Anda di halaman 1dari 11

LAYANAN TUBERKULOSIS RESISTEN OBAT

DI RUMAH SAKIT UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

MAKALAH

OLEH :

Dr. Dedi Nofizar, SpP

PEMERINTAH KOTA TANGERANG SELATAN


RUMAH SAKIT UMUM
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas selesainya


makalah dengan judul ‘Layanan Tuberkulosis Resisten Obat di Rumah Sakit Umum
Kota Tangerang Selatan”. Beberapa literatur penulis kumpulkan sebagai referensi
penulisan makalah ini digabungkan dengan pengalaman penulis dan beberapa teman
sejawat yang terlibat dalam pelayanan penyakit tuberkulosis di rumah sakit umum Kota
Tangerang Selatan. Penulis yakin masih banyak kelemahan dan kekurangan makalah
ini sehingga koreksi sangat kami butuhkan dari rekan-rekan yang membacanya.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pengembangan pelayanan penyakit


tuberkulosis di rumah sakit umum Kota Tangerang Selatan khususnya dan rumah sakit
lainnya.

Tangerang Selatan, 20 Juli 2017

Dr. Dedi Nofizar, Sp.P

Nip. 197411202002121004

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

BAB II MASALAH ............................................................................. 2

BAB III PEMBAHASAN ...................................................................... 5

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 7

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 8

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Tuberculosis (TB) merupakan penyakit menular yang masih menjadi permasalahan di


dunia kesehatan saat ini. Situasi TB di dunia yang memburuk dengan meningkatnya jumlah
kasus TB yang tidak berhasil disembuhkan terutama di 22 negara dengan beban TB paling tinggi
di dunia. World Health Organization (WHO) melaporkan dalam global tuberculosis report 2011
terdapat perbaikan bermakna dalam pengendalian TB dengan menurunnya angka penemuan
kasus dan angka kematian akibat TB dalam 2 dekade terakhir insidens kasus TB. Diperkirakan
tahun 2011 insidens kasus TB mencapai 8,7 juta dan 990 ribu orang meninggal akibat TB.
Secara global diperkirakan insidens TB Resisten Obat (TB RO) adalah 3% dari kasus baru dan
20% dari kasus dengan riwayat pengobatan. Sekitar 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB
di dunia terjadi di Negara berkembang.

Pemerintah sejak tahun 2009 telah memulai Manajemen Terpadu Pengendalian TB


Resisten Obat (MTPTRO) yang dituangkan dalam buku petunjuk teknis penatalaksanaan pasien
TB RO. Salah satu komponen yang akan mempengaruhi keberhasilan penatalaksanaan pasien TB
RO adalah penemuan pasien sedini mungkin secara tepat dan akurat sesuai dengan standar baku
yang ditetapkan. Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan yang menjadi harapan masyarakat
Kota Tangerang Selatan sejak Mei 2016 telah mendapat kepercayaan Kementerian kesehatan
untuk menerima alat penunjang diagnostic TB RO berupa 1 unit alat Tes Cepat Molekuler
(TCM) Gen Xpert dengan 2 modul. Alat tersebut digunakan dalam rangka penemuan kasus TB
RO di wilayah Tangerang selatan dan sekitarnya di Provinsi Banten.

1
BAB II

MASALAH

Pada tahun 2011 WHO memperkirakan di dunia terdapat sekitar 500 ribu kasus TB yang
resisten terhadap INH dan Rifampisin (TB MDR) setiap tahunnya dengan angka kematian sekitar
150 ribu.Dari jumlah tersebut baru sekitar 10% yang telah ditemukan dan diobati.Prevalensi TB
MDR di dunia diperkirakan 2-3 kali lipat lebih tinggi dari insidens. Di Indonesia pada tahun
2010 survey di Jawa Timur menunjukkan angka 2% untuk kasus TB baru dan 9,7% untuk kasus
pengobatan ulang. Secara global WHO pada tahun 2011 menggunakan angka 2% untuk kasus
baru dan 12% untuk kasus pengobatan ulang untuk memperkirakan jumlah kasus TB MDR di
Indonesia.

Resistensi kuman M.tuberculosis terhadap obat anti tuberculosis (OAT) adalah keadaan
dimana kuman tersebut tidak dapat lagi dibunuh dengan OAT. Hal ini merupakan suatu
fenomena “buatan manusia” sebagai akibat dari pengobatan pasien yang tidak adekuat maupun
penularan dari pasien TB RO langsung. Penatalaksanaannya lebih rumit dan memerlukan
perhatian yang lebih banyak dibandingkan pengobatan pasien yang tidak resisten. Faktor yang
mempengaruhi terjadinya TB RO dapat ditinjau dari sisi pemberi jasa/petugas kesehatan,
program pengendalian TB dan dari sisi pasien sendiri.

1. Pemberi jasa/petugas kesehatan


 Diagnosis tidak tepat
 Pengobatan tidak menggunakan paduan yang tepat
 Dosis, jenis, jumlah obat dan jangka waktu pengobatan tidak adekuat
 Penyuluhan kepada pasien yang tidak adekuat
2. Pasien
 Tidak mematuhi anjuran dokter
 Tidak teratur menelan obat
 Menghentikan pengobatan secara sepihak sebelum waktunya
 Gangguan penyerapan obat

2
3. Program pengendalian TB
 Persediaan OAT yang kurang
 Kualitas OAT yang disediakan rendah (Pharmaco-vigillance)

Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan (RSU Tangsel) sejak awal beroperasi telah
memiliki dokter spesialis Paru dan memiliki pelayanan Poli TB dengan Strategi DOTS. Hal ini
tentu sejalan dengan program TB nasional di kementerian Kesehatan dan dinas kesehatan kota
tangsel dan sangat berguna bagi masyarakat Tangerang Selatan yang membutuhkan pelayanan
TB secara tepat. Terduga TB RO dapat berasal dari Fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes)
rujukan TB RO, fasyankes TB RO, fasyankes satelit TB RO maupun dari fasyankes lain.
Rujukan terduga TB RO dapat berupa rujukan secara fisik dimana pasien datang langsung ke
RSU Tangsel yang memiliki fasilitas TCM TB maupun rujukan contoh uji dahak dari pasien
tersebut. Sejak bulan Mei 2016 pasien terduga TB RO sudah bisa melakukan pemeriksaan dahak
dengan alat TCM Gen Xpert di RSU Tangsel sampai dengan saat ini. Sudah didapatkan hasil
yang menunjukkan terjadinya resistensi OAT sekitar 9-10% dari pasien yang diperiksa dengan
alat ini. Pasien merupakan warga tangerang selatan sendiri dan juga ada yang berasal dari
kabupaten dan kota Tangerang.

Dinas kesehatan provinsi Banten sejak tahun 2016 telah mempersiapkan RSU Tangsel
sebagai Rumah sakit yang merupakan fasyankes Sub Rujukan di Provinsi Banten untuk
pelayanan pengobatan TB RO dengan RSU Drajad Prawiranegara Serang sebagai RSU Rujukan
TB RO untuk provinsi Banten. Pada bulan Desember 2016 pelayanan pengobatan MTPTRO di
RSU Tangsel diresmikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten.Poliklinik TB RO
terletak di bagian belakang gedung RSU Tangsel dijadikan tempat minum obat dan konsultasi
serta penyuluhan pasien TB RO setiap harinya. Pasien pertama yang menjalani pengobatan TB
RO dimulai pada minggu ketiga januari 2017.sampai saat ini sudah 15 pasien yang sedang
menjalani pengobatan dengan 6 pasien menjalani terapi di puskesmas satelit dan sisanya di RSU
Tangsel. Fasilitas ruang poliklinik yang terbatas dan tidak luas masih menjadi kendala dalam
kenyamanan pasien yang sedang menjalani pengobatan pasien. Begitu juga belum tersedianya
fasilitas ruang rawat inap bagi pasien yang mempunyai indikasi rawat inap sudah tentu menjadi
kendala dalam pelayanan. Walaupun sudah ada kesepakatan awal dengan pihak dinas kesehatan
provinsi dan RSU Drajat Prawiranegara Serang sebagai RS rujukan rawat inap di Provinsi

3
Banten. Kendala jarak yang jauh bila harus ke kota Serang untuk menjalani perawatan sering
diutarakan pasien dan keluarga bila harus dirujuk untuk perawatan. Pengobatan rutin setiap hari
selama lebih kurang 2 tahun harus dijalani pasien dengan 2 tahapan pengobatan tahap awal dan
lanjutan. Tahap awal dijalani minimal 8 bulan dengan suntikan OAT lini kedua setiap hari senin
sampai Jumat disertai obat obat minum senin sampai minggu dengan jumlah obat minimal 5
jenis pada OAT standar untuk TB RO.

4
BAB III

PEMBAHASAN

Pada prinsipnya semua pasien TB RO harus mendapatkan pengobatan dengan


mempertimbangkan kondisi klinis awal. Tidak ada kriteria klinis tertentu yang menyebabkan
pasien TB RO harus dieksklusi dari pengobatan atau tidak mendapatkan penanganan.
Pengobatan pasien TB RO menggunakan paduan OAT Resisten Obat yang terdiri dari OAT lini
kedua dan lini pertama. Paduan pengobatan TB RO standar konvensional (20-26 bulan). Paduan
standar yang diberikan : Kanamisin (Km)- Levofloxasin (Lfx)- Etionamid (Eto)- Cicloserin (Cs)-
Pirazinamid (Z)- Etambutol (E)- Isoniazid (H)/ Lfx-Eto-Cs-Z-(E)-(H). Paduan pengobatan
berikutnya disesuaikan dengan hasil resistensi yang didapatkan. Begitu pula untuk kasus Pre
XDR atau pun XDR sudah terdapat paduannya dalam MTPTRO. Waktu pengobatan yang lama
memang masih menjadi kendala bagi pasien dalam menjalani pengobatan. Rencana kemenkes
memulai terapi standar jangka pendek (9-11bulan) pada tahun 2018 akan memberi harapan yang
lebih nyaman bagi pasien dalam menjalani pengobatan nantinya. Adapun paduan pengobatan
TB RO 9 bulan terdiri dari : 4-6 Kanamisin (Km)- Moxifloxasin (Mfx)- Proteonamid (Pto)-
Isoniazid (H)- Clofazimin (Cfz)- Etambutol (E)- Pirazinamid (Z) / 5 Mfx-Cfz-E-Z. Pelaksanaan
paduan terapi jangka pendek (shorter regimen) akan dimulai di tahun 2018. RSU Tangsel juga
sangat berharap paduan OAT jangka pendek dapat segera dimulai bagi pasien-pasien baru yang
nantinya akan menjalani pengobatan.. Terdapat beberapa komponen dalam MTPTRO yang tidak
bisa dipisah satu sama lainnya demi keberlangsungan dan keberhasilan program ini.

Komponen dalam MTPTRO adalah :

a) Komponen politik yang berkesinambungan


b) Strategi penemuan pasien TB RO yang rasional melalui pemeriksaan biakan dan
uji kepekaan
c) Pengelolaan pasien TB RO yang baik dengan pengawasan langsung dan
menggunakan strategi pengobatan yang tepat dengan OAT lini kedua
d) Jaminan ketersediaan OAT lini kedua berkualitas yang tidak terputus
e) Pencatatan dan pelaporan secara baku

5
Permasalahan kendala fasilitas ruang poliklinik dan ruang perawatan bagi pasien TB RO
sepetinya akan teratasi dengan rencana rehab gedung 2 RSU tangsel yang direncanakan tahun
ini. Bersamaan pula rencana pengembangan gedung 3 yang juga dimulai tahun ini. Diharapkan
tahun 2018 pelaksanaan program MTPTRO di RSU Tangsel akan lebih maksimal dengan
fasilitas ruang poliklinik dan ruang rawat inap yang lebih baik. Seiring dengan waktu jumlah
pasien yang ditemukan juga meningkat dengan memaksimalkan penemuan menggunakan alat
TCM Gen Xpert yang dimiliki saat ini hanya 2 modul maka perlu usulan penambahan alat TCM
atau penambahan Modul. Saat ini ada 3 orang dokter spesialis paru di RSU Tangsel ditambah 1
orang dokter umum dan 2 orang perawat yang bertugas sehari-hari di poliklinik TB RO,
semuanya telah mendapatkan pelatihan MTPTRO baik di tingkat Nasional, dan Provinsi Banten.

6
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

 Tuberkulosis Resisten Obat merupakan fenomena yang harus kita hadapi dimana negara
kita saat ini termasuk negara dengan beban kasus TB yang tinggi
 Manajemen terpadu pengendalian TB resisten Obat (MTPTRO) sudah seharusnya
dijalankan di seluruh RSU kabupaten/kota demi penemuan kasus dan pengobatan TB RO
 RSU Tangerang Selatan menjadi rumah sakit kedua di Provinsi Banten yang sudah
memulai pelayanan TB TRO sesuai MTPTRO sejak tahun 2016
 Lama pengobatan masih menjadi kendala pasien dalam menjalani pengobatan TB RO
saat ini
 Paduan terapi baru jangka pendek 9-11 bulan memberi harapan baru untuk keberhasilan
pengobatan pasien
 Peningkatan fasilitas dan pengembangan RSU Tangerang Selatan sangat diharapkan demi
peningkatan layanan dan kenyamanan pasien TB RO yang berobat di RSU Kota
Tangerang Selatan

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Petunjuk Teknis Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat,

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,Direktorat Jenderal Pengendalian

Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2014

2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No HK 02.02/MENKES/305/2014

Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tatalaksana Tuberkulosis, 2016

3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 67 Tahun 2016 Tentang

Penanggulangan Tuberkulosis, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,2016

Anda mungkin juga menyukai