Anda di halaman 1dari 77

KEKERASAN

SEKSUAL PADA
KORBAN DEWASA
DAN ANAK
Penghapusan Kekerasan Seksual
◦ Undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual
 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG
PENGHAPUSAN KEKERASAN SEKSUAL
PERLINDUNGAN ANAK
 PP no 78 tahun 2021
UU NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23
TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
 PASAL 287 & 288 KUHP
PERSETUBUHAN MELAWAN
HUKUM
 PASAL 285 KUHP

 PASAL 286 KUHP


UU NO. 12 TAHUN 2022
TENTANG KEKERASAN
SEKSUAL
PENCABULAN
 KUHP pasal 289-295
KEKERASAN SEKSUAL YANG TIDAK
TERMASUK PERSETUBUHAN DAN
PENCABULAN
 Undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual
PROSEDUR & ETIKA
PEMERIKSAAN
 Setiap pemeriksaan untuk pengadilan harus berdasarkan permintaan
tertulis dari penyidik yang berwenang.
 Korban harus diantar oleh polisi karena tubuh korban merupakan
benda bukti. Kalau korban datang sendiri dengan membawa surat
permintaan dari polisi, jangan diperiksa, suruh korban kembali kepada
polisi.
 Setiap Visum et Retertum harus dibuat berdasarkan keadaan yang
didapatkan pada tubuh korban pada waktu permintaan Visum et
Repertum diterima oleh dokter
 Bila dokter telah memeriksa seorang korban yang datang di rumah sakit, atau di tempat
praktek atas inisiatif sendiri, bukan atas permintaan polisi, dan beberapa waktu kemudian
polisi mengajukan permintaan dibuatkan Visum et Repertum, maka ia harus menolak, karena
segala sesuatu yang diketahui dokter tentang diri korban sebelum ada permintaan untuk
dibuatkan Visum et Repertum merupakan rahasia kedokteran yang wajib disimpannya (KUHP
ps. 322). Dalam keadaan seperti itu dokter dapat meminta kepada polisi supaya korban dibawa
kembali kepadanya dan Visum et Repertum dibuat berdasarkan keadaan yang ditemukan pada
waktu permintaan diajukan. Hasil pemeriksaan yang lalu tidak diberikan dalam bentuk Visum
et Repertum, tetapi dalam bentuk surat keterangan
 Hasil pemeriksaan sebelum diterimanya surat permintaan pemeriksaan dilakukan terhadap
pasien dan bukan sebagai corpus dilicti (benda bukti)
 ljin tertulis untuk pemeriksaan ini dapat diminta pada kor-ban sendiri atau jika korban adalah
seorang anak, dari orang tua atau walinya. Jelaskan terlebih dahulu tindakantindakan apa yang
akan dilakukan pada korban dan hasil pemeriksaan akan disampaikan ke pengadilan
 Seorang perawat atau bidan harus mendampingi dokter pada waktu memeriksa korban.
 Pemeriksaan dilakukan secepat mungkin jangan ditunda terlampau lama
PEMERIKSAAN MEDIS
 Tanda Persetubuhan
 Membuktikan adanya penetrasi (penis) kedalam vagina dan/atau anus/oral
 Mengakibatkan robekan selaput dara atau bila dilakukan dengan kasar dapat merusak selaput lender daerah vulva dan vagina ataupun
laserasi, terutama daerah posterior fourchette
 Membuktikan adanya ejakulasi atau adanya air mani di dalam vagina/anus
 Membuktikan adanya salah satu komponen, yaitu komponen sel spermatozoa dan komponen cairan mani
 Cairan mani mengandung berbagai ensim, protein dan elemen, diantaranya ada yang spesifik sehingga dapat digunakan sebagai
bukti
 Pemeriksaan yang biasanya dilakukan adalah yang bertujuan untuk membuktikan adanya ensim fosfatase asam, P30 dan Zn

 Tanda Perbuatan Cabul

 Tanda Kekerasan Seksual yang Tidak Termasuk Persetubuhan & Pencabulan


 Adakah tanda-tanda bekas kekerasan, memar atau Iuka lecet pada daerah mulut, leher, pergelangan tangan, lengan, paha
bagian dalam dan pinggang
 Perlu diketahui apakah korban melawan. Jika korban melawan maka pada pakaian mungkin ditemukan robekan, pada
tubuh korban mungkin ditemukan tanda-tanda bekas kekerasan dan pada alat kelamin mungkin terdapat bekas peflawanan.
Kerokan kuku mungkin menunjukkan adanya sel-sel epitel kulit dan darah yang berasal dari pemerkosa/penyerang
 Tanda Kekerasan Lain
 Pemeriksaan tubuh korban meliputi pemeriksaan umum: Lukiskan penampilannya (rambut dan
wajah), rapi atau kusut, keadaan emosional, tenang atau sedih/gelisah dsb. Adakah tandatanda bekas
kehilangan kesadaran atau diberikan obat tidur/bius, apakah ada needle marks
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan serologis atas cairan mani tersebut guna menemukan adanya antigen ABO
 Pemeriksaan DNA sel sperma sehingga dapat digunakan sebagai faktor determinan dalam
membuktikan siapa pelakunya
 Apabila pada korban ditemukan rambut atau benda bukti runut biologis lain yang berasal dari
pelaku (seperti rambut, air liur, sel dari mulut pelaku, dll), maka pemeriksaan guna
membuktikan identitas pelaku juga dimungkinkan
TOXICOLOGY
PENGAMBILAN
DAN PENGIRIMAN
SAMPEL
PENGAMBILAN SAMPEL
 Pada semua kasus, bahan tersebut di bawah ini perlu diambil  Sekalipun dokter yang melakukan autopsi sudah
memperoleh petunjuk yang cukup kuat bahwa ia sedang menhadapi suatu jenis racun, hendaknya ia tetap
mengambil bahan-bahan secara lengkap.
 Darah
 Jantung diambil secara terpisah dari sebelah kanan dan sebelah kiri masing-masing sebanyak 50 ml
 Darah tepi sebanyak 30- 50 ml  Diambil dari vena iliaka komunis
 Pada korban yang masih hidup  Darah adalah bahan yang terpenting. Ambil 2 contoh darah masing-masing minimal 5 ml
 Yang pertama diberi pengawet NaF 1 % dan yang lain tanpa pengawet

