Anda di halaman 1dari 45

PENINGKATAN KUALITAS LAYANAN

TBC RESISTEN OBAT


SITUASI & KEBIJAKAN TBC RO DI JAWA TIMUR
Persentase Penemuan Kasus TB RO (Notification Rate) Provinsi Jawa Timur
Januari - Agustus 2021
Persentase Kasus TB RO yang memulai Pengobatan Lini dua (Enrollment)
JAWA TIMUR Provinsi Jawa Timur
Enrollment Rate : 76%, Januari – Agustus 2021
Target Nasional : 86%
Peta Layanan TBC RO di Jawa Timur
RSUD Dr Soetomo Surabaya
RS Haji Surabaya
RSUD Jombang RSUD Ibnu Sina RSAL Dr Ramelan
RS Paru Surabaya

RSUD Sosodoro
RSUD Sidoarjo RS Moch Noer
RSUD Ngawi RSUD Bangil

RSUD Dr Soedono
RSP Manguharjo RSUD Dr Iskak RSUD Saiful Anwar RSP Jember
RS Dr Soepraoen RSUD Soebandi
Update : Oktober 2021

LAYANAN TB RO DI JAWA TIMUR


NO NAMA FASKES TB RO KABUPATEN/KOTA TAHUN MULAI
LAYANAN TB RO
1. RSUD dr Soetomo Surabaya Kota Surabaya 2010
2. RSU Haji Surabaya Kota Surabaya 2019
3. RSUD Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo 2019
4. RSUD dr Saiful Anwar Kota Malang 2010
5. RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan 2019
6. RSD dr Soebandi Jember Kabupaten Jember 2018
7. RS Paru Jember Kabupaten Jember 2014
8. RSUD Jombang Kabupaten Jombang 2014
9. RSUD dr Soedono Madiun Kota Madiun 2014
10. RSUD dr Iskak Tulungagung Kabupaten Tulungagung 2016
11. RSUD Ibnu Sina Gresik Kabupaten Gresik 2016
12. RSU M Noer Pamekasan Kabupaten Pamekasan 2019
TANTANGAN DALAM PENANGGULANGAN
TBC DI INDONESIA

7
ELIMINASI TB DI INDONESIA 2020-2030
TARGET DAN INDIKATOR UTAMA
PROGRAM TBC 2020-2024
Strategi Nasional Penanggulangan TB, beberapa inisiatif terbaru

1.Manajemen Infeksi Laten TB: memperluas penggunaan TPT jangka pendek


pada kontak serumah
2.Penemuan kasus secara intensif pada kelompok geriatrik dan diabetic
3.Penemuan kasus secara aktif pada populasi dengan perkiraan insiden 1%,
misalnya Warga Binaan Pemasyarakatan, wilayah padat penduduk, asrama,
pondok pesantren
4.Perluasan penggunaan TCM untuk diagnosis TB
5.Penggunaan paduan pengobatan jangka pendek untuk meningkatkan
kepatuhan pengobatan
6.Pemberian enabler pada semua pasien TB RO dan pemberian insentif berbasis
kinerja kepada petugas Kesehatan dan komunitas pendukung pasien
7.Menghubungkan Sistem Informasi TB dengan sistem pengolahan data
laboratorium, logistik, dan indikator kinerja utama dengan sistem informasi
Kesehatan nasional
8.Dukungan hukum terhadap diskriminasi dan stigmatisasi pasien TB
KEBIJAKAN LAYANAN TBC-RO DI JATIM

