Anda di halaman 1dari 16

24 April 2012, 07:58:54

Anda sedang berada di: Beranda Serba Serbi Cara Tayamum Di Pesawat
Sabtu, 17 April 2010 - 10:51:04 WIB

Cara Tayamum Di Pesawat


Diposting oleh : Pembimbing Kategori: Serba Serbi - Dibaca: 6602 kali

Pada materi kali ini kami ingin menyampaikan tentang cara bertayamum di pesawat. Kami yakin banyak diantara umat muslim/ calon jamaah haji yang sudah bisa bertayamum jadi kami tidak bermaksud menggurui tetapi barangkali kita lupa bagaimana cara tayamum itu maka ada baiknya kita mengingat kembali cara tayamum itu. Islam memberikan solusi terbaik, tidak pernah meyulitkan umatnya. Allah SWT berfirman: "yuriidullahu bikumul yusra wala yuriidu bikumul 'usra", Allah menghendaki kemudahan kepada kita dan tidak menghendaki kesulitan. Islam membolehkan kita bertayamum jika ketersediaan air tidak mencukupi untuk berwudlu. Ketersediaan air di pesawat sangatlah terbatas. Bisa dibayangkan jika dalam pesawat (450 orang) ingin berwudlu semua, airnya tidak mencukupi dong! disamping itu bisa membahayakan keselamatan penumpang pesawat jika air tersebut sampai menggenang di pesawat. Maka dari itu tayamamum dipesawat sangatlah dianjurkan ketika kita mau menjalankan sholat lima waktu. Perjalanan dari Tanah Air menuju Makkah atau Madinah membutuhkan waktu yang sangat lama sekitar 9 sampai 11 jam perjalanan. Sudah barang tentu kita akan melewati dua waktu sholat lima waktu. Penulis telah menunaikan ibadah haji 8 kali diantaranya pernah menjalankan sholat di pesawat untuk sholat dhuhur dengan sholat ashar, pernah juga sholat magrib dengan sholat isyak. ( yang tidak pernah adalah tidak sholat??! hehehe...) Karena kita dalam safar (perjalanan) maka kita diperbolehkan menjamak dan mengqoshar sholat. Lain waktu kita bahas tersendiri sholat dalam pesawat ini. kali ini kita bahas tayamum dahulu. OK? Berikut ini cara tayamum dalam pesawat: 1. Tepukkan kedua telapak tangan ke kursi pesawat atau dinding pesawat

2. Usapakan dua telapak tangan ke muka dengan sempurna mulai dari ujung rambut (jidat) sampai ke dagu dari daun telinga sebelah kanan hingga daun telingga sebelah kiri secara merata.

3. Tepukkan kembali kedua telapak tangan ke kursi pesawat atau dinding pesawat, usahakan ditempat lain yang belum tertepuk.

4. Telapak tangan kiri mengusap tangan kanan dari ujung jari sampai dengan siku secara merata.

5. Telapak tangan kanan mengusap tangan kiri mulai dari ujung jari sampai dengan siku secara merata.

Selesailah tayamum kita... maka kita boleh melaksanakan sholat... Mudahkan??

More Sharing ServicesShare/Cetak

"Sampaikanlah (bagikan) ilmu itu walau satu ayat" . Semoga menjadi amal jariyah dan bisa mengantarkan Anda ke Tanah Suci. Rasulullah SAW Bersabda "Man dalla 'ala khairin falahu mitslu ajri fa'alaihi" Artinya: "Barang siapa menunjukkan jalan kebaikan kepada seseorang, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang ditunjukkan itu" (HR. Muslim) 24 April 2012, 08:03:08
Anda sedang berada di: Beranda Serba Serbi Cara Sholat Dalam Pesawat
Selasa, 20 April 2010 - 09:10:37 WIB

Cara Sholat Dalam Pesawat


Diposting oleh : Pembimbing Kategori: Serba Serbi - Dibaca: 6655 kali

Sholat selama dalam perjalanan dapat dilaksanakan dengan cara dijamak dan Qashar. Jamah haji adalah tergolong musafir yaitu orang yang sedang melakukan perjalanan. Allah telah memberikan keringan (rukshah) bagi seorang musafir dalam menjalankan sholat wajib selama di perjalanan. Bagi seorang jamaah haji perlu juga mempelajari kembali sholat selama di perjalanan ini. Perjalanan jamaah haji akan menempuh jarak yang sangat jauh. Perjalanan dari Tanah Air ke Tanah Suci saja membutuhkan waktu 9- 11 jam, sudah barang tentu kita akan melewati waktu-waktu sholat. Dalam hal ini kita dibolehkan melaksanakan sholat wajib dengan cara dijamak dan qashar. Sholat dengan cara dijamak yaitu mengumpulkan (jamak) 2 sholat wajib dalam satu waktu yang sama. Sholat wajib yang bisa dijamak yaitu sholat dzuhur dengan ashar dan sholat maghrib dengan Isyak. Sholat jamak ini ada dua cara yaitu: Jamak Taqdim yaitu mengumpulkan 2 sholat wajib yang terdahulu maksudnya mengerjakan/ menjamak sholat dzuhur dan ashar diwaktu sholat dzuhur dan Sholat Maghrib dan Isyak dikerjakan pada waktu Magrib. Jamak Ta'khir yaitu mengumpulkan 2 sholat wajib yang dikerjakan pada waktu belakang maksudnya mengerjakan/ menjamak Dhuhur dan Ashar dikerjakan pada waktu Ashar, dan mengerjakan magrib dengan isyak di waktu Isyak. Sholat Qashar, qashar artinya menyingkat/ meringkas maksudnya meringkas Sholat yang 4 rakaat (seperti Sholat Dhuhur, Ashar atau Isyak) menjadi 2 rakaat sedangkan Sholat Magrib tetap 3 rakaat. Sholat Subuh tidak dapat dijamak ataupun diqashar. Sholat Jamak Qashar maksudnya dua shalat fardlu dikerjakan bersamaan dengan meringkas rakaat-rakaat sholat menjadi 2 rakaat. Misalnya sholat Dhuhur dan Ashar dijamak qashar, yaitu mengerjakan sholat dhuhur 2 rakaat kemudian dilanjutkan dengan sholat ashar 2 rakaat. Sholat tersebut bisa dilakukan pada waktu Dhuhur (Taqdim), bisa juga dilaksanakan pada waktu ashar (ta'khir) dan bisa dilakukan secara berjamaah. Begitu pula dengan Sholat Magrib dan Isyak bisa dijamak dan qashor. Caranya mengerjakan sholat magrib 3 rakaat dahulu kemudian dilanjutkan mengerjakan sholat Isyak 2 rakaat. Sholat tersebut bisa dilakukan pada waktu Magrib (Taqdim), bisa juga dilaksanakan pada waktu Isyak (ta'khir) dan bisa dilakukan secara berjamaah. Diantara sholat yang dijamak qashar, tidak ada sholat sunnah. Jika dilaksanakan berjamaah sholat berikutnya dilanjutkan dengan iqomah saja. Begitu pula setelah melaksanakan sholat dijamak qashar tidak ada sholat sunnah pula. CARA MENGERJAKAN SHOLAT DI PESAWAT Sebelum mengerjakan sholat disyaratkan kita bersuci atau berwudlu dahulu. Jika dalam kondisi darurat dan tidak ada air yang mencukupi untuk berwudlu maka dianjurkan untuk melaksanakan tayamum (lihat Cara Tayamum di Pesawat). Karena di pesawat ketersediaan air sangat terbatas da demi keselamatan penumpang maka kita dianjurkan untuk bertayamun. Setelah bersuci dengan tayamum selesai, kita bisa mengerjakan sholat. Sholat Fardlu di pesawat bisa dilakukan dengan dijamak dan qashar. Pada intinya sholat di pesawat dikerjakan dengan posisi duduk di kursi pesawat karena memang kita tidak bisa berdiri, ruku' dan sujud dengan sempurna. Doa-doa dalam sholat sambil duduk sama dengan doa-doa ketika sholat sambil berdiri sesusai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Berikut cara sholat di pesawat: 1. Dengan posisi duduk di kursi pesawat. Niat sambil Takbiratul ihram

2 Tangan bersidekap seperti layaknya sholat sambil berdiri, membaca doa iftitah, Surat Al Fatihah dan surat pendek yang dikehendaki.

3. Ruku' dilakukan sedikit

membungkukkan

badan dari posisi duduk sambil berdoa ketika ruku'.

4. I'tidal dilakukan dengan posisi punggung lurus seperti dalam posisi duduk sambil berdoa.

5. Sujud dilakukan dengan membungkukkan badan lebih rendah saat ketika ruku' sebelumnya sambil berdoa.

6. Duduk antara dua sujud, dilakukan dengan posisi duduk sempurna di kursi pesawat sambil berdoa.

7. Sujud kembali dengan membungkukkan badan seperti pada sujud awal sambil berdoa.

8. Duduk kembali dengan sempurna, tangan bersidekap untuk melaksanakan rakaat yang kedua, membaca Surat Al Fatihah dan Surat pendek yang dikehendaki.

9. Ruku' dilakukan sedikit membungkukkan badan dari posisi duduk sambil berdoa ketika ruku'.

10. I'tidal dilakukan dengan posisi punggung lurus seperti dalam posisi duduk sambil berdoa.

11. Sujud dilakukan dengan membungkukkan badan lebih rendah saat ketika ruku' sebelumnya sambil berdoa.

12. Duduk antara dua sujud, dilakukan dengan posisi duduk sempurna di kursi pesawat sambil berdoa.

13. Sujud kembali dengan membungkukkan badan seperti pada sujud awal sambil berdoa.

14. Duduk Tasahut Akhir. Duduk dengan sempurna letakkan kedua tangan di atas lutut, lakukan dengan

membaca doa tasahut akhir.

15. Mengucapkan salam sambil menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri.

16. Berdoa dan berdzikir setelah selesai sholat.

More Sharing ServicesShare/Cetak

"Sampaikanlah (bagikan) ilmu itu walau satu ayat" . Semoga menjadi amal jariyah dan bisa mengantarkan Anda ke Tanah Suci. Rasulullah SAW Bersabda "Man dalla 'ala khairin falahu mitslu ajri fa'alaihi" Artinya: "Barang siapa menunjukkan jalan kebaikan kepada seseorang, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang ditunjukkan itu" (HR. Muslim)

Sholat di Pesawat
Cara Sholat Dalam Pesawat Sholat selama dalam perjalanan dapat dilaksanakan dengan cara dijamak dan Qashar. Jamah haji adalah tergolong musafir yaitu orang yang sedang melakukan perjalanan. Allah telah memberikan keringan (rukshah) bagi seorang musafir dalam menjalankan sholat wajib selama di perjalanan. Bagi seorang jamaah haji perlu juga mempelajari kembali sholat selama di perjalanan ini. Perjalanan jamaah haji akan menempuh jarak yang sangat jauh. Perjalanan dari Tanah Air ke Tanah suci saja membutuhkan waktu 9- 11 jam, sudah barang tentu kita akan melewati waktu-waktu sholat. Dalam hal ini kita dibolehkan melaksanakan sholat wajib dengan cara dijamak dan qashar. Sholat dengan cara dijamak yaitu mengumpulkan (jamak) 2 sholat wajib dalam satu waktu yang sama. Sholat wajib yang bisa dijamak yaitu sholat dzuhur dengan ashar dan sholat maghrib dengan isyak. Sholat jamak ini ada dua cara yaitu: 1. Jamak Taqdim yaitu mengumpulkan 2 sholat wajib yang terdahulu maksudnya mengerjakan/ menjamak sholat dzuhur dan ashar diwaktu sholat dzuhur dan Sholat Maghrib dan Isyak dikerjakan pada waktu Magrib. 2. Jamak Takhir yaitu mengumpulkan 2 sholat wajib yang dikerjakan pada waktu belakang maksudnya mengerjakan/ menjamak Dhuhur dan Ashar dikerjakan pada waktu Ashar, dan mengerjakan magrib dengan isyak di waktu Isyak. Sholat Qashar, qashar artinya menyingkat/ meringkas maksudnya meringkas Sholat yang 4 rakaat (seperti Sholat Dhuhur, Ashar atau Isyak) menjadi 2 rakaat sedangkan Sholat Magrib tetap 3 rakaat. Sholat Subuh tidak dapat dijamak ataupun diqashar. Sholat Jamak Qashar maksudnya dua shalat fardlu dikerjakan bersamaan dengan meringkas rakaat-rakaat sholat menjadi 2 rakaat. Misalnya sholat Dhuhur dan Ashar dijamak qashar, yaitu mengerjakan sholat dhuhur 2 rakaat kemudian dilanjutkan dengan sholat ashar 2 rakaat. Sholat tersebut bisa dilakukan pada waktu Dhuhur (Taqdim), bisa juga dilaksanakan pada waktu ashar (takhir) dan bisa dilakukan secara berjamaah. Begitu pula dengan Sholat Magrib dan Isyak bisa dijamak dan qashor. Caranya mengerjakan sholat magrib 3 rakaat dahulu kemudian dilanjutkan mengerjakan sholat Isyak 2 rakaat. Sholat tersebut bisa dilakukan pada waktu Magrib (Taqdim), bisa juga dilaksanakan pada waktu Isyak (takhir) dan bisa dilakukan secara berjamaah. Diantara sholat yang dijamak qashar, tidak ada sholat sunnah. Jika dilaksanakan berjamaah sholat berikutnya dilanjutkan dengan iqomah saja. Begitu pula setelah melaksanakan sholat dijamak qashar tidak ada sholat sunnah pula. CARA MENGERJAKAN SHOLAT DI PESAWAT Sebelum mengerjakan sholat disyaratkan kita bersuci atau berwudlu dahulu. Jika dalam kondisi darurat dan tidak ada air

yang mencukupi untuk berwudlu maka dianjurkan untuk melaksanakan tayamum (lihat Cara Tayamum di Pesawat). Karena di pesawat ketersediaan air sangat terbatas dan demi keselamatan penumpang maka kita dianjurkan untuk bertayamun. Setelah bersuci dengan tayamum selesai, kita bisa mengerjakan sholat. Sholat Fardlu di pesawat bisa dilakukan dengan dijamak dan qashar. Pada intinya sholat di pesawat dikerjakan dengan posisi duduk di kursi pesawat karena memang kita tidak bisa berdiri, ruku dan sujud dengan sempurna. Doa-doa dalam sholat sambil duduk sama dengan doa-doa ketika sholat sambil berdiri sesusai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Berikut cara sholat di pesawat: 1. Dengan posisi duduk di kursi pesawat. Niat sambil Takbiratul ihram

2. Tangan bersidekap seperti layaknya sholat sambil berdiri, membaca doa iftitah, Surat Al Fatihah dan surat pendek yang dikehendaki.

3. Ruku dilakukan sedikit membungkukkan badan dari posisi duduk sambil berdoa ketika ruku.

4. Itidal dilakukan dengan posisi punggung lurus seperti dalam posisi duduk sambil berdoa.

5. Sujud dilakukan dengan membungkukkan badan lebih rendah saat ketika ruku sebelumnya sambil berdoa.

6. Duduk antara dua sujud, dilakukan dengan posisi duduk sempurna di kursi pesawat sambil berdoa.

7. Sujud kembali dengan membungkukkan badan seperti pada sujud awal sambil berdoa.

8. Duduk kembali dengan sempurna, tangan bersidekap untuk melaksanakan rakaat yang kedua, membaca Surat Al Fatihah dan Surat pendek yang dikehendaki.

9. Ruku dilakukan sedikit membungkukkan badan dari posisi duduk sambil berdoa ketika ruku.

10. Itidal dilakukan dengan posisi punggung lurus seperti dalam posisi duduk sambil berdoa.

11. Sujud dilakukan dengan membungkukkan badan lebih rendah saat ketika ruku sebelumnya sambil berdoa.

12. Duduk antara dua sujud, dilakukan dengan posisi duduk sempurna di kursi pesawat sambil berdoa.

13. Sujud kembali dengan membungkukkan badan seperti pada sujud awal sambil berdoa.

14. Duduk Tasahut Akhir. Duduk dengan sempurna letakkan kedua tangan di atas lutut, lakukan dengan membaca doa tasahut akhir.

15. Mengucapkan salam sambil menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri.

16. Berdoa dan berdzikir setelah selesai sholat.

TAYAMUM DI ATAS PESAWAT

TAYAMUM DI ATAS PESAWAT

BAB I

PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era informasi dan globalisasi dewasa ini telah memungkinkan manusia menempuh perjalanan di udara dengan pesawat terbang selama berpuluh-puluh jam tanpa berhenti di daratan. Umat Islam yang menempuh perjalanan selama berpuluh-puluh jam seperti ketika menempuh perjalanan dari Indonesia ke Arab Saudi untuk melaksankan ibadah haji, dapat dipastikan akan melewati beberapa waktu shalat sehingga tidak mungkin dilaksanakan secara jama sesudah mendarat di daratan. Menghadapi realitas tersebut, umat Islam yang menempuh perjalanan panjang dengan pesawat terbang menjadi bertanya-tanya, apakah kewajiban shalat mereka menjadi gugur atau harus melaksanakan shalat secara qadha sesudah mendarat atau boleh melakukan shalat di dalam pesawat dengan segala keterbatasannya baik dalam bersuci maupun dalam tata cara shalatnya. Dalam makalah ini penulis akan coba membahas tentang tata cara bersuci di atas pesawat bagaimana, dan apa yang harus dilakukan oleh seseorang ketika berhadapan dengan masalah seperti yang telah disebutkan. Dalam makalah ini penulis juga hanya akan membahas dan membatasi permasalahan seputar tayammum di dalam pesawat, mengingat tata cara shalat di dalam pesawat akan dibahas oleh pemakalah berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembacanya.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tayammum

Tayammum secara etimologi adalah: yang berarti maksud atau tujuan. Dikatakan dalam bahasa Arab: . Makna yang sama juga terdapat dalam firman Allah:

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Secara terminologi, ulama fiqih memiliki beberapa definisi mengenai Tayammum diantaranya : Muhammad al-Sharbini al-Khatib dari kalangan Shafiiyah mendefinisikan tayammum sebagai berikut: Menyapu wajah dan kedua tangan dengan debu sebagai pengganti wudhu dan mandi (wajib) atau juga sebagai pengganti dari anggota tubuh (yang wajib dibasuh) pada keduanya dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. l-Buhuti dari golongan Hanafiyah mendefinisikan tayammum sebagai berikut: Menyapu wajah dan kedua tangan dengan said yang suci Menurut Malikiyah tayammum adalah: Menyapu wajah dan kedua tangan yang dibarengi niat dengan menggunakan tanah yang suci. Ulama Hanabilah mendefinisikan tayammum sebagai berikut: . Menyapu wajah dan kedua tangan dengan debu yang suci dan dengan cara yang sudah ditentukan.

B. Dalil/Dasar Hukum Tayammum

1. Al-Quran

a. QS. Al-Maidah (5) : 6

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.

b. QS. Al-Nisa (4) : 43

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu Telah menyentuh perempuan, Kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.

2. Sunnah Nabi

a. Rasulullah Saw bersabda:

. Saya diberi Allah lima perkara yang tidak diberikan kepada seorangpun sebelumku: saya ditolong Allah dengan memasukan rasa takut (ke dalam hati musuh) sepanjang satu bulan perjalanan, dijadikan bumi bagiku sebagai mesjid dan alat untuk bersuci, maka siapa saja dari umatku menemui waktu shalat hendaklah ia shalat, dihalalkan bagiku harta rampasan perang sedang bagi orangorang sebelumku tidak dihalalkan, saya diberi hak untuk membaeri syafaat, dan yang kelima, jika Nabi-nabi sebelumnya hanya diutus kepada kaumnya semata, maka saya diutus kepada seluruh manusia. (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)

b. Hadis yang diriwayatkan oleh Amr Ibn Syuaib:

: : Dari Amr Ibn Shuaib dari ayahnya dari kakeknya berkata: Rasulullah Saw bersabda: seluruh bumi dijadikan allah untuk kita sebagai tempat peribadatan dan tanah sebagai alat untuk bersuci.

c. Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Dhar al-Gifari dari Rasullah Saw:

tanah merupakan alat bersucinya seorang muslim selagi ia belum mendapatkan air (untuk bersuci) meskipun hal itu berlangsung selama sepuluh tahun.

C. Sebab-Sebab Disyariatkan Tayammum

Tayammum merupakan salah satu bentuk ibadah yang hanya diberikan Allah kepada umat Muhammad Saw. Tayammum disyariatkan pada tahun ke 6 H. Peristiwa itu terjadi ketika perang bani Musthaliq. Sebab musababnya dituturkan oleh Saiyidah Aisyah berikut ini: )( !! . Kami pergi dengan Nabi Saw. Dalam suatu perjalanan hingga sesampai di Baida rantaiku telah terputus. Nabi pun mencarinya begitupun orang-orang turut mencarinya. Kebetulan tempat itu tidak berair, mereka juga pada waktu itu tidak membawa air. Orangorang pun mendatangi Abu Bakar dan berkata: tidakkah anda mengetahui apa yang telah diperbuat Aisyah? Maka datanglah Abu Bakar dan Nabi sedang berada di atas pahaku sedang tertidur. Maka ia pun mencelaku dan mengeluarkan kata-kata sesuka hatinya, bahkan menusuk pinggangku dengan tangannya. Aku menahan diri untuk tidak bergerak karena mengingat Nabi sedang berada di atas pahaku. Demikianlah ia tidur sampai pagi tanpa air. Maka Allah pun menurunkan ayat tayammum yakni bertayammumlah kamu. Berkatalah Usaid Ibn Hudair ini bukan berkah yang pertama kali yang datang kepada kamu hai keluarga Abu Bakar!! Selanjutnya Aisyah berkata: kemudian orang-orang pun menghalau unta yang kukendarai, maka kami pun mendapatkan rantai tersebut di bawahnya. (HR. Jammaah kecuali Turmuzi).

D. Sebab-Sebab Yang membolehkan Tayammum

Sayyid Sabiq, ahli hukum Islam kontemporer asal Mesir berpendapat bahwa tayammum boleh dilakukan oleh orang yang musafir maupun yang mukim apabila mendapatkan sebab-sebab berikut ini: 1. Apabila ia tidak mendapatkan air atau memperolehnya tetapi tidak cukup digunakan untuk bersuci, sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim: . Ketika kami berada dalam perjalanan bersama Rasulullah Saw. Ia pun shalat bersama orang-orang. Ketika itu beliau melihat seorang lelaki mengasingkan diri, beliau pun bertanya kepadanya: apa yang menghalangimu untuk tidak melaksanakan shalat? Lelaki itu menjawab aku sedang junub dan tidak ada air. Nabi bersabda: hendaknya engkau menggunakan tanah karena itu cukup bagimu. Namun sebelum bertayammum seseorang wajib terlebih dahulu mencari air. Apabila telah yakin bahwa air tidak ada atau ada tetapi jauh, ia tidak wajib mencarinya. 2. Apabila ia mempunyai luka atau sakit dan khawatir jika menggunakan air penyakitnya akan bertambah atau kesembuhannya akan terhambat, baik hal itu diketahui melalui pengalaman ataupun petunjuk dokter yang dipercaya. Dasar hukum tayammum ini adalah hadis Jabir yang diriwayatkan Abu daud berikut ini: : Kami pernah melakukan suatu perjalanan, lalu salah seorang dari kami tertkena batu yang menyebabkan kepalanya robek. Orang ini bermimpi junub lalu bertanya kepada teman-temannya; apakah kalian mendapatkan keringanan bagiku untuk bertayammum? Mereka menjawab ; kami tidak mendapatkan keringanan bagimu karena kamu mampu menggunakan air. Atas jawaban temantemannya itu orang ini mandi dan kemudian meninggal dunia. Kejadian itu terdengar oleh Nabi Saw. Lalu beliau bersabda: mereka telah membunuhnya maka Allah memurkai mereka. Mengapa mereka tidak bertanya jika memang mereka tidak tahu? Sesungguhnya obat kebodohan adalah bertanya. Sesungguhnya orang itu cukup bertayammum atau membalut lukanya dengan kain lalu mengusapnya. 3. Apabila air sangat dingin, sedangkan ia tidak mampu menghangatkannya dan menduga jika ia menggunakannya maka akan terkena bahaya. 4. Apabila ia dekat dengan air, tetapi jika ia takut jika diri, kehormatan, harta, atau perbekalannya terancam, dihadang oleh musuh, dipenjara, atau tidak mampu mengeluarkannya karena tidak ada alat untuk mengeluarkannya. 5. Bila seseorang membutuhkan air untuk dirinya atau anjing peliharaannya, atau air itu digunakan untuk masak atau menghilangkan najis. 6. Apabila ia mampu untuk menggunakan air tetapi khawatir akan kehabisan waktu shalat jika ia menggunakannya untuk berwudhu atau mandi. Dalam kondisi seperti itu ia boleh bertayammum dan melaksanakan shalat.

E. Syarat dan Rukun Tayammum

Syarat-syarat tayammum yang disepakati oleh fuqaha sebagai berikut: 1. Adanya halangan yang membolehkan untuk melakukan tayammum. 2. Telah tiba waktu shalat. 3. Mencari air lebih dulu bagi orang yang tayamummnya disebabkan tidak ada air. 4. Menggunakan debu yang suci. Adapun rukun tayammum menurut kesepakatan fuqaha ialah sebagai berikut: 1. Niat. 2. Mengusap muka. 3. Mengusap kedua tangan

F. Benda-Benda yang Digunakan Untuk Tayammum

Para fuqaha secara sepakat membolehkan bertayammum dengan tanah galian dan berbeda pendapat tentang kebolehan bertayammum dengan selainnya, berikut penjelasan masing-masing madhhab: 1. Syafiiyah berpendapat bahwa tayammum hanya dibolehkan bila menggunakan tanah atau pasir yang mengandung debu. Apabila tanah dan pasir tersebut tidak mengandung debu maka tayamummnya dianggap tidak sah. 2. Hanafiyah dan Malikiyah membolehkan tayammum dengan segala sesuatu yang berada di atas permukaan bumi. Namun Madhhab Hanafi mengecualikan barang-barang tambang seperti kapur, garam, surfur dan lain-lain. Kesemuanya itu tidak dapat dijadikan bahan untuk bertayammum. 3. Hanabilah membolehkan tayammum dengan menggunakan segala benda yang mengandung debu seperti batu, tembok, pelana, pakaian, bulu atau rambut yang mengandung debu dan sebagainya. Tetapi apabila benda-benda tersebut tidak mengandung debu maka tayammum dengan benda-benda tersebut tidak dibenarkan. Yang menjadi perbedaan pendapat diantara mereka menurut Ibn Rusd mengacu kepada dua masalah berikut: 1. Kata Said yang tertera pada ayat di atas dalam bahasa Arab merupakan kata-kata yang mushtarak. Terkadang kata tersebut berarti debu murni dan terkadang berarti seluruh bagian yang berada di atas permukaan bumi. Tampaknya dari kedua makna said di atas, Syafiiyah mengartikannya sebagai tanah murni. Sementara Malikiyah mengartikannya segala sesuatu yang berada di atas permukaan bumi. 2. Dalam salah satu riwayat disebutkan kata-kata bumi secara mutlaq untuk pelaksanaan tayammum dan dalam riwayat lain disebutkan secara muqayyad. Contoh dari hadis Nabi yang mutlaq: Dijadikan bumi untukku sebagai masjid dan penyuci. Dalam riwayat lain disebutkan: Dijadikan bumi untukku sebagai masjid dan dijadikan debu untukku sebagai penyuci. Kedua hadis di atas menimbulkan perbedaan pendapat dikalangan ulama kaitannya dengan hukum mutlaq dan muqayyad. Yakni apakah perkataan mutlaq di sini digunakan untuk menghukumi perkataan muqayyad, atau justru sebaliknya, perkataan muqayyad digunakan untuk menghukumi perkataan mutlaq. Pendapat yang masyhur mengatakan bahwa perkataan muqayyad harus digunakan untuk menghukumi perkataan mutlaq. Sementara Ibn Hazm mengatakan bahwa yang mutlaqlah seharusnya yang menghukumi muqayyad. Bagi fuqaha yang lebih cenderung memilih penggunaan muqayyad atas pengertian mutlaq dan mengartikan kata said sebagai debu berkesimpulan tidak boleh melakukan tayammum kecuali hanya dengan menggunakan debu. Kebalikannya fuqaha yang memilih penggunaan pengertian mutlaq atas muqayyad dan mengartikan kata saidan tayyiban sebagai apa saja yang berada di atas bumi, maka mereka ini membolehkan menggunakan pasir atau kerikil.

G. Hal-Hal Yang Membatalkan Tayammum

Para fuqaha sepakat bahwa hal-hal yang membatalkan tayammum sama dengan yang membatalkan asal bersuci yang digantikannya, yaitu wudhu. Hanya dua masalah yang masih mereka perselisihkan. Pertama, apakah tayammum itu menjadi batal karena hendak melakukan shalat wajib lain bukan shalat wajib yang menggunakan bersuci tayammum? Kedua apakah dengan adanya air otomatis tayammum batal atau tidak? Untuk masalah pertama, Imam Malik berpendapat bahwa hendak melakukan shalat yang kedua itu membatalkan tayammum. Menurut madhhab lain tidak demikian. Inti perbedaan pendapat itu berkisar pada pertanyaan, apakah firman Allah yang berbunyi: Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu hendak melaksanakan shalat itu ada kata-kata yang dibuang atau memang asalnya tidak ada yang dibuang? Kata-kata yang dibuang itu jika diperjelas menjadi, jika kamu bangun tidur atau kamu bangun dalam keadaan hadas. Ulama yang berpendirian bahwa dalam ayat itu tidak ada kata-kata yang dibuang menyatakan bahwa zhahir ayat itu menunjukan setiap akan melaksanakan shalat wajib berwudhu atau tayammum terlebih dahulu. Tapi untuk wudhu, hadis mentakhsiskan ketentuan di atas. Dengan demikian, ketentuan tersebut hanya berlaku untuk tayammum. Tetapi alur pikir ini tidak dapat dijadikan terhadap pendapat Imam Malik. Sebab, dalam kitab Muwatta riwayat Zaid Ibn Aslam, Malik berpendapat bahwa dalam ayat tersebut ada kata-kata yang dibuang. Sebab kedua perbedaan pendapat itu adalah tuntutan untuk melaksanakan tayammum berulang-ulang setiap masuk waktu shalat.Imam Malik konsisten dengan ketentuan ini sekaligus menjadi argumentasinya. Sementara ulama yang berpendirian bahwa tuntutan itu tidak bermaksud untuk dilaksanakan secara berulang-ulang dan dalam ayat itu ada kata-kata yang dibuang berpendapat bahwa hendak melaksanakan shalat yang kedua itu tidak termasuk yang membatalkan tayammum Sedangkan untuk masalah yang kedua, menurut jumhur ulama didapatkan air itu membatalkan tayammum. Menurut sebagian ulama yang membatalkan tayammum tersebut adalah hadas. Inti perbedaan pendapat ini bertolak dari pertanyaan apakah dengan di temukannya air itu menghilangkan keterkaitan bersuci dengan debu atau menghilangkan kebolehan memulai bersuci dengan debu. Ulama yang berpendirian bahwa ditemukannya air menghilangkan kebolehan memulai bersuci dengan debu berpendapat bahwa ditemukannya air itu tidak membatalkan tayammum. Yang membatalkannya hanyalah hadas. Sedang ulama yang berpendirian bahwa ditemukannya air itu menghilangkan keterkaitan bersuci dengan debu berpendapat bahwa itu membatalkan tayammum, bahwa batas yang membatalkan adalah keterkaitan bersuci dengan debu. Jumhur ulama memperkuat pendapat mereka dengan hadis sahih: Tanah ini diciptakan untukku sebagai masjid dan penyuci selama seseorang tidak menemukan air. Hadis ini masih mengandung dua pemahaman. Sebab sabda Nabi selama seseorang tidak mendapatkan air bisa dipahami jika ia telah mendapatkan air, maka tayammum itu putus dan hilang. Hadis terkuat yang menjadi landasan jumhur adalah: Jika kamu telah mendapatkan air, maka sentuhkanlah kulitmu dengan air itu. Bentuk perintah (amr) dalam hadis, menurut mayoritas ulama ushul fiqh mangandung maksud segera (al-faur). Syafii memberi kontribusi pemahaman dengan menyatakan bahwa didapatkannya air dapat menghilangkan cara bersuci model tayammum, sebab tayammum tidak dapat menghilangkan hadas. Maksudnya, orang yang telah bertayammum bukan berarti ia telah menghilangkan hadas. Pada masalah yang kedua ini penulis lebih condong untuk mengikuti pendapat Imam Syafii bahwa tayammum tidak mengangkat hadas tetapi hanya sekedar membolehkan seseorang untuk melakukan ibadah, seperti shalat, thawaf, dan membaca al-Quran bagi orang yang junub.

H. Tayammum di Atas Pesawat

Bila kita memperhatikan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam madhhab Syafii yakni bertayammum dengan menggunakan tanah, maka menurut madhhab ini tayammum yang dilakukan di pesawat terbang dengan menggunakan kursi sebagai alatnya dianggap tidak sah. Dengan demikian orang yang berada dipesawat menurut Madhhab Syafii dihukumi sebagai orang yang kehilangan dua alat untuk bersuci (faqid al-tahurain). dalam hal ini ia tetap diwajibkan untuk mengerjakan shalat demi menghormati waktu. Imam Baijuri berkata:

Bagi orang yang tidak mendapatkan air dan tanah, maka ia harus melaksanakan shalat fardhu, demi menghormati waktu dan kemudian mengulanginya kembali jika telah mendapatkan salah satu dari keduanya. Pendapat di atas, juga merupakan hasil keputusan muktamar Nahdatul Ulama di Yogyakarta pada tanggal 25-28. Dalam keputusan tersebut disebutkan bahwa tayammum di pesawat dengan menggunakan kursi sebagai alatnya tidak sah. Sedangkan shalatnya dilakukan semata-mata hanya untuk menghormati waktu yang ada. Sementara bila mengikuti pendapat kalangan Hanabila yang membolehkan tayammum dengan menggunakan alat semacam pakaian, kain, rambut dan sebagainya yang mengandung debu maka dapat dikatakan bahwa tayammum dipesawat dibolehkan dan shalatnya dianggap sah. Pendapat kedua ini menjadi pilihan pendapat Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Propinsi DKI Jakarta. Menurut penulis dalam menyikapi hal seperti ini sebaiknya bagi mereka yang menganut mazhab Syafii melakukan talfiq untuk mengikuti pendapat yang membolehkan tayammum, yang diwakili oleh Hanabila. Namun yang perlu di perhatikan di sini adalah syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh madhahab hanbali yang berkaitan dengan tayammum tersebut. Menurut hemat penulis, hendaknya setiap penumpang yang ingin melakukan tayammum di pesawat terlebih dahulu memeriksa kursi pesawat. Apabila kursi tersebut mengandung debu sebagaimana yang disyaratkan ulama Hanabila maka hendaknya ia bertayammum dengan debu yang melekat pada kursi, pakaian, tas, atau barang-barang yang mengandung debu tersebut yang dibawah oleh seorang penumpang. Namun apabila kursi, pakaian, tas, dan barang-barang lainya yang dibawa oleh penumpang tersebut tidak mengandung debu, maka penulis lebih cenderung mengikuti pendapat Syafiiyah yang mengatakan bahwa shalatnya semata-mata hanya sekedar untuk menghormati waktu yang ada dan wajib menggantinya apabila ia telah mendapatkan salah satu dari keduanya.

BAB III

PENUTUP

Dari pemaparan makalah di atas penulis dapat menyimpulkan beberapa poin di antaranya: 1. Tayammum merupakan salah satu rukhsah yang Allah anugerahkan kepada umat Islam sebagai pengganti dari air. 2. Seseorang dibolehkan melakukan tayammum apabila telah mendapatkan salah satu sebab yang sudah disebutkan sebelumnya. 3. Ulama sepakat bahwa tayammum dengan menggunakan tanah murni dibolehkan sedangkan tayammum dengan menggunakan benda selain tanah masih menjadi perdebatan di antara mereka dan masing-masing mempunyai argumentasi yang kuat. 4. Tayammum di atas pesawat kalau menurut maddhab Syafii tidak dibenarkan karena tidak menggunakan tanah. Sementara dalam madhhab hanbali dibolehkan apabila memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah mereka gariskan

PANDUAN LENGKAP TATACARA TAYAMMUM YANG BENAR


Al-Ustadz Abu Zakariya Rizki Al-Atsary

Siapakah yang diperbolehkan melakukan Tayammum?


1. Tayammum diperbolehkan bagi seorang yang junub lagi musafir dan tidak mendapatkan air. Jika kalian adalah keadaan sakit, atau dalam keadaan bepergian, atau seseorang dari kalian dari buang hajat atau kalian berhubungan dengan wanita, dan kalian tidak mendapatkan air maka tayammumlah dengan tanah yang baik. bersabda, dan menceritakn kepada beliau hal itu. Beliau mengutusku untuk suatu keperluan. Lalu saya junub dan tidak mendapatkan air. Maka saya berguling-guling sebagaimana tunggangan berguling, kemudian saya menjumpai Nabi Dan hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 347) dan Muslim (1/280) dari hadits Ammar bin Yasir, beliau mengatakan, Rasulullah . . Cukuplah engkau melakukan dengan kedua tanganmu seperti ini. Lalu beliau memukulkan kedua tangan beliau ketanah dengan sekali tepukan kemudian membasuhkan tangan kiri ke tangan kanan dan dan kedua punggung tangan beliau dan wajah beliau. 2. Tayammum bagi seorang junub apabila khawatir udara dingin.

