Anda di halaman 1dari 10

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

TUGAS MATA KULIAH GEOLOGI MINERAL INDUSTRI


PEMANFAATAN BATUKAPUR (KEPRUS) DALAM INDUSTRI

DISUSUN OLEH :

MOHAMMAD REZA PERMANA

(12/333865/TK/40207)

YACOBUS EKAKRISMI NUGRAHA

(12/329888/TK/39112)

DOSEN PENGAMPU :
ANASTASIA DEWI TITISARI

YOGYAKARTA
APRIL
2015

Pemanfaatan Batukapur (keprus) dalam Industri


Mohammad Reza P, Yacobus Ekakrismi N

Pendahuluan
Indonesia merupakan suatu negara
kepulauan yang dikenal dengan sumber daya
alamnya. Salah satu dari kekayaan alam itu
adalah kekayaan mineral dan batuannya.
Mineral merupakan substansi kristalin yang
massif/solid, yang terbentuk secara alami
dan prosesnya anorganik (Schuster, 19..).
Sedangkan batuan adalah suatu agregat
koheren dari 1 atau kumpulan mineral yang
terbentuk secara alami/natural di alam
(Bonewitz, 2008). Mineral dan batuan di
Indonesia ini beraneka ragam jenisnya dan
oleh masyarakat Indonesia dimanfaatkan
untuk
mengingkatkan
perekonomian,
contohnya industri. Perkembangan industri
yang menggunakan bahan dari batuan dan
mineral kini semakin banyak. Salah satu
industry batuan yang masih popular yaitu
batu kapur.
Batu kapur atau biasa disebut
keprus/watu keprus oleh orang Jawa
terutama Jogja, pada dasarnya merupakan
batuan sedimen karbonat yaitu batugamping
yang telah mengalami perubahan. Istilah
keprus tersebut adalah istilah local untuk
menyebutkan salah satu jenis batugamping
murni (chalky limestone), merupakan jenis
komoditi yang dibutuhkan dunia industry
kimia, sehingga banyak dieksploitasi
penduduk setempat (Nasution, 2003).
Batugamping sendiri terbentuk dari proses
organik di laut dangkal, yang memiliki
kondisi air yang hangat, cukup cahaya dan
salinitas
cukup.
Oleh
karenanya
batugamping ini banyak terbentuk di daerah
khatulistiwa yang memiliki iklim hangat.
Dari sejarahnya, Indonesia cukup lama
berada di daerah khatulistiwa, sehingga akan
banyak terbentuk batugamping di wilayahwilayah Indonesia. Batugamping ini apabila
mengalami proses diagenesis, maka bisa
terubah menjadi batu kapur (keprus). Batu

kapur umumnya memiliki warna putih cerah,


dan batuannya mudah hancur (bisa
dihancurkan dengan genggaman tangan).
Namun ada juga batu kapur yang teksturnya
massif dan sangat keras. Adanya perbedaan
ini diakibatkan oleh beda proses diagenesis
yang terjadi. Batu kapur yang memiliki
tekstur remah/mudah hancur umumnya
proses yang terjadi yaitu diagenesis berupa
pelarutan. Sedangkan batu kapur yang
massif,
proses
dominannya
berupa
sementasi. Untuk lebih jelasnya akan
diterangkan di bagian genesa batuan.
Adanya potensi batugamping yang
banyak di Indonesia, menyebabkan tinggi
pula potensi batu kapurnya. Dan karena
sumber dayanya cukup besar, maka
pengembangan industri pertambangannya
memiliki prospek yang cukup baik (Haryadi
dalam Suhala, 1997)
Batugamping adalah batuan karbonat
yang memiliki banyak kegunaan dalam
bidang industri. Indonesia sebagai negara
kepulauan memiliki banyak cadangan
batugamping yang bisa digunakan sebagai
bahan baku mentah industri.

Genesa
Seperti yang telah dijelaskan di awal
tadi, bahwa batu kapur pada dasarnya adalah
batugamping
yang
telah
mengalami
diagenesis. Sehingga untuk mengetahui
bagaimana
terbentuknya,
kita
perlu
memahami dahulu bagaimana batugamping
itu terbentuk.
Batugamping adalah batuan sedimen
karbonat yang terbentuk secara organik,
kimia,
maupun
biokimia.
Proses
terbentuknya batugamping ini tidak seperti
batuan
sedimen
silisiklastik.
Pada
batugamping, terdapat pengaruh organisme
dalam pembentukannya. Jadi tiak hanya
semata-mata oleh factor ukuran butir dan

arus/gelombang. Sehingga hal itulah yang terdiagenesis. Air, baik air meteorik maupun
menyebabkan genesa dari batugamping ini air laut bisa melarutkan batuan karbonat
sangatlah kompleks dan rumit, karena factor terutama batugamping dan menyebabkannya
pengaruhnya ada bermacam-macam dan tiap terdiagenesis.
daerah
bisa
berbeda-beda.
Sehingga
Diagenesis pada batuan karbonat
diperlukan kehati-hatian dalam analisis umumnya terjadi pada saat batuan tersebut
batugamping.
sudah tersingkap di permukaan (tidak di
Ada beberapa klasifikasi batuan dalam lautan), namun bisa juga pada kondisi
karbonat, terutama untuk batugamping yang dibawah muka air laut ataupun burial.
bisa menjelaskan genesanya secara umum. Longmann (1980) membagi lingkungan
Salah satu klasifikasi tersebut adalah diagenesis batuan karbonat menjadi 4
klasifikasi batugamping milik Embry & kelompok besar, antara lain vadose zone,
Klovan (1971). Embry & Klovan membagi fresh water-phreatic zone, marine phreatic
batugamping menjadi 2 kelompok besar, zone, dan mixing zone. Pembagian
yaitu allochthonous dan autochthonous. lingkungan diagenesisnya dapat dilihat pada
Autochthonous merujuk pada batugamping Figure 2.
koral, yaitu yang terbentuk secara in situ
dengan komponen-komponennya yang saling
terikat satu sama lain. Sedangkan
allochthonous merujuk pada batugamping
klastika, yaitu batugamping yang terbentuk
dari rombakan klastika dari carbonate
factory. Biasanya terbentuk tidak jauh dari
sumbernya (carbonate factory). Selain itu,
batugamping juga bisa terbentuk secara
kimia yaitu oleh proses presipitasi air laut
yang jenuh akan karbonat. Unsur-unsur
Figure 2. Lingkungan diagenesis batuan karbonat oleh Longmann (1980)
karbonat akan terpresipitasi dan membentuk
batugamping yang massif.
Berdasarkan gambar yang dibuat oleh
Longmann (1970), vadose zone adalah
bagian yang tersingkap secara utuh di
permukaan. Pada lingkungan inilah aktivitas
diagenesis yang terjadi lebih dikontrol oleh
air meteoric dan mengkarstifikasi batuan
karbonat tersebut. Longmann (1970)
menyebutkan bahwa pada zona vadose
tersebut terbagi lagi menjadi sub-bagian
yaitu zona pelarutan (soil zone) dan zona
presipitasi
(capillary batugamping
fringe zone).
Zona
Figure 1. Klasifikasi batugamping oleh Embry & Klovan (1971). Kotak
merah menunjukkan
klastika
kotak hijau menun
pelarutan terletak di bagian atas sedangkan
zona presipitasi di bagian bawah, berbatasan
dengan fresh water-phreatic zone. Proses
yang terjadi di zona pelarutan yaitu pelarutan
Komposisi utama batugamping yaitu (leaching) CaCO3 oleh air meteorik. Apabila
material karbonat seperti kalsit (CaCO3), proses yang terjadi sangat luar biasa, maka
aragonite, dolomit, dan lain-lain. Material akan membentuk topografi karst. Proses
karbonat ini memiliki sifat yang mudah pelarutan inilah yang berperan dalam
terlarut oleh air. Sehingga batuan karbonat pembentukan batu kapur/keprus.
merupakan
batuan
yang
mudah

Batugamping yang terbentuk awalnya


tersusun oleh aragonite dan kalsit, namun
dominasinya aragonit. Seperti yang kita tahu,
aragonit adalah mineral karbonat yang paling
tidak resisten terhadap pelarutan, sehingga
mineral ini akan sangat mudah terlarutkan
oleh air dan terdiagenesis. Pada saat batuan
karbonat terutama batugamping tersingkap di
zona vadose, maka mau tidak mau terkena
air meteoric. Air ini akan melarutkan
karbonat yang dilaluinya, sehingga mineral
aragonite dalam batuan tadi akan mudah
terlarut dan menyebabkan batuannya
menjadi kehilangan kekompakkannya (ada
mineral yang hilang). Figure 3. menunjukkan
kenampakan petrografi pada saat batuan
mengalami pelarutan dan menyebabkan
porinya makin besar.

Kemudian pada zona vadose tidak


hanya proses elarutan yang bekerja, namun
juga ada proses sementasi pada sub-zona
presipitasi. Zona ini terletak di bagian bawah
dari zona vadose dan berbatasan langsung
dengan fresh water-phreatic zone. Pada zona
ini terdapat proses sementasi meskipun
sedikit dan kecil. Adanya sementasi ini
dikarenakan air yang tadinya melarutkan
CaCO3 di zona pelarutan sudah jenuh akan
karbonat CaCO3. Kondisi jenuh tersebut
kemudian akan memaksa air untuk
presipitasi dan mengendapkan karbonat.
Sehingga terbentuklah semen karbonat di
antara butir/grain batuannya. Semen ini
sifatnya
merekatkan
grain,
sehingga
produknya nanti akan meningkatkan
kekompakkan batuan. Makin banyak semen
yang terbentuk, makin padat batuan tersebut,
makin kecil porinya dan makin kompak
batuannya. Namun proses sementasi di
vadose zone ini berjalan minor, yang artinya
sedikit. Yang banyak melakukan proses
sementasi adalah zona di bawahnya, yaitu
fresh water-phreatic zone.
Pada fresh water-phreatic zone,
Longmann (1970) membaginya menjadi 3
sub zona antara lain zona pelarutan, zona
aktif, dan zona stagnan. Proses yang
dominan terjadi pada zona ini adalah
Figure 3. Pori vuggy akibat pelarutan pada batuan sedimen (Scholle & Scholle, 2003)
sementasi, penggantian mineral, dan sedikit
pelarutan. Prose pelarutan terjadi di zona
Pada gambar di atas nampak pori pelarutan di bagian paling atas. Air dari zona
yang sangat besar (warna biru, oleh blue vadose masuk maikn dalam dan bertemu
methyl), yang diakibatkan oleh proses dengan zona fresh water-phreatic. Di zona
pelarutan. Pori yang makin membesar ini ini air masih bisa melarutkan beberapa
akan menyebabkan kekompakkan batuan material karbonat, namun juga melakukan
menjadi menurun, sehingga batuan akan proses sementasi yang lebih intensif dari sub
menjadi rapuh dan mudah hancur. Selain itu, zona presipitasi. Semen yang terbentuk pada
tidak hanya proses pelarutan saja, namun air zona ini ditunjukkan pada Figure 4.
meteoric yang masuk ke dalam batuan juga
bisa mengganti komposisi batuannya yang
awalnya aragonite menjadi kalsit. Hal
tersebut dikarenakan aragonite sangat tidak
stabil, sehingga diganti oleh mineral lain
yang lebih satabil yaitu kalsit. Proses ini
adalah salah satu bagaimana batu kapur
tersebut terbentuk, terutama untuk batu
kapur yang memiliki tekstur mudah hancur.

Figure 4. Semen yang terbentuk pada fresh water-phreatic zone. Semen berbentuk bladed dan saling merekatkan grain (Scholle &

Selain itu, aragonit yang ada pada


zona ini sudah hamper terubah sepenuhnya
menjadi kalsit karena stabilitasnya. Sehingga
batuan akan menjadi lebih keras dan massif,
apalagi didukung oleh sementasi yang lebih
intensif. Maka dari itu, batu kapur yang
berjenis tekstur massif umumnya bisa
terbentuk di bagian ini.

kita dimudahkan oleh pengetahuan. Apabila


kita ingin mencari potensi batu kapur di
daerah yang belum kita kenal, maka kita bisa
mencarinya di daerah karst. Karena di dalam
karst ini terdapat potensi bahan galian batu
kapur.

Figure 6. Zona karstifikasi (kotak merah) kaitannya dengan lingkungan diagenesis (Moore, 1989)

Dari penjelasan sebelumnya, maka


kita dapat generalisasikan bagaimana proses
terbentuknya batu kapur itu. Proses-proses
diagenesis yang sangat berpengaruh antara
lain pelarutan, sementasi, dan penggantian
mineral.
Pelarutan
berperan
untuk
meningkatkan porositas dan mengurangi
Figure 5. Perbedaan tipe semen pada vadose zone dengan fresh water
phreatic zone
(Jamessehingga
& Choquette,
kekompakkan
batuan,
batu1983)
kapur
nanti akan mudah hancur. berbeda dengan
pelarutan, sementasi bekerja sebaliknya yaitu
Pada gambar di atas kita perhatikan mengurangi porositas dan membuat batu
pada micro-stalactitic cements, terdapat kapur menjadi kompak karena grain-grain
vadose silt. Vadose silt merupakan sedimen nya diikat oleh semen karbonat. Penggantian
yang berupa soil. vadose zone terletak di mineral atau replacement berfungsi untuk
bagian permukaan dari semua lingkungan mengganti mineral-mineral tak stabil seperti
diagenesis. Maka dari itu selain pelarutan, aragonit menjadi mineral stabil yaitu kalsit.
tentunya batuan akan mengalami proses
eksogenik dan bisa membentuk soil. Soil Kegunaan
tersebut apabila dalam batuan karbonat ini
Kegunaan batukapur sangat luas
akan masuk tecampur dalam air yang
melarutkan batuan. Di saat mencapai sub mulai dari pemakaian sehari-hari hingga
zona presipitasi, soil tersebut akan kebutuhan industri. Yang paling umum
terendapkan bersamaan terbentuknya semen. adalah sebagai batu bangunan dan bahan
Sehingga dalam batu kapur yang kita bangunan. Sebagai batu bangunan, batu
temukan nantinya akan sangat wajar apabila kapur digunakan umumnya untuk pondasi
kita juga menemukan adanya soil/sedimen rumah, jalan, jembatan, dan lain-lain. Namun
berukuran halus. Selain itu, zona vadose ini untuk keperluan tersebut, haruslah dipilih
biasanya menjadi zona karstifikasi, yang batu kapur yang berstruktur pejal, massif,
dicirikan oleh proses pelarutan yang intensif dank eras, serta berbutir halus dengan daya
dan menjadikan batuan terlihat berlubang- tekan 800 2500 kg/m2 (Haryadi dalam
lubang. Maka dari itu akan mejadi hal wajar Suhala, 1997). Sedangkan untuk bahan
apabila batu kapur ini kita temukan di daerah bangunan, batu kapur sering digunakan
karst. Sehingga, dalam eksplorasi batu kapur, sebagai campuran dalam adukan semen. batu

kapur yang digunakan untuk itu umumnya


yang berjenis kapur kalsium. Selain itu, batu
kapur juga digunakan untuk penstabil jalan
dengan tujuan mengurangi penyusutan
plastisitas dan pemuaian pondasi jaan raya
tersebut.
Dalam bidang pertanian, batukapur
digunakan sebagai bahan pembasmi hawa.
Batu kapur digunakan dalam bentuk
warangan timbal (PbAsO3) dan warangan
kalsium (CaAsO3), ataupun disemprotkan
sebagai serbuk belerang. Penambahan
batukapur ke tanah akan menetralkan tanah
asam yang sedikit air. Selain itu juga
berfungsi sebagai pupuk karena menambah
kandungan kalsium di tanah pertanian yang
berkurang setelah masa panen maupun akibat
erosi. Penggunaan batukapur juga meliputi
disinfektan pada kandang ungags dan bahan
dalam pembuatan kompos.
Industry keramik juga menggunakan
batu kapur dalam prosesnya, yaitu sebagai
imbuh untuk menurunkan temperature,
sehingga pemuian panas massa akan sama
dengan pemuaian glasir, dengan tujuan agar
glasir tidak retak atau pecah.
Kemudian dalam industri kaca, batu
kapur digunakan sebagai bahan tambahan
dengan jenis batu kapur yang dipakai adalah
batu kapur dan dolomit (umumnya).
Dalam industry logam, batu kapur
sering digunakan sebagai imbuh pada tanur
tinggi untuk peleburan dan pemurnian besi
dan logam lain. Peran dari batu kapur ini
yaitu bereaksi dengan silika alumina dalam
logam,
yang
akan
membuat
hasil
senyawanya mengapung di atas cairan logam
sehingga mudah dipisahkan. Selain itu juga
untuk mengikat gas-gas seperti SO2 dan H2S.
Industri
kertas
dan
pemutih
menggunakan batu kapur sebagai bahan
tambahan utamanya. Batu kapur yang
digunakan umumnya yang memiliki hablur
murni (hamper CaCO3 murni), lunak,
brwarna putih, boasanya yang komposisinya
berupa cangkang-cangkang kerang, yang
digerus sangat halus.
Kegunaan lainnya yaitu dalam
penjernihan air, digunakan bersama soda abu
pada proses kapur soda, berfungsi

menghilangkan
bikarbonat
sebagai
kekeruhan dalam air. Air kotor yang
mengandung banyak bakteri akan bersih
dalam waktu 24-48 jam apabila ditaburi
kapur dalam jumlah banyak.
Dalam
kehidupan
sehari-hari,
batukapur biasa digunakan sebagai bahan
penjernih air dalam bentuk kaporit. Ca(ClO)2.
Sedangkan pada penjernihan air untuk
keperluan industri, batukapur dipergunakan
bersamaan dengan soda abu dalam proses
kapur-soda. Proses ini selain menjernihkan
air juga mengurangi tingkat kesadahan air
yang akan digunakan untuk kebutuhan
industri.
Batu kapur juga umum dimanfaatkan
setelah diolah terlebih dahulu menjadi kapur
tohor (CaO). Kapur tohor merupakan hasil
pemanasan dari batukapur yang di
dagangkan dalam bermacam-macam hasil
pembakaran. Kapur tohor ini digunakan
sebagai bahan utama dalam industri
pembuatan karbid dengan persentase 60%
(Haryadi dalam Suhala, 1997).
Adapun kapur padam (Ca(OH)2)
yaitu bentuk hidroksida dari kalsium atau
magnesium yang dibuat dari kapur keras
yang diberi air sehingga bereaksi dan
mengeluarkan panas. Penggunaan kapur
padam terutama adalah sebagai bahan
pengikat dalam adukan bangunan.
Kapur padam dibuat dengan cara
mereaksikan kapur tohor (CaO) dengan air
sehingga terjadi reaksi kimia sebagai berikut;
CaO
kcal

(s)

+H2O

(l)

Ca(OH)2 (s)

H=15,9

Hasilnya adalah serbuk halus dalam


proses kering atau berupa bubur dalam
proses basah. Proses kering dilakukan
dengan cara menyirami bongkah-bongkah
kapur tohor sekiranya hingga setebal 15-20
cm dengan air. Sedangkan proses basah
dilakukan dengan cara mencampurkan air
serta penyiraman berulang-ulang pada kapur
tohor hingga ia berubah menjadi bentuk
bubur.

Adapun kapur udara, yaitu olahan


kapur padam yang dicampur dengan air serta
dibiarkan mengeras sehingga terjadi
pengikatan karbon dioksida.
Selain
pemanfaat
yang
telah
disebutkan diatas, batukapur juga digunakan
sebagai:

5. Kelimpahannya banyak dalam satu


singkapan
6. Karena kelimpahannya yang banyak,
maka dibutuhkan pekerjaa banyak pula,
sehingga dapat menyerap tenaga kerja
(mempekerjakan orang, terutama yang
pengangguran)
7. Pengolahan bahan nya tidak sulit dan
tidak perlu alat canggih
8. Bermanfaat dan digunakan hampir di
segala bidang, baik industri maupun
individu

Penurun kadar sulfur


Piler kare, kabel
Industri pupuk
Pengkristal gula tepung
Penetral limbah
Separator (pemisah) logam mulia
Bahan baku gelas pewarna
Penyamak kulit
Campuran minuman soda
Bahan pembuat cat
Bahan dempul
Pemadam api
Industri kimia
Peningkat keasaman tanah
Bahan lem
kardus batu kapur dengan metode konvensional (gambar diambil dari http://www.mongabay.co.id/)
Figure
7. Bahan
Proses eksploitasi
Lumpur pengeboran
Pengkristal gula pasir
Logam industri pengecoran
Selain memiliki kelebihan, tentunya
Pembuatan paralon, plastik, piler ban,
batu kapur ini memiliki kekurangan
Kabel
disbanding bahan galian lain, yaitu:
Bahan kaca kristal
Penjernih sawit/minyak kelapa
1. Harga barangnya/ nilai jualnya relatif

Kelebihan dan Keterdapatan


Batu kapur memang salah satu dari
berbagai macam bahan galian golongan C.
apabila dibandingkan dengan bahan galian
lain, tentunya batu kapur ini memiliki
kelebihan
dan
juga
kekurangannya.
Kelebihan dari batu kapur ini dengan bahan
galian lainnya yaitu:
1. Mudah diperoleh
2. Eksplorasinya mudah
3. Proses penambangannya relative lebih
mudah, tak perlu teknologi khusus.
Secara konvensional sudah bisa.
4. Tidak membutuhkan biaya banyak untuk
eksploitasinya

murah
2. Dalam eksploitasi harus berhati-hati,
karena sebagian besar dalam morfologi
karst terdapat lubang-lubang di bawah
permukaan yang tak nampak
3. Diperlukan
waktu
lama
untuk
eksploitasi apabila dilakukan dengan
cara konvensional
4. Pabrik pengolahannya sebaiknya di
dekat sumber pertambangan, karena
akan
memakan
banyak
biaya
transportasi untuk mengangkut hasil
tambangnya
(berkaitan
dengan
kelimpahannya yang banyak)
Secara umum, kita ketahui bahwa
batukapur memiliki asosiasi terhadap
morfologi karst. Meskipun tidak selalu ada,
namun umumnya di mana ada karst, di situ

bisa terbentuk batu kapur karena proses dan


lingkungan terbentuknya sama. Sebaran
lokasi potensi batu kapur di Indonesia

diperkirakan memiliki batu kapur/ keprus


apabila ciri-cirinya:

Figure 9. Peta persebaran morfologi karts di Indonesia (warna hitam). Bisa mengindikasikan adanya potensi batu kapur di
Bukitdidapatdengan
puncak
tumpul,
dari http://www.mongabay.co.id/)
sebaran formasi yangdaerah-daerah
memilikitersebut. (gambar

mengikuti
litologi batugamping yang secara sigifikan
terbilang cukup banyak dan telah mengalami
diagenesis. Di Daerah Istimewa Yogyakarta
ini, tempat penulis tinggal, memiliki potensi
batu kapur juga yang cukup melimpah.
Potensi yang paling banyak ada di
Kabupaten Gunungkidul. Apabila kita lihat
geologi
regionalnya,
Kabupaten
Gunungkidul tersusun didominasi oleh
Formasi Oyo-Wonosari, yang litologi
penyusunnya berupa batuan karbonat,
terutama batugamping. Maka tidaklah
mengherankan apabila potensi batu kapur di
Gunungkidul ini sangatlah banyak. Apalagi,
formasi ini telah mengalami karstifkasi,
dibuktikan dengan adanya kerucut karst,
dolina, uvala, dan juga sungai bawah tanah.
Lokasi pertambangan batu kapur yang
terkenal di Gunungkidul adalah di daerah
Kecamatan Ponjong, Semanu, dan Bedoyo.
Jejeran bukit-bukit kerucut karst di
Gunungkidul ini menyimpan cadangan batu
kapur yang banyak. Sehingga apabila
dieksploitasi semuanya, kemungkinan akan
membutuhkan
waktu
bertahun-tahun
lamanya.

cembung, dan cenderung landai, punya


lembah lebar
Permukaan bukitnya halus, taka da
bentuk sisa pelarutan
Tidak menunjukkan struktur perlapisan
(strukturnya masif)
Permukaan batuan relative kasar,
porositas besar, dan warnanya putih
abu-abu
Kerapatan kekar sangat jarang
Tidak ditemukan dolina disekitarnya
Tidak ditemukan fenomena karstifikasi
lain pada bukit tersebut (seperti
solution breccia atau bekas perched
water)

Nasution,
Sukandarrumudi,
dan jugaKabupaten Gunungkidul (gambar diambil dari http://www.antarafoto.
Figure 8. Contoh tambang
batu kapur
di Kecamatan Ponjong,
Sudarno telah melakukan penelitian di
daerah Ponjong ini yaitu penentuan
batugamping
keprus
berdasarkan
kenampakan pada topografi karst. Dalam
penelitiannya, Nasution (2003) menyebutkan
bahwa bukit-bukit di daerah Ponjong yang

Dari hasil penelitian oleh Nasution (2003)


tersebut, eksplorasi batu kapur menjadi lebih
mudah, karena bisa digunakan di daerah lain

selain Ponjong, apabila karakteristik litologi


dan prosesnya sama.
Terkait dengan hal di
untuk mencari batu kapur kita
melihat sebaran karst yang ada
seperti yang ditampilkan pada
bawah ini.

atas, maka
bisa dengan
di Indonesia
Figure 9. di

DAFTAR PUSTAKA

Bonewitz, Ronald Louis. 2008. Rocks and Minerals The Definitive Visual Guide. Singapore:
Tien Wah Press.
Cui, Huan. 2012. Carbonate Diagenesis (stories behind the microscopic images). University
of Maryland.
Flugel, Erik. 2010. Microfacies of Carbonate Rocks Analysis, Interpretation, and Application
Second Edition. Heidelberg: Springer.
James, Noel P. 1982. Limestone: Introduction. Department of Earth Science.
Longmann, Mark W. 1980. Carbonate Diagenetic Texture from Nearsurface Diagenetic
Environments. AAPG.
Nasution, Azhari Fithrah, Sukandarrumudi, Sudarno. 2003. Keterdapatan Batugamping
Keprus Berdasarkan Kenampakan Permukaan pada Topografi Karst di Daerah
Ponjong, Yogyakarta. Yogyakarta: Teknosains.
Suhala, Supriatna, M. Arifin. 1997. Bahan Galian Industri. Bandung: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Mineral.
Tucker, Maurice E. 2002. Carbonate Sedimentology. Great Britain: Blackwell Science.
Wright, Paul, Paul Harris. 2013. Carbonate Dissolution and Porosity Development in Burial
(Mesogenetic) Environment. Pennsylvania: AAPG Annual Convention and
Exhibition.

Anda mungkin juga menyukai