Anda di halaman 1dari 108

PEMERIKSAAN UMUM

THT-KL
DEPARTEMENT / KSM ILMU KESEHATAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA / RSUP SANGLAH
Anamnesis THT-KL
KOMPONEN ANAMNESIS
Identitas pasien Nama, umur/ tanggal lahir, nomor rekam medis, alamat, dsb

Keluhan utama Keluhan yang membuat pasien mencari pertolongan medis, bagian dari riwayat penyakit sekarang
Chief complaint Sebaiknya dipilih satu keluhan utama

Fundamental four
Riwayat penyakit Riwayat mengenai keluhan-keluhan yang dirasakan pasien saat ini
sekarang Pengembangan dari keluhan utama memakai sacred seven

Riwayat penyakit Riwayat mengenai penyakit atau kondisi yang dialami pasien di masa lalu, termasuk imunisasi, alergi (obat,
terdahulu makanan), riwayat pengobatan dan operasi

Riwayat mengenai kondisi kesehatan keluarga, meliputi penyakit kronik, infeksi, alergi, kongenital, atau
penyakit spesifik yang berhubungan dengan keluhan utama
Riwayat keluarga Riwayat ditanyakan pada pihak ibu dan ayah, secara vertikal (orang tua, kakek-nenek, paman-bibi, anak,
keponakan, cucu), dan horizontal (saudara, sepupu, suami/ istri)

Riwayat mengenai gaya hidup, pendidikan, pekerjaan, lingkungan tempat tinggal/ kerja, kebiasaan/
Riwayat pribadi dan kesehatan masyarakat sekitar
sosial Pekerjaan pasien dideskripsikan secara spesifik mengenai paparan lingkungan karena banyak penyakit di
bidang THT-KL berhubungan dengan paparan lingkungan (bising, debu, bahan kimia)
KOMPONEN ANAMNESIS

Sacred seven : Merupakan pengembangan dari keluhan utama/ chief complaint

Lokasi Tempat keluhan terjadi, termasuk penyebarannya

Onset Waktu keluhan pertama kali terjadi


Sifat keluhannya, contoh deskripsi nyeri seperti ditusuk, tumpul, atau
Kualitas
terbakar
Kuantitas Berat dan frekuensi keluhan
Perjalanan keluhan dari awal kemunculan hingga datang ke pelayanan
Kronologis
kesehatan
Faktor modifikasi Hal-hal yang dapat memperberat atau memperingan keluhan

Keluhan penyerta Keluhan lain yang muncul bersama dengan keluhan utama
Cara memakai Lampu Kepala
Posisi pasien
dewasa pada
pemeriksaan THT

1. Pasien duduk tegak di kursi


berhadapan dengan pemeriksa
2. Kaki pasien dan pemeriksa
bersisian serta tidak saling
mengangkangi
Posisi Anak pada
pemeriksaan THT dengan
asisten

a. Anak dipangku oleh keluarga


menghadap pemeriksa
b. Kedua tangan merangkul
tangan dan badan anak, kedua
kaki dijepit di paha pemangku
c. Asisten atau perawat
memegang kepala pasien
d. Asisten dapat memiringkan
kepala anak sesuai keperluan
pemeriksa
Posisi Anak pada
pemeriksaan THT tanpa
asisten

a. Anak dipangku oleh keluarga


menghadap pemeriksa
b. Satu tangan merangkul tangan dan
badan anak, kedua kaki dijepit di
paha pemangku
c. Satu tangan memegang dahi anak dan
menyandarkan kepala anak di dada
atau bahu pemangku
PEMERIKSAAN TELINGA
PEMERIKSAAN TELINGA LUAR DAN MASTOID
1. Inspeksi aurikula atau daun telinga, dan sekitarnya.

🡪 Perhatikan adanya deformitas, benjolan, fistula preaurikula,


tanda radang, skuama, bekas luka, dan tanda trauma (laserasi,
perdarahan, hematom).
🡪 Inspeksi adakah sekret yang keluar dari kanalis akustikus eksterna
(KAE) dan tentukan jenisnya
2. Raba aurikula
🡪 Mengetahui adanya nyeri tekan, rasa panas (kalor). Jika terdapat
benjolan, tentukan jumlah, konsistensi, warna, ukuran, dan regio
penyebarannya.
PEMERIKSAAN TELINGA LUAR DAN MASTOID

3. Tarik aurikula ke atas dan bawah dan tekan tragus


🡪 Menilai adanya nyeri tarik aurikula dan nyeri tekan
tragus sebagai tanda radang telinga luar.
4. Inspeksi regio mastoid
🡪 Menilai adanya tanda radang, fistula/ abses,
benjolan, dan tanda trauma.
5. Palpasi regio mastoid
🡪 Mengetahui adanya nyeri tekan, benjolan, fluktuasi,
dan krepitasi. Perhatikan juga adakah pembesaran
kelenjar getah bening di regio pre- dan retro-
aurikula.
Pemeriksaan kanalis akustikus eksterna dan
membran timpani dengan lampu kepala
1. Tarik aurikula ke arah posterosuperior dan
tragus ke arah anterior 🡪 memperlebar KAE.

a. Teknik dua tangan: satu tangan menarik


aurikula ke arah posterosuperior memakai
ibu jari dan telunjuk, dan tangan satunya
dengan jari telunjuk mendorong tragus ke
anterior
b. Teknik satu tangan: aurikula ditarik ke
arah posterosuperior memakai ibu jari
dan jari tengah, sedangkan tragus
didorong ke depan memakai ibu jari

2. KAE dan membran timpani dapat diinspeksi


lebih jelas. Jika diperlukan, spekulum telinga
dapat digunakan.
Pemeriksaan kanalis akustikus eksterna
dan membran timpani memakai otoskop
1. Pastikan lampu otoskopi menyala dan pasang
spekulum sesuai ukuran KAE pasien
2. Otoskop dipegang seperti memegang pensil,
memakai ibu jari dan jari-jari lain pada arah
horizontal.
3. Aurikula ditarik ke arah posterosuperior
memakai tangan yang bebas.
4. Masukkan spekulum otoskop secara lembut
dan hati-hati.
5. Jari kelingking pemeriksa dapat digunakan
untuk menstabilkan posisi otoskop dengan
menempelkannya di pipi pasien.
6. Spekulum dapat digerakkan ke atas, bawah,
kanan, dan kiri di dalam KAE untuk
memperluas lapang pandang.
Pemeriksaan kanalis akustikus eksterna dan
membran timpani memakai otoskop
7. Inspeksi KAE
🡪 perhatikan adanya edema, hiperemi, serumen, sekret, benjolan
(tumor, jaringan granulasi, polip), micotic plug, benda asing,
eksostosis, dan kelainan kongenital (stenosis, atresia).

8. Inspeksi membran timpani: Serumen, debris, atau benda asing


harus dibersihkan terlebih dahulu
🡪 Perhatikan batas membran timpani, warna, kontur, refleks
cahaya, dan posisi handle of maleus dan short process of
maleus.
🡪 Perhatikan adanya perforasi membran timpani dan tentukan
lokasi/ jenisnya (sentral, marginal, atik, subtotal, total).
KAE Lapang
MT hiperemis
MT bulging
Tes berbisik
► Pemeriksaan ini dapat memberikan gambaran kasar
mengenai derajat (kuantitatif) dan jenis (kualitatif)
ketulian yang dialami pasien.
► Persiapan:
► Ruangan dengan panjang minimal 6 meter yang
relatif tenang dan bebas bising.
► Telinga pasien yang tidak diperiksa ditutup dengan
kapas atau jari pasien sendiri, telinga yang diperiksa
dihadapkan ke pemeriksa, dan pasien dihalangi
untuk membaca gerakan bibir pemeriksa.
Tes berbisik
► Teknik pemeriksaan:
1. Pasien dalam posisi duduk di dalam ruang periksa.
2. Informasikan pasien akan dibisiki kata-kata yang harus
diulang dengan keras oleh pasien.
3. Pemeriksa berdiri di sisi samping telinga pasien yang
akan diperiksa, awalnya sejauh 6 meter.
4. Pemeriksa mengucapkan kata bisilabik/ dua suku kata,
yang merupakan kata sehari-hari yang umum
digunakan.
5. Jika pasien tidak merespon, pemeriksa maju satu
meter, dan diulangi lagi jika pasien tidak merespon
hingga pasien memberikan respon.
Tes berbisik
► Interpretasi:
► Penilaian kuantitatif derajat ketulian:
►6 meter : normal
►5 meter : dalam batas normal
►4 meter : tuli ringan
►3-2 meter : tuli sedang
►1 meter atau kurang : tuli berat
► Penilaian kuantitatif jenis ketulian:
►Tuli konduksi: sulit mendengar huruf dengan nada rendah seperti
n,m,w (meja dikatakan becak, gajah dikatakan kaca)
►Tuli sensorineural: sulit mendnegar huruf dengan nada tinggi seperti
s,ch,c (cicak dikatakan tidak, kaca dikatakan gajah)
Tes penala
► Tujuan tes penala adalah untuk membedakan tuli konduksi
dan tuli sensorineural. Tes ini merupakan tes kualitatif.
► Jenis :
1. Rinne
2. Weber
3. Schwabach
Tes Rinne
► Tujuan: membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang pada
telinga yang sama.

► Teknik:
1) Gunakan garpu tala 512 Hz dan getarkan dengan “mencubit”
kedua ujungnya.
2) Letakkan ujung gagang garpu tala pada mastoid telinga yang
diperiksa 🡪 tanyakan pasien apakah terdapat suara dengung.
3) Minta pasien memberitahu jika suara dengung telah hilang.
4) Saat suara dengung telah hilang, segera pindahkan garpu tala ke
depan KAE telinga yang sama dengan jarak +2,5 cm 🡪 tanyakan
pasien apakah dapat mendengar suara dengung garpu tala.
5) Ulangi prosedur yang sama untuk telinga sebelahnya.
Tes Rinne
Interpretasi :
► Tes Rinne positif🡪 jika pasien masih dapat
mendengar suara dengung garpu tala di depan
KAE.
► Tes Rinne negatif🡪 jika pasien tidak dapat
mendengar suara dengung garpu tala di depan
KAE. Hal ini karena terdapat gangguan
hantaran udara akibat gangguan di telinga luar
dan telinga tengah.
► Tes Rinne negatif palsu🡪 kesan sisi tersebut
negatif, padahal mengalami tuli sensorineral
unilateral yang berat.
Tes Weber
► Tujuan: membandingkan hantaran tulang telinga kiri
dan kanan pasien. Tes ini tidak dapat berdiri sendiri,
harus digabungkan dengan tes lain seperti Rinne dan
Schwabach.

► Teknik:
1. Gunakan garpu tala 512 Hz dan getarkan dengan
“mencubit” kedua ujungnya.
2. Letakkan garpu tala yang telah digetarkan di garis
tengah kepala, biasanya di vertex, mental, atau di
antara insisivus.
3. Tanyakan apakah pasien mendengar suara dengung
dan apakah lebih keras pada sisi kanan atau kiri
atau sama saja.
Tes Weber
► Interpretasi adalah ada tidaknya lateralisasi, yaitu
terdengarnya suara dengung lebih keras pada satu sisi telinga.
► Hasil tes Weber dinyatakan sebagai: tidak ada lateralisasi,
lateralisasi ke kanan atau lateralisasi ke kiri.
► Jika hasil tes Weber mendapatkan lateralisasi ke kanan, maka
kemungkinannya adalah:
1. Telinga kanan tuli konduktif, telinga kiri normal
2. Telinga kanan tuli konduktif, telinga kiri sensorineural
3. Telinga kanan normal, telinga kiri sensorineural
4. Kedua telinga tuli konduksi, namun yang kanan lebih berat
5. Kedua telinga tuli sensorineural, namun yang kiri lebih berat
Tes Schwabach
► Tujuan: membandingkan hantaran tulang pasien dengan
pemeriksa, dengan catatan fungsi pendengaran pemeriksa
normal.
► Teknik:
► Gunakan garpu tala 512 Hz dan getarkan dengan “mencubit”
kedua ujungnya.
► Letakkan gagang garpu tala pada mastoid telinga pasien yang
diperiksa, tanyakan apakah pasien mendengar suara
dengung. Minta pasien mengangkat tangan jika suara
dengung telah hilang.
► Saat pasien mengangkat tangan, segera pindahkan garpu tala
ke mastoid pemeriksa.
► Jika pemeriksa masih mendengar suara dengung, maka tes
Schwabach dinyatakan Schwabach memendek.
Tes Schwabach
► Jika pemeriksa tidak dapat mendengar suara dengung,
🡪dilakukan pemeriksaan balik.
► Garpu tala digetarkan dan diletakkan di mastoid pemeriksa,
saat suara dengung menghilang segera pindahkan ke mastoid
pasien 🡪 tanyakan apakah ia mendengar suara dengung.
► Jika pasien masih mendengar suara dengung, maka tes
Schwabach dinyatakan Schwabach memanjang.
► Jika pasien tidak mendegar suara dengung, tes Schwabach
dinyatakan Schwabach normal atau sama dengan pemeriksa.

► Interpretasi:
► Schwabach memendek: tuli sensorineural
► Schwabach memanjang: tuli konduksi
► Schwabach sama dengan pemeriksa/ normal: telinga
normal
Interpretasi audiometri

► Audiometri nada murni merupakan jenis


audiometri yang paling umum digunakan.
► Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan
ambang dengar pasien yang dinyatakan dalam
deciBel hearing level (dBHL).
► Ambang dengar diukur dari frekuensi 125-
8.000 Hz dengan intensitas -10 – 120 dBHL,
pada kedua telinga dan terdiri dari hantaran
udara dan hantaran tulang.
Interpretasi audiometri
► Hasil audiometri disebut audiogram yang berbentuk
grafik dengan simbol-simbol. Komponen audiogram
sebagai berikut:
❑ Aksis vertikal audiogram merupakan intensitas
ambang dnegar dengan satuan dBHL.
❑ Aksis horizontal audiogram merupakan frekuensi
yang diperiksa dengan satuan Hertz (Hz).
❑ Warna merah digunakan untuk menulis simbol bagi
telinga kanan sedangkan biru bagi telinga kiri.
❑ Konduksi udara/ air conduction (AC) dilambangkan
dengan O untuk telinga kanan dan X untuk telinga
kiri.
❑ Konduksi tulang/ bone conduction (BC)
dilambangkan dengan < untuk telinga kanan dan >
untuk telinga kiri.
Interpretasi audiometri

Hearing Loss Hearing
Severity Threshold
Normal 0-25 dBHL

Mild hearing loss >25-40 dBHL

Moderate hearing >40-55 dBHL


loss
Moderate severe >55-70 dBHL
hearing loss
Severe hearing >70-90 dBHL
loss
Profound hearing >90 dBHL
loss
Contoh interpretasi audiogram:
► Telinga kanan:
► AC: 57,5 dBHL
► BC: 53,75 dBHL
► Kesimpulan: AD SNHL sedang berat

► Telinga kiri:
► AC: 28,75 dBHL
► BC: 25 dBHL
► Kesimpulan: AS SNHL ringan

► AS: auris sinistra AD: auris dextra


Interpretasi ?
IMPAKSI
SERUMEN
IMPAKSI SERUMEN
SERUMEN 🡪 campuran sekresi kelenjar sebasea, kelenjar apokrin, dan
debris epitel
► Fungsi serumen:
- Melapisi liang telinga🡪 menangkap debu dan partikel asing
- Efek antimikrobial (pH 6.9)
- Membersihkan liang telinga🡪 bersama dengan migrasi epitel liang
telinga ke arah luar

