kita dipengaruhi
oleh lingkunganmelalui penguat (reinforcement) dan observational learning, (2) cara
pandang dan cara pikir yang kita miliki terhadap informasi, (3) begitu pula sebaliknya,
bagaimana perilaku kita mempengaruhi lingkungan kita dan menciptakan penguat
(reinforcement) dan observational opportunity - kemungkinan bisa diamati oleh orang lain.
b. Teori Kognitif Kontemporer
Dalam tahun 1980-an, konsep kognisi, sebagian besarnya mewarnai konsep sikap. Istilah
kognisi digunakan untuk menunjukan adanya proses mental dalam diri seseorang sebelum

melakukan tindakan. Teori kognisi kontemporer memandang manusia sebagai agen yang
secara aktif menerima, menggunakan, memanipulasi, dan mengalihkaninformasi. Kita secara
aktif berpikir, membuat rencana, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. Manusia
memproses informasi dengan cara tertentu melalui struktur kognitif yang diberi istilah
schema (Markus dan Zajonc, 1985 ; Morgan dan Schwalbe, 1990; Fiske and Taylor, 1991).
Struktur tersebut berperan sebagai kerangka yang dapat menginterpretasikan pengalamanpengalaman sosial yang kita miliki. Jadi struktur kognisi bisa membantu kita mencapai
keterpaduan dengan lingkungan, dan membantu kita untuk menyusun realitas sosial. Sistem
ingatan yang kita miliki diasumsikan terdiri atas struktur pengetahuan yang tak terhitung
jumlahnya. Intinya, teori-teori kognitif memusatkan pada bagaiamana kita memproses
informasiyang datangnya dari lingkungan ke dalam struktur mental kita Teori-teori
kognitif percaya bahwa kita tidak bisa memahami perilaku sosial tanpa memperoleh
informasitentang proses mental yang bisa dipercaya, karena informasi tentang hal yang
obyektif, lingkungan eksternal belum mencukupi.

D. Perspektif Kognitif (The Cognitive Perspective)


Kita

telah

memberikan

indikasi

bahwa

kebiasaan

(habit)

merupakan

penjelasan alternatif yang bisa digunakan untuk memahami perilaku sosial seseorang di
samping instink (instinct). Namun beberapa analis sosial percaya bahwa kalau hanya kedua
hal tersebut (kebiasaan dan instink) yang dijadikan dasar, maka dipandang terlampau
ekstrem - karena mengabaikan kegiatan mental manusia. Seorang psikolog James Baldwin
(1897) menyatakan bahwa paling sedikit ada duabentuk peniruan, satu didasarkan pada
kebiasaan kita dan yang lainnya didasarkan pada wawasan kita atas diri kita sendiri dan atas
orang lain yang perilakunya kita tiru. Walau dengan konsep yang berbeda seorang sosiolog
Charles Cooley (1902) sepaham dengan pandangan Baldwin. Keduanya memfokuskan
perhatian

mereka

kepada

atau kognitif . Kemudian

perilaku

banyak

sosial yang
para

melibatkan

psikolog

sosial

proses

mental

menggunakan

konsep sikap (attitude) untuk memahami proses mental atau kognitif tadi. Dua orang
sosiolog W.I. Thomas dan Florian Znaniecki mendefinisikan psikologi sosial sebagai studi
tentang sikap, yang diartikannya sebagai proses mental individu yang menentukan tanggapan
aktual dan potensial individudalam dunia sosial. Sikap merupakan predisposisi perilaku.
Beberapa teori yang melandasi perpektif ini antara lain adalah Teori Medan (Field Theory),
Teori Atribusi dan Konsistensi Sikap (Concistency Attitude and Attribution Theory), dan
Teori Kognisi Kontemporer.
E.

Perspektif Struktural
Telah kita catat bahwa telah terjadi perdebatan di antara para ilmuwan sosial
dalam hal menjelaskan perilaku sosial seseorang. Untuk menjelaskan perilaku sosial
seseorang dapat dikaji sebagai sesuatu proses yang (1) instinktif, (2) karena kebiasaan, dan
(3) juga yang bersumber dari proses mental. Mereka semua tertarik, dan dengan cara
sebaikmungkin lalu menguraikan hubungan antara masyarakat dengan individu. William
James dan John Dewey menekankan pada penjelasan kebiasaan individual, tetapi mereka
juga mencatat bahwa kebiasaan individu mencerminkan kebiasaan kelompok yaitu
adatistiadat masyarakat atau strutur sosial . Para sosiolog yakin bahwa struktur sosial
terdiri atas jalinan interaksi antar manusia dengan cara yang relatif stabil. Kita mewarisi
struktursosial dalam satu pola perilaku yang diturunkan oleh satu generasi ke
generasi berikutnya, melalui proses sosialisasi. Disebabkan oleh struktur sosial, kita

mengalami kehidupan sosial yang telah terpolakan. James menguraikan pentingnya dampak
struktur sosial

atas

diri

(self)

perasaan

kita

terhadap

diri

kita

sendiri.

Masyarakat mempengaruhi diri self. Sosiolog lain Robert Park dari Universitas Chicago
memandang bahwa masyarakat mengorganisasikan, mengintegrasikan, dan mengarahkan
kekuatan-kekuatan individuindividu kedalam berbagai macam peran (roles). Melalui peran
inilah kita menjadi tahu siapa diri kita. Kita adalah seorang anak, orang tua, guru, mahasiswa,
laki-laki, perempuan, Islam, Kristen. Konsep kita tentang diri kita tergantung pada peran
yang kita lakukan dalam masyarakat. Beberapa teori yang melandasi persektif strukturan
adalah Teori Peran (Role Theory), Teori Pernyataan Harapan (Expectation-States Theory),
dan Posmodernisme (Postmodernism)
B. Pendidikan Jasmani dan Olahraga.
Sejak manusia lahir di dunia, ia telah berjuang untuk mempertahankan kehidupan yang
wajar, untuk

dapat

hidup

dengan

tenaga

dan

pikirannya.

Untuk

itu

manusia

memperkembangkan kekuatan fisik dan jasmani supaya badannya cukup kuat dan tenaganya
cukup terlatih, menjadi tangkas untuk melakukan perjuangan hidupnya. Disamping itu
menjadi kebutuhan hidup tiap manusia dan menjadi sifat manusia untuk mencoba kekuatan
dan ketangkasannya dengan manusia-manusia lain.
Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara
keseluruhan. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan jasmani harus diarahkan pada
pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan jasmani bukan aktivitas jasmani
itu sendiri, tetapi untuk mengembangkan potensi siswa melalu aktivitas jasmani.
Persepsi yang sempit dan keliru terhadap pendidikan jasmani akan mengakibatkan
nilai-nilai luhur dan tujuan pendidikan yang terkandung di dalamnya tidak akan pernah
tercapai. Orientasi pembelajaran harus disesuaikan, dengan perkembangan anak, isi dan
urusan materi serta cara penyampaian harus disesuaikan sehingga menarik dan
menyenangkan, sasaran pembelajaran ditujukan bukan hanya mengembangkan keterampilan
olahraga, tetapi perkembangan pribadi anak seutuhnya. Konsep dasar pendidikan jasmani dan
model pengajaran pendidikan jasmani yang efektif perlu dipahami bagi orang yang hendak
mengajar pendidikan jasmani.
Pengertian pendidikan jasmani sering dikaburkan dengan konsep lain, dimana
pendididkan jasmani disamakan dengan setiap usaha atau kegiatan yang mengarah pada

pengembangan organ-organ tubuh manusia (body building), kesegaran jasmani (physical


fitness), kegiatan fisik (pysical activities), dan pengembangan keterampilan (skill
development). Pengertian itu memberikan pandangan yang sempit dan menyesatkan arti
pendidikan jasmani yang sebenarnya. walaupun memang benar aktivitas fisik itu mempunyai
tujuan tertentu, namun karena tidak dikaitkan dengan tujuan pendidikan, maka kegiatan itu
tidak mengandung unsur-unsur pedagogi.
Pendidikan jasmani bukan hanya merupakan aktivitas pengembangan fisik secara
terisolasi, akan tetapi harus berada dalam konteks pendidikan secara umum (general
education). Tentunya proses tersebut dilakukan dengan sadar dan melibatkan interaksi
sistematik antarpelakunya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
a) Pengertian Pendidikan Jasmani
Definisi Pendidikan Jasmani ialah pendidikan yang mengaktualisasikan potensi
aktivitas manusia yang berupa sikap tindakan dan karya untuk diberi bentuk, isi, dan arah
menuju kebulatan kepribadian sesuai dengan cita-cita kemanusiaan. Pendidikan Jasmani
merupakan terjemahan kata demi kata dari Negara barat : Lichamelijke opvoeding-Physical
Education-Physique Libes Erziehung. Pendidikan Jasmani bukanlah imbangan terhadap
pendidikan rokhani, jasmani dan rokhani merupakan satu kesatuan yang tidak dipisahkan.
Pendidikan Jasmani di sekolah merupakan dasar yang baik bagi perkembangan olahraga di
luar sekolah. Olahraga dan pendidikan jasmani tidak dapat dipisahkan karena keduanya
sangat erat hubungannya dan saling mempengaruhi.
Kata fisik atau jasmani (physical) menunjukkan pada tubuh atau badan (body). Kata
fisik seringkali digunakan sebagai referensi dalam berbagai karakteristik jasmaniah, seperti
kekuatan fisik (physical strenght), perkembangan fisik (physical development), kecakapan
fisik (physical prowess), kesehatan fisik (physical health). dan penampilan fisik (physical
appearance).
Kata fisik dibedakan dengan jiwa atau fikiran (mind). Oleh karena itu, jika kata
pendidikan (education) ditambahkan dalam kata fisik, maka membentuk frase atau susunan
kata pendidikan fisik atau pendidikan jasmani (physical education), yakni menunjukkan
proses pendidikan tentang aktivitas-aktivitas yang mengembangkan dan memelihara tubuh
manusia.

