Anda di halaman 1dari 17

Akad al-’aqd

(Kontrak)

- Kelompok 4 -
Anggota Kelompok
Aulia Syuhada 220440013

Muhammad Al-Faruq 220440029


Latar Belakang

Kontrak syariah, sebagai salah satu pilar utama dalam ekonomi


dan hukum Islam, memiliki peran sentral dalam membentuk
sistem ekonomi yang adil, berkelanjutan, dan etis. Konsep ini
tidak hanya menjadi landasan bagi transaksi keuangan dalam
masyarakat Muslim, tetapi juga menjadi sebuah model alternatif
yang menarik bagi dunia ekonomi global yang terus berkembang.
Dalam konteks kompleksitas ekonomi modern dan tantangan etis
yang semakin mendalam, pemahaman yang komprehensif
tentang kontrak syariah menjadi semakin penting.
Pengertian
Pengertian akad secara linguistik memiliki makna ar-rabthu yang berarti
menghubungkan atau mengaitkan, mengikat antara beberapa ujung
sesuatu.

Secara etimologi akad antara lain berarti ikatan antara dua perkara,
baik ikatan secara nyata maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi
maupun dari dua segi. Secara khusus akad diartikan perikatan yang
ditetapkan dengan ijab qabul berdasarkan ketentuan syara’ yang
berdampak pada objeknya
Manfaat & Tujuan
Islam memandang suatu perbuatan harus senantiasa diniatkan karena allah
semata. Niat yang baik karena Allah kemudian harus diwujudkan dalam bentuk
amal perbuatan yang sesuai dengan ketentuan syariah yang telah ditetapkan
oleh Allah. Untuk mencapai tujuan, suatu niat atau kemauan perlu ditindak
lanjuti dalam bentuk pebuatan. Tujuan melakukan perbuatan Menyusun
kontrak ialah maksud utama disyariatkan akad itu sendiri.
Macam-macam kontrak
1.Kontrak berdasarkan sumber
Kontrak Utang (al-zimat bi ad dain)
Istilah hutang piutang secara bahasa dikenal dengan kata al-qardl
yang memiliki arti al-qath’u atau putus. Sedangkan secara istilah
terdapat perbedaan redaksional antara imam Abu Hanifah
dengan Imam Syafi’i
2. Kontrak Menjamin (az-zimmat bi at tautsiq)
Jaminan dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-
rahn. memiliki pengertian tetap dan kontinyu,menurut
Kamus Bahasa Indonesia adalah aset atau suatu barang
milik peminjam yang dijaminkan kepada pemberi pinjaman
untuk menjamin pelunasan hutang piutang antara peminjam
dan pemberi
3. Kontrak Benda (al-zimat bi al ain)
Benda atau barang lazim dijadikan sebagai alat untuk
melakukan kontrak bisnis oleh para pihak yang melakukan
kontrak. Namun jenis barang sering menjadi dasar lahirnya
bentuk dan jenis kontrak.

4. Kontrak Kerja/Melakukan Sesuatu (al iltizam bi al ‘amal)


Kontrak kerja atau satu pihak wajib memberikan pekerjaan
dan satu pihak wajib menyediakan gaji atau upah sebagai
prasyarat terjadinya transaksi perikatan.
Macam macam kontrak
Kontrak berdasarkan persepktif hukum

A. Kontrak yang Diperbolehkan


Kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan perkara
dunia memang tidak ada batasnya tetapi kebebasan tersebut
telah berada dalam bingkai doktrin agama. Praktik mua’malat
yang bersifat duniawi saat ini berbeda dengan praktik sosial
yang berkembang masa lampau. Di antara sekian banyak
kegiatan duniawi tersebut terdapat praktik-praktik kontrak
syariah yang amat sangat penting bagi personal manusia,
semisal jual beli, sewa menyewa, gadai, hiwalah, suluh,
perjanjian kerja,dan lain-lain.
B. Kontrak yang Terlarang
Adanya hukum haram sebetulnya memberikan kemaslahatan bagi
manusia agar terhindar dari segala kemudaharatan yang lahir dari
pekerjaan yang diharamkan tersebut. Begitu juga dengan adanya hkum
wajib dipastikan akan mendatangkan kemanfaatan serta kemaslahatan
bagi pelakunya.Misalnya praktek kontrak bisnis yang di dalamnya pelaku
yang tidak memeiliki persyaratan yang syar`i, obyeknya tidak halal dan
na`jis, dan jenis kontrak yang ada unsur ribawi, maysir, dan garar.
Syarat Akad dalam Penyusunan
Kontrak
Syarat-syarat yang bersifat umum (syarat yang wajib sempurna
wujudnya )
1.Pihak-pihak yang melakukan akad ialah dipandang mampu bertindak
menurut hukum (mukallaf). Apabila belum mampu, harus dilakukan oleh
walinya.
2.Objek akad itu diketahui oleh syara’. Objek akad ini harus memenuhi syarat :
Berbentuk harta,Dimiliki seseorang,Bernilai harta menurut syara’.
3. Akad itu tidak dilarang oleh nash syara’.
4. Akad yang dilakukan itu memenuhi syarat-syarat khusus dengan akad yang
bersangkutan, di samping harus memenuhi syarat-syarat umum.
5. Akad itu bermanfaat.
6. Ijab tetap utuh sampai terjadi qabul.
Syarat-syarat yang bersifat khusus, yaitu syarat yang wujudnya
wajib ada dalam sebagian akad, harus ada di samping syarat-syarat
yang umum. Syarat-syarat umum yang harus dipenuhi dalam
berbagai macam akad

a) Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak (ahli).


b) Objek akad dapat diterima hukumnya.
c) Akad itu diizinkan oleh syara’ dilakukan oleh orang yang
mempunyai hak melakukannya walaupun dia bukan aqaid yang
memiliki barang.
d) Bukan akad yang dilarang oleh syara’.
e) Akad dapat memberikan qaidah, sehingga tidaklah sah bila rahn
dianggap sebagai timbangan amanah.
f) Ijab itu berjalan terus, tidak dicabut sebelum terjadi qabul.
g) Ijab dan qabul mesti bersambung, sehingga bila seseorang yang
melakukan ijab sudah berpisah sebelum adanya qabul, maka ijab
tersebut menjadi batal.
Asas Dalam Kontrak
1. Asas Ibadah (Asas Diniatkan Ibadah)
Pada surah az zariyat ayat 56 yang artinya “Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-
Ku”adanya keyakinan terhadap unsur ketuhanan dalam aspek ibadah,
merupakan hal yang prinsip dalam Islam. Di samping aqidah, suatu
perbuatan akan bernilai ibadah apabila sesuai dengan hukum syara’ yang
telah ditetapkan.
2. Asas Hurriyyah at-Ta’aqud (Asas Kebebasan Berkontrak)
Asas kebebasan berkontrak dalam Islam berbeda dengan apa yang
dimaksud kebebasan berkontrak dalam hukum konvensional,
Perbedaannya bahwa kebebasan berkontrak dalam Islam ialah
kebebasan yang bersifat terikat dengan hukum syara’
3. Asas al-Musawah (Asas Persamaan)
Asas yang mengatur bahwa para pihak mempunyai kedudukan
yang sama (bargaining position) dalam menentukan term and
condition dari suatu akad/perjanjian.Muamalah merupakan
ketentuan hukum yang mengaturhubungan sesama manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidup

4. Asas at-Tawwazun (Asas Kesetimbangan)


Hukum Islam tetap menekankan berpegang pada asas
kesetimbangan,meskipun secara faktual masing-masing pihak
memiliki berbagai latar belakang yang berbeda,Karena asas
kesetimbangan dalam akad terkait dengan pembagian hak dan
kewajiban
5. Asas Mashlahah (Asas Kemaslahatan)
Tujuan mengadakan akad pada hakikatnya ialah untuk mencapai
kemaslahatan bagi masing-masing pihak. Pengertian maslahat
dalam Islam meliputi dimensi kehidupan dunia dan akhirat.

6. Asas al-Amânah (Asas Kepercayaan)


Asas amanah merupakan bentuk kepercayaan yang timbul
karena adanya itikad baik dari masing-masing pihak untuk
mengadakan akad. Dalam hukum kontrak syariah, terdapat bentuk
akad yang bersifat amanah.asas kepercayaan dapat berlaku baik
dalam akad yang bersifat tijarah maupun tabarru’.
Asas Dalam Kontrak
7. Asas al-‘Adalah (Asas Keadilan)
Pengertian asas keadilan adalah suatu asas yang menempatkan
segala hak dan kewajiban berdasarkan pada prinsip kebenaran hukum
syara’. Karena dengan berbuat adil, seseorang tidak akan berlaku zalim
terhadap yang lain.

8. Asas al-Ridha (Asas Keridhaan)


Segala transaksi yang dilakukan harus berdasarkan keridlaan
diantara masing-masing pihak. Apabila dalam transaksi tidak terpenuhi
asas ini, maka sama artinya dengan memakan harta secara batil.
9) Asas al-Kitâbah (Asas Tertulis)
Kontrak merupakan perjanjian atau perikatan yang dibuat secara tertulis.
Namun perlu dipahami bahwa dalam Islam asas tertulis tidak hanya berlaku
dalam hukum kontrak, melainkan juga berlaku pada semua akad muamalah
yang dilakukan tidak secara tunai (utang).

10) Asas ash-Shiddiq (Asas Kejujuran)


Apabila dalam penyusunan kontrak kejujuran tidak diamalkan, maka akan
merusak keridlaan (‘uyub al-ridha). Selain itu, ketidakjujuran dalam penyusunan
kontrak akan berakibat perselisihan diantara para pihak.

11) Asas Itikad Baik


Mengadakan kontrak perjanjian harus dilaksanakan berdasarkan
itikad baik. Asas itikad baik muncul dari pribadi seseorang sebagaimana
apa yang telah diniatkannya. Dalam pandangan Islam, niat merupaka
prinsip mendasar terkait dengan unsur kepercayaan (aqidah) sebelum
melakukan suatu amal perbuatan.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai