Anda di halaman 1dari 92

PANDUAN

PRAKTIKUM
FISIKA DASAR II
TIM DOSEN FISIKA DASAR
JURUSAN FISIKA - FMIPA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2012
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Puji syukur tersebut
teriring dengan terselesaikannya perbaikan buku panduan praktikum Fisika Dasar II
yang sejak tahun 2006 belum mengalami revisi.
Buku panduan praktikum ini, pada dasarnya mengacu pada silabus mata kuliah Fisika
Dasar II untuk bab Gelombang-Optik dan Listrik-Magnet. Namun demikian buku
panduan ini masih jauh dari sempurna.
Secara umum buku ini terbagi ke dalam dua bagian utama yaitu bab mengenai optik
yang terdiri dari modul: indeks bias, cermin, sifat lensa dan cacat bayangan, mikroskop,
spektrometer, polarimeter, dan osiloskop. Sedangkan bab beriktutnya adalah listrik
yang terdiri dari 3 modul: arus bolak-balik, watak lampu pijar, dan transformator.
Selain itu, buku panduan praktikum ini juga dilengkapi pembahasan tentang metode
statistik dalam pengolahan data. Hal tersebut dimaksudkan agar mahasiswa
memahami bagaimana melakukan analisis yang lebih komprehensif terhadap data
hasil praktikum dengan menghitung faktor ketidakpastian dalam pengukuran. Angka
penting juga disajikan agar mahasiswa memahami bagaimana menulis hasil kuantitatif
dari praktikum yang telah dilakukan.
Pada penulisan buku panduan praktikum Fisika dasar II ini, kami mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang membantu perbaikan-perbaikan. Ucapan
terima kasih terutama ditujukan kepada Ketua Jurusan Fisika Bapak Prof. Dr. Agus
Setyo Budi, dan kepada Dr. Esmar Budi, Hadi Nasbey, M.Si, Iwan Sugihartono, M.Si,
serta seluruh tim dosen Fisika Dasar di lingkungan civitas akademik Jurusan Fisika
FMIPA Universitas Negeri Jakarta. Tak lupa kami sampaikan juga terima kasih kepada
Sifa Alfiyah selaku asisten dosen yang turut membantu dalam proses penulisan
perbaikan buku panduan praktikum ini.
Akhir kata kami haturkan semoga buku panduan praktikum Fisika Dasar II ini dapat
bermanfaat bagi seluruh mahasiswa yang sedang mengambil mata kuliah Praktikum
Fisika Dasar II.
Jakarta, September 2012
Tim Dosen Fisika Dasar
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................................1
DAFTAR ISI .....................................................................................................................2
TATA TERTIB..................................................................................................................3
METODE STATISTIK DALAM PENGOLAHAN DATA ................................................4
FORMAT LAPORAN AKHIR ..........................................................................................9
O1: INDEKS BIAS ..........................................................................................................12
O2: C E R M I N ..............................................................................................................16
O3: SIFAT LENSA DAN CACAT BAYANGAN ...........................................................20
O4: MIKROSKOP ...........................................................................................................25
O5: SPECTROMETER....................................................................................................29
O6: POLARIMETER.......................................................................................................33
L1: OSILOSKOP .............................................................................................................38
L2: ARUS BOLAK-BALIK.............................................................................................46
L3: WATAK LAMPU PIJAR ..........................................................................................52
L4: RESISTOR DAN HUKUM OHM .............................................................................58
L5: HUKUM KIRCHOFF ...............................................................................................64
L6: TRANSFORMATOR ................................................................................................67
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................71
2
TATA TERTIB
1. Prasyarat mengikuti praktikum
a. Memakai jas laboratorium yang sudah ditentukan
b. Memakai pakaian rapi (baju/kaos berkerah, celana/rok panjang)
dan memakai sepatu
c. Memakai tanda pengenal
d. Membawa laporan pendahuluan yang sudah terjilid rapi
e. Mempersiapkan diri dengan materi yang akan
dipraktikumkan f. Lulus tes pendahuluan (jika ada)
2. Kehadiran
a. Praktikan harus hadir 15 menit sebelum praktikum dimulai
b. Praktikan yang terlambat dinyatakan gagal mengikuti praktikum
c. Praktikan yang tidak hadir dalam praktikum karena sakit wajib menunjukan
surat keterangan resmi dari dokter
3. Pelaksanaan Praktikum
a. Di dalam laboratorium praktikan harus tenang, tertib, sopan, berpakaian
rapi, dan memakai jas laboratorium. Tas, topi, dan barang lain yang
tidak berhubungan dengan praktikum disimpan di loker.
b. Praktikan harus mengerti apa yang akan dipraktikumkan
c. Praktikan harus memperoleh data sesuai dengan yang dipraktikumkan
d. Praktikan harus mempersiapkan peralatan (dibantu asisten) dan merapikan
kembali peralatan yang sudah selesai dipakai seperti semula
e. Praktikan harus menjaga ketertiban, keselamatan dirinya, dan peralatan
yang dipakai
f. Praktikan dilarang keras merokok, membawa makanan dan minuman,
mengganggu kelompok lain, dan meninggalkan laboratorium tanpa
seijin asisten atau penanggungjawab praktikum.
g. Setelah praktikum selesai, praktikan wajib:
i. Meminta tanda tangan penanggungjawab praktikum atau asisten
pada kertas data pengamatan
ii. Meminta kembali laporan pendahuluan yang sudah dinilai
iii. Meminta tugas akhir kepada asisten
4. Penilaian
a. Nilai praktikum ditentukan dari : Tes pendahuluan (jika ada),
laporan pendahuluan, aktivitas selama praktikum (nilai kerja),
laporan akhir praktikum, dan presentasi hasil praktikum (jika ada)
b. Kelulusan praktikum ditentukan berdasarkan nilai rata-rata praktikum dan
kehadiran (keikutsertaan praktikum wajib 100%)
5. Sanksi
a. Praktikan yang mengikuti susulan praktikum dilaksanakan di
minggu pertama terhitung setelah seluruh praktikum selesai
b. Praktikan yang tidak mengikuti praktikum sebanyak 3 kali dan
tidak mengikuti susulan dinyatakan tidak lulus
c. Praktikan wajib mengganti alat yang rusak atau hilang selama
praktikum berlangsung dengan alat yang sama atau denda sebesar Rp.
250.000
sebelum mengikuti praktikum di minggu berikutnya.
3
b
2
2 2
2 2
a

i
METODE STATISTIK DALAM PENGOLAHAN DATA
Metode Least Square
Metode least Square merupakan metode yang banyak digunakan untuk melihat
kecenderungan linier dari suatu data pengamatan. Misalkan kita memiliki sejumlah data
pengamatan yaitu:

1
,
2
,
3
, ,

(1)

1
,
2
,
3
, .
,

Hubungan linier antara data


1
dan
1
ialah
= + (2)
Nilai koefisien a dan b dengan metode kuadrat terkecil:

y

x
2


x

xy n

x
2
(

x
)
2
(3)
n

xy

x

y n

x
2
(

x
)
2
(4)
s
a

s
y


x
n

x (

x
)
(5)
s
b

s
y

n
n

x (

x
)
(6)
2
1 _

y
2

x
(

y
)


x y

y
+
n
(


x y
)
1
2 2
s

i
i i
i
i
2
i i
1

y

n 2
,

i

n
x
2
(

x )
2
(
7
)
1
]
Koefisienn korelasi r menyatakan kekuatan hubungan antara data

dan

adalah
4
i
r(x, y )

s
xy


((
x
i
x
)( y
i
y
))
(8)
s
x
s
y

(x
i
x )
2

(y
y )
2
r(x, y )
n

x
i
y
i


x
i
y
i
[n


x
2
(


x )
2
][n


y
2
(


y )
2
]
(9)
i i i i
Distribusi Normal
Distribusi Gauss digunakan untuk data pengamatan berulang. Langkah-langkahnya:
1) Susun data dari terkecil misal A sampai yang terbesar misal Z. Kemudian tentukan
Z A.
2) Tentukan jumlah kelas K, pilih bilangan ganjil: 3, 5, 7, 9, ... untuk jumlah data
lebih besar dari 40, bila ragu-ragu gunakan persamaan
(N= Jumlah data)
K 3,3log N + 1 (10)
3) Hitung interval kelas yaitu =

4) Susun tabel interval kelas dengan menentukan frekuensi (jumlah data


yang
memenuhi kelas). Gunakan angka pertama kelas pertama lebih kecil dari A dan angka kelas
terakhir lebih besar dari Z. Misal A = 0.0803, Z = 0.1278 dan K = 19 maka nilai

=

0.0025
Kelas

0.0800 0.0825
0.0826 0.0850
...
....
....
5
...
...
...
...
0.1256 - 0.1281 ....
5) Bila bentuk grafik mendekati simetri, tentukan data tengah, missal 0.0800-0.0825
dan nyatakan dengan

6) Untuk harga

besar atau sangat kecil, penyelesaian dapat dipermudah dengan
menggambar harga

baru berbentuk bilangan bulat dari 0, 1, 2, 3, ... dst.
7) Susun tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Tabel untuk distribusi Gauss
No



2
1
2
3
4
...
...

>
0
1
2 =
3



2
Nilai

adalah harga

dengan frekuensi terbesar
8) Hitung Koefisien friksi dan Standar deviasi
=

+


(11)
=


1
2
1
2

(12)
6
Hasil akhir X = F S
Catatan
Harga S > 0 hanya bila grafik distribusi berbentuk normal atau simetris. Bila tidak
simetris lakukan seleksi data, buang data yang diperkirakan membuat simpangan besar.
Kemudian susun kembali kelas interval baru sampa berbentuk simetris.
Angka penting (AP)
Perhatikan hasil pengukuran ketebalan buku tebal sebagai berikut: x
1
= (12,1 0,5 )
mm dan x
2
=(12,0 0,06) mm. Yang pertama mengandung arti bahwa tebal yang benar
berada dalam selang 11,6 mm 12,6 mm, sedangkan yang kedua berarti tebal yang benar
berada dalam selang 11,94 12,06 mm.
Pengukuran ketebalan tebal pertama, dinyatakan dengan tiga angka penting, sedangkan
pengukuran kedua dinyatakan dalam empat angka penting. S e ma k in teli t i s uatu
b e s a r an k it a ke tahu i , s e ma k in ban y a k ang k a an g k a b e r a r ti dapat di i k ut
s e r takan dalam p e lapo r ann y a . Hal ini menjadi lebih jelas lagi dengan memperdalam
pengertian tentang ketelitian suatu pengukuran.
Pernyataan x = x x, menyatakan ktp mutlak dari besaran x dan mengambarkan mutu
alat ukur yang pakai. Sedangkan x/x dengan mengalikan dengan 100 %, menyatakan
ketelitian pengukuran (ktp) relatif yang dikaitkan dengan ketelitian pengukuran.
Ma k in k e c il k t p r e la t if , m a k in t e lit i p e n guku r a n t e r s e b u t .
Dari contoh di atas x /x = (0,5/12,1)x100% = 4,1% untuk tebal p e r t a m a , dan x/x
=(0,06/12,06)x100% = 0,5 % untuk tebal kedua. Dikatakan bahwa pengukuran ketebalan
kedua memiliki ketelitian sebesar kira-kira 10x dari ketelitian pengukuran ketebalan
pertama.
7
ATURAN PRAKTIS
KETELITIAN PENGUKURAN
(KTP RELATIF)
JUMLAH AP YANG
DIPAKAI
10% 2
1 % 3
0,1% 4
Contoh
x = 1202 10% berarti (1202 t 120,2). Dengan 2 AP hasil pengukuran ini harus ditulis
x = (1,2 0,1) x 10
3
x = 1202 1% berarti (1202 12,02). Dengan 3 AP hasil pengukuran ini harus
ditulis x = (1,20 0,01)x 10
3
.
x = 1202 0,1% berarti (1202 1,202). Dengan 4 AP hasil pengukuran ini harus ditulis
x = (1,202 0,001) x 10
3
.
8
FORMAT LAPORAN AKHIR
Penulisan laporan
1. Laporan ditulis di kertas HVS ukuran A4 boleh bolak-balik
2. Ditulis menggunakan tulisan tangan yang rapi
3. Pembuatan grafik hasil pengolahan data dilakukan di kertas milimeter blok
dengan skala yang presisi
Format laporan pendahuluan
1. Halaman muka (menggunakan warna spesifik Jurusan)
Judul praktikum
Nama :
NIM :
Jurusan / Prodi :
Kelompok :
Nama Percobaan :
Tanggal Percobaan :
Tanggal Pengumpulan :
Nama Asisten :
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
TAHUN
2. Halaman berikutnya:
a. Tujuan
b. Alat dan bahan
c. Teori Dasar
d. Cara kerja
Format laporan akhir
Laporan akhir disusun berdasarkan laporan pendahuluan yang sudah dibuat,
adapun susunannya adalah:
1. Laporan pendahuluan yang telah dinilai oleh asisten
9
2. Data percobaan
3. Pengolahan data
4. Analisis dan pembahasan
5. Kesimpulan dan saran
6. Daftar pustaka
10
OPTIK (O)
11
O1: INDEKS BIAS
A. TUJUAN
1. Menentukan indeks bias berbagai larutan dengan berbagai konsentrasi.
2. Menentukan sudut kritis larutan.
B. ALAT DAN BAHAN
1. Bejana pengukur indeks bias,
2. Refraktometer,
3. Berbagai larutan dengan konsentrasi yang berbeda.
C. TEORI DASAR
Apabila seberkas cahaya mengenai bidang batas antara dua medium yang berbeda,
maka berkas cahaya itu akan dipantulkan (refleksi) dan biaskan (refraksi). Pada gejala
refleksi maupun refraksi tersebut berlaku hu k u m Sn e lliu s :
a) Apabila seberkas cahaya datang pada bidang batas antara dua medium dengan
indek bias masing-masing n dan n maka cahaya tersebut akan dipantulkan dan
dibiaskan.
b) Berkas cahaya pantul s e b id a n g dengan berkas cahaya dating, dan memiliki sudut
pantul s a m a d e n g a n sudut datang atau dapat dituliskan (i) = (p), dimana (i)
adalah sudut datang dan (p) adalah sudut pantul.
c) Sedangkan bila cahaya tersebut dibiaskan, maka berlaku:
sin i
sin r
n'

n'
n
(1)
n
disebut indeks bias relatif dari medium kedua terhadap medium pertama.
Jika sudut bias r = 90, sehingga sin r = 1, maka sudut datang i disebut sudut kritis (i
c
).
Sehingga, bila seluruh berkas cahaya yang datang pada bidang batas antara
medium
tersebut akan dipantulkan semuanya/sempurna.
12
n n
p r
normal
i
Gambar 1. Visualisasi fenomena pemantulan dan
pembiasan
M e n g h it un g k o e f is ien ind e k s b ias r e la t i f
Berdasarkan persamaan 1) maka diperoleh: n sin i = n sin r. Selanjutnya perhatikan
gambar 1. Berdasarkan gambar 1, maka kita akan dapatkan hubungan n
x
n'
x'
a a
sehingga nx =nx atau
n'

x
(
n x'
n'
disebut indeks bias relatif).
n
R e f r a c t o m e t e r
Jika berkas cahaya datang dari zat antara dengan indeks bias n dan mengenai sisi prisma
(indeks bias n) dengan sudut hampir 90 maka diperoleh persamaan berikut:
1. Pada saat cahaya masuk prisma, berdasarkan persamaan 1) berlaku:
n = n sin r
1
(2)
2. Pada saat cahaya masuk prisma, berdasarkan persamaan 1) berlaku:
n sin r
2
= n sin i
2
(3)
3. Sedangkan
= r
1
+ i
2
(4)
13
n
r
1
n
Gambar 2. Pembiasan pada Prisma
Substitusi persamaan 2), 3) dan 4) diperoleh:
n'
sin r
2
sin(
n
r
1
)
(5)
Pada prisma, besaran-besaran seperti n, dan sudut kritis prisma (r
1
) merupakan
besaran tertentu yang besarnya tergantung pada bahan dan jenis prisma, dan nsin(-r
1
)
merupakan
suatu ketetapan (sebut saja k). Maka
k
sin r
2

n
(6)
dengan k = nsin(-r
1
) atau n
k
sin r
2
. Indeks bias n dapat dihitung jika r
2
diketahui.
C. CARA KERJA
R e f r a c t o m e t e r s e d e r h a n a
1. Isilah bejana dengan larutan dengan konsentrasi tertentu.
2. Tempatkanlah standar S didinding bagian belakang bejana.
3. Ukurlah A dan X sebagai sudut datang.
4. Buatlah S, O dan A terlihat jika diamati melalui larutan (A akan berpindah ke A
jika diamati melalui larutan).
5. Ukurlah x dan x yang menunjukkan kedudukan titik A dan A.
6. Ukurlah sudut bias sebagai A dan X.
14
7. Ubahlah letak S dan catat kedudukan A dan A serta X dan X seperti langkah 6 dan
7.
8. Lakukan percobaan diatas untuk bermacam-macam konsentrasi, misalnya 50%,
40%, 30%, 20% dan 10%.
R e f r a c t o m e t e r Ab b e
1. Catatlah temperatur di ruang anda kerja.
2. Aturlah lensa refractometer sehingga garis silang dan skala tampak jelas.
3. Bersihkanlah prisma dengan kain lunak dan bersih.
4. Teteskan cairan yang akan diukur indeks biasnya (beberapa tetes) pada prisma
penerang, kemudian rapatkan kembali prisma penerang dan pengukur.
5. Putarlah pemutar disebelah kanan sehingga batas gelap terang tepat pada garis
silang. Bacalah skalanya!
D. PERHITUNGAN
1. Hitung indeks dan sudut kritis masing-masing larutan pada percobaan
R e f r a c t o m e t e r s e d e r h a n a !
2. Hitung indeks bias masing-masing larutan pada percobaan R e f r a c t o m e t e r Ab b e !
3. Berdasarkan data hasil percobaan yang telah anda lakukan, buatlah grafik
hubungan antara indeks bias dengan konsentrasi larutan serta hubungan antara
sudut kritis dengan konsentrasi larutan!
E. PERTANYAAN
1. Jelaskan mengapa apabila seberkas cahaya sampai pada batas antara dua medium
transparan akan terjadi refleksi dan refraksi!
2. Jika seberkas cahaya datang dari ruang hampa menuju zat antara, apa yang terjadi?
Jelaskan berdasarkan persamaan 1)!
3. Bagaimana pendapat anda tentang hubungan antara indeks bias relatif
dengan indeks bias mutlak dalam percobaan ini?
4. Bagaimana pendapat anda pengukuran indeks bias dengan Refractometer Abbe?
15
O2: C E R M I N
A. TUJUAN
1. Menentukan jarak titik api (fokus) cermin cekung dan cembung.
2. Menentukan jarak benda dan jarak bayangan pada cermin cekung dan
cermin cembung.
3. Mengambil kesimpulan sifat-sifat bayangan yang dibentuk oleh cermin cekung
dan cembung.
B. ALAT DAN BAHAN
1. Sistem bangku optik, 5. Cermin cekung,
2. Sumber cahaya, bisa memakai lilin, 6. Cermin cembung,
3. Paku atau jarum, 7. Cermin datar.
4. Kisi berbentuk anak panah sebagai benda untuk disinar,
C. TEORI DASAR
Cermin membentuk bayangan melalui proses pemantulan. Bayangan yang dibentuk
dapat berupa bayangan nyata ataupun maya. Kedua bayangan tersebut dapat dilihat oleh
mata, tetapi hanya bayangan nyata yang dapat difokuskan di layar.
Pada cermin cekung, berkas cahaya sejajar yang datang akan dipantulkan dan
dikumpulkan pada suatu titik tertentu. Bayangan yang dibentuk akan mempunyai
jenis dan ukuran berbeda tergantung pada posisi dari obyek benda terhadap bidang
pantul cermin. Berbeda dengan cermin cekung, cermin cembung tidak dapat
memfokuskan cahaya pada layar, oleh sebab itu metode tidak-paralak harus digunakan
untuk menentukan jarak titik api cermin tersebut.
D a s a r p e n e r a p a n m e to de t id a k - p a r a la k in i d a p a t d ilakuk a n s e b a g a i
b e r iku t :
Letakkan sebuah pensil kira-kira 30 cm di depan mata. Kemudian pegang sebuah pensil
yang lain dan letakkan kurang lebih 40 cm di depan mata segaris dengan pensil
pertama. Coba gerakkan kepala sedikit ke kiri dan ke kanan. Apa yang anda lihat?,
Pensil terlihat bergerak bukan?. Jika anda letakkan kedua pensil tersebut pada titik yang
sama di depan mata, jelas terlihat tidak ada pergerakan dari salah satu pensil terhadap
yang lainnya,
16
walaupun anda telah menggerakkan kepala ke kiri dan ke kanan. Prinsip ini
akan digunakan untuk mengetahui letak bayangan cermin cembung.
Bayangan yang dibentuk oleh cermin cembung akan disejajarkan dengan bayangan
yang lain yaitu bayangan dari cermin datar. Jika tidak ada gerakan relatif antara kedua
bayangan itu berarti keduanya terletak pada posisi yang sama. Telah diketahui bahwa
jarak bayangan cermin datar selalu sama besar dengan jarak bendanya. Dengan
demikian letak bayangan cermin cembung pun akan dapat diketahui.
Secara matematis, jarak titik api cermin dapat ditentukan dengan persamaan
berikut:
1