1. MEREVIEW DAN MENDORONG 8 RS YG SDH DI TETAPKAN KEPALA


DINAS KESEHATAN PROV. JATIM MEMULAI LAYANAN TBC RO
2. SECARA BERTAHAP DIKEMBANGKAN LAYANAN TBC RO, MINIMAL
SATU LAYANAN TIAPKAB/KOTA
3. MENDORONG PEMANFAATAN UTILISASI TCM, SESUAI SE DIJEN P2P
NO.936/2021, SEMUA TERDUGA TBC DIPERIKSA DG TCM
4. MENDUKUNG TENAGA TECHNICAL OFICER UNTUK MENDUKUNG
PELAKSANAAN LAYANANTBC RO
5. MENDUKUNG LAYANAN TBC RO DENGAN DANA GLOBAL FUND
• Manajemen Tuberkulosis Resistan Obat (TB RO) merupakan proses yang
kompleks, mulai dari upaya peningkatan sistem kesehatan dan koordinasi
berbagai pihak, hingga setiap keputusan klinis yang dapat mempengaruhi
hasil pengobatan pasien
• Kegiatan peningkatan kualitas layanan TB RO dapat membantu pemantauan
pada setiap tingkat layanan yang terlibat dalam pengobatan pasien TB RO.
• Tujuan : untuk mengidentifikasi tantangan dan kekurangan di layanan TB
RO, menyusun rencana tindak lanjut sesuai temuan dan melakukan
intervensi, serta melakukan pemantauan secara bersinambungan. Selain itu,
kegiatan ini bisa menjadi wadah untuk membangun kapasitas yang efektif
bagi petugas di fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) TB RO.
Kegiatan Peningkatan Kualitas Layanan TBC Resisten Obat
Untuk Fasyankes TB-RO
1.Penilaian Tolok Ukur Fasyankes TB RO: penilaian mandiri fasyankes berdasarkan standar
pelayanan nasional
2.Audit Klinis: tinjauan manajemen klinis per kasus, dilakukan oleh klinisi TB RO dari fasyankes
lain; klinisi dapat saling belajar dan berbagi best practices
3.Telaah Rutin Kasus TB RO (‘mini-cohort’): tinjauan manajemen klinis per kasus oleh tim klinis
TB RO internal di fasyankes; termasuk peninjauan data pengobatan dan validasi TB01 dan SITB

Untuk Koordinasi Layanan TB RO di Tingkat Kab/Kota


4.Analisa Kohort Pasien per Bulan (MICA): dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten untuk menjamin semua pasien terkonfirmasi TB RO memulai dan menyelesaikan pengobatan.
5.
1
Penilaian Tolak Ukur Fasyankes
TBC Resisten Obat
Penilaian Tolak Ukur Fasyankes TBC Resisten Obat

• Instrumen penilaian tolok ukur fasyankes TB RO (benchmarking tools) ini meliputi 15 standar dan tolok ukur
MTPTRO berdasarkan pedoman nasional TB RO.
• Melalui penilaian mandiri ini, setiap fasyankes dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangannya dalam
MTPTRO dan menyusun rencana perbaikan.
• Instrumen ini juga dapat digunakan untuk kunjungan supervisi oleh Dinas Kesehatan.
• Instrumen ini meringkas informasi fasyankes sebagai berikut:
• Bagian A: Ketersediaan layanan untuk TB/TB RO di fasyankes
• Bagian B: Capaian indikator program TB RO
• Bagian C: Standar dan tolok ukur MTPTRO dan tabel ringkasan hasil penilaian
Pelaksanaan Kegiatan
Penilaian Tolak Ukur Fasyankes TBC Resisten Obat

Penanggung jawab:
Tim klinis TB RO berkoordinasi dengan bagian manajemen fasyankes, Dinas Kesehatan setempat, serta
Subdit TB Kemenkes RI

Pelaksaan penilaian mandiri:


Tim Klinis TB RO, data officer, petugas farmasi, petugas laboratorium dan departemen terkait
berdiskusi dan mengisi formulir secara lengkap sesuai dengan situasi layanan TB RO di fasyankes
(waktu yang diperlukan 1-2 hari)

Diskusi hasil dan penyusunan rencana tindak lanjut (RTL):


Pertemuan dengan semua anggota tim TB RO di fasyankes, termasuk manajemen fasyankes dan tim
PPI, serta mengundang Dinkes setempat dan untuk membahas hasil penilaian mandiri dan menyusun
RTL untuk meningkatkan kualitas layanan TB RO di fasyankes.
15 Standar dalam Penilaian Tolak Ukur Fasyankes TBC Resisten Obat
Standar 1 : Komitmen Manajemen Fasyankes untuk Layanan TB RO yang Berkualitas
Standar 2 : Identifikasi TB RO (Penemuan Kasus)
Standar 3 : Inisiasi Pengobatan TB RO
Standar 4 : Tata Laksana TB RO
Standar 5 : Efek Samping Pengobatan TB RO
Standar 6 : Pengobatan TB RO pada Kondisi Khusus
Standar 7 : Pemantauan Pengobatan
Standar 8 : Dukungan Pasien
Standar 9 : Tata Kelola Logistik
Standar 10 : Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Standar 11 : Monitoring dan Evaluasi
Standar 12 : Linkage
Standar 13 : TB RO dan HIV
Standar 14 : Pusat Pelatihan
Standar 15 : Sumber Daya Manusia
C
Standar 1

