PENDAHULUAN
Penyediaan daging sapi yang kandungan mikrobanya tidak melebihi Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) sangat diharapkan dalam memenuhi persyaratan untuk
mendapatkan daging sapi yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). Produk makanan asal hewani terutama daging sapi dapat dikategorikan aman jika total koloni bakteri (Total Plate Count/TPC) tidak melebihi 1 x 104 Coloni Forming Unit per gram (CFU/gram). Pasar merupakan salah satu tempat pemasaran daging, tempat tersebut merupakan tempat yang rawan dan berisiko cukup tinggi terhadap cemaran mikroba patogen. Sanitasi dan kebersihan lingkungan penjualan (pasar) perlu mendapat perhatian baik dari pedagang itu sendiri maupun petugas terkait untuk meminimumkan tingkat cemaran mikroba. Pasar dibagi menjadi dua jenis, yaitu pasar modern (swalayan) dan pasar tradisional. Pasar swalayan merupakan pasar yang menjual produk pangan yang sudah melewati standar mutu tertentu dan keamanan pangan. Pasar swalayan juga dipandang sebagai tempat yang sangat memperhatikan aspek kebersihan, kenyamanan dan keamanan dalam berbelanja. Daging yang dijual di pasar swalayan disebut daging beku dan tidak bisa dikatakan daging segar karena telah mengalami berbagai proses. Daging tersebut dikemas dan disimpan pada suhu tertentu sehingga kemungkinan untuk bakteri tumbuh itu sangat sedikit. Keberadaan pasar tradisional masih menjadi tumpuan bagi masyarakat Indonesia, terutama pelaku usaha yang terlibat langsung (penjual dan pembeli) ataupun masyarakat yang
1 2 3
Medik Veteriner Laboratorium Kesmavet Paramedik Veteriner Laboratorium Kesmavet Mahasiswa Fakultas Pertanian Program studi Produksi Ternak Universitas Lambung Mangkurat
Dilavet, Volume 21, Nomor 2, Juni 2011 terlibat tidak langsung dengan adanya aktivitas pasar tradisional. Daging segar pada khususnya di pasar tradisional merupakan daya tarik yang paling tinggi karena untuk komoditas ini tidak bisa ditemukan di pasar modern.
Hasil Penelitian Cemaran Mikroba Daging Sapi Di Pasar Swalayan Dan Pasar Tradisional 8
Bahan
1. Sampel yang digunakan adalah daging sapi 2. Bahan yang digunakan dalam pengujian cemaran mikroba TPC dan E.Coli menurut SNI 2897 : 2008 Aquadest Larutan Buffered Pepton Water (BPW) Plate Count Agar (PCA) Lauryl Sulfate Tryptose Broth (LSTB) Eschericia Coli Broth (ECB) Levine Eosin Methylene Blue Agar (L-EMB)
Alat
Timbangan analitik Inkubator Stomatcher Gelas ukur Cawan petri pH meter Rak tabung Autoclave Tabung reaksi Gunting steril, pinset steril Tabung durham Kantong plastik steril Termos Pipet
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode survey yaitu : 1. Menggunakan kuesioner untuk mengetahui asal daging sapi, jarak transportasi dan alat-alat yang digunakan. 2. Mengambil sampel daging sapi di Pasar Tradisional (Pasar Banjarbaru dan Pasar Martapura) dan Pasar Swalayan (Hypermart Banjarmasin). Sampel diambil satu kali yaitu pada pagi hari jam 06.00-07.00 WITA untuk Pasar Tradisional, sedangkan jam 09.00-10.00 WITA untuk Pasar Swalayan. Jumlah sampel diperoleh sesuai populasi pedagang dengan perhitungan : n = [ 1 (1-a)1/D ] [N (D-1) / 2]; dimana n = besaran contoh, a = konfidensi (selang kepercayaan 95%), D = prevalensi (5 %), N = Populasi yang artinya sampel tersebut diambil dari seluruh jumah pedagang di Pasar. 3. Memeriksa kualitas fisik daging yang meliputi warna dan bau. Untuk mengetahui
pencemaran mikroba pada daging sapi diperlukan pemeriksaan bakteriologi yaitu dengan Uji Total Plate Count (TPC), kemudian hasilnya dibandingkan dengan persyaratan mutu Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) pada daging sapi yang ditetapkan oleh badan Standarisasi Nasional SNI : 01-6336-2000. Apabila Uji TPC melebihi BMCM maka akan
Hasil Penelitian Cemaran Mikroba Daging Sapi Di Pasar Swalayan Dan Pasar Tradisional 9
Dilavet, Volume 21, Nomor 2, Juni 2011 dilanjutkan dengan uji peneguhan dengan metode Most Probable Number (MPN) Eschericia coli.
A. Pembuatan media
a. Pembuatan media Buffered Pepton Water (BPW) BPW ditimbang sebanyak 20 gram dimasukkan ke dalam tabung dan dilarutkan (dihomogenisasi) dengan aquadest sebanyak 1000 ml, kemudian dipanaskan diatas hot plate sampai mendidih. larutan didinginkan dan dipindahkan ke dalam tabung 9 ml sebanyak 1 ml, kemudian disterilisasi menggunakan autoclave pada temperatur 121C selama 15 detik b. Pembuatan media Plate Count Agar (PCA) PCA ditimbang sebanyak 22,5 gram, dimasukkan ke dalam tabung dan dilarutkan (dihomogenisasi) dengan aquadest sebanyak 1000 ml, kemudian dipanaskan diatas hot plate sampai mendidih, disterilisasi dengan autoclave pada temperatur 121C selama 15 detik. c. Pembuatan media Lauryl Sulfate Tryptose Broth (LSTB) LSTB ditimbang sebanyak 35,6 gram, dimasukkan ke dalam tabung dan dilarutkan (dihomogenisasi) dengan aquadest sebanyak 1000 ml, kemudian dipanaskan diatas hot plate sampai mendidih dan didinginkan pada suhu ruangan. Tabung reaksi yang
Hasil Penelitian Cemaran Mikroba Daging Sapi Di Pasar Swalayan Dan Pasar Tradisional 10
Dilavet, Volume 21, Nomor 2, Juni 2011 sudah disiapkan diisi dengan tabung durham dan diisi sebanyak 10 ml media LSTB. kemudian disterilisasi dengan autoclave pada temperatur 121C selama 15 detik. d. Pembuatan media Escherchia Coli Broth (ECB) ECB ditimbng sebanyak 37 gram, dimasukkan ke dalam tabung dan dilarutkan (dihomogenisasi) dengan aquadest sebanyak 1000 ml, kemudian dipanaskan diatas hot plate sampai mendidih dan didinginkan pada suhu ruangan. Tabung reaksi yang sudah disiapkan diisi dengan tabung durham dan diisi sebanyak 10 ml media LSTB. kemudian disterilisasi dengan autoclave pada temperatur 121C selama 15 detik. e. Pembuatan media Levine Eosin Methylene Blue Agar (L-EMB) L-EMB ditimbng sebanyak 37,5 gram, dimasukkan ke dalam tabung dan dilarutkan (dihomogenisasi) dengan aquadest sebanyak 1000 ml, kemudian dipanaskan diatas hot plate sampai mendidih, kemudian disterilisasi dengan autoclave pada temperatur 121C selama 15 detik. L-EMB dituang ke dalam petridish dan didiamkan sampai membeku.
B. Penyiapan contoh
a. Daging sapi ditimbang sebanyak 10 g secara aseptik, kemudian masukkan dalam wadah steril. b. tambahkan 90 ml larutan BPW 0,1% (Buffered Pepton Water 0,1%) steril ke dalam kantong steril yang berisi daging sapi, homogenkan dengan stomacher selama 1 menit sampai dengan 2 menit. Ini merupakan larutan dengan pengenceran 10-1.
C. Cara Pengujian :
a. 1 ml suspensi pengenceran 10-1 tersebut dipindahkan dengan pipet steril ke dalam larutan 9 ml BPW untuk mendapatkan pengenceran 10-2. b. Buat pengenceran 10-3, 10-4, 10-5 dan seterusnya dengan cara yang sama seperti pada butir a, sesuai kebutuhan. c. 1 ml suspensi dari setiap pengenceran dimasukkan ke dalam cawan petri secara duplo. d. Menambahkan 15 ml sampai dengan 20 ml PCA (Plate Count Agar) yang sudah di dinginkan hingga suhu 450C pada masing-masing cawan yang sudah berisi suspensi. Supaya larutan contoh dan media PCA tercampur seluruhnya, lakukan pemutaran cawan ke depan dan ke belakang atau membentuk angka delapan dan diamkan sampai menjadi padat. e. Diinkubasikan pada temperatur 340C sampai dengan 360C selama 24 jam sampai dengan 48 jam dengan meletakkan cawan pada posisi terbalik.
Dilavet, Volume 21, Nomor 2, Juni 2011 Jumlah koloni dihitung pada setiap seri pengenceran kecuali cawan petri yang berisi koloni menyebar. Pilih cawan yang mempunyai jumlah koloni 25 sampai dengan 250.
2.
Pengujian Most Probable Number (MPN) Eschericia coli Menurut SNI 2897 : 2008 A. Penyiapan contoh
a. Daging sapi ditimbang sebanyak 10 g, kemudian masukkan ke dalam kantong steril. b. Tambahkan 90 ml larutan BPW 0,1% steril ke dalam kantong steril yang berisi daging sapi, dihomogenkan dengan stomacher selama 1 menit sampai dengan 2 menit. Ini merupakan larutan dengan pengenceran 10-1.
B. Cara Pengujian a. Uji Pendugaan a). 1 ml larutan pengenceran 10-1 tersebut dipindahkan dengan pipet steril ke dalam
larutan 9 ml BPW untuk mendapatkan pengenceran 10-2. sama seperti di atas dibuat pengenceran 10-3. b). Masing-masing 1 ml dari setiap pengenceran dipipet ke dalam 3 seri tabung LST yang berisi tabung durham. c). Dinkubasi pada temperatur 370C selama 24 jam. d). Diperhatikan adanya gas yang terbentuk di dalam tabung Durham. dinyatakan positif apabila terbentuk gas. Hasil uji Dengan cara yang
ANALISIS DATA
Hasil Penelitian Cemaran Mikroba Daging Sapi Di Pasar Swalayan Dan Pasar Tradisional 12
Dilavet, Volume 21, Nomor 2, Juni 2011 Data cemaran TPC dan E. coli dianalisa dan diinterpretasikan.
4
Hasil perhitungan
dilakukan sesuai dengan SNI : 01-6366-2000 yaitu 1 x 10 CFU/gram untuk TPC dan 5 x 101 MPN/gram untuk E. coli. Apabila melebihi batas maksimum cemaran mikroba berarti cemaran mikroba tinggi dan apabila kurang dari batas maksimum cemaran mikroba berarti cemaran mikroba rendah. Cemaran mikroba yang ditemukan akan dibandingkan dengan faktor-faktor yang mungkin berpengaruh dari masing-masing tempat pengambilan sampel.
Daging yang dari pasar Tradisional maupun Swalayan baik dari segi warna dan bau masih memenuhi kriteria daging yang masih baik dan layak karena masih berwarna merah cerah khas daging dan berbau aromatis. Daging dengan warna merah khas daging sapi dan berbau yang aromatis (khas daging sapi) merupakan daging normal, karena daging (sampel) yang diambil pada pagi hari di pasar Tradisional masih segar dan daging beku dari pasar Swalayan masih dengan kondisi dan kualitas yang baik. Menurut Usmiati (2008) daging mudah sekali mengalami kerusakan oleh mikroba. Kerusakan daging ditandai oleh adanya perubahan bau dan timbulnya lendir yang biasanya terjadi jika jumlah mikroba menjadi jutaan atau ratusan juta sel atau lebih per 1 cm luas permukaan daging. Kerusakan oleh mikroba pada daging terutama disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk. Melihat dari hasil pengujian pertama maka pengujian dilanjutkan dengan uji Total Plate Count (TPC). Pengujian terhadap cemaran dengan menghitung total koloni dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Hasil Laboratorium uji TPC terhadap tingkat cemaran mikroba berdasarkan tempat penjualan yang diambil sesuai dengan populasi pedagang :
Hasil Penelitian Cemaran Mikroba Daging Sapi Di Pasar Swalayan Dan Pasar Tradisional 13
No 1.
Jumlah sampel 4
TPC 1,8 x 103* 1,4 x 103* 0,9 x 103* 2,3 x 103* 3,1 x 103 1,7 x 103* 2,9 x 103 8,8 x 103 2,6 x 103 4,0 x 103 6,9 x 103 3,0 x 103 4,5 x 103 1,4 x 103* 1,2 x 104 1,0 x 105 1,2 x 104 4,7 x 103 3,8 x 103 3,9 x 103 1,8 x 103* 1,6 x 103* 3,5 x 103 3,1 x 103 1,5 x 104 1,2 x 104 4,7 x 103 9,5 x 103
Keterangan
2.
Pasar Banjarbaru
3.
Pasar Martapura
16
31,25
Keterangan : Hasil uji labolatorium BPPV Regional V Kalimantan Selatan pada tanggal 10, 16, 24 Mei 2011. (*) Koloni yang dihitung kurang dari 25
Berdasarkan data pada Tabel 2 terlihat bahwa sampel daging yang diambil di Hypermart Banjarmasin pada pukul 10.00 WITA total koloni masih dibawah Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM). Angka TPC yang terlihat pada keempat sampel dari Hypermart Banjarmasin diberi tanda bintang (*) yang artinya total rata-rata koloni dibawah dari 25, dimana jumlah ratarata koloni yang dihitung dari 25 250 koloni. Sampel daging dari pasar tradisional (pasar Banjarbaru dan pasar Martapura) diambil pagi hari yaitu pukul 06.00-07.00 WITA, namun dilihat dari tabel diatas hasil uji TPC terlihat berbeda. Pasar Banjarbaru jumlah koloninya masih
dibawah dari BMCM, sedangkan pasar Martapura terdapat 5 sampel yang jumlah koloninya melebihi BMCM. Berdasarkan survei dan hasil kuisioner, pasar Martapura merupakan pasar yang penjual daging sapi lebih banyak dibandingkan dengan pasar Banjarbaru. Pasar Martapura memiliki 17 pedagang daging sapi yang terdiri dari 16 pedagang yang menjual daging sapi dan 1 pedagang yang menjual kulit/jeroan saja, dari 16 pedagang tersebut terdapat 4 pedagang yang langsung
Hasil Penelitian Cemaran Mikroba Daging Sapi Di Pasar Swalayan Dan Pasar Tradisional 14
Dilavet, Volume 21, Nomor 2, Juni 2011 mengambil daging dari Rumah Potong Hewan (RPH) dan disebar ke 14 pedagang lainnya yang berjualan di tempat tersebut. Penjualan daging di pasar tradisional (pasar Banjarbaru dan pasar Martapura) dilakukan dalam keadaan terbuka dan daging disajikan dilokasi yang kurang terjamin kebersihannya dan bersuhu udara tinggi, sehingga mikroba patogen pada kondisi tersebut dapat tumbuh dengan subur. Penjualan daging secara terbuka juga dapat menyebabkan konsumen memilih daging dengan memegang sehingga daging dengan mudah dapat terkontaminasi dan teksturnya menjadi lembek sehingga dapat menurunkan kualitas daging tersebut. Sumber kontaminasi lain juga didapat pada saat pengangkutan dari RPH ke pasar tradisional, pada pasar Martapura pengangkutan dari RPH kebanyakan dilakukan dengan menggunakan gerobak tarik dimana daging tidak diberi alas ataupun penutup sehingga sangat memungkinkan terjadinya kontaminasi dari luar atau lingkungan sekitar. Menurut Endang (2009) bila transportasi dilakukan dengan tidak layak akan mengakibatkan jumlah total mikroba yang tinggi pada daging dan kuman-kuman yang memang secara normal ada dalam tubuh hewan akan makin subur. Tabel 4. Hasil Laboratorium uji MPN E. coli pada sampel yang TPC nya melebihi No. 1. LT (24 jam) 1 2 3 + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + EC (24 jam) 1 2 3 + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + L-EMB 2 + + + + E. coli 2 3 + + + + + + + + + + Nilai 2 3 3 2 BMCM
E. coli/gr (MPN)
2.
3.
4.
5.
1 + + + + + + + -
3 + + + + + + -
1 + + + + + + + -
1 3
1100
240
> 110
75
1100
: Hasil uji laboratorium BPPV Regional V Kalimantan Selatan pada : Lauryl Sulfate Tryptose Broth : Escherichia Coli Broth : Levine Eosin Methylene Blue Agar
Berbeda dengan pasar Banjarbaru, dari 8 pedagang 6 diantaranya mengambil daging dari RPH Martapura, 1 pedagang mengambil dari pasar Martapura dan 1 pedagang beternak dan memotong sendiri. Jarak yang ditempuh dari RPH Martapura ke pasar Banjarbaru cukup jauh sehingga kebanyakan pedagang mengangkut daging dengan menggunakan mobil
Hasil Penelitian Cemaran Mikroba Daging Sapi Di Pasar Swalayan Dan Pasar Tradisional 15
Dilavet, Volume 21, Nomor 2, Juni 2011 pengangkut yang diberi alas/penutup menggunakan terpal dan karung, setidaknya hal ini dapat mengurangi kontaminasi mikroba dari luar/lingkungan. Penjualan daging di pasar Swalayan lebih baik dibandingkan dengan pasar Tradisional karena daging disajikan dalam keadaan tertutup dan temperatur rendah (2-6C) dengan menggunakan showcase. Penanganan pertamakali daging datang menggunakan cool box dan langsung masuk ke chiller dengan suhu 2-4C. Di pasar swalayan daging dinyatakan expire apabila lebih dari 1 minggu dan dilakukan pemusnahan/pembuangan daging yang dilakukan sesuai standar oleh pihak swalayan sehingga dapat dipastikan bahwa mikroba dari daging tersebut tidak menyebar ke alat dan tempat maupun daging yang lain. Sampel yang nilai TPC nya melebihi BMCM dilanjutkan pengujiannya dengan peneguhan menggunakan metode Most Probable Number (MPN) Escherichia coli (E. coli). Pengujian MPN ini merupakan perkiraan (estimasi) jumlah mikroba yang dipupuk pada suatu tingkat pengenceran dengan menggunakan media LST dan EC. Media ini merupakan media umum yang digunakan untuk menumbuhkan kuman, sehingga diperlukan media L-EMB untuk mengetahui spesifik bakteri E. coli yang tumbuh. Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai TPC melebihi BMCM, tetapi pada pengujian dari media L-EMB tidak semua ditemukan bakteri E. coli. Dilihat pada sampel 4 pada media L-EMB semua menunjukkan hasil yang negatif yang artinya dalam sampel tersebut tidak terdapat bakteri E.coli, namun bakteri yang tumbuh di dalam media bukanlah bakteri E. coli. E. coli merupakan mikroba normal di saluran pencernaan dan bersifat patogen, namun dengan proses pemasakan yang sempurna E. coli dapat musnah karena mikroba ini bersifat sensitif terhadap panas pada suhu 60C selama 30 menit. E. coli merupakan bakteri gram negatif yang hidup pada usus besar manusia hal ini yang disebut sebagai flora normal, namun jika bakteri ini memasuki saluran pencernaan dari bahan makanan seperti bahan asal hewan dan produk olahannya dapat menyebabkan diare yang akut (gastroenteritis) sehingga sangat perlu diwaspadai (Endang, 2009). Kontaminasi dari bakteri E.coli pada daging sapi terkait erat dengan masih rendahnya masalah sanitasi dalam proses penanganan daging. Proses penyiapan daging di pasar Tradisional
kurang memperhatikan aspek sanitasi dan higiene, karena daging-daging yang dipersiapkan untuk dijual oleh pedagang tidak ditutup dan disimpan dalam suhu dingin dan akibat dari suhu penyimpanan ini akan berdampak pada perkembangbiakan bakteri secara cepat, selain itu daging yang dibawa dari RPH hanya menggunakan gerobak tanpa alas yang artinya daging tersebut dibiarkan terbuka pada saat pengangkutan. Soeparno (1994) menyatakan bahwa
selain faktor nutrisi, pertumbuhan mikroorganisme dalam daging juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan khususnya temperatur.
Dilavet, Volume 21, Nomor 2, Juni 2011 Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Keadaan fisik daging yang meliputi pengukuran warna dan bau secara umum, baik dari pasar tradisoinal maupun pasar swalayan kondisinya masih cukup baik dan masih normal. 2. Hasil uji laboratorium sampel daging dari pasar tradisional dan pasar swalayan terlihat sangat berbeda, namun dengan pengambilan sampel dipagi hari di pasar tradisional dapat meminimumkan tingkat cemaran mikroba karena hanya terdapat 31,25% sampel yang Total Plate Count (TPC) nya melebihi Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM). 3. 4. Hasil pengujian daging yang TPCnya melebihi BMCM ditemukan bakteri Eschericia coli. Adanya cemaran mikroba pada daging sapi disebabkan oleh penanganan yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Mengingat pada kondisi diatas menjadi hal yang sangat penting bagi pemerintah terutama dinas peternakan untuk memberikan penyuluhan dan bimbingan serta perbaikan bagi masyarakat khususnya pedagang daging sapi untuk menjaga kebersihan dan melakukan sanitasi lingkungan dalam upaya mencegah terjadinya pencemaran terhadap bahan makanan.
DAFTAR PUSTAKA Apriliya, Ika.2010. Analisis Sifat http://ikaa083.student.ipb.ac.id. Fisik Daging. Institut Pertanian Bogor.
Endang, S. 2009. Tinjauan Bahan Pangan Asal Hewan Yang Asuh Berdasarkan Aspek Mikrobiologi di DKI Jakarta. Jakarta. http://peternakanlitbang.deptan.go.id. Standar Nasional Indonesia. 2000. Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu Dalam Bahan Makanan Asal Hewan. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. ______________________. 2008. Metode Pengujian Cemaran Mikroba Dalam Daging, Telur dan Susu serta Hasil Olahannya. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. Syukur, A. 2006. Biosecurity Terhadap Cemaran Mikroba Dalam Menjaga Keamanan Pangan Asal Hewan. Bandar Lampung.
Hasil Penelitian Cemaran Mikroba Daging Sapi Di Pasar Swalayan Dan Pasar Tradisional 17