 Urin  Diambil semua yang ada dalam kandung kemih


 Penting karena merupakan tempat ekskresi Sebagian besar racun sehingga dapat untuk tes pendahuluan (spot test). Juga
penting untuk pemeriksaan penyaring racun dari golongan narkotika atau stimulan.
 Bilasan lambung  Diambil semuanya
 Pada mayat diambil lambung beserta isinya
 Lambung diikat pada perbatasan dengan usus dua belas jari agar pil/tablet tidak hancur, dokter membuka sendiri lambung tersebut,
kemudian mencatat kelainan-kelainan yang didapat, baru dikirim ke laboratorium sehingga dapat diperkirakan jenis racunnya
 Hati
 Semua hati harus diambil setelah disisihkan untuk pemeriksaan patologi anatomi dengan alas an
 Takaran toksik kebanyakan racun sang at kecil, hanya . beberapa mg/kg sehingga kadar racun dalam tubuh sangat rendah dan untuk
menemukan racun, bahan pemeriksaan harus banyak
 Hati merupakan tempat detokslkasi tubuh terpenting. Organ ini mempunyai kemampuan untuk mengkonsentrasikan racunracun
sehingga kadar racun dalam hati sangat tinggi

 Ginjal  Keduanya harus diambil


 Ginjal penting pada keadaan intoksikasi logam, pemeriksaan racun secara umum dan pada kasus di mana secara histologik
ditemukan Ca-oksalat dan sulfo-namide.
 Otak
 Jaringan lipoid dalam otak mempunyai kemampuan untuk menahan racun, misalnya CHCl3 tetap ada walaupun jaringan
otak telah membusuk
 Otak bagian tengah penting pada intoksikasi CN karena tahan terhadap pembusukan (CN dapat terbentuk pada
pembusukan).
 Empedu
 Sebaiknya kandung empedu jangan dibuka agar cairan empedu tidak mengalir ke hati dan mengacaukan pemeriksaan
WADAH BAHAN
PEMERIKSAAN
TOKSIKOLOGIK
 Untuk wadah bahan pemeriksaan toksikologik, ideealnya diperlukan minimal 9 wadah karena
masing-masing bahan pemeriksaan ditempatkan secara tersendiri, tidak boleh dicampur
 2 buah 2 liter untuk hati dan usus
 3 buah  1 liter untuk lambung beserta isinya, otak dan ginjal
 4 buah  25 ml untuk darah (2 buah), urin dan empedu

 Wadah harus dibersihkan terlebih dahulu dengan mencucinya dengan asam kromat hangat lalu
dibilas akuades dan dikeringkan
BAHAN PENGAWET
 Sebenarnya yang paling baik adalah tanpa pengawet, tetapi bahan pemeriksaan harus disimpan
dalam lemari es
 Bila terpaksa  Maka dapat digunakan bahan pengawet yaitu:
 Alkohol absolut;
 Larutan garam dapur jenuh
 Larutan NaF 1 %
 NaF + Na sitrat (5 ml NaF + 50 ml Na sitrat untuk tiap 1 O ml bahan)
 Na benzoat + fenil merkuri nitrat (hanya untuk urin)