Standar 2

Standar 3

Standar 4

Standar 5
Standar 6

Standar 7

Standar 8
Standar 9
Standar 10

Standar 11
Standar 12

Standar 13

Standar 14
Standar 15
Implementasi Hasil Penilaian :
1. Proses assessmen memberikan kesempatan capacity building
2. Mengetahui situasi layanan TB RO dan capaian indicator
3. Dokumentasi rencana peningkatan kualitas dan progress fasyankes
4. Dapat digunakan untuk supervise layanan TB RO
Rekomendasi Pelaksanaan Penilaian Mandiri:
A. Penilaian komprehensif (setiap tahun)
Tinjauan lengkap untuk semua standar di instrumen penilaian tolok ukur:
• Kegiatan ini penting bagi fasyankes TB RO baru, supaya dapat mengidentifikasi tantangan, menyusun rencana
penyelesaian masalah, memantau kemajuan, dan dapat menentukan prioritas dalam usaha peningkatan kualitas
layanan TB RO di fasyankes.
• Disarankan untuk melakukan penilaian komprehensif ini setiap (min. pada 3 tahun pertama memulai layanan) atau
sampai fasyankes menunjukkan pembaikan kinerja sesuai standar nasional.
B. Penilaian terfokus (setiap tahun)
Tinjauan berfokus pada standar-standar tertentu dalam instrumen penilaian tolok ukur:
• Semua fansyankes diharapkan untuk selalu berusaha meningkatkan kualitas layanannya. Pada fasyankes yang
sudah cukup baik, penggunaan instrument penilaian tolok ukur bisa disingkatkan dengan memprioritaskan 3-5
area spesifik.
• Standar pada tinjauan berfokus dapat berdasarkan pada prioritas yang ingin dicapai oleh Program TB Nasional.
• Sesudah satu standar prioritas dipastikan dicapai, semua pihak dapat bersepakat untuk mengganti standar ini
dengan standar prioritas yang baru.

Penggunaan instrumen sebagai formulir supervisi dan mentoring


Tinjauan per tahun (baik komprehensif maupun terfokus) dapat memberikan informasi terkait kendala utama fasyankes dan hal ini dapat
dibahas pada saat kunjungan supervisi dari Dinkes maupun saat ada kegiatan mentoring oleh team mentoring klinis
2
Audit Klinis
Audit Klinis
• Audit Klinis adalah kegiatan telaah sistematis terkait tata laksana klinis pasien TB RO mulai dari pemeriksaan diagnosis
(bakteriologis TBC RO) sampai manajemen Efek Samping Obat/Komorbid pasien
• Proses telaah klinis (clinical review) menggunakan Formulis Audit Klinis TB RO dan melibatkan tim ahli klinis eksternal atau Pokja
TB RO Nasional
• Proses ini menggunakan tinjauan kasus seperti minikohort bulanan, tetapi dengan menambahkan sistem skoring menggunakan
formulir audit klinis, sehingga dapat terukur parameter kinerja manajemen klinis pasien TB RO di fasyankes.
• Tujuan Audit Klinis :
• Peningkatan kualitas tata laksana dan keputusan klinis dalam manajemen pasien TBC RO
• Melakukan intervensi segera, baik dalam hal manajemen klinis maupun program berdasarkan kondisi pasien (temuan audit)
• Identifikasi kesenjangan ilmu terkait manajemen klini TBC RO untuk perencanaan kebutuhan pelatihan di fasyankes
• Berbagi ilmu dan pembelajaran atau praktek terbaik antar sejawat dalam pelaksanaan TBC RO
• Validasi / kelengkapan data pasien, baik data pada formulir manual maupun SITB
Komponen Audit Klinis

Komponen manajemen klinis yang perlu ditelaah adalah:


•Diagnosis utama dan pilihan paduan pengobatan
•Monitoring hasil sputum atau laboratorium dan pola hasil pemeriksaan
•Manajemen efek samping
•Keputusan klinis berdasarkan data di atas, termasuk penentuan konversi kultur sputum dan
lama pengobatan, perubahan pengobatan (jika perlu) dan/atau dosis berdasarkan berat
badan dan kondisi klinis pasien
•Validasi pencatatan dan pelaporan data pengobatan pasien di kartu pengobatan TB-01,
SITB, seperti hasil pemeriksaan bakteriologis, menelan obat, dan investigasi kontak
Pelaksanaan Audit Klinis
Pelaksana kegiatan:
Fasyankes TB RO bekerja sama dengan Dinkes setempat dan Subdit TB Kemenkes RI, dapat juga melibatkan organisasi profesi terkait (PDPI,
PAPDI).

Persiapan:
Tim klinis TB RO menentukan jumlah pasien yang akan ditinjau (seluruh kohort vs mengambil contoh acak representatif). Jumlah pasien yang
akan dibahas akan menentukan berapa banyak ahli klinis TB RO eksternal yang akan diundang dan waktu yang diperlukan untuk melakukan
audit klinis. Satu grup audit (minimum 1 penelaah dari luar, 1 dokter atau perawat setempat, 1 data officer yang bisa mengakses SITB) bisa
meninjau 20-25 rekam medis dalam satu hari. Perincian proses persiapan (SPO) dapat dilihat pada juknis/pedoman audit klinis.

Waktu pelaksanaan audit klinis (termasuk presentasi hasil audit):


Tergantung jumlah pasien yang ditelaah, tapi umumnya audit berjalan selama 1-1½ hari, termasuk waktu
untuk menghitung dan menyimpulkan formulir skoring. Presentasi hasil, diskusi, dan penyusunan RTL dapa dilakukan dalam waktu 2-3 jam.
Rekomendasi Pelaksanaan Audit Klinis:
Audit klinis per tahun (tinjauan sejawat eksternal)
•Pertimbangkan audit klinis setiap tahun dengan sejawat eksternal (di 3 tahun pertama) untuk fasyankes
MTPTRO baru sebagai bagian dari :
1) kunjungan supervisi dan mentoring,
2) kegiatan peningkatan kapasitas
•Dapat dipertimbangkan sebagai kegiatan tahunan untuk fasyankes yang capaian indikatornya masih
rendah

Audit klinis berselang (tinjauan sejawat eksternal dan internal)


•Pertimbangkan tinjauan 50-100 kasus, yang dipilih secara acak, per tahun oleh tim klinis TB RO internal
untuk memahami situasi/performa layanannya. Proses ini dapat mengidentifikasi tantangan dalam
manajemen klinis.
•Tinjauan sejawat eksternal (memerlukan lebih banyak upaya dan sumber daya) audit klinis setiap 2-3
tahun untuk mengetahui perspektif eksternal. Audit klinis oleh sejawat eksternal dapat menjadi prioritas
setelah adanya perubahan kebijakan nasional dalam pengobatan TB RO.
3
Telaah Rutin Pasien TB RO
(Mini-kohort review)
Telaah Rutin Pasien TB RO (Mini-kohort review)
Proses telaah kasus TB RO dianjurkan setiap bulan di setiap fasyankes untuk menjamin manajamen pasien tepat dan
keberhasilan pengobatan pasien. Kegiatan minikohort merupakan proses yang mirip dengan cohort review, tetapi lebih singkat
dan dapat dilakukan di sela-sela praktik klinis (karena tidak memerlukan berbagai persiapan).

Aspek manajemen klinis utama yang ditinjau adalah (sama seperti audit klinis):
•Diagnosis utama dan pilihan paduan pengobatan
•Monitoring hasil sputum atau laboratorium dan pola hasil pemeriksaan
•Manajemen efek samping
•Keputusan klinis berdasarkan data di atas, termasuk penentuan konversi kultur sputum dan lama pengobatan, perubahan
pengobatan (jika perlu) dan/atau dosis berdasarkan berat badan dan kondisi klinis pasien
•Validasi pencatatan dan pelaporan data pengobatan pasien di kartu pengobatan TB-01, SITB, seperti hasil pemeriksaan
bakteriologis, menelan obat, dan investigasi kontak

Pelaksana kegiatan:
Tim klinis TB RO atau perawat manajer kasus dapat mengatur atau menentukan waktu pelaksanaan minikohort secara rutin.
Pelaksana kegiatan ialah tim klinis TB RO (dokter, perawat, dan petugas data).
Rekomendasi Pelaksanaan Penilaian Mandiri:
Frekuensi dan mekanisme pelaksanaan minikohort bergantung pada jumlah pasien TB RO
dalam pengobatan dan besarnya tim klinis di masing-masing fasyankes.

•Semua kasus TB RO sebaiknya ditinjau minimal sekali sebulan (tetapi lebih baik diadakan
setiap minggu dibagi dalam beberapa kelompok pasien, supaya sesi telaah tetap singkat;).
•Contoh: bila di fasyankes terdapat total 40 pasien TB RO yang sedang dalam pengobatan,
maka dilakukan minikohort setiap minggu menelaah untuk menelaah masing-masing 10
pasien.
•Pelaksanaan minikohort dapat juga dibagi berdasarkan jumlah dokter/perawat. Bila terdapat
4 orang dokter penanggung jawab pasien, maka masing-masing dokter melakukan tinjauan
untuk pasien TB RO yang mereka rawat.
4
Analisa Kohort Pasien per Bulan
Monthly Interim Cohort Analysis (MICA)
Monthly Interim Cohort Analysis (MICA)
MICA merupakan kegiatan di tingkat kabupaten/kota yang dapat memperkuat komunikasi dan jejaring terkait
layanan TB RO, antara Dinkes setempat dengan fasyankes TB RO, puskemas maupun komunitas, terkait masalah
inisiasi pengobatan pasien, pelacakan pasien mangkir dan putus berobat, ataupun pelaksanaan investigasi
kontak.

Komunikasi dan jejaring antara fasyankes TB RO dan semua pihak yang berkaitan dengan keberlangsungan
pengobatan pasien sangat penting untuk meningkatkan hasil pengobatan TB RO dan mengurangi angka putus
berobat.

Tujuan MICA:
•Memastikan semua pasien RR/TB RO di kota/kabupaten memulai pengobatan
•Mengetahui status pengobatan setiap pasien (masih dalam pengobatan, pindah, mangkir, meninggal), termasuk
catatan tentang alasan mangkir dan penyebab kematian (bila diketahui) dan manajemen efek samping
•Menyelesaikan masalah kepatuhan pengobatan dan pelacakan pasien
•Validasi data pengobatan pasien
•Komunikasi status investigasi kontak dan hasilnya (tambahan)
Pelaksanaan MICA

Pelaksana kegiatan:
Petugas TB Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten sebagai
penanggung jawab kegiatan; bila memungkinkan dapat juga
mengundang perawat/manajer kasus atau data officer dari
fasyankes TB RO, Puskesmas dan kelompok pasien.

Persiapan:
Unduh data TB06 dari SITB yang sudah dipilah sesuai
wilayah kabupaten/kota setempat dan formulir MICA.
Persiapan dilaksanakan 1 minggu sebelum kegiatan MICA
dilaksanakan, untuk kemudian dikirimkan kepada
Puskesmas terkait.
Rekomendasi Pelaksanaan MICA:

• MICA merupakan kegiatan yang sangat penting, maka seharusnya


diselenggarakan setiap bulan oleh Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten.
• Di daerah dengan sambungan internet yang baik, pertimbangkan
menggunakan system videoconference yang murah (misalnya Skype, Zoom
atau WhatsApp; camera/audio dari handphone atau laptop), terutama bila
tidak memungkinkan diadakannya pertemuan.
Ringkasan Proses MICA
Kegiatan Dinkes Prov. Jatim
Untuk Peningkatan Layanan TBC Resisten Obat
Mentoring Klinis
TBC Resisten Obat
Mentoring Klinis TBC RO

• Tujuan :
1. Mendampingi dan memfasilitasi fasyankes TBC RO yang akan/baru
memulai layanan TBC RO agar sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh
Program TBC Nasional
2. Memonitor/supervisi fasyankes TBC RO yang telah berjalan guna
menjamin dan meningkatkan kualitas layanan TBC RO
• Kegiatan berupa kunjungan ke fasyankes TBC RO selama 2 hari efektif
• Sasaranannya adalah seluruh fasyankes TBC RO di tingkat Kab/kota
• Diharapkan masing-masing fasyankes dilakukan mentoing klinis secara rutin
(setiap triwulan) agar monitor kualitas TBC RO berjalan optimal
• Instrumen yang digunakan : Benchmarking Tools TBC RO (Form Standar dan
Tolak Ukur TBC RO)
Mentoring Klinis TBC RO

Tim Mentoring Klinis TBC RO terdiri dari :


1. TAK TBC RO Tingkat Provini
2. Pengelola Program TBC Dinas Kesehatan Provinsi
3. Pengelola Program TBC Dinas Keehatan Kab/Kota

Peserta Kegiatan :
1. Direktur/Manajemen RS
2. Dokter Penanggungjawab/TAK TBC RO
3. Perawat TBC RO
4. Manajer Kasus TBC RO
5. Data Officer
6. Petugas Laboratorium
7. Farmasi
8. Petugas PPI
Mentoring Klinis TBC RO

Mekanisme Kegiatan :
1.Pengisian/Diskusi Benchmarking Tools TBC RO
2.Diskusi Kasus Sulit Pasien TBC RO (1-2 kasus yang telah disiapkan
sebelumnya)
3.Kunjungan Lapangan (Klinik TBC/TBC RO, Lab. Farmasi, Sarpras dll)
4.Penyampaian Rangkuman Benchmarking Tools TBC RO dan hasil
kunjungan lapangan
5.Rencana Tindak Lanjut (RTL)
Mentoring Klinis TBC RO

Pembiayaan :
•Sumber Pembiayaan dari Global Fund – Komponen TBC

•Sumber Pembiayaan lain di tingkat provinsi/kab/kota


TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai