Anda di halaman 1dari 2

i ABSTRAK Yoga Saktiarsa. 2012.

Priyayi Dan Runtuhnya Monarkhi: Peran Sosial Bangsawan Surakarta Pada Masa Kepemimpinan Susuhunan Paku Buwono XII (19461988). Skripsi, Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang. Pembimbing: Dr. R. Reza Hudiyanto, M.Hum. Kata kunci: Monarki, Kerajaan Surakarta, Paku Buwana XII Dalam perjalanan sejarah, struktur pemerintah yang berlaku di keraton Jawa memiliki bentuk yang berbeda, terutama setelah kerajaan Mataram terpecah menjadi dua kerajaan besar yaitu Keraton Surakarta Hadiningrat dan Keraton Hanyogyakarta Hadiningrat. Perjanjian Giyanti merupakan bukti yuridis (de yure) adanya dua kerajaan Monarki di Jawa yang secara struktur pemerintahannya memiliki perbedaan. Eksistensi kedua kerajaan monarki tersebut terus berlangsung hingga awal kemerdekaan. Namun, dalam perjalanannya terjadi perlakuan yang berbeda dimana kerajaan keraton Hayogyakarta Hadiningrat ditetapkan sebagai daerah istimewa dan tetap berstatus sebagai kerajaan monarki di Negara Republik Indonesia, sedangkan kerajaan keraton Surakarta Hadiningrat hanya ditetapkan sebagai kota besar yang secara administrasi masuk dalam wilayah provinsi Jawa Tengah. Padahal Keraton Surakarta juga memiliki hak untuk menjadi daerah istimewa. Sejak saat itu status keraton Surakarta Hadiningrat secara de yure runtuh sebagai kerajaan Monarki. Oleh karena itu penelitian ini secara khusus menelaah runtuhnya kerajaan monarki keraton Surakarta Hadiningrat. Rumusan masalah penelitian ini adalah: 1) Bagaimana pola struktur pemerintahan Kerajaan Kasunanan Surakarta pada masa kepemimpinan Susuhunan Paku Buwana XII (1946-1988)?. 2) Bagaimana peranan kepemimpinan Susuhunan Paku Buwana XII (1946-1988) dalam mempertahankan sistem pemerintahan?. 3) Bagaimana peran sosial bangsawan pada masa kepemimpinan Susuhunan Paku Buwana XII (1946-1988)?. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah. Adapun tahapan yang dilakukan yang pertama pemilihan topik, pengumpulan sumber, kritik sumber, sintesis, dan eksplanasi. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil sebagai berikut: 1) peranan Paku Buwana XII dalam mengawal eksistensi kerajaan Surakarta Hadiningrat mengalami penurunan dibandingkan para pendahulunya. Kondisi tersebut disebabkan Paku Buwana XII yang masih relatif muda dalam memimpin sebuah kerajaan sehingga tidak mampu mengambil kebijakan tepat dan tidak mampu mengambil hati rakyat, sehingga terjadi gerakan anti-swapraja, yaitu gerakan menuntut dihapuskannya Daerah Istimewa/Swapraja Surakarta, memaksa Paku Buwana XII untuk meletakkan tahtanya, serta menuntut perubahan-perubahan dalam peraturan Daerah Swapraja yang tidak sesuai lagi dengan zamannya. 2) perjuangan Paku Buwana XII untuk mempertahankan kerajaan Surakarta Hadiningrat dilakukan dengan menuntut kedaulatan untuk mengatur daerahnya sendiri dan mengembalikan daerah Surakarta menjadi daerah Istimewa, yang berpijak dari Maklumat yang dikeluarkan S.P Susuhunan tertanggal 1 September 1945. 3) Upaya menjadikan kerajaan Surakarta Hadiningrat sebagai kerajaan yang memiliki kedaulatan juga dilakukan oleh kelompok sosial bangsawan keraton kasunanan Surakarta, yaitu dengan melakukan diplomasi dengan pihak RI.

ii Namun, dari awal kemerdekaan sampai akhir masa orde lama tidak ada keputusan baik secara de facto maupun de yure mengenai status keistimewaan keraton Surakarta Hadiningrat. Sampai pada masa pemerintah Presiden Suharto (Orde Baru) pada tanggal 16 Juli 1988 dikeluarkan Surat Keputusan Presiden No 23 tahun 1988 tentang Status dan pengelolaan Keraton Kasunanan Surakarta. Setelah keluarnya Keputusan tersebut, sebenarnya memberikan peluang kepada karaton untuk kembali menguasai dan memiliki aset-aset yang telah hilang, sebab Keppres itu memberikan wewenang untuk memiliki kekuasaan kepada Keraton untuk mengatur daerahnya.

Anda mungkin juga menyukai