Anda di halaman 1dari 7

UJI ANGKA LEMPENG TOTAL (ALT) PADA DAGING SAPI

(Bos sp.) DI BALAI VETERINER LAMPUNG


Icsni Poppy Resta1, Rismayani Saridewi2
1

Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam


Universitas Lampung
Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No. 1, Bandar Lampung, Lampung,
Indonesia, 35145
2

Balai Veteriner Lampung


Jl. Untung Surapati No.2 Labuhan Ratu Raya, Bandar Lampung,
Lampung, 35145
Surel : Icsnipoppy@gmail.com

ABSTRAK

Daging sapi (Bos sp.) adalah bahan pangan yang bernilai gizi tinggi karena kaya akan
protein, lemak, mineral serta zat lainnya yang sangat dibutuhkan tubuh. Daging sapi
mudah tercemar berbagai mikroorganisme berupa bakteri dari lingkungan sekitarnya.
Beberapa jenis bakteri yang terdapat pada bahan pangan diantaranya Escherichia coli,
Staphylococcus aureus, Salmonella spp., serta bakteri patogen lainnya. Oleh sebab itu,
Balai Veteriner Lampung melakukan pengujian cemaran mikroba dengan metode Angka
Lempeng Total (ALT) untuk mengetahui jumlah cemaran mikroba pada daging sapi dari
pasar tradisional dan TPH di Provinsi Lampung. Pengujian ini dilakukan di Balai
Veteriner Lampung pada periode 27 Juli sampai 4 September 2015. Metode perhitungan
cawan didasarkan pada jumlah koloni yang muncul pada cawan sebagai indeks bagi
jumlah mikroorganisme yang terkandung dalam daging sapi, cawan yang dihitung yaitu
cawan yang mengandung jumlah koloni 25-250 cfu/g. Hasil yang diperoleh yaitu kadar
cemaran mikroba dari semua sampel daging sapi masuk dalam kategori dibawah Batas
Maksimum Cemaran Mikroba (<BMCM) yaitu 1x106 cfu/g (SNI: 7388:2009) sehingga
layak untuk dikonsumsi.
Kata Kunci: Daging sapi, cemaran mikroba, Angka Lempeng Total (ALT), Balai
Veteriner Lampung.

PENDAHULUAN
Daging sapi adalah bahan pangan yang bernilai gizi tinggi karena kaya akan protein,
lemak, mineral serta zat lainnya yang sangat dibutuhkan tubuh (Syamsir, 2010). Usaha
untuk meningkatkan kualitas daging sapi dilakukan melalui pengolahan atau
penanganan yang lebih baik sehingga dapat mengurangi kerusakan atau kebusukan
selama penyimpanan dan pemasaran.
Daging sapi mudah tercemar berbagai mikroorganisme berupa bakteri dari lingkungan
sekitarnya. Beberapa jenis bakteri yang terdapat pada bahan pangan diantaranya
Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Salmonella spp., serta bakteri patogen lainnya
(Syamsir, 2010). Proses keamanan dan kelayakan daging sapi ini harus dilakukan sedini
mungkin yakni mulai dari peternakan (farm), Tempat Pemotongan Hewan (TPH),
penjualan di pasar tradisional, hingga daging sapi dikonsumsi di meja makan (from
farm to table). Peranan TPH dan pasar tradisional sebagai penyedia daging sapi yang
akan dikonsumsi manusia sangat besar. Bahkan TPH dan pasar tradisional merupakan
penentu dari proses panjang perjalanan peternakan sapi. Meskipun sapi tersebut
dinyatakan sehat dari peternakan (farm), jika ditingkat TPH dan proses penjualan di
pasar pemotongannya tidak memenuhi kriteria pemotongan yang baik maka
kecenderungan menimbulkan penyakit akan semakin besar.
Di Provinsi Lampung terdapat Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner
(Kesmavet) yang khusus menangani kesehatan hewan dan pangan asal hewan.
Laboratorium Kesmavet adalah salah satu bagian dari Balai Veteriner Lampung yang
merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat
Jenderal Peternakan, Kementerian Pertanian yang mempunyai tugas melaksanakan
penyidikan, pengujian veteriner dan pengembangan teknik untuk mendukung
terciptanya kesehatan hewan yang optimal di wilayah kerja, di tingkat nasional, dan
internasional (BVet lampung, 2014).
Laboratorium Kesmavet menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai acuan
dalam meningkatkan keamanan pangan yang bersumber dari hewan seperti daging sapi,
diantaranya melalui pengujian Angka Lempeng Total (ALT)/Total Plate Count (TPC).
ALT merupakan salah satu metode dalam pengujian cemaran mikroba yang mengacu

pada Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) yang diperkenankan oleh Badan
Standar Nasional Indonesia (SNI: 7388:2009) yaitu untuk produk makanan asal hewan
terutama daging sapi sebesar 1 x 106 coloni forming unit per gram (cfu/g). Standar ini
digunakan untuk memenuhi syarat kelayakan produksi daging sapi di beberapa TPH dan
pasar tradisional di wilayah kerja Balai Veteriner Lampung yang mencakup Provinsi
Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Kepulauan Bangka Belitung (Balai
Veteriner, 2014).
Berdasarkan uraian tersebut maka dilakukan pengujian ini untuk mengetahui jumlah
cemaran mikroba pada daging sapi dari pasar tradisional dan TPH di Provinsi Lampung
menggunakan metode uji ALT di Balai Veteriner Lampung pada periode 27 Juli sampai
4 September 2015.
BAHAN DAN METODE
A. Waktu dan Tempat
Pengujian ini dilakukan dari tanggal 27 Juli hingga 4 September 2015 di
Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet), Balai Veteriner
Lampung, jl. Untung Surapati No. 2 Labuhan Ratu, Bandar Lampung, Lampung
35142, Telp. +62 721 701851.
B. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam kerja praktik ini adalah stomacher, vortex,
tabung erlenmeyer, tabung reaksi, rak tabung reaksi, gelas ukur, cawan petri, pipet
volumetrik, inkubator (37C), timbangan, penghitung koloni (Hand Total Counter),
lampu bunsen, botol media, pisau, pinset, autoklaf, dan magnetic stirer.
Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah sampel daging sapi yang diperoleh
dari survey lapangan di beberapa pasar tradisional dan TPH pada periode 27 Juli
hingga 4 September 2015, media Buffered Pepton Water (BPW) 0.1% untuk larutan
pengencer, media Plate Count Agar (PCA) untuk media pembiakan, pereaksi
Tryphenil Tetrazolium Chloride (TTC) 0.5% untuk pewarna koloni, alkohol, dan
spiritus.

C. Prosedur Kerja
Pada pengujian Angka Lempeng Total ini dilakukan sesuai dengan prosedur cara uji
cemaran mikroba Standar Nasional Indonesia SNI: 2897:2008. Adapun langkah kerja
dari pengujian ALT menurut Peeler dan Maturin (2001) adalah sebagai berikut :
1. Preparasi Sampel
-

Dipotong sampel daging sapi yang akan diuji menjadi potongan kecil-kecil secara
aseptik menggunakan pisau dan pinset.

Ditimbang masing-masing sampel sebanyak 25 gram kemudian dimasukkan ke dalam


225 ml larutan Buffered Pepton Water (BPW) 0.1% selanjutnya dihomogenkan dengan
Stomacher selama 1-2 menit. Perlakuan ini dijadikan pengenceran 10-1.

2. Tahap Analisis
-

Diambil 1 ml sampel yang sudah dihomogenkan dengan larutan pengencer 10-1 dalam
stomacher kemudian diencerkan lagi ke dalam 9 ml larutan BPW 0.1% sebagai
pengenceran 10-2.

Divortex campuran sampel dan pengencer tersebut agar homogen.

Diambil 1 ml campuran yang telah divortex dan ditambahkan ke pengenceran


berikutnya. Demikian seterusnya hingga terbentuk suatu deret enceran 10-1, 10-2, 10-3,
dan 10-4 (dilakukan dengan pipet volumetrik steril).

Diambil masing-masing 1 ml dari larutan tersebut untuk diinokulasi ke cawan petri


secara duplo menggunakan metode pour plate.

Ditambahkan 15-20 ml Plate Count Agar (PCA) yang sudah ditambah TTC 0.5 %
(trifeniltetrazolium klorida). TTC ini berfungsi sebagai indikator yang akan direduksi
sehingga mewarnai koloni bakteri yang hendak diamati (Kusuma, 2009).

Disiapkan 1 ml BPW steril ke dalam cawan petri secara duplo kemudian ditambahkan
campuran PCA dan TTC untuk membuat blanko.

Dilakukan pemutaran cawan ke depan dan ke belakang membentuk angka delapan


hingga campuran menjadi homogen.

Diinkubasikan agar yang sudah membeku pada suhu + 370C selama 24-48 jam dengan
membalik cawan petri.

Dihitung koloni yang tumbuh pada cawan petri.

Ditentukan rata-rata yang merupakan jumlah kuman per 1 gram (CFU/gram).

3. Penghitungan Koloni
Untuk melaporkan suatu hasil analisa mikrobiologi digunakan standar SNI: 7388:2009
yang menjelaskan mengenai cara menghitung koloni pada cawan serta cara memilih
data yang ada untuk menghitung jumlah koloni di dalam suatu sampel. Cawan yang
dihitung adalah cawan yang mengandung jumlah koloni 25-250 cfu/g.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil pengujian Cemaran Mikroba pada daging sapi yang diperoleh dari pasar tradisional
dan TPH di Provinsi Lampung menggunakan metode uji Angka Lempeng Total (ALT)
dapat dilihat pada tabel 1. Berdasarkan hasil pengujian dapat diamati bahwa semua sampel
merupakan daging sapi yang aman untuk dikonsumsi karena jumlah cemaran mikrobanya
masih di bawah standar Batas Maksimum Cemaran Mikroba (<BMCM) yang ditentukan
yaitu 106 cfu/g untuk sampel daging sapi.
Tabel 1. Penentuan Angka Lempeng Total (ALT) Pada Sampel Daging Sapi
(Bos sp.) di Provinsi Lampung

Kode Sampel
Pedagang A
Pedagang B
Pedagang C
Pedagang D
Pedagang E

Pengenceran
10-n
10-2
10-3
190
133
200
79
83
34
90
45
TBUD TBUD
TBUD 169
15
12
20
10
TBUD 68
TBUD 89

10-4
60
45
25
20
57
86
8
6
35
46

Kesimpulan

Hasil
Interpretasi

32000 koloni/g

< BMCM

14000 koloni/g

< BMCM

14000 koloni/g

< BMCM

3000* koloni/g

< BMCM

11000 koloni/g

< BMCM

Keterangan : *: Jumlah koloni bakteri kurang dari 25.


BMCM : Batas Maksimum Cemaran Mikroba 1x106 (SNI: 7388:2009)
TBUD : Tidak Dapat Untuk Dihitung (>250 koloni)

Pada hasil pengujian diatas terlihat bahwa sampel daging sapi dari pedagang C dan E
menunjukan hasil cemaran yang Tidak Bisa Untuk Dihitung (TBUD) karena jumlah koloni
dari hasil pengujiannya lebih dari 250 koloni. Pada pedagang C diperoleh hasil hitungan
koloni TBUD pada pengenceran 10-2 pada ulangan pertama dan kedua dan pada

pengenceran 10-3 hanya pada ulangan pertama, kemudian pada pedagang D terlihat hasil
perhitungan TBUD hanya pada pengenceran 10-2 saja namun terdapat pada ulangan
pertama dan kedua. Sedangkan pada pedagang D terlihat bahwa hasil pengujian pada
sampel daging sapinya mengandung koloni bakteri pencemar yang sangat sedikit yaitu
dibawah 25 koloni pada masing-masing pengenceran.
Berdasarkan tabel hasil pengamatan dapat dilihat bahwa hasil cemaran tertinggi diperoleh
dari sampel daging sapi milik pedagang A yaitu mencapai 32.000 cfu/g. Pada pedagang B
dan C memiliki jumlah cemaran mikroba yang sama pada sampel daging sapinya yaitu
14.000 cfu/g. Meskipun pedagang C memiliki hasil hitungan cemaran mikroba yang
TBUD namun jumlah cemarannya tidak melewati standar BMCM karena cawan yang
TBUD tidak perlu dihitung sehingga jumlah cemarannya tidak jauh berbeda dengan
pedagang B yang tidak memiliki cawan TBUD. Sebab jumlah cemaran mikroba pada
cawan dari sampel daging sapi pedagang B seluruhnya harus dihitung sehingga diperoleh
hasil hitungan yang cukup tinggi. Kemudian pada pedagang E diperoleh hasil hitungan
cemaran mikroba yang tidak jauh berbeda dengan pedagang B dan C, jumlah cemaran
mikroba pada sampel daging sapi milik pedagang E lebih sedikit dibanding pedagang B
dan C yaitu hanya 11.000 cfu/g. Namun jumlah cemaran mikroba yang paling sedikit dari
ke-lima pedagang didapat pada sampel daging sapi dari pedagang D yaitu hanya 3.000
cfu/g. Masing-masing jumlah cemaran mikroba yang dihitung dari setiap pengulangan
dalam semua pengenceran hasilnya tidak lebih dari 25 koloni.
Adanya perbedaan yang signifikan pada hitungan jumlah cemaran mikroba yang terdapat
di cawan pegenceran 10-3 dari pedagang C yaitu TBUD pada pengulangan pertama
sedagkan pada pengulangan kedua hanya terdapat 169 koloni bisa disebabkan karena
adanya kontaminan saat pengujian ALT oleh penguji. Selain itu bisa juga disebabkan oleh
peralatan dan tempat yang kurang steril selama pengujian. Namun perbedaan yang
signifikan tersebut tidak mempengaruhi hasil total koloni per unit dari pedagang C.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah cemaran mikroba dari semua pedagang
merupakan daging sapi yang masih aman untuk dikonsumsi karena hasil cemaran mikroba
yang dihitung tidah melebihi standar BMCM menurut Standar Nasional Indonesia (SNI).

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang diperoleh dari hasil pengujian ini yaitu hasil perhitungan jumlah
cemaran mikroba yang tergolong aman pada sampel daging sapi dari pedagang pasar
tradisional dan TPH di provinsi Lampung. Sehingga daging dapi yang dijual di beberapa
pedagang tersebut masih layak untuk dikonsumsi.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Veteriner Lampung. 2014. Instruksi Kerja Metode Uji Penentuan Angka Lempeng
Total (ALT). Balai Veteriner Lampung. Lampung.
(BPOM RI) Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2008. Peraturan
Perundang-undangan Dibidang Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan
Fitofarmaka. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta.
(BSN) Badan Standardisasi Nasional. 2008. Standar Nasional Indonesia (SNI) No: 28972008 tentang Metode Pengujian Cemaran Mikroba dalam Daging, Telur dan Susu,
Serta Hasil Olahannya. BSN. Jakarta.
(BSN) Badan Standardisasi Nasional. 2009. Standar Nasional Indonesia (SNI) No: 73882009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu
Dalam Bahan Makanan Asal Hewan. BSN. Jakarta.
(Bvetlampung) Balai Veteriner Lampung. 2014. Profil Balai Veteriner Lampung.
[internet]. Tersedia : http//Bvetlampung.com. (Diakses 1 September 2015).
Kusuma, S.A.F. 2009. Uji Biokimia Bakteri. [Karya Ilmiah]. Universitas Padjajaran.
Bandung.
Peeler J.T. dan Maturin, L. 2001. Bacteriological Analytical Manual. Division of
Microbiology Center for Food Safety and Applied Nutrition. U.S. Food and Drug
Administration. Page 3.01-3.10.
Syamsir, E. 2010. Keamanan Mikrobiologi Produk Olahan Daging. Jurnal Kulinologi
Indonesia. 5 : 77-78.

Anda mungkin juga menyukai