IMPAKSI SERUMEN : Akibat gangguan mekanisme pembersihan diri liang


telinga🡪 kelainan anatomi, mengorek telinga, korpus alienum
► Gejala:
- Penurunan pendengaran, rasa penuh dan mendengung, batuk
- Gatal, nyeri, bau tidak sedap, sekret
Alat dan bahan
Teknik ekstraksi serumen dengan apusan
aplikator kapas, kait, dan sendok serumen

❑ Inspeksi liang telinga untuk


memastikan lokasi dan
konsistensi serumen
❑ Aurikula ditarik ke arah
posterosuperior memakai ibu
jari dan jari tengah
❑ Tragus didorong ke depan
dengan telunjuk
Serumen yang lunak atau lengket 🡪
memakai aplikator kapas.
⮚ Kapas dililitkan pada ujung aplikator
kapas sehingga menutupnya secara utuh.
⮚ Perhatikan agar ujung benar-benar
tertutup agar tidak mengakibatkan
trauma.
⮚ Aplikator kapas dipegang seperti
memegang pensil.
⮚ Aplikator kapas disapukan dengan lembut
pada serumen hingga liang telinga bersih
Serumen dengan konsistensi padat dan keras 🡪
memakai kait atau sendok serumen
⮚ Kait atau sendok serumen dipegang seperti
memegang pensil, lalu dimasukkan dengan hati-
hati ke dalam liang telinga hingga mencapai
ujung dalam serumen.
⮚ Jika tidak ada celah untuk melewati serumen,
maka dibuat celah dengan menekan sisi luar
serumen ke tengah, kemudian kait/ sendok
serumen dimasukkan melewati celah yang
terbentuk.
⮚ Serumen ditarik ke arah luar dengan hati-hati
agar tidak menimbulkan ekskoriasi pada liang
telinga atau perforasi membran timpani.
SPOOLING
TELINGA
INDIKASI
• Sumbatan serumen yang total
dan/ atau dalam KONTRA INDIKASI
• Pasien tidak kooperatif untuk
ekstraksi dengan kait (anak- Perforasi membran
anak, retardasi mental) timpani/ status
• Gagal ekstraksi dengan kait/ keutuhan membran
sendok serumen timpani diragukan
Alat dan Bahan
TEKNIK SPOOLING TELINGA
⮚ Jika serumen sangat keras, dapat
diberikan agen seruminolitik
(natrium dokususat, karbol gliserin)
selama 2-3 hari.
⮚ Pasien diposisikan sesuai posisi
pemeriksaan THT-KL.
⮚ Spuit 20cc/ 50cc diisi dengan air
hangat suam-suam kuku (+37oC).
⮚ Leher pasien dibalut dengan handuk
dan asisten memegang kom bengkok
di bawah telinga yang akan
dilakukan spooling.
∙ Daun telinga ditarik ke arah
posterosuperior 🡪 melebarkan liang
telinga.
∙ Ujung spuit yang telah diberi potongan
wing needle atau abocath dimasukkan
ke dalam liang telinga ke arah
posterosuperior.
∙ Air hangat disemprotkan secara
periodik, serumen akan keluar
bersama aliran balik air.

∙ Evaluasi kembali🡪 masih ada serumen 🡪 penyemprotan kembali hingga bersih.


∙ Liang telinga yang basah dikeringkan dengan aplikator kapas.
TEKNIK
SPOOLING
TELINGA
BENDA
ASING
TELINGA
Jenis Benda Asing (Korpus Alienum) Telinga
ALAT DAN BAHAN
• Pasien diposisikan pada posisi pemeriksaan THT-
KL
• Inspeksi benda asing di dalam liang telinga,
TEKNIK tentukan letak, ukuran, dan jenis benda asing
EKSTRAKSI
BENDA
ASING
TELINGA
∙ Benda asing bulat seperti manik-manik,
kerikil, dan biji-bijian, sebaiknya
diekstraksi memakai kait/ sendok serumen
∙ Kait/ sendok dimasukkan melewati benda
asing kemudian ditarik keluar
∙ Benda asing kecil (pasir) dekat membran
timpani diekstraksi dengan spooling telinga
∙ Benda asing yang lunak seperti plastisin
dapat diekstraksi dengan kait/ sendok
serumen
• Benda asing hidup seperti serangga 🡪 harus
dimatikan terlebih dahulu dengan cairan
TEKNIK berviskositas tinggi seperti karbol gliserin atau
EKSTRAKSI minyak goreng
BENDA • Setelah serangga mati dan terlihat tidak
ASING bergerak 🡪 serangga diekstraksi dengan forsep
TELINGA aligator atau forsep telinga.
• Pastikan seluruh anggota tubuh serangga
diekstraksi
• Liang telinga dan membran timpani harus
diinspeksi kembali setelah proses ekstraksi
benda asing.
TEKNIK • Jika terjadi ekskoriasi pada liang telinga
EKSTRAKSI
dapat diberikan sapuan povidone iodine atau
BENDA
ASING
tetes telinga antibiotik.
TELINGA • Jika terjadi ruptur membran timpani maka
dilakukan pemasangan tampon telinga/ pita
yang steril dan segera rujuk pasien ke
spesialis THT-KL
PEMERIKSAAN HIDUNG
Pemeriksaan hidung luar
► Inspeksi hidung luar dan struktur sekitarnya.
🡪 Perhatikan adanya deformitas atau kelainan bentuk
(saddle nose, deviasi aksis hidung), tanda radang
dan infeksi (kemerahan, edema, pus), tanda
trauma (hematom, laserasi, perdarahan, luka),
sikatrik, dan sekret yang keluar dari kavum nasi.

► Palpasi hidung luar, dari pangkal hidung hingga


apeks
🡪 Mengetahui adanya nyeri tekan, krepitasi, edema,
dan benjolan.
Pemeriksaan obstruksi hidung
1. Menekan salah satu ala nasi
- Menekan salah satu ala nasi dan meminta
pasien menarik nafas, kemudian diulangi
pada sisi lainnya.
- Pasien diminta untuk menilai kavum nasi
mana yang lebih lapang saat menarik
nafas.
Pemeriksaan obstruksi hidung
2. Memakai spatula lidah yang terbuat dari logam.
- Spatula lidah diletakkan di depan lubang hidung
pasien dan pasien diminta untuk bernafas biasa.
- Perhatikan uap dari kedua kavum nasi yang
terbentuk pada spatula
- Jika salah satunya lebih pendek atau tidak ada
sama sekali maka sisi tersebut mengalami
obstruksi.
- Jika kedua kavum nasi mengalami obstruksi maka
uap yang terbentuk dapat simetris namun lebih
pendek dibandingkan dengan orang normal.
Rinoskopi anterior
► Pilih ukuran spekulum hidung yang sesuai dengan
besar nares pasien
► Cara memegang spekulum hidung:
❑ Pegang spekulum dengan tangan non dominan
❑ Ibu jari berada pada gangang bawah spekulum
❑ Jari tengah hingga kelingking bedada pada
gagang atas sampai menyentuh gagang bawah,
dan jari telunjuk bebas
► Masukkan spekulum dengan posisi tertutup ke
dalam kavum nasi
► Letakkan jari telunjuk di atas ala nasi sisi yang
diperiksa
► Buka spekulum perlahan-lahan, dan gunakan jari
telunjuk untuk membatasi gerakan agar tidak
terlalu lebar
Rinoskopi anterior
► Evaluasi kavum nasi secara umum
🡪 perhatikan adanya korpus alienum, sekret, krusta,
perdarahan, polip, tumor, dan kelainan anatomi seperti
deviasi septum nasi).
🡪 Jika terdapat sekret, tentukan konsistensinya: serous,
mukoid, sanguinus, purulen, atau mukopurulen.
► Perhatikan kondisi konka inferior
🡪 warna (merah muda, hiperemi, pucat, livide), morfologi
(kongesti, dekongesti, hipertrofi, atrofi)
► Periksa septum nasi
🡪 perhatikan adanya deviasi, keadaan pleksus Kiesselbach,
perforasi, tanda hematom atau abses.
► Periksa konka media dan meatus media dengan mengarahkan
spekulum ke atas, minta pasien mendongakkan kepala jika
diperlukan 🡪 Perhatikan adanya sekret, polip, dan krusta.
Fenomena Palatum Mole
► Tujuan : memeriksa gerakan palatum mole.
► Syarat pemeriksaan : konka inferior dekongesti dan pemeriksa mampu melihat
daerah nasofaring melalui pemeriksaan rinoskopi anterior.
► TEKNIK
1. Lakukan pemeriksaan rinoskopi anterior, fokuskan pandangan pada daerah
nasofaring.
2. Minta pasien mengucapkan “iiii….” secara berulang.
3. Perhatikan adanya gerakan palatum mole sebagai bayangan hitam yang
bergerak naik di daerah nasofaring.
4. Fenomena palatum mole positif🡪 terdapat gerakan palatum mole 🡪 normal
5. Fenomena palatum mole negatif🡪 tidak ada gerakan palatum mole 🡪 terdapat
massa di nasofaring yang menghambat gerakan palatum mole (hipertrofi
adenoid, tumor nasofaring).
Pemeriksaan sinus paranasal
1. Nyeri tekan wajah
► Untuk mengetahui adanya gangguan
pada sinus maksilaris dan frontalis.
► Tekan secara perlahan namun kuat
pada daerah pipi (untuk memeriksa
sinus maksila) atau pada dahi di atas
kantus media (sinus frontalis) pasien.
► Tanyakan apakah pasien merasakan
nyeri atau tidak.
Pemeriksaan sinus paranasal
2. Nyeri ketuk gigi
► Untuk mengetahui apakah sumber infeksi
suatu sinusutis maksilaris berasal dari gigi
(dentogen)
► Minta pasien membuka mulutnya hingga
terlihat gigi premolar-molar geraham atas.
► Ketuk perlahan memakai spatula lidah
logam.
► Tanyakan apakah pasien merasakan nyeri
atau ngilu saat diketuk.
BENDA
ASING
HIDUNG
BENDA ASING PADA HIDUNG
Jenis Benda Asing Hidung

Benda Hidung

Benda hidup Benda Mati

Organik Non-organik
Button
Lintah Larva (miasis) (kacang, (batu, mote,
baterai
daun, bunga) tutup pulpen)
Alat dan Bahan
Teknik Ekstraksi Benda Asing Hidung

Visualisasi Langsung dan Ekstraksi


• Posisikan pasien
• Evaluasi hidung dengan rinoskopi anterior🡪 lokasi dan ukuran benda asing
• Gunakan anestesi lokal (xylocaine spray) jika diperlukan
• Benda asing pipih 🡪 dengan pinset bayonet/ forsep aligator
• Benda asing bulat seperti manik-manik 🡪 memakai kait/ sendok serumen
- Kait dimasukkan melewati benda asing, kemudian dikait dan ditarik ke arah
luar
- Hindari mendorong benda asing lebih jauh ke dalam kavum nasi
- Hindari trauma pada septum nasi dan konka
Teknik Ekstraksi Benda Asing Hidung

EKTRAKSI BENDA ASING


❑ Setelah melakukan ekstraksi, RE-EVALUASI kavum nasi untuk mencari sisa
benda asing atau adanya komplikasi seperti ekskoriasi/ perdarahan.
❑ Sekret dan darah dapat dibersihkan dengan suction.

• Benda asing button baterai 🡪 menimbulkan nekrosis jaringan dalam hitungan jam
akibat reaksi kimia.
• Ekstraksi harus segera dilakukan, dan jika gagal harus segera dirujuk untuk
menghindari perforasi septum atau nekrosis jaringan luas
• Setelah ekstraksi, pasien diberikan cuci hidung dengan NaCl 0,9%
PENANGA
NAN
EPISTAKSI
S
Epistaksis
► Epistaksis dibagi menjadi epistaksi
anterior dan posterior.
► Epistaksis anterior🡪 pleksus Kiesselbach
atau konka bagian anterior.
► Epistaksis posterior🡪 arteri sfenopalatina
dan arteri etmoid posterior.
► Epistaksis posterior cenderung tidak dapat
berhenti sendiri dan membutuhkan
pemasangan tampon anterior maupun
tampon Belloq.
ALAT DAN BAHAN
TEKNIK PENANGANAN
EPISTAKSIS

Teknik:
1. Hemostasis manual dan tampon
epinefrin
2. Pemasangan tampon anterior
3. Pemasangan tampon Bellocq
Hemostasis Manual dan
Tampon Epinefrin
Indikasi
Epistaksis anterior yang tidak masif
Persiapan:
• Pakai APD (masker, hand gloves, google)
• Encerkan epinefrin menjadi 1:100.000 🡪 : 0,1 cc
epinefrin 1:1.000 diencerkan dengan 10 cc NaCl
0,9% atau aquabidest (dapat ditambahkan lidocaine
untuk meberikan efek)
• Siapkan kapas yang dipotong persegi anastesi
panjang +1x4 cm
Hemostasis Manual dan
Tampon Epinefrin
Indikasi
Epistaksis anterior yang tidak masif
Persiapan:
• Pakai APD (masker, hand gloves, google)
• Encerkan epinefrin menjadi 1:100.000 🡪 : 0,1 cc
epinefrin 1:1.000 diencerkan dengan 10 cc NaCl
0,9% atau aquabidest (dapat ditambahkan lidocaine
untuk meberikan efek)
• Siapkan kapas yang dipotong persegi anastesi
panjang +1x4 cm
Hemostasis Manual
X • Penekanan secara langsung dengan menekan
kedua lubang hidung selama 5-15 menit
• Jaga kepala agar tetap elevasi, namun JANGAN
hiperekstensi karena darah bisa masuk ke faring
dan dapat menyebabkan aspirasi
• Evaluasi perdarahan setelah 15 menit, jika

√ masih aktif hemostasis manual dapat diulang


atau memakai tampon kapas yang dicelupkan ke
larutan epinefrin 1:100.000
Bernafas lewat mulut, keluarkan darah dan
air liur ke dalam

Hemostasis Manual
Hemostasis Manual dan
Tampon Epinefrin

• Evaluasi kavum nasi 🡪 sumber perdarahan


• Tampon epinefrin dimasukkan ke dalam kavum
nasi dengan bantuan spekulum hidung dan
pinset bayonet
• Pinset bayonet dimasukkan dengan menelusuri
dasar kavum nasi di antara konka dan septum,
kemudian diarahkan untuk menutupi sumber
perdarahan
• Hemostasis manual kembali dilakukan selama
5-15 menit 🡪 epistaksis teratasi
Pemasangan
Tampon
ANTERIOR
Pemasangan Tampon Anterior

Indikasi
• Hemostasis manual atau tampon epinefrin gagal menghentikan
epistaksis
• Epistaksis anterior dengan perdarahan profuse

Persiapan:
• Pakai APD (masker, hand gloves, google)
• Tampon pita dilumuri dengan vaselin putih atau SALEP MATA
gentamisin
• Pasien dalam posisi pemeriksaan THT-KL (duduk tegak)
• Darah dan sekret berlebih dibersihkan dengan suction
• Kavum nasi disemprot xylocaine spray untuk efek anestesi lokal
Pemasangan Tampon Anterior
Ambil tampon yang sudah dilumuri
1 salep antibiotik / vaselin
menggunakan forceps bayonet + 10-15
cm dari ujung tampon

2 Pasang ke rongga hidung


dimulai dari dasar hidung
hingga ke bagian atas
Pemasangan Tampon Anterior
3 Lanjutkan pemasangan secara
berlapis-lapis hingga
mencapai bagian atap hidung

Pasang tampon secara rapat.


4 Kedua ujung dari tampon
haruslah menonjol keluar
rongga hidung
Pemasangan Tampon Anterior

Fiksasi tampon dengan kasa dan plester


5 untuk menahan tampon supaya tidak
keluar

• Seluruh tampon harus dibuka dalam


6 waktu 48 jam
• Berikan antibiotik profilaksis pada
pasien yang menggunakan tampon
Pemasangan
Tampon
Bellocq
Tampon
Posterior
Indikasi : Epistaksis posterior
Persiapan:
• Pakai APD (masker, hand gloves, google)
• Tampon pita dan tampon Bellocq dilumuri dengan
Bellocq nasal
pack vaselin putih atau SALEP MATA gentamisin
• Pasien dalam posisi pemeriksaan THT-KL (duduk
tegak)
• Darah dan sekret berlebih dibersihkan dengan
suction
Nasal • Kavum nasi dan orofaring disemprot xylocaine
balloon spray untuk efek anestesi lokal
Pemasangan Tampon Bellocq

A Tampon posterior diikat dengan benang silk


B Kateter karet dimasukkan dari lubang hidung sampai
tampak di orofaring, lalu ditarik keluar dari mulut.
C Pada ujung kateter ini dikaitkan 2 benang tampon
posterior
Pemasangan Tampon Bellocq

Kateter ditarik kembali melalui hidung sampai benang keluar dan


D dapat ditarik. Tampon Bellocq dimasukkan ke nasofaring dengan jari
telunjuk.

E Pasang tampon anterior.

Kedua benang yang keluar dari hidung diikat pada sebuah gulungan kain
F kasa di depan nares anterior agar terfiksasi. Benang lain difiksasi ke pipi
pasien untuk menarik tampon keluar melalui mulut setelah 2-3 hari
PEMERIKSAAN
TENGGOROK
Inspeksi bibir dan kavitas oral

1. Inspeksi bibir pasien


🡪 perhatikan warna (normal, hiperemi, sianosis), edema, lesi
(vesikel, krusta, ulkus), benjolan, dan tanda trauma.

2. Minta pasien membuka mulutnya dan inspeksi kavum oris pasien.


🡪 Perhatikan oral hygiene secara umum, kondisi gigi geligi, lidah,
mukosa bukkal, dan palatum.

3. Minta pasien untuk mengangkat/ menggerakkan lidahnya


🡪 mengevaluasi dasar kavum oris serta sisi kanan dan kiri lidah.
🡪 Perhatikan adanya ulkus, tumor, dan plak.
Pemeriksaan orofaring dan tonsil dengan spatula
lidah

► Minta pasien membuka mulutnya dengan lidah tetap di dalam kavum


oris.
► Letakkan spatula lidah pada 2/3 anterior lidah dan tekan secara
perlahan, kemudian minta pasien bersuara “aaa”.
► Inspeksi orofaring 🡪 perhatikan kondisi pilar anterior tonsil kanan dan
kiri, tonsil kanan dan kiri, uvula, dan dinding belakang faring.
► Pilar tonsil🡪 perhatikan simetrisitasnya, adanya bombans, abses,
membran/ pseudomembran.
► Tonsil🡪 perhatikan warna, bentuk kriptenya, besarnya, adanya
detritus/ membran/ pseudomembran, dan korpus alienum. Pembesaran
tonsil dinyatakan dalam T0 hingga T4.
► Uvula🡪 posisi (di tengah/ bergeser), edema, warna, bifida.
► Dinding belakang faring🡪 warna (merah muda, hiperemi), granula
hipertrofi, post nasal drip,
BENDA
ASING
TENGGOR
OK
Ekstraksi Benda Asing Tenggorok

❖ Jenis benda asing tersering adalah tulang ikan,


serpihan tulang ayam, sapi atau babi
❖ Lokasi : tonsil, faring, hipofaring
❖ Persiapan :
- Posisi pasien dan pemeriksa
- Alat dan bahan (lampu kepala, kaca laring,
spatula lidah, klem, pinset, xylocaine spray)
❖ Komplikasi yang bisa terjadi : infeksi leher
dalam, retrofaringeal hematom, mediastinitis.
Alat dan Bahan

1. Lampu kepala
2. Xylocaine spray
3. Spatula lidah
4. Kaca laring
5. Pinset bayonet
6. Klem
Prosedur Ekstraksi Benda Asing
di Tenggorok

1 Posisikan pasien

2 Bila diperlukan, semprotkan xylocaine spray pada pilar tonsil


dan dinding belakang faring, didiamkan selama 1-2 menit

Inspeksi rongga mulut kemudian identifikasi lokasi

3 dan jenis benda asing. Gunakan kaca laring untuk


mengevaluasi hipofaring

4 Lakukan ekstraksi benda asing dengan klem atau pinset

5 Evaluasi kembali, pastikan benda asing terangkat


seluruhnya
Heimlich
Maneuver
Heimlich Maneuver

►Manuver Heimlich dilakukan pada pasien


yang dicurigai atau disaksikan mengalami
obstruksi saluran nafas atas yang
disebabkan oleh benda asing.
► Biasanya sering dijumpai pada pasien
yang tersedak saat makan, atau anak-
anak yang bermain dengan benda-benda
kecil.
►Tanda-tanda obstruksi jalan nafas adalah
tersedak, afonia, tangan menggenggam
tenggorokan, serta tidak sadar.
Heimlich Maneuver
Pada pasien sadar (posisi berdiri)
► Penolong berdiri di belakang pasien
► Lingkari pinggang pasien dengan tangan penolong
► Bentuk kepalan tangan dengan satu tangan
(posisikan pada abdomen pasien, tepat di bawah
prosesus xipoideus
► Genggam kepalan tangan menggunakan tangan
lainnya, tekan/dorong ke bagian abdomen pasien
secara cepat mengarah ke atas
► Penekanan ini dapat dilakukan berulang kali
► Teknik ini juga dapat dilakukan dengan posisi
pasien duduk  penolong berlutut di belakang kursi
pasien
Heimlich Maneuver
Heimlich Maneuver
Pada posisi supinasi
► Biasanya dilakukan pada pasien yang tidak sadar
atau penolong lebih kecil dibandingkan tubuh
pasien.
► Posisi pasien menghadap ke atas
► Penolong mengangkang pada bagian pinggul
penderita
► Posisikan satu tangan pada bagian abdomen
pasien, diantara pusar dan dibawah tulang rusuk.
► Gerakkan tangan dengan dorongan ke atas
► Dorongan dapat dilakukan beberapa kali
Prinsip maneuver sama, hanya saja
kekuatan nya lebih kecil
Heimlich
Maneuver pada Pada anak-anak yang sangat kecil,
Anak-anak dan tekanan pada abdomen menggunakan
jari tengah dan jari telunjuk kedua
Bayi tangan.

Tekanan dapat dilakukan berulang kali


Heimlich Maneuver
in Children
Back Slaps
►Posisikan bayi pada lengan penolong atau paha
penolong dengan perut bayi bertumpu pada lengan
penolong atau paha penolong
►Posisikan agar kepala bayi menghadap ke bawah
►Lakukan dorongan pada punggung bayi dengan
tekanan yang tegas sebanyak 5 kali
►Pastikan dorongan tangan penolong cukup keras untuk
mengeluarkan benda asing, namun tidak terlalu
keras sehingga mengurangi resiko cedera pada bayi
►Keluarkan benda asing di mulut bayu dengan
menggunakan usapan tangan (Hanya dilakukan jika
benda asing terlihat jelas)
Pemeriksaan
Kepala-leher
Deteksi Karsinoma Nasofaring dengan Skor Digby

► Karsinoma nasofaring (KNF)


merupakan keganasan kepala leher
yang paling sering ditemui dan
penderitanya cukup banyak
ditemukan di Indonesia.
► Diagnosis pasti KNF ditegakkan
dengan biopsi massa nasofaring,
namun terdapat metode untuk
skrining apakah pasien suspek KNF
atau tidak memakai skor Digby.
Deteksi Karsinoma Nasofaring dengan Skor Digby
► Gejala khas pada hidung:
❑ Epistaksis berulang yang biasanya tidak terlalu banyak namun sering dan dapat
berhenti sendiri.
❑ Rasa penuh/ buntu pada hidung yang menetap, bisa pada satu atau kedua sisi.
❑ Gejala lain yang tidak khas adalah pilek lama, bersin-bersin, dan gangguan
penciuman.
► Gejala khas pada telinga:
❑ Berdengung, rasa penuh, dan gangguan pendengaran yang menetap pada satu
sisi. Pada tahap lanjut dapat mengenai kedua telinga.
❑ Otitis media efusi yang berulang dan tidak membaik dengan pengobatan standar,
otitis media akut pada orang dewasa tanpa pencetus yang jelas, dan otitis media
supuratif kronik.
► Limfadenopati leher:
❑ Umumnya terjadi pada level II, III, IV.
❑ Pembesaran bersifat keras, imobile, dan soliter. Jika multipel, ukurannya sama
dan relatif lebih besar daripada kelereng.
Deteksi Karsinoma Nasofaring dengan Skor Digby

► Gangguan neurologik saraf otak:


- Tumor dapat menjalar ke foramen laserum dan mengganggu fungsi
nervus kranialis II, III, IV, VI, dan bahkan V.
- Hal ini akan menimbulkan keluhan diplopia (benda tampak
berbayang dua, bukan kabur akibat kelainan refraksi), parastesi
wajah, dan neuralgia trigeminal.
- Penyebaran tumor pada tahap lanjut dapat mengenai nervus
kranialis IX, X, XI, dan XII yang akan menimbulkan disfagia,
penurunan sensasi faring, asimetrisitas uvula, dan kekakuan otot-
otot leher.
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai