Anda di halaman 1dari 121

SKRIPSI

PEKERJA SEKS KOMERSIL (PSK) DI BALIK KAPSTER


SALON PLUS
(Studi Kasus di 4 Salon Plus yang Berada di Kabupaten
Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY))

Disusun oleh:
DIAH SUSANTI
No. Mhs : 01/149672/SP/19488
Program Studi : Ilmu Sosiatri

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2006
PEKERJA SEKS KOMERSIL (PSK) DI BALIK KAPSTER
SALON PLUS
(Studi Kasus di 4 Salon Plus yang Berada di Kabupaten
Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY))
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
Untuk meraih gelar Kesarjanaan Strata-1
pada Jurusan Ilmu Sosiatri
Fakultas ISIPOL
Universitas Gadjah Mada

Disusun oleh:
DIAH SUSANTI
No. Mhs : 01/149672/SP/19488
Program Studi : Ilmu Sosiatri

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2006
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan dan disahkan di depan tim Penguji Jurusan
Ilmu Sosiatri, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta

Hari : Rabu
Tanggal : 28 Desember 2005
Tempat : Ruang Sidang Jurusan Ilmu Sosiatri
FISIPOL UGM
Waktu : 08.00 WIB

Tim Penguji

1. Drs. Adam Titra ________________


Ketua Tim Penguji/Pembimbing NIP.131796126

2. Drs. Soetomo, M.Si ________________


Penguji I NIP.130367373

3. Danang Arif Darmawan. S.Sos M.Si ________________


Penguji II NIP. 132207713
KA T a PE NGa NT a R

Alhamdulillahirobbil ‘alamin…Segala puji dan rasa syukur teramat dalam

saya panjatkan pada sang Khalik, Allah SWT, yang membuat segala kesulitan yang

berat menjadi begitu ringan. Suka dan duka membuat skripsi yang berjudul Pekerja

Seks Komersil (PSK) di Balik Kapster Salon Plus, Studi Kasus di 4 Salon Plus

yang Berada di Kabupaten Sleman, Yogyakarta benar-benar memberi pengalaman

tersendiri yang sangat berharga untuk saya.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan studi saya di Jurusan Ilmu

Sosiatri, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL), Universitas Gadjah Mada

(UGM).

Skripsi ini ada berkat bantuan orang-orang hebat yang ada di sekitar saya

yang selalu mendukung langkah-langkah perjuangan saya.. Untuk itu kepada mereka

semua saya persembahkan karya kecil ini. Saya mengucapkan terima kasih banyak

dan hormat yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dosen Pembimbing Skripsi saya, Bpk. Drs. Adam Titra, terima kasih

atas segala kemudahan, saran, waktu, dan semangat untuk menyelesaikan

skripsi ini, cepat sembuh ya Pak…SMANGAT!!! (O..iya maturnuwun Pak

tips biar ndak grogi-nya he..he..);


2. Bapak Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Penguji skripsi I, Drs.

Soetomo M.Si;

3. Dosen Penguji skripsi II, Mas Danang Arif Darmawan, S. Sos, M.si;

4. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Jurusan Ilmu Sosiatri, FISIPOL, UGM,

dan tak lupa Pak Yadi dan Mas Daud (maturnuwun sanget njeh…);

5. Ibundaku tercinta, Hj. Sri Astuti, (You are my everything, I Love You

Mom…);

6. Ayahnda tercinta, H. Sutadi Asrul Sani, ( I’m so proud of having father like

you…, thanks for everything Pap…);

7. My Bro, Achmad Latif, (You’ll always in my heart, in my mind, and in my

pray);

8. My Sister, Mbak Pipit, ( Thanks FOR EVERYTHING…I Love U always…);

9. Kakak-kakak iparku yang super baek hati, Mbak Nuril & Mas Rohmadi,

(trimakasih kalian telah hadir dalam keluargaku…dukungan kalian sangat

berarti..);

10. Keluarga Besar Muhtadi, Keluarga Besar Hudaiwi Anwar, dan ponakan-

ponakanku yang lucu, Mutiara Indah Ramadhani, Faradisha Hilya Mumtaza,

Ikhwandaru Mandegani;

11. My Best Friend, Special thanks for Dwi Respati, SH, (kamu malaikat kali

ya…baiiik banget …makasi telah rela di potong rambutnya sama Mami salon

plus & makasih untuk indahnya persahabatan kita…);


12. Sobat-sobatku yang laen yang ga kalah pentingnya, Rahma Pratidina, S.ip,

(“maturnuwun sanget untuk handtape, kamera, alis yang udah dikorbanin,

flashdisk, premium N’ persahabatan kita…), Titis (tengs menyemangati

daku), Lia (tengs untuk tulusnya doa), Nining Setyowati SH (tengs dah

membangkitkan rasa kangenku untuk wisuda lagi), Ulin Nuha SH, Anis Dwi

Winarni SE (tengs udah menjadi sahabat di kala susah dan senang n’ tengs

ide ngangkat tentang salon plus), Jimmy Adriansyah (tengs sobat!! Udah

jadi tempat curhatku), Trisetiawati SH, Akhiria SH, n’ dionly my-exman-

aan ;

13. Sobat-sobatku, Frans- Atmajaya (10 jempol untuk kamu), Fandi ‘Nobita’

Atmajaya, Mbak Nita;

14. My Papparazy Crews, Mas Haryadi Kedaulatan Rakyat ( Maturnuwun

sanget untuk ketulusan pertolongan dan persahabatan tanpa pamrih…), Mas

Latif Minggu Pagi (tengs banget untuk semua info-info-ne), Mas Abiprasty

Minggu Pagi, Mas Anto Minggu Pagi, ( terima kasih untuk segala pertolongan

yang sudah diberikan. Salut untuk kalian semua);

15. Teman-teman Alumni UII Fakultas Hukum angkatan 2000;

16. Teman-teman Sosiatri 2001 dan angkatan 2002;

17. Teman-teman KKN UGM Unit Demak, Iman (tengs bianget utk printernya,

nemenin ke salon2 plus, n’ persobatan kita), Afi ‘bajak laut’, Osha manis

(makasih kamera digitalnya n’ printernya), Uus (tengs dukungan & doanya),

Mohtar‘galon’ganteng (makasih udah nganterin kameranya Osha), Ipoet


‘cihuy’(ayooh…ndang lulus sobat!!), Ahmad ‘wagu&lucu’(kamu meng-

elingkanku sama pelajaran SH-ku,he2), Heru melankolis (tengs!);

18. Ibu Kosku tercinta yang paling baik sedunia (makasi untuk info salon plus &

lowongan kerjanya), Bapak kos, Fahmi (tengs printer-nya), mas Elbar, anak-

anak kos Condong Catur, Mbak Ifa baik hati, Rika, Rere, Lili (tengs sudah

mau dikramasin sama kapster salon plus), mbak Wiwik, dan Slamet (makasi

udah nemenin jepret2 salon plus, huahahak…hak…kita ampir ketangkep

sama mami salon plus..gara2 kameranya Rahma yang belum digital…

he..he..);

19. My-CPA, Mas Rahmat Saleh, ST ( Martapura…I’m coming!! he2)

20. Keluarga besar Alm. Supardi Rohadi, mbak Nur, mbak Nanik, mbak Uut, mas

Sodiq dan Syamsul..(Alhamdulillah aku merasakan ketenangan berada di

dekat kalian…maturnuwun njeh…);

Saya menyadari sesungguhnya masih banyak kekurangan dari skripsi ini, hal

ini semata karena keterbatasan penulis. Saya berharap semoga dapat menarik banyak

manfaat bagi pembaca dan para peneliti-peneliti selanjutnya yang ingin mengangkat

tema sama, semoga skripsi ini dapat dijadikan entry point untuk meneliti hal yang

lebih besar lagi.

Yogyakarta, Desember 2005

DIAH SUSANTI
Hal a man Per S em Bah an

arya kecil ini kupersembahkan sebagai tanda sejuta


sayangku kepada Ibunda Tercinta Hj. Sri Astuti (terimakasih
Bu.. telah menyelipkan namaku di setiap doa, dan di sela
tangis dalam sujud solat malammu), Ayahnda tercinta,
H.Sutadi Asrul Sani, Mas-ku, Achmad Latif, Mbak Fitri ‘Pipit’
Mulyani, Mbak Nuril , Mas Rohmadi, & ponakan-ponakanku
yang lucu, TiaRa, DiSa, NdaRu. Trimakasih telah menuangkan
kasih sayang yang tak berbatas dalam diriku… I LOVE U
ALL…
M ott O

“Jika kamu bukan bagian dari penyelesaian


masalah maka kamu adalah masalah ”

Sungguh…bersama kesukaran pasti ada kemudahan. Dan


bersama kesukaran pasti ada kemudahan. Karena itu, bila
selesai suatu tugas, mulailah tugas yang lain dengan
sungguh-sungguh. Hanya kepada Tuhanmulah hendaknya
kau berharap. (Asy Syarh ayat 5-8)

Demi masa…sesungguhnya manusia pasti akan rugi,


kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh, serta
saling berwasiat untuk berpegang teguh pada kebenaran
dan wasiat untuk berlaku sabar
(Al ‘Ashr ayat 1-3)

Diah Susanti.
DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Halaman Pengesahan ii

Kata Pengantar iii

Halaman Persembahan vii

Motto viii

Daftar isi vi

Daftar tabel xiv

Daftar Foto xiv

Intisari xv

BAB 1. PENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan Judul 1

B. Latar Belakang Masalah 2

C. Rumusan Masalah 9

D. Tujuan Penelitian 9

E. Tinjauan Pustaka 10

E.1. Memaknai Prostitusi 10

E.2. Apa artinya Gaya Hidup? 11

E.3. Dimana prostitusi dapat terjadi ? 12

E.4. Kebutuhan Seks dan Prostitusi 12

F. Kerangka Teori 14
G. Metode Penelitian 16

G.1. Jenis Penelitian 16

G.2. Lokasi Penelitian 17

G.3. Unit Analisis 17

G.4 Teknik Pengumpulan Data 18

 Observasi 18

 Wawancara 19

 Studi Pustaka 20

G.5. Teknik Analisa Data 20

G.6. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data 21

BAB II. DESKRIPSI WILAYAH DAN KARAKTERISTIK OBJEK SERTA

SUBJEK PENELITIAN

A. Letak Wilayah Kabupaten Sleman 22

B. Salon Plus yang berada di Kabupaten Sleman 23

 Salon M di Jalan Kaliurang 23

 Salon IT di Jalan Kaliurang 27

 Salon C di Jalan Adi Sucipto 29

 Salon I di Jalan Solo 33

C. Profil Kapster Salon Plus 36

D. Profil Pemilik Salon Plus 38

E. Profil Konsumen Salon Plus 39


BAB III. TUMBUH SUBURNYA SALON PLUS DI TENGAH KOTA

PELAJAR

A. Maraknya salon plus di kota Yogyakarta 42

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh suburnya salon plus di

Kabupaten Sleman, Yogyakarta 44

Faktor pendukung menjamurnya salon plus di Yogyakarta 44

 Faktor penghambat tumbuhnya salon plus di Yogyakarta 56

BAB IV. LATAR BELAKANG SEORANG WANITA BEKERJA SEBAGAI

KAPSTER DI SALON PLUS

 Bagaimana seorang wanita tertarik menjadi

kapster salon plus ? 59

BAB V. GAYA HIDUP PEKERJA SEKS KOMERSIL (PSK) DI BALIK

KAPSTER SALON PLUS

A. Suatu pagi di sebuah salon plus 69

B. Strategi kapster salon plus menggaet laki-laki hidung belang 70

C. Dari mulut manis sampai bermuara ke seks 71

D. Penantian kapster salon plus 75

E. Style makan kapster salon plus 75

F. Style berpakaian dan berdandan ala kapster salon plus 76

G. Style berbelanja kapster salon plus 78

H. Masalah kesehatan kapster salon plus 79

I. Tips kapster salon plus mengantisipasi garukan 80


J. Hingga ujung waktu 82

K. Suka duka menjadi kapster salon plus 83

L. Nasib para kapster pasca penutupan salon plus 85

M. Menyingkap tabir di balik fenomena salon plus 86

BAB VI PENUTUP

Kesimpulan 90

Saran 93

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

SEKILAS TENTANG PENULIS


DAFTAR TABEL

Tabel Perguruan Tinggi di Kab. Sleman yang berbentuk Universitas..............44

Tabel Perguruan Tinggi di Kab. Sleman yang berbentuk Sekolah Tinggi dan

Institut...............................................................................................................45

Tabel Perguruan Tinggi di Kab. Sleman yang berbentuk Akademi dan

Politeknik..........................................................................................................45
DAFTAR FOTO

Foto 1. Salon C di Jalan Adi Sucipto...............................................................30

Foto 2. Penulis sedang di creambath di salon C..............................................32

Foto 3. Salon S, merupakan usaha satu menejemen dengan salon C...............33

Foto 4. Salon I dan fasilitas yang dimiliki.......................................................35

Foto 5. Jemuran handuk di depan salon IT .....................................................36

Foto 6. Widuri sedang melayani konsumen.....................................................38

Foto 7. Seorang kapster salon plus sedang menanti konsumen datang..........75

Foto 8. Kapster salon I yang berpakaian terbuka di bagian punggung............77

Foto 9. Kapster salon C yang berpakaian ketat nan seksi................................77

Foto 10. Stiker Izin gangguan di salon I dan foto kapster dibalik sebuah

etalase................................................................................................81

Foto 11. Kapster salon plus yang terjaring operasi PEKAT.............................82


INTI SARI

Pada akhir 2004 lalu, mulai ramai diberitakan di berbagai media yakni
menjamurnya salon plus di kota Yogyakarta. Sejumlah penggrebegan yang
dilakukan oleh aparat keamanan di salon-salon kecantikan di Yogyakarta
membuktikan, telah terjadi penyalahgunaan fungsi salon kecantikan menjadi
tempat prostitusi terselubung. Dari hasil observasi penulis di jalan-jalan yang
terdapat di Kabupaten Sleman Yogyakarta, masih banyak salon kecantikan yang
menggelar praktek prostitusi. Salon yang menyediakan pelayanan seks
terselubung di balik salon kecantikan di sebut dengan salon plus. Maraknya salon
plus di tengah kota pelajar ini sangat menarik untuk diteliti, mengingat
Yogyakarta bergelar Kota Pelajar dan Kota Budaya dimana moralitas sangat di
junjung tinggi. Penulis terdorong untuk mengetahui lebih lanjut tentang kasus
salon plus, mengapa salon plus tumbuh subur di Yogyakarta, apa sebenarnya latar
belakang seorang wanita bekerja sebagai Pekerja Seks Komersil (PSK) di balik
kapster (pekerja salon) salon plus, dan untuk mengetahui lebih lanjut apa makna
plus dari salon plus.
Di dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif
dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Kasus memiliki batas, lingkup
kajian dan pola pikir tersendiri sehingga dapat mengungkap realitas sosial atau
fisik yang unik, spesifik dan menantang. Dalam menjalankan penelitian dengan
menggunakan studi kasus, peneliti dapat belajar tentang pengetahuan proposional
dan eksperimental (pengalaman).
Lokasi penelitian dilakukan di empat salon plus yang ada di Kabupaten
Sleman, yaitu salon M di Jalan Kaliurang, salon IT di Jalan Kaliurang, salon C di
Jalan Adi Sucipto, dan Salon I di Jalan Solo. Penulis mengambil lokasi penelitian
di Kabupaten Sleman, karena dari observasi penulis salon plus paling banyak di
jumpai di Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Penulis mencari data ke kapster salon plus, pemilik salon plus, konsumen
salon plus, dan masyarakat sekitar salon plus. Observasi yang dilakukan adalah
observasi semi partisipan. Teknik analisa data dilakukan melalui proses analisa
data meliputi reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan Dengan
ketekunan pengamatan, diskusi dengan rekan, dan dari data wawancara dengan
unit analisis dapat dilakukan pemeriksaan keabsahan datanya.
Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa salon plus tumbuh subur di
tengah kota pelajar dikarenakan ada dua alasan besar, yaitu, Alasan Khusus;
(1)Yogyakarta merupakan kota pelajar, sebagian para akademika yang berdarah
muda, mempunyai libido labil yang menilai seks adalah sebuah tantangan untuk di
coba. Untuk itu mereka melarikan hasrat seksnya ke tempat-tempat prostitusi
terselubung seperti salon plus. (2)Yogyakarta sebagai kota Pariwisata, dalam
pengembangannya melahirkan tempat hiburan, hotel, tempat penginapan.
Kebutuhan seks ternyata tidak jauh dari dunia pariwisata, para wisatawan yang
menginginkan kesenangan seks, butuh tempat penyaluran. Hal tersebut
menimbulkan prostitusi secara terselubung, seperti di balik sebuah salon
kecantikan.
Secara umum alasan wanita bekerja sebagai PSK di balik kapster salon
plus adalah alasan ekonomi, dan dari hasil observasi di dukung dengan adanya
pergaulan seseorang dengan seorang penyimpang yang pada akhirnya memainkan
peran yang sama dengan penyimpang. Mengenai gaya hidup kapster salon plus
dapat dilihat dari aktivitasnya sehari-hari, mulai dari aktivitas yang mereka
lakukan ketika salon buka sampai salon tutup. Sedangkan makna plus dari salon
plus adalah pelayanan seks terselubung yang dapat berupa berhubungan seks
(bersetubuh), petting, oral seks, dan masturbasi. Tumbuh suburnya salon plus di
Yogyakarta diindikasikan sebagai dampak fenomena metroseksual. Fenomena
tersebut lazimnya mewarnai kehidupan kota-kota besar, Yogyakarta belum
tergolong sebagai kota besar, namun kenyataan sudah terimbas fenomena tersebut
hal ini tidak lepas dari pengaruh arus globalisasi.
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan Judul

Penelitian dengan judul Pekerja Seks Komersil (PSK) Di Balik Kapster

Salon Plus, (Studi Kasus di 4 Salon Plus yang berada di Kabupaten Sleman,

Yogyakarta) didasarkan atas beberapa alasan yang menjadi pertimbangan, yaitu

alasan teoritis dan alasan praktis. Secara teoritis, umumnya sebuah judul

penelitian mempunyai keterkaitan dengan bidang ilmu digeluti, adanya aspek

orisinilitas dan aktualitas. Sedangkan alasan praktis berkaitan dengan kesulitan

yang menghambat maupun kemudahan yang memperlancar penelitian. Adapun

alasan-alasan yang mendasari pemilihan judul penelitian ini antara lain:

Pertama, judul tersebut masih mempunyai keterkaitan dengan bidang ilmu

yang dipelajari, yaitu ilmu sosiatri. Ilmu sosiatri mengkaji tentang patologi sosial

dan usaha-usaha dalam pembangunan masyarakat. Dalam hal ini, penelitian akan

difokuskan pada suatu bentuk patologi sosial yaitu prostitusi (pelacuran), dimana

prostitusi tersebut terjadi di salon-salon plus yang berada di Kabupaten Sleman

Yogyakarta. Salon plus adalah salon yang menyediakan pelayanan seks yang
dilakukan oleh para kapster salon tersebut. Jadi telah terjadi penyalahgunaan salon

kecantikan pada umumnya menjadi salon tempat prostitusi terselubung.

Kedua, orisinilitas. Suatu penelitian dikatakan orisinil bila masalah

penelitian belum pernah dipecahkan oleh peneliti terdahulu, dan atau jika pernah

diteliti, maka secara tegas dinyatakan perbedaannya. Penelitian mengenai salon

plus pernah dilakukan oleh Munawar M. Saad, yang berjudul Potret Perempuan

Terpinggirkan. Penelitian yang dilakukannya lebih membahas dampak negatif dari

hubungan pranikah. Sedangkan penelitian ini lebih ke arah bagaimana PSK di

balik kapster salon plus.

Ketiga, aktualitas. Masalah prostitusi adalah masalah yang selalu aktual

dikaji karena mengalami perkembangan tersendiri hingga saat ini. Di lihat dari

perkembangnya prostitusi tidak hanya terjadi di hotel-hotel, losmen-losmen,

penginapan-penginapan, tetapi juga terjadi di salon-salon. Salon yang biasanya

digunakan sebagai tempat melayani konsumen dalam hal kecantikan dan

perawatan tubuh, sekarang fungsinya bertambah menjadi tempat pelayanan seks

terselubung.

Keempat, praktis. Sesuai dengan analisa KUWAT, dengan melihat adanya

kesempatan, biaya, waktu serta alat-alat dan tenaga yang dibutuhkan untuk

penyelesaian penelitian ini., diperkirakan dapat terjangkau oleh saya.

B. Latar Belakang Masalah


Meskipun dikatakan sebagai ‘profesi tertua di dunia’, pelacuran dianggap

bukan sebagai lapangan kerja yang sah, atau kegiatan yang dapat diterima oleh

masyarakat kecuali oleh para pelanggan pelacuran itu sendiri.1

Harus kita akui bahwa seks dan cinta adalah komoditi industri yang sangat

luar biasa dan menjanjikan, seperti musik, film, tabloid, merchandise, souvenir,

internet, acara-acara televisi, dan lain-lain.2 Disamping itu semua, ada juga bisnis

yang menawarkan pelayanan seks yang ber-cover salon kecantikan, salon ini

disebut dengan salon plus. Istilah salon plus saya ketahui dari koran-koran yang

sering menampilkan berita seputar hiburan dan seks. Disitu tidak disebutkan

secara gamblang pengertian salon plus tetapi kita dapat memahami bahwa salon

plus adalah salon yang menyediakan pelayanan seks. Bisnis salon plus di

Yogyakarta sudah demikian menjamur, dari hasil observasi penulis, di Kabupaten

Sleman terdapat tiga puluh salon plus.

Salon bukan lagi milik wanita. Kini kaum pria pun tak sungkan untuk

mampir ke tempat itu, apakah hanya sekedar potong rambut, creambath3,

menghitamkan rambut atau facial4. Tuntutan untuk tampil prima dan dandy,

sepertinya sudah merupakan satu hal yang harus mendapat perhatian. Apalagi

mereka yang punya posisi penting - Direktur atau Menejer - perkara penampilan

nampaknya sangat penting. Sehingga pergi ke salon, bukan lagi hal yang tabu.5
1
Terence H. Hull, Endang Sulistyaningsih, Gavin W. Jones, Pelacuran di Indonesia, Ctk.
Pertama, Sinar Harapan, Jakarta, 1997, hlm.v
2
Iip Wijayanto, Perkosaan Atas Nama Cinta, Ctk. Pertama, Tinta, Yogyakarta, 2003,
hlm. 21
3
Creambath adalah perawatan rambut dengan cara memberi cream (krim) perawatan
rambut sambil melakukan pemijatan pada kepala, pundak, dan tangan.
4
Facial adalah perawatan pada wajah dengan cara membersihkan wajah yang kotor
dengan cara mengangkat komedo-komedo (jerawat kecil), jerawat, dan memberi masker
perawatan wajah.
5
www.popular-maj.com/content/preview/liputankhusus/022000
DR. Sukiat mengatakan, kegiatan bersoleknya para pria itu untuk tujuan

kesehatan, kenapa musti dicurigai. Memang, kenapa musti dicurigai kalau seorang

pria pergi ke salon, selama itu bertujuan untuk menyakinkan penampilannya di

depan umum. Seperti halnya Bung Karno, Presiden I Indonesia, konon pernah

mempertebal alisnya supaya terlihat lebih gagah, kharismatik dan berwibawa.

Tapi masalahnya, bukan karena alasan seperti itu, banyak pria - kini - sering

berkunjung ke salon. Karena sekarang - entah karena ingin tetap eksis,

menyingkirkan saingan yang kian banyak dan memang hanya semata mengejar

keuntungan materi belaka atau makin banyaknya pria-pria "nakal" - banyak salon

yang membuka praktek ganda, bahkan menjurus prostitusi terselubung. Mereka

bukan saja menyediakan tempatnya untuk dipakai sebagai tempat rendevouz, tapi

juga menyediakan para pekerjanya (yang terdiri dari wanita-wanita cantik) dan

bahkan tamu-tamunya baik wanita dan pria, sebagai komoditi pemuas nafsu. Dan

praktek terselubung ini bukan lagi rahasia umum. Jadi jangan heran, bila melihat

pria yang awal masuknya seorang diri, saat keluar sudah menggandeng wanita

cantik untuk selanjutnya berangkat entah ke mana.6

Sampai saat ini belum ada undang-undang di Indonesia yang melarang

menjual seks. Hukum pidana hanya melarang mereka yang membantu dan

menyediakan pelayanan jasa seks secara ilegal seperti yang tertera pada Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 296, Pasal 297, dan Pasal 506.

Soedjono D. SH berpendapat KUHP tidak mencantumkan larangan

seorang wanita melacurkan diri karena pembuat undang-undang menyadari

6
www.popular-maj.com/content/preview/liputankhusus/022000
seseorang yang terjun menjadi pelacur hanyalah sebagai akibat dari kondisi dan

situasi tertentu, baik itu ekonomi, maupun penyimpangan biologis.7

Meskipun demikian, disamping peraturan-peraturan tadi, Daerah Istimewa

Yogyakarta (DIY) mengeluarkan Perda No. 18/1954 tentang larangan pelacuran di

tempat umum.

Pasal 296 KUHP:


Barangsiapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul
oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai mata pencaharian
atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat
bulan atau denda paling banyak seribu rupiah.

Pasal 297 KUHP:


Perdagangan wanita dan perdagangan anak laki-laki yang belum cukup umur,
diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

Pasal 506 KUHP:


Barangsiapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan
menjadikan sebagai pencaharian, diancam dengan kurungan paling lama satu
tahun.

Perda DIY No. 18/1954 tentang pelacuran di tempat umum.

Pasal 1
Yang dimaksud dengan pelacuran adalah tindakan orang-orang menyerahkan
badannya untuk berbuat zina dengan mendapat upah.

Pasal 2
Yang dimaksud dengan tempat-tempat umum ialah jalan-jalan, tanah-tanah
lapang, ruangan dan lain sebagainya yang oleh umum mudah dilihat atau
didatangi.

Selain Perda No.18/1954, DIY juga mengeluarkan Keputusan

Walikotamadya No. 166/KD/1974 tentang pendirian resosialisasi saja yang

dibenarkan secara hukum sebagai tempat penampungan pelacur. Di luar tempat itu

7
Heniy Astiyanto, Sosiologi Kriminalitas, Ctk. Pertama, Legal Center 97, Yogyakarta,
2003, hlm. 48
dinyatakan perbuatan ilegal barang siapa menampung dan mengusahakan

pelacuran di Kotamadya Yogyakarta.

Peraturan pemerintah daerah berkaitan dengan prostitusi berbeda antara

satu daerah dengan daerah yang lain. Para PSK yang menjalankan aktivitas

dipinggir-pinggir jalan dilarang berdasarkan Perda di berbagai tempat. Peraturan-

peraturan ini dibuat untuk menjaga ‘kebersihan’ kota karena secara tidak langsung

prostitusi akan menghambat pengembangan dan pemeliharaan ketertiban kota.

Selain itu, kehadiran PSK jalanan ini dianggap bertentangan dengan aspirasi

masyarakat. Dasar utama penangkapan/penahanan para PSK jalanan adalah

karena keberadaan mereka cenderung disebut tidak mematuhi hukum masyarakat,

dan bukan karena mereka melakukan kegiatan ‘menjual’ seks.8

Menurut Data Ungkap Operasi Pekat (Penyakit Masyarakat) tanggal 02-08

Mei 2005, yang bersumber dari POLTABES Yogyakarta, pada hari Rabu, 4 Mei

2005 sekitar jam 13.30 WIB, di Jalan Veteran No. 198, Umbul Harjo,Yogyakarta

dilakukan operasi Pekat di salon B dan mendapati bahwa salon tersebut digunakan

untuk perbuatan cabul. Dari operasi Pekat tersebut ditangkap empat orang kapster

dan pemilik salon. Pada hari yang sama, juga diadakan operasi Pekat sekitar jam

12.30 WIB, di Jalan Sugeng Jeroni No.54, Yogyakarta di Salon C, dan mendapati

salon tersebut digunakan untuk perbuatan cabul.9

Perkembangan kasus penggrebegan salon plus yang terdapat di Jalan

Veteran dan Jalan Sugeng Jeroni, pada tanggal 9 Mei 2005 yang lalu, telah di

sidangkan di Pengadilan Negeri Yogyakarta (PN Yogyakarta), tujuh gadis yang


8
Terence H. Hull, Endang Sulistyaningsih, Gavin W. Jones, op. cit.,hlm. 28, 29
9
Data Ungkap Ops Pekat tanggal 02-08 Mei 2005 Kepolisian Negara Republik Indonesia
Yogyakarta Kota Besar Yogyakarta
bekerja sebagai kapster salon kecantikan plus, yang selama ini nyambi menjadi

pemuas nafsu, akhirnya oleh Majelis hakim PN Yogya dijatuhi hukuman denda,

masing-masing Rp.100 ribu rupiah atau subdider tujuh hari kurungan.10

Di Kabupaten Sleman pada tanggal 6 Mei 2005 yang lalu, sejumlah salon

yang ditengarai sebagai tempat mesum berhasil digrebeg Polres Sleman. Dalam

operasi dadakan tersebut petugas berhasil menggrebeg dua salon yang sedang

berpraktek melayani lelaki iseng. Dua pengelola salon tersebut masing-masing T

(27) dan N (26) serta sedikitnya tujuh wanita muda sebagai kapster hingga

kemarin (8 Mei 2005) masih terus dimintai keterangan penyidik Polres Sleman.

Kapolres Sleman Moeghiyarto, mengatakan terungkapnya penyalahgunaan salon

sebagai tempat atau fasilitas mesum itu berkat informasi dari warga yang

kemudian ditindaklanjuti petugas.11

Yogyakarta yang bergelar kota pelajar, ternyata tidak luput dari keberadaan

salon plus. Para pebisnis seks juga menangkap kebutuhan-kebutuhan laki-laki

yang beranjak dewasa dimana libido12 mulai meningkat dan cenderung labil.

Muda mudi akademis memang sudah matang jasmaniah dalam mencapai puncak

‘interesse sexualle’13, tetapi dari sudut ekonomi masih ada halangan sehingga

kebanyakan tidak sanggup melampiaskan nafsu mereka dalam lembaga resmi

yang namanya ‘perkawinan’.14 Bagi pemuda yang masih berstatus pelajar atau

mahasiswa yang tidak sanggup menahan nafsu seksualnya mereka pergi ke

tempat-tempat prostitusi, seperti salon plus.


10
Kedaulatan Rakyat edisi 11 Mei 2005
11
Kedaulatan Rakyat, edisi 8 April 2005
12
Yang dimaksud dengan libido adalah nafsu birahi lahiriah
13
Interesse sexualle adalah keinginan untuk berhubungan seks
14
N. Daldjoni, Dunia Sekitar Kita, Aneka Masalah Aspirasi Manusia, Ctk. Pertama,
Alumni, Bandung, 1977, hlm. 80
Untuk menjaga Citra Kota Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan yang

berkualitas dan Kota Tujuan Wisata yang Berbudaya dimana keduanya merupakan

lokomotif pertumbuhan ekonomi kota maka keberadaan penyakit masyarakat

harus dieliminir.

Wakil Walikota HM Syukri Fadholi Dalam Rakor Tim Pekat Kota

Yogyakarta mengharapkan, Pemerintah Kota bersama aparat terkait pada tahun

2005 ini terus meningkatkan kualitas dan frekuensi Operasi Pekat di lapangan,

dengan memberikan kewenangan kepada Tim Pekat Kota untuk merumuskan

Target Operasi (TO) secara umum dengan memperhatikan masukan dari Camat

dan Lurah yang telah melakukan deteksi dini terhadap keberadaan Pekat di

wilayahnya yang kemudian dijabarkan secara teknis oleh Tim Operasi yang akan

dievaluasi pada Rakor bulan berikutnya.15

Meskipun jumlah salon plus di Kabupaten Sleman lumayan banyak

(sekitar tiga puluhan menurut hasil observasi penulis), tetapi baru sedikit dari

salon-salon plus tersebut yang digrebeg oleh petugas kepolisian. Pebisnis salon

plus semakin berani dalam menjalankan usahanya, karena eksistensinya tidak

diganggu oleh aparat, tentunya dengan persyaratan ada uang untuk aparat.

Seks memang memiliki daya tarik yang luar biasa, apalagi bagi mereka

yang belum pernah melakukannya, apalagi peran komoditas industri media,

khususnya elektronik dalam memberitakan tentang aktivitas seks ini secara

parsial. Yang terberat dari semua itu adalah justru ketika informasi disajikan

secara sepotong-potong, tapi menantang untuk dilakukan sehingga muncullah

15
http//jogja.go.id/berita/one-news.asp?IDNews=92
deviasi perilaku seksual seperti prostitusi, onani/masturbasi, sempetan, dan masih

banyak lagi.16

Menyedihkan kenyataan yang kita temui di lapangan, mengapa salon plus

tumbuh subur di tengah kota pelajar. Fenomena salon plus di Yogyakarta terutama

di Kabupaten Sleman, menjadi hal yang sangat menarik untuk dikaji, mengapa

salon plus tumbuh subur di kota pelajar, mengapa seorang wanita bekerja sebagai

kapster salon plus, sebenarnya apa makna kata plus dalam salon plus, dan

bagaimana pula gaya hidup para PSK yang berada dibalik kapster salon plus.

Oleh karena hal itu, saya terdorong untuk mengangkat judul Pekerja Seks

Komersil (PSK) di Balik Kapster Salon Plus (Studi Kasus di 4 salon plus

yang berada di Kabupaten Sleman, Yogyakarta) sebagai judul skripsi.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dalam latar belakang masalah,

maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:

1. Mengapa salon plus tumbuh subur di Kota Pelajar ?

2. Apa latar belakang seorang wanita bekerja sebagai kapster salon plus?

3. Bagaimana gaya hidup pekerja seks komersil (PSK) di balik kapster

salon plus?

4. Apa makna kata plus dari salon plus?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:


16
Iip Wijayanto, Sex in the “kost”, Ctk. Kedua, Tinta, Yogyakarta, 2003, hlm. 113
1. Untuk mengetahui lebih lanjut mengapa salon plus tumbuh subur di

Kota Pelajar.

2. Untuk mengetahui apa latar belakang seorang wanita bekerja sebagai

kapster salon plus.

3. Untuk mengetahui bagaimana gaya hidup PSK dibalik kapster salon

plus.

4. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang apa makna kata plus dari salon

plus.

E. Tinjauan Pustaka

E.1. Memaknai Prostitusi

Berbicara mengenai prostitusi, terdapat berbagai macam definisi yang

dapat menjadi acuan dan batasan. Prostitusi sering disebut sebagai pelacuran.

Prostitusi berasal dari bahasa Latin prostituere atau pro-stauree, yang berarti

membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan, percabulan, dan

pergendakan.17

Bonger mengatakan, prostitusi adalah gejala kemasyarakatan dengan

wanita menjual diri melakukan perbuatan seksual sebagai mata pencaharian.

Iwan Bloch mengatakan pelacuran adalah suatu bentuk perhubungan

kelamin di luar pernikahan dengan pola tertentu yakni kepada siapapun secara

terbuka dan hampir selalu dengan pembayaran, baik untuk persebadanan, maupun

17
Tjahjo Purnomo, Ashadi Siregar, DOLLY membedah dunia pelacuran Surabaya, kasus
kompleks pelacuran Dolly, Ctk. Keempat, Grafitti Press, Jakarta, 1985, hlm.10
kegiatan seks lainnya yang memberi kepuasan yang diinginkan oleh yang

bersangkutan.

Pelacur adalah seorang wanita yang melayani nafsu seks laki-laki yang

mendapat imbalan, yang berupa materi terutama uang.18

Pelacur, Wanita Tuna Susila, (WTS), penjaja seks, kupu-kupu malam,

“balon”, “sundal”, “lonte”, atau “cabo” adalah wanita yang pekerjaannya

menjual diri kepada siapa saja, atau laki-laki yang membutuhkan pemuasan nafsu

seksual.19

Pada perkembangan istilah pelacur selanjutnya, para pejuang hak-hak

wanita lebih sering menggunakan istilah pelacur dengan sebutan pekerja seks

komersil (PSK).

Pekerjaan sebagai PSK ini banyak dimasuki oleh mereka yang tidak

mempunyai keterampilan atau keahlian kerja lain. Hal ini bisa dimaklumi karena

pekerjaan sebagai pelacur tidak memerlukan keterampilan, tidak memerlukan

intelegensia yang tinggi, cukup mudah dilakukan asal yang bersangkutan

memiliki kecantikan, kemudaan, dan keberanian.20

E.2 Apa artinya Gaya Hidup?

Gaya hidup adalah pola hidup seseorang dan bagaimana individu tersebut

menghabiskan waktu dan uangnya. Dalam pengertiannya yang umum, gaya hidup

berarti karakteristik seseorang yang dapat diamati yang menandai sistem nilai

serta sikap terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Karakteristik tersebut


18
Heniy Astiyanto, loc.cit.,hlm.48
19
Tjahjo Purnomo, Ashadi Siregar, op. cit, hlm. 11
20
Iip Wijayanto, loc.cit., hlm. 100
berkaitan dengan pola penggunaan waktu, uang, ruang, dan objek yang berkaitan

dengan semuanya. Sebagai contoh, cara makan, cara berpakaian, kebiasaan

belanja, pilihan hiburan dan sebagainya.21 Dalam skripsi ini akan dibahas di

belakang bagaimana gaya hidup PSK di balik kapster salon plus.

E.3. Dimana prostitusi dapat terjadi?

Industri apa yang tak kenal resesi? Jawabannya: industri seks. Sebenarnya,

sebutan industri seks rasanya kurang tepat karena secara hukum bisnis lendir ini

jelas-jelas ilegal. Tapi dalam prakteknya sangat halal. Buktinya prostitusi ada

dimana-mana, dari yang kelas bawah, menengah sampai atas, dari yang di

terminal, stasiun, tempat lokalisasi, motel kelas teri, panti, sauna, salon, hotel,

karaoke, sampai klub.22 Prostitusi biasanya banyak terjadi di tempat-tempat

terselubung, karena secara hukum tadi keberadaannya tidal legal maka keberadaan

prostitusi disembunyikan dibalik berbagai bisnis legal. Sebagai contoh, salon

kecantikan sekarang fungsinya banyak yang berfungsi ganda, selain dia beroperasi

sebagai salon kecantikan, ia juga melayani kebutuhan seks laki-laki.

Salon kecantikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti gedung

tempat merawat kecantikan (merias muka, menata rambut, dan sebagainya).23

Sedangkan salon plus adalah salon yang menyediakan pelayanan seks terselubung

di balik salon kecantikan.

21
Viera Maya Sari, Skripsi, Steak dan Gaya Hidup, Jurusan Sosiologi, UGM, Yogyakarta,
2004
22
Moammar Emka, Karnaval Malam Jakarta Under Cover 2, Ctk.ke-8, Gagas Media,
Jakarta, hlm.263
23
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ctk. Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 773
E.4. Kebutuhan Seks dan Prostitusi

Beberapa ciri sifat alami manusia yang berhubungan dengan faktor seks

antara pria dan wanita, yang langsung maupun tidak langsung berhubungan

dengan masalah prostitusi dapat dijumpai diantaranya dalam tulisan Dr. Fritz

Kahn,”nafsu kelamin laki-laki melihat sifatnya adalah aktif. Nafsu birahinya kalau

boleh dikatakan mendorong ke jalan raya, dia mencari perempuan, yang

romannya cocok dengan seleranya dan perempuan itu diturutinya.24

Dr. Fritz mengatakan nafsu kelamin laki-laki ditujukan pada pelaksanaan.

Mengenai nafsu perempuan dikatakannya sebagai berikut: nafsu kelamin

perempuan bersifat lebih umum, perempuan ingin lebih diterima, mula-mula

sebagai kekasih kemudian sebagai istri dan akhirnya sebagai ibu dari anak-anak

yang lahir karena persetubuhan”. Nafsu perempuan jadi kurang “hewani”, tetapi

lebih “berkemanusiaan”, lebih bersemangat, yang dikuasai oleh segala tingkatan

perasaan kemanusiaan selebihnya.25

Sebagaimana kita ketahui, dorongan seks merupakan motor utama pada

tingkah laku manusia, dan jika ia tertekan, maka timbul berbagai situasi jiwa yang

serba kompleks. Jadi jika kita melihat betapa dorongan-dorongan pada daya cipta

manusia Indonesia telah ditekan oleh pengaruh-pengaruh lain, seperti datangnya

hempasan orang Barat dengan nilai-nilai budaya mereka sendiri.26

Masyarakat menghendaki dia (laki-laki) dapat menekan naluri kelamin

tersebut, sampai dia sanggup secara ekonomis mendirikan rumah tangga sendiri.

24
Soedjono D, Pelacuran ditinjau dari segi hukum dan kenyataan dalam masyarakat,
Ctk. Pertama, Karya Nusantara cabang Bandung, Bandung, 1977, hlm.42
25
Ibid
26
Mochtar Lubis, Manusia Indonesia (Sebuah Pertanggungan Jawab), Ctk Pertama,
Idayu Press, Jakarta, 1977, hlm.21
Laki-laki yang kuat, karena pendidikan yang baik, serta diawasi oleh

masyarakatnya, dapat memenuhi tuntutan tersebut, tetapi tidak kurang terdapat

dalam masyarakat kita, pemuda remaja yang tidak kuat menentang kehendak

naluri kelamin tersebut. Dia akan gagal, dia pergi pada PSK, yang tidak

menghendaki keuangan sebanyak yang harus disediakannya untuk mendirikan

suatu rumah tangga, atau merusak seorang gadis.27 Hawa nafsu dapat membuat

orang menghendaki sesuatu yang lebih hebat lagi dan membawa akibat orang itu

kurang atau tidak dapat mengendalikan atas dirinya sendiri. Dengan demikian

terjelmalah apa yang disebut dengan hawa nafsu yang hebat.28

F. Kerangka Teori

Penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat, dalam kaitannya dengan

prostitusi, dapat dijelaskan melalui teori differential association. Teori ini

diciptakan oleh Edwin H. Sutherland. Menurut Sutherland, penyimpangan

bersumber pada differential association pada pergaulan yang berbeda. Misalnya

Nanette J. Davis menggambarkan bahwa peranan sebagai wanita tuna susila dapat

dipelajari melalui pergaulan intim dengan penyimpang yang sudah

berpengalaman. Pergaulan yang dianggap mengangkat prestise seseorang itu

kemudian diikuti dengan percobaan memainkan peranan yang menyimpang

tersebut sebagai wanita tuna susila.29

27
Soedjono D, loc.cit, hlm.42
28
Agus Makmurtomo, B. Soekarno, Ethika, (Filsafat Moral), Ctk. Pertama, Wira Sari,
Jakarta, 1989, hlm.35
29
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, Ctk. Pertama, Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1993, hlm. 76,77
Dibawah ini akan diuraikan garis-garis besar proses yang dilalui

seseorang untuk menjadi jahat atau memiliki tingkah laku jahat. Korn & Mc

Corkle mengutip penjelasan teori differential association dari Sutherland , sebagai

berikut:30

a. Proses seseorang memiliki tingkah laku jahat adalah sama dengan

proses dari mereka yang bertingkah laku tidak jahat;

b. Tingkah laku jahat seseorang dimilikinya karena pergaulan dengan

orang-orang jahat melalui proses komunikasi;

c. Differential Association adalah hal spesifik yang menyebabkan

seseorang bertingkah laku jahat;

d. Kesempatan seseorang memiliki tingkah laku jahat pada umumnya

ditentukan oleh adanya kontak yang lama dengan orang-orang yang

jahat;

e. Perbedaan-perbedaan individual, baik di dalam karakter maupun

situasi sosialnya, menjuruskan ke perbuatan jahat hanya jika mereka

telah terpengaruh dengan kelompok sosial yang memiliki pola-pola

tingkah laku jahat di dalam kontak yang berulang-ulang dan secara

tetap;

f. Konflik kebudayaan yang terjadi menjuruskan seseorang ke kelompok

yang berbeda-beda dengan kata lain konflik kebudayaan mengarahkan

seseorang ke perbuatan jahat; dan

30
A.S. Alam, Pelacuran dan Pemerasan, Studi Sosiologis tentang Eksploitasi Manusia
oleh Manusia, Ctk. Pertama, Alumni, Bandung, 1984, hlm.50
g. Disorganisasi sosial merupakan sebab pokok yang menjuruskan secara

sistematis seseorang ke perbuatan jahat.

G. Metode Penelitian

G.1. Jenis Penelitian

Di dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif

dengan menekankan bahwa sifat penelitian ini penuh dengan nilai, penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis, atau lisan dari orang-orang

dan perilaku yang diamati.

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah studi kasus. Kasus

memiliki batas, lingkup kajian dan pola pikir tersendiri sehingga dapat

mengungkap realitas sosial atau fisik yang unik, spesifik dan menantang. Dalam

menjalankan penelitian dengan menggunakan studi kasus, peneliti dapat belajar

tentang pengetahuan proposional dan eksperimental (pengalaman). Pengetahuan

proposional menunjuk pada deskripsi tentang kasus yang telah diasimilasikan

dalam pikiran peneliti sehingga terwujud dalam bentuk paparan tekstual yang

unik, kaya, spesifik dan kadang-kadang bernada emosional.31

Adanya salon kecantikan yang menggelar praktek prostitusi terselubung,

menimbulkan daya tarik tersendiri untuk dilakukannya penelitian ini. Penulis

31
Agus Salim, Teori dan Paradigma Peneltian Sosial ( Pemikiran Norman K. Denzin &
Egon Guba, dan Penerapannya. Ctk. Pertama, Tiara Wacana, Yogyakarta, 2001, hlm. 100
memilih pendekatan studi kasus dikarenakan kasus yang diangkat sangat unik,

yakni kasus di salon M, salon IT, salon C, dan salon I. Salon M merupakan salon

besar karena mempunyai tiga cabang, meskipun sudah lama terkenal di

Yogyakarta sebagai salon plus, tetapi sampai saat ini salon M masih menjalankan

praktek prostitusi terselubung. Pada akhir tahun 2004 lalu salon tersebut berhasil

di grebeg polisi dan terbukti menjadi ajang prostitusi. Namun salon tersebut hanya

dikenai hukuman denda. Sedangkan Salon IT mempunyai daya tarik yang tidak

kalah, salon ini selalu ramai di kunjungi lelaki hidung belang, dan kebanyakan

berasal dari kalangan mahasiswa. Salon C mempunyai keunikan yang lain, salon

ini mempekerjakan warga Indonesia keturunan (Tionghoa). Sedangkan salon I

mempunyai daya tarik yang lain, yakni lokasinya yang cukup jauh dari kota, dapat

dikatakan ada di sebuah desa tetapi letaknya di pinggir jalan utama arah ke kota

Yogyakarta. Menariknya, konsumen salon ini adalah orang yang berasal dari luar

kota atau orang yang berasal dari perjalanan jauh dan orang-orang kampung yang

kehausan akan seks. Keempat salon plus inilah yang digali kasusnya berkaitan

dengan prostitusi yang terjadi di dalamnya.

G.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil tempat di 4 salon plus yang berada di Kabupaten

Sleman, Yogyakarta. Keempat salon tersebut diberi inisial M, IT, C, I. Salon M

terletak di Jalan Kaliurang, Salon IT di Jalan Kaliurang, Salon C di Jalan Adi

Sucipto, dan Salon I berada di Jalan Solo. Alasan penulis memilih tempat di

Kabupaten Sleman karena didasari dengan pertimbangan bahwa dari hasil


observasi penulis, salon plus di provinsi DIY, paling banyak terdapat di

Kabupaten Sleman.

G.3. Unit Analisis

Unit analisis adalah unit yang akan diteliti di lapangan. Unit analisis pada

penelitian ini adalah pihak-pihak yang terkait dengan masalah prostitusi yang

terjadi di salon plus, seperti, kapster salon plus, konsumen salon plus, pemilik

salon plus, dan masyarakat sekitar salon plus. Mereka inilah yang akan

memberikan informasi tentang salon plus. Pola yang digunakan dalam penelitian

ini adalah Purposive Sampling, yaitu mengambil data secara acak tetapi yang

dianggap mewakili.

G.4 Teknik Pengumpulan Data

Observasi

Observasi dilakukan dengan mencatat, mengamati, mendengarkan,

merasakan, mengumpulkan dan menangkap semua fenomena, data dan informasi

tentang kasus yang di selidiki. Observasi yang dilakukan adalah observasi semi

partisipan. Penelitian yang bertemakan prostitusi membuat penulis sedikit

kesulitan untuk melakukan observasi partisipan, karena penulis dihadapi oleh

banyak kendala seperti keselamatan psikis dan fisik ketika melakukan penelitian.

Selain itu keadaan penulis yang berjilbab sedikit membuat jarak dengan unit

analisis (kapster salon plus dan pemilik salon plus). Untuk itu demi mendapatkan

data yang lengkap, pencarian data di lapangan penulis di bantu oleh 4 orang yakni
Frans, Dwi, Rahma dan Haryadi. Mengapa saya memilih keempat orang tersebut

sebagai pembantu pencari data di lapangan? Frans dipilih karena ia sangat dekat

dengan dunia prostitusi, dimana rekan-rekannya banyak yang menjadi konsumen

salon plus. Frans adalah seorang wiraswasta yang tinggal di Jalan Janti. Dwi dan

Rahma dipilih karena mereka adalah seorang wanita yang tidak berjilbab sehingga

dapat lebih leluasa berdekatan dengan dunia prostitusi yang terjadi di balik sebuah

salon kecantikan. Dwi adalah seorang mahasiswi Fakultas Hukum Universitas

Islam Indonesia yang bertempat tinggal di Turi, Sleman. Rahma adalah seorang

mahasiswi Sosiatri UGM, yang tinggal di Jalan Nias no.1 Sleman. Sedangkan

Haryadi seorang wartawan Koran Kedaulatan Rakyat yang sering menulis artikel

tentang salon plus dan sering ikut dalam penggrebegan salon plus. Mereka

membantu mencari informasi secara langsung dengan kapster salon plus, dan

pemilik salon plus. Observasi demi observasi dilakukan, dengan mengamati,

mengunjungi sejumlah pihak yang berkaitan dengan salon plus, mencari data via

internet dan banyak berdiskusi dengan rekan tentang salon plus.

Pendekatan yang dilakukan penulis untuk berusaha memperkecil jarak

sosial dengan unit analisis antara lain, penulis menjadi sales kosmetik ke salon

plus sehingga penulis dapat berlama-lama di salon plus sambil mengamati gaya

hidup para kapster di salon plus. Penulis juga mencoba pelayanan kecantikan di

salon plus seperti creambath sambil menggali informasi seputar salon plus dan

gaya hidup kapster yang bekerja di salon plus. Hal tersebut diatas dilakukan

untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik dan berkualitas.


Wawancara

Wawancara yaitu mengajukan serangkaian pertanyaan secara lisan kepada

pihak yang terkait dengan masalah penelitian, yaitu wawancara dengan konsumen

pelayanan plus, kapster salon plus, pemilik salon plus, dan masyarakat sekitar

salon plus. Wawancara dilakukan dengan dua cara yakni wawancara langsung dan

tidak langsung. Wawancara langsung adalah wawancara yang dilakukan langsung

oleh penulis dengan unit analisis. Sedangkan wawancara tidak langsung dilakukan

dalam penelitian ini mengingat keterbatasan penulis, seperti kondisi penulis yang

wanita dan berjilbab sehingga sedikit banyak membuat jarak sosial dengan yang

diteliti. Untuk mengatasi hal tersebut, penulis melakukan serangkaian strategi

untuk mendapatkan berbagai informasi yang berkaitan dengan salon plus, antara

lain dengan bantuan berbagai pihak termasuk para sahabat penulis untuk

mewawancarai kapster salon plus, pemilik salon plus dan konsumen salon plus

dengan melakukan pendekatan-pendekatan langsung dengan unit analisis, sebagai

contoh, mencoba pelayanan yang disediakan salon plus, seperti potong rambut,

merapikan alis, dan memesan make up untuk pernikahan di salon plus. Untuk

melengkapi data-data yang sudah ada, saya mencari informasi langsung dengan

masyarakat yang tinggal sekitar salon plus.

Studi Pustaka

Yaitu metode pengumpulan data dengan jalan mempelajari literatur yang

berkaitan dengan masalah penelitian.


G.5. Teknik Analisa Data

Analisa data yang dimaksudkan untuk mengorganisasikan data. Data-data

yang terkumpul baik itu melalui hasil observasi, wawancara maupun dari telaah

dokumen, haruslah dianalisis dengan mengatur, mengurutkan, mengelompokkan,

memberi kode, dan mengkategorisasikannya. Inti dari proses analisa data meliputi

reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

G.6. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Dalam teknik pemeriksaan keabsahan data, penulis menggunakan tiga cara

yaitu:

1. Triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai

pembanding terhadap itu (Moleong, 1989:195). Teknik ini digunakan

dengan membandingkan dan mengecek kepercayaan suatu informasi

melalui waktu dan alat yang berbeda-beda. Hal ini dapat dilakukan dengan

cara: membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil data

wawancara; membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan

berbagai pendapat dan pandangan orang lain; membandingkan hasil

wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan.

2. Ketekunan Pengamatan, bermaksud menemukan ciri dan unsur dalam

situasi yang sangat relevan dengan persoalan/isu yang sedang dicari dan

kemudian memusatkan diri pada hal-hal secara rinci. Pengamatan yang

dilakukan adalah dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan


terhadap faktor-faktor yang menonjol untuk kemudian ditelaah secara rinci

sehingga bisa dipahami.

3. Pemeriksaan melalui diskusi dengan rekan. Teknik ini dilakukan dengan

cara mendiskusikan dengan rekan-rekan dalam bentuk diskusi analitik

sehingga kekurangan dari penelitian, dapat segera disingkap dan diketahui

agar pengertian mendalam dapat segera ditelaah.


BAB II

DESKRIPSI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN DAN

KARAKTERISTIK OBJEK SERTA SUBJEK PENELITIAN

A. Letak Wilayah Kabupaten Sleman

Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 107° 15' 03"

dan 107° 29' 30" Bujur Timur, 7° 34' 51" dan 7° 47' 30" Lintang Selatan.

Wilayah Kabupaten Sleman sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten

Boyolali, Propinsi Jawa Tengah, sebelah timur berbatasan dengan

Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah, sebelah barat berbatasan dengan

Kabupaten Kulon Progo, Propinsi DIY dan Kabupaten Magelang, Propinsi

Jawa Tengah dan sebelah selatan berbatasan dengan Kota Yogyakarta,

Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi

D.I.Yogyakarta.32

Luas Wilayah Kabupaten Sleman adalah 57.482 Ha atau 574,82

Km2 atau sekitar 18% dari luas Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

3.185,80 Km2, dengan jarak terjauh Utara - Selatan 32 Km, Timur - Barat

35 Km. Secara administratif terdiri 17 wilayah Kecamatan, 86 Desa, dan

1.212 Dusun.

32
http://tmp.sleman.go.id/tpl=tpl&hal=letak.php
B. Salon Plus yang berada di Kabupaten Sleman

Objek dari penelitian ini adalah 4 salon plus, yakni salon M, salon

IT, salon C, dan salon I. Di bawah ini gambaran salon-salon tersebut, yang

kedudukannya masih dalam satu kabupaten Sleman.

 Salon M di Jalan Kaliurang

Salon M di Jalan Kaliurang sudah terkenal di Yogyakarta sebagai

salon plus, hal ini disebabkan salon ini pada akhir tahun 2004 yang lalu

pernah digrebeg aparat keamanan dan terbukti telah terjadi praktek

prostitusi didalamnya. Salon ini tidak di tutup, tetapi konsekuensinya

hanya membayar denda, dan sampai saat ini salon masih tetap eksis.

Untuk memulihkan nama baiknya, salon M membuka cabang salon yang

dikhususkan untuk wanita di Jalan Palagan Yogyakarta. Salon M di Jalan

Kaliurang juga mempunyai cabang di Jalan Monjali. Jadi jumlah salon M

ada tiga tempat. Dari penelitian penulis, salon ini masih menggelar praktek

prostitusi terselubung. Seorang teman dari penulis, salah satu mahasiswa

dari Perguruan Tinggi Negeri di Yogyakarta, pernah ditawari pelayanan

esek-esek di salon ini tetapi menolaknya.

Gambaran salon M yang terletak di Jalan Kaliurang, jika kita

melangkah masuk ke dalam salon M kita akan menemui sebuah sofa

untuk tempat para kapster menunggu konsumen datang. Sofa tersebut juga

digunakan sebagai tempat para konsumen antri pelayanan. Di depan sofa

tersebut ada tempat untuk mencuci rambut, dan alat untuk hair spa. Masih
di ruangan yang sama, ada beberapa cermin, sama seperti tempat salon

kecantikan yang lainnya. Di depan pintu masuk ada sebuah pintu lagi yang

ditutup rapat dan diberi korden berwarna hijau. Jika membuka pintu ini

kita akan menemukan sebuah ruangan tempat kapster-kapster melayani

massage.

Saya mencoba menggali informasi seputar salon M pada dua orang

kapster muda seksi berusia 20-an yang sedang menjaga salon M. Dari

mereka saya mengetahui bahwa salon tersebut mulai buka jam 09.00 Wib,

dan tutup pada jam 20.30 Wib setiap harinya. Di salon ini ada tiga orang

tukang potong rambut. Ketika saya sedang mengobrol dengan para kapster

datang seorang ‘centeng’ (preman yang menjaga salon M). Biasanya para

centeng yang ada di salon bertugas menjaga keamanan salon dari

gangguan orang asing yang dapat mengganggu eksistensi salon tersebut,

melindungi kapster-kapsternya dari lelaki hidung belang yang berbuat usil,

dan menjaga keamanan jika sewaktu-waktu ada penggrebegan. Dari

penelitian yang saya lakukan di 4 salon plus yang saya jadikan sebagai

tempat penelitian, saya selalu menemukan adanya preman yang

melindungi salon plus.

Lalu, bagaimana dengan cara terjadinya transaksi seks di salon ini?

Pada awalnya untuk lelaki yang tidak mengetahui sama sekali kalau salon

M adalah salon plus, biasanya mereka dirayu oleh para kapster ketika

konsumen sedang dilayani. Misalnya ketika sedang potong rambut, facial,


creambath ataupun massage33. Jika si konsumen tertarik dengan rayuan si-

kapster seksi, maka akan terjadi nego tentang harga pelayanan seks. Jika

ada kata sepakat, maka pelayanan seks pun diberikan oleh kapster salon.

Bagaimana cara transaksi seks antara kapster dengan konsumen

yang sudah menjadi pelanggan plus di salon ini? Mereka cukup

mengatakan, “mbak, mau creambath…”,ataupun cukup mengatakan,

“mbak mau massage”. Untuk tarif creambath, di daftar layanan salon

tertulis 20 ribu rupiah. Tarif massage sebesar 35 ribu rupiah. Jika

konsumen ingin mendapat pelayanan seks, maka ia harus mengeluarkan

kocek lagi. Seperti biasanya ada tawar-menawar harga pelayanan seks

terlebih dahulu antara kapster dan laki-laki tersebut. Tarif pelayanan seks

di salon ini tidak ada patokan yang jelas, tergantung dari negosiasi si laki-

laki hidung belang dengan kapster salon plus. Ada juga yang tidak bayar

alias gratis karena memacari kapster yang bekerja di salon ini.

Kapster biasanya sudah memahami apa yang diinginkan konsumen

plus, apalagi kalau bukan pelayanan seks. Massage bisa berarti ganda,

yang pertama berarti pijat biasa seperti yang dilakukan oleh tukang pijat,

dengan memijit-mijit badan. Dan yang kedua, massage di salon plus

berkonotasi negatif, yakni pijat aurat seperti yang diistilahkan Moammar

Emka dalam bukunya Jakarta Undercover. Istilah massage sering

digunakan sebagai pintu masuk seorang konsumen salon plus untuk

meminta pelayanan seks. Sedangkan creambath, berarti pijat juga, tetapi

33
Massage arti sebenarnya adalah pijat badan, tetapi istilah massage ini sering digunakan
sebagai pintu masuk untuk seorang konsumen meminta pelayanan seks di sebuah salon plus.
yang dipijat adalah kepala/rambut dengan memberikan cream (krim)

perawatan rambut. Lagi-lagi creambath juga dijadikan tameng untuk pijat

aurat.

Di dalam nota pembayaran salon M, salon ini hanya

mencantumkan 19 jenis pelayanan kecantikan, tentu saja untuk yang plus-

plus tidak disebutkan dalam list harga. 19 pelayanan tersebut adalah,

potong rambut/+keramas, keriting pendek/panjang, pelurusan rambut

pendek/panjang, toning rambut pendek/panjang, cat rambut

pendek/panjang, creambath NR pendek/panjang, hair spa pendek/panjang,

hair masker pendek/panjang, make up/sanggul wisuda, cuci blow

pendek/panjang, ION rebonding pendek/panjang, facial

treatment/perawatan muka, cabut alis, menicur/pedicure, catok

pendek/panjang, massage, paket lulur, soft drink, dan vitamin.

Jika konsumen salon plus ingin lebih bebas bercumbu dengan si

kapster, konsumen bisa mengajak kapster keluar salon dan mengadakan

pelayanan seks di luar salon sesuai kesepakatan harga dan waktu yang

telah ditentukan.

Setelah saya keluar-masuk banyak salon plus di Kabupaten

Sleman, ada pertanyaan yang menggelitik, kenapa ya, setiap salon plus

yang saya kunjungi di depan salonnya selalu ditemui banyak jemuran

handuk. Apakah ini salah satu ciri salon plus?


 Salon IT di Jalan Kaliurang

Pengalaman saya berpetualang mencari data ke salon IT di Jalan

Kaliurang sangat menegangkan. Saya mengajak seorang teman (wanita)

untuk menemani saya. Tak-tik saya agar dapat berlama-lama di salon untuk

memperoleh data yaitu dengan memanfaatkan layanan merapikan alis

sambil menanyakan harga rias wajah untuk pernikahan.

Untuk kehadiran saya yang berjilbab masuk ke dalam salon

tersebut di sambut senyuman para kapster-kapster yang berpakaian seksi.

Seorang lelaki berusia 30 tahunan yang sedang memeluk seorang wanita

langsung melepaskan pelukannya. Saya hanya tersenyum sok lugu.

“Mbak, mau cabut alis…”ujar teman saya.

“Mmm…ya, sebentar ya mbak… disiapkan dulu alatnya” jawab

Pengelola salon. ( Padahal alatnya cuma sebuah pinset, dan lotion, tetapi

lumayan lama kami harus menunggu). Kesempatan ini saya gunakan untuk

mengamati keadaan salon. Salon ini memasang foto kapsternya di sebuah

etalase, untuk memudahkan konsumen memilih teman kencannya.

Setelah menunggu lama, ternyata mereka menyiapkan kami

ruangan lain untuk tempat merapikan alis. Ruangan yang disiapkan untuk

kami, adalah ruangan yang saya cari-cari yaitu kamar atau bilik tempat

melakukan pelayanan seks (sesuai informasi yang diberikan seorang teman

yang pernah menikmati jasa seks di salon ini). Suasana kembali

menegangkan ketika melangkahkan kaki ke ruangan kedua.

Astaghfirullah… saya kehabisan kata-kata, kami dibawa masuk ke salah


satu bilik di ruangan tersebut. Di dalam ruangan kedua, terdapat sembilan

bilik yang disekat dengan tripleks bercat biru. Tiap-tiap bilik mempunyai

pintu yang ditutupi dengan korden berwarna biru pula. Suasana dingin

terasa, karena ada fasilitas AC.

Dari balik bilik-bilik kamar tersebut terdengar suara kapster-

kapster sedang mengobrol sambil melayani konsumen massage. Terus

terang saya dan teman saya merasa ketakutan, karena kami sebelumnya

tidak pernah ‘menjamah’ dunia seperti ini. Tapi kami berusaha bersikap

rileks, sambil menggali informasi kapster yang melayani kami.

Bilik kamar itu teramat sempit, bayangkan klinik dokter yang

berukuran 1,5 m x 2 m, yang didalamnya hanya diisi satu buah tempat

tidur, berkasur spon tipis, dan dua buah kursi plastik.

Dalam nota pembayaran yang juga berisi daftar harga pelayanan

kecantikan di salon IT salon, tarif massage yaitu 40 ribu rupiah, sedangkan

tarif sauna 60 ribu rupiah, paket mandi susu 60 ribu rupiah, Body scrub

juga 60 ribu rupiah. Lucunya, dalam list pembayaran disebutkan ada

pelayanan sauna, tetapi pada faktanya saya tidak menemukan tempat

pelayanan untuk sauna di dalam salon tersebut.

Untuk mendapatkan pelayanan plus salon ini, seorang laki-laki

dapat langsung memesan layanan massage ataupun creambath (sama

seperti salon plus yang lain), konsumen dapat memilih kapster mana yang

akan melayaninya. Tarif plus, tergantung dari nego antara konsumen dan

kapster. Jika harga Ok, maka pelayanan plus-pun diberikan. Konsumen


dapat memilih mendapat pelayanan plus di kamar yang ada di salon plus,

atau bisa mengajak si kapster untuk keluar.

Salon IT mulai buka jam 09.30 Wib, dan tutup pada jam 21.00

Wib. Salon ini dulu mempunyai cabang di Jalan Magelang, tetapi saat ini

sudah ditutup. Salon ini mempekerjakan 6 orang kapster seksi.

Saya mencari informasi dari masyarakat sekitar salon IT, ternyata

salon tersebut belum lama beroperasi, baru sekitar satu tahun ini.

Bangunan salon dimiliki oleh seorang bapak penjual bakso di sebelah

salon IT. Beliau hanya sekedar menyewakan salon tersebut kepada

seseorang, dan orang tersebut memanfaatkannya untuk bisnis salon.

 Salon C di Jalan Adi Sucipto

Salon C sudah ada sejak 4 tahun yang lalu. Pemiliknya berasal dari

Wonogiri. Salon C mempunyai cabang di Jalan Adisucipto yaitu bernama

salon S. Biasanya seorang pemilik salon plus yang juga berprofesi

sebagai germo memiliki tempat usaha prostitusi lebih dari satu, mengingat

bisnis ini cepat menyedot keuntungan besar. Mereka buka tempat usaha

yang sama-sama menjual seks di tempat lain. Metoda ini selain mencari

keuntungan lebih, juga merupakan siasat untuk mensirkulasikan PSK

binaannya. Hal tersebut berkenaan dengan animo pelanggan yang selalu

menginginkan para pelayan seks yang baru yang cantik lagi muda.

Salon C memperkerjakan 4 orang kapster. Begitu juga dengan

salon S. Pemilik salon C menyewa tempat usahanya tersebut dengan harga


15 juta pertahun, yang terdiri dari 3 kamar, 1 kamar mandi, dan 1 ruang

tamu. Salon C buka pada jam 09.00 Wib dan tutup pada jam 20.00 WIB.

Salon C dikelola seorang ibu berusia 40 tahunan yang beralamat di

Jalan Janti. Ibu dari dua orang anak ini berasal dari Solo. Ibu ini

mempunyai keahlian memotong rambut dan memijat. Setiap dia berangkat

dan pulang kerja, ia selalu diantar oleh suaminya.

Salon yang bercat hijau ini sekilas terlihat berukuran kecil dari

jalan. Jika kita memasuki salon ini, kita akan menemukan dua buah kursi

yang digunakan untuk menunggu pelayanan salon. Fasilitas yang dipunyai

oleh salon ini yaitu tempat pencucian rambut, dua buah cermin besar,

peralatan creambath, 3 buah kamar untuk pijat, peralatan potong rambut

dan peralatan make up wajah.

Foto. 1 Salon C di Jalan Adi Sucipto (koleksi pribadi)

Pertama kali saya mengetahui salon C adalah salon plus, karena

informasi dari teman saya yang bekerja di sebuah perusahaan antar barang

yang bersebelahan dengan salon tersebut. Teman saya bernama Alex

(bukan nama sebenarnya) sering ditawari untuk massage di salon tersebut.

Kebetulan pula kamar mandi salon dan kamar mandi tempat Alex bekerja
berdekatan, dan memakai pompa air yang sama. Berbuah dari keisengan

Alex, ada sedikit celah yang terdapat di kamar mandi perusahaan antar

barang, yang sering digunakan untuk mengamati kamar mandi milik salon

C. Suatu ketika Alex iseng melihat keadaan yang terjadi di salon C. Ia

melihat seorang pria bersama wanita sedang bercumbu. Alex pun sering di

tawari untuk pijat di salon C.

Seperti layaknya salon kecantikan yang lain, salon ini

menyediakan pelayanan kecantikan seperti facial, potong rambut, keriting,

sanggul, creambath, massage, lulur, cat/toning, make up, dan lain-lain.

Saya sudah pernah merasakan pelayanan creambath biasa di salon ini.

Mahal memang, 30 ribu rupiah untuk rambut dengan panjang sebahu. Di

salon-salon kecantikan yang lain biasanya harga creambath biasa harganya

cuma 18 ribu rupiah. Untuk pengecatan rambut 75 ribu rupiah, padahal di

salon yang lain cuma 40 ribu rupiah.

Bagaimana pelayanan salon ini? Pelayanan creambath biasa untuk

konsumen wanita dilayani dalam waktu 1 jam. Mula-mula rambut

dikeramasi dengan shampoo, kemudian kepala dipijat-pijat dan diberi krim

(cream) dan dibiarkan selama 30 menit. Sementara itu, tangan, dan pundak

dipijat. Setelah itu rambut dibilas bersih dengan air, kemudian diberi tonik

rambut (penguat rambut) sambil kepala dipijat. Kemudian rambut

dirapikan dan dikeringkan dengan hair dryer (pengering rambut).


Foto 2.Penulis sedang di creambath di salon C oleh pengelola salon C (koleksi pribadi)

Bagaimana dengan pelayanan esek-esek di salon ini? Hampir sama

dengan salon-salon plus yang lain, seorang konsumen plus yang telah

menjadi pelanggan biasanya tinggal menghubungi salon C atau menelpon

handphone milik kapster idolanya untuk membuat janji untuk berkencan.

Setelah itu pelanggan kapster plus mendatangi salon tersebut. Kegiatan

seks dapat dilakukan di salon ini dan bisa juga dilakukan di luar salon.

Lalu bagaimana dengan konsumen baru salon plus? Biasanya

mereka mencoba pelayanan salon seperti potong rambut, atau sekedar

keramas, kemudian mencoba bertanya apakah salon tersebut menyediakan

fasilitas plus. Kadang malah konsumen baru tersebut yang ditawari

pelayanan esek-esek. Setelah melihat-lihat apakah ada kapster yang cocok,

konsumenlah yang memutuskan apakah dia akan membeli jasa seks atau

tidak. Biasanya setelah aktivitas seks dilakukan konsumen akan

dikeramasi. Kenapa? Ini dilakukan untuk menutupi aktivitas seks

terselubung di balik sebuah salon. Orang luar akan berpikir positif, bahwa

seorang laki-laki yang keluar dari sebuah salon memang karena merawat

diri seperti potong rambut.


Salon plus sering berpindah tempat hal ini berkaitan dengan

keberadaannya yang ilegal. Salon Cindy saat ini pindah ke Jalan Adi

sucipto dekat Bandara Adi Sucipto, bergabung menjadi satu dengan S

salon.

Foto 3. Salon S, merupakan usaha satu menejemen dengan salon C (koleksi pribadi)

 Salon I di Jalan Solo

Pertama kali saya mengetahui salon I yang berada di Jalan Solo

adalah salon plus karena informasi yang diberikan seorang teman yang

sering memanfaatkan layanan plus di salon I. Salon I ini buka pada jam

09.00 Wib dan tutup pada jam 19.00 Wib.

Akhirnya saya datang langsung sendiri ke salon I untuk mencari

informasi yang dibutuhkan untuk penelitian ini. Pada mulanya saya

berencana potong rambut di salon I dengan gaya rambut di-layer34

Ternyata alat potong rambut khusus untuk layer tidak mereka miliki.

Akhirnya saya tidak jadi potong rambut. Saya coba mengajak ngobrol

kapster yang melayani saya sambil menawarkan dagangan kosmetik yang

34
Layer adalah suatu bentuk gaya rambut agar rambut terlihat lebih bervolume.
saya bawa, mereka sangat tertarik dan akibatnya mereka lebih bersikap

rileks dan tenggelam dalam obrolan dengan saya.

Dari mereka saya mengetahui bahwa jumlah kapster yang biasanya

bekerja setiap hari ada dua orang. Gaji kapster di salon I, untuk kapster

baru di gaji Rp. 500 ribu. Tetapi lama-lama gaji tersebut bisa meningkat

sesuai dengan kemajuan si kapster dalam melayani. Tiap hari mereka

diberi uang makan 3000 rupiah. Dalam sebulan kerja mereka

diperbolehkan memilih hari libur dua hari.

Sama seperti salon plus yang lain untuk meminta pelayanan seks,

seorang laki-laki hanya cukup meminta di-creambath ataupun meminta di-

massage. Untuk berhubungan badan, ataupun pelayanan seks yang lain,

seorang laki-laki harus membuat nego terlebih dahulu dengan kapster yang

bersangkutan. Menurut pengakuan seorang konsumen plus di salon

tersebut (Wisnu), bukan nama sebenarnya, dengan mengeluarkan uang 100

ribu rupiah dia sudah mendapat pelayanan creambath dan berhubungan

seks. Jika telah ada kata sepakat, barulah sikapster bisa melayani laki-laki

tersebut. Salon ini menyediakan 3 kamar untuk tempat pelayanan seks.

Kebanyakan konsumen salon I, adalah orang kampung dan orang luar

kota, karena letak salon I berada di jalan utama untuk memasuki Kota

Yogyakarta.

Berita terbaru dari salon ini, salon ini akan pindah lokasi, yakni di

daerah Paingan, dengan nama salon yang sama. Tempat yang digunakan

untuk ruang usaha salon di Jalan Solo ini akan di oper kontrak. Dulu pihak
salon I menyewa tempat salon ini 6 juta pertahun. Mengapa salon I pindah

lokasi?

Widuri menuturkan bahwa lokasi yang baru itu lebih bagus tempatnya,

harapannya pelanggan di lokasi yang baru lebih banyak.

Foto 4. Salon I dengan fasilitas yang di miliki (koleksi pribadi)

Pada umumnya salon plus dalam jangka waktu yang tidak lama,

suka berpindah tempat. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan agar

keberadaan mereka tetap aman dari polisi, sekiranya pemilik tempat salon

plus merasa tempat usahanya menjadi target operasi polisi, segera mereka

pindah ke tempat yang baru. Untuk mencari pelanggan lagi, mereka

kembali tak segan-segan memasang iklan salon mereka di koran-koran

Yogyakarta dengan tawaran yang cukup menggiurkan para lelaki

petualang cinta.

Dari hasil observasi penulis, ciri-ciri yang terlihat dari sebuah

salon plus antara lain:

1. Di depan salon banyak di temui jemuran handuk.

2. Konsumen salon paling banyak berjenis kelamin pria


3. Para pelayan salon (kapster salon) berpenampilan seksi

4. Para kapster salon tersebut banyak yang tidak mempunyai keahlian

memotong rambut atau keahlian perawatan kecantikan salon lain.

5. Ada preman yang menjaga salon

Foto 5. Jemuran handuk di depan salon IT, Jalan Kaliurang (koleksi pribadi)

C. Profil Kapster Salon Plus

Subyek dalam penelitian ini terdiri dari 4 orang kapster, 2 orang

konsumen plus, dan 1 orang pemilik salon plus. Kapster yang bekerja

sebagai PSK yang saya gunakan sebagai subjek penelitian yang bernama

(bukan sebenarnya) Bunga, Mawar, Melati, dan Widuri.

Bunga, wanita berusia 23 tahun ini bekerja sebagai kapster salon

M di Jalan Kaliurang. Saya mengenal Bunga dari Frans, yang kenal dekat

dengan Bunga. Ia mengatakan bahwa Bunga berasal dari Semarang. Status

Bunga tidak mempunyai pacar, karena menurutnya apabila punya pacar

dia tidak dapat melakukan pekerjaan tersebut, mengingat hal tersebut akan

menyakitkan sang kekasih. Bunga tergolong wanita yang sangat cantik

dengan bentuk tubuh yang aduhai. Bunga tinggal di Jalan Kaliurang.


Lain Bunga lain pula dengan Mawar. Ia baru berusia 21 tahun.

Saya mengenal Mawar karena dikenalkan juga oleh Frans. Saya

melakukan pendekatan dengannya dengan menjadi konsumen salon C.

Informasi yang saya dapat dari Mawar, saya crosscek dengan informasi

yang di dapat oleh Frans. Wanita asal Solo ini sangat berhati-hati dalam

memberikan servis plus kepada orang yang baru ia kenal, pasalnya ia

melihat dari segi laki-laki tersebut berkelas apa tidak. Dengan kata lain

Mawar disini tidak begitu berambisi untuk mencari uang dari banyak

lelaki hidung belang. Ia lebih menyukai melayani sedikit pelanggan tetapi

yang mempunyai banyak uang sehingga tidak perlu bergonta-ganti

pasangan. Mawar kos di Condong Catur.

Melati, wanita cantik berhidung bangir, dan berkulit hitam manis

ini sudah lima bulan bekerja sebagai kapster di salon IT yang berada di

Jalan Kaliurang. Awal perkenalan saya dengan Melati dimulai ketika saya

mengantar seorang teman ke salon IT untuk merapikan alis. Cara

berbicaranya lembut, berbeda dengan teman-teman kapsternya yang lain.

Pakaiannya juga lebih sopan (tertutup) ketimbang kapster yang lain namun

tetap seksi. Wanita lulusan SMU ini tinggal di Kota Gede.

Setiap hari Melati masuk kerja, pergi pagi, pulang malam.

Biasanya dia pulang ke rumahnya yang di Kota Gede sendirian dengan

kendaraan motor.

Widuri, wanita yang telah bersuami ini bekerja sebagai kapster

plus di salon I yang berada di Jalan Solo tanpa sepengetahuan suaminya.


Ia telah menikah selama tiga tahun, tetapi belum dikaruniai anak.

Suaminya hanya mengetahui bahwa istrinya bekerja sebagai kapster biasa

yang kerjanya memotong rambut, padahal Widuri juga memberikan servis

plus pada konsumen laki-laki yang membutuhkan kasih sayang lebih.

Sedikit informasi tentang Widuri bahwa ia dulu pernah bekerja di salon

yang terdapat di Jalan Palagan dan di Jalan Rejowinangun.

Foto 6 Widuri sedang melayani konsumen (koleksi pribadi)

Yang berbeda dari Widuri dengan kapster plus yang lain adalah ia

mempunyai kemampuan memotong rambut, sedangkan yang lain hanya

punya kemampuan untuk memikat laki-laki hidung belang.

D. Profil Pemilik Salon Plus

Pemilik salon I

Salon seharusnya berfungsi sebagai tempat pelayanan kecantikan.

Dalam kenyataannya, ada salon yang berfungsi ganda, yakni selain tempat

pelayanan kecantikan juga sebagai tempat prostitusi terselubung.


Disebabkan income dari pelayanan seks lebih besar ketimbang income

daripada pelayanan kecantikan membuat pemilik salon lebih

memfokuskan pada pelayanan seks. Akibatnya fungsi salon sebagai tempat

pelayanan kecantikan tidak terlalu diperhatikan.

Hal ini terbukti dari minimnya fasilitas salon. Seperti di salon I, di

Jalan Solo, mereka tidak mempunyai alat untuk layer yang berbentuk sisir

yang ada pisau cukurnya. Alat-alat kecantikan pun benar-benar seadanya.

Pemilik salon I adalah seorang wanita yang masih berusia dua puluhan.

Sebut saja Donna namanya (bukan sebenarnya). Rumahnya tidak jauh dari

salon. Pemilik salon I mendandani dirinya dengan sengaja menindik

hidung dan mengecat rambutnya dengan warna merah. Gayanya cuek.

Ketika saya datang ke salon ini, dia sedang tidur-tiduran diatas sebuah sofa

sambil nonton televisi.

Pemilik salon I ini juga siap melayani pelanggan yang

mengajaknya berkencan. Para kapster yang bekerja di salonnya yang

mempunyai keahlian memotong rambut hanya satu orang. Kapster tersebut

juga siap melayani laki-laki hidung belang.

E. Profil Konsumen Salon Plus

a. Mahasiswa

Sebut saja namanya Aldo, seorang pemuda berusia 26 tahun yang

sudah sejak 3 tahun yang lalu ketika ia mahasiswa menjadi konsumen

salon plus. Aldo ternyata mempunyai banyak pengalaman keluar masuk


salon plus di Yogyakarta. Mulai dari utara sampai selatan dan dari barat

sampai timur Yogyakarta, pernah ia masuki. Aldo menuturkan, semua

sama untuk biaya servis dari sang pelayan yaitu dari 100 ribu untuk servis

oral seks dan 150 ribu untuk jasa bersetubuh. Yang berbeda hanya biaya

massages atau pijat. Biasanya ada yang 45 ribu untuk wilayah timur dan

selatan Yogyakarta, dan 35 – 40 ribu untuk wilayah utara dan barat. Dan

semuanya itu apabila kita melakukan servis tambahan biaya pijat sudah

masuk hitungan. Jadi bisa diperkirakan uang yang masuk bagi sang

pelayan. Kalau sekarang? (Mengingat Aldo sudah punya pacar yang

walaupun masih baru), kadang berangkat juga dengan teman kuliahnya

dulu atau sendirian sehabis pulang dari kerja jam 16.00. Alasan berangkat

karena si Aldo menjadi semacam ketagihan, kadang dia berangkat dua

bulan satu kali, kadang tiga bulan satu kali tergantung waktu permintaan

nafsu kelaminnya.

Kalau ditanya mau sampai kapan Aldo harus melakukan kegiatan

seperti itu yang bisa dibilang semacam rutinitas? Jawaban yang sederhana

tetapi tegas yaitu, sampai salon plus yang ada ditutup dan benar-benar

sudah tidak ada lagi. (“Waduh man… mau sampai 10 tahun lagi salon plus

bakal masih beroperasi, tapi inilah kenyataan yang ada” komentar batin

saya).

b. Om-om

Konsumen salon plus yang berhasil saya wawancarai adalah

seorang pria kelahiran 1964, yang bekerja di sebuah koran terkenal di


Yogyakarta. Sebut saja namanya Wisnu (bukan sebenarnya), bapak yang

telah mempunyai tiga orang anak ini, dia mempunyai kapster langganan di

beberapa salon plus. Dengan berhubungan baik dengan para kapster dan

pemilik salon plus, dia mendapatkan kemudahan dalam mencari berita.


BAB III

TUMBUH SUBURNYA SALON PLUS DI TENGAH KOTA PELAJAR

A. Maraknya salon plus di kota Yogyakarta

Jogja sekitar tahun 1970-1980-an, tempat perawatan kecantikan

hanya terkosentrasi I Jl. Bayangkara. Tetapi sekarang, bergeser ke Jl. AM.

Sangaji, Jl. Monjali, Jl. Kaliurang, atau Condong Catur. 35 Berbisnis salon

di Yogyakarta haruslah memiliki ijin tempat usaha, pada tahun 2001,

bisnis salon yang tercatat di Daftar Tempat Ijin Usaha Pemda Sleman ada

15 salon. Dalam perkembangannya bisnis salon berkembang pesat. Bisa

dibayangkan, saat ini di Jalan Palagan saja terdapat sekitar 20 salon.

Diantara 20 salon tersebut sekitar 12 salon adalah salon plus. Jelas bahwa

salon yang menggelar praktek prostitusi dilarang oleh Pemda Sleman, dan

tentu saja tidak ada ijin bagi salon plus untuk menjalankan praktek

mesumnya. Kalaupun ada sebagian salon tersebut punya ijin tempat usaha,

hal tersebut dikarenakan Pemda mengira usaha ini adalah usaha salon

kecantikan biasa, pada kenyataannya ijin tersebut disalahgunakan untuk

praktek prostitusi.

Menurut Dosen Sosiologi UGM, Drs. Suprapto yang pernah

melakukan penelitian tentang diversifikasi fungsi salon, mengutarakan

bahwa salon yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta berjumlah sekitar

1000-1400 salon, itu belum termasuk salon-salon yang kecil. Ia juga

35
Kabare Jogja edisi XXVII, Tahun III, September 2004, hlm.14
mengatakan bahwa salon plus di Yogyakarta berjumlah kurang dari 100

salon, antara lain berada di Jalan Palagan-Monjali berjumlah ±10 salon, di

Jalan Solo berjumlah ±5 salon, di Jalan Kaliurang ada ±5 salon, di Jalan

Godean ada ±4 salon, Jalan Magelang 3-4 salon.36 Kehadiran salon plus

mempunyai perkembangan yang pesat. Padahal salon plus merupakan

tempat prostitusi dan harus diberantas karena merupakan suatu bentuk

patologi sosial yang sangat bertentangan dengan ketertiban, budaya, dan

moral masyarakat.

Jimmy Adriansyah, seorang mahasiswa Farmasi sebuah perguruan

tinggi swasta di Yogyakarta yang tinggal di dekat sebuah salon plus

mengatakan bahwa ia tidak keberatan dengan keberadaan salon plus.

Alasannya agar masyarakat mengetahui kinerja pemerintah dalam

memberantas penyakit masyarakat, kalau keberadaan salon plus semakin

banyak berarti pemerintah kita lemah dalam mengontrol dan memberantas

penyakit sosial. Ia menambahkan juga bahwa dari sudut pandang orang

timur, salon plus tidak sesuai dengan budaya, tapi mau bagaimana lagi,

keberadaan prostitusi sulit dihilangkan.37

36
Wawancara dengan Dosen Jurusan Sosiologi, FISIPOL, UGM, tanggal 6 Desember
2005.
37
Wawancara penulis dengan Jimmy Adriannsyah tanggal 5 Desember 2005
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh suburnya salon plus di

Kabupaten Sleman, Yogyakarta

Faktor pendukung menjamurnya salon plus di Yogyakarta

Di bawah ada beberapa hal yang yang mempengaruhi tumbuh

suburnya salon plus di Yogyakarta terutama di Kabupaten Sleman:

Alasan Khusus

 Yogyakarta merupakan kota pelajar yang merupakan sentral para

pelajar dari seluruh penjuru tanah air untuk tujuan belajar.

Yogyakarta terkenal mempunyai banyak sekolah dan perguruan

tinggi. Kabupaten Sleman adalah kabupaten di Propinsi DIY yang

paling banyak mempunyai Perguruan Tinggi, baik Perguruan

Tinggi Negeri maupun swasta. Sehingga potensi peningkatan

sumber daya manusia sangat dimungkinkan dan mendukung

pembangunan di Kabupaten Sleman.

Perguruan Tinggi Berbentuk Universitas

Nama Perguruan Tinggi Lokasi


Bulaksumur, Jalan Kaliurang,
Universitas Gadjah Mada Kecamatan Depok
Universitas Negeri Yogyakarta Jl. Samirono, Kecamatan Depok.
Dagen 219, Jl. Babarsari,
Universitas Proklamasi 45
Kecamatan Depok
Universitas Pembangunan Nasional Lingkar Utara, Condong Catur,
Veteran Depok
Universitas Sanata Darma Mrican, Kecamatan Depok
Mrican, Jl. Babarsari, Kecamatan
Universitas Atmajaya Depok
Jl. Solo Km11. Purwomartani,
Universitas Kristen Immanuel
Kecamatan Kalasan
Universitas Islam Indonesia Jl. Kaliurang KM 14,7
Perguruan Tinggi Berbentuk Sekolah Tinggi dan Institut

Nama Perguruan Tinggi Lokasi


Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Lingkar Utara, Ngemplak, Sendang
Komputer Dharma Bangsa Adi -Jombor, Kecamatan Mlati
Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Jl. Lingkar Utara, Condong Catur,
Komputer AMIKOM Kecamatan Depok
Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER) Jl. Lingkar Utara, Maguwoharjo.
Institut Pertanian (INTAN) Jl. Magelang Km 5,6
Surokarsan No 2 Tambak Jl
STIE Widya Wiwaha
Godean Km 2
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional
Jl. Babarsari, Kecamatan Depok
Yogyakarta

Perguruan Tinggi Berbentuk Akademi dan Politeknik

Nama Perguruan Tinggi Lokasi


Akademi Pertanian Yogyakarta Jl. AM Sangaji Km 6 Tegal Waras
Glendongan,Babarsari,Kecamatan
Akademi Komunikasi Yogyakarta
Depok
Jl. Ring Road Utara, Condongcatur,
Politeknik PPKP Yogyakarta
Depok
Jl. Ring Road Utara Jombor,
Akademi Teknologi Otomotif Nasional
Kecamatan Mlati
Akademi Maritim Yogyakarta Mesan, Sinduadi, Mlati
Akademi Manajemen Informatika dan Jl. Monjali, Raya Sariharjo,
Komputer ASTER Kecamatan Ngaglik
Akademi Telekomunikasi Indonesia Ringroad No.1 Jombor Kidul
Akademi Pariwisata Solo Km 10 Ambarukmo Ngentak
Solo Km. 7-8 Tambak Bayan TB
Akademi Pariwisata Dharma Nusantara
VI/11
Hotel Ambarukmo, Jl. Solo,Catur
Akademi Pariwisata Ambarukmo Palace
Tunggal, Depok
Politeknik API Yogyakarta Wisata Babarsari TB XV/15

Para pelajar dan mahasiswa tinggal di kos-kos yang tersebar di

DIY. Keadaan yang jauh dari orang tua membuat mereka harus mandiri,

dan membuat keputusan sendiri tentang bagaimana menjalani kehidupan.

Mulai dari bagaimana mereka mencari makan, membeli pakaian, belajar,

sampai mengatasi berbagai masalah yang ada di depan mereka, termasuk

masalah seks.
Aldo (bukan nama sebenarnya), 26 tahun, awal mula tahu salon

plus, sudah dari 3 tahun yang lalu ketika ia masih kuliah di perguruan

tinggi swasta di Yogyakarta.

Aldo menuturkan,

“Gue ke salon pertama kali di barat kota Jogja sama temen kost gue, dari
dulu sampe sekarang harga gak beda jauh, yang beda sekarang…
ceweknya cantik-cantik dan berani menggoda. Kalo dulu gue yang ngajak
duluan minta servis, palingan ceweknya cuman ngomong, “Berani bayar
berapa?” Sekarang, jangankan mulai massages, waktu dikasih celana
pendek untuk massage aja….ceweknya udah mulai nawarin dengan suara
manja,“Sekalian di bikin asik tidak mas”. “Wah… bagaimana bisa
menolak?” (Wawancara Frans dengan Aldo tanggal 18 Juni 2005)

Menurut Aldo selanjutnya, kalau cocok ok, kalo tidak cocok, ya

massage saja sambil berbincang-bincang mengenai usia, asli sampai sudah

berapa lama bekerja di salon tersebut, dan apa saja yang bisa dilakukan

dalam kamar yang berukuran 2x1,5m tersebut, sampai akhirnya tangan

Aldo mulai memegang daerah-daerah yang terbilang porno, sambil

berkata,

“Gimana, boleh ngga dengan harga segitu? Ntar saya jadi


langganan deh, kan sekalian harga promosi” (Wawancara Frans dengan
Aldo tanggal 18 Juni 2005)

Weleh – weleh… ada saja kata yang keluar dari Aldo, itu baru satu

orang yang mempunyai karakter semacam Aldo, padahal karakter orang

berbeda-beda sehingga apa saja dapat terjadi. Ada yang tidak perlu nawar,

ada yang perlu dengan asumsi menggunakan prinsip ekonomi,

pengeluaran sedikit yang didapat memuaskan.

Biasanya kalau pelayannya sudah ditawar apalagi sudah

digerayangi, si kapster tidak bisa menolak, apalagi kalau dia butuh uang,
karena orang juga kadang belum tentu mau di servis sama kapster tersebut,

karena banyaknya jumlah kapster yang ada yang juga siap melayani.

Ujung-ujungnya obrolan bermuara ke seks.

Ketika ditanya, kenapa musti ke salon? Aldo hanya menjawab,

“Ya… gimana pada saat itu gue kaga punya cewek, seandainya punya pun
belon tentu cewek gue mau, hahaha…, dibikin simpel aja gue ada duit,
gue pengen, gue berangkat.” (Wawancara Frans dan Aldo tanggal 18
Juni 2005)

Lain Aldo lain pula cerita Rahmad (bukan nama asli), seperti yang

ditulis Kabare Jogja edisi Bulan September 2004, berikut kisahnya.

Memasuki salon kecantikan tidak jauh dari hotel berbintang,


pinggir jalan provinsi Jogja-Solo, Rahmad merasa berbunga-bunga.
Begitu membuka pintu berkaca gelap dan membanting pantatnya di kursi
tamu, seorang kapster berseragam langsung menyodorkan minuman yang
di kemas dalam sloki. Karena Rahmad langsung menyalakan rokok,
disusul kemudian sodoran asbak, dan tak kalah pentingnya secarik kertas
terlaminating bertuliskan jebis-jenis layanan yang ditawarkannya.
Memang cukup lengkap, dari potong dan semir rambut, rebonding, spa,
facial, rias pegantin, hingga sejumlah lainnya dalam deretan cukup
panjang. Menurut Rahmad, siang itu meja layanan salon terisi tamu,
sekitar lima kapster yang rata-rata berparas lumayan, hanya jalan-jalan
mondar-mandir, ada pula yang sedang asyik ber-hp ria. Tanpa menyebut
dialog sebelumnya, sesaat kemudian Rahmad membuntuti kapster yang
menyambutnya tadi, menuju sudut ruangan, menuruni lubang tikus yang
terhalang penyekat sketsel penyekat. Ternyata, ungkap Rahmad, di bawah
lubang tikus itu ada beberapa ruangan berstandar layanan spa, lulur,
atau facial dengan fasilitas cukup komplit. Masing-masing kamar tertutup
gordin batik warna gelap, ada satu lagi yang terutup pintu dengan kunci
di dalam. Lampu masing-masing ruangan menyala terang, tetapi bisa
diganti lampu temaram saat diperlukan. Setelah ganti dengan pakaian
yang disediakan, Rahmad pun mengaku pasrah bongkokan, terserah mau
diapain. Yang jelas dirasakannya, oleh kapster yang mengaku bernama
Norma asal Wonosobo itu, sekujur badannya dipolesi sekalian diurut-urut
dengan ramuan rempah. “pokoknya rempah kasar, aromanya seperti
jejamuan, badan saya serasa digosok amplas. Yah selama sekitar
setengah jam-lah!”tuturnya mengenang. Masih menurut Rahmad, di sela-
sela tugasnya Norma seperti sengaja menggoda dengan menanyakan,
cukup dengan pelayanan standar atau perlu layanan ekstra. Kan masih
ada bagian yang tertinnggal, perlu juga sekalian diberesi atau tidak.
Namanya juga bagian berharga, tentu ada harganya. Nah, sampeyan
kasih ekstra sekian!”ujarnya sambil menunjukkan dua jari, kiasan dua
lembaran merah gambar Bung Karno dan Bung Hatta. Diisyaratkan, bisa
juga layanan lebih dari itu, tetapi ekstranya tentu lebih besar juga, dan
mesti ditempat lain. Tanpa bersedia menceritakan sesi berikutnya,
Rahmad hanya mengatakan, setelah seluruh prosesnya rampung, dirinya
mandi air hangat di bathcub ditunggui Norma di dekatnya. Sebelum
berpisah, Norma mengingatkan, sebaiknya kalau datang jangan hari
sabtu, antrenya banyak, nggak santai, tak diketahui, belakangan antar
keduanya saling kontak atau tidak, yang jelas Rahmad telah rampung
kuliah dan pulang ke kampungnya.

Begitulah kenyataan yang terjadi, salon telah menjadi ajang

perdagangan seks. Para pebisnis menangkap kebutuhan-kebutuhan seks

para remaja yang kebingungan menyalurkan nafsu seksnya yang kemudian

melahirkan tempat prostitusi terselubung di balik sebuah salon kecantikan.

Dengan tawaran yang menggiurkan, kapster cantik yang bersedia

melayani, kenyamanan tempat, ditambah harga pelayanan seks yang cukup

terjangkau. Pada akhirnya membuat para pemburu cinta bertandang ke

salon-salon plus.

Untuk memberi kemudahan konsumen yang terdiri dari pria

pemburu kenikmatan dalam memperoleh informasi tentang salon plus,

para pebisnis salon plus pun tidak segan-segan memasang iklan di koran-

koran terkemuka di Yogyakarta untuk menarik para konsumen untuk

datang ke salon plus mereka. Contoh iklan layanan salon plus bunyinya

seperti ini:

SALON
Bulan Diskon Massage+creambath/Facial 40rb, kpstr baru2. fasilitas
Lengkap T.7448547 Monjali.38

Semua prwtn ada di sini. Kpstr ABG Cntk2 bktkn sgr! Hub: 181725xxxx
atau Kutahu yang kau mau. Prwt dr kaki hingga rmbt. Dijamin enjoy.
Datang ya, 081227xxxx.39

Sungguh luar biasa ajang jual beli kenikmatan dilakukan melalui

iklan koran ini, hal tersebut sudah menjadi hal yang biasa dan bukan

rahasia lagi.

Ternyata bukan saja mahasiswa yang menjadi konsumen salon

plus, tetapi Om-om berduit juga ikut nimbrung dalam antrean pelayanan

seks di salon plus. Diantaranya, Wisnu (bukan nama sebenarnya)

mengatakan,

“Pekerjaan saya kan nyari berita, yaa…harus sedikit nakal-lah, kalau


mau dapat berita yang bagus, sekalian nambah temen”. (Wawancara
Penulis dengan Wisnu tanggal 15 mei 2005).

Nakal disini bisa berarti bersedia melakukan suatu hal tertentu

untuk mendapatkan hasil berita yang bagus. Sebagai contoh hal yang

pernah ia lakukan adalah ikut mencicipi layanan plus di salon I di Jalan

Solo dan salon lain yang memberikan layanan plus.

Dengan seringnya dia ke salon plus, kapster dan pemilik salon

bersikap manis terhadapnya dalam hal pelayanan. Sampai-sampai ada

kapster yang bersedia di foto setengah bugil. Informasi dari bapak yang

telah mempunyai tiga orang anak ini, dia mempunyai kapster langganan di

38
Kedaulatan Rakyat edisi 9 April 2005
38
Kabare Jogja edisi XXVII, Tahun III, September 2004, hlm.6
39
beberapa salon plus. Dengan berhubungan baik dengan para kapster dan

pemilik salon plus, dia mendapatkan kemudahan dalam mencari berita.

 Yogyakarta merupakan Kota Pariwisata di Indonesia yang

menjadi pusat kunjungan para wisatawan asing dan domestik.

Banyak bisnis yang dilakukan dalam rangka menunjang

pariwisata di Yogyakarta, seperti hotel-hotel, tempat penginapan,

mal-mal, dan tempat hiburan. Hal tersebut mempunyai nilai

positif manakala dengan adanya pembangunan tersebut banyak

manfaat yang dapat dipetik, seperti penyerapan tenaga kerja.

Tetapi di sisi lain, pariwisata di Yogyakarta juga tidak bisa

menghindari adanya fakta bahwa pariwisata sangat erat kaitannya

dengan seks. Sebagian wisatawan memerlukan tempat hiburan

yang mengandung pelayanan seks. Sering kita mendengar bahwa

sebuah hotel pun terkadang menyediakan pelayanan seks

terselubung. Ternyata tidak hanya hotel saja yang berulah seperti

itu, para pebisnis nakal lainnya pun tak segan untuk

menyembunyikan prostitusi di balik sebuah salon kecantikan.

Seperti di kawasan seputaran Hotel Hyatt, yakni di Jalan Palagan,

Jalan Monjali banyak sekali ditemukan oleh penulis salon-salon

yang menyediakan pelayanan seks terselubung. Pernah suatu

ketika, dengan pengamatan langsung penulis melihat seorang

bule menjadi konsumen sebuah salon plus di Jalan Kaliurang.


Pemerintah secara hukum melarang keberadaan prostitusi tetapi

di sisi lain membiarkan keberadaan salon plus, hal ini terbukti

dari masih banyaknya salon plus di kabupaten Sleman.

Alasan Umum

 Dari segi pelayan seks, adanya alasan ekonomi bagi PSK, dan

pergaulan wanita dengan seorang penyimpang (PSK), dan akhirnya

memainkan peran sebagai PSK dibalik kapster salon plus.

 Dari segi konsumen salon plus, adanya kebutuhan biologis laki-

laki

Seperti kasus Wulan, kapster salon plus di kawasan Monjali

mengaku belum pernah memegang gunting sejak bekerja di sana.

Setiap tamu datang, yang ditawarkan pertama kali adalah

creambath atau pijat. “Saya cuma belajar creambath saja, soal mijit

semua orang juga bisa. Wong yang datang ke sini juga nggak

bener-bener mau pijat kok” ujar Wulan sambil tertawa genit.40

 Dari segi fasilitator, adanya pebisnis nakal yang

menyalahgunakan fungsi salon, dengan menjadikan salon sebagai

ajang prostitusi terselubung.

Dari hasil wawancara dengan seorang pemilik sebuah salon

plus di Jalan Solo, yaitu Donna (bukan nama sebenarnya)

menuturkan,

“…kalo cuma mengandalkan orang potong rambut, berapa sih


untungnya? Dalam waktu sehari belum tentu ada yang potong
rambut, apalagi make up, makanya kita cari jalan biar salon laris,
40
Kabare Jogja edisi XXVII, Tahun III, September 2004, hlm.10
kita ndak maksain orang yang kerja disini untuk meladeni laki-
laki, tapi kalau mereka meladeni harus ngasih bagian untuk
salon” (Wawancara Dwi dan Donna tangga 14 Juni 2005).

Pernah suatu ketika, Widuri memberi saran agar Donna

membeli peralatan salon yang tidak lengkap (alat layer), tetapi dia

cuek saja. Dia acuh tak acuh akan fungsi salon kecantikannya, karena

dia lebih terfokus pada salon yang memberikan fasilitas plus-plus.

Kenapa? Seperti yang telah dikatakan di awal, karena income yang di

dapat dari melayani kebutuhan seks laki-laki jelas lebih besar

ketimbang memberikan pelayanan kecantikan.

Bagaimana peraturan perundang-undangan di Indonesia mengenai

adanya pebisnis nakal yang menyalahgunakan fungsi salon, dengan

menjadikan salon sebagai ajang prostitusi terselubung?

Hukum pidana hanya melarang mereka yang membantu dan

menyediakan pelayanan jasa seks secara ilegal seperti yang tertera

pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 296, Pasal

297, dan Pasal 506. Di sisi lain ada Perda tentang lokalisasi prostitusi.

Banyak pihak yang memandang bahwa ini adalah sebuah legalisasi

semu terhadap mereka yang membantu dan menyediakan pelayananan

jasa seks (germo). Para germo di tempat lokalisasi jadi kebal terhadap

pasal 296 KUHP.

Jika dikaitkan dengan teori Differential association milik

Sutherland yang mana ada proposisi dimana seseorang menjadi

delinkuen karena ekses dari pola pikir yang lebih memandang aturan
hukum sebagai pemberi peluang dilakukannya penyimpangan daripada

melihat hukum sebagai sesuatu yang harus diperhatikan dan dipatuhi.

KUHP kita tidak menyebutkan larangan menjual seks bagi para penjaja

cinta, oleh karena itu para penjaja seks masih berani mengkomersilkan

dirinya apalagi di tempat terselubung seperti di balik sebuah salon

kecantikan, lagipula kalau tertangkap paling-paling cuma malu yang di

dapat, hukuman yang diberikan pun ringan, biasanya denda sebesar

100 ribu rupiah karena pelanggaran ketertiban masyarakat.

KUHP hanya mengatur orang yang dikenai hukuman adalah

orang yang memperdagangkan perempuan yakni germo. Akhirnya

setiap daerah mempunyai kebijakan sendiri mengenai prostitusi.

Pelarangan prostitusi tersebut bukan memfokus pada larangan menjual

seks tetapi lebih kepada prostitusi dapat mengganggu ketertiban dalam

masyarakat karena bertentangan norma yang ada hidup di masyarakat.

Lucunya, suatu daerah juga membuat aturan tentang lokalisasi

prostitusi, sehingga terlihat ada legalisasi semu terhadap prostitusi.

Para germo di lokalisasi jadi kebal terhadap aturan hukum.

Hal di atas di perparah dengan kinerja aparat keamanan kita

yang rendah. Selama ini dimana posisi aparat keamanan kita

menghadapi masalah prositusi? Jawaban di kepala saya adalah sebuah

pertanyaan menggelitik, “Siapa yang tak butuh duit?” Aparat

keamanan seharusnya berfungsi menjaga ketertiban dan keamanan

dalam masyarakat. Sekarang masalahnya tugas berat itu tidak


dijalankan dengan baik di lapangan. Selalu saja ada oknum dari aparat

yang mencari celah untuk mencari keuntungan lebih supaya

keuangannya terjaga.

Salon-salon plus biasanya mempunyai chanell dengan pihak

aparat keamanan, jelas hal ini terkait dengan keamanan salon agar

tidak ikut digrebeg. Kalaupun terjadi penggrebegan salon plus,

sebelum kasusnya dihadapkan di depan hukum, perkara sudah di tutup

karena pihak aparat kepolisian tidak memprosesnya lebih lanjut.

Sebagai contoh, kasus salon M Kaliurang, pernah digrebeg aparat, dan

terbukti terjadi prostitusi di dalamnya sampai saat ini salon tersebut

masih menjalankan aktivitasnya. Dari informasi seorang wartawan

Kedaulatan Rakyat, Haryadi, menyatakan bahwa salon M mendapat

perlindungan dari Kapolsek sehingga keberadaannya sampai saat ini

aman-aman saja. Haryadi juga mengatakan terkadang ada oknum dari

aparat yang membocorkan berita penggrebegan salon plus sebelum

memulai operasi PEKAT dilakukan, jadi salon-salon tersebut sengaja

tutup di hari penggrebegan.

 Dari segi masyarakat, kurangnya sosial kontrol terhadap

patologi sosial

Apa yang dimaksud dengan social control ? Menurut Berger,

social control diartikan sebagai berbagai cara yang digunakan

masyarakat untuk menertibkan anggota yang membangkang.41

Masyarakat pada umumnya menganggap bahwa prostitusi adalah suatu


41
Kamanto Sunarto, loc.cit., hlm. 65
hal yang mengganggu ketertiban masyarakat, dan prostitusi harus

segera diminimalisir.

Bagaimana yang terjadi dengan masyarakat sekitar salon M,

salon IT, salon C, dan salon I ? salon M dan IT terletak di Jalan

Kaliurang, dimana kawasan tersebut termasuk kawasan bisnis, yang

cukup berkembang. Mulai dari apotek, toko buah, toko tanaman,

restoran, café, kos-kosan, salon, sampai perguruan tinggi ada di Jalan

Kaliurang. Masyarakatnya sangat heterogen, karena memang banyak

pendatang yang terdiri dari para mahasiswa dari berbagai daerah di

Indonesia bahkan dari mancanegara bertempat tinggal di jalan ini.

Rasa individualisme pun timbul di sebagian masyarakat yang

tinggal di jalan ini, kalau boleh diibaratkan seperti, “siapa-elo siapa

gua, yang penting tidak saling ganggu”. Jadi bila melihat kasus salon

plus, salon plus merupakan usaha ilegal, karena itu terkadang ada

pemilik salon plus melarang pelayanan seks di lakukan di salon tetapi

lebih disarankan di luar salon. Hal ini terkait dengan ketertiban

masyarakat di sekitar salon. Tetapi ada juga salon yang berani

menyediakan pelayanan seks di salon. Seperti salon M dan salon IT.

Mengapa mereka berani menjual seks di salon ? Alasannya mereka

mempunyai pelindung keberadaan salon yaitu para preman. Hal ini

terbukti ketika penulis observasi, selalu ditemukan preman yang

menjaga salon. Masyarakat sekitar salon juga malas berurusan dengan

aparat, meskipun mereka mengetahui keberadaan salon plus. Seperti


Naufal Helmy seorang mahasiswa Sosiatri Universitas Gadjah Mada,

ia mengetahui keberadaan M sebagian salon plus tetapi enggan

melapor ke aparat keamanan dikarenakan sudah menjadi rahasia umum

bahwa berurusan dengan aparat tidak simple alias ribet.

Bagaimana dengan masyarakat sekitar salon C di Jalan Adi

Sucipto dan salon I yang berada di Jalan Solo? Tidak jauh berbeda

kondisinya, Jalan Solo dan Jalan Adi Sucipto termasuk jalan utama di

Yogyakarta, juga menjadi pusat bisnis, mulai dari restoran, bengkel,

swalayan, salon, hotel, bank, Perguruan Tinggi, sampai mal ada di

jalan ini. Masyarakatnya juga sama heterogennya. Individualitas dalam

masyarakat pun timbul, yang pada akhirnya menyebabkan kurangnya

kontrol sosial, sehingga eksistensi salon plus tidak terganggu dan

lestari.

Faktor penghambat tumbuhnya salon plus di Yogyakarta

a. Adanya instansi yang membidangi masalah sosial, seperti dinas

sosial mengajak kepada setiap pelaku atau penyelenggara kegiatan

tuna susila langsung atau tidak langsung bersinggungan dengan

prostitusi untuk bersama-sama merumuskan satu tanggapan

strategis yang dapat membantu menangani masalah Sosial Tuna

Susila. Selain dinas sosial, ada juga Lembaga Swadaya Masyarakat

(LSM) yang bergerak dalam bidang membantu pendampingan

PSK, yang bertujuan untuk mengarahkan, membimbing,


menyadarkan PSK, menumbuhkan kemauan dan kemampuan para

wanita agar dapat merasakan hidup wajar dalam masyarakat.

Selain itu ada juga Panti Sosial membantu merubah sikap perilaku

psikologis, dengan cara konsultasi, rehabilitasi, dan pelayanan

sosial bagi wanita bermasalah, keluarga dan lingkungan yang

bertujuan menjunjung tinggi harkat dan martabat wanita,

memulihkan kembali harga diri, tanggung jawab sosial, kemauan

dan kemampuan para wanita agar dapat merasakan hidup wajar

dalam masyarakat serta meningkatkan sumber daya wanita melalui

pelatihan-pelatihan, ketrampilan.42

b. Norma-norma masyarakat yang menentang keberadaan prostitusi.

Secara umum budaya masyarakat kita melarang hubungan seks

di luar nikah. Pernikahan merupakan suatu institusi yang oleh sejumlah

besar anggota masyarakat diterima sebagai cara yang benar untuk

melangsungkan hubungan antara pria dan wanita. Institusi perkawinan

ini telah mereka internalisasikan; artinya, mereka akan merasa bersalah

dan bahkan mungkin merasa berdosa manakala mereka melakukan

hubungan diluar nikah.aturan-aturan mengenai tata cara pernikahan

tersebut bersifat wajib; orang yang melanggarnya, seperti misalnya

berzinah, akan terkena sanksi yang seringkali sangat berat.43

Oleh karena norma tersebut sudah membudaya, setidaknya

menghambat pesatnya pertumbuhan salon plus di sekitar masyarakat

42
http//din.sos.pemda-diy.go.id/index.php?option=content&task=view&id=26&itemid
43
Kamanto Sunarto, loc.cit., hlm.64
yang memegang teguh pernikahan sebagai lembaga yang sah untuk

melakukan hubungan seks.


BAB IV

LATAR BELAKANG SEORANG WANITA BEKERJA SEBAGAI

KAPSTER DI SALON PLUS

 Bagaimana seorang wanita tertarik menjadi kapster salon plus ?

Perempuan masih terus menjadi pihak yang dirugikan dan senantiasa

rentan terhadap eksploitasi. Apalagi perempuan dengan tingkat pendidikan

yang rendah, keterampilan kerja yang kurang, mereka justru menjadi sapi

perahan majikannya dan jaringan rekrutmen tenaga kerja yang merugikan

mereka, baik resmi apalagi ilegal.

Berikut ini akan dijelaskan bagaimana seorang wanita bekerja

sebagai kapster salon plus. Dalam kasus kapster salon plus, seperti Widuri

ia hanya bersekolah sampai kelas 1 SMA, lantaran orang tuanya tidak

sanggup lagi membiayainya sekolah.

Ketika ditanya bagaimana awalnya ia bekerja sebagai kapster, Widuri

mulai berkisah,

“Aku dibesarkan dalam keluarga yang pas-pasan mbak, aku harus nyari
uang tambahan untuk biaya adik-adikku. Sekolah cuma sampai kelas 1
SMA, dengan ijazah SMP, ndak banyak mbak pekerjaan yang bisa aku
kerjakan…keahlian...aku ya ndak punya, tapi aku tetep nyari kerjaan
kemana-mana…lha wong butuh duit… terus ada teman yang nawarin kerja
di salon. Aku liat kok enak kerja di salon, duitnya banyak…Akhirnya ya…
aku kerja di salon sampe sekarang…”(Wawancara penulis dengan Widuri
tanggal 3 Juni 2005).

Sampai saat ini ia telah bekerja sebagai kapster selama 5 tahun. Pada

mulanya ia bekerja karena alasan kebutuhan ekonomi. Dia juga belum

berani melayani laki-laki hidung belang namun perkembangan berikutnya,


setelah bergaul dengan teman-teman kapster yang lain yang mempunyai cara

sendiri untuk meningkatkan penghasilannya dengan jalan menjual diri,

akhirnya dia ikut-ikutan melayani pria hidung belang. Karena ia melihat

temannya yang berprofesi ganda, sebagai kapster dan penjual seks dapat

dengan mudah memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka.

Wanita yang bekerja sebagai kapster plus di salon I yang berada di

Jalan Solo ini melakukan pelayanan plus tanpa sepengetahuan suaminya

Wisnu menceritakan kepada penulis,

“ Si Widuri (bukan sebenarnya) tu sudah punya suami lho, tapi suaminya


itu ndak ngerti kalo kelakuannya di salon gitu. Ngeri toh?memang susah
kalo gaulnya sama orang yang setipe Donna (pemilik salon I)” (Wawancara
Penulis dengan Wisnu tanggal 15 mei 2005).

Faktor penunjang yang membuatnya terjebur dalam dunia prostitusi

selain faktor ekonomi adalah suaminya tidak bisa memberikan kepuasan

dalam berhubungan seks, sehingga ia mencari jalan lain dengan

melampiaskan nafsu seksnya dengan laki-laki lain. Sudah tiga tahun ia

menikah tetapi belum dikaruniai anak.

Donna menuturkan,

“Kalo si Widuri itu pertama kali pingin kerja disini, katanya butuh
duit, adiknya banyak, trus sampai akhirnya dia ngaku, ndak puas sama
suaminya. Ya..monggoh-monggoh saja kalo mau nyambi ngladeni laki-laki
lain di salon ini”(Wawancara Dwi dengan Donna tanggal 14 Juni 2005)

Kisah Bunga lain lagi, wanita berusia 23 tahun ini adalah salah satu

pegawai salon M di Jalan Kaliurang. Wanita berbodi sangat menarik ini

bekerja sebagai kapster lantaran untuk memenuhi keinginan membeli


barang-barang. Dulu ia sering kesal dengan kondisi keuangannya, ketika ia

jalan-jalan di mal ia berkeinginan membeli barang-barang yang bagus-bagus

namun tidak sanggup membelinya. Ia mencari jalan agar ia dapat memenuhi

segala keinginannya memiliki barang yang bagus-bagus

Bagaimana awalnya mbak bekerja sebagai kapster salon?

“Awalnya itu aku liat ada iklan lowongan kerja jadi kapster salon
di koran. Kebetulan yang dibutuhkan tidak memerlukan keahlian. Ya sudah
mas, aku coba-coba aja. Ya aku nglamar ke salon itu. E..alah malah ketrima
ya udah aku akhirnya kerja di salon” (Wawancara Frans dan Bunga
tanggal 7 Juni 2005)

Godaan selama bekerja sebagai kapster sangat besar dirasakannya.

Pergaulannya dengan teman-teman seprofesinya membawanya ikut-ikutan

tenggelam ke dalam dunia hitam. Bunga mulai menghisap rokok,

berpakaian yang minim, dan yang terparah dari semuanya adalah menjual

diri.

“Pertama kali kerja, tugasku cuma membantu ngramasin pelanggan, lama-


lama aku bantu fascial, dan terakhir aku bantu creambath dan massage.
Keahlianku kan nambah jadi penghasilanku jadi sedikit naik” (Wawancara
Frans dan Bunga tanggal 7Juni 2005)

Bunga mulai beranggapan bahwa menjual diri sebagai cara mudah

untuk meraup uang dalam waktu singkat. Dari segi fisiknya, ia berpostur

biola bisa menarik minat lelaki iseng untuk mencoba menggaitnya. Akhirnya

ia bekerja sebagai PSK di balik kapster salon plus agar dapat memenuhi

kebutuhannya yang terbilang penuh dengan hura-hura dan kemewahan.

Antik memang, kenapa musti menjual diri melalui salon. Melalui

salon setidaknya pekerjaan menjual seks yang ia lakukan tidak ketahuan

oleh keluarga, saudara ataupun tetangganya. Salon bercitra positif, berbeda


dengan tempat pelacuran atau lokalisasi, orang langsung memberi stigma

negatif. Orang umum masih menganggap salon sebagai tempat perawatan

kecantikan, bukan tempat praktek mesum.

Di salon ia bisa mendapatkan uang besarnya kurang lebih 300 ribu

dalam satu hari. Dan yang lebih gila lagi uang tersebut digunakan untuk

acara senang-senang bersama teman-temannya. Untuk tetap menjalin

komunikasi dengan pelanggannya uang yang didapat ia pergunakan untuk

beli voucher handphone.

Mawar, wanita yang bekerja di salon C di Jalan Adi Sucipto kota

Yogyakarta ini tergolong wanita cantik. Ketika Frans menanyakan

kepadanya mengapa ia bekerja di salon, Mawar menuturkan,

“Aku dulu kerjanya ndak disini, tapi di Solo. Bosku yang di Solo nawarin
pekerjaan yang sama, tapi tempatnya di salon yang ada di Jogja…Salon itu
kepunyaan temannya, setelah kupikir-pikir, di Solo pelangganku berkurang,
ya akhirnya aku mutuskan ke Jogja” (Wawancara Frans dan Mawar
tanggal 11Juni 2005)

Sebelum kerja di salon plus, dia sudah bekerja sebagai PSK terlebih

dahulu di luar salon. Alasannya menjual diri pertama kali karena ia butuh

uang. Pada mulanya dia meminjam uang pada temannya yang berprofesi

sebagai PSK, tetapi utang tersebut tidak dapat dilunasi. Disaat itu ia dibujuk

untuk bekerja menjual diri oleh teman yang meminjaminya uang. Akhirnya

dia berprofesi sebagai PSK sampai saat ini.

Sedangkan alasan ia menjual diri melalui salon adalah untuk mencari

peruntungan yang berbeda dan berharap penghasilannya lebih tinggi di

tempat yang berbeda. Lagi pula bekerja di salon dapat menutupi pekerjaan
aslinya yakni sebagai PSK. Karena menjual jasa seks melalui salon tidak

ketahuan pihak berwajib. Pekerjaan kapster di salon sangatlah mudah

dikerjakan. Dia hanya perlu berdandan yang cantik dan menarik kemudian

merayu konsumen, dan seterusnya meladeni keinginan konsumen salon

plus. Hasilnya rupiah bisa di raup dengan mudah.

Melati, wanita cantik berhidung bangir yang bekerja sebagai kapster

salon IT ini memasang tarif yang lumayan sangat tinggi, sekitar 200-250

ribu, dan biasanya kalau sudah menjadi pelanggan apalagi sang lelaki

hidung belang yang kebanyakan om-om ketimbang mahasiswa apalagi

pelajar, sering memberikan hadiah kecil berupa sepatu, baju bahkan ada juga

yang memberikan handphone kepadanya, biasanya melati tidak mematok

harga jualnya tersebut. Mengingat sang pelanggan juga sering memberikan

ia hadiah kecil tersebut, jadi bisa dibilang balas budi.

Asal mula mengapa Melati terjebak dalam dunia prostitusi

dikarenakan ajakan temannya untuk bekerja di salon. Awalnya ia iri melihat

temannya yang bisa membeli apa-apa yang mereka inginkan dengan mudah.

Sebut saja teman Melati bernama Dahlia. Melati mencoba mencari tahu

pekerjaan apa yang Dahlia lakukan sehingga Dahlia menjadi cepat kaya.

Dahlia pun mengajak Melati untuk bekerja di salon yang berada di Bantul,

dan Melati pun mengiyakan ajakan Dahlia.

Berikut petikan wawancara dengan Melati yang bekerja di salon IT

jalan Kaliurang,

“Aku diajak Dahlia (bukan sebenarnya) kerja di salon, katanya


penghasilannya lumayan, karena aku butuh uang, aku langsung terima
ajakannya kerja di salon. Ternyata penghasilannya memang lumayan tapi
harus mau melayani laki-laki” (Wawancara Dwi dengan Melati tanggal 26
Juni 2005)”

Hari demi hari berlalu, pada akhirnya dia mengetahui bahwa

temannya tersebut cepat mendapat kekayaan lantaran melayani laki-laki

hidung belang melalui salon. Dia sempat shock mengetahui pekerjaan yang

sebenarnya yang di lakoni temannya. Apa dikata, dia membutuhkan uang

untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya, sementara dia tidak

mempunyai keahlian apa-apa. Akhirnya Melati benar-benar terjun menjadi

PSK di balik kapster salon plus.

Dari latar belakang seorang wanita bekerja sebagai PSK di balik

kapster salon plus, jika di analisa melalui teori Sutherland maka kasus

Widuri, Bunga, Melati, Mawar mempunyai sebab yang sama, yakni faktor

ekonomi dan pergaulan seseorang dengan penyimpang dengan adanya

sebuah proses, frekuensi yang bervariasi dan berbeda tiap case-nya yang

menimbulkan seseorang ingin melakukan peranan yang sama dengan

penyimpang. Widuri, Bunga, Mawar dan Melati menjadi kapster plus karena

pergaulan dengan teman-temannya yang berprofesi sebagai kapster salon

plus. Menurut Sutherland, penyimpangan bersumber pada differential

association pada pergaulan yang berbeda.

Dari kisah Melati, karena pergaulan Melati dengan temannya yang

berprofesi sebagai PSK di salon plus, yang dapat memenuhi segala

kebutuhan dengan mudahnya membuat Melati ingin memainkan peranan

yang sama (menyimpang) yakni berperan sebagai PSK.


Menurut teori Differential Association milik Sutherland, perilaku

menyimpang dapat ditinjau melalui sejumlah preposisi guna mencari akar

permasalahan dan memahami dinamika perkembangan prilaku, proposisi

tersebut antara lain :

1. Perilaku remaja merupakan prilaku yang dipelajari secara


negatif dan berarti perilaku tersebut tidak diwarisi (genetik).
Jika ada salah satu anggota keluarga yang berposisi sebagai
pemakai maka hal tersebut lebih mungkin disebabkan
proses belajar dari obyek model dan bukan hasil genetik.
2. Perilaku menyimpang yang dilakukan remaja dipelajari
melalui proses interaksi dengan orang lain dan proses
komunikasi dapat berlangsung secara lisan dan melalui
bahasa isyarat.
3. Proses mempelajari perilaku biasanya terjadi pada kelompok
dengan pergaulan yang sangat akrab. Remaja dalam
pencarian status senantiasa dalam situasi ketidaksesuaian
dari secara biologis maupun psikologis untuk mengatasi
gejolak ini biasanya mereka cenderung untuk kelompok
dimana ia diterima sepenuhnya dalam kelompok tersebut.
Termasuk dalam hal ini memahami norma-norma dalam
kelompok. Apabila kelompok tersebut adalah kelompok
negatif niscaya dia harus mengikuti norma yang ada.
4. Apabila perilaku menyimpang remaja dapat dipelajari maka
yang dipelajari maka yang dipelajari meliputi teknik
melakukannya, motif atau dorongan serta alasan pembenar
termasuk sikap.
5. Arah dan motif serta dorongan dipelajari melalui definisi
dari peraturan hukum. Dalam suatu masyarakat terkadang
seseorang dikelilingi oleh orang-orang yang secara
bersamaan memandang hukum sebagai sesuatu yang perlu
diperhatikan dan dipatuhi. Tetapi kadang sebaliknya,
seseorang dikelilingi oleh orang-orang yang memandang
bahwa hukum sebagai sesuatu yang memberikan peluang
dilakukannya perilaku menyimpang. Penerapan hukum dan
wibawa aparat yang rendah membuat orang memandang
bahwa apa yang dilakukannya bukan merupakan
pelanggaran yang berat.
6. Seseorang menjadi delinkuen karena ekses dari pola pikir
yang lebih memandang aturan hukum sebagai pemberi
peluang dilakukannya penyimpangan daripada melihat
hukum sebagai sesuatu yang harus diperhatikan dan
dipatuhi.
7. Diferential Assosiation bervariasi dalam hal frekuensi,
jangka waktu, prioritas dan intensitasnya terjadi dalam
proses belajar.
8. Terdapat stimulus-stimulus seperti: keluarga yang kacau,
depresi dianggap berani oleh teman, dan sebagainya
merupakan elemen yang memperkuat respon.
9. Perilaku menyimpang dilakukan remaja merupakan
pernyataan akan kebutuhan dan dianggap sebagai nilai yang
umum.44

Dalam kasus Melati, teori Differential association dapat dijelaskan

sebagai berikut, perilaku menyimpang Melati bukan disebabkan karena

faktor genetik, tetapi lebih karena adanya proses interaksi dengan orang lain

(dalam hal ini dengan teman-temannya yang berprofesi sebagai PSK di balik

kapster salon plus) dan proses komunikasi yang terjadi secara lisan dan

melalui bahasa isyarat. Melati jadi terbawa arus pergaulan yang negatif.

Melati yang tergolong remaja dalam pencarian ada dalam situasi yang tidak

stabil, dari secara biologis maupun psikologis untuk mengatasi gejolak darah

mudanya.

Pada perkembangannya ia mencari teman dimana cenderung ia

diterima sepenuhnya dalam kelompok tersebut. Pada awalnya ia bertemu

dengan teman dekatnya yang sekarang sudah berubah keadaannya.

Sahabatnya itu bernama Dahlia. Dulu Dahlia tergolong tidak mampu, namun

keadaannya berbeda ketika bertemu dengan Melati. Dahlia dengan

mudahnya dapat memenuhi keinginannya. Ingin ganti handphone tinggal

beli kapanpun dia mau. Perabotan yang ada di rumah Dahlia pun tergolong

lux. Bahkan dia punya pembantu. Akhirnya, Melati ingin seperti Dahlia

44
http://hqweb01.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/ma45memahami.html.
melihat keadaan ekonomi Melati yang morat marit, dan kondisi keluarga

Melati yang kacau ikut menjadi stimulus Melati berbuat menyimpang.

Memang pekerjaan kapster salon plus tidak sulit dilakukan karena

tidak membutuhkan intelegensia yang tinggi, hanya membutuhkan

kecantikan, kemudaan dan keberanian. Apalagi kecantikan dan kemudaan

sudah dimiliki oleh Melati. tinggal keberanian. Dan Melatipun berhasil

mengumpulkan keberaniannya meskipun awalnya risih menghadapi laki-laki

hidung belang. Kini Melati berprofesi sama dengan Dahlia tetapi Dahlia

beroperasi di salon plus di daerah Bantul dan Melati beroperasi di salon IT

Jalan Kaliurang.

Kenapa Melati harus bekerja sebagai PSK di salon plus? Karena di

salon plus pekerjaannya yang menjual seks itu tidak diketahui orang banyak.

Setidaknya orang-orang hanya mengetahui bahwa dia bekerja di salon biasa

sebagai kapster yang melayani konsumen yang hendak potong rambut, atau

perawatan kecantikan yang lain.

Kebanyakan alasan para kapster mau bekerja sebagai pemuas sang

lelaki hidung belang di tempat prostitusi yang berkedok salon ini, yaitu

faktor ekonomi, diajak teman, sakit hati dengan sang kekasih yang tidak

bertanggung jawab setelah menghamili, di iming - imingi sejumlah uang

yang mudah didapat oleh teman yang sudah bekerja terlebih dahulu sebagai

kapster, dan pengen cari uang cepat tanpa harus kerja keras dulu.

Ada juga yang tidak semata-mata untuk urusan seks, melainkan juga

hati. Tetapi hubungan itu tidak bisa berlangsung lama, karena begitu ada
'wanita' lain yang lebih menarik, ternyata pria itu langsung

meninggalkannya. Pengalaman semacam itulah, yang menjadi salah satu

penyebab beberapa kapster lebih memilih 'cinta kilat' dengan laki-laki yang

ingin mengajak kencan. Hal itu merupakan pilihan 'terbaik' untuk menyikapi

pria iseng, sehingga ketika ditinggal sama sekali tidak akan berpengaruh.

Dalam kaitan inilah kemudian secara otomatis berlaku hukum dagang, pria

sebagai pembeli, kapster sebagai penjual. Asal harga cocok, kencan tidak

akan terkendala.

Lalu bagaimana dengan harga diri? Itu merupakan resiko mereka,

awalnya mereka sangat risih dan takut untuk melakukan pekerjaan menjual

diri, tetapi lama-kelamaan menjadi biasa.

Ada berbagai faktor psikologis yang merupakan penyebab wanita

menjadi pelacur menurut Prof. Dr. Med. Warraou, yaitu:45

1. IQ rendah sekitar 65 % wanita pelacur mempunyai IQ rendah,


yang terbagi: (1) labilitas, dengan IQ 70-90, (2) Imbesil dengan
IQ 50-70 dan (3) IQ dibawah 50. Mereka yang idiot ini jarang
hidup diatas 30 tahun;
2. Kehidupan seksual yang abnormal, misalnya, hiper seksual dan
sadis;
3. Kepribadian yang lemah, misalnya cepat meniru;
4. Moralitas yang rendah dan kurang berkembang, misalnya kurang
dapat membedakan baik dan buruk, benar dan salah, boleh atau
tidak boleh, dan hal lainnya;
5. Mudah terpengaruh (suggestible); dan
6. Memiliki motif kemewahan, yakni menjadikan kemewahan
sebagai tujuan utamanya.

BAB V
45
Terence H. Hull, Endang Sulistyaningsih, Gavin W. Jones, loc.cit.,hlm.42
GAYA HIDUP PEKERJA SEKS KOMERSIL (PSK) DI BALIK

KAPSTER SALON PLUS

A. Suatu pagi di sebuah salon plus

Sekitar pukul 08.45 Wib, Melati datang ke salon IT, di Jalan

Kaliurang, pagi itu dia kebagian jatah untuk membuka salon. Yang dia

lakukan kemudian adalah menyapu lantai salon IT dan membersihkan

debu-debu yang menempel di meja rias dan etalase. Tak berapa lama

kemudian kapster yang lain datang dan ikut membantu merapikan salon

agar terlihat bersih, termasuk memasang seprai, dan menyiapkan handuk-

handuk untuk di susun rapi di dalam sebuah rak handuk.

Setelah selesai merapikan ruangan salon, para kapster merapikan

dandanan mereka. Mulai dari menata rambut, sampai me-make-up wajah

mereka agar terlihat menarik. Ada yang menata rias mata mereka dengan

menyapukan kuas untuk membuat eyes shadow46 dengan warna pink. Dan

selanjutnya memoles bulu mata dengan mascara47 berwarna hitam agar

terlihat lentik. Terakhir menyisir alis agar terlihat rapi. Dandan mereka

mereka sesuaikan dengan selera mereka, ada yang memoles bibirnya

dengan lipstik berwarna merah, ada juga kapster yang tidak mengenakan

lipstick sama sekali. Terakhir menyemprotkan parfum ke seluruh tubuh

mereka. Lengkaplah sudah dandanan mereka, dan sekarang mereka tinggal

46
Eyes shadow adalah (bayangan mata yang dibuat di kelopak mata dengan mengguakan
alat kosmetika.
47
Mascara adalah alat kosmetik untuk membuat bulu mata menjadi lentik
menyambut konsumen yang datang ke salon mereka. Para kapster duduk

diatas sofa panjang berlater L, sambil menonton televisi.

B. Strategi kapster salon plus menggaet laki-laki hidung belang

Satu persatu konsumen berdatangan, seperti biasa konsumen salon

IT kebanyakan para pria hidung belang. Mereka pada umumnya berstatus

mahasiswa. Sebut saja namanya Roni (bukan nama sebenarnya), langsung

menyapa dengan renyah para kapster di salon IT. sepertinya dia adalah

pelanggan salon IT.

Roni : “Mbak, massages…, Si Tari (bukan nama sebenarnya)


ada ga? Aku maunya sama dia”
Pengelola salon : “Waduh si Tari libur, sama yang lain aja, gimana?”.
Roni : “Wah, makasih de mbak, ra sidho wae…
(Terima kasih mbak, tidak jadi saja)
Yo wes yo…sesuk wae aku rene neh…”
(Ya sudah besok saya kesini lagi)

Ternyata Roni memang pelanggan tetap si Tari. Waktu pun berlalu,

ada seorang laki-laki yang datang kira-kira umurnya 30-an keatas. Dia

memarkir motornya di halaman depan salon. Pada mulanya dia langsung

menghempaskan tubuhnya diatas sofa, sambil mengobrol ringan dengan

para kapster. Sepertinya dia lagi suntuk dan butuh teman mengobrol. Salah

seorang kapster, merayunya dengan suara manja,

Kapster : “Mas..massages yuk mas, saiki kan tanggal siji


(Mas massages yuk, sekarang kan tanggal satu), (sambil
memegang pundak si Om).
Si Om ternyata tidak menggubris ajakan si kapster, si Om

mengalihkan ajakan kapster tersebut dengan membuat obrolan yang lain.

Ternyata sulit juga mendapatkan konsumen salon plus.

Tidak berapa lama, seorang mahasiswa datang.

Mahasiswa : “Mbak massages…”.


Pengelola salon : “Sama mbak Vira (bukan nama sebenarnya) aja ya”.

Vira tersenyum bahagia, akhirnya ada konsumen juga. Vira

beranjak dari sofa dan menyiapkan kamar yang akan dipakai untuk

massage dan menyiapkan pula dua buah handuk. Sementara itu mahasiswa

tadi menunggu sebentar di sofa sambil menonton tv.

“Mas, udah disiapkan…”kata Vira lembut. Mahasiswa tersebut

segera mengikuti langkah-langkah kaki Vira ke sebuah bilik yang berisi

satu buah tempat tidur dan dua buah kursi plastik. Apa saja yang terjadi

setelah keduanya masuk di bilik tersebut?

C. Dari mulut manis bermuara ke seks

Ngobrol merupakan cara awal yang dilakukan untuk lebih saling

mengenal, supaya membuat suasana tidak kaku ketika terjadi pelayanan

seks. Dari sekedar rayuan mulut manis lelaki hidung belang, akhirnya

bermuara ke pemberian pelayanan seks. Pengertian plus sebagaimana

lazimnya, bisa menjadi bagus jika itu merupakan bonus pelayanan tanpa

harus diikuti konsekuensi biaya. Sebaliknya bisa menjadi menyedihkan,

bila plus untuk urusan salon itu, bersinggungan dengan libido yang justru
mengaburkan maksud dan makna keberadaannya.48 Pemberian layanan

ekstra memang bisa multi interpretasi. Di satu sisi bisa di maknai positif

karena ada pelayanan tambahan, semisal dengan pemijatan untuk

relaksasi. Di sisi lain bisa menjadi negatif, karena tambahan pelayanan itu

berupa pemuasan libido pelanggannya. Heru Nugroho, sosiolog UGM,

mengatakan bahwa, bobot positif menjadi sangat kabur ketika orang

berbondong ke salon bukan untuk merawat raga, tetapi untuk

melampiaskan nafsu birahi. Lebih konyol lagi, jika papan nama salon

sekadar kamuflase, karena kapsternya lebih pintar menjinakkan libido

daripada menggunting rambut, pencet jerawat atau membersihkan muka.

Makna plus dari salon plus yakni adanya pelayanan lebih dari

sekedar salon kecantikan biasanya. Yang dimaksud dengan pelayanan

lebih di sini yaitu adanya pelayanan seks dari para kapster yang bekerja di

salon tersebut.

Aktivitas seks yang sering dilakukan oleh kapster salon plus

dengan konsumen salon plus antara lain:

a. Hand job/Vital spa/ onani/masturbasi, oral seks, petting

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, onani berarti pengeluaran

air mani (sperma) dengan tidak melakukan sanggama; masturbasi. Contoh

aktivitas seks yang bersumber dari pengakuan seorang konsumen salon

plus, ketika ditanya apa yang dilakukan di salon plus bersama kapster,

"Kalau nggak oral, ya, hand job," ungkap pelanggan Fredi (bukan nama

sebenarnya) sambil terkekeh menceritakan ritual favorit yang biasa


48
Kabare Jogja edisi XXVII, Tahun III, September 2004, hlm.6
diperolehnya dari kapster salon RT. Fredi mengatakan, hand job itu

disebut para kapster dengan istilah spa vital”49.50

Seringkali seks oral disebut sebagai bagian proses foreplay51.

Dimana melibatkan alat kelamin dan mulut. Oral seks tidak

memungkinkan pertemuan dengan sel sperma dengan sel telur, jadi tidak

mungkin kehamilan bisa terjadi. Namun, bukan berarti ini merupakan seks

aman, karena penyebaran penyakit menular seksual tetap dapat terjadi.

Penyakit Gonorhoe, herpes, sifilis, bahkan AIDS masih mungkin

menyebar melalui oral seks.52

Dapat dimengerti aktivitas seks yang dilakukan hanya sekedar oral

ataupun hand job (onani/masturbasi), karena ruangan tempat pelayanan

plus sangat kecil, malah biasanya para konsumen plus membawa kapster

keluar ke tempat lain. Aldo seorang konsumen salon plus di jalan

Kaliurang menuturkan,

“Kapster bisa dibawa keluar, suka-suka yang mau make, kalo mau ML di
salon bisa, tapi biasanya gue bawa keluar, lebih nyaman, ruangannya gak
sempit kayak di salon. Biasanya gue bawa ke Kaliurang..” (Wawancara
Frans dengan Aldo tanggal 18 Juni 2005)

b. Hubungan Intim (hubungan seks)

Saya menanyakan pada Wisnu seorang konsumen salon plus,

“Biasanya ngapain aja mas di salon plus?”

49
Spa vital disini maksudnya adalah spa kemaluan, dengan dihangati kemudian di pijat-
pijat.
50
www.popular-maj.com/content/preview/liputankhusus/042004
51
foreplay adalah aktivitas awal dalam berhubungan seks
52
http://www.merC.org/mc/ina/konkes/2005/kkes-0205-oralsex-htm
“Gini lo mbak, menurut saya tidak ada yang namanya salon plus, yang
ada cuma salon kecantikan biasa, tapi… pegawainya yang nyambi
melayani. Jadi, “plus”nya bukan dari pihak yang punya salon tapi dari
pegawainya yang iseng di luar aturan manajemen. Kalo ditanya ngapain
ya hubungan seks” (Wawancara Penulis dengan Wisnu tanggal 15 Mei
2005)

Ketika Frans menanyakan kepada Bunga seorang kapster salon

plus tentang aktivitas yang dilakukan seperti creambath dan massage,

Bunga menuturkan,

“Creambath itu sebenarnya ngasih krim perawatan rambut, sambil


kepalanya dipijat. Kalau massage itu sebenarnya pijat
badan”(Wawancara Frans dan Bunga tanggal 7 Juni 2005)

Kemudian, Frans menanyakan kembali, apa saja yang dilakukan

saat creambath dan massage, bunga menceritakan

“Mmm…malu sebenarnya mau ngomong, tapi mas bener-bener pengen


tau ya?...creambath dan massage di salonku tu ya gitu-gitu mas, ada esek-
eseknya…ya mau gimana lagi, aku harus ikut-ikutan begitu demi uang.
Apa-apa sekarang mahal, ya sudah apa boleh buat…sing penting entuk
duit mas” (yang penting dapat uang). (Wawancara Frans dan Bunga
tanggal 7 Juni 2005)

Setelah pelayanan seks selesai, biasanya konsumen di keramasi

dan terakhir pembayaran pun dilakukan. Pelayanan seks dapat dilakukan

di luar salon, dari beberapa konsumen mengaku bahwa mereka ada yang

membawa para kapster salon plus ke Kaliurang dan ada juga yang

membawa kapster salon plus ke hotel-hotel kelas melati.


D. Penantian kapster salon plus

Saat konsumen tidak ada kegiatan yang biasa para kapster salon

plus lakukan antara lain nonton televisi, sms53-an, ngobrol dengan sesama

kapster, merokok, makan, membaca majalah dan tabloid gosip. Acara

televisi seperti gosip, telenovela, musik dangdut dan house music yang

hingar bingar biasanya menjadi pilihan tontonan mereka tatkala

menganggur. Ketika saya berjualan produk kecantikan ke sebuah salon

plus, mereka sedang menonton acara gosip artis. Terkadang mereka di dera

rasa bosan juga manakala konsumen tidak kunjung datang.

Foto 7. Seorang kapster salon plus menanti konsumen datang (koleksi pribadi).

E. Style makan ala kapster salon plus

Para kapster dalam mengkonsumsi makanan disesuaikan dengan

tingkat penghasilan setiap kapster, karena memang tidaklah sama antara

satu kapster dengan kapster lainnya. Penghasilan mereka tergantung

keberhasilan mereka memikat laki-laki hidung belang dengan nego harga

yang disesuaikan pelayanan yang memuaskan. Sebagian kapster tidak

terlalu memilih makanan yang high class untuk di konsumsi, mereka

53
SMS (Short Message Service)
makan seadanya. Nasi, tahu, tempe pun jadi. Menurut Widuri, ia mendapat

jatah makan dari salonnya sebesar tiga ribu rupiah setiap harinya. Di

Yogyakarta, uang tiga ribu rupiah dapat dibelikan sebungkus nasi telur

dengan segelas es teh. Tetapi sebagian kapster yang lain ada juga yang

bergaya hidup mewah, ketika kapster tersebut diajak keluar oleh laki-laki

hidung belang. Sebagai contoh, dia memilih tempat makan yang mahal-

mahal, seperti sea food, Mc Donald, china food, thai food.. Biasanya yang

membayar biaya makan ketika diajak keluar oleh konsumen plus adalah

konsumennya.

F. Style berpakaian para kapster salon plus

Kebanyakan para kapster salon plus berpakaian minimalis, kadang

tidak minimalis tetapi super ketat seperti kaos ketat di padu dengan celana

jeans yang ketat. Seperti di salon M, ada kapster yang berpakaian yang

memperlihatkan lekuk tubuhnya tujuannya memang agar bisa memikat

mata lelaki untuk mencicipi fasilitas plus di salonnya. Begitu juga dengan

kapster di salon IT, I, C, mereka memilih style pakaian yang cenderung

terbuka atau sedikit terbuka, misalnya dengan membiarkan bagian perut,

dada, pundak, ataupun bagian punggung bagian belakang terlihat oleh

orang.
Foto 8. Kapster salon I yang berpakaian terbuka di bagian punggung (koleksi pribadi)

Foto 9. Kapster salon C yang berpakaian ketat nan seksi (koleksi pribadi).

Setiap kapster mempunyai style-nya sendiri-sendiri dalam

berdandan, merias wajah, rambut dan tubuh mereka. Ada kapster yang me-

make up (merias wajah) seluruh wajahnya. Dengan memoles alas bedak,


bedak, blush on (pemulas pipi), eyes shadow, mascara, merapikan alis

dengan pensil alis, dan memoles bibirnya dengan lipstick (pemulas bibir).

Tetapi ada juga yang tidak mendandani diri mereka dengan aneka make-

up. Ada yang dandannya biasa saja, cukup percaya diri (pede) dengan

sedikit polesan lipstick tetapi ada juga yang tidak suka pakai lipstick.

Untuk kapster yang tidak pede dengan rambutnya yang keriting mereka

atasi dengan me-rebonding (meluruskan) rambutnya. Jika telah selesai

mempercantik diri, mereka pun siap menjalankan aksinya dengan

menunggu di sofa ruang tunggu salon sambil nonton tv, dan mengobrol

dengan kapster yang lain.

G. Style berbelanja kapster salon plus

Lamanya jam kerja para kapster di salon membuat mereka sedikit

mempunyai waktu untuk berbelanja. Waktu berbelanja terkadang

diselipkan ketika mereka diajak keluar oleh konsumen plus. Ada juga yang

berbelanja setelah sepulang bekerja, atau ketika hari libur. Uang yang

mereka dapatkan dari menjual diri, mereka pergunakan untuk berbelanja

kebutuhan sehari-hari. Mulai dari barang-barang kebutuhan rumah tangga,

pakaian, sepatu, make-up, tas, parfum sampai ke voucher handphone.

Mereka biasanya mengutamakan membelanjakan uangnya untuk barang-

barang yang berfungsi memperindah penampilan mereka, seperti pakaian,

parfum, dan alat make up. Ketika saya berjualan produk kosmetik di

sebuah salon plus, mereka cukup antusias melihat produk kecantikan yang
saya bawa, dan ada seorang kapster yang memesan lipstick seharga 25 ribu

rupiah.

H. Masalah kesehatan kapster salon plus

Menurut para ahli, melakukan hubungan intim secara teratur

memiliki pengaruh yang luar biasa bagi kesehatan. Tetapi berhubungan

seks dengan cara berganti-ganti pasangan dan tanpa menggunakan

kondom dapat menyebabkan seseorang terkena virus HIV.

Apakah para kapster salon plus tidak takut terkena penyakit? Tentu

tidak, karena mereka selalu menganjurkan konsumen yang akan di

dilayani tersebut untuk menggunakan pengaman atau kondom, dan

biasanya satu bulan satu kali mereka menyuntikan diri mereka dengan

vaksin yang dapat menahan mereka dari tertularnya kemungkinan penyakit

dan biaya tersebut yang bayarkan adalah mereka sendiri, bukan sang

pemilik salon. Bagaimana dengan kehamilan? Jawabannya kemungkinan

hal tersebut terjadi sangat kecil, karena kembali lagi ke semula yaitu

mereka menganjurkan untuk menggunakan kondom.

Ketika Aldo ditanya apakah dia dan pacarnya tidak pernah

berhubungan seks, dia mengatakan bahwa ia tidak pernah mau melakukan

hubungan seks dengan pacarnya sebelum menikah, alasannya karena

selain takut terjadi kehamilan dia juga tidak mau merusak sang kekasih.

Akhirnya dia memilih berhubungan seks dengan kapster salon plus yang

menurutnya tidak membutuhkan tanggung jawab lebih


Aldo berkata, “lebih baik gue membayar tapi segala sesuatunya aman
terkendali, kalau dia hamil itu kan bukan tanggung jawab gue, gue kan
udah bayar” (Wawancara Frans dan Aldo tanggal 18 Juni 2005)

Adi Sasongko dari Yayasan Kusuma Buana mengutip sebuah

penelitian tahun 2002 menyebut jika di Indonesia sedikitnya terdapat 3

juta laki-laki yang menjadi pelanggan prostitusi. Hanya sedikit dari

mereka yang menggunakan kondom saat kontak seks. Ini berarti, bukan

hanya sedikitnya 3 juta laki-laki yang berisiko tinggi terhadap HIV. Karena

di belakang mereka ada istri, pacar, anak dan juga perempuan/ laki-laki

dalam prostitusi yang lain, yang juga memiliki risiko tertular.54

I. Tips kapster salon plus mengantisipasi garukan

Musim penggrebegan salon plus akhir-akhir ini terkadang

membuat mereka takut juga. Selain malu dengan keluarga, juga harus

menahan malu dengan sanak famili, tetangga, dan masyarakat sekitar dia

bertempat tinggal. Belum lagi harus membayar denda karena telah

dianggap mengganggu ketertiban masyarakat.

Sebelum jatuh tertimpa tangga, para kapster biasanya punya trik-

trik sendiri menghadapi petugas ketertiban. Kebanyakan salon mempunyai

pintu di bagian belakang, jadi jika sewaktu-waktu ada penggrebegan

mereka siap kabur lewat pintu tersebut. Pemilik salon pun tak kalah

cerdik, mereka memasang stiker izin gangguan dari Pemda, agar mereka

aman tidak terkena operasi petugas ketertiban. Yang dimaksud dengan ijin

54
http://hqweb01.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/mbrtpage6.html
gangguan ini adalah ijin Hak Operasional (HO), yang memang

dipersyaratkan untuk setiap jenis usaha. Untuk memiliki HO, pemohon

harus melampirkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Artinya, tanpa ada

IMB, jangan harap HO bisa diperoleh. Ketentuan tersebut sudah lebih

lunak, karena sebelum 2003 untuk buka usaha salon juga diwajibkan

memiliki Surat Izin Usaha Kepariwisataan (SIUK). Bagian ketertiban

yang bertugas memonitor keberadaan izin atau kemungkinan

penyalahgunaannya. Untuk penanganan HO salon, Pemkab Sleman

menyerahkan ke unit Pelayanan terpadu Perizinan Satu Atap. Bedanya

dengan Pemkot Yogyakarta, Kabupaten Sleman masih memberlakukan

SIUK.55

Foto 9. Stiker ‘IZIN GANGGUAN’di salon I dan foto kapster salon plus dibalik sebuah
etalase. (koleksi pribadi)

Trik lainnya untuk mengantisipasi adanya garukan, biasanya pihak

salon mempunyai channel dengan aparat keamanan. Sehingga jika ada

agenda pengrebegan salon plus, orang dalam atau seorang oknum dari

aparat membocorkannya pada pihak salon untuk segera berhati-hati.

Karena sudah diberi tahu akan ada pengrebegan salon plus, maka salon-

55
Kabare Jogja edisi XXVII, Tahun III, September 2004, hlm.14
salon plus mencari jalan aman, yakni dengan menutup salon mereka di

hari ketika akan ada penggrebegan. Jika situasi aman terkendali, salon

plus kembali beroperasi.

Foto 10. Kapster salon plus yang terjaring operasi PEKAT (Koleksi Haryadi)

J. Hingga ujung waktu…

Jam menunjukkan pukul 20.30 WIB, para kapster sudah terlihat

lelah, karena seharian mereka bekerja di salon. Pada jam 09.00 WIB, para

konsumen yang berada di salon plus beringsut dari salon. Kemudian tugas

yang musti dilakukan oleh para kapster adalah merapikan fasilitas salon

yang telah dipakai, seperti mengganti seprai, mencuci handuk, dan terakhir

menghitung penghasilan yang didapat pada hari itu. Setelah pekerjaan

selesai, barulah mereka meninggalkan salon ke tempat tinggal mereka

masing-masing, ada yang dijemput suaminya, ada yang pulang sendiri

dengan mengendarai motor, ada juga yang dijemput pacarnya.


K. Suka duka menjadi kapster salon plus

Jalan hidup setiap orang jelas berbeda, ada yang tajam dan berliku,

ada yang jatuh-bangun mengejar impian, ada juga yang lurus-lurus saja.

Siapa yang bercita-cita ingin menjadi pekerja seks komersil ketika

dewasa? Tentunya tidak ada. Tetapi jalan hidup membawa seorang wanita

tenggelam dalam dunia prostitusi. Ada berbagai alasan yang melatar

belakangi seseorang terjun menjadi PSK, ada alasan ekonomi, ada yang di

khianati oleh pacar yang tidak bertanggung jawab telah menghamili, ada

yang tidak puas dengan kehidupan seks rumah tangganya, dan ada juga

yang ingin mendapatkan uang dengan cara cepat karena ia menganggap

pekerjaan melayani nafsu seks laki-laki adalah pekerjaan yang mudah

dilakukan tetapi penghasilan yang di dapat lumayan.

Uang memang pada akhirnya bisa di tangan jika telah berhasil

melayani konsumen dengan puas, tetapi bagaimana setelah itu? Perasaan

berdosa tak jarang menghinggapi hati kecil mereka, karena telah menyakiti

hati suami, menyakiti perasaan pacar, menyakiti hati orang tua dan anak-

anak. Rasa jijik terhadap konsumen yang mereka tidak sukai harus mereka

atasi sendiri demi mendapatkan uang. Mereka terkadang terpaksa

melakukan pekerjaan yang tidak halal itu demi menghidupi keluarga

mereka yang ada dalam tanggung jawab mereka, seperti membesarkan

anak, membayar uang sekolah, sampai mempertahankan hidup agar dapur

tetap mengepul.
Keinginan untuk pensiun dari pekerjaan PSK pastilah pernah

menyentuh batin mereka yang menjual seks. Tapi mereka memikirkan

pekerjaan apa yang bisa mereka lakukan? Mencari pekerjaan jaman

sekarang sangatlah sulit. Ijasah sekolah tidak ada, dan kemampuan bekerja

juga tidak ada. Mau jadi buruh gendong di Pasar Bering Harjo malu, hal

ini terkait dengan mentalitas mereka yang rendah, mereka menilai

pekerjaan tersebut berat dan berpenghasilan sedikit sehingga menurut

mereka tidaklah cukup untuk hidup.

Belum lagi, jika mereka ingin keluar dari dunia prostitusi ada suatu

premanisme yang mengancam mereka untuk tetap bekerja sebagai PSK.

Para kapster plus, biasanya diatur oleh pemilik salon yang terkadang

merangkap berprofesi sebagai germo. Para kapster dibuat selalu

mempunyai utang pada germo sehingga mereka terikat untuk tetap bekerja

di salon tersebut.

Dalam budaya patriarki, seksualitas perempuan diletakkan di

bawah dominasi laki-laki, yakni demi melayani kebutuhan seks laki-laki

dan menjadi pelayan emosionalnya. Terminologi ini nyaris sejajar dengan

kedudukan para PSK di mata mucikari. Bagi germo, PSK tidak memiliki

hak melawan atau membantah kata-katanya, maka apapun perintah germo

harus dilakukan tanpa boleh mengajukan keberatan.

Dalam kasus salon plus: kapster salon plus menempati kelas

(tempat) paling rendah karena dari segi ekonomi dia tergantung dari

konsumen salon plus dan pemilik salon plus. Masyarakat merupakan


pihak yang seharusnya mengontrol apakah individu-individu berperilaku

baik atau tidak menyimpang. Sikap masyarakat yang memandang negatif

para PSK, terkadang membuat para mantan PSK sulit diterima di

masyarakat bila mereka keluar dari dunia prostitusi. Keadaan-keadaan

tersebutlah yang membuat mereka terjebak dalam dunia prostitusi.

Akhirnya, semua kondisi diatas menempatkan mereka untuk tetap bekerja

sebagai pekerja seks komersil.

L. Nasib para kapster pasca penutupan salon plus

Dampak dari ditutupnya salon plus oleh aparat Kepolisian sangat

dirasakan oleh para kapster. Bagi para kapster yang benar-benar bekerja

secara lurus, barangkali mereka bisa mencari alternatif lain. Tetapi bagi

para kapster yang sebenarnya hanya mengandalkan wajah dan keelokan

tubuh, tentu saja bukan persoalan gampang jika harus alih profesi. Salah

satu penyebabnya, para kapster tersebut sebenarnya memang tidak lihai

bekerja di salon. Keberadaan mereka di salon bisa dikatakan hanya

sebagai 'kedok' saja. Sedangkan yang utama, mereka sebenarnya hanya

memanfaatkan salon untuk tempat kencan.

Apalagi para kapster yang dari sisi penampilan hanya biasa-biasa

saja, tentu tidak bisa leluasa mencari alternatif. Mereka harus banting stir

untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan yang

dimilikinya. Salah satu alternatif yang dipilih adalah bekerja di tempat-

tempat hiburan malam. Namun demikian, karena arena ketangkasan dan


hiburan malam juga menjadi sasaran operasi aparat Kepolisian, lagi-lagi

meraka harus 'gigit jari'. Pada dasarnya, nasib yang dialami para kapster

merupakan wujud ketidakberdayaan sebuah kalangan masyarakat di

tengah krisis ekonomi.

M. Menyingkap tabir di balik menjamurnya salon plus

Arus globalisasi turut memberi imbas pada perubahan di berbagai

belahan dunia termasuk di Yogyakarta. Sebagai contoh, dampaknya dapat

terlihat dari kemudahan orang dalam memperoleh akses informasi dan

pengetahuan yang terjadi dimanapun dan kapanpun dengan adanya

jaringan internet. Berbagai informasi yang ada telah memberi pengaruh

pada perubahan gaya hidup para remaja muda baik yang berstatus pelajar

atau mahasiswa yang berada di Yogyakarta pada khususnya, dan

masyarakat pada umumnya untuk mengikuti perkembangan yang sedang

tren di dunia. Seperti style berdandan, style berpakaian, memilih gaya

rambut, bergaul dan berperilaku. Orang terdorong ingin disebut sebagai

manusia modern yang selalu mengikuti perkembangan zaman. Sebagai

contoh, saat ini tidak hanya wanita yang butuh penampilan yang menarik

tetapi para lelaki juga berusaha untuk senantiasa berpenampilan lebih baik

di depan umum sesuai perkembangan zaman, karena itu laki-laki tidak

segan lagi mengunjungi salon kecantikan.


Ketika empat orang laki-laki ditanya, mengapa kaum laki-laki

sekarang tidak malu-malu lagi pergi ke salon yang identik dengan

kebutuhan kecantikan wanita, mereka menjawab,

“Ngapain malu kalo tujuannya untuk memperbaiki penampilan, sendirian


malah lebih enjoy, jadi biar lebih puas lama-lama di salon”( Wawancara
penulis dengan Iman Sukarno - mahasiswa Teknik Sipil angkatan 2001
UGM tanggal 18 Januari 2006).

“Cowok gak malu ke salon ya..karena yang di cari itu liat cewek, sampe
korban uang segala gak masalah” (Wawancara Penulis dengan Mohtar-
mahasiswa Teknik Sipil UGM angkatan 2001-tanggal 18 Januari 2006).

“Cowok pergi ke salon dengan tujuan untuk perawatan tubuh itu


mah..biasa, bukan hanya kebiasaan cewek, dari dulu aku juga gitu,
cuman kalo cowok biasanya lebih suka yang simpel, aku juga biasa pergi
ke salon sendirian untuk sekedar potong rambut dan keramas karena
nyaman dipijitin, no problem” (Wawancara penulis dengan Kurnia Putra-
mahasiswa Sosiatri UGM angkatan 2001-tanggal 18 Januari 2006).

“Untuk apa malu cowok pergi ke salon, apalagi cowok-cowok yang


cenderung mengutamakan penampilan dan alasan prestise, tapi aku lebih
sering ke salon dengan teman”(Wawancara penulis dengan Eko-
mahasiswa Sosiatri UGM angkatan 2001-tanggal 18 Januari 2006).

Menurut pengamatan sosiolog UGM, Dr. Heru Nugroho

munculnya salon-salon plus diindikasikan sebagai dampak fenomena

metroseksual. Pengertian metroseksual menurut Heru, antara lain

kecenderungan kaum pria mapan yang ingin tampil sempurna, baik dalam

busana, perilaku, maupun gaya hidupnya. Fenomena tersebut lazimnya

mewarnai kehidupan kota-kota besar seperti Jakarta, Medan, Bandung

atau Surabaya. Yogyakarta belum tergolong sebagai kota besar, namun

kenyataannya sudah terimbas fenomena tersebut.

Di kota besar konon, tingkat stres demikian tinggi, sehingga kaum

pria eksekutif, professional mapan, atau kalangan menengah atas lainnya


menjadi sering kebingungan mengisi leisure time. Terdorong untuk

berpenampilan secara prima luar dalam, kemudian banyak yang belok ke

alon, sekadar untuk facial, make up atau perawatan lainnya. Dari sekadar

sekali dua kali, akhirnya banyak kaum metroseksual yang secara rutin

menyambangi salon. Tren pria metroseksual ini, menurutnya

menggambarkan kian kaburnya batas-batas gender. Pria tak harus

maskulin, dan wanita pun tak harus selalu feminin.

Arti beauty saat ini tidak hanya berarti kecantikan fisik semata,

tetapi juga dapat berarti kecantikan dalam yang sering disebut dengan

inner beauty. Masyarakat kini memaknai beauty, lebih jauh lagi

menyangkut kecantikan luar dalam. Kecantikan dari luar ini tidak saja

harus tercermin dari kepintaran brain (otak) namun juga keperkasaan

dalam hal seksual. Akibat pergeseran pandangan terhadap konsep beauty

ini banyak salon yang kemudian menawarkan pelayanan ekstra berupa

pemuasan libido (pria) pelanggannya.56

Salah seorang kapster salon plus, Dina (bukan nama sebenarnya)

yang berasal Jepara, Jateng mengungkapkan dirinya sadar memiliki modal

untuk 'dihargai' tinggi. Dengan perawakan khas wanita pesisir utara, Dina

tidak mau tanggung-tanggung menggeluti sebuah profesi, meskipun

profesi itu bisa dikatakan sebagai PSK.

"Selama saya masih bisa mengeruk uang dari laki-laki yang senang royal,
ya harus saya lakukan," kata Dina (Wawancara Haryadi dengan Dina
tanggal 30 Desember 2005)

56
Kabare Jogja edisi XXVII, Tahun III, September 2004, hlm.14
Laki-laki yang senang royal menurut pandangan Dina, pasti bukan

tipe laki-laki setia. Karena selalu bergelimang dengan uang, laki-laki

seperti itu hanya mengharapkan tubuh wanita saja. Setelah itu, dia pasti

akan berganti pada pelukan wanita yang lain.

Seperti apa yang dikatakan Wulan (bukan sebenarnya), kapster

salon plus di kawasan Monjali Setiap tamu datang, yang ditawarkan

pertama kali adalah creambath ataupun pijat. Dan biasanya setiap laki-laki

yang mengencaninya selalu memanfaatkan massage hanya sebagai

pemanasan saja. Setelah 10-15 menit dipijat, maka 'permainan' yang

sebenarnya pun dimulai. Demikianlah kenyataan yang ditemukan di

lapangan, salon kecantikan terkadang hanya sebuah kedok saja untuk

menutupi adanya sebuah prostitusi didalamnya.

Prostitusi dapat terjadi dimanapun, tidak hanya di balik sebuah

salon kecantikan saja, karena itu tugas masyarakatlah untuk memberikan

pengawasan di lingkungannya agar selalu waspada terhadap merebaknya

prostitusi terselubung dan patologi sosial lainnya.


BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam bab-bab

terdahulu yaitu tentang PSK di balik kapster salon plus, penulis dapat menarik

kesimpulan:

1. Salon plus tumbuh subur di kota pelajar terutama di Kabupaten

Sleman disebabkan adanya faktor pendukung, ada dua alasan besar,

yaitu:

Alasan Khusus :

 Yogyakarta merupakan kota pelajar yang merupakan sentral para

pelajar dari seluruh penjuru tanah air untuk tujuan belajar.

Sebagian para akademika yang berdarah muda, mempunyai libido

labil yang menilai seks adalah sebuah tantangan untuk di coba.

Untuk itu mereka melarikan hasrat seksnya ke tempat-tempat

prostitusi terselubung seperti salon plus.

 Yogyakarta sebagai kota Pariwisata, dalam pengembangannya

melahirkan tempat hiburan, hotel, tempat penginapan. Kebutuhan

seks ternyata tidak jauh dari dunia pariwisata, para wisatawan yang

menginginkan kesenangan seks, butuh tempat penyaluran. Hal

tersebut menimbulkan prostitusi di banyak tempat, dan dilakukan

secara terselubung, seperti di balik sebuah salon kecantikan.


Alasan Umum :

 Dari segi pelayan seks, adanya alasan ekonomi bagi PSK, dan

pergaulan wanita dengan seorang penyimpang (PSK), dan akhirnya

memainkan peran sebagai PSK dibalik kapster salon plus.

 Dari segi konsumen salon plus, adanya kebutuhan biologis laki-

laki

 Dari segi fasilitator, adanya pebisnis nakal yang menyalahgunakan

fungsi salon, dengan menjadikan salon sebagai ajang prostitusi

terselubung.

 Dari segi masyarakat, kurangnya social control terhadap patologi

sosial.

2. Latar belakang seorang wanita bekerja sebagai kapster di salon

plus di keempat salon plus (salon M, salon IT, salon C, salon I )

secara umum karena alasan ekonomi. Tetapi ada alasan lain yang

cukup penting yakni adanya perilaku meniru seseorang yang

berperilaku menyimpang dalam hal ini terjadi peniruan perilaku

oleh seseorang wanita terhadap kapster plus, yang mana dari

peniruan perilaku tersebut peniru berharap dapat dengan mudah

mendapatkan uang seperti tokoh yang di tirunya.

3. Gaya hidup pekerja seks komersil (PSK) dibalik kapster empat

salon plus (salon M, salon IT, salon C, salon I ) sangat menarik

karena mereka menghadapi banyak cobaan demi menjaga


kelangsungan hidupnya. Sejak pagi hari hingga malam hari mereka

bekerja melayani nafsu para lelaki, waktu bersantai mereka ada

tatkala tamu belum datang yang diisi dengan menonton televisi,

membaca majalah, merokok, dan mengobrol dengan para kapster

yang lain. Mereka diharuskan tampil menarik, dengan berbusana

minimalis, atau super ketat yang mengeksplor tubuh mereka untuk

merangsang birahi lelaki. Suka atau tidak suka, jijik atau tidak jijik

dengan laki-laki penuh nafsu yang datang dari negeri antah

berantah harus mereka layani demi sebuah benda bernama uang.

4. Makna Plus dari salon plus yaitu pelayanan seks yang dapat berupa

berhubungan seks (intim), masturbasi, onani, petting, dan oral seks.

5. Tumbuh suburnya salon plus di Yogyakarta diindikasikan sebagai

dampak fenomena metroseksual. Fenomena tersebut lazimnya

mewarnai kehidupan kota-kota besar, Yogyakarta belum tergolong

sebagai kota besar, namun kenyataan sudah terimbas fenomena

tersebut hal ini tidak lepas dari pengaruh arus globalisasi.


B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan diatas, maka penulis dapat

memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Untuk menciptakan masyarakat yang bebas Pekat, prostitusi perlu

diminimalisir. Untuk itu dibutuhkan langkah preventif, yaitu

dengan memberi pemahaman tentang keagamaan yang baik serta

pendidikan seks yang benar secara dini, baik dalam lingkungan

keluarga maupun di lingkungan sekolah. Selain dua hal tersebut

ada faktor yang tak kalah pentingnya dalam usaha meminimalisir

prostitusi, yaitu kontrol sosial. Untuk mengatasi masalah prostitusi

yang sudah ada, perlu suatu penanganan yang bersifat

berkelanjutan, rehabilitasi baik didalam panti maupun diluar panti,

pembinaan baik diluar panti maupun dalam panti.

2. Masyarakat seharusnya membantu para mantan PSK untuk lebih

mudah diterima dalam masyarakat, jika mereka ingin kembali pada

jalan yang benar. Di satu sisi pelabelan negatif terhadap para PSK,

membuat mereka sulit untuk diterima di dalam masyarakat bila

mereka ingin keluar dari dunia prostitusi, untuk itu perlu diadakan

suatu pembelajaran dalam masyarakat tentang latar belakang

seorang wanita terjun menjadi PSK. Tidak semua PSK

menginginkan mereka bekerja sebagai penjaja seks. PSK juga

manusia, di benak mereka juga ada keinginan untuk berhenti

melakukan pekerjaan tersebut. Tetapi kondisi yang menjebak PSK


dalam lingkaran prostitusi, sehingga sulit untuk keluar dari

prostitusi.

3. Seharusnya pemerintah membuat aturan yang jelas dan tegas

tentang prostitusi. Selama ini pemerintah bersikap setengah-

setengah jika berhadapan dengan prostitusi. Prostitusi dilegalkan

atau dijadikan suatu pelarangan. Jika prostitusi dilarang, aparat

juga harus bertindak tegas, tidak hanya karena ada uang dari germo

yang mempunyai salon plus, salon tersebut tidak jadi di grebeg.


DAFTAR PUSTAKA

Agus Makmurtomo, B. Soekarno. 1989. Ethika, (Filsafat Moral), Ctk. Pertama,

Wira Sari, Jakarta

Agus Salim. 2001. Teori dan Paradigma Peneltian Sosial ( Pemikiran Norman

K. Denzin & Egon Guba, dan Penerapannya. Ctk. Pertama,

Tiara Wacana, Yogyakarta

A.S Alam.1984. Pelacuran dan Pemerasan Studi Sosiologis tentang Eksploitasi

Manusia oleh Manusia. Ctk. Pertama, Alumni, Bandung

Data Ungkap Ops Pekat tanggal 02-08 Mei 2005 Kepolisisan Negara Republik

Indonesia Yogyakarta Kota Besar Yogyakarta

Heniy Astiyanto. 2003, Sosiologi Kriminalitas, Ctk. Pertama, Legal Center 97,

Yogyakarta

Iip Wijayanto. 2003. Perkosaan Atas Nama Cinta, Ctk. Pertama, Tinta,

Yogyakarta

………………... 2003. Sex in the “kost”, Ctk. Kedua, Tinta, Yogyakarta

Kabare Jogja, edisi XXVII Tahun III September 2004

Kamanto Sunarto. 1993, Pengantar Sosiologi, Ctk. Pertama, Lembaga Penerbit

Fakultas Ekonomi

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ctk. Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta

Kedaulatan Rakyat edisi 11 Mei 2005

Kedaulatan Rakyat, edisi 8 April 2005

Kedaulatan Rakyat edisi 9 April 2005


Moammar Emka. 2005. Karnaval Malam Jakarta Under Cover 2, Ctk.ke-8,

Gagas Media, Jakarta

N. Daldjoni, 1997, Dunia Sekitar Kita, Aneka Masalah Aspirasi Manusia, Ctk.

Pertama, Alumni, Bandung

Soedjono D. 1977, Pelacuran ditinjau dari segi hukum dan kenyataan dalam

masyarakat, Ctk. Pertama, Karya Nusantara cabang

Bandung, Bandung

Tjahjo Purnomo, Ashadi Siregar. 1985, DOLLY membedah dunia pelacuran

Surabaya, kasus kompleks pelacuran Dolly, Ctk. Keempat,

Grafitti Press, Jakarta

Terence H. Hull, Endang Sulistyaningsih, Gavin W. Jones. 1997, Pelacuran di

Indonesia Sejarah dan Perkembangannya, Ctk. Pertama,

Sinar Harapan, Jakarta

Viera Maya Sari, 2004. Skripsi, Steak dan Gaya Hidup, Jurusan Sosiologi, UGM,

Yogyakarta

Internet:

http//jogja go.id/berita/one_news.asp?IDNews=92

http://tmp.sleman.go.id/tpl=tpl&hal=letak.php

http://www.merC.org/mc/ina/konkes/2005/kkes-0205-oralsex-htm

http://hqweb01.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/mbrtpage6.html

http://hqweb01.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/ma45memahami.html

www.popular-maj.com/content/preview/liputankhusus/022000
LAMPIRAN

Daftar Pertanyaan Wawancara


Kapster Salon Plus

A. Makna plus dari dari salon plus

1. Pada konsumen laki-laki, pelayanan apa yang biasanya paling


diminati dari salon anda?
2. Bisakah anda jelaskan tentang pelayanan massage?
3. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk massage?
4. Berapa ruang yang disediakan untuk massage?
5. Dimana biasanya pelayanan massage dilakukan?
6. Berapa tarif massage?
7. Fasilitas apa saja yang diberikan untuk konsumen massage?
8. Apa yang dimaksud dengan body massage?
9. Apa yang dimaksud dengan body spa?
10. Berapa ruang yang disediakan untuk pelayanan spa?
11. Fasilitas apa saja yang diberikan untuk konsumen spa?
12. Berapa tarif spa?
13. Apa yang dimaksud dengan creambath?
14. Berapa tarif creambath?
15. Fasilitas apa saja yang bisa didapat konsumen salon yang
creambath?
16. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk creambath?

B. Latar Belakang seorang wanita bekerja sebagai kapster salon plus

1. Apa latar belakang anda bekerja sebagai kapster?


2. Mengapa anda memilih bekerja sebagai kapster?
3. Apa pekerjaan anda sebelum menjadi kapster?
4. Sudah berapa lama anda menjadi kapster?
5. Berapa jumlah orang yang harus anda tanggung biaya hidupnya?

C. Gaya Hidup PSK di Balik Kapster Salon Plus


1. Menurut anda, apa tugas-tugas seorang kapster?
2. Apakah anda diberi petunjuk mengerjakan tugas-tugas kapster
oleh pemilik salon?
3. Pada jam berapa salon buka?
4. Pada jam berapa salon tutup?
5. Apakah anda mempunyai hari libur?
6. Apakah jenis pekerjaan anda paruh waktu?
7. Berapa jam anda bekerja dalam sehari?
8. Bagaimana cara anda untuk menarik konsumen untuk
memanfaatkan jasa pelayanan anda?
9. Apa yang anda lakukan sewaktu tidak ada konsumen?
10. Waktu libur kerja, apa yang anda lakukan?
11. Maaf, berapa penghasilan seorang kapster?
12. Berapa jumlah kapster disini?
13. Siapa pemilik salon ini?
14. Apakah salon ini mempunyai cabang?
15. Dari kalangan mana saja konsumen salon berasal? Apakah dari
kalangan mahasiswa? Pekerja?
16. Kalangan mana yang anda paling sukai dari konsumen salon?
Mahasiswa? Pekerja?
17. Apakah anda mempunyai keluarga? Suami? Anak?
18. Berapa orang yang anda tanggung biaya hidupnya?
19. Apakah keluarga anda mengetahui pekerjaan anda?
20. Penghasilan yang anda dapat dari pekerjaan sebagai kapster, anda
gunakan untuk apa saja?
21. Apa merk alat kosmetik anda?
22. Apa merk pakaian anda?
23. Apa style pakaian yang paling anda sukai?
24. Apa makanan favorite anda?
25. Apa merk parfume yang anda pakai?
26. Tempat hiburan apa yang sering anda kunjungi?
27. Apakah anda bisa menceritakan suka dan duka bekerja sebagai
kapster?

Pemilik Salon Plus


D. Salon Plus Tumbuh Subur di Kabupaten Sleman
1. Mengapa anda memilih bisnis salon?
2. Kapan salon anda mulai berdiri?
3. Apakah salon anda mempunyai izin usaha?
4. Apakah anda sendiri yang mengelola salon?
5. Bagaimana perkembangan salon anda sampai saat ini?
6. Apakah salon anda memiliki cabang ?
7. Berapa jumlah kapster yang bekerja pada salon anda?
8. Fasilitas apa saja yang disediakan salon anda?
9. Apakah salon anda menyediakan pelayanan plus?
10. Bagaimana strategi anda agar konsumen datang ke salon anda?
11. Apakah kapster yang bekerja di salon anda diberi pelatihan
sebelumnya tentang pelayanan salon?
12. Apakah kapster di salon anda mempunyai keahlian bidang
kecantikan?
13. Bagaimana cara anda mendapatkan tenaga kerja untuk dijadikan
kapster? Apakah anda mencari kapster via koran (memasang
lowongan)?
14. Berapa penghasilan kapster yang bekerja di tempat anda?
15. Konsumen salon anda kebanyakan berjenis kelamin apa?
16. Pelayanan apa dari salon anda yang paling diminati konsumen
laki-laki?
17. Pelayanan apa dari salon anda yang paling diminati konsumen
perempuan?
18. Apa yang dimaksud dengan body spa?
19. Berapa ruang yang disediakan untuk pelayanan spa?
20. Fasilitas apa saja yang diberikan untuk konsumen spa?
21. Berapa ruang yang disediakan untuk massage?
22. Fasilitas apa saja yang diberikan untuk konsumen massage?
23. Apa yang dimaksud dengan body massage?
24. Berapa tarif massage?
25. Berapa tarif spa?
26. Apakah anda mengizinkan kapster untuk melayani diluar salon?
27. Apakah anda menyuruh kapster untuk memberi pelayanan plus di
salon anda?
28. Berapa besar keuntungan salon anda perbulan?

Konsumen Salon Plus


1. Sudah berapa lama anda menjadi konsumen salon plus?
2. Darimana anda mengetahui tentang adanya salon plus?
3. Mengapa anda memilih datang ke salon plus ketimbang tempat
plus yang lain?
4. Seberapa sering anda datang ke salon plus?
5. Apakah anda mempunyai salon plus langganan?
6. Apakah anda mempunyai kapster langganan?
7. Bagaimana cara anda meminta layanan plus?
8. Apakah anda memilih kapster yang akan melayani anda?
9. Berapa lama anda di layani?
10. Apakah anda dilayani di salon plus tersebut?
11. Aktivitas seks apa yang biasanya anda lakukan di salon plus?
12. Berapa tarif yang anda berikan untuk kapster?
13. Apakah anda memberi bonus tambahan pada kapster bila dia
memberikan kepuasan yang lebih pada anda?
Jika anda memberi bonus tambahan, dalam bentuk apakah bonus
tersebut diberikan? Barang uang?
14. Apakah anda pernah mencoba memanfaatkan layanan salon plus
yang lain?
15. Apakah anda pernah mencoba kapster yang lain untuk melayani
anda?
16. Bagaimana tipe kapster yang anda sukai?
17. Sampai kapan anda memanfaatkan salon plus?

Masyarakat sekitar salon plus

1. Apa yang anda ketahui tentang salon plus?


2. Bagaimana penilaian saudara tentang pelacuran teselubung?
3. Apakah keberadaan salon plus mengganggu ketertiban
masyarakat?
4. Bagaimana pendapat saudara tentang penggrebegan salon plus
akhir-akhir ini?
5. Bagaimana pandangan anda terhadap kapster yang bekerja di
salon plus?
Seki laS Te nta ng PenuliS

Penulis adalah seorang wanita


kelahiran 6 November 1981, tepatnya di Kenali Asam, Jambi. Meskipun penulis
di lahirkan di luar Jawa, orang tuanya asli dari Kebumen, Jawa Tengah.
Pada tahun 1982, karena pekerjan Ayahnya ia pindah ke Indra Giri Hulu Riau.
Riwayat pendidikannya ia tempuh dengan mulai bersekolah di TK Sri Indra
Pura Riau, kemudian selama 6 tahun di SD YKPP Lirik Riau, dan lulus pada
tahun 1994. Selanjutnya ia meneruskan pendidikan di SLTP Negeri 2 Pasir
Penyu Riau. Pada tahun 1997 penulis pindah ke Yogyakarta guna menuntut
ilmu di SMU Muhammadiyah 2 Yogyakarta. Dan pada tahun 2000, penulis
tercatat sebagai mahasiswi Universitas Islam Indonesia (UII) Fakultas
Hukum. Setahun kemudian, penulis diterima di Jurusan Ilmu Sosiatri,
Fisipol, Universitas Gadjah Mada (UGM). Akhirnya penulis memutuskan
untuk kuliah di 2 Universitas. Pada tanggal 25 Mei 2004 tepat pada hari ulang
tahun Ibunya, penulis berhasil lulus dari Fakultas Hukum UII. Dan pada 28
Desember 2005 Alhamdulillah penulis lulus dari FISIPOL UGM. Penulis
menaruh rasa hormat yang setinggi-tingginya untuk semua Guru dan Dosen
yang telah memperluas cakrawala berpikir dan mendewasakan penulis…
Penulis berharap life in hand, ketika ilmu pengetahuan kita miliki dan tetap
tawadhu pada Sang Khalik

Yogyakarta, Desember 2005


Salam Manis,

Penulis,

Diah Susanti

Anda mungkin juga menyukai