1
+
1
f s s'
(1)
dimana f adalah jarak titik api cermin, s adalah jarak benda (jarak antara cermin
dengan benda), dan s adalah jarak bayangan (jarak antara cermin dengan bayangan
benda di layar).
D. CARA KERJA
O b s e r va s i s if at b aya n gan cer m in ce k un g d an cer m in ce m bun g
1. Letakkan cermin cekung sedekat mungkin dengan mata.
2. Gerakkan cermin menjauh dari mata sampai sejauh panjang lengan dari muka.
3. Selidiki perubahan bayangan mata selama pergerakan cermin, catat hasil
pengamatan anda!
4. Ulangi langkah 3 dengan menggunakan cermin cembung.
5. Letakkan benda (kisi yang diterangi sumber cahaya) pada jarak tertentu didepan
cermin cekung. Dengan menggunakan layar, dapatkan bayangan yang jelas dari
benda itu.
6. Catat jarak benda, jarak bayangan dan sifat bayangan.
7. Lakukan langkah 5 untuk beberapa kali pengukuran dan catat hasilnya.
M e n e ntu k an j a r ak t it ik a p i cer m in ce k un g
1. Rancang peralatan sebagaimana diperlihatkan pada gambar 1.
2. Letakkan benda pada salah satu ujung bangku optik
3. Letakkan cermin cekung kira-kira 0,5 m dari benda itu.
17
4. Letakkan layar diantara benda dan cermin cekung. Posisikan layar sedemikian
rupa sehingga tidak menghalangi cahaya menuju cermin.
5. Geser-geserlah layar sampai terlihat bayangan yang tajam
6. Catat jarak benda dan jarak bayanga.
7. Ulangi percobaan beberapa kali dengan memvariasi jarak benda dan bayangan.
Kemudian hitung jarak titik api cermin.
s
Cermin
cekung
s
Benda Layar
Gambar 1. Skema percobaan pembentukan bayangan pada cermin cekung
M e n e ntu k an j a r ak t it ik a p i cer m in ce m bun g
1. Set alat sebagaimana diperlihatkan pada gambar 2.
2. Paku atau jarum yang ditegakkan pada suatu tempat berlaku sebagai benda.
Selidikilah letak bayangan yang dibentuk cermin cembung. Caranya adalah
dengan menggunakan metode tidak-paralak, yaitu memanfaatkan bayangan
lain dari cermin datar, maka akan terlihat bayangan dari paku atau jarum pada
kedua cermin
itu.
s
s
d
Benda Cermin datar
Cermin
cembung
Gambar 2. Skema percobaan pembentukan bayangan pada cermin cembung
3. Dengan menggerakkan mata dari satu sisi ke sisi yang lain, sebagaimana
dijelaskan pada metode tidak-paralak, akan diketahui apakah bayangan cermin
datar terletak pada posisi yang sama dengan bayangan cermin cembung. Jika
posisinya belum
sama, geserlah cermin datar sehingga dua bayangan itu bersetuju (coincide).
18
4. Sekarang dapat diketahui letak bayangan cermin cembung, yaitu sebesar d cm di
belakang cermin datar. Dengan mengukur d dan s akan dapat diperoleh s dari
cermin cembung.
5. Catat data yang diperoleh.
6. Ulangi percobaan beberapa kali dengan mengubah posisi paku atau jarum
terhadap cermin cembung.
E. PERHITUNGAN
1. Hitunglah jarak titik api cermin cekung!
2. Hitunglah jarak titik api cermin cembung!
F. PERTANYAAN
1. Apa yang dimaksud dengan metode tidak-paralak?
2. Tunjukkan dengan gambar diagram pembentukan bayangan yang dibentuk oleh
masing-masing cermin!
3. Dengan menggunakan gambar, jelaskan pembentukan bayangan yang dihasilkan
oleh cermin cekung dan cermin cembung pada saat jarak benda:
a. lebih pendek dari jarak titik
api. b. sama dengan titik api.
c. lebih besar dari jarak titik api.
4. Berdasarkan jawaban anda pada pertanyaan 3, berikan kesimpulan bagaimana sifat
bayangan yang dibentuk oleh cermin cekung dan cermin cembung!
5. Jika anda meletakkan cermin cekung di depan muka anda. Jelaskan bagaimana
bayangan mata anda pada saat cermin tersebut digerakkan. Bagaimana juga
bayangan mata anda jika yang digunakan adalah cermin cembung?
6. Terangkan kesimpulan umum sehubungan dengan bayangan yang dibentuk oleh
masing-masing cermin!
7. Berilah contoh penggunaan cermin cekung dan cermin cembung berkaitan dengan
sifat-sifatnya!
8. Plot hubungan antara jarak benda dan jarak bayangan pada cermin cekung dan
cermin cembung. (Jarak bayangan pada sumbu-Y dan jarak benda pada sumbu X).
9. Hubungan 1/f = 1/s + 1/s adalah suatu bentuk persamaan x + y = konstan. Buktikan
bahwa diagram hubungan antara 1/s dan 1/s berupa garis lurus!
19
O3: SIFAT LENSA DAN CACAT BAYANGAN
A. TUJUAN
1. Memahami sifat pembiasan cahaya pada lensa.
2. Menentukan jarak fokus lensa.
3. Mengamati cacat bayangan (aberasi) dan mengetahui penyebabnya.
4. Mengurangi terjadinya cacat bayangan.
B. ALAT DAN BAHAN
1. Lensa positif kuat (++), 6. Lampu pijar,
2. Lensa positif lemah (+), 7. Layar penangkap bayangan,
3. Lensa negatif (-), 8. Bangku optik,
4. Benda berupa anak panah, 9. Kabel penghubung dan sumber tegangan
listrik.
5. Diafragma dan kaca baur,
C. TEORI DASAR
M e n e ntu k an j a r ak f o k u s le n s a p o s it if
( k o n v e r g e n )
Sebuah benda O diletakkan disebelah kiri lensa positif, dan bayangan O yang terbentuk
disebelah kanan lensa dan dapat diamati pada sebuah layar. Jika M merupakan
perbesaran bayangan (perbandingan panjang O dan O), dan L adalah jarak antara
benda dan
bayangan, maka jarak fokus lensa f, dapat ditentukan dari persamaan
berikut:
f
s'
1 + M
(1)
dimana s adalah jarak bayangan terhadap lensa.
s
s
F
layar
O F
F
L
20
O laya
O
r
O
Lay
O
s
Cara lain untuk menentukan jarak fokus lensa positif adalah sebagai
berikut:
Sebuah benda O diletakkan pada jarak L dari layar. Kemudian lensa positif yang akan
ditentukan jarak fokusnya digeser-geser antara benda O dan layar sehingga diperoleh
dua kedudukan (misalnya kedudukan 1 dan kedudukan 2) dimana lensa memberikan
bayangan
yang jelas pada layar. Bayangan yang satu diperbesar dan yang lain
diperkecil.
+ +
r
L
Jika r adalah jarak antara dua kedudukan itu, jarak fokus lensa dapat ditentukan sebagai
berikut:
L
2
r
2
f
(Bessel) (2)
4L
M e n e ntu k an j a r ak f o k u s le n s a n e ga t if
(d ive r g e n )
Jarak fokus lensa negatif dapat ditentukan dengan bantuan lensa positif. Mula-
mula digunakna lensa positif untuk membentuk bayangan nyata pada layar. Kemudian
ant ara lensa positif dan layar dipasang lensa negatif.
+ - s
ar sekarang
Layar mula-mula
Bayangan pada layar itu merupakan bayangan maya dari lensa negatif. Karenanya pada
keadaan ini, jarak dari layar ke lensa negatif disebut jarak benda s. Sekarang, layar
digeser
ke belakang menjauhi lensa untuk memperoleh bayang baru. Dalam keadaan ini jarak dari
21
layar sampai lensa negatif disebut jarak bayangan s. Jarak fokus lensa negatif dapat
ditentukan dengan persamaan:
f
s
. s'
(3)
Jara k fo ku s len sa b e rsu su n
s + s
Jika dua lensa tipis dengan jarak fokus masing-masing f
1
dan f
2
digabungkan
(dirapatkan), maka akan diperoleh satu lensa gabungan yang fokusnya adalah f
gab
, dan
dapat diperoleh dengan persamaan berikut:
1
f
g ab


1
+

1
f
1
f
2
(4)
Ca c at B aya n g a n
Rumus-rumus persamaan lensa yang telah diberikan di atas dapat diturunkan dengan
syarat hanya berlaku untuk sinar paralaksial. Jika syarat tersebut tidak dipenuhi,
maka akan terjadi cacat bayangan (aberasi).
D. CARA KERJA
M e n e ntu k an j a r ak f o k u s le n s a p o s it if
1. Ukur tinggi anak panah yang digunakan sebagai benda.
2. Susun sistem optik berturut-turut sebagai berikut:
a. benda dengan lampu dibelakangnya,
b. lensa positif lemah (+), lensa posistif kuat (++),
dan c. layar.
3. Ambilah jarak benda ke layar (L) lebih besar dari 1 meter. Ukur dan cat at jarak
benda.
4. Pasang lensa positif lemah (+) diantara benda dengan layar. Geser-geserlah lensa
hingga mendapat bayangan yang tegak dan jelas pada layar; catat kedudukan
lensa dan dan ukurlah tinggi bayangan pada layar.
5. Geserlah kembali kedudukan lensa hingga didapat bayangan lain yang jelas (
jarak benda ke layar jangan diubah ).
6. Ulangi langkah-langkah tersebut dengan L yang berbeda.
7. Ulangi langkah-langkah percobaan 4 untuk lensa positif kuat(++).
22
M e n e ntu k an j a r ak f o k u s le n s a n e ga t if
1. Untuk menentukan jarak fokus lensa negatif buatlah bayangan yang jelas
dari benda O pada layar dengan pertolongan lensa positif. Kemudian letakkan
lensa negatif antara lensa positif dengan layar dan ukurlah jarak lensa negatif ke
layar.
2. Geserlah layar sehingga terbentuk bayangan baru yang jelas pada layar. Ukur
lagi jarak lensa negatif ke layar.
3. Ulangi langkah-langkah tersebut beberapa kali.
M e n e ntu k an j a r ak f o k u s le n s a b e r s u s u n
1. Untuk menentukan jarak fokus lensa bersusun, rapatkan lensa positif kuat (++)
dengan lensa postif lemah (+) serapat mungkin. Gunakan cara Bessel
untuk menentukan jarak fokus lensa bersusun tersebut.
2. Ulangi beberapa kali dengan L yang berubah-ubah.
M e n ga m a t i c a c at b aya n gan
1. Untuk mengamati aberasi khromatik digunakan lensa positif kuat (++)
dengan lampu pijar sebagai benda (anak panah tidak digunakan). Geser-
geserlah layar, amati dan catat keadaan bayangan dari tiap-tiap kedudukan lensa
2. Pasang diafragma di depan lampu pijar. Ulangi langkah percobaan di atas dan
catat apa yang terjadi pada bayangan lampu.
3. Ulangi percobaan di atas dengan diafragma yang berlainan.
4. Untuk mengamati astigmatisma letakkan lensa dengan posisi miring
terhadap sumbu sistem benda dan layar. Letakkan kaca baur (benda) di depan
lampu.
5. Kemuduan letakkan diafragma di depan benda (kaca baur), dan geser-geserkan
lagi layar. Catat perubahan apa yang terjadi pada bayangan dari benda.
E. PERHITUNGAN
1. Tentukanlah jarak fokus lensa positif lemah (+) dan lensa posit if kuat (++)
dengan persamaan 2!
2. Tentukan pula dengan menggunakan persamaan (1)!
3. Terangkan cara mana yang lebih teliti!
4. Tentukan jarak fokus lensa negatif dengan menggunakan persamaan (2)!
23
5. Tentukan jarak fokus lensa gabungan (bersusun) dengan menggunakan rumus
Bessel dan rumus berikuta; 1/f
gab
= 1/f
+
+ 1/f
++
dimana f
+
dan f
++
merupakan
hasil perhitungan soal di atas. Sesuaikan kedua hasil tersebut? Jelaskan mengapa!
F. PERTANYAAN
1. Apa yang dimaksud dengan sinar paralaksial?
2. Buktikan rumus (1) sampai dengan (4)!
3. Dari rumus Bessel (2), bagaimana L dapat dipilih agar dapat terjadi 2 bayangan
yang diperbesar dan diperkecil pada layar?
4. Mengapa untuk menentukan jarak fokus lensa negatif harus menggunakan
bantuan lensa positif?
5. Apakah yang dimaksud dengan aberasi khromatis?
6. Apakah yang disebut dengan astigmatisma?
7. Terangkan terjadinya cacat bayangan yang terjadi pada percobaan di atas!
8. Cacat bayangan dapat dikurangi dengan menggunakan diafragma yang kecil.
Mengapa? Adakah cara lain untuk mengurangi cacat bayangan? Terangkan!
24
O4: MIKROSKOP
A. TUJUAN
1. Mengenal mikroskop dari segi praktis.
2. Memahami prinsip kerja mikroskop.
3. Terampil menggunakan mikroskop.
B. ALAT DAN BAHAN
1. Mikroskop, 3. Penggaris,
2. Mikrometer, 4. Rambut atau benda kecil
lainnya.
C. TEORI DASAR
Kita semua tahu bahwa mikroskop merupakan alat yang dirancang untuk melihat
benda- benda kecil. Mikroskop dibangun dari susunan lensa yaitu lensa obyektif dan
lensa okuler. Benda yang diamati diletakkan pada jarak sedemikian rupa dari lensa
obyektif (biasanya lebih jauh sedikit dari titik api lensa obyektif) sehingga bayangan
yang dibentuk lensa obyektif akan jatuh tepat di titik api lensa okuler.
M e n e ntu k an P e r b e s a r an M ik r o s k op
Berdasarkan analisis diagram pembentukan bayangan pada mikroskop, maka
:
tan
h

h
d 25
tan '
h'
f
2
dengan adalah sudut yang terbentang pada mata oleh bayangan terakhir yang terlihat
melalui mikroskop. Sedangkan adalah sudut yang terbentang pada mata tanpa alat
oleh benda pada jarak titik dekat d = 25 cm. Sedangkan h : tinggi benda, h: tinggi
bayangan oleh lensa obyektif, dan f
2
: jarak titik api lensa okuler. Sehingga
perbesaran total
mikroskop adalah:
25
M
h'

d
(1)
h f
2
h'
dimana m
1
adalah perbesaran lateral oleh lensa obyektif,
h
sedangkan
d


25
f
2
f
2
m
2
adalah perbesaran sudut oleh lensa okuler.
M e n e n t u k an P e r b e s a r an T o t al s ec a r a L a n g s u n g
Perbesaran total dihitung menurut persamaan:
M
tan '
tan '
25
(2)
tan h
dimana h adalah panjang benda. Jika bendanya adalah rambut, maka h dapat diperoleh
dengan mengukur diameter rambut dengan menggunakan mikrometer. Sementara itu h
dapat diukur dengan menggunakan dua mata. Satu mata melihat rambut dengan
mikroskop sedang mata yang lain melihat garis skala mistar yang ada di luar
mikroskop. Dengan demikian diameter rambut yang terukur dengan mikroskop dapat
diukur dengan mistar. Jika a adalah jarak rambut sampai mata, maka tan = h/a
dapat diketahui. Perlu diketahui, untuk mikroskop yang lebih canggih, kita tidak perlu
menggunakan cara ini karena kaca telah dilengkapi dengan skala. Tetapi cara manual
seperti yang kita lalukan tetep perlu untuk menekankan pada kita semua akan pentingnya
suatu proses pengukuran.
Daya P is ah d an Ape r tu r Nu m e r i k
Daya pisah menurut Rayleigh.
Bayangan dari benda titik pada sebuah lensa tidak berupa titik, melainkan berupa
bundaran dikelilingi cincin gelap terang yang dinamakan pola difraksi. Hal ini
disebabkan adanya difraksi oleh lubang (aperture). Pola difraksi ini praktis dianggap
bundaran karena 85% cahaya terkumpul pada bundaran ini. Dua titik cahaya
yang sangat berdekatan bayangannya berupa dua bundaran yang berpotongan. Dua
bundaran ini dianggap terpisah jika jaraknya minimal sama dengan jari-jarinya. Hal ini
terpenuhi jika jarak dua benda
(titik cahaya):
26
Dimana:
R
0,61
o
n sin

(3)
R = jarak dua benda yang mulai dapat dipisahkan oleh lensa (= jarak minimal),

o
= panjang gelombang cahaya yang dipakai untuk ruang
hampa, n = indeks bias antara dimana benda berada,
= sudut puncak kerucut cahaya yang masuk lensa obyektif.
n sin dinamakan apertur numerik (AN). Lihat gambar berikut:
u
benda
Suatu alat optik dikatakan mempunyai daya pisah yang besar bila jarak dua benda yang
mulai dapat dipisahkan oleh alat tadi sangat pendek. Atau daya pisah makin besar jika
R makin kecil.
D. CARA KERJA
1. Siapkan seperangkat mikroskop dan benda kecil yang akan diamati
2. Letakkan mikroskop dekat dengan sumber cahaya dan aturlah arah cermin di
bawah mikroskop sehingga mikroskop mendapat cahaya yang cukup.
3. Letakkan sehelai rambut atau benda kecil lain di atas meja obyek, tumpangi
dengan kaca agar kedudukannya tidak berubah. Putarlah pengatur lensa obyektif
hingga posisi lensa hampir menyinggung meja obyek. Hati-hati jangan sampai
menumbuk kaca.
4. Dengan mata melihat obyek dengan mikroskop, putar-putarlah pemutar
lensa obyektif dengan perlahan-lahan untuk mendapat fokus hingga bayangan
rambut tampak jelas dan tajam.
5. Letakkan mistar pada meja disamping miroskop.
E. PERHITUNGAN
27
Hitunglah perbesaran total mikroskop yang anda gunakan!
F. PERTANYAAN
1. Gambarkan pembentukan bayangan pada mikroskop!
2. Terangkan langkah-langkah secara lengkap bagaimana mendapatkan
perbesaran total mikroskop pada persamaan (1) dengan menganalisis diagram
pembentukan bayangan!
3. Mengapa tidak terjadi perbesaran lateral untuk lensa okuler pada waktu
mata melihat tanpa berakomodasi?
4. Mana yang lebih menguntungkan, melihat dengan mikroskop tanpa berakomodasi
atau berakomodasi sekuat-kuatnya? Mengapa!
28
O5: SPECTROMETER
A. TUJUAN
1. Menentukan sudut puncak prisma.
2. Menentukan indeks bias prisma dengan metode devoasi minimum.
3. Memahami prinsip kerja spectrometer dan terampil menggunakannya.
B. ALAT DAN BAHAN
1. Spectrometer prisma.
2. Sumber cahaya monokromatis, misalnya lampu natrium.
C. TEORI DASAR
Spectrometer merupakan alat yang dipakai untuk mengukur sudut simpangan (deviasi)
suatu berkas cahaya akibat adanya pemantulan, pembiasan, interferensi, difraksi
dan hamburan. Alat tersebut mempunyai 4 komponen utama yaitu :
K o lim a t or
Kolimator pada dasarnya merupakan tabung yang dilengkapi dengan sebuah lensa
akromatis pada salah satu ujung yang menghadap prisma dan sebuah celah yang dapat
diatur lebarnya. Celah tersebut digunakan untuk memperoleh berkas cahaya sejajar
yang mempunyai sudut simpangan sama untuk tiap sinar. Kedudukan celah dapat diatur
dengan tombol pada kolimator. Kolimator ini diletakkan pada tiang statis ke dasar
spectrometer.
T e le s k op
Komponen ini terdiri dari lensa obyektif yang menghadap ke meja spectrometer
dan sebuah okuler yang posisinya terhadap lensa obyektif dapat diatur. Okuler sendiri
terdiri dari dua lensa (lensa mata dan lensa medan) yang posisinya dapat diatur satu
sama lain. Sebagai rujukan, untuk menentukan posisi bayangan celah dengan tepat
digunakan benang silang dipasang pada bidang tegak lurus pada sumber cahaya antara
lensa mata dan lensa medan dalam okuler.
Teleskop ini diletakkan pada tangkai yang dapat diputar terhadap sumbu spectrometer.
Jika dasar spectrometer horizontal, maka sumbu spectrometer vertikal dan teleskop
berputar di bidang horizontal dengan sumbunya terus menuju ke pusat rotasi yang
terletak pada garis
29
1
sumbu. Sedangkan posisi teleskop terhadap kolimator atau posisi rujukan lainnya dapat
dibaca pada kedua nonius yang berlawanan posisinya dan ikut berputar dengan teleskop.
P r is m a
Prisma merupakan bagian terpenting dari spectrometer diletakkan pada meja
spectrometer.
M e j a Sp ec t r o m e t e r
Meja spectrometer mempunyai sumbu rotasi berimpit dengan sumbu rotasi teleskop.
Meja ini dapat diatur posisinya dengan cara menaikkan atau menurunkan atau dapat
diputar dengan melonggarkan sekrupnya kemudian menguatkannya. Pengaturan ini
dapat pula digunakan untuk mengatur tegaknya bidang pemantul.
Dengan mengukur deviasi minimum yang terjadi untuk suatu cahaya
monokromatis tertentu yang digunakan, indeks bias prisma dapat ditentukan berdasarkan
formula berikut:
sin
1
(Dm + )
n
2
sin
2

(1)
dimana n adalah indeks bias prisma, Dm adalah deviasi minimum dan adalah sudut
puncak prisma.
D. CARA KERJA
P e r s ia p an
1. Arahkan teleskop untuk melihat benda yang jauh sehingga terlihat jelas.
Perlu diketahui bahwa berkas sinar yang masuk teleskop dalam keadaan sejajar.
2. Letakkan teleskop dan kolimator dalam satu garis lurus dan atur keduanya agar
tegak lurus terhadap sumber cahaya.
3. Sinari celah dengan sumber cahaya dan atur lebarnya, sehingga gambar celah
terlihat dengan jelas pada teleskop.
4. Atur ketinggian meja prisma sehingga pengukuran dapat dilakukan dengan mudah.
P e n g u k u r an s udu t pun c ak p r is m a
1. Letakkan prisma di atas meja spectrometer sehingga sudut yang akan
diukur menghadap ke arah sumber cahaya.
30
2. Dekatkan celah kolimator dengan sumber cahaya.
3. Atur posisi prisma agar pantulan cahaya dari kolimator dapat dilihat
okuler teleskop di dua tempat, yaitu pada kedudukan I dan kedudukan II.
4. Cacat sudut pergeseran kedudukan . Buktikan bahwa besarnya sudut puncak
prisma sama dengan .
5. Ulangi langkah 1 4 beberapa kali untuk meperoleh harga rata-rata dari sudut
puncak prisma.
P e n g u k u r an s udu t d e via s i m in im u m
1. Luruskan okuler teleskop dengan celah kolimator sampai cahayanya terlihat
jelas, dan catat posisinya. Ini disebut kedudukan I.
2. Letakkan prisma di atas meja spectrometer, sehingga sinar dari celah akan jatuh
pada salah satu sisi prisma (perhatikan gambar 3).
3. Putar okuler teleskop sampai diperoleh sinar bias sembarang.
4. Sambil mengamati sinar bias melalui okuler, putar prisma perlahan-lahan dengan
cara memutar meja spectrometer sehingga terlihat sinar bias tersebut bergeser.
5. Perhatikan pergerakan sinar bias tersebut melalui okuler sampai pada suatu saat
sinar tersebut berbalik arah walaupun prisma diputar satu arah. Dengan
menggeser meja spectrometer bolak-balik di daerah itu, coba temukan
tempat terjadinya pembalikan arah sinar itu. Tempat itu disebut kedudukan II.
6. Sudut yang dibentuk oleh posisi akhir terhadap posisi okuler mula-mula (lurus
dengan celah) adalah sudut deviasi minimum, Dm.
7. Ulangi langkah 1 hingga 6 beberapa kali untuk memperoleh nilai rata-rata
deviasi minimum.
E. PERHITUNGAN
1. Tentukan sudut puncak prisma!
2. Tentukan indeks bias prisma dengan metode deviasi minimum!
F. PERTANYAAN
1. Berdasarkan referensi yang relevan, sebutkan cara lain dalam menentukan indeks
bias prima. Jelaskan dengan singkat!
2. Turunkan rumus: Dm = (n-1) yang kita gunakan dalam percobaan ini!
31
3. Jelaskan apa perbedaan pemakaian dua rumus berikut:
4. Rumus pertama Dm = (n-1)
5. Rumus kedua n sin = sin(Dm + )
6. Dalam setiap percobaan, hasil yang diperoleh tidak selalu sama dengan
perhitungan numerik, artinya selalu ada kesalahan atau error. Jelaskan
apa saja yang menyebabkan hal itu terjadi!
32
O6: POLARIMETER
A. TUJUAN
1. Memahami prinsip kerja polarimeter.
2. Menentukan kadar gula suatu larutan.
B. ALAT DAN BAHAN
1. Polarimeter, 5. Aquadest,
2. Sumber cahaya monokromatis, 6. Mistar,
3. Gula, 7. Termometer.
4. Gelas ukur,
C. TEORI DASAR
Apabila suatu berkas cahaya yang terpolarisasi linier melalui suatu larutan gula,
atau larutan lain yang mempunyai sifat optis aktif, maka bidang polarisasi dari sinar itu
akan terputar dengan sudut tertentu, masalnya . Besarnya tergantung pada 4 faktor
yaitu: (1) panjang larutan yang dilalui sinar; (2) kadar larutan; (3) panjang gelombang
sinar dan (4) suhu.
Untuk mengukur sudut ini dipakai polarimeter Laurent atau polarimeter bayangan.
Pada alat ini terdapat 5 komponen penting yaitu: polarisator, lempeng dari
Laurent, tabung tempat larutan, analisator yang dapat diputar, dan teropong. Secara
skematis posisi
masing-masing komponen tersebut dapat dilihat pada gambar berikut
ini.
Sinar
natural
Polarisator
Lempeng
Tabung tempat
larutan
Analisator
Teropong
Gambar 1. Skema susunan komponen pada polarimeter
33
Polarisator dan lempeng dipasang sedemikian rupa sehingga bidang utama
polarisator membentuk sudut yang kecil terhadap sumbu optik lempeng. Sudut ini
disebut sudut bayangan. Sekitar setengah dari berkas sinar yang melewati
polarisator akan masuk lempeng dan sisanya bergerak diluar lempeng. Bidang
polarisasi dari sinar yang melalui lempeng terputar. Jika mula-mula bidang polarisasi
trletak disebelah kiri sumbu optik dengan sudut , maka setelah keluar dari lempeng
, bidang polarisasi ini terletak disebelah kanan dengan sudut juga. Bidang
polarisasi sinar yang di luar lempeng tentu saja tidak berputar. Sekarang terdapat suatu
berkas sinar dengan dua polarisasi masing- masing disebelah kiri dan disebelah kanan
sumbu optik lempeng dan masing-masing membentuk sudut .
Jika analisator diputar dengan teropong, maka kita lihat bahwa medan penglihatan
berubah-ubah. Umumnya setengah kelihatan lebih gelap daripada setengah bagian yang
lain. Pada suatu keadaan, kedua bagian itu kelihatan sama. Dalam keadaan tabung
berisi aquadest, keadaan sama gelap berarti bidang polarisasi analisator tegak lurus
dengan sumbu optik lempeng. Keadaan ini dipakai sebagai nol dari polarimeter. Kalau
aquadest diganti dengan larutan gula, maka pada kedudukan ini daerah penglihatan sama
gelap lagi. Hal ini disebabkan karena bidang polarisasi telah terputar. Untuk merubah
keadaan sama gelap lagi, maka analisator harus diputar sehingga bidang utamanya tegak
lurus pada garis yang membagi dua sama sudut antara bidang polarisasi berkas sinar.
Besarnya sudut putar
ini sama dengan besarnya sudut putar dari bidang polarisasi
sinar.
Berkas cahaya
sinar natural
Berkas cahaya
yang keluar
dari polarisator
(Terpolarisasi
linier)
Berkas cahaya
yang keluar
dari lempeng

Berkas cahaya
yang keluar
dari larutan
gula
Gambar 2. Pola dari bidang polarisasi
34
Keterangan:
KL : bidang polarisasi sinar yang keluar dari polarisator.
MN : bidang polarisasi sinar yang keluar dari lempeng
. AB : sumbu optik .
PQ : kedudukan sumbu optik analisator yang memberikan keadaan sama gelap
untuk aquadest.
PQ : kedudukan sumbu optik analisator yang memberikan keadaan sama gelap
untuk larutan gula.
Besar sudut putar dapat dituliskan sebagai berikut:
a
Lm
100
(1)
adalah daya putar jenis, yaitu sudut putar bidang polarisasi dari sinar yang melalui
larutan (1 gram bahan optis aktif dalam 1 cc larutan). Banyaknya gram bahan optis
aktif dalam 100 cc larutan dinyatakan dalam m, dan panjang tabung dalam dm dinyatakan
dalam L. Untuk gula tebu (
20
) = 66,54 untuk cahaya kuning dan suhu 20C. kadar
larutan gula yang diamati pun dapat dihitung menggunakan persamaan 1.
D. CARA KERJA
M e n e ntu k an t it ik n ol
1. Bersihkan gelas penutup tabung dengan hati-hati.
2. Bersihkan tabung dengan hati-hati lalu kocok dengan aquadest.
3. Isilah tabung dengan aquadest sampai penuh. Untuk mencegah gelembung udara
memasuki tabung, geser gelas penutup dari tepi lalu gelas dikunci dengan skrup
(bagian tengah gelas jangan sampai tersentuh tangan).
4. Masukkan tabung dalam polarimeter.
5. Atur jalannya sinar dengan meluruskan polarimeter terhadap sumbu optis
sehingga sinar masuk melalui teropong. Fokuskan teropong sehingga celah
nampak gelap terang.
6. Putarlah analisator (dengan pegangannya yang memiliki skala nonius) ke kiri dan
ke kanan sampai diperoleh keadaan yang sama gelapnya, lalu baca skala utama
dan
skala noniusnya. Angka yang terbaca ini menyatakan titik nol polarimeter.
35
7. Ulangi langkah 6 berulang-ulang dan catat titik nol polarimeter
(lakukan pengulangan sebanyak 8 kali).
M e n e ntu k an s ud u t p ut ar d a r i la r ut an g u la
1. Bersihkan tabung dengan hati-hati.
2. Kocoklah tabung beberapa kali dengan larutan gula yang akan digunakan (lautan
gula dengan konsentrasi tertentu).
3. Isilah tabung dengan larutan gula tadi hingga setengahnya dan kemudian
masukkan termometer ke dalam tabung dan tunggulah beberapa saat. Catat
suhunya.
4. Penuhi tabung tadi dengan larutan gula dan tutup dengan hati-hati sampai tak ada
gelembung udara di dalamnya.
5. Letakkan tabung pada tempatnya dan selanjutnya bacalah nonius setelah
analisator diputar sehingga kedua belah medan cahaya terlihat sama gelapnya.
Pembacaan dilakukan 8 kali seperti pada kerja sebelumnya.
6. Ukur lagi suhu larutan seperti pada langkah 3. Catat suhu rata-rata dari larutan.
Besar sudut putar adalah beda dari sikap analisator antara sebelum dan sesuadah
ada larutan optis aktif.
7. Ulangi percobaan ini dengan berbagai konsentrasi larutan, setidaknya
3 konsentrasi yang berbeda.
E. PERHITUNGAN
1. Hitunglah daya putar jenis dari masing-masing larutan!
2. Buatlah grafik hubungan antara konsentrasi larutan dengan daya putar jenis
berdasarkan data percobaan anda! Kesimpulan apa yang dapat anda tarik dari
grafik itu?
F. PERTANYAAN
1. Bagaiman kalau tabung berisi dengan aquadest ? Apakah bidang polarisasi juga
akan terputar? Mengapa demikian, jelaskan jawaban anda !
2. Mengapa umumnya digunakan cahaya lampu natrium dalam percobaan ini?
36
LISTRIK (L)
37
L1: OSILOSKOP
A. TUJUAN
1. Mengetahui fungsi osiloskop.
2. Memahami prinsip kerja osiloskop.
3. Merancang dan menerangkan terjadinya pola Lissayous.
4. Menghitung frekuensi suatu sumber tegangan dengan menggunakan pola
Lissayous.
B. ALAT DAN BAHAN
1. Osiloskop,
2. Dua buah generator,
3. Sumber tegangan AC (Transformator),
4. Sumber tegangan DC (Batrei atau power supply DC),
5. Multimeter,
6. Satu set kabel penghubung,
7. Kertas Milimeter.
C. TEORI DASAR
Osiloskop atau disebut osiloskop sinar katoda (cathode ray osciloscope, disingkat CRO)
merupakan alat yang digunakan untuk melihat dinamika besaran sebagai fungsi waktu
secara visual. Dengan menggunakan osiloskop ini harga suatu besaran dapat dilihat
setiap saat sepanjang waktu berjalan terus.
Dengan mengukur besarnya pergeseran atau ingsutan bintik terang yang ditimbulkan
oleh berkas elektron yang mengenai layar dari kedudukan normalnya, maka besarnya
signal dari suatu sumber dapat ditentukan. Bintik terang ini sama halnya jarum
penunjuk pada voltmeter. Simpangan/pergeseran bintik terang dibuat ke arah
vertikal sedangkan pergeseran mendatar sebanding dengan laju pertambahan waktu.
Simpangan a r a h v e r t ik a l dapat ditera dalam v o lt /s k a la atau v o lt /c m . Sementara
itu, simpangan a r a h m e n d a t a r dapat ditera dalam d e t ik/ s k a la atau d e t ik/ c m . Dengan
peneraan
38
ini menunjukkan bahwa osiloskop tidak hanya dapat digunakan untuk memperlihatkan
gambar signal sebagai fungsi waktu, tetapi yang lebih penting dapat digunakan sebagai
a la t ukur parameter-parameter pad signal antara lain: selang waktu (time duration),
periode ayunan maksimum, amplitudo, fase, frekuensi dan sebagainya.
Dengan melepas t e g a n g a n le ja n g (sweep voltage) yaitu tegangan yang menjulur
atau melejang bintik terang menjadi garis lurus, maka simpangan dapat diberikan dari
luar atau sebagai input kedua. Dalam hal ini ada dua signal yang saling tegak lurus
dalam waktu sama. Dengan demikian hubungan kedua signal dapat diperlihatkan
langsung sebagai fungsi waktu. Jika kedua signal tersebut adalah input dan output suatu
sistem, atau satuan kerja elektronis, maka gambar yang tampakpada
layar memperlihatkan watak sistem/satuan kerja tersebut. Perlu diketahui
bahwa pada penjuluran bintik terang menjadi garis lurus, pada dasarnya merupakan
pergerakan berkas elektron dengan cepat dan terus- menerus ke arah kanan.
Osiloskop pada dasarnya mempunyai 5 komponen utama
yaitu:
1. Tabung sinar katoda (chatode Ray Tube = CRT)
2. Penguat simpangan Y (Y amplifier)
3. Penguat simpangan X (X amplifier)
4. Pembangkit tegangan basis waktu (Time based generator)
5. Pengatur berkas (Beam control)
T a bun g s in ar k a t o d a ( c h a t o d e Ray T ub e = C R T )
CRT berbentuk seperti corong (funnel) dengan ujung kanan datar dan tampak sebagai
layar untuk gambar yang ditampilkan (lihat gambar 1). Sisi bagian dalam layar
dilapisi zar pendar (fluoresence) yang mengeluarkan sinar bila dikenai elektron. Pada
leher tabung
terdapat sejumlah elektroda yang dapat mempengaruhi gerak elektron sebelum
mencapai
layar.
D2
D1
k
A1 A2
A3 A4
Gambar 1. Skema dari CRT
39
Elektroda paling kiri disebut s e n a p a n e le k t r o n (electron gun) yang dapat
melontarkan elektron ke kanan dalam berkas yang sempit. Senapan elektron tersebut
terdiri dari katoda K sebagai silinder sumber elektron, dan kisi Wehnelt W yang
berbentuk silinder untuk pengatur intensitas arus elektron. Elektron-elektron
dipercepat dan diarahkan oleh sejumlah anoda, A1 s/d A4, yang memberikan medan
listrik agar elektron melint asi ruang diantara lempengan simpangan datar, D1 dab D2.
Sedangkan anoda utama A5 yang diberi tegangan tinggi (ribuan volt) digunakan agar
elektron mempunyai energi gerak yang cukup tinggi, sehingga pada saat mengenai layar
pendar, akan menghasilkan bintik terang dengan intensitas tinggi.
P e n g u at s im p a n gan Y ( Y a m p lif ie r )
Penguat ini berguna untuk memperbesar signal input untuk mempertinggi kepekaan
CRO. Kepekaan ini dinyatakan dalam mV/skala. CRO dengan kepekaan 20 mV/skala
dengan jarak antara garis-garis skala = 6 mm, mempunyai arti bahwa pada kepekaan
input paling tinggi (tegangan input 20 mV) menghasilkan simpangan di layar sejauh 6
mm. Dengan mengubah-ubah kepekaan input, maka daerah pengukuran dapat diperluas
beberapa ratus vollt sesuai keperluan.
P e n g u at s im p a n gan X ( X a m p lif ie r )
Penguat ini digunakan untuk memperkuat simpangan mendatar (horizontal), pada
saat osiloskop diberi kedudukan untuk menerima/menampilkan sinyal dari luar pada
simpangan horizontalnya. Penguat simpangan X ini mempunyai gain yang kecil
dibandingkan dengan penguat simpangan Y, sehingga penguat ini mempunyai
kepekaan yang lebih rendah. Disamping mengubah harga skala horisontal pada
kedudukan terhubung dengan basis waktu, penguat simpangan ini dapat mengatur
kelajuan basis waktu tersebut atau sebagai pengatur laju lejang. Dengan kata lain,
skala waktu dapat diubah-ubah sesuai dengan keperluan. Dalam praktek, hal ini
berguna untuk membuat gambar input yang berupa sinyal-sinyal periode menjadi lebih
stabil dan sebagai pengatur sinkronisasi. Sama halnya dengan penguat simpangan Y,
penguat simpangan X mempunyai pengatur posisi kiri- kanan. Fungsi dari pengatur-
pengatur tersebut (posisi horisontal atau vertikal) akan jelas terlihat apabila input-
inputnya nol atau tidak ada sinyal sama sekali, pengatur ini akan
menggerakkan bintik terang keatas atau kebawah atau juga kekiri dan
kekanan.
40
P e m b a n g k it t e ga n gan b a s is wa k t u ( T im e b a s e d
g e n e r a t o r )
Tegangan ini berbentuk gigi gergaji. Berkaitan dengan basis waktu ini terdapat
beberapa pengaturan yang berhubungan dengan sinyal parameter yang
dibangkitkan, yaitu parameter-parameter tegangan gergaji sebagaimana terlihat pada
gambar. Pengaturan yang dapat diubah adalah:
a. Pengaturan frekuensi bertingkat, f = 1/T.
b. Pengaturan laju lejang dv
s
/dt = v
s
/T
s.
c. Pengaturan kedudukan horosontal (malar) berarti mengubah
V
dc.
Vs
Ts
P e n ga tu r b e r k as ( B e am c o nt r o l)
Hasil dari pengaturan ini adalah berubahnya bintik terang pada layar. Perubahan
ini berupa:
1. Intensitas, yaitu perubahan banyaknya elektron.
2. Fokus, yaitu perubahan besarnya titik terang.
Disamping pengaturan tersebut, ada pengaturan intensitas secara otomatis yang disebut
sebagai modulasi intensitas. Intensitas diturunkan pada waktu berkas elektron ditarik
kekiri dari simpangan maksimumnya. Tegangan modulasi disebut tegangan pemadam
(blanking voltage). Modulasi ini dapat juga dilakukan oleh sinyal dari luar melalui
pangkalan input belakang, yang merupakan input Z. Sebagai perbandingan, pada
pesawat televisi, input Z ini adalah berupa sinyal video (gambar), sedangkan ke arah X
dan Y adalah berupa sinyal lejang, sehingga seluruh permukaan layar dijelajahi elektron.
Pada input Z, bintik terang dimodulasi oleh sinyal video, sehingga terjadi terang dan
gelap yang membentuk gambar. P o la L i ss ayo u s
Jika 2 buah osilasi dengan frekuensi sama atau berbeda saling tegak lurus, digabungkan
bersama-sama akan membentuk kurva yang disebut pola lissayous. Nama ini
dipergunakan untuk mengingat Jules Antonie Lissayous yang memperagakan kurva-
kurva ini pertama
kali tahun 1857.
41
V Vo m
Gambar 2. Pola Lissayous
D. CARA KERJA
P e tunju k u m u m p e n go p e r a s ian o s ilo s k op
1. CRO hanya boleh dihidupkan pada waktu akan digunakan. Matikan CRO
untuk pemakaian yang tertunda. Istirahatkan lebih dari 5 menit.
2. Sebelum menghidupkan osiloskop, sebaiknya periksa dulu sumber tegangan
AC yang digunakan apakah sesuai dengan tegangan yang diperlukan untuk
menghidupkan CRO.
3. Gunakan intensitas lebih rendah dari batas maksimumnya. Bila tidak
diperlukan, tetapkan saklar AC-DC pada kondisi AC.
4. Turunkan bla bal. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kerusakan pada layar
pendar, karena elektron terus-menerus jatuh di titik yang sama dengan
intensitas tinggi.
5. Atur tombol pada posisi tengah-tengah untuk mendapatkan bintik terang atau
jejak elektron (bila tidak nampak pada layar).
P e tunju k k a lib r a s i o s ilo s k op
1. Nyalakan osiloskop dengan memutar tombol power ke arah ON.
2. Atur intensitasnya sampai diperoleh garis terang atau titik pada layar, jangan
gunakan intensitas yang terlalu besar, atur posisi garis berada di tengah-
tengah dengan memutar tombol posisi (atas-bawah) dan tombol posisi (kanan-
kiri).
3. Pastikan tombol CAL VOLTAGE (pada voltage/div berwarna merah) dan
CAL SWEEP TIME (pada Sweep Time/div berwarna merah) dalam
keadaan maksimum.
4. Atur perbesaran pada probe, pada posisi 10.
42
5. Pastikan posisi input untuk Ch
1
(Y) atau Ch
2
(X). Jika Ch
1
(Y) akan
digunakan, atur posisi tombol mode pada Ch
1
(Y) dan tombol source pada
posisi Ch
1
(Y) dan sebaliknya jika Ch
2
(X) yang digunakan, atur posisi
tombol mode dan tombol source pada posisi Ch
2
(X).
6. Misal pilih saja Ch
2
(X) yang akan dikalibrasi terlebih dulu, atur seperti
langkah e.
7. Tetapkan posisi AC-DC pada kondisi AC.
8. Jepitkan ujung probe pada titik CAL pada osiloskop.
9. Penjepit probe pada posisi ground.
10. Atur posisi gambar pada layar dengan memutar tombol posisi (atas-bawah)
dan tombol posisi (kanan-kiri) pada channel yang anda gunakan.
11. Jika gambar yang tampil bergerak, posisikan tombol level pada posisi
tengah- tengah.
12. Hitung tegangan dan frekuensi tampilan dengan rumusan berikut:
Perhitungan tegangan V
p-p
V
pp
jumlah kotak posisi vertikal var
iabel
volt / div probe
Perhitungan frekuensi
f = 1/T, dimana T = jumlah kotak satu gelombang variabel sweep time/div.
Hitung besar tegangan V
p-p
dan frekuensi kalibrasi. Apakah hasilnya sesuai dengan
yang tertera pada titik CAL. Jika sesuai, osiloskop siap digunakan, jika belum sesuai atur
tombol CAL (merah) pada variabel volt/div untuk menyesuaikan tegangan dan
tombol CAL (merah) pada variabel sweep time/div untuk menyesuaikan perioda atau
frekuensi.
Lakukan kembali kalibrasi pada Ch
1
(Y).
Catatan:
a. Tombol variabel voltage/div untuk mengatur jumlah tampilan secara
vertikal b. Tombol sweep time/div untuk mengatur jumlah tampilan secara
horizontal
c. Tegangan yang terukur pada osiloskop adalah tegangan maksimum
M e n g u k u r t e ga n gan d an f r e k u e n s i s u a t u s u m b e r
1. Siapkan osiloskop, tombol-tombol dipersiapkan sehingga dalam keadaan
tanpa beban, dilayar tampak titik dimana intensitas dan fokusnya cukup dan
berada
43
ditengah-tengah layar. Jangan lupa meredupkan intensitasnya (dibawah
maksimum) dan jangan terlalu lama menyalakan titik di layar.
2. Sediakan pembangkit sinyal (sinyal generator) dengan outputnya masing-
masing memberikan tegangan sinusoida.
3. Dalam keadaan off , hubungkan output pembangkit sinyal dengan
osiloskop, posisi ujung probe dihubungkan dengan positif keluaran signal,
penjepit pada probe ditempatkan pada ground signal generator. Kemudian
nyalakan signal generator.
4. Atur tombol sweep time/div dan volt/div pada osiloskop seperti
langkah kalibrasi untuk mendapatkan gambar sinusoida tunggal yang bagus.
5. Gambarkan pada kertas milimeter apa yang terlihat pada layar osiloskop.
Kemudian catat:
a. kedudukan tombol pengatur osiloskop dan pembangkit sinyal.
b. dari pengamatan di atas, tentukan tegangan sumber dan frekuensi
sumber.
6. Lakukan pengukuran tegangan tersebut dengan mengunakan multimeter
sebanyak 5 kali pengulangan. Bandingkan hasilnya dengan pengukuran
melalui osiloskop. Beri komentar!
7. Ulangi langkah c hingga f dengan tegangan dan frekuensi sumber yang
bervariasi.
M e n e ntu k an p o la L iss ayo u s
1. Pasang pembangkit signal I pada input horizontal Ch
2
(X) dan pembangkit II
pada input vertikal Ch
1
(Y) pada osiloskop.
2. Perbandingan yang digunakan sebesar 1:2; 1:3; 1:4; dst. Atau 2:1; 3:1; 4:1 dst.
3. Atur frekuensi pada pembangkit signal I sebagai f
1
pada channel X (Mode
pada posisi X) sampai 100 Hz, kemudian ubah mode pada posisi Y
dan atur frekuensi pembangkit signal II sebagai f
2
sampai diperoleh 200 Hz,
sehingga perbandingan f
1
: f
2
adalah 1:2.
4. Kemudian putar tombol time/div pada posisi X-Y, dan atur mode pada posisi
dual.
5. Atur volt/div untuk mendapatkan gambar bujur sangkar.
6. Gambarlah tampilan pada beberapa posisi.
44
7. Lakukan untuk perbandingan.
8. Bandingkan data anda dengan referensi yang ada.
E. PERHITUNGAN
1. Hitung besar tegangan dan frekuensi yang terukur dengan osiloskop dan
tegangan yang terukur dengan voltmeter. Bandingkan!
2. Beri komentar pola Lissayous yang anda peroleh berdasarkan referensi lain.
F. PERTANYAAN
1. Tuliskan bentuk umum fungsi gelombang dan jelaskan arti masing-masing
simbolnya!
2. Jelaskan pengertian dari besaran-besaran berikut:
3. amplitudo gelombang.
4. periode gelombang.
5. Gambarkan gelombang listrik sinusoida dengan amplitudo 2 cm dan periode 0.02
sekon pada kertas milimeter!
6. Sebutkan tiga bidang sains selain fisika yang menggunakan osiloskop!
7. Besaran listrik apa yang dapat diukur dengan osiloskop secara langsung
dan besaran apa yang diukur tidak langsung?
8. Apa nama tabung panjang yang ada dalam osiloskop dan sebutkan komponen
komponen penting yang ada di dalamnya?
9. Apa yang dimaksud dengan senapan elektron? Jelaskan secara singkat!
10. Apa yang dimaksud dengan pola Lissayous?
11. Mengapa terjadi perbedaan pada hasil pengukuran antara osiloskop dan voltmeter?
45
L2: ARUS BOLAK-BALIK
A. TUJUAN
1. Mengukur besaran-besaran fisis arus bolak-balik.
2. Mengukur impedansi arus bolak-balik.
3. Menemukan keadaan resonansi rangkaian arus bolak-balik.
4. Memahami karakteristik arus bolak-balik.
B. ALAT DAN BAHAN
1. Sumber arus searah dan bolak-balik var. Extra low voltage transformers,
2. Adio generator,
3. Milliampermeter DC,
4. Milliampermeter AC,
5. Resistor 3900 ohm,
6. Induktor (kumparan),
7. kapasitor 1 F,
8. multimeter.
C. TEORI DASAR
Arus Bolak-Balik
Aarus bolak-balik adalah arus listrik yang berubah-ubah secara periodik. Bentuk
yang paling sederhana dari arus bolak-balik itu secara matematis adalah sinusoida,
seperti berikut ini.
Gambar 1. Bentuk arus bolak-balik
46
Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa jumlah muatan listrik yang lewat dalam selang
waktu antara t dan t + dt adalah :
= (1)
Dengan osciloskop dapat diukur besarnya I
m
dan T dari arus bolak-balik itu. Tetapi
dengan ampermeter yang dapat diukur adalah arus efektifnya (i
ef
). Arus efektif dari
arus bolak-balik adalah arus yang setiap periodenya menghasilkan sejumlah kalor efek
joule yang sama dengan kalor dalam hal ini adalah kalor yang terjadi akibat efek joule.
Hubungan l
ef
dengan I
m
diberikan oleh
persamaan;
I
m
I
ef

2
(2)
Reaktansi Induktif dan Impedansi
Suatu kumparan (induktor) L di dalamnya mengandung hambatan (resistansi) r. Dalam
bentuk skema induktor dengan hambatan dalamnya tampak seperti gambar 2. Jika AB
dialiri arus searah, dan arusnya sudah konstan. Konduktor murni L tidak mengadakan
reaksi terhadap arus. Jadi yang menghambat hanyalah r. Tetapi jika AB dihubungkan
dengan arus bolak-balik, baik L maupun r kedua-duanya mengadakan reaksi terhadap arus.
Gambar 2. Skema induktor dengan hambatan dalam
Terhadap arus yang berubah-ubah i(t) = I
m
.Sin(t) induktor mumi L akan menghasilkan
GGL sebesar E = L
di
dt
sehingga ujung AB pada gambar 2. Mempunyai beda potensial :
V r.i E (3)
47
L
V r.i L
di
dt
V r.I
m
Sin(.t) +
.L.I
m
Cos(.t)
V V
rm
Sin(.t) + V
Lm
Sin(.t +


2
)
(4)
(5)
(6)
Dari persamaan itu berarti arus bolak-balik akan mengalami pergeseran fase sebasar

2
radian atau 90
0
bila melewati induktor.
Persamaan di atas dapat dibuktikan menggunakan diagram fasor seperti gambar 3.
Gambar 3. Diagram fasor
Berdasarkan diagram fasor seperti yang dilukiskan pada gambar 3, dapat diperoleh:
Z r
2
+ x
2
(7)
x
L
.L
tg
x
L
r
(8)
(9)
X
L
disebut reaktansi induktif dan Z disebut impedansi rangkaian, satuannya Ohm ().
Reaktansi Kapasitif dan Impedansi
Suatu kapasitor dengan kapasitansi C tak akan dapat dilewati oleh arus searah, tetapi
dapat dilewati oleh arus bolak-balik.
Muatan listrik yang terdapat dalam kapasitor gambar 4 adalah:
48
X
Gambar 4. Rangkaian kapasitor arus bolak balik
dQ C.dV
V
AB
pada gambar 4 mempunyai persamaan
V V
Cm
sin(.t

s
)
V
Cm
I
m
X
C
(10)
(11)
(12)
1
C
.t

(13)
Dari persamaan-persamaan tersebut terlihat bahwa arus bolak-balik yang melalui kapasitor
C mengalami keterlambatan fase sebesar


2
radian atau 90
0
.
D. CARA KERJA
Mengukur Besaran Fisis Arus Bolak-Balik
1. Nyalakan "Var.extra low voltage transformers" dengan menghubungkannya
dengan sumber arus PLN. Nyalakan pula osciloskop dengan cara yang sama.
(Tanyakan pada asisten jika mendapat kesulitan).
2. Ukur tegangan keluaran yang bertuliskan 12 V AC dari "transformers" itu
menggunakan osciloskop. Catat V
pp
dan frekuensinya. (V
pp
adalah tegangan
puncak ke puncak dengan nilainya = 2 Vm)
49
3. Sekarang ukur tegangan keluaran "transformer" itu menggunakan multimeter
AC, gunakan batas ukur lebih besar dari 12 V. Ulangi dengan membalik
"probe" multimeter AC tersebut, (probe adalah tangkai-tangkai penyambung).
Mengukur Impedansi Rangkaian Arus Bolak balik
Rangkaian R-L
1. Gunakan sebuah Induktor L dan sebuah hambatan R 3900 .
2. Susunlah rangkaian seperti berikut ini
Gambar 5. Rangkaian R-L seri
3. Dengan multimeter ukurlah tegangan V
L
, V
R
, dan tegangan sumber V. Ukur
pula arusnya melalui milliamperrneter. Hitunglah nilai dari X
L
dan
impedansi Z.
Rangkaian R-C
1. Susun rangkaian arus searah seperti pada gambar 6 dengan C = 1 F dan R=
3900 .
2. Ukurlah menggunakan multimeter tegangan kapasitor Vc, V
R
, dan tegangan
yang keluar dari sumber V. Hitunglah impedansi Z dari rangkaian R-
C tersebut.
50
Rangkaian R-L-C
Gambar 6. Rangakain R-C seri
1. Susun rangkaian arus bolak balik seperti pada gambar 7 menggunakan
hambatan, induktor, dan kapasitor sebelumnya.
Gambar 7. Rangkaian R-L-C seri
2. Ukurlah menggunakan multimeter tegangan V
R
, V
L
, dan V
C
serta tegangan
sumber V. Hitunglah impedansi Z dari rangkaian R-L-C tersebut.
E. PERTANYAAN
1. Gambarkanlah diagram fasor dari rangkaian R-L seri dari hasil percobaan
tersebut dan jelaskan makna Fisika-nya.
2. Gambarkanlah diagram fasor dari rangkaian R-C seri dari hasil percobaan
tersebut dan jelaskan makna Fisika-nya.
3. Gambarkanlah diagram fasor dari rangkaian R-L-C seri hasil percobaan tersebut
dan jelaskan makna Fisika-nya.
51
L3: WATAK LAMPU PIJAR
A. TUJUAN
1. Memahami Hukum Ohm.
2. Memperagakan untai pengukuran arus dan tegangan suatu lampu pijar.
3. Membuat interpretasi bagan listrik.
4. Membuat interpretasi Grafik hubungan antara;
a. Tegangan yang terpasang dengan Arus yang
mengalir. b. Tegangan yang terpasang dengan
tahanannya.
c. Tegangan yang terpasang dengan Daya yang diserap.
5. Menentukan Tahanan dalam Lampu.
6. Memahami Karakteristik Watak lampu pijar.
B. ALAT DAN BAHAN
1. Voltrneter AC.
2. Ampermeter AC.
3. Lampu pijar.
4. Sumber tegangan (variak).
C. TEORI DASAR
Pengaruh Suhu pada Tahanan
Arus yang mengalir dalam suatu penghantar besarnya sebanding dengan tegangan (beda
potensial) antara ujung-ujung penghantar tadi atau dinyatakan dengan persamaan:
I
V
R
(Hukum ohm)
(1)
dengan I = arus; dan V = tegangan; dan R adalah bilangan tetap yang dinamakan
tahanan dari penghantar. Penghantar yang mengikuti Hukum Ohrn dinamakan
penghantar yang Linier. Pada umumya tahanan berubah dengan berubahnya temperatur
Untuk penghantar dari logam, besarnya tahanan bertambah besar jika temperatur makin
tinggi.
Dissipasi Tenaga dalam suatu Penghantar
Jika dalam suatu penghantar mengalir arus listrik , maka dalam penghantar ini ada
tenaga listrik yang hilang dan berubah menjadi panas. Dikatakan ada tenaga
listrik yang
52
terdissipasi. Besarnya tenaga yang terdissipasi tiap detiknya, atau daya yang
terdissipasi adalah P = V.I (Watt) atau Joule/detik.
Watak Lampu Pijar
Karena ada daya yang terdisipasi menjadi panas maka jelaslah bahwa tahanan suatu
lampu pijar berubah dengan berubahnya tegangan. Dalam percobaan Watak
Lampu Pijar kita teliti hubungan antara I dengan V , R dengan V, dan P dengan V.
Jadi yang di.maksud dengan Watak Lampu Pijar adalah hubungan antara :
1. Tegangan yang terpasang dengan arus listrik yang mengalir.
2. Tegangan yang terpasang dengan tahananya.
3. Tegangan yang terpasang dengan daya yang diambil.
Pemilihan Bagan dalam Pengukuran V dan I
Untuk memperoleh watak lampu pijar diperlukan pengukuran V dan I secara simultan
dengan cara pemasangan Voltmeter dan Ampermeter seperti bagan 1 dan bagan 2 dibawah
Bagan 1
Pada bagan 1 dapat di analisis ada kesalahan pembacaan ampermeter , karena yang
terukur adalah jumlah dari arus yang lewat lampu dan yang lewat voltmeter.
Gambar 1. Skema pengukuran arus menggunakan Ampermeter
53
Arus yang terbaca berlebihan :
r
x 100%
R
dengan r tahanan lampu; R tahanan Voltmeter
Jika kesalahan yang kita kehendaki maksimal sebesar a % maka haruslah :
r
x 100% < a%
R
Bagan 2
Pada bagan 1 dapat di analisis ada kesalahan pembacaan Voltmeter, karena yang
terukur adalah jumlah dari tegangan pada lampu dan ampermeter.
Gambar 2. Skema pengukuran hambatan menggunakan voltmeter
Tegangan yang terbaca berlebihan:

x 100%
r
dengan tahanan ampermeter
Jika kesalahan yang kita kehendaki maksimal a %, maka haruslah

x 100% < a%
r
Pemilihan Bagan
Jika
r
<

R r
maka dipilih bagan 1, sebaliknya
jika
r
>

R r
maka dipilih bagan 2
54
1

Untuk mengetahui besamya dan


r
dan
R

dapat dilakukan pengukuran seperti dalam
r
prosedur percobaan. Dengan menganggap tahanan dalam dari sumber dapat
diabaikan maka dapat dibuktikan bahwa :
r V I
I
I
V I
I
_

R V
I
I

V
I

I
1
,
(2)
dan
V
II

I
I
r V (V V
I
)
(3)

I I
I
Harga
r
terhadap
R

dibandingkan. Kemudian dipilih bagan yang lebih baik untuk
r
ketiga contoh tegangan di
atas.
Daya Listrik
Daya listrik adalah tenaga listrik persatuan waktu. Kalau tenaga dinyatakan dengan
Joule dan satuan waktu dalam detik maka satuan daya listrik adalah watt atau joule per
sekon. Daya pada arus bolak balik merupakan fungsi waktu, karena itu apa yang sering
disebut daya pada arus bolak balik pada hakekatnya adalah daya rata-rata selama satu
periode.
1
T
Secara matematis daya rata-rata dapat di
ekspresikan
P V .i.dt
T
0
dengan T = Periode, V = harga tegangan sesaat, dan i = harga arus sesaat
Apabila
V V
max
sin t dan I I
max
sin t maka P V .I . cos(
)
(buktikan!)
dengan V dan I harga efektif dari tegangan dan arus, sedang adalah beda fase antara V
dan I. Pada percobaan ini dianggap tidak ada perbedaan fase ( = 0). Sehingga
:
P V .I
Dengan demikian hubungan P = f(V) dapat kita buat berdasarkan pengamatan di atas.
55
D. CARA KERJA
Pemilihan Bagan
Untuk mengetahui besarnya
r
dan
R

yang digunakan untuk pemilihan bagan, dapat
r
dilakukan pengukuran-pengukuran sebagai berikut :
1. Tegangan sumber (variak) diukur pada waktu lampu dan ampermeter tidak
terpasang (voltmeter dipasang langsung pada ujung output dari variak).
Misal 25 volt.
Pembacaan voltmeter ini = V.
2. Ampermeter dipasang seri dengan lampu dan dihubungkan dengan ujung variak.
Arus yang lewat lampu diukur tanpa mengukur tegangan (voltmeter tidak
terpasang). Misalkan pembacaan ampermeter = I.
3. Setelah pengukuran V dan I didapat, buatlah rangkaian seperti bagan 1. Misa
l pembacaan voltmeter (ujung-ujung ampermeter dengan sumber) = V
I
dan
pembacaan ampermeter = I'.
4. Kemudian buatlah rangkaian seperti bagan 2. Misalkan pembacaan voltmeter (ujung-
ujung sumber) = V" dan pembacaan ampermeter = I".
5. Catatlah hasil pengukuran V, I, V', I', V ", I " untuk mendapatkan nilai,
r
dan

R r
(rumus dalam teori). Tentukan bagan yang akan digunakan dalam percobaan
watak lainpu pijar.
Watak Lampu Pijar
Dengan bagan yang telah anda pilih, maka lakukanlah langkah-langkah sebagai berikut :
1. Aturlah variak(sumber tegangan) sehingga tegangan yang ditunjukkan oleh voltmeter
10 Volt. Bacalah ampermetemya . Catatlah besamya arus (I) tersebut sebanyak 5
kali pengulangan.
2. Ulangi langkah a untuk tegangan - tegangan : 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, dan 100
volt.
E. PERHITUNGAN
1. Hitunglah data percobaan E - 1 untuk mengetahui bagan yang dipilih!
2. Tentukan besar Hambatan ( R ) dan Daya (P) pada percobaan yang anda lakukan!
56
3. Buatlah grafik hubungan antara I = f(V), R = f(V), dan P = f(V)!
F. PERTANYAAN
1. Sebutkan Perbedaan fungsi pengukuran pada bagan I dan bagan II ?
2. Apa yang dimaksud dengan penghantar yang linier ?
3. Dari Hukum Ohm, gambarkan grafik hubungan V-I, V-R, V-P ?
4. Jabarkan semua rumus yang anda pakai!
5. Dari hasil percobaan, I=f(V) ternyata tidak lancar, mengapa ?. Berikan
penafsiramnu!
6. Sebutkan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar Hukum Ohm berlaku!
57
L4: RESISTOR DAN HUKUM OHM
A. TUJUAN
1. Mampu mengenali bentuk dan jenis resistor.
2. Mampu menghitung nilai resistansi resistor melalui urutan cincin warnanya.
3. Mampu merangkai resistor secara seri maupun paralel.
4. Memahami penggunaan hukum Ohm pada rangkaian resistor.
B. ALAT DAN BAHAN
1. Power Supply (catu daya)
2. Multitester (2 buah)
3. Resistor
4. Kabel penghubung
5. Papan rangkaian
C. TEORI DASAR
Resistor adalah komponen dasar elektronika yang digunakan untuk
membatasi jumlah arus yang mengalir dalam suatu rangkaian. Resistor bersifat resistif
dan umumnya terbuat dari bahan karbon. Satuan resistansi dari suatu resistor
disebut Ohm atau dilambangkan dengan simbol (Omega). Bentuk resistor yang
umum adalah seperti tabung dengan dua kaki di kiri dan kanan. Pada badannya
terdapat lingkaran membentuk cincin kode warna untuk mengetahui besar resistansi
tanpa mengukur besarnya dengan
Ohmmeter. Ilustrasinya seperti pada gambar berikut
I II III IV
Gambar 1. Urutan cincin warna pada resistor
58
Gambar 2. Urutan cincin warna pada resistor(lanjutan)
Berdasarkan kebutuhan dalam rangkaian yang berbeda, maka bentuk dari sebuah
resistor dapat berbeda pula, hal ini terkait dengan daya yang mampu bekerja pada
resistor tersebut. Untuk daya yang rendah, berkisar antara 0,25 Watt 1 Watt umumnya
memiliki bentuk yang kecil, sedangkan untuk daya yang yang cukup besar, berkisar 2
Watt - 25
Watt, umumnya memiliki bentuk yang lebih besar. Ilustrasinya seperti pada
gambar berikut.
Gambar 3. Beberapa bentuk resistor fix (nilai tetap)
59
a b c d
Gambar 4. Beberapa bentuk resistor variable: a,b :Trimpot, c: Multiturn, d:potensio meter
Non linier resistor
Ini adalah resistor yang nilai resistansinya tidak linier, artinya
reistansinya dipengaruhi faktor lain, misal untuk LDR ( Light Dependent Resistor ),
akan dipengaruhi oleh perubahan intensitas cahaya yang mengenai permukaan LDR
tersebut.
Gambar 5. Nonlinear resistor a. NTC, b. PTC, c. LDR
Kode warna untuk resistor dikeluarkan oleh EIA (Electronic Industries
Association) seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Nilai warna pada cincin resistor
Warna
Cincin
Cincin I
Angka ke-1
Cincin II
Angka ke-2
Cincin III
Angka ke-3
Cincin IV
Pengali
Cincin V
Toleransi
hitam 0 0 0 x10
0
coklat 1 1 1 x10
1
t 1 %
merah 2 2 2 x10
2
t 2 %
jingga 3 3 3 x10
3
kuning 4 4 4 x10
4
hijau 5 5 5 x10
5
biru 6 6 6 x10
6
ungu 7 7 7 x10
7
abu-abu 8 8 8 x10
6
putih 9 9 9 x10
9
emas x10
-1
t 5 %
perak x10
-2
t 10 %
60
tanpa warna t 20 %
Besarnya ukuran resistor sangat tergantung Watt atau daya maksimum yang
mampu ditahan oleh resistor. Berikut ini adalah contoh perhitungan :
Urutan cincin warna (resistor 4 cincin warna): merah kuning biru emas
Merah Ungu Biru Emas Hasilnya
2 7 X 10
6
t 5 % 27M t 5 %
Urutan cincin warna (resistor 5 cincin warna): coklat merah hitam jingga coklat
coklat Merah Hitam Jingga Coklat Hasilnya
1 2 0 X 10
3
t 1 % 120K t 1 %
Rangkaian Resistor
Rangkaian resistor secara seri akan mengakibatkan nilai resistansi total semakin
besar. Di bawah ini adalah contoh resistor yang dirangkai secara seri.
Gambar 6. Rangkaian resistor secara seri
Pada rangkaian resistor seri berlaku rumus
R
TOTAL
R
1
+ R
2
(1)
Sementara itu, pada rangkaian resistor yang disusun secara paralel akan
mengakibatkan nilai resistansi pengganti semakin kecil. Di bawah ini contoh resistor
yang
dirangkai secara paralel.
61
Gambar 7. Rangkaian resistor secara paralel
Pada rangkaian resistor paralel berlaku rumus:
R
PENGGANTI

R
1
R
2
R
1
+ R
2
(2)
Hukum Ohm
Sekitar tahun 1825, George Simon ohm yang berasal dari Jerman,
melakukan serangkaian percobaan. Percobaan itu menunjukan bahwa tidak ada
penghantar listrik yang sempurna, Artinya setiap jenis zat mempunyai sifat
penghambat arus listrik. Ohm menunjukan bahwa untuk bahan yang sama, kawat
panjang memiliki hambatan lebih besar dari pada kawat pendek. Selain itu, dalam suatu
rangkaian, makin besar hambatan makin besar pula potensial yang diperlukan untuk
mengalirkan aliran listrik.
Hukum Ohm yang berbunyi besar a r us lis t r ik y ang mengalir melalui sebuah
p e n g h a n t a r selalu berbanding lurus dengan b e da po t e n s ia l y ang diterapkan kepadanya.
Sebuah benda penghantar dikatakan mematuhi hukum Ohm apabila nilai r e s is t a n s in y a
t idak bergantung terhadap besar dan polaritas beda potensial yang dikenakan kepadanya.
Secara matematis
hukum Ohm diekspresikan dengan
persamaan
V I R
Adapun keterangan dari persamaan tersebut adalah:
V = Beda potensial (tegangan ) kedua ujung penghantar ( Volt
) R = Tahanan atau hambatan ( Ohm )
I = Kuat arus yang mengalir dalam penghantar ( Ampere )
(3)
Namun demikian, perlu ditekankan bahwa hubungan V = IR bukanlah
merupakan sebuah pernyataan hukum Ohm. Sebuah penghantar menuruti hukum ini
hanya jika pada beda potensial dan kuat arusnya sebanding. Hukum ohm adalah sebuah
sifat spesifik dari bahan-bahan tertentu dan bukan merupakan suatu
hukum umum mengenai
keelektromagnetan.
62
D. CARA KERJA
Kuat arus tetap
1. Pasanglah rangkaian listrik seperti gambar (seri dan paralel) diatas dan
beritahukan kepada Assisten lebih dahulu untuk diperiksa sebelum
rangkaian tersebut dihubungkan dengan sumber teganagan
2. Setelah diperiksa, aturlah saklar dalm posisi terhubung (ON )
3. Aturlah potensio pada catu daya sehingga amperemeter menunjukan pada angka
tertentu ( I
1
) catatlah penujukan pada Amperemeter dan voltmeter serta
besarnya resistor yang digunakan
4. Ulagi langkah 2-3 dengan mengganti resistor
5. Dengan mengubah nilai arus, lakukan langkah 2-4
6. Ulangi hingga 7 variasi arus
Hambatan tetap
1. Pasanglah rangkaian listrik seperti gambar diatas (seri dan paralel) dan
beritahukan kepada Assisten lebih dahulu untuk diperiksa sebelum
rangkaian tersebut dihubungkan dengan sumber tegangan
2. Setelah diperiksa, aturlah saklar dalam posisi terhubung (ON )
3. Atur ujung Voltmeter pada hambatan dengan nilai tertentu (R1) dan
catatlah besarnya arus dan tegangan
4. Pada resistor yang sama, lakukanlah 7 variasi nilai tegangan dan catat besar
tegangan dan arus yang diperoleh.
5. Ulangi langkah 2-4 dengan mengganti resistor (R2)
6. Ulangilah hingga 3 variasi hambatan.
E. PERTANYAAN
1. Gambarkanlah grafik arus versus tegangan (I vs V)!
2. Gambarkanlah grafik arus versus tegangan (I vs V)!
63
L5: HUKUM KIRCHOFF
A. TUJUAN
1. Mempelajari Kirchhoff
2. Menghitung besar resistansi ekivalen dari suatu rangkaian resistor hubungan
campuran
3. Membuat analisa rangkaian listrik resistor dengan Hukum Kirchhoff.
B. ALAT DAN BAHAN
1. Modul Catu Daya
2. Modul Rangkaian R
3. Multimeter
4. Jumper
C. TEORI DASAR
Hukum I Kirchhoff Jumlah kuat arus listrik yang masuk kesuatu titik simpul sama
dengan jumlah kuat arus listrik yang keluar dari titik simpul tersebut. Hukum I
Kirchhoff secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut
I
Masuk
= I
Keluar
(1)
Hukum II Kirchhoff digunakan pada rangkaian tertutup, karena ada rangkaian yang
tidak dapat disederhanakan dengan rangkaian seri dan parallel. Hukum II Kirchhoff
berbunyi Didalam sebuah rangkaian tertutup, jumlah aljabar gaya gerak listrik
() dengan penurunan tegangan (IR) sama dengan nol. Hukum II Kirchhoff secara
matematis dapat dituliskan sebagai berikut
+ IR = 0 (2)
D. CARA KERJA
1. Tentukanlah R ekivalen dan hitunglah terlebih dahulu nilai untuk I1, I2, V1 dan
V2 lalu buatlah rangkaian seperti dibawah ini dan lakukanlah pengukuran
dengan multimeter. Bandingkanlah hasil pengukuran dan perhitungan yang anda
lakukan.
64
2. Hitunglah R ekivalen dan hitunglah terlebih dahulu nilai untuk It, I1, I2, V1 dan
V2 lalu buatlah rangkaian seperti dibawah ini dan lakukanlah pengukuran
dengan multimeter. Bandingkanlah hasil pengukuran dan perhitungan yang anda
lakukan.
3. Hitunglah kuat arus di I dan beda potensial V2. Buatlah rangkaian seperti
gambar dibawah dan lakukanlah pengukuran. Bandingkan hasil perhitungan
dengan pengukuran yang anda lakukan.
65
4. Hitunglah kuat arus di I1, I2, I3 dan beda potensial di titik A dan B (V
AB
).
Buatlah rangkaian seperti gambar dibawah dan lakukanlah pengukuran.
Bandingkan hasil perhitungan dengan pengukuran yang anda lakukan.
66
L6: TRANSFORMATOR
A. TUJUAN
1. Memahami prinsip kerja transformator.
2. Menentukan nilai kerugian panas dalam, lilitan, faktor lipat tegangan
dan faktor regulasi.
B. ALAT DAN BAHAN
1. Trafo daya,
2. Meter tegangan,
3. Meter arus,
4. Slide regulator,
5. Lampu pijar sebagai beban,
6. Multimeter.
C. TEORI DASAR
Prinsip kerja transformator atau disingkat trafo, dapat dijelaskan dengan gambar 1.
Trafo terdiri dari 2 jenis kumparan, yaitu kumparan primer dan sekunder yang
dililitkan pada susunan pelat besi lunak yang disebut teras trafo (transformer cofe).
Gambar 1. Skema dari transformator
Kumparan primer yang berjumlah lilitan N
p
adalah tempat daya listrik dimasukkan ke
trafo, sedangkan lilitan sekunder berjumlah N
s
merupakan tempat daya listrik diambil
dari trafo oleh beban. Jika kumparan primer dihubungkan ke sumber daya (sumber AC)
maka
di teras dibangkitkan fluks magnetik. Berhubung kumparan sekunder juga memiliki
teras
67
ini, maka kumparan sekunder juga meliliti fluks magnetik teras yang dibangkitkan
oleh kumparan primer. Fluks di teras selalu berubah-ubah sesuai dengan arus primer
sehingga pada kumparan sekunder akan dibangkitkan ggl induksi (sesuai hukum Faraday).
Besarnya ggl sebanding dengan banyaknya lilitan, sehingga kalau tegangan
kumparan
primer V
p
. dan tegangan kumparan sekunder V
s
, maka secara ideal berlaku
persamaan
N
s

V
s
N
P
V
P
(1)
Pada umumnya kumparan sekunder di trafo tidak hanya satu, tetapi terdiri dari
beberapa kumparan. Namun, besar tegangan tiap kumparan selalu sebanding dengan
jumlah lilitan dari masing-masing kumparan.
Trafo ideal adalah trafo yang hampir tidak mempunyai kerugian daya, ini berarti
bahwa daya yang diberikan pada kumparan primer senilai dengan daya yang
diberikan pada
kumparan sekunder, atau secara matematis
dinyatakan
V
p
I
p
V
s
I
s
(2)
Persamaan itu biasa dinyatakan dalam bentuk
V
p
I
p
cos(
p
) V
s
I
s
cos(
s
)
(3)
dengan cos
s
merupakan faktor daya primer, sedangkan cos
p
, merupakan faktor daya
sekunder. Pada persamaan (1), bila N
s
, < N
p
, sehingga V
s
< V
p
maka trafo disebut
step down, dan sebaliknya disebut step up.
Daya keluaran suatu transformator biasanya lebih kecil daripada daya masukan, Hal ini
disebabkan kehilangan daya dalam bentuk panas yang tidak bisa dihindarkan.
Kehilangan-kehilangan ini terdiri atas panas yang timbul pada lilitan primer dan
sekunder yaitu IR
2
(kerugian tembaga), pemanasan dalam inti akibat histeresis dan
arus eddy (kerugian inti).
Secara teoritis dapat dituliskan kerugian
tembaga
2 2
K
r
I
p
r
p
+ I
s
r
s
(4)
Mengacu persamaan (1), sehingga persamaan (4) dapat ditulis
68
N
N
N
I
2
2
]
p

_
1
K

I
2

r
N
+
p
1


2
(5)
t p p

r
s
s ,
I
s
R
tp

_
1
K

I
2
r
+


N
s


2
(6)
t s s


r
p

p
,
1
I
p
R
ts
dengan R
tp
, dan R
ts
adalah tara primer dan tara sekunder.
2

N
p
_
R
tp
r
p
+ r
s
(7)

N
s ,
2
_
R

r
+


N
s
(8)
ts s

r
p

p
,
Besar R
tp
dapat dihitung dengan membuat kumparan sekunder dihubungkan pendek dan
daya masuk (R
p
) serta arus (I
p
) diamati sehingga diperoleh persamaan
R


R
p
tp
2
p
V
p
(9)
lmpedansi tara primernya adalah Z
p
I
p
sehingga reaktansinya dapat dihitung dengan
2 2
X
p
Z
p

R
tp
(10)
Pada umumnya, nilai V
s
bergantung pada beban. Jika V
so
= tegangan sekunder tanpa
beban, sedangkan V
sb
= tegangan sekunder dengan beban penuh, maka didefinisikan
faktor
regulasi (R) sebagai
R
V
SO
V
Sb
V
sb
(11)
Secara teoritis faktor regulasi dapat dihitung dengan mengukur tegangan kumparan
primer dan sekunder pada saat kumparan sekunder tanpa beban, maka r dapat dihitung
dengan
rumus sebagai berikut
N
s
V
N
p
r
V
s
V
s
V
p

D. CARA KERJA
V
s
V
p
(12)
Susunlah peralatan ditunjukkan pada gambar 2.
69
Gambar 2. Skema rangkaian percobaan transformator
Sebelum menentukan nilai kerugian panas dalam lilitan, faktor lipat tegangan, dan
faktor regulasi :
1. Buatlah untai seperti gambar 2.
2. Ukurlah besar V
p
, V
s
, dan I
p
dalam keadaan tanpa beban.
3. Ukurlah besar V
p
, V
s
, dan I
p
dalam keadaan ada beban (beban diberikan oleh
asisten). Ukurlah arus dan tegangan sekundernya.
4. Tentukan nilai kerugian panas dalam lilitan, faktor lipat tegangan dan faktor
regulasi
E. PERHITUNGAN
Hitung faktor lipatan , kerugian, faktor regulasi dengan beban dan tanpa beban dari trafo!
F. PERTANYAAN
1. Turunan rumus untuk mencari perbandingan tegangan pada trafo!
2. Jelaskan cara kerja Trafo!
3. Jelaskan dengan hukum Faraday adanya hubungan antara adanya tegangan
primer dan munculnya tegangan sekunder!
70
DAFTAR PUSTAKA
Tim Dosen Fisika Dasar Jurusan Fisika FMIPA UNJ, Panduan Praktikum Fisika Dasar
II, Laboratorium Fisika Dasar, Jurusan Fisika FMIPA, UNJ, 2006
Djoko Triyono, Lingga Hermanto, Dede Djuhana, Iwan Sugihartono, Panduan
Praktikum Fisika Lanjutan, Laboratorium Fisika Lanjutan Departemen Fisika, FMIPA,
Universitas Indonesia, 2007
Halliday, Resnick, Jearl Walker, Principles of Physics 9th, John Wiley, 2011
Kehmayanto Exaudi, Modul praktikum rangkaian listrik, Laboratorium elektronika dan
teknik digital, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Sriwijaya, 2012
71

Anda mungkin juga menyukai