 Volume pengawet sebaiknya minimal dua kali volume bahan pemeriksaan


 Penggunaan pengawet alkohol tidak dapat dibenarkan pada keracunan alkohol dan sebaiknya
juga tidak digunakan untuk racun yang mudah menguap
CARA PENGIRIMAN
 Satu tempat hanya berisi satu contoh bahan pemeriksaan
 Bahan pengawet harus disertakan untuk kontrol, tiap tempat yang telah terisi disegel dan diberi label yang memuat
keterangan mengenai tempat pengambilan bahan, nama korban, bahan pengawet dan isinya
 Hasil autopsi harus disertakan secara singkat, jika mungkin sertakan pula anamnesis dan gejala-gejala klinik
 Surat permintaan pemeriksaan dari penyidik harus disertakan dan memuat identitas korban dengan lengkap
dan dugaan racun apa yang menyebabkan intoksikasi
 Penyegelan dilakukan oleh polisi yang juga harus membuat berita acara penyegelan dan berita acara ini
harus disertakan dalam pengiriman bahan pemeriksaan, demikian pula berita acara penyegelan barang bukti
lain seperti sisa racun/obat
 Jika jenazah akan diawetkan, maka pengambilan contoh bahan harus dilakukan sebelum pengawetan
jenazah
 Pada pengambilan contoh bahan dari korban hidup, alcohol tidak dapat dipakai sebagai desinfektan lokal
saat pengambilan darah Sebagai gantinya dapat digunakan sublimat 1 %o atau merkuri klorida 1 %.
OPIOID
MORFIN & HEROIN
 Pemeriksaan Jenasah
 Bekas-bekas suntikan  Kelainan ini, menurut frekuensi yang tersering terdapat pada lipat siku, lengan
atas, punggung tangan dan tungkai
 Bekas suntikan yang masih baru biasanya disertai perdarahan subkutan atau perdarahan perivena
 Menentukan baru-lamanya suatu bekas suntikan di lakukan penekanan di sekitar bekas suntikan tersebut  Jika
masih baru dari lubang suntikan keluar darah atau serum.
 Pada keadaan-keadaan yang meragukan  insisi kulit sepanjang vena tersebut dan membebaskannya secara
tumpul untuk memeriksa keadaan dinding vena dan jari ngan disekitarnya apakah ditemukan perdarahan atau
jaringan parut  Pada adiksi kronik akan ditemukan bekas-bekas suntikan yang lama, berupa jaringan parut
berbentuk titik-titik sepanjang pembuluh balik, keadaan ini disebut sebagai intravenous (mainline) tracks
 Pembesaran kelenjar getah bening setempat
 Terutama di daerah ketiak disertai dengan adanya bekas suntikan  Korban tersebut seorang pecandu yang kronis
 Lepuh kulit (skin-blister)
 Kelainan ini biasanya terdapat pada kulit di daerah telapak tangan dan kaki, dan biasanya terdapat pada kematian
karena penyuntik an morfin/heroin dalam jumlah besar
 Kelainan-kelainan Lain
 Biasanya merupakan tanda-tanda asfiksia seperti keluarnya busa halus dari lubang hidung dan mulut, yang mula- mula berwarna putih, dan
lama kelamaan karena adanya autolisis, akan berwarna kemerahan
 Sianosis pada ujung-ujung jari dan bibir, perdarahan petekial pada konjungtiva dan pada pemakaian narkotika dengan cara sniffing kadang-
kadang dijumpai perforasi septum nasi
 Kelainan paru akut
 Perubahan Awal(-3jam)
 Edema dan kongesti saja, atauhanya terdapat sel mononuklear serta makrofag di dalam atau pada dinding alveoli
 3-12 jam
 Narcotic lungs
 Makroskopik  Paru sangat mengembang, lebih berat, trakea berisi busa halus sampai ke cabang-cabangnya, penampang dan permukaan paru
memperlihatkan berbagai gambaran dengan gambaran lobuler yang paling menonjol
 Mikroskopik  Edema, kongesti dan sebukan makrofag yang tetap menonjol, perdarahan alveolar, intrabronkial dan subpleural serta sebukan sel Poli
Morfonuklear
 Pada 12 sampai 24 jam
 Akan terlihat proses pneumonia luas dengan gambaran sebukan sel-sel Poli Morfo Nuklear yang lebih menonjol
 Perubahan lanjut (>24 jam)
 Paru telah menunjukkan gambaran pnemonia lobularis difus, penampangnya tampak berwarna coklat-kemerahan, padat seperti daging dan menunjukkan
gambaran granular
 Kelainan paru kronik
 Granulomatosis vaskular paru sebagai manifestasi reaksi jaringan terhadap talk (magnesium-silikat)
yang digunakan sebagai bahan pencampur
 Kelainan hati
 Akumulasi sel radang terutama limfosit, sedikit sel PMN dan beberapa narcotic cells
 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
 Bahan terpenting yang harus diambil adalah urin Qika tidak ada dapat diambil ginjal), cairan empedu
dan jaringan sekitar suntikan
 lsi lambung diambil jika ia menggunakan narkotika per-oral, demikian pula hapusan mukosa hidung
pada cara sniffing
 Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi adanya narkotika minimal adalah Kromatografi lapis
tipis (TLC)
 Cara pemeriksaan lain adalah menggunakan teknik GLC (Kromatografi gas) dan RIA (Radio immuno-assay).
STIMULAN
KOKAIN
 Signs and Symptoms: When inhaled, the onset of action is within one to three minutes; when used i.v. or smoked it
acts in seconds and peak action is in 3 to 5 minutes; when applied topically to the nasal mucosa, it peaks in 20 to
30 minutes; when ingested orally it peaks within 60 to 90 minutes. Its action is short, and as such it has to be taken
every half to one hour to maintain a high.
 (1) Stage of Excitement: There is bitter taste, ryness in the mouth, dysphagia, feeling of well-being and loss of
depression and fatigue. The patient may be excited, restless and talkative, but this passes into a calm, dull
condition. The pulse is rapid, respirations rapid and deep, pupils dilated, headache, pallor of the skin, cyanosis,
sweating, and the temperature is raised. It produces hypertension like amphetamine which may lead to cerebral
bleeding. The reflexes are exaggerated, and there may be tremors or convulsions. Occasionally, the patients may
have hallucinations and become maniacal. There is often a feeling of tingling or numbness in the hands and feet,
and a numb feeling at the place where the drug has touched, e.g. nose and back of throat, when it has been sniffed.
With spinal anaesthesia there is an occasional case of post- anaesthetic myelitis, which leads to permanent
symptoms of cord degeneration.
 (2) Stage of Depression: Within an hour or even less, respirations become feeble, profuse perspiration, collapse,
convulsions and death occurs. Death is due to respiratory failure, cardiac failure, or vascular collapse. Sudden
death may occur following i. v. injection, and smoking than snorting, due to cardiac arrhythmias due to direct
action on myocardium, and cardiopulmonary arrest.
 Cocaine produces
 hypertension which like amphetamine may lead to cerebral bleeding. Rupture of an aneurysm may
occur.
 The children are born premature and often have developmental, behavioural and learning problems.
 Large doses or a "binge" may result in anxiety and panic leading to paranoia. A combination of cocaine
and heroin taken by injection is known a "speedball". The person may die suddenly and unexpectedly
during or immediately after a struggle
 Fatal Dose: One gram. orally. Procaine is about half as toxic as cocaine; butacaine is twice and
dibucaine five to ten times.
 Fatal Period: Few minutes to few hours
 Complications: Cerebrovascular accidents, subarachnoid or intracerebral haemorrhage,
myocardial infarction, skin necrosis, aortic dissection and pulmonary infarcts
 Postmortem Appearances: There may be intense asphyxial signs. Pulmonary congestion and
oedema with the lungs weighing 3 to 4 times normal. Heart may show foci of scarring which
may be the source of fatal dysrhythmias. Cocaine decomposes rapidly.
 Blood should be preserved by adding fluoride. Brain should be analysed as it does not
hydrolyse cocaine into benzolecognine as in blood. Cocaine can be recovered from recent
injection sites, or by swabs from the nasal mucosa.
AMFETAMIN
 Amphetamines are a group of synthetic drugs that produce euphoria and increase confidence and
concentration
 it can be purified to its freebase form called ice, which is smokable.

 they dull the appetite, reduce fatigue, and increase alertness, amphetamines have shown up in
weight-loss drugs and have been used by truck drivers, pilots, and students to postpone sleep.
 Heavy use can cause hallucinations and delusions of persecution that are so similar to the
symptoms of paranoid schizophrenia that even trained professionals cannot recognize the
difference
 The following sympathomimetic effects can be pronounced and last for several hours:

 • Dilated pupils • Tachycardia


• Hypertension • Tachypnoea.
METAMFETAMIN
 Symptoms: Acute poisoning: Toxicity is similar to cocaine.
 Mild: Restlessness, talkativeness, insomnia, tremors, sweating, dilated pupils.
 Moderate: Hyperactivity, confusion, hypertension, tachycardia, tachyapnoea, vomiting, sweating, hallucinations.
 Severe: Delirium, hyperpyrexia, convulsions, coma, arrhythmias. Acute intoxication may present as a paranoid
hallucinatory syndrome which closely mimicks paranoid schizophrenia. It can cause sudden death by stroke,
seizure or cardiac dysrhythmia and may cause excited delirium.
 Chronic poisoning:
 Amphetamine psychosis characterised by:
 (a) Stereotyped, compulsive behaviour
 (b) paranoid personality
 (c) delusions, usually persecution
 (d) hallucinations, usually visual, sometimes tactile.
 Cardiomyopathy
 Intracranial haemorrhage.

 Fatal Dose: 150 mg. to 2 gm.

 P.M. appearances are those of asphyxia. Myocardial fibrosis is seen in long-term use.
BENZODIAZEPINE
 The commonly used preparations are: Diazepam, flurazepam, chlordiazepoxide, nitrazepam,
oxazepam, flurazepam, alprazolam, and lorazepam
 Fatal Dose: 100 to 300 mg/kg body weight
 Death is rare.
 Signs and Symptoms: Symptoms appear in 1 to 3 hours.
 Acute poisoning causes vertigo, slurred speech, nystagmus, diplopia, dysarthria, ataxia, staggering
walk, shallow breathing, sedation and somnolence and coma.
 If taken alone they are not toxic, but mixed with alcohol or other drugs, they can contribute to death.
 Chronic Poisoning: High dose, long term therapy (30 to 40 mg of diazepam daily) may produce
withdrawal symptoms when stopped suddenly, such as: C.N.S: headache, anxiety, insomnia, muscle
spasms, tremors, rarely convulsions and psychiatric disturbances. G.I: anorexia, vomiting.
 R.S.: respiratory depression is rare.
HALUCINOGEN
CANABIS
 Clinical effects (see also b Effects on driving, p.333)
Cannabis does not directly cause death. The key clinical effects relate to mood disturbance (euphoria)
and altered judgement and perception (important in road users). Possible long-term effects are the subject
of much argument, but include delusions and psychotic illness.
 Testing

 It can be detected more than a month after the last administration in a chronic user (approximately 1
week in a non-chronic user). This has potential significance for randomized testing in, for example, the
work- place or prison.
 Medical uses

 The possession and use of cannabis as self-medication for multiple scle- rosis and during chemotherapy
remains controversial and is currently still a criminal offence in the UK.
LSD
 LSD (lysergic acid diethylamide)

