Anda di halaman 1dari 49

A Food Security and Vulnerability Atlas of Indonesia (FSVA)

DAFTAR ISI

Hal KATA PENGANTAR DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN i ii 1 1 2 3 3 3 6 6 8

1.1. Kerangka Konsep Ketahanan Pangan dan Gizi 1.2. Tujuan II. INDIKATOR FSVA 2.1. Ringkasan Indikator terhadap Kerawanan Pangan 2.2. Pemetaan Indikator Individu 2.3. Menentukan Jumlah Range (Kelas) pada Pemetaan Thematik 2.4. Penghitungan Indeks Ketahanan Pangan Komposit III. TAHAPAN PENYUSUNAN FSVA TINGKAT PROVINSI LAMPIRAN MODUL I. MODUL II. Penjelasan Indikator Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Pengolahan Data/Indikator FSVA dengan menggunakan Software Excel

MODUL III. Pemetaan dengan menggunakan Software MapInfo

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Daftar Isi

I.

PENDAHULUAN

Indonesia yang memiliki penduduk 230 juta dengan beraneka ragam budaya, sosio-ekonomi dan letak geografis menduduki peringkat 107 dari 177 negara untuk Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index tahun 2008). Meskipun Indonesia mengalami pemulihan yang cukup berarti sejak krisis ekonomi tahun 1998, namun masalah kemiskinan, kerawanan pangan dan gizi masih cukup besar dan beragam antar provinsi dan kabupaten. Indonesia sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani World Food Summit (1996) dan Millennium Declaration (2000), terus menerus memperkuat upayanya untuk mencapai tujuan ke 1 dari Millennium Development Goals (MDG), yaitu menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah US$1 per hari dan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya pada tahun 2015. Peluncuran FIA 2005 ternyata masih menyebabkan kesalahpahaman mengenai pengertian pemeringkatan kabupaten. Kata kerawanan pangan (food insecurity) di indikasikan secara langsung bahwa kabupaten-kabupaten peringkat bawah adalah kabupaten yang memiliki penduduk rawan pangan. Oleh karena itu, peta nasional kedua ini diberi judul baru yaitu Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia - Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) untuk menghindari kesalahpahaman pengertian tersebut. Perubahan nama Peta Kerawanan Pangan (FIA) menjadi Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) dilakukan dengan pertimbangan untuk memperjelas pengertian mengenai konsep ketahanan pangan berdasarkan tiga dimensi ketahanan pangan (ketersediaan, akses dan pemanfaatan pangan) dalam semua kondisi bukan hanya pada situasi kerawanan pangan saja. Pertimbangan yang kedua, FSVA juga bermaksud untuk mengetahui berbagai penyebab kerawanan pangan secara lebih baik atau dengan kata lain kerentanan terhadap kerawanan pangan, bukan hanya kerawanan pangan itu sendiri. Pembuatan FSVA ini mencakup 346 kabupaten di 32 provinsi dimana kegiatan ini sudah terintegrasi dalam rencana tahunan dan alokasi anggaran tahunan pemerintah. Seperti halnya FIA pertama, FSVA menyediakan sarana bagi para pengambil keputusan untuk secara cepat dalam mengidentifikasi daerah yang lebih rentan, dimana investasi dari berbagai sektor seperti pelayanan jasa, pembangunan manusia dan infrastuktur yang berkaitan dengan ketahanan pangan dapat memberikan dampak yang lebih baik terhadap penghidupan, ketahanan pangan dan gizi masyarakat.

1.1

KERANGKA KONSEP KETAHANAN PANGAN DAN GIZI

Pada World Food Summit (1996), ketahanan pangan didefinisikan sebagai: Ketahanan pangan terjadi apabila semua orang secara terus menerus, baik secara fisik, sosial, dan ekonomi mempunyai akses untuk pangan yang memadai/cukup, bergizi dan aman, yang memenuhi kebutuhan pangan mereka dan pilihan makanan untuk hidup secara aktif dan sehat. Pada FSVA 2009, analisis dan pemetaan dilakukan berdasarkan pada pemahaman mengenai ketahanan dan kerentanan pangan dan gizi seperti yang tercantum dalam Kerangka Konsep Ketahanan Pangan dan Gizi (Gambar 1.1). Di Indonesia, Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan mengartikan Ketahanan Pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Sebagaimana FIA 2005, FSVA dibuat berdasarkan tiga pilar ketahanan pangan: (i) ketersediaan pangan; (ii) akses terhadap pangan; dan (iii) pemanfaatan pangan.

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Pendahuluan & Indikator FSVA

Gambar 1.1. Kerangka Konsep Ketahanan Pangan dan Gizi (WFP, Januari 2009)

1.2

TUJUAN
1. 2. Memberikan pedoman bagi aparat pemerintah daerah dalam menyusun peta ketahanan dan kerentanan pangan (FSVA) daerah; dan Meningkatkan kemampuan aparat pemerintah daerah dalam melakukan analisis ketahanan pangan.

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Pendahuluan & Indikator FSVA

II. INDIKATOR FSVA


Indikator Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan dapat digolongkan ke dalam dua komponen: Kerentanan Terhadap Kerawanan Pangan Kronis, yang dicerminkan melalui indikator ketersediaan pangan, indikator akses terhadap pangan serta pemanfaatan pangan (9 indikator). Kerentanan Terhadap Kerawanan Pangan Transien, dicerminkan melalui indikator kerentanan terhadap bencana alam dan bencana lainnya (4 indikator).

2.1.

RINGKASAN INDIKATOR KERENTANAN TERHADAP KERAWANAN PANGAN

Tabel 2.1. Ringkasan Indikator FSVA Indikator Jenis Kerawanan Pangan

Ketersediaan Pangan
1. Rasio konsumsi normatif per kapita terhadap ketersediaan bersih padi + jagung + ubi kayu + ubi jalar.

KERENTANAN TERHADAP KERAWANAN PANGAN KRONIS

Akses terhadap Pangan & Penghidupan


2. 3. 4. Persentase penduduk hidup di bawah garis kemiskinan. Persentase desa yang tidak memiliki akses penghubung yang memadai. Persentase rumah tangga tanpa akses listrik.

Pemanfaatan Pangan
5. 6. 7. 8. 9. Angka harapan hidup pada saat lahir. Berat badan balita di bawah standar (Underweight). Perempuan Buta Huruf. Rumah tangga tanpa akses ke air bersih. Persentase rumah tangga yang tinggal lebih dari 5 km dari fasilitas kesehatan.

INDEKS KETAHANAN PANGAN KOMPOSIT

Kerentanan Terhadap Kerawanan Pangan Transien


10. Deforestasi hutan. 11. Penyimpangan Curah Hujan. 12. Bencana alam. 13. Persentase daerah puso.

KERENTANAN TERHADAP KERAWANAN PANGAN TRANSIEN

2.2.

PEMETAAN INDIKATOR INDIVIDU

Lakukan pemetaan individu untuk ke dua kelompok indikator kerawanan pangan kronis dan kerawanan pangan sementara (13 indikator). Range pada peta indikator individu ditetapkan berdasarkan konsultasi dengan para ahli. Pada dasarnya pembulatan nilai terdekat ke angka rata-

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Pendahuluan & Indikator FSVA

rata nasional dipakai sebagai ambang batas (cut off point) antara kelompok merah dan hijau. Range individu yang digunakan pada peta ditunjukkan oleh Tabel 2.2. Tabel 2.2. Range Indikator Individu No 1 Indikator Rasio konsumsi normatif per kapita terhadap ketersediaan bersih padi + jagung + ubi kayu + ubi jalar Persentase penduduk hidup di bawah garis kemiskinan Range >= 1.5 1.25 1.5 1.00 1.25 0.75 1.00 0.50 0.75 < 0.50 >= 35 25 < 35 20 < 25 15 < 20 10 < 15 0 3 Persentase desa yang tidak memiliki akses penghubung yang memadai - <10 PODES (Potensi Desa) 2008, BPS >= 30 25 < 30 20 < 25 15 < 20 10 < 15 0 < 10 >= 50 40 < 50 30 < 40 20 < 30 10 < 20 < 10 < 58 58 < 61 61 < 64 64 < 67 67 < 70 >= 70 >= 30 20 - <30 10 - <20 <10 >= 40 30 < 40 20 < 30 10 < 20 5 < 10 <5 >= 70 60 70 50 60 40 50 30 40 < 30 Sangat Buruk Buruk Kurang Baik Catatan Defisit tinggi Defisit sedang Defisit rendah Surplus rendah Surplus sedang Surplus tinggi Sumber Data Badan Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten, (data 20052007)

Data dan Informasi Kemiskinan, BPS Tahun 2007, Kabupaten

Persentase rumah tangga tanpa akses listrik

SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2007, BPS

Angka harapan hidup pada saat lahir

SUSENAS 2007, BPS

Berat badan balita di bawah standar (Underweight)

RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) 2007, Departemen Kesehatan

Persentase Perempuan Buta Huruf

SUSENAS 2007, BPS

Persentase Rumah tangga tanpa akses ke air bersih

SUSENAS 2007, BPS

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Pendahuluan & Indikator FSVA

No 9

Indikator Persentase Rumah tangga berjarak > 5 km dari puskesmas

Range >= 60 50 60 40 50 30 40 20 30 < 20

Catatan

Sumber Data RISKESDAS 2007, Departemen Kesehatan

10

Deforestasi Hutan

range, Hanya

Tidak ada

menyoroti perubahan kondisi penutupan lahan dari hutan menjadi non hutan

Departemen Kehutanan, 2008

11

Penyimpangan curah hujan

< 85 85 115 > 115

Di Bawah Normal Normal Di Atas Normal

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, 2008

Range ini menunjukkan penyimpangan curah hujan selama 10 tahun terakhir dibandingkan dengan rata-rata 30 tahun normal, mis: - 50 artinya: selama 10 tahun terakhir curah hujan berkurang sebanyak 50% dari kondisi rata-rata normal.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (SATKORLAK dan SATLAK).

12

Bencana Alam

range, hanya

Tidak ada

menyoroti daerah dengan kejadian bencana alam dan kerusakannya dalam periode tertentu, dengan demikian menunjukkan daerah tersebut rawan terhadap bencana alam

13

Prosentase Daerah padi puso*

>= 15 10 15 5 10 35 13 <1

Dinas Pertanian atau Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Holtikultura (BPTPH).

Untuk pemetaan pada tingkat provinsi (atau level yang lebih rendah), kita tidak bisa begitu saja menggunakan range yang ditetapkan untuk pemetaan nasional, karena bisa saja range tersebut tidak sesuai dengan distribusi data (nilai minimum-maksimum) dan kondisi lokal. Dan tidak ada aturan yang kaku dalam penentuan range indikator individu. Untuk beberapa indikator, sudah ada

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Pendahuluan & Indikator FSVA

nilai ambang batas (cut off point) yang umum dipakai, seperti misalnya pada berat badan balita di bawah standar (underweight). Dan pada indikator yang lain, nilai cut off points perlu mempertimbangkan kondisi dan konteks lokal atau keputusan bersama dari pejabat terkait setempat.

2.3.

MENENTUKAN JUMLAH RANGE (KELAS) PADA PEMETAAN THEMATIK

Untuk peta ketahanan dan kerentanan pangan nasional kita menggunakan 6 range, yang menunjukkan tiga kelompok ketahanan pangan dan tiga kelompok kerawanan pangan. Range pada peta thematik harus dibuat dalam suatu struktur yang baik/tepat sehingga memudahkan pemahaman pembaca. Jumlah range yang sebaiknya dipilih untuk peta thematik adalah 5 atau 6. Jumlah range yang terlalu sedikit biasanya akan men-generalisasi status kerawanan pangan, sementara terlalu banyak range akan membingungkan dalam hal interpretasi peta. Akan tetapi ada beberapa indikator yang memiliki jumlah range yang baku seperti underweight (4 range). Warna yang berbeda harus digunakan pada masing-masing range (kelas). Biasanya daerah yang disorot (hotspot) ditunjukkan dengan warna merah atau warna hangat/panas lainnya. Dan daerah yang tahan pangan ditunjukkan dengan warna-warna yang lebih kalem/dingin seperti warna hijau atau biru. Pemetaan thematik adalah suatu proses bertahap, di mana dilakukan pengulangan demi pengulangan/uji coba range yang dipilih untuk mendapatkan hasil pemetaan thematik yang paling mendekati kondisi lapangan. Biasanya range peta thematik yang pertama kali dibuat tidak menjadi range final. Harus dicoba beberapa set range dan cut-off point antara kelompok tahan pangan dan rawan pangan. Kemudian mencoba hasil tes range tersebut untuk mendapatkan peta thematik yang paling mendekati kondisi di lapangan.

2.4.

PENGHITUNGAN INDEKS KETAHANAN PANGAN KOMPOSIT

Indeks ketahanan pangan komposit dibuat dengan menggunakan 9 indikator kerentanan terhadap kerawanan pangan kronis. Pertama, semua indikator dirubah ke dalam bentuk indeks untuk menstandarisasi ke dalam skala 0 sampai 1 (lihat penjelasan di Modul I):

Xij Ximin Indeks Xij = -------------------------Ximax -Ximin

di mana, Xij min max : nilai ke j dari indikator ke i; : nilai minimum dari indikator tersebut; dan : nilai maksimum dari indikator tersebut.

Kemudian, indeks ketahanan pangan komposit (IFI) dihitung dengan cara sebagai berikut:

IFI = 1/9 (IAV + IBPL + IROAD + IELEC + ILIT + ILEX + INUT + IWATER + IHEALTH)

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Pendahuluan & Indikator FSVA

Peta komposit kerentanan terhadap kerawanan pangan dibuat hanya dengan menggabungkan ke 9 indikator kerawanan pangan kronis. Indeks Ketahanan Pangan Komposit dibuat dengan menggunakan Principal Component Analysis/PCA (hanya untuk peta komposit nasional). Aplikasi PCA untuk pembuatan indeks

komposit hanya bisa dilakukan untuk jumlah sampel data (kabupaten/kecamatan) minimal 50. Jumlah sampel yang sedikit tidak memadai dan tidak valid untuk aplikasi statistik ini.

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Pendahuluan & Indikator FSVA

III. TAHAPAN PENYUSUNAN FSVA TINGKAT PROVINSI


Untuk membantu kelancaran penyusunan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) tingkat Provinsi tahun 2010, maka Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian telah membentuk Tim Asistensi Penyusunan FSVA tahun 2010. Tim Asistensi terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Pelaksana yang berasal dari lintas sektor seperti Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Kesehatan, BMKG, Badan Pusat Statistik, Bappenas, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan World Food Programme (WFP). Tim Pengarah mempunyai tugas: 1. 2. Mengkoordinasian dalam hal pelaksanaan penyusunan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan; Mengkaji dan menetapkan metodologi dan indikator penyusunan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan.

Tim Pelaksana mempunyai tugas: 1. 2. 3. Melakukan pelatihan metodologi dan indikator untuk penyusunan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Provinsi; Mengkonsolidasikan dalam hal pengumpulan dan analisis data untuk pembuatan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Provinsi; Membina dan memonitor pelaksanaan penyusunan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan di tingkat provinsi.

Penyusunan FSVA di tingkat provinsi dilaksanakan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Pertemuan teknis untuk mereview ketersediaan data; Pembentukan Tim Teknis dan Tim Pengarah FSVA tingkat Provinsi; Pelatihan FSVA (Metodologi, pengumpulan data, analisis data); Pengumpulan data untuk tingkat kecamatan; Workshop untuk mereview data yang telah tersedia; Analisa data dan pembuatan peta; Workshop validasi hasil awal untuk mereview data/tabel dan peta yang dihasilkan; Pembuatan draft laporan FSVA; Penyelesaian Laporan FSVA; dan

10. Pencetakan dan Launching FSVA.

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Pendahuluan & Indikator FSVA

Jenis data, cakupan data, sumber data, dan petugas pengumpul data untuk penyusunan FSVA tingkat provinsi tertera dalam tabel di bawah ini. Jenis Data 1. Produksi Padi, Jagung, Ubi kayu, dan Ubi jalar Cakupan Data Kecamatan Sumber Data Angka Tetap (ATAP) Tahun 2006 - 2009 Petugas BKP Kabupaten berkoordinasi dengan BPS Kabupaten dan Dinas Pertanian BKP Kabupaten berkoordinasi dengan BPS Kabupaten

2. % Penduduk hidup di bawah garis kemiskinan

Kecamatan

Pendataan Perlindungan Sosial-PPLS (BPS) Small Area Estimation, BPS

2008

3. % Penduduk tanpa akses terhadap listrik

Kecamatan

PODES BPS Small Area Estimation, BPS

2008

BKP Pusat berkoordinasi dengan BPS Pusat BKP Pusat berkoordinasi dengan BPS Pusat BKP Pusat berkoordinasi dengan BPS Pusat BKP Kabupaten berkoordinasi dengan Dikpora dan BPS Kabupaten BKP Kabupaten berkoordinasi dengan BPS Kabupaten BKP Pusat berkoordinasi dengan BPS Pusat

4. Desa yang tidak bisa dilalui kendaraan roda 4 5. Angka Harapan Hidup saat lahir

Kecamatan

PODES BPS

2008

Kecamatan

Small Area Estimation, BPS

2008 / 2009

6. Perempuan Buta Huruf (kelompok umur 15 tahun ke atas)

Kecamatan

Dinas Pendidikan kab Small Area Estimation, BPS

2008 / 2009

7. Data Jumlah Penduduk

Kecamatan

Kabupaten dalam Angka, BPS

2006-2009

8. Tingkat Pengangguran Terbuka

Kabupaten

SAKERNAS BPS Small Area Estimation

2008 / 2009

9. Rata-Rata Konsumsi Kalori Per Kapita sehari menurut Kelompok Makanan dan Golongan Pengeluaran Per kapita Sebulan 10. Rata-Rata Konsumsi Protein Per Kapita sehari menurut Kelompok Makanan dan Golongan Pengeluaran Per kapita Sebulan

Kabupaten Kecamatan

SUSENAS BPS Small Area Estimation, BPS

2008 / 2009

BKP Pusat berkoordinasi dengan BPS Pusat

Kabupaten Kecamatan

SUSENAS BPS Small Area Estimation, BPS

2008 / 2009

BKP Pusat berkoordinasi dengan BPS Pusat

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Pendahuluan & Indikator FSVA

Jenis Data 11. % balita Menurut Status Gizi Berat Badan/Umur (Underweight/Gizi kurang dan gizi buruk) 12. % Balita Menurut Status Gizi Tinggi Badan/Umur (stunting /Gizi kurang dan gizi buruk) 13. % Balita Menurut Status Gizi Berat Badan/Tinggi badan (Wasting) /Gizi kurang dan gizi buruk) 14. Sebaran Rumah Tangga Berdasarkan Jarak dan waktu tempuh ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan 15. % Rumah tangga Tanpa Akses ke Air Bersih 16. Deforestasi Hutan

Cakupan Data Kecamatan

Sumber Data PSG 2009 Dinkes (WHO Standard)

Tahun 2009

Petugas BKP Kab/Prov berkoordinasi dengan Dinkes Kab/Prov

Kecamatan

PSG 2009 Dinkes (WHO Standard)

2009

BKP Kab/Prov berkoordinasi dengan Dinkes Kab/Prov

Kecamatan

PSG 2009 Dinkes (WHO Standard)

2009

BKP Kab/Prov berkoordinasi dengan Dinkes Kab/Prov

Kecamatan

PODES BPS

2008

BKP Pusat berkoordinasi dengan BPS Pusat

Kecamatan

PODES BPS Small Area Estimation, BPS

2008

BKP Pusat berkoordinasi dengan BPS Pusat BKP Pusat berkoordinasi dengan Dephut BKP Kabupaten berkoordinasi dengan Dinas Pertanian Kabupaten BKP Provinsi berkoordinasi dengan BPBD dan BPS Pusat BKP Provinsi berkoordinasi dengan BMKG Provinsi

Kecamatan

Departemen Kehutanan BPTPH

2008

17. Luas daerah Puso (Banjir, kekeringan, OPT) pada padi, Jagung 18. Bencana Alam (daerah berpotensi longsor, banjir, gempa bumi dll), data tentang kejadian bencana alam 19. Fluktuasi Curah Hujan (musim Kemarau dan Penghujan)

Kecamatan

2006-2009

Kecamatan

BPBD / Satkorlak Provinsi, PODES BPS BMKG Provinsi

2006-2009 PODES 2008 Data ratarata 10 tahun terakhir Data 30 tahun terakhir

Kecamatan

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

10

Pendahuluan & Indikator FSVA

MODUL - I

PENJELASAN INDIKATOR PETA KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Modul I

I.

KETERSEDIAAN PANGAN

Ketersediaan Pangan adalah ketersediaan pangan secara fisik di suatu wilayah dari segala sumber, baik itu produksi pangan domestik (netto), perdagangan pangan dan bantuan pangan. Ketersediaan pangan ditentukan oleh produksi pangan di wilayah tersebut, perdagangan pangan melalui mekanisme pasar di wilayah tersebut, stok yang dimiliki oleh pedagang dan cadangan pemerintah, dan bantuan pangan dari pemerintah atau organisasi lainnya. Pangan meliputi produk serealia, kacang-kacangan, minyak nabati, sayur-sayuran, buahbuahan, rempah, gula, dan produk hewani. Karena porsi utama dari kebutuhan kalori harian berasal dari sumber pangan karbohidrat, yaitu sekitar separuh dari kebutuhan energi per orang per hari, maka yang digunakan dalam analisa kecukupan pangan yaitu karbohidrat yang bersumber dari produksi pangan pokok serealia, yaitu padi, jagung, dan umbi-umbian (ubi kayu dan ubi jalar) yang digunakan untuk memenuhi tingkat kecukupan pangan pada tingkat provinsi maupun kabupaten.

1.1
A. Padi

PENGHITUNGAN PRODUKSI NETTO PANGAN SEREALIA

Ambil data produksi padi untuk seluruh kabupaten pada satu provinsi (P). Biasanya bersumber dari Angka Tetap (ATAP) dari BPS. Kurangi dengan data Benih (s), Pakan (f) dan Tercecer (w) untuk mendapatkan data netto ketersediaan Padi (Pnet), nilai konversi untuk benih, pakan, dan tercecer masing-masing adalah: Perhitungan Susut Gabah: Benih (s)= P x 0,9% Pakan ternak (f)= P x 0,44% Tercecer (w)= P x 5,4%

Faktor konversi untuk benih, pakan ternak dan tercecer diambil dari Neraca Bahan Makanan (NBM) 2006/07. Untuk mendapat produksi netto beras (Rnet), kalikan data netto padi dengan Faktor Konversi (c) di masing-masing kabupaten. Untuk seluruh kabupaten di suatu provinsi maka Faktor Konversi nasional adalah 0,632 (atau 63,2%). Maka, produksi netto beras dihitung sebagai berikut:

Rnet = c * Pnet
di mana:

Pnet = P (s+f+w)

B. Jagung Ambil data produksi jagung untuk seluruh kabupaten pada satu provinsi (M). Biasanya bersumber dari Angka Tetap (ATAP) dari BPS.

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Penjelasan Indikator

Kurangi dengan data Benih (s), Pakan (f) dan Tercecer (w) untuk mendapatkan data netto ketersediaan Jagung (Mnet), nilai konversi untuk benih, pakan, dan tercecer masing-masing adalah: Perhitungan Susut Jagung Benih (s)= M x 0,9% Pakan ternak (f)= M x 6% Tercecer (w)= M x 5% Faktor konversi untuk benih, pakan ternak dan tercecer diambil dari Neraca Bahan Makanan (NBM). Produksi Netto Jagung (Mnet) dihitung dengan cara sebagai berikut:

Mnet = M - (s+f+w)

C. Umbi-umbian 1. Ubi Kayu Ambil data produksi ubi kayu untuk seluruh kabupaten pada satu provinsi (C). Biasanya bersumber dari Angka Tetap (ATAP) dari BPS. Kurangi dengan data Pakan (f) dan Tercecer (w) untuk mendapatkan data netto ketersediaan Ubi Kayu (Cnet), nilai konversi untuk pakan, dan tercecer masingmasing adalah: Perhitungan ubi kayu Pakan ternak (f)= C x 2% Tercecer (w)= C x 2,13%

Faktor konversi untuk pakan ternak dan tercecer diambil dari Neraca Bahan Makanan (NBM). Produksi Netto Ubi Kayu (Cnet) dihitung dengan cara sebagai berikut:

Cnet = C - (f+w)

2. Ubi Jalar Ambil data produksi ubi jalar untuk seluruh kabupaten pada satu provinsi (SP). Biasanya bersumber dari Angka Tetap (ATAP) dari BPS. Kurangi dengan data Pakan (f) dan Tercecer (w) untuk mendapatkan data netto ketersediaan ubi jalar (SPnet), nilai konversi untuk pakan, dan tercecer masingmasing adalah: Perhitungan ubi jalar Pakan ternak (f)= SP x 2% Tercecer (w)= SP x 10%

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Penjelasan Indikator

Faktor konversi untuk pakan ternak dan tercecer diambil dari Neraca Bahan Makanan (NBM). Produksi Netto Ubi Jalar (SPnet) dihitung dengan cara sebagai berikut:

SPnet = SP - (f+w)

Untuk produksi bersih rata-rata ubi kayu dan ubi jalar (Tnet) agar setara dengan beras, maka harus dikalikan dengan 1/3 (1 kg beras atau jagung ekivalen dengan 3 kg ubi kayu dan ubi jalar dalam hal nilai kalori), dengan perhitungan sebagai berikut:

Tnet = 1/3 * (Cnet + SPnet)

Maka, Produksi Netto Pangan Serealia (Padi, Jagung dan umbi-umbian) atau Pfood:

Ptood = Rnet + Mnet + Tnet

1.2

PENGHITUNGAN KETERSEDIAAN PANGAN SEREALIA PER KAPITA PER HARI

Gunakan data Total Populasi tengah tahun (tpop) kabupaten pada tahun yang sama dengan data produksi pangan serealia. Ketersediaan pangan serealia per kapita per hari (F) dihitung dengan cara sebagai berikut:

F=

Pfood t pop * 365

Satuan untuk perhitungan ini adalah dalam Gram. Perhitungan produksi pangan tingkat kabupaten dilakukan dengan menggunakan data ratarata produksi tiga tahunan (20052007) untuk komoditas padi, jagung, ubi kayu dan ubi jalar karena sumber energi utama dari asupan energi makanan berasal dari serealia dan umbi-umbian. Pola konsumsi pangan di Indonesia menunjukkan bahwa hampir 50% dari kebutuhan total kalori berasal dari tanaman serealia. Data rata-rata bersih dari komoditi padi, jagung, ubi kayu dan ubi jalar dihitung dengan menggunakan faktor konversi baku.

1.3

KONSUMSI NORMATIF

Rasio konsumsi normatif terhadap ketersediaan netto pangan serealia per kapita per hari adalah merupakan petunjuk kecukupan pangan pada satu wilayah. Konsumsi Normatif (Cnorm) didefinisikan sebagai jumlah pangan serealia yang harus dikonsumsi oleh seseorang per hari untuk memperoleh kilo kalori energi dari serealia. Pola konsumsi pangan di Indonesia menunjukkan bahwa hampir 50% dari kebutuhan total kalori berasal dari serealia.

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Penjelasan Indikator

Standar kebutuhan kalori per hari per kapita adalah 2,000 Kkal, dan untuk mencapai 50% kebutuhan kalori dari serealia dan umbi-umbian (menurut angka Pola Pangan Harapan), maka seseorang harus mengkonsumsi kurang lebih 300 gr serealia per hari. Oleh sebab itu dalam analisis ini, kita memakai 300 gram sebagai nilai konsumsi normatif (konsumsi yang direkomendasikan). Perlu dijelaskan bahwa dalam analisis ini dipilih penggunaan konsumsi normatif daripada penggunaan konsumsi aktual sehari-hari; karena konsumsi aktual (konsumsi sehari-hari) dipengaruhi oleh banyak hal di luar aspek ketersediaan pangan itu sendiri (misalnya: daya beli, pasar dan infrastruktur jalan, kemampuan penyerapan serealia, kebiasaan/budaya, dll).

1.4

PENGHITUNGAN RASIO KETERSEDIAAN PANGAN

Rasio Ketersediaan Pangan/Food consumption - availability ratio (IAV):

IAV =

C norm F

dimana, Cnorm F : Konsumsi Normatif (300 gram); dan : Ketersediaan Pangan Serealia.

Jika nilai IAV lebih dari 1, maka daerah tersebut defisit pangan serealia, atau kebutuhan konsumsi normatif tidak bisa dipenuhi dari produksi bersih serealia (beras dan jagung) serta umbi-umbian yang tersedia di daerah tersebut. Dan bila nilai IAV kurang dari 1, maka ini menunjukkan kondisi surplus pangan serealia di daerah tersebut. Setelah itu, data ini harus dirubah/konversi ke dalam suatu indeks, yang menggunakan skala 0 sampai 1.

Indeks Xij =

Xij Xi min Xi max Xi min

di mana, Xij min max : nilai ke j dari indikator ke i; : nilai minimum dari indikator tersebut; dan : nilai maksimum dari indikator tersebut.

Kemampuan produksi suatu daerah dapat bervariasi dari tahun ke tahun yang dipengaruhi berbagai faktor, maka disarankan untuk menggunakan data rata-rata 3 tahun produksi untuk analisa ini. Dengan demikian memungkinkan untuk mencakup fluktuasi produksi tahunan.

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Penjelasan Indikator

II.

AKSES TERHADAP PANGAN DAN PENGHIDUPAN

Dimensi ke dua dari Ketahanan Pangan adalah Akses terhadap Pangan dan Penghidupan (livelihood). Akses Pangan adalah kemampuan rumah tangga untuk memperoleh cukup pangan, baik yang berasal dari produksi sendiri, stok, pembelian, barter, hadiah, pinjaman dan bantuan pangan. Ketersediaan pangan di suatu daerah mungkin mencukupi, akan tetapi tidak semua rumah tangga memiliki akses yang memadai baik secara kuantitas maupun keragaman pangan melalui mekanisme tersebut di atas. Akses pangan tergantung pada daya beli rumah tangga yang ditentukan oleh penghidupan rumah tangga tersebut. Penghidupan terdiri dari kemampuan rumah tangga, modal/aset (sumber daya alam, fisik, sumber daya manusia, ekonomi dan sosial) dan kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar penghasilan, pangan, tempat tinggal, kesehatan dan pendidikan. Rumah tangga yang tidak memiliki sumber penghidupan yang memadai dan berkesinambungan, sewaktu-waktu dapat berubah, menjadi tidak berkecukupan, tidak stabil dan daya beli menjadi sangat terbatas, yang menyebabkan tetap miskin dan rentan terhadap kerawanan pangan. Indikator-indikator yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah: Persentase penduduk hidup di bawah garis kemiskinan (data estimasi dari BPS); Persentase desa yang tidak memiliki akses penghubung roda empat yang memadai; dan Persentase rumah tangga tanpa akses listrik.

2.1

PENGHITUNGAN PRODUKSI NETTO PANGAN SEREALIA

Indikator ini menunjukkan nilai rupiah pengeluaran per kapita setiap bulan untuk memenuhi standar minimum kebutuhan-kebutuhan konsumsi pangan dan non pangan yang dibutuhkan oleh seorang individu untuk hidup secara layak. Garis kemiskinan nasional menggunakan US$ 1,55 (PPP - Purchasing Power Parity) per orang per hari. BPS melalui survei tiga-tahunannya yang mencakup data konsumsi pangan dan non-pangan dan berdasarkan konsumsi normatif 2,000 kkal per hari per kapita, dihitung estimasi persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Berdasarkan data Susenas 2007 BPS menghitung estimasi persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan tingkat kabupaten. Data ini kita gunakan dalam analisis ini (Sumber: Data dan Informasi Kemiskinan, BPS Tahun 2007).

2.2

PERSENTASE DESA YANG TIDAK MEMILIKI AKSES PENGHUBUNG RODA EMPAT YANG MEMADAI

Desa yang tidak memiliki akses penghubung yang memadai adalah desa yang lalu-lintas antar desanya yang tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda empat. Kurangnya akses terhadap infrastruktur menyebabkan kemiskinan lokal, dimana masyarakat yang tinggal di daerah terisolir atau terpencil dengan kondisi geografis yang sulit dan ketersediaan pasar yang buruk, sehingga kurang memiliki kesempatan ekonomi dan pelayanan jasa yang memadai. Kelompok miskin ini tidak atau masih kurang dalam mendapatkan akses terhadap program pembangunan pemerintah. Sumber: PODES (Potensi Desa) 2008, BPS.

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Penjelasan Indikator

2.3

PERSENTASE RUMAH TANGGA YANG TIDAK MEMILIKI AKSES LISTRIK

Tersedianya fasilitas listrik di suatu wilayah akan membuka peluang yang lebih besar untuk akses pekerjaan. Ini juga merupakan indikasi kesejahteraan suatu wilayah atau rumah tangga. Data diambil dari publikasi BPS SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2007. Data di sini adalah Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Akses Listrik. Dengan mengurangi persentase ini dengan 100, maka akan diperoleh persentase rumah tangga yang tidak memiliki akses terhadap listrik.

III.

PEMANFAATAN PANGAN

Dimensi ke-tiga dari ketahanan pangan adalah pemanfaatan pangan. Pemanfaatan pangan meliputi: a) Pemanfaatan pangan yang bisa di akses oleh rumah tangga, dan b) kemampuan individu untuk menyerap zat gizi - pemanfaatan makanan secara efisien oleh tubuh. Pemanfaatan pangan meliputi Indikator-indikator sebagai berikut: Angka harapan hidup pada saat lahir Berat badan balita di bawah standar (Underweight) Perempuan buta huruf Rumah tangga tanpa akses ke air bersih Persentase rumah tangga yang tinggal lebih dari 5 km dari fasilitas kesehatan

3.1

ANGKA HARAPAN HIDUP PADA SAAT LAHIR

Angka harapan hidup pada saat lahir adalah perkiraan lama hidup rata-rata bayi baru lahir dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas sepanjang hidupnya. Angka harapan hidup merupakan salah satu indikator tingkat kesehatan masyarakat.

3.2

BERAT BADAN BALITA DI BAWAH STANDAR (UNDERWEIGHT)

Underweight pada baliata adalah anak di bawah lima tahun yang berat badannya kurang dari -2 Standar Deviasi (-2 SD) dari berat badan normal pada usia dan jenis kelamin tertentu (Standar WHO 2005).
Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang sangat baik digunakan pada kelompok Penyerapan Pangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita adalah situasi ketahanan pangan rumah tangga, status gizi dan kesehatan ibu, pendidikan ibu, pola asuh anak, akses terhadap air bersih, akses terhadap pelayanan kesehatan yang tepat waktu. Untuk mengetahui apakah balita memiliki berat badan kurang atau tidak, maka harus dilakukan pengukuran berat badan dan pencatatan umur dalam bulan. Angka ini kemudian dibandingkan dengan standar internasional yang dikembangkan oleh badan National Centre for Health Statistics, Centers for Disease Control, USA (atau biasa disebut NCHS standard). Sumber data: Departemen/Dinas Kesehatan.

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Penjelasan Indikator

3.3

PEREMPUAN BUTA HURUF

Perempuan buta huruf adalah Persentase perempuan di atas 15 tahun yang tidak dapat membaca atau menulis. Tingkat pendidikan perempuan terutama ibu dan pengasuh anak sangat berpengaruh terhadap status kesehatan dan gizi, dan menjadi hal yang sangat penting dalam pemanfaatan pangan. Studi di berbagai negara berkembang menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dan kesadaran ibu dapat menjelaskan situasi gizi anak-anak.

3.4

PERSENTASE RUMAH TANGGA TANPA AKSES KE AIR BERSIH

Persentase rumah tangga tanpa akses ke air bersih yaitu persentase rumah tangga yang tidak memiliki akses ke air minum yang berasal dari air leding/PAM, pompa air, sumur atau mata air yang terlindung. Akses terhadap air bersih memegang peranan yang sangat penting untuk pencapaian ketahanan pangan. Air yang tidak bersih akan meningkatkan angka kesakitan dan menurunkan kemampuan dalam menyerap makanan dan pada akhirnya akan mempengaruhi status nutrisi seseorang. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa di daerah yang akses terhadap air bersihnya rendah maka ditemukan insiden malnutrisi yang tinggi pula. Sumber data: Data Dan Informasi kemiskinan Tahun 2007, Badan Pusat Statistik.

3.5

PERSENTASE RUMAH TANGGA YANG TINGGAL LEBIH DARI 5 KM DARI FASILITAS KESEHATAN

Persentase rumah tangga yang tinggal pada jarak lebih dari 5 kilometer dari fasilitas kesehatan (rumah sakit, klinik, puskesmas, dokter, juru rawat, bidan yang terlatih, paramedik, dan sebagainya). Manfaat fasilitas kesehatan sangat penting untuk menurunkan angka kesakitan (morbiditas) penduduk dan dengan demikian akan meningkatkan kemampuan seseorang dalam menyerap makanan ke dalam tubuh dan memanfaatkannya. Akses yang lebih dekat ke fasilitas kesehatan (rumah sakit, klinik, puskesmas, dokter, juru rawat, bidan yang terlatih, paramedik, dan sebagainya) merupakan indikator yang sangat penting untuk menunjukkan bagaimana rumah tangga mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan/Puskesmas. Sumber data: Data Dan Informasi kemiskinan Tahun 2007, Badan Pusat Statistik.

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Penjelasan Indikator

IV.

KERENTANAN TERHADAP KERAWANAN PANGAN TRANSIEN

Kerentanan terhadap kerawanan pangan adalah suatu kondisi dimana suatu masyarakat berada pada resiko menjadi rawan pangan. Tingkat kerentanan dari tiap individu, rumah tangga atau kelompok masyarakat ditentukan oleh terpaparnya kondisi mereka terhadap faktor-faktor resiko/goncangan dan kemampuan mereka untuk mengatasinya dengan atau tanpa kondisi tertekan. Indikator yang digunakan adalah: Deforestasi hutan Penyimpangan Curah Hujan Bencana alam Persentase daerah puso

4.1

DEFORESTASI HUTAN

Deforestasi adalah perubahan kondisi penutupan lahan dari hutan menjadi non hutan. Pengelolaan hutan di Indonesia dilaksanakan melalui penetapan hutan untuk kepentingan fungsi konservasi, hutan lindung, hutan budidaya dan kawasan hutan. Luas kawasan hutan Indonesia termasuk perairan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan serta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) adalah sebesar 137,09 juta ha. Kawasan hutan dan perairan tersebut terdiri atas 3,39 juta ha kawasan konservasi perairan, 20,14 juta ha kawasan hutan konservasi, 81,95 ha hutan produksi dan 31,6 juta ha hutan lindung. Sejalan dengan perkembangan pembangunan nasional, berbagai aktivitas pembangunan telah menyebabkan perubahan penggunaan lahan. Perubahan penutupan lahan pada kawasan hutan berjalan dengan cepat yang dapat menyebabkan menurunnya kondisi hutan dan berkurangnya luas penutupan hutan. Data diperoleh dari Departemen/Dinas Kehutanan.

4.2

PENYIMPANGAN CURAH HUJAN

Variabilitas iklim secara langsung mempengaruhi berbagai aspek dari ketahanan pangan, khususnya dalam hal ketersediaan pangan dan distribusi pangan. Peristiwa bencana alam seperti kekeringan dan banjir, berkaitan dengan karakteristik dan fluktuasi curah hujan. Kekeringan dan banjir disebabkan oleh besarnya variasi curah hujan yang diterima oleh setiap wilayah geografis. Variasi curah hujan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik global, regional maupun lokal. Faktor global antara lain adalah fenomena El Nino, La Nina, dan Dipole Mode, sedangkan faktor regional antara lain Sirkulasi Monsun, Madden Julian Oscillation (MJO), dan suhu muka laut perairan Indonesia. Sementara itu, faktor lokal yang berpengaruh adalah ketinggian tempat, posisi bentangan suatu pulau, sirkulasi angin darat dan angin laut, serta tutupan lahan suatu wilayah. Penghitungan fluktuasi curah hujan dilakukan dengan cara sebagai berikut: Hitung curah hujan rata-rata (AVij = rata-rata curah hujan kabupaten ke i pada tahun ke j) pada musim hujan (Oktober-Maret) selama 10 tahun terakhir; Ambil data curah hujan untuk 30 tahun normal musim hujan (N); dan Hitung penyimpangan rata-rata curah hujan bulanan (pada musim hujan).

AVij = 1/6 * (curah hujan pada bulan Oktober+November+....+Maret) Devij = AVij - N Dewan Ketahanan Pangan - WFP 8
Penjelasan Indikator

Lakukan perhitungan yang sama untuk data musim kemarau (April - September). Sumber data: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

4.3

BENCANA ALAM

Indonesia merupakan salah satu negara yang paling rawan terhadap bencana alam di dunia. Banyak kabupaten di Indonesia rentan terhadap berbagai bencana alam, seperti letusan gunung berapi, gempa, tsunami, banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan dll. Sumber data: Badan Penanggulangan Bencana Daerah (SATKORLAK dan SATLAK).

4.4

DAERAH PUSO

Puso didefinisikan sebagai suatu daerah produksi pangan yang rusak karena disebabkan oleh bencana alam (banjir, kekeringan, longsor) dan penularan hama oleh organisme penggangu tanaman (OPT). Produksi tanaman pangan sangat di pengaruhi oleh kondisi iklim dan cuaca. Kegiatan budidaya tanaman sebaiknya mempertimbangkan kondisi tersebut dengan menggunakan informasi perubahan musim, iklim dan cuaca. Sumber data: Dinas Pertanian atau Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Holtikultura (BPTPH).

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Penjelasan Indikator

MODUL - II

PENGOLAHAN DATA/INDIKATOR FSVA DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE EXCEL

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Modul II

I.

PENGOLAHAN DATA

Penghitungan Indeks Kerentanan terhadap Kerawanan Pangan Kronis, kita harus melakukan langkah-langkah seperti dijelaskan di bawah ini. Data Kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) digunakan sebagai contoh pada latihan ini.

1.1

PENGHITUNGAN INDEKS KETERSEDIAAN PANGAN

Penyiapan data dan penghitungan indeks dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Indeks Ketersediaan Pangan ditunjukkan pada kolom yang disorot (Kolom K). Rumus untuk penghitungan indeks adalah sebagai berikut (lihat pada gambar):

=(J3-MIN(J$3:J$17))/(MAX(J$3:J$17)-MIN(J$3:J$17))
Simbol $ ini digunakan agar nilai dari range tertentu suatu kelompok data tidak berubah selama proses penghitungan. Seperti terlihat pada lembar Excel di bawah ini, Indeks Ketersedian Pangan (IAV) dihitung dengan menggunakan formula seperti yang dijelaskan sebelumnya. Bila nilai dari satu cell sudah dihitung, copy dan paste formula tersebut untuk cell-cell berikutnya. (contoh: Copy J3 dan paste ke J4..J17). Nilai Indeks keseluruhan akan secara otomatis dihitung oleh excel.

Nilai Indek Minimum dan Maksimum

1.2

PENGHITUNGAN INDEKS AKSES TERHADAP PANGAN DAN PENGHIDUPAN

Ada tiga indikator yang digunakan pada dimensi ini, Penduduk Miskin (IBPL), Akses terhadap Jalan yang Memadai (IROAD) dan Akses terhadap Listrik (IELE). Terdapat tiga indikator yang digunakan, yaitu: Persentase penduduk hidup di bawah garis kemiskinan; Data Persentase desa yang tidak memiliki akses penghubung roda empat yang memadai; dan

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Pengolahan Data

Data akses terhadap Listrik. Data ini dihitung dengan cara: 100 - % rumah tangga yang memiliki fasilitas listrik. Gunakan rumus yang sama seperti ditunjukkan pada penghitungan Indeks Ketersediaan Pangan.

Nilai Indek Minimum dan Maksimum indikator IBPL

1.3

PENGHITUNGAN INDEKS PEMANFAATAN PANGAN

Lakukan hal yang sama untuk indikator Pemanfaatan Pangan seperti pada penghitungan indeks akses terhadap pangan dan penghidupan.

Nilai Indek Minimum dan Maksimum indikator ILIT

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Pengolahan Data

1.4

PENGHITUNGAN INDEKS KETAHANAN PANGAN KOMPOSIT

Setelah semua indeks individu selesai dihitung, copy ke 9 indeks ke lembar kerja baru, seperti ditunjukkan di bawah ini. Kemudian hitung Indeks Ketahanan Pangan (IFI) menggunakan rumus:

IFI = 1/9 * (IAV + IBPL + IROAD + IELEC + ILIT + ILEX + INUT + IWATER + IHEALTH)

Ranges yang digunakan untuk Indeks Ketahanan Pangan Komposit: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Prioritas 1: >= 0,80 Prioritas 2: 0,64 < 0,80 Prioritas 3: 0,48 < 0,64 Prioritas 4: 0,32 < 0,48 Prioritas 5: 0,16 < 0,32 Prioritas 6: < 0,16

Catatan: Nilai IFI berkisar antara 0 1. Jika nilai IFI sama dengan 0, maka menunjukkan daerah tersebut tahan pangan. Sebaliknya, apabila nilai IFI sama dengan 1 maka daerah tersebut masuk kategori rawan pangan.

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Pengolahan Data

MODUL - III

PEMETAAN DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE MAPINFO

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Modul III

I.

MEMULAI PROGRAM MAPINFO

Buka program Mapinfo dengan cara mengklik tombol Start dan pilihlah Program > MapInfo > MapInfo Professional 7.5. Kemudian klik menu File > Open. Arahkan atau cari direktori tempat di mana data peta dasar berada (C:\Pelatihan_FSVA), misal seperti contoh di bawah ini:

Di sini kita akan menggunakan file NTT_Kab.Tab, yaitu peta kabupaten yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Pertama-tama kita harus memastikan dapat melihat peta secara menyeluruh. Untuk itu lakukanlah langkah berikut: Klik Menu Map > View Entire Layer > pilih file peta yang diinginkan (dalam hal ini NTT_Kab.Tab). Kini peta Provinsi NTT per Kabupaten dapat dilihat secara menyeluruh.

Untuk memulai proses editing di MapInfo langkah-langkah yang ditempuh adalah: Klik menu Map > Layer Control > klik edit mode, sehingga muncul tampilan seperti gambar berikut:

Edit Mode digunakan untuk mengedit/merubah data pada layer yang dipilih

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Pemetaan FSVA

Contoh daerah yang telah dipilih

II.

MENGUBAH PENAMPILAN/WARNA LAYER

Untuk merubah warna layer sesuai dengan kebutuhan kita, lakukan langkah sebagai berikut: Klik menu Map > Layer Control > klik edit mode Klik menu Query > Select All from NTT_Kab sehingga muncul tampilan seperti gambar berikut:

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Pemetaan FSVA

Untuk mengubah warna layer, klik menu Options > Region Style > Border > Color tentukan warna yang kita inginkan kemudian klik tombol OK. Pada contoh berikut warna yang kita pilih adalah Merah.

III.

MENAMPILKAN DATA ATRIBUT

Untuk menampilkan informasi atau data atribut pada suatu unsur spasial yang terdapat di peta yang sedang kita tampilkan, kita dapat menggunakan cara-cara sebagai berikut: Klik tombol Info pada button bar Main.

Letakan kursor mouse di atas daerah yang ingin kita tampilkan informasinya/data atributnya. Kemudian muncul kotak dialog Info Tool yang memuat informasi atau atribut dari unsur yang kita pilih, seperti tampilan dibawah ini.

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Pemetaan FSVA

Sedangkan untuk melihat data atribut yang terkait dengan peta yang sedang kita tampilkan, kita dapat melakukan langkah berikut: Klik tombol New Browser akan muncul. pada button bar. Sehingga tabel atribut dari layer tersebut

Pada tabel atribut tersebut carilah record (baris) yang ingin kita ketahui lokasinya pada layer, kemudian klik pada record tersebut. Contohnya: Kita akan mencari lokasi Kab. Belu di dalam peta. Cari dan Klik record Belu di dalam fields (kolom) Kabupaten sehingga akan muncul tampilan berikut:

Record yang dipilih pada Tabel atribut

IV.

MENGGABUNGKAN TABEL

Untuk menggabungkan data pada file Excel (*.xls) dan MapInfo ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu: Data Excel dan MapInfo mempunyai satu nama field (Kolom) yang sama sebagai penghubung untuk proses penggabungan tabel ini. Jumlah baris/record dan isi record pada field penghubung di Excel dan Mapinfo harus sama dan identik. Kolom Excel pada baris paling atas digunakan sebagai judul kolom. Judul kolom ini tidak dalam kondisi gabungan/merger dari beberapa kolom. Untuk menggabungkan data pada Excel dengan MapInfo lakukan langkah-langkah dibawah ini: Buka file data pada program MS Excel yang berisi indikator yang akan dipetakan. Dalam hal ini file NTT_Akses Pangan.xls, yang berisi data tentang Nama Kabupaten (Kabupaten), Penduduk di Bawah Garis Kemiskinan (Kemiskinan),Kecamatan tanpa Akses ke Jalan (Jalan) dan Rumah Tangga tanpa Akses ke Listrik (Listrik). Field/judul kolom KABUPATEN dijadikan sebagai penghubung file Excel dengan MapInfo (Perhatian: Nama kabupaten pada Excel harus sama persis dengan nama kabupaten pada Tabel Mapinfo. Gunakan nama kabupaten pada Mapinfo sebagai referensi/standar). Perhatikan dan catatlah matriks data pada baris: kolom B3:L17 (mulai dari kolom pertama data, yaitu B3 sampai kolom terakhir data, yaitu L17). Lihat contoh gambar di bawah ini. Kemudian tutup lembar kerja Excel.

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Pemetaan FSVA

Dengan menggunakan Mapinfo, klik menu File > Open kemudian pilih tipe format yang akan kita buka (Files of type: Microsoft Excel *.xls) yaitu NTT_Akses terhadap Pangan.xls.

Tentukan bagian file yang akan digunakan untuk pemetaan, dalam hal ini pilih Other > sehingga muncul kotak dialog Other Range > ketik wilayah matriks data seperti pada points 2 diatas (B3:L17) > OK kemudian klik Use Row Above Selected Range for Column Titles pada kotak dialog Excel Information untuk memanfaatkan baris di atas sebagai judul kolom, setelah itu klik OK.

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Pemetaan FSVA

Hasil analisis ini akan tersimpan secara otomatis di komputer pada direktori dan nama file yang sama, hanya saja formatnya berubah dari *.xls menjadi *.tab (NTT_Akses Pangan.tab). File *.tab ini tidak dapat diedit dalam MapInfo, oleh karena itu pastikan data pada lembar kerja Excel tersebut sudah benar-benar akurat. Tampilan file tersebut adalah sebagai berikut:

Kemudian buka file peta yang akan digabung (NTT_Kab.Tab), kemudian klik pada Menu Query > SQL Select sehingga muncul kotak dialog seperti gambar di bawah ini.

Pada kotak dialog SQL Select isi kotak pilihan from tables: dengan meng-klik kolom Tables dengan NTT_Akses pangan, ntt_kab seperti gambar dibawah ini.

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Pemetaan FSVA

Pada kolom Tables, klik NTT_Akses_ Pangan lalu klik ntt_Kab

Kemudian isi kotak pilihan where Condition dengan meng-klik kolom Columns dengan NTT_Akses_Pangan.Kabupaten=ntt_kab.KABUPATEN seperti gambar dibawah ini (Catatan: jangan lupa untuk menambahkan penghubung = untuk kedua variabel nama kabupaten tersebut).
Penghubung =

Setelah kotak dialog SQL Select diisi seperti gambar diatas, kemudian klik OK untuk mengakhiri proses ini. Hasil dari proses ini adalah tabel data Excel dan MapInfo yang sudah digabung (lihat gambar dibawah ini).
Data dari Excel Data dari MapInfo

Kemudian simpan file hasil proses ini dengan cara meng-klik menu File > Save Copy As lalu pilih Query1 dan klik tombol Save As... seperti pada gambar di bawah ini.

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Pemetaan FSVA

2 1

Masukan nama file baru (join_NTT.tab) kemudian klik Save untuk mengakhiri proses ini. V. MEMBUAT PETA TEMATIK

Pembuatan peta tematik dilakukan berdasarkan indikator-indikator yang telah kita tentukan. Langkah-langkah pembuatan peta tematik adalah sbb: Buka MapInfo tampilkan sebuah layer yang akan dibuat peta tematik-nya (join_NTT.tab) kemudian aktifkan layer tersebut dengan meng-klik menu Map > Layer Control > klik mode editable. Dengan menentukan range (batasan selang nilai) suatu indikator, kita dapat menyusun tingkat kerawanan pangan pada suatu daerah. Dalam contoh berikut kita akan menggunakan indikator Kemiskinan. Klik menu Map > Create Thematic Map > Next. Sehinnga muncul tampilan dibawah ini.

3 2

Pada kotak dialog ..Step 3 of 3 klik tombol Ranges. Dalam contoh berikut kita akan menggunakan indikator Kemiskinan berdasarkan range kemiskinan yang digunakan pada buku FSVA 2009 (6 range). Setelah meng-klik tombol Ranges akan muncul kotak dialog Customize Ranges. Ubah Method dari Equal Count menjadi Custom, # of Ranges dari 5 menjadi 6 kemudian klik tombol Recalc setelah itu ubah nilai range dengan memasukan angka yang telah kita tentukan pada kolom Custom Ranges >=Min: dan < Max lalu klik tombol Recalc. Untuk mengakhiri proses ini klik tombol OK. Proses ini terlihat pada gambar dibawah ini.

.
3 5 4

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Pemetaan FSVA

Setelah itu muncul lagi kotak dialog ...Step 3 of 3. Ubah warna sesuai dengan yang diinginkan dengan cara meng-klik tombol Styles. Untuk merubah warna tiap range, lakukan langkah-langkah seperti gambar di bawah ini:
1

3 2

Setelah warna pada masing-masing range diubah, klik tombol OK pada Customize Range Styles sehingga muncul kotak dialog ...Step 3 of 3 yang telah berubah warna rangenya.

Untuk membuat Legenda sesuai dengan range yang kita inginkan, klik tombol Legend sehingga muncul kotak dialog Customize Legend. Ubah judul legenda Title dan Subtitle sesuai yang kita inginkan. Lalu ubah juga Range Labels dengan mengedit-nya pada field Edit selected range here kemudian klik OK. Hasil proses ini akan terlihat pada gambar di bawah ini.

5 6

10 9

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

Pemetaan FSVA

Setelah menentukan selang nilai (Range), Warna dan Legenda sesuai yang kita inginkan, Klik tombol OK pada kotak dialog ...Step 3 of 3 untuk mendapatkan peta tematik sesuai dengan dengan indikator yang dipetakan. Untuk memunculkan legenda yang telah kita buat pada peta tematik, kita perlu mengaktifkan terlebih dahulu extension/tool Thematic Legend Manager dengan cara klik menu Tool > Tool Manager lalu klik pilihan Legend Manager seperti gambar di bawah ini:

2 1

Setelah itu klik menu Tools > Thematic Legend Manager > Embed Thematic Legend. Legenda peta tersebut dapat dipindahkan ke posisi yang kita inginkan dengan cara mengklik dan memposisikan pada tempat yang kita inginkan. Tampilan peta tematik dan legendanya terlihat pada gambar dibawah ini.

Untuk menampilkan skala peta Scale bar klik menu Tool > Tool Manager lalu klik pilihan Scale bar seperti gambar di bawah:

2 1

Sehingga pada toolbox Tools akan tampil icon Scale Bar seperti gambar di bawah:

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

10

Pemetaan FSVA

Setelah itu tampil gambar Draw Distance..., tentukan jarak untuk skala (contonya: 10) dan rasio panjang dan tinggi skala (contohnya: 10) dan units menjadi Kilometers kemudian klik tombol OK:

Untuk menampilkan tanda arah Utara klik menu Tool > Tool Manager lalu klik pilihan North Arrow seperti gambar di bawah:

Setelah klik icon North Arrow pada toolbox Tools maka akan tampil gambar di bawah, tentukan jenis Arah Utara yang diinginkan dengan memilih dari jenis yang ada 1 s/d 19 kemudian klik tombol OK:

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

11

Pemetaan FSVA

Untuk memunculkan label nama Kecamatan pada peta lakukan langkah-langkah berikut: Klik menu Map > Layer Control. Pilih layer join_NTT.tab kemudian klik tombol Label.. sehingga muncul kotak dialog ..Label Options. Pada kotak dialog ini isi pilihan Label with dengan Kabupaten, klik kotak pilihan Allow Duplicate Text dan Label Lines Arrow kemudian klik OK untuk memunculkan label nama-nama kabupaten pada peta tematik tersebut.

9 4 1

5 2

3 7

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

12

Pemetaan FSVA

Untuk menyimpan peta tematik yang telah kita buat, simpanlah dalam file Workspace (WOR) dengan cara meng-klik menu File > Save Workspace...Simpanlah workspace ini dengan nama NTT_Kemiskinan.wor. Sebelum keluar dari program MapInfo, pilihlah menu File > Save Workspace untuk menyimpan hasil kerja kita. Apabila kita akan membuat peta tematik untuk indikator lainnya seperti akses jalan, akses listrik dll, maka simpanlah file WOR tersebut dengan nama lain. VI. MENYIMPAN PETA TEMATIK KE MS WORD ATAU POWERPOINT

Peta tematik yang telah kita buat dapat kita simpan ke dalam MS Word atau Power Point. Pada program Mapinfo, klik menu Edit > Copy Map Window. Kemudian buat file baru pada MS Word atau Power Point, klik tombol Paste sehingga peta dari MapInfo akan tercopi secara otomatis. Setelah itu kita dapat menambahkan teks atau grafik untuk penjelasan isi peta dan keperluan presentasi lebih lanjut.

VII.

MANUAL PEMEKARAN ATAU PEMISAHAN KABUPATEN

Pembuatan peta kabupaten baru hasil dari pemekaran suatu kabupaten, pada prinsipnya adalah menggabungkan kecamatan-kecamatan yang masuk ke dalam kabupaten yang baru ke dalam satu kelompok tersendiri dan kecamatan-kecamatan lainnya ke dalam kabupaten yang lain. Contohnya Kab. Manggarai di Provinsi NTT dimekarkan menjadi 2 kabupaten yaitu Kab. Manggarai dan Kab. Manggarai Timur. Untuk melakukan proses pemekaran kabupaten lakukan langkahlangkah berikut: Buka MapInfo, buka file peta kecamatan di Kab. Manggarai yaitu Manggarai_kec.tab. Kemudian klik menu Map > Layer Control, lalu aktifkan kotak mode editable seperti gambar di bawah ini.

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

13

Pemetaan FSVA

Kemudian buka Ikon New Browser untuk membuka data atribut peta tersebut. Setelah itu Kelompokan kecamatan sesuai dengan kabupatennya, contohnya: Untuk Kab. Manggarai Timur terdiri atas 6 kecamatan yang sebelumnya masuk Kab. Manggarai. Klik ke-6 kecamatan tersebut satu persatu dengan menekan tombol SHIFT sampai terpilih semua, seperti pada gambar dibawah ini.

Klik menu Object > Combine sehingga muncul kotak dialog Destination Aggregation. Klik Destination: KABUPATEN dan pada Aggredation method, isi Value dengan nama Kecamatan yang baru: Manggarai Timur kemudian klik OK.

Untuk menyimpan proses diatas, klik menu File > Save Copy As > pilih Selection dan klik tombol Save As...Simpan ke dalam file baru contohnya Manggarai Timur_Kab.tab.

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

14

Pemetaan FSVA

Setelah itu tutup program MapInfo dengan cara meng-klik menu File > Exit kemudian pilih tombol Discard All seperti pada kotak dialog dibawah ini.

VIII.

MANUAL PENGGABUNGAN KABUPATEN BARU KE PROVINSI

Setelah kita melakukan proses pembuatan Kabupaten yang baru (Kab. Manggarai Timur) langkah selanjutnya adalah menggabungkan Kabupaten baru tersebut dengan Kabupaten lainnya yang telah ada sebelumnya dalam peta Provinsi NTT. Untuk itu, lakukan prosedur seperti dibawah ini. Buka software MapInfo, kemudian buka file kabupaten Manggarai Timur (Manggarai Timur_Kab.tab). Lalu buka menu Map > Layer Control dan aktifkan mode editable kemudian klik OK seperti gambar dibawah ini:

Kemudian klik satu kali pada gambar peta Manggarai Timur dan klik menu Edit > Copy. Seperti gambar dibawah ini.

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

15

Pemetaan FSVA

Klik 1 kali pada poligon Manggarai Timur

Kemudian buka file ntt_kab.tab (dalam folder Pemekaran). Lalu klik menu Map > Layer Control dan aktifkan mode editable pada file ntt_kab.tab. Non aktifkan mode Visible pada file Manggarai Timur_kab kemudian klik OK.

Kemudian klik menu Edit > Paste lalu letakan kursor mouse pada poligon Kabupaten Manggarai Timur di file ntt_kab.tab (lihat gambar).

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

16

Pemetaan FSVA

Kemudian klik satu kali pada poligon kabupaten Manggarai sehingga petanya akan berubah menjadi seperti di bawah ini:

Klik 1 kali pada poligon Kabupaten Manggarai

Lalu klik menu Object > Set target, sehingga petanya akan berubah menjadi seperti dibawah ini.

Kemudian klik tombol SHIFT pada keyboard, lalu klik pada poligon kabupaten Manggarai Timur kemudian pilih menu Object > Split seperti berikut:

1 2

Klik 1 kali pada poligon Kabupaten Manggarai Timur

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

17

Pemetaan FSVA

Setelah itu akan muncul tampilan dibawah ini, kemudian klik tombol OK.

Lalu klik dengan kursor mouse pada poligon Kabupaten Manggarai Timur (Keterangan di Info Tool: 2 object in 1 table) sehingga harus dihapus salah 1 object/poligonnya dengan cara menekan tombol DEL di keybord.

Kemudian klik menu File > Save copy as, pilih ntt_kab lalu klik tombol Save As..letakan file baru tersebut dalam folder (Pemekaran) dan diberi nama baru: ntt_kab_baru.tab.

1 2

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

18

Pemetaan FSVA

Tutup Mapinfo, sehingga muncul tampilan berikut:

Pilih tombol Discard All. Buka Mapinfo lagi, lalu buka file ntt_kab_baru.tab dan New browser berikut :

Kemudian edit data dalam kolom KABUPATEN, yaitu dengan merubah pada nama Manggarai menjadi Manggarai Timur (pada field: KABUPATEN). Setelah semua data attribute diedit, klik Menu File > Save Table. Lalu klik OK.

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

19

Pemetaan FSVA

Sekarang peta Kabupaten di Provinsi NTT sudah ter-update dengan data kabupaten yang baru (termasuk Kabupaten Manggarai Timur). Untuk membuat peta Kecamatan yang baru (atau memekarkan Kecamatan) lakukan prosedur seperti diatas, akan tetapi file yang digunakan adalah batas peta desa.

Dewan Ketahanan Pangan - WFP

20

Pemetaan FSVA

Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan - BKP Departemen Pertanian Jl. Harsono RM No. 3, Ragunan Jakarta 12550 Indonesia Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan (62)21 - 7816652, 7806938 (62)21 - 7816652, 7806938 (fax)

ET N AHANA

UN World Food Programme Wisma Kyoei Prince, Lt. 9 Jakarta Pusat 10220 Indonesia (62)21 - 5709004 (62)21 - 5709001 (fax) www.wfp.org

A DEW

GA N

Anda mungkin juga menyukai