Cozens (1963: 51): Mengemukakan bahwa pendidikan jasmani didefinisikan sebagai fase dari seluruh
proses pendidikan yang berhubungan dengan aktivitas dan respons otot yang giat dan
berkaitan dengan perubahan yang dihasilkan individu dari respons tersebut.
Pangrazi (1989: 1): Mengemukakan bahwa pendidikan jasmani adalah fase dari program pendidikan
keseluruhan yang memberikan kontribusi, terutama melalui pengalaman gerak, untuk
pertumbuhan dan perkembangan secara utuh untuk tiap anak. Pendidikan jasmani
didefinisikan sebagai pendidikan dan melalui gerak dan harus dilaksanakan dengan cara-cara
yang tepat agar memiliki makna bagi anak. Pendidikan jasmani merupakan program
pembelajaran yang memberikan perhatian yang proporsional dan memadai pada domaindomain pembelajaran, yaitu psikomotor, kognitif, dan afektif.

1979)

Mengemukakan pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari suatu proses

pendidikan secara keseluruhan, adalah proses pendidikan melalui kegiatan fisik yang dipilih
untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan organik, neuromuskuler, interperatif,
sosial, dan emosional

93:)

: Mengemukakan; pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara


keseluruhan melalui berbagai kegiatan jasmani yang bertujuan mengembangkan secara
organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional.
Definisi Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan melalui aktivitas jasmani
yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan
motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi.
Lingkungan belajar diatur secara seksama untuk meningkatkan pertumbuhan dan
b)

perkembangan seluruh ranah, jasmani, psikomotorik, kognitif, dan afektif.


Fungsi Pendidikan Jasmani

Fungsi

pendidikan

jasmani Annarino,

Cowell,

and

Hazelton

(1980:

62-63)

mengklasifikasikan ke dalam enam aspek, yaitu (1) organik; (2) neuromuskuler; (3)
perseptual; (4) kognitif; (5) sosial; dan (6) emosi.
(a). Aspek Organik:
a. Menjadikan fungsi sistem tubuh menjadi lebih baik sehingga individu dapat memenuhi
tuntutan lingkungannya secara memadai serta memiliki landasan-landasan untuk
pengembangan keterampilan.

b. Meningkatkan kekuatan otot, yaitu jumlah tenaga maksimum yang dikeluarkan oleh otot atau
kelompok otot
c. Meningkatkan daya tahan otot, yaitu kemampuan otot atau kelompok otot untuk menahan
kerja dalam waktu yang lama.
d. Meningkatkan daya tahan kardiovaskuler, kapasitas individu untuk melakukan secara terus
menerus dalam aktivitas yang berat dalam waktu relatif lama; hal ini tergantung pada
efisiensi yang terdiri dari aliran darah, jantung dan paru-paru.
e. Meningkatkan fleksibilitas, yaitu rentang gerak dalam persendian yang diperlukan untuk
menghasilkan gerakan yang efisien dan mengurangi cidera.
(b). Aspek Neuromuskuler:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Menjadikan keharmonisan antara fungsi sistem saraf dan otot untuk menghasilkan gerakan
yang diinginkan.
Mengembangkan keterampilan lokomotor, seperti: berjalan, melompat, meloncat, meluncur,
melangkah, mendorong, berlari, menderap/mencongklang, bergulir, menarik
Mengembangkan keterampilan non-lokomotor, seperti mengayun, melenggok, meliuk,
bergoyang, meregang, menekuk, mengantung, membungkuk.
Mengembangkan keterampilan dasar jenis permainan, seperti memukul, menendang,
menangkap, berhenti, melempar, memulai, mengubah arah, memantul, bergulir, memvoli.
Mengembangkan faktor-faktor gerak, seperti ketepatan, irama, rasa gerak, power, waktu
reaksi, kelincahan
Mengembangkan keterampilan olahraga dan dansa, seperti sepakbola, softball, bola voli,
gulat, atletik, baseball, bola basket, panahan, hoki, anggar, tenis, bowling, golf, dansa.
Mengembangkan keterampilan rekreasi, seperti hiking, tenis meja, berenang, berlayar.

(c). Aspek perseptual:


a.
b.

c.
d.

e.
f.
g.
h.

a.
b.
c.
d.
e.

f.
g.

a.

Mengembangkan kemampuan menerima dan membedakan di antara isyarat yang ada dalam
situasi yang dihadapi agar dapat melakukan kinerja yang lebih terampil
Mengembangkan hubungan-hubungan yang berkaitan dengan tempat/ruang, yaitu
kemampuan mengenali objek-objek yang berada di depan, di belakang, di bawah, di sebelah
kanan, atau di sebelah kiri dari dirinya.
Mengembangkan koordinasi gerak-visual, yaitu kemampuan mengkoordinasikan pandangan
dengan keterampilan gerak kasar yang melibatkan tangan, tubuh, dan/atau kaki
Mengembangkan hubungan sikap tubuh-tanah, yaitu kemampuan memilih stimulus dari
massa sensori yang diterima atau memilih jumlah stimulus terbatas yang menjadi fokus
perhatian
Mengembangkan keseimbangan tubuh (statis, dinamis), yaitu emampuan mempertahankan
keseimbangan statis dan dinamis
Mengembangkan dominansi (dominancy), yaitu konsistensi dalam menggunakan tangan atau
kaki kanan atau kiri dalam melempar atau menendang.
Mengembangkan lateralitas (laterility), yaitu kemampuan membedakan perbedaan di antara
sisi kanan atau kiri tubuh dan di antara bagian dalam kanan atau kiri tubuhnya sendiri
Mengembangkan image tubuh (body image), yeitu kesadaran bagan-bagian tubuh atau
seluruh tubuh dan hubungannya dengan tempat atau ruang
(d). Aspek Kognitif:
Mengembangkan kemampuan mengeksplorasi, menemukan sesuatu, memahami,
memperoleh pengetahuan, dan membuat keputusan-keputusan yang bernilai.
Meningkatkan pengetahuan peraturan permainan, keselamatan, dan etika.
Mengembangkan kemampuan penggunaan strategi dan teknik yang terlibat dalam aktivitas
yang terorganisasi.
Meningatkan pengetahuan bagaimana fungsi-fungsi tubuh dan hubungannya dengan aktivitas
jasmani
Menghargai kinerja tubuh; penggunaan pertimbangan yang berhubungan dengan jarak,
waktu, tempat, bentuk, kecepatan, dan arah yang digunakan dalam mengimplementasikan
aktivitas, bola, dan dirinya.
Meningkatkan pemahaman tentang faktor-faktor pertumbuhan dan perkembangan yang
dipengaruhi oleh gerakan
Mengembangkan kemampuan untuk memecahkan problem-problem perkembangan melalui
gerakan.
(e). Aspek sosial:

Penyesuaian baik dirinya dan orang lain dengan menggabungkan dirinya ke dalam
masyarakat dan lingkungannya.
b. Mengembangkan kemampuan membuat pertimbangan dan keputusan dalam situasi
kelompok
c. Belajar berkomunikasi dengan orang lain
d. Mengembangkan kemampuan bertukar dan mengevaluasi ide dalam kelompok

e.
f.
g.
h.
i.

a.
b.
c.
d.
e.

Mengembangkan kepribadian, sikap, dan nilai agar dapat berfungsi sebagai anggota
masyarakat
Mengembangkan rasa memiliki dan rasa diterima di masyarakat.
Mengembangkan sifat-sifat kepribadian yang positif
Belajar menggunakan waktu luang yang konstruktif
Mengembangkan sikap yang mencerminkan karakter moral yang baik.
(f). Aspek emosional:
Mengembangkan respons yang sehat terhadap aktivitas jasmani melalui pemenuhan
kebutuhan dasar.
Mengembangkan reaksi yang positif terhadap penonton dan partisipasi melalui keberhasilan
atau kegagalan.
Melepas ketegangan melalui aktivitas fisik yang tepat
Memberikan saluran untuk mengekspresikan diri dan kreativitas
Menghargai pengalaman estetika dari berbagai aktivitas yang relevan

c)

Pengertian Olahraga
Makna olahraga menurut ensiklopedia Indonesia adalah gerak badan yang dilakukan
oleh satu orang atau lebih yang merupakan regu atau rombongan. Sedangkan
dalam Websters New Collegiate Dictonary (1980) yaitu ikut serta dalam aktivitas fisik untuk
mendapatkan kesenangan, dan aktivitas khusus seperti berburu atau dalam olahraga
pertandingan (athletic games di Amerika Serikat)
Menurut Cholik Mutohir olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan
atau usaha yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah
dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk
permainan, perlombaan/pertandingan, dan prestasi puncak dalam pembentukan manusia
Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila.
Untuk penjelasan pengertian olahraga menurut Edward (1973) olahraga harus bergerak
dari konsep bermain, games, dan sport. Ruang lingkup bermain mempunyai karakteristik
antara lain; a. Terpisah dari rutinitas, b. Bebas, c. Tidak produktif, d. Menggunakan peraturan
yang tidak baku. Ruang lingkup pada games mempunyai karakteristik; a. ada kompetisi, b.
hasil ditentukan oleh keterampilan fisik, strategi, kesempatan. Sedangkan ruang lingkup
sport; permainan yang dilembagakan.
Tujuan utama olahraga bukanlah pembangunan fisik saja melainkan juga pembangunan
mental dan spiritual. Olahraga (Lama) ialah merupakan suatu kegiatan yang dilakukan atas
pilihan sendiri yang bermaksud menguatkan diri baik phisik maupun psychis tanpa
mengharapkan suatu hasil materiil tetapi mengharapkan kenaikan prestasi. Olahraga (baru)
ialah membentuk manusia Indonesia Pancasila yang fisik kuat-sehat berprestasi tinggi, yang
memiliki kemampuan mental dan ketrampilan kerja yang kritis kreatif dan sejahtera. Jadi
Olahraga ialah suatu usaha untuk mendorong, membangkitkan, mengembangkan dan
membina kekuatan jasmaniah maupun rokhaniah pada tiap manusia. Lebih tegas dikatakan
bahwa olahraga untuk mempertahankan existensi kemanusiaan dan untuk melakukan cita-cita
hidup bangsa. Olahraga merupakan pembentukan fisik dan mental

d)

Hakikat Olahraga dan Penjas


Filsafat olahraga, seperti filsafat lainnya, dalam olahraga ada beberapa konsep yang
perlu dikaji dan dipahami secara mendalam. Konsep ini bersifat abstrak yaitu mental image.
Walau kita tahu bahwa konsep ini abstrak, tetapi didalam konsep ini ada makna tertentu,

walau perbedaan makna pada setiap individu berbeda-beda tentang ini. Konsep dasar tentang
keolahragaan beragam, seperti bermain (play), Pendidikan jasmani (Physical education),
olahraga (Sport), rekreasi (recreation), tari (dance). Bermain (play) adalah fitrah manusia
yang hakiki sebagai mahluk bermain (homo luden), bermain suatu kegiatan yang tidak
berpretensi apa-apa, kecuali sebagai luapan ekspresi, pelampiasan ketegangan, atau peniruan
peran. Dengan kata lain, aktivitas bermain dalam nuansa riang dan gembira. Dalam bermain
terdapat unsur ketegangan, yang tidak lepas dari etika seperti semangat fair play yang
sekaligus menguji ketangguhan, keberanian dan kejujuran pemain, walau tanpa wasitpun
permainan anak-anak terlihat belum tercemar. Dalam bermain terdapat unsur ketegangan,
yang tidak lepas dari etika seperti semangat fair play yang sekaligus menguji ketangguhan,
keberanian dan kejujuran pemain, walau tanpa wasitpun permainan anak-anak terlihat
menyenangkan dan gembira ini merupakan bentuk permainan yang belum tercemar.
Olahraga bersifat netral dan umum, tidak digunakan dalam pengertian olahraga
kompetitif, karena pengertiannya bukan hanya sebagai himpunan aktivitas fisik yang resmi
terorganisasi (formal) dan tidak resmi (informal).
Pendidikan jasmani pada dasarnya bersifat universal, berakar pada pandangan klasik
tentang kesatuan erat antara body and mind, Pendidikan jasmani adalah bagian integral dari
pendidikan melalui aktivitas jasmani yang bertujuan untuk meningkatkan individu secara
organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional.
Konsep pendidikan jasmani terfokus pada proses sosialisasi atau pembudayaan via
aktifitas jasmani, permainan dan olahraga. Proses sosialisasi berarti pengalihan nilai-nilai
budaya, perantaraan belajar merupakan pengalaman gerak yang bermakna dan memberi
jaminan bagi partisipasi dan perkembangan seluruh aspek kepribadian peserta didik.
Perubahan terjadi karena keterlibatan peserta didik sebagai aktor atau pelaku melalui
pengalaman dan penghayatan secara langsung dalam pengalaman gerak sementara guru
sebagai pendidik berperan sebagai pengarah agar kegiatan yang lebih bersifat pendeawsaan
itu tidak meleset dari pencapaian tujuan.
C. Perspektif Sosiologi Olahraga (Asumsi-Asumsi Sosiologi Olahraga) Pendidikan
Jasmani dan Olahraga
Dalam memahami arti sosiologi olahraga, pendidikan jasmani, kita harus juga
mempertimbangkan hubungan antara Pendidikan jasmani dan olahraga (sport) dengan
sebagai istilah yang lebih dahulu populer dan lebih sering digunakan dalam konteks kegiatan
sehari-hari ORKES (Olahraga Kesehatan). Pemahaman tersebut akan membantu para guru
atau masyarakat dalam memahami peranan dan fungsi pendidikan jasmani secara lebih
konseptual.

Olahraga di pihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat
kompetitif. Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu bentuk permainan
yang terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat kepada istilah pendidikan jasmani.
Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat menunjukkan bahwa secara tradisional, olahraga
melibatkan aktivitas kompetitif.
Ketika kita menunjuk pada olahraga sebagai aktivitas kompetitif yang terorganisir, kita
mengartikannya bahwa aktivitas itu sudah disempurnakan dan diformalkan hingga kadar
tertentu, sehingga memiliki beberapa bentuk dan proses tetap yang terlibat. Peraturan,
misalnya, baik tertulis maupun tak tertulis, digunakan atau dipakai dalam aktivitas tersebut,
dan aturan atau prosedur tersebut tidak dapat diubah selama kegiatan berlangsung, kecuali
atas kesepakatan semua pihak yang terlibat. Di atas semua pengertian itu, olahraga adalah
aktivitas kompetitif. Kita tidak dapat mengartikan olahraga tanpa memikirkan kompetisi,
sehingga tanpa kompetisi itu, olahraga berubah menjadi semata-mata bermain atau rekreasi.
Bermain, karenanya pada satu saat menjadi olahraga, tetapi sebaliknya, olahraga tidak pernah
hanya semata-mata bermain; karena aspek kompetitif teramat penting dalam hakikatnya.
Sosiologi intinya adalah aktivitas atau hubungan satu kelompok dengan kelompok yang
lain. Kita mengartikan sosiologi sebagai ujung tombak berinteraksi yang bersifat universal
yang kompetitif, meskipun berinteraksi tidak harus selalu bersifat ada pertemuan.
Berinteraksi bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen dari
berinteraksi dapat ditemukan di dalam keduanya.
Di pihak lain, pendidikan jasmani mengandung elemen baik dari sosial maupun dari
olahraga, tetapi tidak berarti hanya salah satu saja, atau tidak juga harus selalu seimbang di
antara keduanya. Sebagaimana dimengerti dari kata-katanya, pendidikan jasmani adalah
aktivitas jasmani yang memiliki tujuan kependidikan tertentu. Pendidikan Jasmani bersifat
fisik dalam aktivitasnya dan penjas dilaksanakan untuk mendidik. Hal itu tidak bisa berlaku
bagi bermain dan olahraga, meskipun keduanya selalu digunakan dalam proses kependidikan.
Sosiologi olahraga , pendidikan jasmani dan olahraga melibatkan bentuk-bentuk
gerakan, dan ketiganya dapat melumat secara pas dalam konteks pendidikan jika digunakan
untuk tujuan-tujuan kependidikan. Bermain dapat membuat rileks dan menghibur tanpa
adanya tujuan pendidikan, seperti juga olahraga tetap eksis tanpa ada tujuan kependidikan.
Misalnya, olahraga profesional (di Amerika umumnya disebut athletics) dianggap tidak
punya misi kependidikan apa-apa, tetapi tetap disebut sebagai olahraga. Olahraga dan
sosiologi dapat eksis meskipun secara murni untuk kepentingan berinteraksi dengan
kelompok yang lain, untuk kepentingan pendidikan, atau untuk kombinasi keduanya.
berinteraksi dan pendidikan tidak harus dipisahkan secara eksklusif; keduanya dapat dan
harus beriringan bersama.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah penulis uaraikan maka dapat ditarik satu kesimpulah
bahwa Salah satu masalah penting dalam kehidupan bermasyarakat adalah bersosial dan
berinteraksi, pendidikan jasmani dan olahraga sebagai salah satu sarana pendidikan
masyarakat / Olahragawan /manusia/ individu untuk memberikan suatu pemikiran tentang
bagaimana cara hidup dengan layak dan sehat jasmani dan rohani dalam dalam kehidupan
bermasyarakat. Mengajarkan Sosiologi sebaiknya lebih bersifat berinteraksi dengan
lingkungan.Tindakan lebih baik dari kata-kata. Nilai Sosial itu beraneka ragam, termasuk
loyalitas, kebajikan, kehormatan, kebenaran, respek, keramahan, integritas, keadilan,
kooperatif dan mudah berinteraksi dengan masyarakat.
Dalam memahami arti pendidikan jasmani dan, kita harus juga mempertimbangkan
Perspektif Sosiologi Olahraga, Pendidikan jasmani dan olahraga (sport) dengan sebagai
istilah yang lebih dahulu populer dan lebih sering digunakan dalam konteks kegiatan seharihari. Pemahaman tersebut akan membantu para guru atau masyarakat dalam memahami
peranan dan fungsi pendidikan jasmani secara lebih konseptual.
Sejak manusia lahir di dunia, ia telah berjuang untuk mempertahankan kehidupan
yang wajar, untuk dapat hidup dengan tenaga dan pikirannya. Untuk itu manusia
memperkembangkan kekuatan fisik dan jasmani supaya badannya cukup kuat dan tenaganya
cukup terlatih, menjadi tangkas untuk melakukan perjuangan hidupnya. Disamping itu
menjadi kebutuhan hidup tiap manusia dan menjadi sifat manusia untuk mencoba kekuatan
dan ketangkasannya dengan manusia-manusia lain.
Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara
keseluruhan. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan jasmani harus diarahkan pada
pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan jasmani bukan aktivitas jasmani
itu sendiri, tetapi untuk mengembangkan potensi siswa melalu aktivitas jasmani.
Olahraga di pihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat
kompetitif. Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu bentuk permainan
yang terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat kepada istilah pendidikan jasmani.

Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat menunjukkan bahwa secara tradisional, olahraga
melibatkan aktivitas kompetitif.
Ketika kita menunjuk pada olahraga sebagai aktivitas kompetitif yang terorganisir,
kita mengartikannya bahwa aktivitas itu sudah disempurnakan dan diformalkan hingga kadar
tertentu, sehingga memiliki beberapa bentuk dan proses tetap yang terlibat. Peraturan,
misalnya, baik tertulis maupun tak tertulis, digunakan atau dipakai dalam aktivitas tersebut,
dan aturan atau prosedur tersebut tidak dapat diubah selama kegiatan berlangsung, kecuali
atas kesepakatan semua pihak yang terlibat.
Di atas semua pengertian itu, olahraga adalah aktivitas kompetitif. Kita tidak dapat
mengartikan olahraga tanpa memikirkan kompetisi, sehingga tanpa kompetisi itu, olahraga
berubah menjadi semata-mata bermain atau rekreasi. Bermain, karenanya pada satu saat
menjadi olahraga, tetapi sebaliknya, olahraga tidak pernah hanya semata-mata bermain;
karena aspek kompetitif teramat penting dalam hakikatnya.
Di satu Sosiologi intinya adalah aktivitas atau hubungan satu kelompok dengan
kelompok yang lain. Kita mengartikan sosiologi sebagai ujung tombak berinteraksi yang
bersifat universal yang kompetitif, meskipun berinteraksi tidak harus selalu bersifat ada
pertemuan. Berinteraksi bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen
dari berinteraksi dapat ditemukan di dalam keduanya.
Di pihak lain, pendidikan jasmani mengandung elemen baik dari sosial maupun dari
olahraga, tetapi tidak berarti hanya salah satu saja, atau tidak juga harus selalu seimbang di
antara keduanya. Sebagaimana dimengerti dari kata-katanya, pendidikan jasmani adalah
aktivitas jasmani yang memiliki tujuan kependidikan tertentu. Pendidikan Jasmani bersifat
fisik dalam aktivitasnya dan penjas dilaksanakan untuk mendidik. Hal itu tidak bisa berlaku
bagi bermain dan olahraga, meskipun keduanya selalu digunakan dalam proses kependidikan.
Pendidikan jasmani, olahraga dan Sosiologi olahraga , melibatkan bentuk-bentuk
gerakan kepribadian , dan ketiganya dapat secara pas dalam konteks pendidikan jika
digunakan untuk tujuan-tujuan kependidikan bagai mana berinteraksi dengan masyarakat dan
lingkungan sekitar. Berolahraga dapat membuat rileks dan menghibur tanpa adanya tujuan
pendidikan, seperti juga olahraga tetap eksis tanpa ada tujuan kependidikan. Misalnya,
olahraga profesional (di Amerika umumnya disebut athletics) dianggap tidak punya misi
kependidikan apa-apa, tetapi tetap disebut sebagai olahraga. Olahraga dan sosiologi dapat

eksis meskipun secara murni untuk kepentingan berinteraksi dengan kelompok yang lain,
untuk kepentingan pendidikan, atau untuk kombinasi keduanya. berinteraksi dan pendidikan
tidak harus dipisahkan secara eksklusif; keduanya dapat dan harus beriringan bersama.
Pendidikan jasmani adalah proses penyesuian diri secara timbal balik antara manusia
dengan alam, dengan sesama manusia atau juga pengembangan dan penyempurnaan secara
teratur dari semua potensi moral, intelektual, dan jasmaniah manusia oleh dan untuk
kepentingan pribadi dirinya dan masyarakat yang ditujukan untuk kepentingan tersebut dalam
hubungannya dengan Sang Maha Pencipta sebagai tujuan akhir. Pendidikan mutlak harus ada
pada manusia, karena pendidikan merupakan hakikat hidup dan kehidupan. Pendidikan
berguna untuk membina kepribadian manusia. Dengan pendidikan maka terbentuklah pribadi
yang baik sehingga di dalam pergaulan dengan manusia lain, individu dapat hidup dengan
tenang.
Pendidikan membantu agar tiap individu mampu menjadi anggota kesatuan sosial
manusia tanpa kehilangan pribadinya masing-masing. Pada hakikatnya pendidikan menjadi
tanggung jawab bersama, yakni keluarga, masyarakat, dan sekolah/ lembaga pendidikan.
Keluarga sebagai lembaga pertama dan utama pendidikan, masyarakat sebagai tempat
berkembangnya pendidikan, dan sekolah sebagai lembaga formal dalam pendidikan.
B.

Saran
Berbicara tentang sosiologi kaitanya dengan pendidikan jasmani dan olahraga , maka ada
bebarapa saran yang dapat di garis bawahi oleh penulis dalam makalah ini adalah:

1. Kami sebagai penyusun makalah ini, sangat mengharap atas segala saran saran dan kritikan
bagi para pembaca yang kami hormati guna untuk membangun pada masa yang akan datang
untuk menjadi yang lebih baik dalam membenarkan alur-alur yang semestinya kurang
memuaskan bagi tugas yang kami laksanakan.
2. Hubungannya dengan perkembangan Sosiologi Olahraga diharapkan masyarakat atau anak
didik (Atlet) dalam mengembangkan hubungan antara masyarakat olahraga dan masyarakat
dilingkungan olahraga diharapkan dapat mengetahui arti penting berinteraksi antar
masyarakat olahraga dan masyarakat lingkungan
3. Pendidikan Jasmani, olahraga dan sosiologi tidak bisa dipisahkan karena ketiganya saling
mempengaruhi didalam meningkatkan dinamika sosial-budaya masyarakat.

4. Pendidikan

jasmani

merupakan

bagian

integral

dari

sistem

pendidikan

secara

keseluruhan. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan jasmani harus diarahkan pada
pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan jasmani bukan aktivitas jasmani
itu sendiri, tetapi untuk mengembangkan potensi siswa melalu aktivitas jasmani.
5. Didalam memahami Pendidikan jasmani, olahraga dan sosiologi olahraga harus tiap individu
mampu menjadi anggota kesatuan sosial manusia tanpa kehilangan pribadinya masingmasing. Pada hakikatnya pendidikan menjadi tanggung jawab bersama, yakni keluarga,
masyarakat, dan sekolah/ lembaga pendidikan. Keluarga sebagai lembaga pertama dan utama
pendidikan, masyarakat sebagai tempat berkembangnya pendidikan, dan sekolah sebagai
lembaga formal dalam pendidikan.

Drs ,

DAFTAR PUSTAKA
Aspirasi , semester 1-2, penerbit dan percetakan Pustaka Manggala,2007.

AN, P.J. (1976) Sosiologi, Pengertian dan masalah. Yogyakarta, Penerbit Yayasan Kanisius.

K.H. (1994) : Antioxidant Revolution, Thomas Nelson Publishers, Nashville-Atlanta-London Vancouver.

, L. (1964). The Function of Social Conflict. New York, The Free Press.

HEIM, E. (1966). The Division of Labour (Translation). New York, The Free Press.

________ (1962). Socialism. London, Colliers Books

joyo,Y.S.S. (1992) Ilmu Faal Olahraga, Buku perkuliahan Mahasiswa FPOK-IKIP Bandung.

joyo,H.Y.S.S. dan H.Muchtamadji M.Ali (1997) : Makalah : Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Sekolah,
Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, IKIP Bandung.

joyo,H.Y.S.S. (2000) : Olahraga Kesehatan, Bahan perkuliahan Mahasiswa FPOK-UPI.

joyo,H.Y.S.S. (2001) : Makalah : Pendidikan Jasmani dan Olahraga, kontribusinya terhadap Pertumbuhan
dan Perkembangan Peserta Didik, Mahad Al-Zaytun, Haurgeulis, Indramayu, Jawa Barat.

joyo,H.Y.S.S. dan Komariyah,L (2007): Makalah : Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Lembaga
Pendidikan, Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia,
2007.

joyo,H.Y.S.S. (2008) : Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Sekolah Dasar, Makalah disajikan pada
Penataran Guru Pen-Jas, diselenggarakan oleh PERWOSI Jawa Barat, Maret 2008 di gedung
Gymnasium Universitas Pendidikan Indonesia.

DNER, Alvin W. (1973). The Coming Crisis of Western Sociology. London, Heineman

um Gumilar, S.Sos., M.Si./ Program Studi Ilmu Komunikasi Unikom

awan, Ary. 2006. Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan.
Jakarta: Rineka Cipta.

o. 2008. Defenisi Sosiologi Pendidikan. Online (http://www.fatamorghana. wordpress.com, diakses 20 Maret


2008).

ESS, Barry (ed. 1977). Sociological theories of the Economy. London, the Mac Millan Press.
nuddin Syarif (ed). (2001) Pendidikan untuk Masyarakat Indonesia baru, 70 tahun Prof. Dr. H.A.R. Tilaar,
M.Sc. Ed. Jakarta: Grasindo, 2001.

CIGIL, Ali (ed. 1994). Sociology: State of the Art I. International Social Sciences Journal, February
1994:139. Paris, Blackwell Publ.

X, K. (1956). Selected Writings in Sociology and Social Philosophy. (Translation by T.B. Bottomore). New
York, Mc Graw-Hill Books.

TINELLI, alberto (2002). Markets, Government and Global Governance. Presidential address, ISA XV
Congress, Brisbane 2002

S, C, Wright (1961). The Sociological Imagination. New York, Grove Press, Inc.

M BE, V.Y. (ed. Dkk, 1996). Open the Social Sciences. Refort of the Guilbenkian Commission of the
Gulbenkian Commission on the Restructuring of the Social Science. Stanford, Stanford Univ.
Press.

ONS, Talcot (1951). The Social System; The Major Exposition of the Authors Conceptual Scheme. New
York, Free Press.

d Tinning, et., al, (2001) Becoming a physical education teacher, Australia: Printice hall.

EL, G. (1955). Conflict and the Web of Group Affixations. New York, The Free Press.

_______ (1950). The sociology of George Simmel. New York, The Free Press of Glencol

NDS, A.P. (1978). Karl Mennheims Sociology of Knowledge. Oxford, Clarendom Press

KIN, P.A. (1928). Contemporary Sociological Theories; through the First Quarter of the 20 th Century. New
York, Harper Torchbooks.

ER, Philippe (2001). The Sociology of Economic Knowledge. The Return of Economic Sociology in
Europe (a. Symposium) dalam European Journal of Social Theory 4 (4). London, Sage
Publications

Zanti dan Syahniar Syahrun, (1993) Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Dirjeb Pend. Tinggi.

R, M. (1964). The Theory of Sociology Imagination. New York, Grove Press, Inc.
Kohli (ed).,(1995) Critical Conversations in Pholosophy of Education. New York: Routledge.

HEIM, W.F. et.al. (ed.s 1955-1957). Indonesian Sociological Studies; Selected Writings of B. Watson,A.S.
(1992): Children in Sports, dalam Textbook of Science and Medicine in Sport Edited by
J.Bloomfield, P.A.Fricker and K.D.Fitch; Blackwell Scientific Publications.

m H. Freeman, 6th ed. (2001) Physical Education and sport in a changing society. Boston: Allyn & Bacon.
Schrieke (2 parts). The Haque, W. van Hoeve.

Anda mungkin juga menyukai