 LSD (along with psilocybin, infra) was the drug which launched the psych- edelic age in the 1960s. It is
associated with powerful hallucinogenic ‘trips’ which may be experienced again as ‘flashbacks’
(including negative expe- riences or ‘bad trips’). It is administered by mouth (often as microdots on
squares on paper). There are no physical or psychological withdrawal effects, although flashbacks can be
associated with psychological problems (including suicide). It is not addictive.
 LSD is often available at clubs and parties where MDMA is used. However, the doses used today are
significantly lower than in the 1960s, which may explain why deaths are extremely rare.
 In a custody setting, a user who is experiencing a ‘bad trip’ should be exposed to the minimum of
external stimulation. All light and noise levels should be kept as low as possible.
ALKOHOL
ETIL ALKOHOL
 PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK
 Pada orang hidup, bau alkohol yang keluar dari udara pernapasan merupakan petunjuk awal. Petunjuk ini
harus dibuktikan dengan pemeriksaan kadar alkohol darah, baik melalui pemeriksaan udara pernapasan atau
urin, maupun langsung dari darah vena
 Kelainan yang ditemukan pada korban mati tidak khas  Mungkin ditemukan gejalagejala yang sesuai
dengan asfiksia
 Seluruh organ menunjukkan tanda perbendungan, darah iebih encer, berwama merah ge!ap
 Mukosa lambung menunjukkan tanda perbendungan, kemerahan dan tanda inflamasi tapi kadangkadang
tidak ada kelainan
 Organ-organ termasuk otak dan darah berbau alcohol
 Pada pemeriksaan histopatologik dapat dijumpai edema dan pelebaran pembuluh darah otak dan selaput
otak, degenerasi bengkak keruh pada bagian parenkim organ dan inflamasi mukosa saluran cema
 Pada kasus keracunan kronik yang meninggal, jantung dapat memperlihatkan fibrosis interstisial, hipertrofi
serabut otot jantung, sel-sel radang kronik pada beberapa tempat, gambaran seran lintang otot jatung
menghilang, hialinisasi, edema dan vakuolisasi serabut otot jantung.
 LABORATORIUM
 Penentuan kadar alkohol dalam lambung saja tanpa menentukan kadar alkohol dalam darah hanya
menunjukkan bahwa orang tersebut telah minum alkohol
 Pada mayat, alkohol dapat berdifusi dari lambung ke jaringan sekitarnya termasuk ke dalam jantung,
sehingga untuk pemeriksaan toksikologik, diambil darah dari pembuluh darah vena perifer (kubiti
atau femoralis)
 Kadar alkohol darah yang diperoleh pada pemeriksaan belum menunjukkan kadar alkohol darah pada
saat kejadian  Hal ini akibat dari pengambilan darah dilakukan beberapa saat setelah kejadian,
sehingga perhitungan kadar alkohol darah saat kejadian harus dilakukan.
METIL ALKOHOL
 Tanda-tanda yang ditemukan pada jenasah tidak khas. Pada pemeriksaan luar mungkin hanya
tercium bau khas dan tanda-tanda asfiksia
 Pada pembedahan jenazah dapat ditemukan perbendungan alat-alat dalam, perdarahan pada
permukaan paru dan mukosa alat dalam dan bintik-bintik perdarahan pada selaput otak
(meningen)
 Pada pemeriksaan histopatologik dapat dijumpai degenerasi bengkak keruh pada hati dan
ginjal serta edema otak
 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
 Bahan-bahan yang perlu diambil untuk pemeriksaan toksikologik adalah darah, otak, hati, ginjal dan
urin. Dalam urin dapat ditemukan metil aikohol dan asam formiat sampai 12 hari setelah keracunan
TIMBAL
 PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK
 Diagnosis keracunan Pb pada orang hidup ditegakkan dengan melihat adanya gejala keracunan dan pemeriksaan kadar
Pb darah dan urin. Pemeriksaan radiologi juga dapat meno!ong.
 Pada orang yang mati karena keracunan akut ditemukan tanda-tanda dehidrasi, lambung mengerut (spastis), hiperemi,
isi lambung berwama putih. Usus spastis dan feses berwama hitam.
 Jika orang meninggal karena keracunan kronik, maka didapatkan tubuh sangat kurus, pucat, terdapat garis Pb, ikterik,
gastritis kronik, dan pada usus didapatkan bercak-bercak hitam. Atrofi otot lengan dan tungkai sering dijumpai. Bila
terdapat ensefalopati, dijumpai edema otak dan titik-titik perdarahan.
 Ginjal menunjukkan tanda-tanda tubular nekrosis, korteks menebal, dan hiperemi. Mikroskopik terlihat sel tubuli
menunjukkan degenerasi sitoplasma. inclusion bodies dalam inti yang dapat juga timbul akibat keracunan Bi. Badan
inklusi ini juga ditemukan pada sel-sel hati.
 Lambung menunjukkan gastritis kronik akibat iritasi (bila Pb peroral) dan pigmentasi pada usus. Bila tulang panjang
dipotong, tampak garis Pb yang lebih pucat dari sekitarnya.
 Kadar tertinggi Pb terdapat dalam tulang, ginjal, hati dan otak sehingga bahan pemeriksaan diambil dari organ-organ
tersebut.
 PEMERIKSAAN LABORATORIUM.
 Normal kadar Pb dalam darah kurang dari 60 ug/100ml. Bila lebih dari 70 ug/100ml berarti ada
pemaparan abnormal. Bila lebih dari 100 ug/1 00ml berarti telah terjadi keracunan.
 Pemeriksan laboratorium untuk menentukan Pb dalam urin dapat dengan cara sebagai berikut.
 Ke dalam urin ditambahkan H2SO4 encer sehingga terbentuk endap an PbSO4 berwarna putih, lalu disaring
 Endapan ini tak larut dalam HNO3 tapi larut dalam HCI atau NH4-asetat
 Untuk pemeriksaan Pb dalam urin sebaiknya digunakan urin 24 jam.
 Dalam urin kadar Pb normal 0.5-ug/100 ml.
 Pemaparan abnormal bila sama atau lebih besar dari 8 ug/100 ml  Keracunan bila sama atau lebih besar dari 20
ug/100 ml
 Pada keracunan didapatkan pula kadar koproporfirin 80 ug/100 mg kreatinin, dan d-ALA 2 mg/100 mg kreatinin.

 Untuk mengetahui adanya koproporfirin dalam urin, dilakukan uji sebagai berikut;
 5 cc urin diasamkan dengan asam asetat glasial sehingga pH menjadi kurang dari 4, kemudian ditambahkan 5 tetes
H2D2 3% dan 5 cc eter, lalu dikocok
 Lapisan air dibuang dan lapisan eter di ambil, ditambahkan ke dalam 1 cc HCI 1.5 N, kocok
 Lapisan asam diambil, lihat dengan sinar UV
 Bila berwarna merah maka berarti terdapat koproporfirin, jika biru atau biru muda berarti negatif.

 Fluoresensi dan uji koproporfirin Ill dalam urin paling baik dilakukan untuk skrining masal.
SIANIDA
 PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK
 Pada pemeriksaan terhadap korban mati, pada pemeriksaan bagian luar jenazah, dapat tercium bau
amandel yang patognomonik untuk keracunan CN, dapat tercium dengan cara menekan dada mayat
sehingga akan ke luar gas dari mulut dan hidung
 Bau tersebut harus cepat dapat ditentukan karena Indra pencium kita cepat teradaptasi sehingga tidak
dapat membaui bau khas tersebut.
 Harus diingat bahwa tidak semua orang dapat mencium bau sianida karena kemampuan untuk mencium bau
khas tersebut bersifat genetik sex-linked trait.
 Sianosis pada wajah dan bibir, busa keluar dari mulut, dan lebam mayat berwarna merah terang,
karena darah vena kaya akan oksi-Hb.
 Warna lebam yang merah terarig tidak selalu ditemukan pada kasus keracunan sianida, ditemukan pula
kasus kematian akibat sianida dengan warna lebam mayat yang berwarna biru-kemerahan
 Hal ini tergantung pada keadaan dan derajat keracunan
 Pada pemeriksaan bedah jenazah, dapat tercium bau amandel yang khas pada waktu membuka
rongga dada, perut dan otak serta lambung (bila racun melalui mulut).
 Darah, otot dan penampang organ tubuh dapat berwarna merah terang.
 Selanjutnya hanya ditemukan tanda-tanda asfiksia pada organ-organ tubuh.
 Pada korban yang menelan garam alkali sianida, dapat ditemukan kelainan pada mukosa
lambung berupa korosi dan berwarna merah kecoklatan karena terbentuk hematin alkali dan
pada perabaan mukosa licin seperti sabun.
 Korosi dapat mengakibatkan perforasi lambung yang dapat terjadi antemortal atau postmortal.
 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
 Uji kertas saring
 Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan asam pikrat jenuh, biarkan hingga menjadi lembab
 Teteskan satu tetes isi lambung atau darah korban, diamkan sampai agak mengering,
 Kemudian teteskan Na2CO3 10% 1 tetes
 Uji positif bila terbentuk warna ungu
CO
 PEMERIKSAAN KEDOKTERAN fORENSIK
 Diagnosis keracunan CO pada korban hidup biasanya berdasarkan anamnesis adanya kontak dan ditemukannya
gejala keracunan CO.
 Pada korban yang mati tidak lama setelah keracunan CO, ditemukan lebam mayat berwama merah muda terang
(cherry pink) yang tampak jeias bila kadar COHb mencapai 30% atau lebih
 Warna lebam mayat seperti itu juga dapat ditemukan pada mayat yang didinginkan, pada korban keracunan sianida
dari pada orang yang mati akibat infeksi oleh jasad renik yang mampu membentuk nitrit, sehingga dalam darahnya
terbentuk nitroksi-hemoglobin (nitric-oxide Hb). Meskipun demikian masih dapat dibedakan dengan ,pemeriksaan
sederhana
 Pada mayat yang didinginkan dan pada keracunan CN, penampang ototnya berwarna biasa, tidak merah terang
 Juga pada mayat yang didinginkan warna merah terang lebam mayatnya tidak merata, selalu masih ditemukan
daerah yang keunguan (livid).
 Sedangkan pada keracunan CO, jaringan otot, visera dan darah juga berwarna merah terang
 Selanjutnya tidak ditemukan tanda khas lain
 Kadang-kadang dapat ditemukan tanda asfiksia dan hiperemia visera
 Pada otak besar dapat ditemukan petekiae di substansia alba bila korban dapat bertahan hidup lebih dari 1 /2 jam
 Pada analisa toksikologik darah akan ditemukan adanya COHb
 Pada korban keracunan CO yang tertunda kematiannya sampai 72 jam maka seluruh CO telah
diekskresi dan darah tidak mengandung COHb lagi, sehingga ditemukan lebam mayat
berwama livid seperti biasa, demikian juga jaringan otot, visera dan darah.
 Kelainan yang dapat ditemukan adalah kelainan akibat hipoksemia dan komplikasi yang
timbul selama penderita dirawat.
 Otak, pada substansia alba dan korteks kedua belah otak, globus paiidus dapat ditemukan petekiae 
Ke!ainan ini tidak patognomonik untuk keracunan CO, karena setiap keadaan hipoksia otak yang
cukup lama dapat menimbulkan petekiae.
 Encephalomalacia simetris dapat ditemukan pada globus palidus - Tidak patognomonik, karena
dapat juga ditemukan pada keracunan barbiturat akut dan arterioskierotik pembuluh darah korpus
striatum.
 Pemeriksaan mikroskopik pada otak memberi gambaran:
 Pembuluh-pembuluh halus yang mengandung trombi hialin.
 Nekrosis halus dengan ditengahnya terdapat pembuiuh darah yang mengandung trombi hialin dengan
perdarahandi sekitarnya, lazimnya disebut ring hemorrhage.
 Nekrosis halus yang dikeiilingi oleh pembuluh-pembuluh darah yang mengandung trombi.
 Ball hemorrhage yang terjadi karena dinding arteriol menjadi nekrotik akibat hipoksia dan memecah.
 Pada Miokardium ditemukan perdarahan dan nekrosis, paling sering di muskulus papilaris ventrikel kiri.
 Pada penampang memanjangnya, tampak bagian ujung m. papilaris berbercak-bercak perdarahan atau bergarisgaris seperti kipas berjalan dari tempat
insersio tendinosa ke dalam otot.
 Kadang-kadang ditemukan perdarahan pada otot ventrikel terutama di subperikardial dan di subendokardial.
 Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran sesuai dengan infark miokardium akut.

 Ditemukan eritema dan vesikel/bula pada kulit dada, perut, muka, atau anggota gerak badan, baik di tempat yang tertekan maupun yang tidak
tertekan
 Kelainan tersebut disebabkan oleh hipoksia pada kapiler kapiler bawah kutit.
 Pneumonia hipostatik paru mudah terjadi karena gangguan peredaran darah
 Dapat terjadi trombosis a. pulmonalis.
 Terjadi nekrosis tubuli ginjal yang secara mikroskopik tampak seperti payah ginjal.
 Gangguan peredaran darah akibat perubahan degereratif miokardium memudahkan terbentuknya trombus.
 Trombus dalam ventrikel kiri (mural trombus) mungkin mengakibatkan infark otak sedangkan trombus dalam a. femoralis mungkin mengakibatkan
timbulnya gangren.
 Pada kasus yang kematiannya tidak segera terjadi (delayed death) diagnosis kematian harus didasarkan atas bukti-bukti di sekitar kejadian
(circumstantial evidences), ditemukannya perubahan akibat hipoksia dan disingkirkannya kemungkinan lain yang dapat menyebabkan
perubahan hipoksik tersebut.
 Pemeriksaan histologik perlu dilakukan pada substansia alba, korteks serebri, serebelum, ammon's horn dan globus palidus.
 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
 Untuk penentuan COHb secara kualitatif dapat dikerjakan uji dilusi alkali.
 Ambil 2 tabung reaksi
 Masukkan ke dalam tabung pertama 1-2 tetes darah korban dan tabung kedua 1-2 tetes darah normal sebagai kontrol.
 Encerkan masing-masing darah dengan menambahkan 1 O ml air sehingga warna merah pada kedua tabung kurang lebih
sama.
 Tambahkan pada masing-masing tabung 5 tetes larutan NaOH 10-20%, lalu dikocok
 Darah normal segera berubah warna menjadi merah hijau kecoklatan karena segera terbentuk hematin alkali, sedangkan
darah yang mengandung COHb tidak berubah warnanya untuk beberapa waktu, tergantung pada konsentrasi COHb, karena
COHb bersifat lebih resisten terhadap pengaruh alkali
 COHb dengan kadar saturasi 20% memberi warna merah muda (pink) yang bertahan selama beberapa detik, dan setelah
1 menit baru beJubah warna menjadi coklat kehijauan. ·

 Perlu diperhatikan bahwa darah yang dapat digunakan sebagai kontrol dalam uji dilusi alkali ini haruslah
darah dengan Hb yang normal
 Jangan gunakan darah foetus karena dikatakan bahwa darah foetus juga bersifat resisten terhadap alkali.
ARSENIC
 Tanda & Gejala
 Keracunan akut
 Timbul gejala gastro-intestinal hebat. Mulamula rasa terbakar di daerah tenggorok dengan rasa logam pada
mulut, diikuti mual dan mun tah-muntah hebat.
 lsi lambung dan bahkan isi duodenum dapat ke luar, muntahan dapat mengandung bubuk berwarna putih
(As2O3), kadang-kadang sedikit berdarah.
 Kemudian terjadi nyeri epigastrium yang cepat menjalar ke seluruh perut hingga nyeri pada perabaan, diare
hebat.
 Kadangkadang terlihat bubuk putih pada kotoran yang dapat tampak seperti air cucian beras dengan jalur darah
 Muntah dan berak hebat dapat berhenti spontan untuk kemudian timbul lagi
 Akhirnya terjadi dehidrasi dan syok.
 As juga memperlemah kerja otot jantung dan mempengaruhi endotel kapiler yang mengakibatkan dilatasi
kapiler sehingga menyebabkan syok bertambah berat.
 Kematian dapat terjadi sebagai akibat dehidrasi jaringan dan syok hipovolemik yang terjadi
 Keracunan Arsin
 Arsin yang berbentuk gas ini masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi, yang selanjutnya akan mencapai
darah dan menimbulkan hemolisis hebat serta penekanan terhadap SSP.
 Korban menunjukkan gejala menggigil, demam, muntah, nyeri punggung, ikteris, anemia dan
hipoksia, kadang-kadang disertai kejang
 Urin dapat mengandung hemoglobin, eritrosit dan silinder.
 Kematian terjadi karena kegagalan kardio-respirasi. ·
 Bila tidak segera meninggal, pada ginjal dapat terjadi nekrosis tubular dan obstruksi tubuli oleh
silinder eritrosit dengan akibat anuri dan uremia
 Keracunan Kronik.
 Pada keracunan kronik, korban tampak lemah, melanosis arsenik berupa pigmentasi kulit yang berwarna
kuning coklat, lebih jelas pada daerah fleksor, puting susu dan perut sebelah bawah serta aksila
 Rambut tumbuh jarang.
 Pigmentasi berbintik-bintik halus berwarna coklat, umumnya terlihat pada pelipis, kelopak mata dan
leher yang menyerupai pigmentasi pada penyakit Addison tetapi mukosa mulut tidak terkena.
 Dapat pu!a menyerupai pitiriasis rosea dalam gambaran dan distribusi, tetapi menetap
 Keratosis dapat ditemukan pada telapak tangan dan kaki (keratosis arsenik)
 Gejala-gejala lain yang tidak khas seperti malaise, berat badan me nurun, mata berair, fotofobi,
pilek kronis, mulut kering, lidah menunjukkan bulu-buiu halus berwarna putih perak di atas
jaringan berwarna merah
 Gejala neurologik berupa neuritis perifer, mula-mula rasa tebal dan kesemutan pada tangan dan
kaki, kemudian terjadi kelemahan otot, kejang otot (kram) terutama pada malam hari
PEMERIKSAAN KEDOKTERAN
FORENSIK
 Korban mati keracunan akut
 Pada pemeriksaan luar ditemukan tanda-tanda dehidrasi.
 Pada pembedahan jenazah ditemukan tanda-tanda iritasi lambung, mukosa berwarna merah, kadang-kadang
dengan perdarahan (flea bitten appearance).
 lritasi lambung dapat menyebabkan produksi musin yang menutupi mukosa dengan akibat partikel-partikel
Arsen dapat tertahan
 Orpimen terlihat sebagai partikel-partikel As berwarna kuning sedangkan As203 tampak sebagai partikel berwarna
putih
 Pada jantung ditemukan perdarahan sub-endokard pada septum.
 Histopatologik jantung menunjukkan infiltrasi sel-sel radang bulat pada miokard.
 Sedangkan organ lain parenkimnya dapat mengalami degenerasi.
 Pada korban meninggal perlu diambil semua organ, darah, urin, isi usus, isi lambung, rambut, kuku, kulit
dan tulang.
 Bahan-bahan yang perlu diambil untuk pemeriksaan toksikologik pada korban hidup adalah muntahan,
urin, tinja, bilas lambung, darah, rambut dan kuku.
 Korban mati akibat keracunan Arsin
 Bila korban cepat meninggal setelah menghirup arsin, akan terlihat tanda-tanda kegagalan kardio-
respirasi akut
 Bila meninggalnya lambat, dapat ditemukan ikterus dengan anemi hemolitik, tanda-tanda kerusakan
ginjal berupa degenerasi lemak dengan nekrosis fokal serta nekrosis tubuli.
 Korban mati akibat keracunan Kronik
 Pada pemeriksaan luar tampak keadaan gizi buruk
 Pada kulit terdapat pigmentasi coklat (melanosis arsenik), keratosis telapak tangan dan kaki (keratosis
arsenik)
 Kuku memperlihatkan garis-garis putih (Mee's lines) pada bagian kuku yang tumbuh dan dasar kuku.
 Temuan pada pemeriksaan dalam tidak khas.
 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
 Pada kasus keracunan As, kadar dalam darah, urin, rambut dan kuku meningkat.
 Dalam urin, Arsen dapat ditemul<an dalam waktu 5 jam setelah
 diminum, dan dapat terus ditemukan hingga 10-12 hari.
 Pada keracunan kronik, Arsen diekskresikan tidak terus
 menerus (intermiten) tergantung pada intake. Titik-titik basofil pada
 eritrosit dan lekosit muda mungkin ditemukan pada darah tepi,
 menunjukkan beban sumsum tulang yang meningkat. Uji Kopro-porfirin
 urin akan memberikan hasil positip
INSEKTISIDA
 Pemeriksaan Kedokteran Forensik
 Keracunan insektisida golongan ini dapat diduga bila :
 Gejala-gejala cepat timbul (dalam 6 jam)
 Gejala-gejala bersifat progresif, makin lama makin he bat.
 Gejala-gejala tidak dapat dimasukkan ke dalam suatu sindroma penyakit apapun, dapat menyerupai penyakit
gastroenteritis, ensefalitis, pnemoni dan lain lain dan pengobatan biasa tidak menolong.
 Anamnesa terdapat kontak dengan racun golongan imi
 Diagnosis keracunan ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala keracunan yang kompleks dan pemeriksaan
laboratorium (TLC, spektrofotometri, dan kromatografi gas}.
 Pada korban yang meninggal tidak ditemukan tanda-tanda khas
 Pada kasus keracunan akut hanya ditemukan tanda-tanda asfiksia, edema paru-paru dan perbendungan
organ-organ tubuh.
 Mungkin tercium bau zat pelarut misalnya bau minyak tanah.
 Minyak tanah sendiri dapat menimbulkan keracunan berupa depresi SSP dan bila teraspirasi dapat
menimbulkan pnemonitis.
 Laboratorium
 Untuk pemeriksaan toksikologik perlu diambil darah, jaringan hati, limpa, paru-paru dan lemak
badan.
 Penentuan kadar AChE dalam darah dan plasma dapat dilakukan dengan cara tintometer (Edson) dan
cara paper-strip (Acholest).
MERKURI
 Sign & symptoms
 The tongue is white and sodden in appearance and the mouth generally has a diffuse grayish white
escharotic appearance. Eschar means a hard crust over a raw surface, e.g. material covering a deep
burn. The mucous membrane of the alimentary tract is inflamed and corroded
 The muscular coats are so softened that it is difficult to remove the organ without rupture
 Mercury has a selective action on the caecum and large intestine which show intense inflammation,
ulceration, and even gangrene.
 The kidneys show a toxic nephritis
 The liver and heart may show fatty degeneration, and heart subendocardial haemorrhages also
 Postmortem appearances: The appearances of corrosive poisoning will be present, if the
poison is taken in a concentrated form. Otherwise, the signs of irritant poisoning will be
observed

Anda mungkin juga menyukai