Anda di halaman 1dari 9

Wawasan

Kemaritiman
Kelompok

1B
Perspektif 1
Sosial
1
Budaya
Kemiskinan Masyarakat Pesisir
.
2. Nelayan Tradisional Terpinggirkan
Kemiskinan Masyarakat
Pesisir
Masyarakat pesisir didefinisikan sebagai
kelompok orang yang mendiami suatu wilayah pesisir,
dan sumber kehidupan perekonomiannya tergantung
pada pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir.
Sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar
di dunia dengan garis pantai sepanjang 81.000 km,
sebagian besar wilayah Indonesia merupakan daerah
pesisir. Terdapat banyak kehidupan masyarakat disana,
ironisnya sebagian besar kehidupan warga di sana
berada dalam garis kemiskinan.
Sebanyak 108,78 juta orang atau 49 persen dari total penduduk Indonesia
dalam kondisi miskin, dan rentan menjadi miskin. Badan Pusat Statistik (BPS) pada
2008 menyebutkan bahwa penduduk miskin Indonesia mencapai 34,96 juta jiwa
dan 63,47 persen di antaranya adalah masyarakat yang hidup di kawasan pesisir
dan pedesaan.

Tingginya tingkat kemiskinan disebabkan karena kerusakan sumber daya


pesisir, rendahnya kemandirian organisasi sosial desa, dan rendahnya infrastruktur
desa serta kesehatan lingkungan pemukiman. Etos kerja dari para nelayan,
lemahnya tingkat pendidikan, kurangnya aksesibilitas terhadap informasi dan
teknologi yang masuk, serta kurangnya biaya untuk modal semakin membuat
masyarakat pesisir menjadi melemah. Di saat bersamaan kebijakan dari pemerintah
tidak memihak kepada masyarakat pesisir, akibatnya kemiskinan semakin
bertambah.
Sudah menjadi suatu keharusan bahwa pemberdayaan
masyarakat pesisir menjadi salah satu agenda penting di wilayah
pesisir, mengingat masyarakat yang tinggal di daerah tersebut adalah
para nelayan. Pemberdayaan ini lebih difokuskan kepada
pencerdasan para nelayan itu sendiri agar mereka paham dan
mengerti bagaimana memanfaatkan sumber daya laut secara
berkelanjutan, serta bagaimana cara mengentaskan kemiskinan
mereka agar mata pencaharian nelayan dapat dipandang sebagai
mata pencaharian unggulan sehingga mereka, para nelayan tersebut
tidak terjebak lagi dalam lingkaran setan kemiskinan.
Nelayan
Tradisional
Terpinggirkan
Sepanjang tahun 2011 kasus penangkapan nelayan Indonesia oleh negara Malaysia
meningkat. Mereka ditangkap atas tuduhan memasuki perairan negeri jiran. Sikap pemerintah
atas penangkapan nelayan ini tidak mampu untuk melindungi warganya. Para nelayan yang
ditangkap ini mendapat perlakuan kasar dari aparat Malaysia.
Sudah ratusan nelayan mengalami pemukulan dan perlakuan buruk dari aparat negara lain,
akibatnya seorang nelayan kita tewas. Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara),
Riza Damanik mengungkapkan kematian nelayan ini menunjukkan minimnya perhatian. Kiara
meminta Presiden SBY untuk mendesak negara-negara anggota ASEAN memberikan perhatian
khusus untuk menghentikan kriminalisasi nelayan tradisional di perbatasan yang ditangkap
karena diduga mencuri ikan dan melanggar garis perbatasan.
Nelayan tradisional yang telah menangkap ikan di perairan secara turun-temurun harus mendapatkan
semacam dispensasi atau ganti rugi karena mereka memang memiliki batas wilayah perairan sendiri. Batas
wilayah perairan secara adat tradisional itu, seharusnya dapat diakui dan dihargai oleh masing-masing negara
yang wilayahnya beririsan dengan perairan tersebut.

Riza menjelaskan, seharusnya pemerintah negara Asia Tenggara yang menangkap nelayan tradisional di
kawasan tersebut juga seharusnya melihat aspek historis bagi para nelayan tersebut. Bisa saja nelayan
tradisional ditangkap karena terombang-ambing di perairan akibat cuaca ekstrim. Namun, ia mengemukakan
bahwa berbagai pihak yang melakukan pencurian ikan di wilayah Indonesia merupakan para pelaku yang
menggunakan kapal-kapal penangkap ikan komersial berukuran besar sehingga pantas apabila dilakukan
tindakan hukum.

Kementerian Luar Negeri juga dinilai kurang memberikan perlindungan terhadap warga negara di luar
negeri. Lemahnya koordinasi antara Kedutaan Indonesia di Malaysia dan Pemerintah Malaysia dituding
memperlambat proses pemulangan warga Indonesia yang ditangkap. Badan Koordinasi Keamanan Laut
(Bakorkamla) juga dinilai lalai dan gagal melindungi batas-batas perairan laut Indonesia. Padahal menurut
nelayan, justru kapal Malaysia banyak yang masuk ke wilayah perairan Indonesia.
Kasus penangkapan nelayan menjadi batu sandungan menteri luar
negeri kedua negara duduk berunding di Kinabalu, Malaysia. Walau masih
permulaan, pertemuan Kinabalu itu sungguh memberi harapan. Dua negara
menerbitkan sejumlah kesepakatan guna mencari jalan damai mengakhiri
kisruh yang kerap terjadi.

Selain membicarakan masalah perbatasan – termasuk “Insiden 13


Agustus 2010" - menteri luar negeri kedua negara juga membicarakan
upaya peningkatan kapasitas perlindungan warga negara. Delegasi
Indonesia, yang dipimpin Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa,
mengajukan usulan consular Notification and Assistance Arrangements
mengenai langkah-langkah yang perlu diambil oleh kedua pihak dalam
menangani keadaan dimana warga negaranya menghadapi permasalahan
hukum.
SEKIA TERIMA KASIH
N

Anda mungkin juga menyukai