bersabda, Wahai Amru, engkau telah mengerjakan shalat mengimami sahabatmu sementara engkau dalam keadaan junub? . Dan beliau , mereka menceritakan hal itu kepada beliau Berdasarkan keumuman firman Allah taala diatas. Dan juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan selainnya dari hadits Amru bin al-Ash, bahwa ketika beliau diutus pada perang Dzaat as-Salaasil, beliau berkata, Hingga saya ihtilam pada malam yang sangat dingin. Dan saya khawatir jikalau saya mandi maka saya akan binasa. Maka saya pun hanya- melakukan tayammum kemudian mengimami para sahabatku pada shalat subuh. Dan ketika kami tiba kembali menemui Rasulullah Saya berkata, Saya teringat dengan firman Allah ta,ala Dan janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri. Sesungguhnya Allah sangatlah penyayang bagi kalian. kemudian tertawa dan tidak mengatakan sesuatu.Maka saya melakukan tayammum kemudian mengerjakan shalat. Rasulullah (HR. Ahmad didalam al-Musnad 4/203, Abu Dawud no. 334-335, al-Hakim 1/177 dan selain mereka) tidaklah menyuruh beliau untuk mengulanginya. Seandainya wajib, niscaya beliau akan menyuruh mengulangi shalat. Hadits ini dijadikan dasar oleh Malik, ats-Tsauri, Abu Hanifah dan Ibnul-Mundzir bahwa seseorang yang melakukan tayammum karena udara yang sangat dingin, tidak diharuskan untuk mengulangi shalat. Karena Nabi Ibnu Raslaan mengatakan, Tayammum karena takut udara dingin tidak diperbolehkan bagi seseorang yang memungkinkan untuk memanaskan air atau dapat mempergunakan air dengan cara yang menimbulkan mudharat baginya semisal membasuh anggota wudhu` kemudian menutupinya. Setiap kali selesai membasuh anggota wudhu` dia lalu menutup dan menghalanginya dari udara dingin, maka hal itu wudhu`- suatu keharusan baginya. Jika dia tidak mampu dia diperbolehkan tayammum dan mengerjakan shalat pada pendapat sebagian besar ulama. Dan inilah pendapat yang shahih sesuai dengan keterangan dalil diatas. Adapun al-Hasan al-Bashri dan Atha`, berpendapat tidak adanya udzur untuk tayammum bagi yang khawatir udara dingin. Dia tetap diharuskan mandi walau dia akhirnya meninggal dunia. Namun pendapat ini tertolak dengan keterangan pada hadits Amru bin al-Ash. 3. Seorang yang dalam keadaan sakit tidak mampu mempergunakan air. Sakit/penyakit terbagi atas tiga bagian:

Pertama: Penyakit yang ringan tidak dikhawatirkan akan mendatangkan bahaya, atau sakit yang membahayakan,
memperlambat kesembuhannya, menambah rasa sakit atau suatu yang buruk jika orang tersebut mempergunakan air. Semisal penyakit pusing, sakit gigi dan semisalnya. Penyakit/sakit semacam ini tidak diperbolehkan tayammum baginya menurut pendapat sebagian besar ulama.

Kedua: Sakit/penyakit yang dengan penggunaan air akan dikhawatirkan mendatangkan kebinasaan pada dirinya, anggota
tubuhnya, mendatangkan penyakit yang membahayakan jiwanya.

Ketiga: Penyakit/sakit yang dengan penggunaan air akan memperlambat kesembuhannya atau menambah parah sakitnya. Pada
dua keadaan pada sakit/penyakit ini diperbolehkan untuk tayammum dan tidak perlu mengulangi shalat. Pendapat ini adalah pendapat Abu Hanifah, Malik, Ahmad, Dawud dan sebagian besar ulama. Berdasarkan keumuman firman Allah, Jika kalian adalah keadaan sakit, atau dalam keadaan bepergian, atau seseorang dari kalian dari buang hajat atau kalian berhubungan dengan wanita, dan kalian tidak mendapatkan air maka tayammumlah dengan tanah yang baik. Juga berdasarkan dengan hadits Amru bin al-Ash sebelumnya. Dan juga diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, bahwa beliau menafsirkan firman Allah taala diatas, Yaitu seseorang yang mendapatkan luka ketika fi sabilillah, atau borok, atau penyakit cacar air, lalu dia junub dan takut jika dia manti maka dia akan meninggal dunia, dia dapat tayammum dengan tanah yang baik. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan al-Baihaqi. Asy-Syaukani mengatakan, Apabila penggunaan air akan mendatangkan penyakit berbahaya bagi seorang yang berwudhu`, hal itu menjadi alasan baginya untuk tidak mempergunakan air dan beralih ke tayammum. Pendapat ini adalah pendapat Mujahid, Ikrimah, Thawus, Qatadah, hammad bin Abu Sulaiman, Ibrahim, Malik, asy-Syafii, ashhaab ar-Ra`yi, Ahmad, Ishaq dan merupakan pendapat yang dipilih oleh Ibnul Mundzir, Ibnul Qayyim, ash-Shanani, asy-Syaukani dan asy-Syaikh Ibnul Utsaimin. Dan inilah pendapat yang shahih. Adapun pendapat Atha` bin Abi Rabah dan al-Hasan al-Bashri yang mengharuskan pemakaian air bagi seorang yang sakit semacam ini jika mendapatkan air bukanlah pendapat yang tepat. 4. Musafir yang memiliki sedikit air dan khawatir kehausan dalam perjalanannya, diperbolehkan untuk tayammum Jika seorang musafir khawatir kehausan dan dia membawa air yang hanya mencukupi untuk dipergunakan thaharah, maka musafir tersebut menyimpan airnya untuk dipergunaka minum dan dia mencukupkan dengan tayammum disetiap shalatnya. Ibnul Mundzir mengutip bahwa ulama sepakat dalam hal ini. Dan pendapat tersebut telah diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas, al-Hasan, Mujahid,Atha`, Thawus, Qatadah, adh-Dhahhak, ats-Tsauri, Malik, asy-Syafii, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur dan Ashhabur-Ra`yi. 5. Seorang junub lagi musafir yang tidak mendapatkan air kecuali yang hanya cukup dipergunakan untuk berwudhu`. Adapun jikalau seseorang dalam keadaan safar/bepergian dan unub sementara dia tidak memiliki air selain kadar yang memungkinkan untuk berwudhu`, imam Ahmad berpendapat bahwa dia membasuh kemaluannya dengan air tersebut serta bagian yang terkena janabah. Selanjutnya dia melakukan tayammum dengan tanah yang baik, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah taala. Pendapat ini juga merupakan pendapat Atha`, al-Hasan, az-Zuhri, Hammad, Malik dan Abdul Azis bin Abu Salamah. Dan merupakan pendapat yang dipilih oleh Ibnul Mundzir.

Tanah yang dipergunakan untuk Tayammum


Allah subhanahu wataala berfirman, Dan kalian tidak mendapatkan air, maka carilah tanah yang baik. bersabda,Dan diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari hadits Imran bin Hushain bahwa Nabi Engkau pergunakanlah tanah yang baik, karena tanah tersebut sudah mencukupimu. bersabda, Tanah yang baik adalah wadhu` seorang muslim walau dia tidak mendapatkan air selama sepuluh tahun. Apabila dia telah mendapatkan air maka hendaklah dia bertakwa kepada Allah dan mengusap kulitnya, karena hal itu lebih baik. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, adDaraquthni, Ahmad dan selain mereka. Hadist ini dishahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani didalam al-Irwa` no. 153. Dan hadits Abu Dzar, Nabi

Niat pada Tayammum

bersabda, Sesungguhnya tiap amalan berdasarkan pada niatnya. Muttafaq alaihi. , bahwa beliau Telah shahih diriwayatkan dari hadits Umar bin alKhaththab dari Nabi Mayoritas ulama berpendapat bahwa tayammum tidak sah selain diiringan dengan niat, berdasarkan hadits diatas. Sementara al-Auzai dan al-Hasan bin Shalih berpendapat sahnya tayammum walau tanpa niat. Pendapat yang shahih adalah pendapat mayoritas ulama, bahwa tayammum tidaklah sah kecuali disertai dengan niat.

Tata Cara Tayammum


Adapun tata cara tayammum, adalah sebagai berikut: 1. Membaca Basmalah Sebagaimana halnya dalam wudhu`. Dikarenakan tayammum adalah pengganti thaharah wudhu`, dan pengganti menyadur hukum yang digantikannya.

2. Menepukkan kedua telapak tangan ke tanah dengan sekali tepukan. bersabda kepadanya tentang tata cara tayammum-,Berdasarkan hadits Ammar bin Yasir diatas, dimana Nabi . Cukuplah bagimu untuk melakukan dengan kedua tanganmu demikian. Kemudian beliau menepukkan kedua tangan beliau pada tanah dengan sekali tepukan, lal mengusapkan tangan kiri pada tangan kanan, kedua punggung tangan dan wajah beliau. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Mayoritas ulama berpendapat bahwa tepukan tangan ke tanah ketika melakukan tayammum hanya dengan sekali tepukan, sebagaimana pada hadits Ammar diatas. Ibnu Abdil Barr mengatakan, Bahwa sebagian besar atsar-atsar yang diriwayatkan dari Ammar menyebutkan sekali tepukan. Adapun atsar yang diriwayatkan dari beliau yangmenyebutkan dua kali tepukan kesemuanya mudhtharib Dan hadits Abdullah bin Umar secara marfu, Tayammum dengan dua kali tepukan, sekali untuk wajah dan sekali untuk kedua tangan hingga bagian siku. Diriwayatkan oleh ad-Daraquthni, al-Hakim dan al-Baihaqi, namun hadits ini sangat lemah, pada sanadnya terdapat Ali bin Zhabyaan, dia perawi yang matruk. Demikian juga hadits Ibnu Umar lainnya yang mneyebutkan tiga kali tepukan pada tayammum adalah hadits yang sangat lemah. Wallahu alam. 3. Meniup kedua telapak tangan sebelum membasuhkannya ke anggota tayammum. menepukkan kedua telapak tangan beliau pada tanah kemudian meniupnya, lalu mengusapkan keduanya pada wajah dan kedua telapak tangan beliau. (Shahih al-Bukhari no. 338 dan juga no. 339)Berdasarkan hadits Ammar bin Yasir, dalam salah satu riwayatnya pada Shahih al-Bukhari, dimana disebutkan, Lalu Nabi 4. Mengusap wajah dan kedua tangan hingga pergelangan. Allah subhanahu berfirman, Dan usaplah wajah dan tangan-tangan kalian. (al-Maidah: 6) Juga berdasarkan hadits Ammar bin Yasir diatas. Mencukupkan tayammum pada wajah dan kedua tangan hingga pergelangan merupakan pendapat Atha`, Said bin al-Musayyab, an-Nakhai, Makhul, al-Auzai, Ahmad, Ishaq dan merupakan pendapat yang dipilih oleh Ibnul Mundzir dan juga sebagian besar ulama hadits. Adapun hadits-hadits yang menyebutkan adanya mengusap tangan hingga ke bagian siku, tidak satupun hadits tersebut yang shahih. Bahkan sebagian besarnya adalah hadits-hadits yang sangat lemah. Seperti disebutkan oleh Ibnu Abdil Barr didalam kitab beliau at-Tamhid dan juga asy-Syaukani didalam Nail al-Authar. 5. Tertib dalam tayammum, yaitu dimulai dengan mengusap wajah lalu kedua tangan. Berdasarkan konteks firman Allah taala, Basuhlah wajah dan tangan-tangan kalian. (al-Maidah: 6) 6. Dikerjakan secara beriringan (al-muwalaah) Untuk lebih lanjut lihat didalam: al-Umm 1/41-44, al-Majmu 2/238 dan selanjutnya, Fathul Bari 1/559-593, al-Mughni 1/318-368, al-Muhalla 1/no. 224-253, at-Tamhid 2/237 dan selanjutnya, Bidayah al-Mujtahid 2/3-50 , Badai ash-Shanai 1/178-191, al-Isyraf 1/255-, al-Ausath 2/11-73, Masaa`il Abdullah bin al-Imam Ahmad 36-39, Kasysyaf al-Qina` 1/237-254, al-Uddah hal. 39-42, Subul as-Salam 1/204-217, as-Sail al-Jarrar 1/308-334, Nail al-Authar 2/410-443, asy-Syarh al-Mumti` 1/373-413. Sumber : http://salafivilla.blogspot.com/2009/06/hukum-seputar-tayammum.html
Bantumenyebaramalan:


Like this: Like 2 bloggers like this post.

3 responses to this post.


1. Posted by arip on 21 March, 2012 at 22:32

Rate This terima kasih atas informasinya Reply


2. Posted by adelia on 12 February, 2012 at 21:10

Rate This niatnya apa ya? -___Reply


3. Posted by assiddiq on 27 May, 2011 at 01:12

Rate This Assalamualaikum..sy ingin bertanya, Berdasarkan hadits Ammar bin Yasir diatas, dimana Nabi s.a.w bersabda kepadanya tentang tata cara tayammum-, . Cukuplah bagimu untuk melakukan dengan kedua tanganmu demikian. Kemudian beliau menepukkan kedua tangan beliau pada tanah dengan sekali tepukan, lalu mengusapkan tangan kiri pada tangan kanan, kedua punggung tangan dan wajah beliau. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Namun, Berdasarkan hadits Ammar bin Yasir, dalam salah satu riwayatnya pada Shahih al-Bukhari, dimana disebutkan, Lalu Nabi s.a.w menepukkan kedua telapak tangan beliau pada tanah kemudian meniupnya, lalu mengusapkan keduanya pada wajah dan kedua telapak tangan beliau. (Shahih al-Bukhari no. 338 dan juga no. 339) Serta, Berdasarkan firman Allah taala, Basuhlah wajah dan tangan-tangan kalian. (al-Maidah: 6) Jadi,mengapa dipilih membasuh wajah dahulu kemudian tangan sebagai tertib?Adakah perbedaan antara tayamum bagi junub dengan tayamum sebagai wudhuk?Mohon diperjelaskan.terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai