Susunan Redaksi :
Pembina :
Drs. Erman Syamsuddin, M.Pd
Penanggung Jawab :
Ir. Djajeng Baskoro M.Pd
Dewan Redaksi :
Drs. H. Hasan Mamu
Drs. Hazairin Ali, M.Si
Hj. A. Nurhidayah, A.S, S.Sos
Muhammad Hasbi, S.Sos, M.Pd
Editor Ahli :
Prof. Dr. Tawany Rahamma, M.A
Prof. Dr. A. Mansyur Hamid, M.Pd
Prof. Dr. Arismunandar, M.Pd
Drs. Agus Mursidi, M.Pd
Editor Pelaksana:
Drs. M. Ali Latief Amri, M.Pd
Drs. Syamsul Bahri Gaffar, MSi
Suardi, S.Pd, M.Pd
Kartini, S.Pd, M.Pd
Pemimpin Redaksi :
Dwi Sarmulyanto, S.T
Anggota Redaksi :
Drs. Arman Agung
Irhandi Amirin, S.Kom
Amirullah, S.Kom
Penyusun Desain:
Amirullah, S.Kom
Alamat Redaksi :
Gedung Utama Lantai 1
Balai Pengembangan Pendidikan Non Formal dan Informal
(BPPNFI) Regional V Makassar
Jl. Adhyaksa, No. 2 Makassar 90231, Sulawesi Selatan
Telp. (0411) 421460
Email : Info@bpplsp-reg5.go.id
DAFTAR ISI
Andrgogi Suatu Orientasi Baru Dalam Pembelajaran, Oleh Syamsul Bahri Gaffar (Dosen Jurusan
Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Makassar dan Tim Akademisi BPPNFI Regional V
Makassar) ............................................................................................................................................... 1
Kajian Tentang Perlunya Mengembangkan Kelompok Belajar Pendidikan Luar Sekolah ( Studi
Kasus Pada Kelompok Belajar Paket B di Kabupaten Gowa Propinsi Sulawesi Selatan oleh Kartini
Marzuki (Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Makassar) ..........................
................ 6
Faktor-faktor Penghambat Pelaksanaan Tugas Pamong Belajar di Kota Makassar oleh Istiyani Idrus
(Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Makassar) .........................................
. 10
Konsep dan Metode Pembelajaran Bagi Orang Dewasa oleh Agus Marsidi (Dosen Jurusan
Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Makassar dan Tim Akademisi BPPNFI
Regional V Makassar) .............................................................................................................................
............... 13
Hubungan Latar Belakang Pendidikan, Usia dan Masa Jabatan dengan Keberhasilan Melaksanakan
Tugas Penilik oleh Ali Latief Amri (Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri
Makassar dan Tim Akademisi BPPNFI Regional V Makassar) ........ ............................................
. 23
Analisis Sumberdaya Lokal Pendidikan Non Formal oleh Suardi (Dosen Jurusan Pendidikan
Luar Sekolah Universitas Negeri Makassar dan Tim Akademisi BPPNFI Regional V Makassar)
.... 28
Pendidikan Profesi PTK-PNF Sebagai Salahsatu Strategi Penyiapan Tenaga Pendidik/ Kependidikan
Yang Profeional oleh Mustafa (Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri
Makassar dan Tim Akademisi BPPNFI Regional V Makassar) ..........................................................
......... 32
Sertifikasi dan Kompetensi Profesi Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Non Formal Oleh
H. Syamsuddin (Dosen Universitas Negeri Makassar ) ........................................................... 36
Pendekatan Analisis SWOT Dalam Perencanaan Pendidikan Non Formal Oleh Sitti Hasnah
(Pemerhati Pendidikan Non Formal/ Alumni Jurusan PLS Fakultas Ilmu Pendidikan Uneversitas
Negeri Makassar) ...........................................................................................................................................
.... 46
Pendidikan Kesetaraan Unggulan (Sebuah Paradigma Baru Pendidikan Non Formal) oleh Ibrahim
(Tenaga Fungsional Pamong Belajar Pada Balai Pengembangan Pendidikan Non Formal dan Informal
BPPNFI Regional V Makassar).............................................................................................................. 50
Khusus terhadap bidang penelitian dan pengkajian Pendidikan Non Formal dan Informal, kebaradaan
Jurnal “Andragogi” ini merupakan suatu bentuk usaha positif dalam rangka usaha publikasi terhadap
berbagai hasil penelitian dan pengkajian di jalur Pendidikan Non Formal di lingkup wilayah BP-
PNFI Regional V. Hal ini adalah suatu hal yang penting, karena disamping fungsinya sebagai media
informasi bagi para pemangku kebijakan juga bahan referensi dan parameter sejauh mana usaha
yang telah dilakukan dalam hal penelitian dan pengkajian di bidang Pendidikan Non Formal dan
Informal, juga akan menjadi media informasi edukatif bagi semua stakeholder.
Naskah yang dimuat dalam Jurnal ini adalah merupakan tulisan dari para PTK-PNF termasuk Tim
Akademisi dan pemerhati pendidikan non formal dan informal di wilayah regional V, menyangkut
berbagai kajian, baik yang telah dan sedang dilaksanakan maupun kajian yang masih bersifat wacana
ilmiah yang berupa solusi alternatif yang perlu ditindaklanjuti demi memecahkan masalah-masalah
disekitar penyelenggaraan pendidikan non formal dan informal di Indonesia pada umumnya dan di
wilayah regional V pada khususnya.
Ucapan terimakasih dan penghargaan saya kepada seluruh jajaran Redaksi Jurnal Pendidikan Non
Formal “Andragogi” yang dengan izin Allah SWT dan atas kerja kerasnya, sehingga Jurnal edisi
perdana ini dapat terealisasikan. Akhirnya, semoga Jurnal ini dapat memberi manfaat yang sebesar-
besarnya kepada dunia pendidikan, Amin
Wassalam
Kepala BP-PNFI Regional V
Abstract:
Istilah Pedagogi nampaknya tidak cocok dipakai untuk menjelaskan tentang ilmu dan seni dalam membantu orang
dewasa belajar. Hal ini memunculkan suatu masalah yang tidak disadari bahwa dalam istilah pedagogi terdapat
kata “Paid” yang berarti anak. Demikian juga dalam istilah pedagogi tentang konsep tujuan pendidikan, yaitu
penyampaian pengetahuan pada anak-anak. Atas dasar itulah sehingga pendidikan kemudian diartikan sebagai
proses penyampaian pengetahuan. Mendefinisikan pendidikan sebagai proses penyampaian ternyata kurang sesuai
dengan perkembangan dan kehidupan manusia. Oleh karena itu dewasa ini telah muncul suatu teori baru cara
membelajarkan orang dewasa yang dikenal dengan istilah Andragogi, yaitu suatu ilmu dan seni dalam membantu
orang dewasa belajar, yang secara prinsip asumsi yang digunakan berbeda dengan Pedagogi, terutama mengenai
konsep diri, pengalaman, kesiapan belajar, dan orientasi terhadap belajar.
kondisi seperti ini pengetahuan yang psikologis yang dalam untuk mandiri, meskipun
diperoleh seseorang ketika ia berumur 20 tahun dalam situasi-situasi tertentu bergantung pada
akan menjadi usang ketika ia berumur 40 tahun. pihak lain.
Jika demikian halnya, maka pendidikan sebagai • Pengalaman.
suatu proses transmisi pengetahuan sudah tidak Peranan pengalamn yang dibawa peserta
sesuai dengan kebutuhan modern. Oleh karena didik ke situasi belajar kurang bernilai. Hal itu
itu pendidikan sekarang tidak lagi dirumuskan mungkin hanya sebagai titik tolak. Pengalaman
sebagai upaya untuk mentransmisikan yang akan menjadi sumber belajar yang utama
pengetahuan, tetapi dirumuskan sebagai suatu bagi peserta didik adalah pengalaman para
proses penemuan sepanjang hayat terhadap apa guru, penulis buku, pencipta Audio-Visual Aids
yang dibutuhkan untuk diketahui. dan ahli-ahli lainnya. Karena itu teknik utama
Dewasa ini di kalangan para ahli pendidikan yang digunakan adalah teknik penerusan atau
orang dewasa telah berkembang baik di Eropa pemindahan (ceramah, tugas dan sebagainya).
maupun di Amerika, suatu teori mengenai cara Dalam andragogi, selama manusia tumbuh
mengajar orang dewasa. Untuk membedakan dan berkembang mereka menyimpan banyak
dengan pedagogi, maka teori baru tersebut di pengalaman dan karena itu akan menjadi sumber
kenal dengan nama Andragogi yang berasal dari yang tak habis-habisnya untuk belajar, baik bagi
bahasa Yunani yaitu “andr” yang berarti orang mereka secara pribadi maupun bagi orang lain.
dewasa dan “agogos” yang berarti memimpin Lagi pula orang memberikan arti yang lebih
atau membimbing. Dengan demikian andragogi besar kepada pengetahuan yang diperoleh dari
dirumuskan sebagai suatu ilmu dan seni dalam pengalaman daripada yang diperoleh secara pasif.
membantu orang dewasa belajar. Karena itu teknik utama yang digunakan adalah
teknik pengalaman (eksperimen, laboratorium,
diskusi, pemecahan persoalan, pengalaman
lapangan dan sebagainya).
ASUMSI ANDRAGOGI DAN • Kesiapan Belajar.
PEDAGOGI Orang siap mempelajari apapun yang
Ada perbedaan mendasar mengenai dikehendaki masyarakat terutama sekolah untuk
asumsi yang digunakan oleh Andragogi dan mereka pelajari, asalkan tekanan ini cukup berat
Pedagogi terutama dari aspek konsep diri, bagi mereka. Sebagian orang yang sebaya siap
pengalaman, kesiapan belajar dan orientasi untuk mempelajari bahan yang sama. Karena
terhadap belajar. Asumsi itu dapat dikemukakan itu pelajaran hendaknya diatur ke dalam suatu
sebagai berikut: kurikulum yang benar-benar baku, dengan
• Konsep Diri. suatu penjenjangan yang seragam bagi semua
Menurut Knowles, dalam pendekatan peserta didik. Dalam andragogi, orang menjadi
pedagogi peranan peserta didik bergantung siap untuk mempelajari sesuatu bila mereka
pada guru. Dalam hal ini guru diharapkan oleh merasakan kebutuhan untuk mempelajari hal itu.
masyarakat memegang tanggungjawab penuh dengan tujuan agar dapat menyelesaikan tugas
untuk menentukan apa yang akan dipelajari atau persoalan hidup mereka dengan yang lebih
oleh pada peserta didik, kapan waktunya memuaskan. Pendidik memegang tanggungjawab
belajar, bagaimana cara mempelajarinya, dan menciptakan kondisi dan menyediakan alat-alat
apakah suatu bahan telah selesai dipelajari serta prosedur untuk membantu para peserta
atau belum. Sedangakan dalam pendekatan didik menemukan kebutuhan atau keingintahuan
andragogi, proses pematangan manusia mereka. Dengan demikian program belajar
merupakan kewajaran bagi seorang individu hendaknya disusun menurut kategori penerapan
untuk bergerak dari ketergantungan ke arah hidup dan diurutkan sesuai dengan kesiapan
kemandirian. Perpindahan ini secara bertahap belajar peserta didik.
dan dengan kecepatan yang berbeda-beda • Orientasi Terhadap Belajar.
sesuai dengan orang dan dimensi kehidupannya. Para peserta didik melihat pendidikan sebagai
Para guru orang dewasa bertanggungjawab suatu proses untuk memperoleh bahan
untuk menggalakkan dan memelihara gerakan
ini. Orang dewasa mempunyai kebutuhan
Bruner (1985) mengemukakan asumsinya bahwa proses belajar mengajar pengetahuan (cognitive
learning) seharusnya didasarkan sepenuhnya atas tiga hal. Pertama, adanya dorongan yang tumbuh
dari dalam peserta didik. Kedua, adanya kebebasan peserta didik untuk memilih dan berbuat dalam
kegiatan belajar. Ketiga, peserta didik tidak merasa terikat oleh pengaruh ganajaran dan hukuman
yang datang dari luar dirinya yaitu dari anak didik.
Oleh : Kartini Marzuki
Abstract:
Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari solusi dalam upaya mengembangkan kelompok belajar Paket
B sebagai satuan Pendidikan Luar Sekolah. Secara khusus penelitian ini bertujuan: (1) Menganalisis keadaan
kelompok belajar paket B di Kabupaten Gowa, (2) Mengungkap dan menganalisis upaya yang dilakukan untuk
mengembangkan kelompok belajar Pendidikan Luar Sekolah, (3) Mengungkap dan menganalisis peran yang dapat
dilakukan oleh tenaga PLS dalam mengembangkan kelompok belajar Paket B. Metode yang digunakan adalah
metode kualitatif. Data dikumpulkan melalui angket, wawancara dan studi kepustakaan. Informan berjumlah 16
orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan Kelompok Belajar Paket B di Kabupaten Gowa mengalami
peningkatan dari segi kualitas. Upaya pengelolaan dalam mengembangkan kelompok belajar Paket B dilakukan
dengan cara pemberian motivasi kepada warga belajar, sumber belajar dan masyarakat sekitar. Demikian pula
dengan meningkatkan mutu pengelola, sumber belajar dan pengadaan sarana dan prasarana. Adapun peran yang
dapat dilakukan oleh tenaga PLS adalah sebagai motivator, fasilitator, dinamisator dan sebagai komunikator.
1. PENDAHULUAN
belajar dari Direktorat Pendidikan Masyarakat pendidikan sekolah, maka keadaannya jauh
saja. Kelompok tani yang dibina oleh Departemen tertinggal.
Pertanian sepintas seperti sekumpulan petani Kajian tentang upaya mengembangkan
saja, akan tetapi bila ditelaah secara seksama kelompok belajar PLS sangat diperlukan.
ternyata juga merupakan kelompok belajar. Hasil kajian ini diharapkan dapat bermanfaat
Kelompok belajar bukan sekedar sebagai masukan bagi pemantapan kompetensi
merupakan kelompok sasaran informasi atau para lulusan Jurusan PLS khususnya serta
pesan, juga bisa berfungsi sebagai wahana pembinaannya selaku lembaga kependidikan
pembelajaran yang bisa diandalkan dalam pada umumnya.
pendidikan luar sekolah. Dalam kelompok Berdasarkan latar belakang masalah
belajar dapat terjadi tukar menukar pengetahuan, yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan
pengalaman, bahkan keterampilan antara sesama masalah penelitian sebagai berikut: (1)
warga belajar. Suasana kelompok belajar yang Bagaimana keadaan kelompok belajar Paket B
tidak kaku bisa mendorong keberaanian untuk di Kabupaten Gowa?, (2) Bagaimana upaya yang
berperan serta berpartisipasi dalam proses diakukan untuk mengembangkan Kelompok
belajar. Belajar Paket B di Kabupaten Gowa? dan (3)
Br uner (1985) meng emukakan Peran apa yang dapat dilakukan oleh tenaga PLS
asumsinya bahwa proses belajar mengajar dalam mengembangkan kelompok belajar Paket
pengetahuan (cognitive learning) seharusnya B di Kabupaten Gowa ?
didasarkan sepenuhnya atas tiga hal. Pertama,
2. METODE
adanya dorongan yang tumbuh dari dalam
peserta didik. Kedua, adanya kebebasan peserta Metode yang digunakan dalam penelitian
didik untuk memilih dan berbuat dalam kegiatan ini adalah metode deskriptif dengan teknik
belajar. Ketiga, peserta didik tidak merasa terikat pengumpulan data meliputi: (1) Angket, yang
oleh pengaruh ganajaran dan hukuman yang disebarkan pada pengelola kelompok belajar,
datang dari luar dirinya yaitu dari anak didik. (2) Observasi, teknik ini dimaksudkan untuk
Dengan kata lain, peserta didik akan merasa mengadakan pengamatan langsung mengenai
bahwa belajar itu adalah merupakan bagian dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh
kehidupannya, dilakukan atas dorongan dari setiap kelompok belajar. Pengamatan terutama
dalam dirinya bila kegiatan belajar ini sesuai ditentukan kepada interaksi belajar mengajar
dengan kebutuhan dan kepentingan dirinya antara tutor dan warga belajar termasuk
dan penghargaan akan datang dari peserta penggunaan alat dan fasilitas belajar lainnya,
didik sendiri, antara lain adanya kepuasan (3) Wawancara, teknik ini dimaksudkan untuk
atas kemampuan diri untuk melakukan dan memperoleh data penunjang dari responden,
menghasilkan sesuatu yang dipelajari (the autonomy baik dari sumber belajar maupun warga belajar,
of self reward). (4) Studi kepustakaan, yaitu usaha untuk
Kelompok belajar bisa berkembang mengumpulkan informasi yang berhubungan
menjadi kelompok kerja (working group) manakala dengan teori-teori atau konsep-konsep erat
para warganya merasa perlu merealisasikan hasil hubungannya dengan masalah yang diteliti.
belajar mereka dalam bentuk kegiatan usaha
bersama. Pengalaman belajar bersama dapat 3. HASIL PENELITIAN
membina rasa kegotongroyongan yang bisa
menjadi modal yang penting bagi pembangunan Ditinjau dari asprk program belajar, kelompok
masyarakat. belajar paket B merupakan paket yang diatur
Kelompok belajar pendidikan luar oleh pemerintah yang terdiri dari dua bagian
sekolah lebih didasarkan pada kemauan dan yaitu pendidikan dasar umum dan pendidikan
kemampuan masyarakat pada umumnya dan keterampilan. Untuk pendidikan keterampilan,
warga belajar pada khususnya serta bersifat p e n g e m b a n g a n p r o g r a m d i u p ay a k a n
fleksibel. Karena hal tersebut maka pada kerelevansian kebutuhan warga belajar dan
umumnya kelompok belajar PLS terkesan “asal kebutuhan masyarakat. Hal ini berimplikasi bagi
ada” dan tidak terawat jika dibandingkan dengan para pengelola dan penanggung jawab secara
bahkan pula sebagai penghubung antara pihak yang setelah menyelesaikan pendidikannya.
berwenang dengan para pelaksanan di lapangan. Upaya pengelola dalam
Komunikasi yang teratur, terbuka dan terarah mengembangkan kelompok belajar paket
dimungkinkan melahirkan suatu keterbukaan B harus dilakukan dengan berbagai cara,
dari berbagai pihak atau bahkan pula dapat diantaranya melalui pemberian motivasi kepada
menghilangkan persepsi negatif dari masyarakat warga belajar, sumber belajar (tutor) ataupun
tentang keberadaan kelompok belajar. masyarakat sekitar. Selain itu dilakukan pula
dengan cara penataan, perlindungan terhadap
4. KESIMPULAN informasi-informasi yang tidak menguntungkan
serta menjaga kerelevansian dengan kebutuhan
Pelaksanaan kelompok belajar paket B di warga belajar dan masyarakat. Hal lain adalah
kabupaten Gowa sudah mengalami perkembangan meningkatkan mutu para pengelola, sumber
terutama dari segi kualitas. Perkembangan tersebut belajar serta pengadaan sarana dan prasarana
diharapkan menjadi tolok ukur dan proyeksi yang yang dimungkinkan sangat berpengaruh
positif untuk mengembangkan kelompok belajar terhadap jalannya kegiatan.
paket B pada masa-masa selanjutnya. Adapun peran yang bisa dilakukan
Dalam pelaksanaan program paket B oleh seorang tenaga PLS yaitu sebagai
merupakan salah satu program yang dipaketkan motivator, fasilitator, dinamisator dan sebagai
oleh pemerintah, sehingga untuk pendidikan komunikator. Peran-peran tersebut erat
dasar umum semua daerah disamakan. Untuk kaitannya dengan profesi dan kompetensi yang
program keterampilan diharapkan dikembangkan harus dimiliki oleh seorang tenaga PLS.
oleh warga belajar disesuaikan dengan muatan
local yang dimingkinkan menjadi keterampilan
yang dapat diamnfaatkan oleh warga belajar
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Suryadi. 1988. Proses Belajar Mengajar dalam Kelompok. Mandar Maju. Bandung.
Alisi, Albert. 1980. Perspectives on Social Work Practice. The Free Press. A Devision of MacMillan
Publishing Co. Inc, New York
Anwas Iskandar. 1991. Petunjuk Teknis Program Kejar Paket B. Asona, Jakarta
Fiere, Paulo. 1985. Pendidikan Kaum Tertindas. Terjemahan. LP3ES, Jakarta
Knowles, Malcolm S. 1995. Informal Adult Eduation, Assosiation Press, New York
Kuntoro, Sodiq. S. 1985.Dimensi Manusia dalam Pemikiran Pendidikan. Nurcahaya, Yogyakarta
Nasution S. 1986. Didaktik dan Asas-asas Mengajar. Jemmars, Bandung
Orlich, Donald C. 1985. Teaching Strategies. Lexington. Massachussets
Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991, tentang Pendidikan Luar Sekolah. Sinar Grafika,
Jakarta
Sudjana D. 1983. Strategi Pembelajaran dalam Pendidikan Luar Sekolah. Nusantara Press. Bandung
————. 1983 Metodologi dan Teknik Kegiataan Belajar Partisipatif. Theme 76 Bandung
FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT
PELAKSANAAN TUGAS PAMONG BELAJAR
DI KOTA MAKASSAR
Tugas Pamong Belajar SKB telah dikemukakan dalam SK Menpan nomor 127 tahun 1989,
yang bersangkut paut dengan ketentuan angka kredit bagi mereka. Salah satu tugasnya adalah
menyelenggarakan pembelajaran masyarakat. Nampaknya dengan tugas ini, Pamong Belajar SKB
harus bekerja lebih ulet secara profesional dengan memanfaatkan waktu kerja seefisien mungkin.
Pamong Belajar SKB sebagai tenaga pendidik, diaharapkan mampu melaksanakan tugasnya dengan
baik dan berhasil, namun dengan keterbatasan kemampuan profesional dan banyaknya hambatan
yang ditemukan dalam melaksanakan tugasnya mereka kurang berhasil melaksanakan tugas
Dra. Istiyani Idrus, M.Si
Abstrak
Populasi penelitian ini adalah Pamong Belajar yang bekerja pada Sanggar Kegiatan Belajar di Makassar, jumlahnya
20 orang. Instrumen penelitian yang digunakan adalah angket. Dari hasil analisis data diketahui bahwa ada
delapan hambatan yang dialami Pamong Belajar dalam melaksanakan tugasnya, yaitu kekurangan dana operasional,
terbatasnya sarana belajar, kurangnya kesadaran warga belajar, kurangnya kemampuan tenaga pendidik PNF,
kurangnya respon pejabat setempat, kurangnya respon masyarakat setempat, kurangnya kemampuan Pamong
belajar, dan terbatasnya waktu kerja.
PENDAHULUAN
Pendidikan nonformal mempunyai kedudukan pendidik PNF.
yang sama dengan pendidikan formal dalam Tugas Pamong Belajar SKB telah dikemukakan
mencapai tujuan pendidikan nasional. Hal ini dalam SK Menpan nomor 127 tahun 1989,
telah menjadi kesepakatan nasional, seperti yang yang bersangkut paut dengan ketentuan angka
disebutkan dalam Undang-undang nomor 20 kredit bagi mereka. Salah satu tugasnya adalah
tahun 2005 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyelenggarakan pembelajaran masyarakat.
bahwa pendidikan dilaksanakan melalui jalur Nampaknya dengan tugas ini, Pamong Belajar
pendidikan formal, nonformal dan informal. SKB harus bekerja lebih ulet secara profesional
Kesepakatan tersebut ditindak lanjuti dengan dengan memanfaatkan waktu kerja seefisien
penyelenggaraan berbagai program PNF, seperti mungkin.
Kejar Paket A,B,C, Magang, dan berbagai latihan Pamong Belajar SKB sebagai tenaga pendidik,
keterampilan dan kejuruan masyarakat dalam diaharapkan mampu melaksanakan tugasnya
berbagai jenis keahlian, serta kegiatan PNF dengan baik dan berhasil, namun dengan
lainnya, baik yang dilaksanakan pemerintah keterbatasan kemampuan profesional dan
maupun swasta. banyaknya hambatan yang ditemukan dalam
Salah satu instansi pemerintah di bawah naungan melaksanakan tugasnya mereka kurang berhasil
Depdiknas, secara teknis diberi wewenang dan melaksanakan tugas (Kemma, dkk,.1995)
tanggung jawab menyelenggarakan program PNF Kota Makassar merupakan salah satu Dati
adalah Sanggar Kegiatan Belajar (SKB). SKB II, mempunyai karakteristik tersendiri dalam
terdapat disetiap kabupaten/ kota mempunyai kehidupan masyarakatnya. Sebagai daerah
pegawai yang bertugas menangani layanan perkotaan dan pusat ibukota propinsi Sulawesi
PNF yang disebut Pamong Belajar. Kedudukan Selatan memiliki banyak perbedaan dibanding
Pamong Belajar dalam Sisdiknas disebut tenaga
daerah lainnya. Masyarakat kota ini memiliki dalam bertugas. Jika sarana belajar kurang atau
keragaman status ekonomi, sosial, suku dan tidak ada maka ada diantara program PNF
ekonomi, sehingga diperlukan cara tersendiri yang macet bahkan gagal. Untuk itu diperlukan
bagi Pamong Belajar SKB dalam membelajarkan sarana belajar yang memadai dan berkualitas dari
masyarakatnya. berbagai pihak atau dari yang berwenang.
Berdasarkan kenyataan di atas, peneliti terdorong Hambatan yang ketiga adalah kurangnya
untuk mencaritahu hambatan-hambatan apakah kesadaran warga belajar. Hal ini menunjukkan
yang dialami Pamong Belajar dalam melaksanakan bahwa warga belajar masih kurang menyadari
tugasnya. Hasil penelitian ini diharapkan betapa pentingnya belajar bagi kehidupannya.
menjadi bahan informasi dalam pembinaan Kesadaran warga belajar perlu ditumbuhkan
Pamong Belajar SKB, terutama dalam mengatasi sebelum melibatkan mereka dalam program
hambatan tugasnya. pembelajaran PNF, karena dengan kesadaran
menjadi pendorong untuk berpartisipasi dalam
METODE PENELITIAN program pembelajaran yang diprogramkan oleh
Pamong Belajar SKB.
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Hambatan yang keempat adalah kurangnya
Variabel yang diselidiki adalah faktor-faktor kemampuan tenaga pendidikan PNF. Hal ini
penghambat pelaksanaan tugas oleh Pamong menunjukkan bahwa tutor/fasilitator belum
Belajar SKB di Kota Makassar. semuanya profesional. Oleh sebab itu, Pamong
Populasi penelitian adalah Pamong Belajar SKB Belajar SKB perlu menyeleksi seteliti mungkin
yang bertugas di Kota Makassar, jumlahnya 20 sebelum memanfaatkannya. Di samping itu,
orang. Untuk mendapatkan data yang diperlukan para tenaga pendidik PNF perlu terus dibimbing
digunakan angket, yang dijawab Pamong Belajar agar lebih profesional, percaya diri dan sukarela
SKB. Data yang diperoleh dianalisis secara membantu sesamanya.
deskriptif (persentase) sebagai dasar dalam Hambatan yang kelima adalah kurangnya
membuat kesimpulan. respon pejabat setempat. Jika Pamong Belajar
SKB ingin mendapatkan respon positif
H A S I L P E N E L I T I A N D A N dari pejabat setempat, maka senantiasalah
berkonsultasi dengannya, dan selalu melakukan
PEMBAHASAN
pendekatan dengan maksud mensosialisasikan
Dari hasil analisis data diperoleh ada delapan program PNF.
jenis hambatan yang dialami Pamong Belajar Hambatan yang keenam adalah kurangnya
SKB dalam bertugas, yaitu: kekurangan dana respon masyarakat setempat. Partisipasi
operasional (20 %), terbatasnya sarana belajar masyarakat dalam setiap program pembelajaran
(18 %), kurangnya kesadaran belajar warga belajar PNF dapat terjadi, jika masyarakat memahami
(16 %), kurangnya kemampuan tenaga pendidik/ dan memperoleh nilai tambah dari kegiatan
tutor PNF (15 %), kurangnya respon pejabat pembelajaran tersebut. Oleh sebab itu, Pamong
setempat (14 %), kurangnya respon masyarakat Belajar SKB pada priode awal programnya
setempat (13 %), kurangnya kemampuan harus mampu memperlihatkan kemanfaatannya,
profesional Pamong Belajar (12 %) dan kurang sehingga untuk program selanjutnya dapat
waktu kerja (10 %). diperoleh dukungan dari mereka. Sifat solidaritas
Hambatan pertama adalah kekurangan dana dikalangan masyarakat harus tetap dijaga dan
operasional. Hal ini berarti bahwa Pamong dikembangkan, dengan cara melibatkan mereka
Belajar SKB dalam melaksanakan tugasnya dalam setiap perencanaan dan pelaksanaan
memerlukan biaya yang tidak sedikit. Kekurangan program pembelajaran.
dana hendaknya jangan dijadikan alasan oleh Hambatan yang ketujuh adalah kurangnya
Pamong Belajar SKB untuk malas melaksanakan k e m a m p u a n P a m o n g B e l a j a r S K B.
tugasnya, tetapi disini dituntut kereativitas Kekurangmampuan Pamong Belajar SKB
mencari pemecahannya. merupakan suatu hal yang tidak sepantasnya
Hambatan yang kedua adalah terbatasnya ter jadi, karena kalau itu ter jadi dapat
sarana belajar. Sarana belajar yang lengkap dan dipastikan
memadai ikut pula menentukan keberhasilan
kewajiban mereka terabaikan, yang akan berdampak pada kinerja dan kenaikan pangkat mereka.
Untuk dapat mengembangkan kemampuan profesional mereka, perlu diberi peluang untuk mengikuti
pendidikan dalam jabatan (diklat teknis, seminar, lokakarya) dan pendidikan lanjut.
Hambatan kedelapan adalah kurangnya waktu kerja. Untuk mengatasi hal tersebut, Pamong Belajar
SKB perlu membuat rencana kerja yang menggambarkan prioritas program yang harus dilakukan.
Hal ini sangat penting agar Pamong Belajar SKB tidak banyak terlibat dalam kegiatan lintas sektoral
yang menyebabkan tugas pokok terabaikan. Dengan pembagian waktu yang baik, akan memperoleh
manfaat yang berarti dalam membelajarkan masyarakat.
Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa terdapat delapan hambatan pokok yang
ditemui Pamong Belajar SKB dalam melaksanakan tugasnya di kota Makassar, yaitu: kurangnya
dana operasional, terbatasnya sarana belajar, kurangnya sarana belajar, kurangnya kesadaran belajar
warga belajar, kurangnya kemampuan tenaga pendidik PNF, kurangnya respon pejabat pemerintah
setempat, kurangnya respon masyarakat setempat, kurangnya kemampuan profesional Pamong
Belajar, dan kurangnya waktu kerja.
Sebagai implikasi dari kesimpulan disarankan agar kiranya pihak yang berwenang (Depdiknas dan
pemerintah setempat) memberikan perhatian, pembinaan dan kerjasama, terutama dalam mengatasi
hambatan dalam bertugas. Bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan/ PT dan lembaga Diklat
lainnya perlu melakukan langkah-langkah pengembangan kurikulum sesuai kebutuhan lapangan/
pekerjaan.
DAFTAR PUSTAKA
Depdikbud R.I., 1988, Petunjuk Teknis Program Paket A dan Kejar Usaha, Jakarta
Ishak Abdulhak, 1986, Strategi Pendidikan Luar Sekolah, Jakarta: Karunika
Kaufman Roger, 1987, Pemantauan dan Penilaian Dampak Pelatihan Pamong Belajar SKB dan Penilik
Diklusepora (laporan Penelitian), Jurusan PLS IKIP Ujungpandang
Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1992 tentang Peranserta Masyarakat dalam Pendidikan Nasional,
Sekjen Depdikbud, Jakarta
S.K. Menpan RI nomor 127 tahun 1989 tentang Angka Kredit Bagi Pamong Belajar SKB, diperbanyak
BPKB Ujungpandang
Sudjana,H.D., 1991, Pendidikan Luar Sekolah Wawasan Sejarah Perkembangan Sejarah dan Teori
Pendukung Asas, Bandung: Nusantara Press
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Penjelasannya, Semarang:
Aneka Ilmu.
Abstrak. Membangun manusia pembangunan dapat terjadi kalau diberikan perhatian yang sungguh-sungguh
terhadap pendidikan orang dewasa, sebab proses pembe1ajaran ini harus dikembangkan dengan cepat sesuai dengan
lajunya pembangunan bangsa. Ulasan di seputar pendidikan di sekolah sudah sangat sering didiskusikan dengan
herbagai kebijakan yang ditetapkan oleh pemerinah, akan tetapi di lapangan, tidak sedikit orang dewasa yang harus
mendapat pendidikan baik melalui pendidikan melalui jalur sekolah maupun pendidikan luar sekolah, misalnya
pendidikan dalam bentuk keterampilan, kursus-kursus, penataran dan sebagainya. Untuk membelajarkan orang
dewasa melalui pendidikan orang dewasa dapat dilakukan dengan berhagai metoda dan strategi yang diperlukannya.
Dalam hal ini, orang dewasa sebagai siswa dalam kegiatan belajar tidak dapat diperlakukan seperti anak-anak
didik biasa yang sedang duduk di bangku sekolah tradisional. OIeh sebab ilu, harus dipahaini bahwa, orang dewasa
yang tumbuh sebagai pribadi dan memiliki kematangan konsep diri bergerak dari ketergantungan seperti yang terjadi
pada masa kanak-kanak menuju ke arah kemandirian atau pengarahan diri sendiri.
Kata kunci: Cara pembelajaran orang dewasa, pendidikan sekolah, pendidikan luar sekolah,
kemandirian, pengarahan diri sendiri.
1. PENDAHULUAN
Salah satu aspek penting dalam pendidikan saat ini sebagai pribadi dan memiliki kematangan
yang penlu mendapat perhatian adalah mengenai konsep diri bergerak dari ketergantungan
konsep pendidikan untuk orang dewasa. Tidak seperti yang terjadi pada masa kanak-kanak
selamanya kita berbicara dan mengulas di seputar menuju ke arah kemandirian atau pengarahan
pendidikan murid sekolah yang relatif berusia diri sendiri. Kematangan psikologi orang dewasa
muda. Kenyataan di lapangan, hahwa tidak sedikit sebagai pribadi yang mampu mengarahkan diri
orang dewasa yang harus mendapat pendidikan sendiri ini mendorong timbulnya kebutuhan
baik pendidikan informal maupun nonformal, psikologi yang sangat dalam yaitu keinginan
misalnya pendidikan dalam bentuk keterampilan, dipandang dan diperlakukan orang lain sebagai
kursus-kursus, penataran dan sebagainya. Masalah pribadi yang mengarahkan dirinya sendiri,
yang sering muncul adalah bagaimana kiat, dan bukan diarahkan, dipaksa dan dimanipulasi oleh
strategi membelajarkan orang dewasa yang orang lain. Dengan begitu apabila orang dewasa
notabene tidak menduduki bangku sekolah. menghadapi situasi yang tidak memungkinkan
Dalam hal ini, orang dewasa sebagai siswa dalam dirinya menjadi dirinya sendiri maka dia akan
kegiatan helajar tidak dapat diperlakukan seperti merasa dirinya tertekan dan merasa tidak
anak-anak didik biasa yang sedang duduk di senang.
bangku sekolah tradisional. Oleh sebab itu, harus
dipahami bahwa, orang dewasa yang tumbuh
Karena orang dewasa bukan anak kecil, maka halnya, maka pendidikan sebagai suatu proses
pendidikan bagi orang dewasa tidak dapat transmisi pengetahuan sudah tidak sesuai dengan
disamakan dengan pendidikan anak sekolah. kebutuhan modem (Arif, 1994).
Perlu dipahami apa pendorong hagi orang Oleh karena itu, tujuan dan kajian/tulisan
dewasa belajar, apa hambatan yang dialaininya, ini adalah untuk mengkaji berbagai aspek yang
apa yang diharapkannya, bagaimana ia dapat mungkin dilakukan dalam upaya membelajarkan
belajar paling baik dan sebagainya (Lunandi, orang dewasa (andragogi) sebagai salah satu
1987). altematif pemecahan masalah kependidikan, sebab
Pemahaman terhadap perkembangan pendidikan sekarang ini tidak lagi dirumuskan hanya
kondisi psikologi orang dewasa tentu saja sekedar sebagai upaya untuk mentransmisikan
mempunyai arti penting bagi para pendidik atau pengetahuan, tetapi dirumuskan sebagai suatu
fasilitator dalam mnenghadapi orang dewasa proses pendidikan sepanjang hayat (long life
sebagai siswa. Berkembangnya pemahaman education).
kondisi psikologi orang dewasa semacam itu
tumbuh dalam teori yang dikenal dengan nama
andragogi. Andragogi sebagai ilmu yang memiliki 2. KAJIAN TEORI
dimensi yang luas dan mendalam akan teori 2.1. Pengertian Andragogi
belajar dan cara mengajar. Secara singkat teori
ini memberikan dukungan dasar yang esensial Andragogi berasal dan bahasa Yunani andros
bagi kegiatan pembelajaran orang dewasa. Oleh artinya orang dewasa, dan agogus artinya
sebab itu, pendidikan atau usaha pembelajaran memimpin. lstilah lain yang kerap kali dipakai
orang dewasa memerlukan pendekatan khusus sebagai perbandingan adalah pedagogi yang
dan harus memiliki pegangan yang kuat akan ditarik dan kata paid artinya anak dan agogus
konsep teori yang didasarkan pada asumsi atau artinya memimpin. Maka secara harfiah
pemahaman orang dewasa sebagai siswa. pedagogi herarti seni dan pengetahuan mengajar
Kegiatan pendidikan baik melalui anak. Karena itu, pedagogi berarti seni atau
jalur sekolah ataupun luar sekolah memiliki pengetahuan mengajar anak, maka apabila
daerah dan kegiatan yang beraneka ragam. memakai istilah pedagogi untuk orang dewasa
Pendidikan orang dewasa terutama pendidikan jelas kurang tepat, karena mengandung makna
masyarakat bersifat non formal sebagian besar yang bertentangan. Sementara itu, menurut
dari siswa atau pesertanya adalah orang dewasa, (Kartini Kartono, 1997), bahwa pedagogi (lebih
atau paling tidak pemuda atau remaja. Oleh baik disebut sebagai androgogi, yaitu ilmu
sebab itu, kegiatan pendidikan memerlukan menuntun/mendidik manusia; aner, andros =
pendekatan tersendiri. Dengan menggunakan manusia; agogus = menuntun, mendidik) adalah
teori andragogi kegiatan atau usaha pembelajaran ilmu membentuk manusia; yaitu membentuk
orang dewasa dalam kerangka pembangunan kepribadian seutuhnya, agar ia mampu mandiri
atau realisasi pencapaian cita-cita pendidikan di tengah lingkungan sosialnya.
seumur hidup dapat diperoleh dengan dukungan Pada banyak praktek, mengajar orang dewasa
konsep teoritik atau penggunaan teknologi yang dilakukan sama saja dengan mengajar anak.
dapat dipertanggung jawabkan. Prinsip-prinsip dan asumsi yang berlaku bagi
Salah satu masalah dalam pengertian pendidikan anak dianggap dapat diberlakukan
andragogi adalah adanya pandangan yang bagi kegiatan pendidikan orang dewasa. Hampir
mengemukakan bahwa tujuan pendidikan itu semua yang diketahui mengenai belajar ditarik
bersifat mentransmisikan pengetahuan. Tetapi dari penelitian belajar yang terkait dengan
di lain pihak perubahan yang terjadi seperti anak. Begitu juga mengenai mengajar, ditarik
inovasi dalam teknologi, mobilisasi penduduk, dari pengalaman mengajar anak-anak misalnya
perubahan sistem ekonomi, dan sejenisnya dalam kondisi wajib hadir dan semua teori
begitu cepat terjadi. Dalam kondisi seperti ini, mengenai transaksi guru dan siswa didasarkan
maka pengetahuan yang diperoleh seseorang pada suatu difinisi pendidikan sebagai proses
ketika ia berumur 21 tahun akan menjadi usang pemindahan kebudayaan. Namun, orang
ketika ia berumur 40 tahun. Apabila demikian
dewasa sebagai pribadi yang sudah matang berdampak positif terhadap keberhasilan
mempunyai kebutuhan dalam hal menetapkan pembelajaran orang dewasa yang tampak pada
daerah belajar di sekitar problem hidupnya. adanya perubahan perilaku ke arah pemenuhan
Kalau ditarik dari pengertian pedagogi, maka pencapaian kemampuan/keterampilan yang
andragogi secara harfiah dapat diartikan sebagai memadai. Di sini, setiap individu yang
seni dan pengetahuan mengajar orang dewasa. berhadapan dengan individu lain akan dapat
Namun, karena orang dewasa sebagai individu belajar hersama dengan penuh keyakinan.
yang dapat mengarahkan diri sendiri, maka Perubahan perilaku dalam hal kerjasama
dalam andragogi yang lebih penting adalah dalam berbagai kegiatan, merupakan hasil
kegiatan belajar dari peserta didik bukan dan adanya perubahan setelah adanya proses
kegiatan mengajar guru. Oleh karena itu, dalam belajar, yakni proses perubahan sikap yang
memberikan definisi andragogi lebih cenderung tadinya tidak percaya diri menjadi peruhahan
diartikan sebagai seni dan pengetahuan kepercayaan diri secara penuh dengan
membelajarkan orang dewasa. menambah pengetahuan atau keterampilannya.
2. 2. Kebutuhan Belajar Orang Perubahan penilaku terjadi karena adanya
perubahan (penambahan) pengetahuan atau
Dewasa keterampilan serta adanya perubalian sikap
Pendidikan orang dewasa dapat. diartikan mental yang sangat jelas, dalam hal pendidikan
sebagai keseluruhan proses pendidikan yang orang dewasa tidak cukup hanya dengan
diorganisasikan, mengenai apapun bentuk memberi tambahan pengetahuan, tetapi harus
isi, tingkatan status dan metoda apa yang dihekali juga dengan rasa percaya yang kuat
digunakan dalam proses pendidikan tersebut, dalam prihadiriya. Pertambahan pengetahuan
baik formal maupun non-formal, baik dalam saja tanpa kepercayaan diri yang kuat, niscaya
rangka kelanjutan pendidikan di sekolah mampu melahirkan perubahan ke arah
maupun sebagai pengganti pendidikan di positif herupa adanya pembaharuan baik fisik
sekolah, di tempat kursus, pelatihan kerja maupun mental secara nyata, menyeluruh dan
maupun di perguruan tinggi, yang membuat berkesinambungam
orang dewasa mampu mengembangkan Perubahan perilaku bagi orang dewasa
kemampuan, keterampilan, memperkaya terjadi melalui adanya proses pendidikan
khasanah pengetahuan, meningkatkan kualifikasi yang berkaitan dengan perkembangan
keteknisannya atau keprofesionalannya dalam dirinya sebagai individu, dan dalam hal ini,
upaya mewujudkan kemampuan ganda yakni sangat memungkinkan adanya partisipasi
di suatu sisi mampu mengem-bangankan dalam kehidupan sosial untuk meningkatkan
pribadi secara utuh dan dapat mewujudkan kesejahteraan diri sendiri, maupun kesejahteraan
keikutsertaannya dalam perkembangan sosial bagi orang lain, disehabkan produktivitas
budaya, ekonoini, dan teknologi secara bebas, yang lebih meningkat. Bagi orang dewasa
seimbang dan berkesinambungan. pemenuhan kebutuhannya sangat mendasar,
Dalam hal ini, terlihat adanya sehingga setelah kebutuhan itu terpenuhi
tekanan rangkap bagi perwujudan yang ingin ia dapat beralih kearah usaha pemenuhan
dikembangankan dalam aktivitas kegiatan kebutuhan lain yang lebih diperlukannya
di lapangan, pertama untuk mewujudkan sebagai penyempumaan hidupnya.
pencapaian perkemhangan setiap individu, Setiap individu wajib terpenuhi kebutuhannya
dan kedua untuk mewujudkan peningkatan yang paling dasar (sandang dan pangan),
keterlibatannya (partisipasinya) dalam aktivitas sebelum ia mampu merasakan kehutuhan yang
sosial dan setiap individu yang bersangkutan. lebih tinggi sebagai penyempumaan kebutuhan
Begitu pula pula, bahwa pendidikan orang dasar tadi, yakni kehutuhan keamanan,
dewasa mencakup segala aspek pengalaman penghargaan, harga diri, dan aktualisasi
belajar yang diperlukan oleh orang dewasa dirinya. Bilamana kebutuhan paling dasar yakni
baik pria maupun wania, sesuai dengan bidang kebutuhan fisik berupa sandang, pangan, dan
keahlian dan kemampuannya masing-masing. papan belum terpenuhi, maka setiap individu
Dengan demikian hal tersebut dapat
belum membutuhkan atau merasakan apa yang pengendalian orang lain yaitu pengawasan dan
dinamakan sebagai harga diri. Setelah kebutuhan pengendalian orang dewasa yang berada di
dasar itu terpenuhi, maka setiap individu perlu sekeliling, terhadap dirinya.
rasa aman jauh dan rasa takut, kecemasan, Dalam kegiatan pendidikan atau belajar,
dan kekhawatiran akan keselamatan dirinya, orang dewasa bukan lagi menjadi obyek sosialisasi
sebab ketidakamanan hanya akan melahirkan yang seolah-olah dibentuk dan dipengaruhi
kecemasan yang herkepanjangan. Kemudian untuk menyesuaikan dirinya dengan keinginan
kalau rasa aman telah terpenuhi, maka setiap memegang otoritas di atas dirinya sendiri, akan
individu butuh penghargaan terhadap hak azasi tetapi tujuan kegiatan belajar alau pendidikan
dirinya yang diakui oleh setiap individu di luar orang dewasa tentunya lehih mengarah kepada
dirinya. Jika kesemuanya itu terpenuhi barulah pencapaian pemantapan identitas dirinya sendiri
individu itu merasakan mempunyai harga diri. untuk menjadi dirinya sendiri,— istilah Rogers
Dalam kaitan ini, tentunya pendidikan dalam Knowles (1979), kegiatan belajar bertujuan
orang dewasa yang memiliki harga diri dan dirinya mengantarkan individu untuk menjadi pribadi
membutuhkan pengakuan, dan itu akan sangat atau menemuan jati dirinya. Dalam hal belajar
berpengaruh dalam proses belajamya. Secara atan pendidikan merupakan prosess of becoining a
psikologis, dengan mengetahui kebutuhan orang person. Bukan proses pembentukan atau process
dewasa sebagai peserta kegiatan pendidikan/ of being shaped yaitu proses pengendalian dan
pelatihan, maka akan dapat dengan mudah dan manipulasi untuk sesuai dengan orang lain; atau
dapat ditentukan kondisi belajar yang harus kalau meminjam istilah Maslow (1966), belajar
disediakan, isi materi apa yang harus diberikan, merupakan proses untuk mencapai aktualiasi diri
strategi, teknik serta metode apa yang cocok (self-uchuslizatiun).
digunakan. Menurut Lunandi (1987) yang Seperti telah dikemukakan diatas
terpenting dalam pendidikan orang dewasa hahwa dalam diri orang dewasa sebagai siswa
adalah: Apa yang dipetajari pelajar, bukan apa yang sudah tumbuh kematangan konsep dirinya
yang diajarkan pengajar. Artinya, hasil akhir timbul kebutuhan psikologi yang mendalam yaitu
yang dinilai adalah apa yang diperoleh orang keinginan dipandang dan diperlakukan orang lain
dewasa dan pertemuan pendidikan/pelatihan, sebagai pribadi utuh yang mengarahkan dirinya
bukan apa yang dilalukukan pengajar, pelatih sendiri. Namun tidak hanya orang dewasa tetapi
atau penceramah dalam pertemuannya. juga pemuda atau remaja juga memiliki kebuluhan
2 . 3 . P r i n s i p P e n d i d i k a n O r a n g semacam itu. Sesuai teori Peaget (1959) mengenai
perkembangan psikologi dan kurang lebih 12
Dewasa tahun ke atas individu sudah dapat berfikir dalam
Pertumbuan orang dewasa dimulai pertengahan bentuk dewasa yaitu dalam istilah dia sudah
masa remaja (adolescence) sampai dewasa, di mencapai perkembangan pikir formal operation.
mana setiap individu tidak hanya memiliki Dalam tingkatan perkembangan ini individu
kecenderungan tumbuh kearah menggerakkan sudah dapat memecahkan segala persoalan secara
diri sendiri tetapi secara aktual dia menginginkan logik, berlikir secara ilmiah, dapat memecahkan
orang lain memandang dirinya sebagai prihadi masalah-masalah verbal yang kompleks atau
yang mandiri yang memiliki identitas diri. secara singkat sudah tercapai kematangan struktur
Dengan begitu orang dewasa tidak menginginkan kognitifnya. Dalam periode ini individu
orang memandangnya apalagi memperlakukan mulai mengembangkan pengertian akan diri (self)
dirinya seperti anak-anak. Dia mengharapkan atau identitas (identitiy) yang dapat dikonsepsikan
pengakuan orang lain akan otonomi dirinya, dan terpisah dari dunia luar di sekitamya. Berbeda
dijamin kelentramannya untuk menjaga identitas dengan anak-anak, di sini remaja (adolescence)
dirinya dengan penolakan dan ketidaksenangan tidak hanya dapat mengerti keadaan benda-benda
akan usaha orang lain untuk menekan, memaksa, di dekatnya tetapi juga kemungkinan keadaan
dan manipulasi tingkah laku yang ditujukan benda-benda itu di duga. Dalam masalah nilai-nilai
terhadap dirinya. Tidak seperti anak-anak remaja mulai mempertanyakan dan membanding-
yang beberapa tingkatan masih menjadi objek bandingkan Nilai-nilai yang diharapkan selalu
pengawasan, dibandingkan dengan nilai yang aktual. Secara
dikatakan remaja adalah tingkatan kehidupan 1992). Sejalan dengan itu, kita berasumsi bahwa
dimana proses semacam itu terjadi, dan ini setiap individu menjadi matang, maka kesiapan
berjalan terus sampai mencapai kematangan. untuk belajar kurang dilentukan oleh paksaan
Dengan begitu jelaslah kiranya bahwa akademik dan perkembangan biologisnya,
pemuda (tidak hanya orang dewasa) memiliki tetapi lehih ditentukan oleh tuntutan-tuntutan
kemampuan memikirkan dirinya sendiri, dan tugas perkembangan untuk melakukan peranan
menyadari bahwa terdapat keadaan yang
sosialnya. Dengan perkataan lain, orang dewasa
bertentangan antara nilai-nilai yang dianut dan
tingkah laku orang lain. Oleh karena itu, dapat belajar sesuatu karena membutuhkan tingkatan
dikatakan sejak pertengahan masa remaja individu perkembangan mereka yang harus menghadapi
mengembangkan apa yang dikatakan “pengertian peranannya apakah sebagai pekerja, orang
diri” (sense of identity). tua, pimpinan suatu organisasi, dan lain-lain.
Selanjutnya, Knowles (1970) Kesiapan belajar mereka bukan semata-mata
mengembangkan konsep andragogi atas empat karena paksaan akademik, tetapi karena
asumsi pokok yang berbeda dengan pedagogi. kebutuhan hidup dan untuk melaksanakan tugas
Keempat asumsi pokok itu adalah sebagai berikut. peran sosialnya.Hal ini dikarenakan belajar bagi
Asumsi Pertama, seseorang tumbuh dan matang orang dewasa seolah-olah merupakan kebutuhan
konsep dirinya bergerak dan ketergantungan total untuk menghadapi masalah hidupnya.
menuju ke arah pengarahan diri sendiri. Atau
secara singkat dapat dikatakan pada anak-anak 2.4. Kondisi Pembelajaran Orang
konsep dirinya masih tergantung, sedang pada Dewasa
orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri.
Karena kemandirian konsep dirinya inilah orang Pembelajaran yang diberikan kepada orang
dewasa membutuhkan penghargaan orang lain dewasa dapat efektif (lebih cepat dan melekat
sebagai manusia yang dapat mengarahkan diri pada ingatannya), bilamana pembimbing
sendiri. Apabila dia menghadapi situasi dimana (pelatih, pcngajar, penatar, instr uktur,
dia tidak memungkinkan dirinya menjadi self dan sejenisnya) tidak terlalu mendoininasi
directing maka akan timbul reaksi tidak senang atau kelompok kelas, mengurangi banyak bicara,
menolak. namun mengupayakan agar individu orang
Asumsi kedua, sebagaimana individu dewasa itu mampu menemukan altematif-
tumbuh matang akan mengumpulkan sejumlah altematif untuk mengembangkan kepribadian
besar pengalaman dimana hal ini menyebabkan mereka. Seorang pembimbing yang baik harus
dirinya menjadi sumber belajar yang kaya, dan berupaya untuk banyak mendengarkan dan
pada waktu yang sama memberikan dia dasar menerima gagasan seseorang, kemudian menilai
yang luas untuk belajar sesuatu yang baru. Oleh dan menjawab pertanyaan yang diajukan
karena itu, dalam teknologi andragogi terjadi mereka. Orang dewasa pada hakekalnya adalah
penurunan penggunaan teknik transmital seperti makhluk yang kreatif bilamana seseorang
yang dipakai dalam pendidikan tradisional dan mampu menggerakkan/menggali potensi
lebih-lebih mengembangkan teknik pengalaman yang ada dalam diri mereka. Dalam upaya
(experimental-technique). Maka penggunaan teknik ini, diperlukan keterampilan dan kiat khusus
diskusi, kerja laboratori, simulasi, pengalaman yang dapat digunakan dalam pembelajaran
lapangan, dan lainnya lebih banyak dipakai. tersebut. Di samping itn, orang dewasa dapat
Asumsi ketiga, bahwa pendidikan itu dibelajarkan lebih aktif apabila mereka merasa
secara langsung atau tidak langsung, secara ikut dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran,
implisit atau eksplisit, pasti memainkan peranan terutama apabila mereka dilibatkan memberi
besar dalam mempersiapkan anak dain orang sumbangan pikiran dan gagasan yang membuat
dewasa untuk memperjuangkan eksistensinya mereka merasa berharga dan memiliki harga
di tengah masayarakat. Karena itu, sekolah diri di depan sesama temannya. Artinya, orang
dan pendidikan menjadi sarana ampuh untuk dewasa akan belajar lebih baik apabila pendapat
pribadiriya dihormati, dan akan lebih senang
melakukan proses integrasi maupun disintegrasi
kalau ia boleh sumbang saran pemikiran dan
sosial di tengah masyarakat (Kartini Kartono, mengemukakan
ide pikirannya, daripada pembimbing melulu harus sama dalam prihadi, sebab akan sangat
menjejalkan teori dan gagasannya sendiri membosankan kalau saja suasana yang seakan
kepada mereka. hanya mengakui satu kebenaran tanpa adanya
Oleh karena sifat belajar hagi orang kritik yang memperlihatkan perbedaan tersehut.
dewasa adalah hersifat subjektif dan unik, maka Oleh sebab itu, latar belakang pendidikan, latar
terlepas dan benar atari salahnya, segala pendapat helakang kebudayaan, dan pengalaman masa
perasaan, pikiran, gagasan, teori, sistem nilainya lampau masing-masing individu dapat memberi
perlu dihargai. Tidak menghargai (meremehkan wama yang berbeda pada setiap keputusan yang
dan menyampingkan) harga diri mereka, hanya diambil.
akan mematikan gairah belajar orang dewasa. Bagi orang dewasa, terciptanya suasana
Namun demikian, pembelajaran orang dewasa belajar yang kondusif merupakan suatu fasilitas
perlu pula mendapatkan kepercayaan dart yang mendorong mereka mau mencoba perilaku
pembimbingnya, dan pada akhimya mereka baru, herani tampil beda, dapat berlaku dengan
harus mempunyai kepercayaan pada dirinya sikap baru dan mau mencoba pengetahuan baru
sendiri. Tanpa kepercayaan diri tersebut maka
yang mereka peroleh. Walaupun sesuatu yang baru
suasana belajar yang kondusif tak akan pemah
terwujud. mengandung resiko terjadinya kesalahan, namun
Orang dewasa memiliki sistem nilai kesalahan, dan kekeliruan itu sendiri merupakan
yang berbeda, mempunyai pendapat dan bagian yang wajar dan belajar.
pendirian yang berheda. Dengan terciptanya Pada akhimya, orang dewasa ingin
suasana yang baik, mereka akan dapat tahu apa arti dirinya dalam kelompok belajar
mengemukakan isi hati dan isi pikirannya tanpa itu. Bagi orang dewasa ada kecenderungan
rasa takut dan cemas, walaupun mereka saling ingin mengetahui kekuatan dan kelemahan
herbeda pendapat. Orang dewasa mestinya dirinya. Dengan demikian, diperlukan adanya
memiliki perasaan bahwa dalam suasana/ evaluasi bersama oleh seluruh anggota kelompok
situasi belajar yang hagaimanapun, mereka dirasakannya herharga untuk bahan renungan, di
boleh berbeda pendapat dan boleh berbuat
mana renungan itu dapat mengevaluasi dirinya
salah tanpa dirinya terancam oleh sesuatu sanksi
(dipermalukan, pemecatan, cemoohan, dll). dan orang lain yang persepsinya bisa saja memiliki
Keterbukaan seorang pembimbing perbedaan
sangat membantu bagi kemajuan orang dewasa 2.5. Pengaruh Penurunan Faktor
dalam mengembangkan potensi pribadiriya Fisik Orang Dewasa dalam
di dalam kelas, atau di tempat pelatihan. Sifat Belajar
keterbukaan untuk mengungkapkan diri, dan Proses belajar manusia berlangsung hingga
terbuka untuk mendengarkan gagasan, akan ahkir hayat (long life education). Namun, ada
berdampak baik bagi kesehatan psikologis, dan korelasi negatif antara pertarubahan usia dengan
pisis mereka. Di samping itu, harus dihindari kemampuan belajar orang dewasa. Artinya, setiap
segala bentuk akibat yang membuat orang dewasa individu orang dewasa, makin bertambah usianya,
mendapat ejekan, hinaan, atau diperma1ukan. akan semakin sukar baginya belajar (karena semua
Jalan terbaik hanyalah diciptakannya suasana aspek kemampuan fisiknya semakin menurun).
keterbukaan dalam segala hal, sehingga berbagai Misalnya daya ingat, kekuatan fisik, kemampuan
altematif kebebasan mengemukakan ide/ menalar, kemampuan berkonsentrasi, dan lain-lain
gagasan dapat diciptakan. semuanya memperlihatkan penurunannya sesuai
Dalam hal lainnya, tidak dapat pertambahan usianya pula. Menurut Lunandi
dinafikkan bahwa orang dewasa belajar sccara (1987), kemajuan pesat dan perkembangan berarti
khas dan unik. Faktor tingkat kecerdasan, tidak diperoleh dengan menantikan pengalaman
kepercayaan diri, dan perasaan yang terkendali melintasi hidup saja. Kemajuan yang seimbang
harus diakui sebagai hak pribadi yang khas dengan perkembangan zaman harus dicari melalui
sehingga keputusan yang diambil tidak harus pendidikan. Menurut Vemer dan Davidson dalam
selalu sama dengan pribad i orang lain. Lunandi (1987) ada enam faktor yang secara
Kebersamaan dalam kelompok tidak selalu mengurang dengan bertambahnya usia. Dengan
psikologis dapat menghambat keikutsertaan orang demikian, bicara orang lain yang terlalu
dewasa dalam suatu program pendidikan: cepat makin sukar ditangkapnya, dan hunyi
1. Dengan bertambahnya usia, titik dekat sampingan dan suara di latar belakangnya bagai
penglilhatan atau titik terdekat yang menyatu dengan bicara orang. Makin sukar
dapat dilihat secara jelas mulai hergerak pula membedakan bunyi konsonan seperti t, g,
makin jauh. Pada usia dua puluh tahun b, c, dan d.
seseorang dapat melihat jelas suatu Ada beberapa hal yang perlu
benda pada jarak 10 cm dari matanya. diperhatikan orang dewasa dalam situasi
Sekitar usia empat puluh fahun titik belajar mempunyai sikap tertentu, maka purlu
dekat penglihatan itu sudah menjauh diperhatikan hal-hal tersebut di bawah ini:
sampai 23 cm. 1. Terciptanya proses belajar adalah
2. Dengan bertambahnya usia, titik suatu prose pengalaman yang ingin
jauh penglihatan atau titik terjauh diwujudkan oleh setiap individu orang
yang dapat dilihat secara jelas mulai dewasa. Proses pembelajaran orang
berkurang, yakni makin pendek. Kedua dewasa berkewajiban memotivasi/
faktor ini perlu diperhatikan dalam mendorong untuk mencari
pengadaan dan penggunaan bahan dan pengetahuan yang lebih tinggi.
alat pendidikan. 2. Setiap individu orang dewasa dapat
3. Makin bertambah usia, makin besar pula belajar secara efektif bila setiap
jumlah penerangan yang diperlukan dalam individu mampu menemukan makna
suatu situasi belajar. Kalau seseorang pribadi bagi dirinya dan memandang
pada usia 20 tahun memerlukan 100 makna yang baik itu berhubungan
Watt cahaya1 maka pada usia 40 tahun dengan keperluan pribadinya.
diperlukan 145 Watt, dan pada usia 70
tahun seterang 300 Watt baru cukup
untuk dapat melihat dengan jelas. 3. Kadangkala proses pembelajaran
4. Makin bertambah usia, persepsi kontras orang dewasa kurang kondusif, hal ini
warna cenderung ke arah merah daripada dikarenakan belajar hanya diorientasikan
spektrum. Hal ini disebabkan oleh terhadap peruhahan tingkah laku,
menguningnya komea atau lensa mata, sedang perubahan perilaku saja tidak
sehingga cahaya yang masuk agak cukup, kalau perubahan itu tidak
terasing. Akibatnya ialah kurang dapat mampu menghargai hudaya bangsa
dibedakannya warna-warna lenmbut. yang luhur yang harus dipelihara, di
Untuk jelasnya perlu digunakan warna- samping metode berpikir tradisional
warna cerah yang kontras untuk alat-alat yang sukar diubah.
peraga. 4. Proses pembelajaran orang dewasa
5. Pe n d e n g a r a n a t a u k e m a m p u a n merupakan hal yang unik dan khusus
menerima suara mengurang dengan serta bersifat individual. Setiap individu
bertambahnya usia. Pada umumnya orang dewasa memiliki kiat dan
seseorang mengalami kemunduran strategi sendiri untuk memperlajari
dalam kemampuannya membedakan dan menemukan pemecahan masalah
nada secara tajam pada tiap dasawarsa yang dihadapi dalam pembelajaran
dalam hidupnya. Pria cenderung lebih tersebut. Dengan adanya peluang untuk
cepat mundur dalam hal ini daripada mengamati kiat dan strategi individu lain
wanita. Hanya 11 persen dan orang dalam belajar, diharapkan hal itu dapat
berusia 20 tahun yang mengalami kurang memperbaiki dan menyempurnakan
pendengaran. Sampai 51 persen dan caranya sendiri dalam belajar, sebagai
orang yang berusia 70 tahun ditemukan upaya koreksi yang lebih efeklif.
mengalami kurang pendengaran. 5. Faktor pengalaman masa lampau
6. Pemhedaan bunyi atau kemampuan sangat berpengaruh pada setiap
untuk membedakan bunyi makin
tujuan akhir pembelajaran, yakni agar peserta program, dimana harus disusun secara
dapat memiliki suatu pengalaman belajar yang harmonis kegiaan belajar dengan
bermutusehingga dapat diperkirakan akan m em b u a t kel o m p o k -kel o m p o k
menjadi paling efektif, belajar baik kelompok besar maupun
. kelompok kecil.
2.7. Implikasi Terhadap 6. Perencanaan evaluasi. Seperi halnya
Pembelajaran Orang Dewasa dalam diagnosa kebutuhan, dalam
Usaha-usaha ke arah penerapan teori andragogi evaluasi harus sejalan dengan prinsip-
dalam kegiatan pendidikan orang dewasa telah prinsip orang dewasa, yaitu sebagai
dicobakan oleh beberapa ahli, berdasarkan pribadi dan dapat mengarahkan diri
empat asumsi dasar orang dewasa seperti telah sendiri. Maka evaluasi lebih bersifat
dijelaskan di atas yaitu: konsep diri, akumulasi evaluasi sendiri atau evaluasi hersama.
pengalaman, kesiapan belajar, dan orientasi Aplikasi yang diuaraikan di atas
belajar. Asumsi dasar tersebut dijabarkan dalam sebenamya lebih bersifat prinsip-prinsip
proses perencanaan kegiatan pendidikan dengan atau rambu-rambu sebagai kendali tindakan
langkah-langkah sehagai berikut: membelajarkan orang dewasa. Oleh karena itu,
1. Menciptakan suatu struktur untuk keberhasilannya akan lebih benyak lergantung
perencanaan bersama. Secara ideal pada setiap pelaksanaan dan tentunya juga
struktur semacam ini seharusrwa tergantung kondisi yang dihadapi. Tapi, implikasi
melibatkan semua pihak yang akan pengembangan teknologi atau pendekatan
terkenai kegiatan pendidikan yang andragogi dapat dikaitkan terhadap penyusunan
direncanakan, yaitu termasuk para kurikulum atau cara mengajar terhadap
peserta kegiatan belajar atau siswa, guru mahasiswa. Namun, karena keterikatan pada
atau fasilitator, wakil-wakil lembaga dan sistem lembaga yang biasanya berlangsung,
masyarakat. maka penyusunan program atau kurikulum
2. Menciptakan iklim belajar yang dengan menggunakan andragogi akan banyak
mendukung untuk orang dewasa belajar. lebih dikembangkan dengan menggunakan
Adalah sangat penting menciptakan pendekatan andragogi ini.
iklim kerjasama yang menghargai antara 3. Kesimpulan dan Saran
guru dan siswa. Suatu iklim belajar orang
3.1. Kesimpulan
dewasa dapat dikembangkan dengan
pengaturan lingkungan phisik yang Pendidikan atau belajar adalah sebagai proses
memberikan kenyamanan dan interaksi menjadi dirinya sendiri (process of becoining)
yang mudah, misalnya mengatur bukan proses untik dibentuk (proces of beings
kursi atau meja secara melingkar,
Imped) nunurut kehendak orang lain, maka
bukan berbaris-berbaris ke helakang.
Guru lebih bersifat membantu bukan kegiatan belajar harus melihatkan individu
menghakimi. atau client dalam proses pemikiran apa yang
3. Diagnosa sendiri kebutuhan belajamya. mereka inginkan, mencari apa yang dapat
Diagnosa kebutuhari harus melibatkan dilakukan untuk memenuhi keinginan itu,
semua pihak, dan hasilnya adalah menentukan tindakan apa yang harus dilaku-
kehutuhan bersama. kan, dan merencanakan serta melakukan apa
4. For mulasi tujuan. Ag ar secara saja yang perlu dilakukan untuk mewujudkan
operasional dapat dikerjakan maka keputusan itu. Dapat dikatakan disini tugas
perumusan tujuan itu hendaknya pendidik pada umumnya adalah menolong
diker jakan bersama-sama dalam orang be1ajar bagaimana memikirkan diri
deskripsi tingkah laku yang akan
mereka sendiri, mengatur urusan kehidupan
dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan
tersebut diatas. mereka sendiri dan mempertimhangkan
5. Mengembangkan model umum. ini pandangan dan interest orang lain. Dengan
merupakan aspek seni dan perencanaan singkat menolong orang lain untuk
berkemhang dan matang. Dalam andragogi, keterlibatan orang dewasa dalam proses helajar jauh
lehih besar, sebab sejak awal harus diadakan suatu diagnosa kebutuhan, merumuskan tujuan, dan
mengevaluasi hasil belajar serta mengimplementasikannya secara bersama-sama
3.2. Saran
Pengembangan teknologi andragogi hanya dapat dilakukan apabila diyakini bahwa orang dewasa
sebagai pribadi yang matang sudah dapat mengarahkan diri mereka sendiri, mengerti diri sendiri,
dapat mengambil keputusan untuk sesuatu yang menyangkut dirinya. Tanpa ada keyakinan semacam
itu kiranya tidak akan tumbuh pendekatan andragogi. Dengan kata lain andragogi tidak akan mungkin
berkembang apabila meninggalkan ideal dasar orang dewasa sebagai pribadi yang mengarahkan
diri sendiri. Bagi pengambil kebijakan dalam hal pembelajaran orang dewasa diharapkan mampu
memberikan pertimbangan holistik ke arah pengembangan keterampilan dan pemngkatan sumber
daya orang dewasa yang berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmuddiputra, Enuh, & Atmaja, Bisar, Suyatna. (1986). Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta:
Karunika.
Arif, Zainuddin. (1994). Andragogi. Bandung: Angkasa.
Lunandi, A, G. (1987). Pendidikan orang dewasa. Jakarta: Gramedia.
Kartono, Kartini. (1992 ). Pengantar Ilmu Mendidik Teoritis: Apakah Pendidikan Masih Diperlukun?.
Bandung: Mandar Maju.di
- - - - ,(1997). Tinjauan Politik Mengenni Sistem Pendikan Nasional: Beberapa Kritik Dan Sugesti. Jakarta:
Pradriya Paramtra
Knowles, Malcolm S. (1970). “The modetn practiesof adult aduce education, andragogy versus pedagogi”, New
York : Association Press..
Piaget, J. (1 959) “The growth of logical thinking Jmm ehildood fo adolescence”. New York: Basic Books.
Tamat, Tisnowati. (1 984) Dari Pedagogik ke Andragogik, Jakarta: Pustaka Dian.
Drost, S.J.,(1998), Sekolah Mengajar atau Mendidik?, Kanisius, Yogyakarta
———, (2005), Dari KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) Sampai MBS (Manajemen Berbasis Sekolah),
Penerbit Buku Kompas, Jakarta
Durkheim, Emile, (1990), Pendidikan Moral (Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan), Erlangga,
Jakarta.
Gie, The Liang (2004), Pengantar Filsafat Ilmu, Liberty, Yogyakarta
ABSTRAK, Populasi penelitian adalah Penilik di wilayah Kabupaten Dati II Malang, jumlahnya 31 orang. Dari
hasil analisis data diketahui bahwa tingkat pendidikan formal, pendidikan dalam jabatan, usia dan masa jabatan
Penilik mempunyai peranan penting dalam mencapai keberhasilan tugasnya. Dengan kata lain, semakin tinggi
tingkat pendidikan, semakin sering mengikuti pendidikan dalam jabatan, semakin tua usia, dan semakin lama
memangku jabatan Penilik, semakin berhasil pula dalam melaksanakan tugasnya.
ini, sesuai dengan tinjauan teoretik, bahwa melakukan tugasnya, tanpa tergantung pada
pegawai berusia tua cenderung lebih baik orang lain. Semakin lama pegawai dalam
dibandingkan dengan pegawai usia muda. jabatannya, maka semakin cakap ia untuk
Pegawai yang berusia muda pada umumnya tetap dalam pekerjaannya (Moekijat 1988).
belum mempunyai kedewasaan berfikir dan Hasil penelitian ini memberi arti bahwa
rasa tanggung jawab yang justru diperlukan Penilik yang telah lama dalam jabatannya,
untuk setiap jenis pekerjaan yang dilakukan; jangan cepat-cepat diganti atau dimutasi,
sedangkan pegawai yang berusia lebih tua karena mereka dapat melakukan tugasnya
cenderung mampu berfikir secara dewasa dan dengan baik dan berhasil.
mempunyai rasa tanggung jawab terhadap
segala sesuatu yang menjadi tugasnya
(Saksono, 1988). Dengan kemampuan
berfikir secara dewasa dan rasa tanggung KESIMPULAN DAN SARAN
jawab yang dimiliki Penilik yang berusia Ada hubungan positif dan signifikan antara
lebih tua, dapat menjadikan mereka lebih tingkat pendidikan, latar belakang pendidikan
berhasil dalam melaksanakan tugasnya. Hasil dalam jabatan, usia dan masa jabatan Penilik
penelitian ini dapat menjadi salah satu alasan dengan keberhasilan me;aksanakan tugasnya.
yang mendukung keinginan sebagian dari Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat
Penilik untuk memperpanjang usia pensiun pendidikan, semakin sering mengikuti
mereka. pendidikan dalam jabatan, semakin tua usia,
dan semakin lama dalam jabatan Penilik,
semakin berbasil pula dalam melaksanakan
2. H u b u n g a n m a s a j a b a t a n tugasnya.
Penilik dengan keberhasilan Berdasarkan kesimpulan tersebut disarankan
melaksanakan tugasnya (1) perlunya Penilik meningkatkan pendidikan
formalnya ke jenjang lebih tinggi sampai menjadi
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa ada sarjana/ S1 sebagaimana yang diamanatkan
hubungan positif yang signifikan antara dalam PP.no/19 tahun 2005. (2) Penilik
masa jabatan Penilik dengan keberhasilan hendaknya diberi peluang untuk menambah
melaksanakan tugasnya. Dengan kata lain, wawasan, pengetahuan dan keterampilannya
semakin lama Penilik dalam jabatannya, dalam berbagai diklat teknis dan fungsional,
semakin berhasil pula dalam melaksanakan seminar , lokakarya, dan pendidikan lainnya, (3)
tugasnya. Temuan penelitain ini, sejalan Jabatan Penilik hendaknya dapat dipertahankan
dengan tinjauan teoretik, bahwa Penilik tanpa melihat usia, dan merupakan alasan yang
yang mempunyai banyak pengalaman rasional untuk mengusulkan perpanjangan usia
dalam jabatannya lebih mudah memcahkan pensiun bagi Penilik. (4) Penilik yang telah
masalah yang ditemukan, dibanding dengan memiliki pengalaman kerja dalam jabatannya
yang sedikit pengalamannya. Senada dengan mengisyaratkan jangan dimutasi ke jabatan lain
itu, Saroja (1990) mengemukakan bahwa karena dengan pengelaman dalam jabatan akan
seorang pegawai yang memiliki kematangan mempermudah melaksanakan tugasnya.
kerja (kecakapan) tinggi dalam bidangnya,
memiliki pula pengalaman yang cukup dalam
DAFTAR PUSTAKA
Henry, Nelson.B, 1957, Inservice Education For Teachers, Supervisor, and Administrator, Chicago: University
Chicago Press, Illinous.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara R.I, nomor 15 tahun 2002 tentang Jabatan Fungsional
Penilik dan Angka Kreditnya
Moekijat, 1986, Perencanaan dan Pengembangan Karier Pegawai, Bandung: Remaja Karya
Nurtain, 1989, Pengajaran Teoridan Praktek, Jakarta: Proyek PLPTK, Dirjen Dikti
Saksono, Slamet, 1983, Administrasi Kepegawaian, Yogyakarta: Kanisius
Sarojo, Riyadi, 1990, Kepemimpinan Organisasi (Pandangan Barat) Pidato Ilmiah Disnatalis VIII
Universitas Katolik Widya Karya Malang, tanggal 9 Mei 1990
Sulaeman, Inam, 1984, Hubungan antara Status Sosial Ekonomi, Kreativitas dan Human Relatian dengan
upaya Mengikutsertakan Masyarakat dalam Pembangunan Desa di Kabupaten Malang, PPS IKIP
Malang
Widjaya, 1988, Administrasi Kepegawaian Suatu Pengantar, Jakarta: CV Rajawali
Menganalisis sumberdaya lokal pendidikan nonformal, merupakan bagian dari aktifitas dalam men-
caritahu dan menentukan seberapa banyak dan bervariasinya sumberdaya lokal, sehingga menjadi
dasar dukungan dalam pelaksanaan program pendidikan nonformal.
ABSTRAK; Sumberdaya lokal pendidikan merupakan segenap kemampuan yang dimiliki suatu wilayah atau
komunitas tertentu. Sumberdaya dibagi menjadi sumberdaya manusia dan sumberdaya non manusia. Sumberdaya
lokal pendidikan nonformal, seharusnya dianalisis keberadaan dan kemampuannya sehingga secara optimal dapat
didayagunakan dalam penyelenggaraan pendidikan nonformal
PENGERTIAN
Sumberdaya lokal pendidikan adalah segenap manusia dan non manusia. Berbagai sumberdaya
potensi atau kemampuan yang ada di suatu lokal yang dapat mendukung proses pendidikan
wilayah/ lokasi, yang dapat dijadikan daya nonformal dikemukakan sebagai berikut
dukung dalam pelaksanaan program pendidikan
1. Sumberdaya manusia
nonformal
a. Calon warga belajar, yaitu mereka yang
Potensi atau kemampuan tersebut jika dikelola
memiliki persyaratan untuk menjadi
dan dimanfaatkan secara baik sesuai dengan
peserta didik pada program pendidikan
fungsinya, maka dapat menjadi kekuatan atau
nonformal. Diperlukan data minimal
masukan yang berarti pada pelaksanaan program
tentang jumlah, nama, jenis kelamin,
pendidikan. Keberadaan sumberdaya pada
alamat lengkap
suatu wilayah atau daerah (seperti pada tingkat
b. Calon tutor/ nara sumber teknis, yaitu
kecamatan,desa/ kelurahan, dusun/ RK/RT},
mereka yang memiliki persyaratan
dimana program-program pendidikan nonformal
untuk menjadi pendidik program
akan dilaksanakan merupakan indikator yang
pendidikan nonformal Diperlukan data
akan mendatangkan keberhasilan pada program
minimal Jumlah, nama, jenis kelamin,
pendidikan tersebut.
tingkat pendidikan, keahlian, alamat
Menganalisis sumberdaya lokal pendidikan
lengkap,
nonformal, merupakan bagian dari aktifitas
dalam mencaritahu dan menentukan seberapa
2. Sumberdaya non manusia
banyak dan bervariasinya sumberdaya lokal,
a. Lembaga sosial kemasyarakatan.
sehingga menjadi dasar dukungan dalam
Yaitu organisasi sosial kemasyarakatan
pelaksanaan program pendidikan nonformal.
yang dapat berpartisipasi sebagai
penyelenggara dan pelaksana program
MENGENAL SUMBERDAYA
pendidikan nonformal, seperti PKK,
PENDIDIKAN NONFORMAL Majlis ta’lim, Remaja masjid, Karang
Dalam proses pelaksanaan pendidikan taruna, organisasi keagamaan, dsb.
memerlukan berbagai masukan atau dukungan b. Lembaga/ yayasan pendidikan non
dari berbagai komponen, komponen-komponen pemerintah. Yaitu lembaga/ yayasan
tersebut sebagai sumberdaya yang meliputi kelompok-kelompok yang ada dalam
masyarakat yang bergerak dalam
pendidikan, seperi PKBM, lembaga Kursus, suatu kondisi atau keadaan yang terjadi
dsb. dan disepakati oleh warga masyarakat,
c. Lembag a/ instansi pendidikan seperti gotong royong, kebijakan yang
pemerintah. Yaitu lembaga atau instansi menunjang pendidikan, persepsi tentang
pemerintah yang bertugas dalam waktu dan kerja, kekuatan pemangku
menangani pendidikan, seperti SKB, adat/ tokoh masyarakat, dsb.
Sekolah, dsb. f. Komunikasi dan penerangan. Yaitu
d. Lembaga bisnis dan keuangan. Yaitu ketersediaan sarana kominikasi dan
lembaga-lembaga yang bergerak sarana penerangan di suatu lokasi.
dalam urusan bisnis/ perdagangan Seperti ketersediaan pesawat televisi,
dan keuangan, seperti koperasi, usaha radio, telepon, alat transportasi (jenisnya),
kecil, perbankan, dsb. sarana jalan, listrik, dsb.
e. Keadaan budaya dan adat istiadat. Yaitu
3. Pelaksanaan,
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan:
a. Sosialisasi. Kegiatan identifikasi sumberdaya lokal perlu disosialisasikan kepada segenap
komponen yang ada dalam masyarakat, untuk mendapatkan dukungan moral dan
fasilitas, sehingga proses identifikasi dan analisis sumberdaya lokal pendidikan dapat
berjalan lancar dan tercapai sesuatu tujuan. Hal ini dapat dilakukan melalui persuratan,
kunjungan, pertemuan/rapat, pengumuman di media.
b. Melakukan identifikasi sumnberdaya lokal, sebagai upaya menjaring data dengan
cara/ instrumen:
1) Mengedarkan angket (daftar pertanyaan)
2) Wawancara (pedoman wawancara)
3) Observasi (pedoman observasI)
4) Daftar isian / format isian
5) Dokumnentasi (dokumen)
Dengan responden/ informan:
1) Aparat pemerintah setempat (Kepala Desa/ Lurah)
2) Pimpinan informal (tokoh masyarakat, ketua RW/Dusun/RK/ RT)
3) Pimpinan lembaga/ instansi/ yayasan
4) Warga masyarakat dan pihak lain yang dianggap dapat memberi informasi
Berdasarkan tabel .... diatas menunjukkan bahwa di desa .... kecamatan....... terdapat
...... orang calon turor Paket A yang dapat dimanfaatkan mendukung pelaksanaan
program Paket A setara SD, dengan rincian ..... orang di dusun ........,, yang terdiri dari
..... orang berpendidikan SLTP, .... orang berpendidikan SLTA, ..... orang berpendidikan
Diploma, dan ..... orang berpendidikan Sarjana (S1); ....... orang
di dusun .........., yang terdiri dari ............................... dst (dikemukakan seperti penjelasan
sebelumnya).
Untuk memanfaatkannya dapat menghubungi penyelenggara program Paket A (nama
dan alamat calon tutor terlampir).
TOTAL
PENUTUP
Sumberdaya lokal sebagai kekuatan atau potensi lokal yang diharapkan menjadi daya dukung
dalam penyelenggaraan pendidikan kesetaraan, perlu terus diidentifikasi dan dianalisis keberadaan
dan kemampuannya. Analisis sumberdaya lokal pendidikan nonformal berguna bagi perencana,
penyelenggara dan PTK-PNF dalam upaya pelaksanaan dan pengembangan program pendidikan
nonformal di suatu wilayah tertentu menurut karakteristik yang ada.
A. PENDAHULUAN
Berdasar pengalaman penulis ketika diskusi mau PTK - PNF (Pamong/Tutor) memberikan
tentang PTK-PNF (Pamong/Tutor) dengan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada warga
warga belajar di balai/sanggar, hasilnya ada belajar. Dengan demikian, perubahan ke arah
yang menggembirakan dan ada juga yang tidak pelayanan yang lebih baik perlu segera dilakukan.
menggembirakan. Menggembirakan sewaktu Perlu adanya sesegera mungkin peningkatan mutu
warga belajar menyatakan bahwa dia sangat PTK - PNF (Pamong/Tutor) yang bergerak
terbantu oleh PTK - PNF (Pamong/Tutor) dalam profesi pendidikan non-formal.
dalam pemecahan masalahnya dengan kegiatan
bimbingan dan tutorial yang dilaksanakan oleh
PTK - PNF (Pamong/Tutor)nya di balai/ B. PENDIDIKAN PRAJABATAN
sanggar. Tidak menggembirakan ketika warga
belajar mengatakan bahwa adanya PTK - PNF Berdasarkan penjelasan pada bagian pendahuluan,
(Pamong/Tutor) di balai/sanggar tidak ada dapat dijelaskan bahwa sebagian PTK-PNF
manfaat apa-apa bagi mereka. Mereka merasa (Pamong/Tutor) masih kurang profesional.
terpaksa untuk mengisi modul atau sejenisnya, Kita perlu mempelajari lebih jauh, apakah PTK
setelah itu tidak ada tindak lanjutnya. PTK - PNF - PNF (Pamong/Tutor) yang kurang profesional
(Pamong/Tutor) tidak memperlihatkan perilaku tersebut berlatar belakang pendidikan prajabatan
bersahabat dengan warga belajar, kadang-kadang dari jurusan Non-Formal atau Pendidikan Luar
cerewet kepada warga belajar. Lebih baik tidak ada Sekolah (PLS)? Di balai/sanggar ada PTK -
PTK - PNF (Pamong/Tutor) di balai/sanggar, PNF (Pamong/Tutor) yang berasal dari PTK-
karena tidak ada manfaatnya bagi mereka. PTK mata pelajaran lain, dan bukan barasal
Keadaan yang tidak menggembirakan dari jurusan PNF/PLS, diberi tugas untuk
ini mungkin disebabkan ketidaksesuaian antara melaksanakan kegiatan Non-Formal. Seperti
harapan terhadap PTK - PNF (Pamong/Tutor) PTK-PTK Balai yang dialihfungsikan menjadi
dan kenyataan yang ditemui di balai/sanggar. PTK - PNF di BPKB/SKB/PKBM, PTK-PTK
Masih ada praktek bantuan bimbingan dan tutorial yang kurang jam tugasnya diberi tugas tambahan
yang dilakukan oleh PTK - PNF (Pamong/ untuk melaksanakan kegiatan PLS di balai/
Tutor) menunjukkan kelemahan, tidak sesuai sanggar lain.
dengan apa yang semestinya dilakukan. Hal ini Mungkin juga PTK - PNF (Pamong/
tentu tidak dapat dibiarkan begitu saja kalau kita Tutor) yang masih kurang profesional itu,
bahkan sudah lulusan jurusan PLS, tapi tetap bersama-sama dengan Asosiasi Profesi PNF/PLS.
masih kurang profesional. Oleh karena itu, Hal ini sesuai dengan PP RI No. 19 tahun 2005
diperlukan Pendidikan Profesi Pamong/Tutor tentang Standar Nasional Pendidikan, bab XIII,
sebagai salah satu cara untuk peningkatan mutu pasal 86, ayat 1, 2, dan 3 yang berbunyi:
profesinya sebagai PTK - PNF (Pamong/ (1) Pemerintah melakukan akreditasi pada
Tutor) di balai/sanggar. Bagi PTK - PNF setiap jenjang dan satuan pendidikan
(Pamong/Tutor) yang bukan lulusan jurusan untuk menentukan kelayakan program
PLS, sebaiknya menyesuaikan pendidikannya dan/atau satuan pendidikan.
dengan tugas profesinya sebagai PTK - PNF (2) Kewenangan akreditasi sebagaimana
(Pamong/Tutor). Mereka diberi kesempatan dimaksud pada ayat (1) dapat pula
untuk mengambil program S1 program studi PLS dilakukan oleh lembaga mandiri yang
(disesuaikan pendidikan prajabatannya), setelah diberi kewenangan oleh Pemerintah
itu melanjutkan ke program pendidikan profesi untuk melakukan akreditasi.
pendidikan non-formal. (3) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada
UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang ayat (1) dan ayat (2) sebagai bentuk
Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 6 akuntabilitas, dilakukan secara obyektif,
menyatakan bahwa: “Pendidik adalah tenaga adil, transparan, dan komprehensif
kependidikan yang berkualifikasi sebagai dengan menggunakan instrumen dan
PTK, dosen, Pamong/Tutor, pamong belajar, kriteria yang mengacu kepada Standar
widyaiswara, instruktur, fasilitator, dan sebutan Nasional Pendidikan.
lain yang sesuai dengan kekhususannya, LPTK yang terakreditasi dan berwenang
serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan diperkirakan dapat mewujudkan dan membantu
pendidikan”. PTK - PNF (Pamong/Tutor) terlaksananya dasar standardisasi profesi tutorial.
adalah pendidik yang dididik dan dihasilkan Dengan demikian diharapkan mutu pelayanan
oleh program studi Pendidikan Non-Formal di profesi tutorial pada masa yang akan datang lebih
Perguruan Tinggi Lembaga Pendidikan Tenaga meningkat.
Kependidikan (LPTK). Upaya peningkatan
profesionalisme PTK - PNF (Pamong/Tutor)
sangat erat kaitannya dengan peran LPTK
sebagai lembaga yang melaksanakan pendidikan C. PENINGKATAN MUTU PTK - PNF
prajabatan. (PAMONG/TUTOR)
Pendidikan prajabatan PTK-PNF
(Pamong/Tutor) dilaksanakan melalui pendidikan Kompetensi pendidik menurut PP RI No.
di pergur uan ting gi yang secara khusus 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
membina calon PTK - PNF (Pamong/Tutor) Pendidikan, bab VI, pasal 28, ayat 3, kompetensi
untuk memperoleh wawasan, pengetahuan, pendidik sebagai agen pembelajaran pada
keterampilan, nilai, dan sikap yang terpadu jenjang pendidikan dasar dan menengah serta
untuk melaksanakan kegiatan Non-Formal dan pendidikan anak usia dini meliputi: kompetensi
tutorial di balai/sanggar. Program pendidikan pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
PTK - PNF (Pamong/Tutor) mulai jenjang S1, profesional, dan kompetensi sosial. Kompetensi
S2, S3, dan Pendidikan Profesi Pamong/Tutor yang berhubungan dengan pelaksanaan Non-
yang dilaksanakan di Perguruan Tinggi Lembaga Formal dan tutorial merupakan salah satu dimensi
Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). dari profesionalisme PTK-PNF (Pamong/Tutor).
Di samping hal tersebut di atas, program Kompetensi ini ditunjukkan dari unjuk kerja PTK-
studi PLS yang dimasuki hendaklah program studi PNF (Pamong/Tutor) dalam merencanakan,
PNF/PLS yang ada di LPTK, program studi melaksanakan, mengevaluasi, menganalisis hasil
yang terakreditasi dan berwenang menyiapkan evaluasi dan melaksanakan tindak lanjut kegiatan
tenaga Pamong/Tutor profesional. Lembaga Non-Formal dan tutorial yang menjadi tanggung
penyelenggara pendidikan Pamong/Tutor yang jawabnya. Pelaksanaan kegiatan Non-Formal dan
layak, didasarkan pada hasil akreditasi yang tutorial yang dirancang PTK-PNF (Pamong/
dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional (BAN) Tutor) hendaklah berdasarkan kebutuhan (need
Depdiknas. (2004). Dasar Standardisasi Profesi Tutorial. Jakarta: Direktorat P2TK dan Ketenagaan
PT.
PP RI No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Selebaran Program Pendidikan Profesi Jurusan Non-Formal, 2005.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kartono, Kartini. (1992 ). Pengantar Ilmu Mendidik Teoritis: Apakah Pendidikan Masih Diperlukun?.
Bandung: Mandar Maju.di
- - - - ,(1997). Tinjauan Politik Mengenni Sistem Pendikan Nasional: Beberapa Kritik Dan Sugesti. Jakarta:
Pradriya Paramtra
Drost, S.J.,(1998), Sekolah Mengajar atau Mendidik?, Kanisius, Yogyakarta
———, (2005), Dari KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) Sampai MBS (Manajemen Berbasis Sekolah),
Penerbit Buku Kompas, Jakarta
Durkheim, Emile, (1990), Pendidikan Moral (Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan), Erlangga,
Jakarta.
Gie, The Liang (2004), Pengantar Filsafat Ilmu, Liberty, Yogyakarta
Jadman, Darmanto (1986), Sekitar Masalah Kebudayaan, Alumni, Bandung
1
Penulis adalah :
Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan UNM,
Tim Akademisi BPPLSP Regional V Makassar.
H. Syamsuddin
Abstaract; Hasil penelitian mutakhir telah merubah paradigma lama tentang pentingnya kualitas Pendidik Tenaga
Kependidikan Pendidikan Non-Formal (PTK-PNF) dalam meningkatkan mutu pendidikan. Paradigma yang
mengandalkan kualitas PTK-PNF dilihat semata-mata dari sertifikasi ijazahnya ternyata keliru, karena yang
lebih penting adalah tingkat kopetensinya dan seberapa besar kompetensi yang dimiliki itu benar-benar dipraktekkan
dalam sejumlah jam secara efektif di kelas. Ini berarti peran PTK-PNF yang profesional dari kacamata kompetensi
profesi sangat diperlukan. Sayangnya, seperti juga sebagian besar profesi lainnya, PTK-PNF sebagai profesi masih
dalam taraf perkembangan. Oleh sebab itu, sertifikasi profesi PTK-PNF menjadi sangat penting dikembangkan
dan ditata karena tidak hanya untuk mendorong perkembangan profesi PTK-PNF tetapi juga berperan dalam
meningkatat kualitas, efektivitas dan ketertiban dalam proses pendidikan. Karena penegakan profesi PTK-PNF
tidak hanya menjamin mutu, tetapi juga melindungi pendidikan dari malpraktek dalam proses dan materi PTK-
PNFan, mendorong kinerja profesi PTK-PNF, dan memberikan perlindungan hukum dan renumerasi bagi profesi
PTK-PNF secara berkelayakan.
Dalam rangka menuju sertifikasi profesi PTK-PNF yang mapan dan akuntabel perlu dilakukan langkah sistemik
yang meliputi: perumusan standar kompetensi PTK-PNFan dan body of knowledge yang mendukungnya, rincian
jenis dan jenjang profesi PTK-PNF, kode etik profesi, standar penyelenggaraan pendidikan dan latihan PTK-PNF,
sistem dan mekanisme sertifikasi profesi, sistem dan mekanisme lisensi dan akreditasi penyelenggaraan PTK-PNFan
dan pelatihan profesi, sistem pengendalian profesi, sistem sanksi terhadap pelanggaran profesi, perlindungan profesi,
dan manajemen sertifikasi profesi.
Pemerintah sebagai regulator, distributor, dan resource allocator perlu secara integratif mengatur sertifikasi profesi
PTK-PNF dengan mengikutsertakan organisasi profesi, lembaga pendidikan tinggi, orang tua dan warga belajar.
Bekerja sama dengan akademisi, praktisi, dan orang tua peserta didik, organisasi profesi perlu ambil inisiatif
dalam gerakan menegakkan dan mengembangkan sertifikasi profesi PTK-PNF. Perpamongan tinggi dapat ambil
bagian dalam pengembangan konsep dan regulasi baik secara kelembagaan maupun individual melalui akademisinya,
serta dalam menyelenggarakan pre-service dan in-service training bagi pembentukan salah satu kompetensi profesi
PTK-PNF.
B. Sertifikasi Profesi
(Asosiasi Pustakawan).
Sertifikasi kompetensi profesi menjadi penting
Profesi merupakan bagian dari, tetapi tidak sama karena jurisdiksi pelaksanaan suatu jabatan
dengan okupasi (jabatan). Seperti dijelaskan dapat dilindungi dan dikontrol dari orang-orang
dalam The American College Dictionary, bahwa yang tidak mempunyai kompetensi profesi di
“the term occupation as one’s business or trade and notes bidangnya sehingga publik dapat dilindungi
that the term profession implies an occupation requiring dari kemungkinan malpraktek di bidang profesi
special knowledge and training”. Ini mengandung tersebut. Dan jurisdiksi profesi secara langsung
makna bahwa okupasi adalah apa yang dikerjakan berhubungan dengan sistem ilmu pengetahuan
oleh seseorang sedangkan profesi adalah jabatan yang mendasarinya yang diakui dan didukung
yang memerlukan pengetahuan dan ketrampilan dengan pendidikan/pelatihan sebagai dasar
spesifik. Tidak semua okupasi memerlukan terbentuknya profesi.2. Dengan sertifikasi profesi
sertifikasi profesi. Jabatan bersifat pilah sedang maka keandalan kinerja dari jabatan yang dipegang
profesi bersifat kontinum dari yang paling rendah oleh seseorang akan dijamin, paling tidak pada
tingkatannya, para-profesional, sampai dengan tingkat kualifikasi kompetensi minimal. Dan
profesional.1 Jadi dalam pengertian ini, kepala dalam tatanan masyarakat global yang semakin
balai adalah okupasi, ahli manajemen balai terbuka dan kompetitif, tuntutan akan kebutuhan
adalah profesi. Begitu pula pamong balai sertifikasi profesi ini semakin besar.
adalah okopasi, tetapi pamong pembina adalah
Selain itu, sertifikasi profesi juga merupakan
profesi. Yang ideal adalah okupasi kepala balai
pengakuan legal terhadap kemampuan kinerja
didukung dengan salah satu jenis dan tingkatan
seseorang yang juga dapat dipergunakan untuk:
profesi di bidang manajemen pendidikan, begitu
1) Penyusunan basis data (data base) sumber
pula untuk menduduki salah satu okupasi daya manusia berkeahlian profesional;
pamong misalnya, diperlukan tingkat profesi 2) Bencmarking tenaga profesional;
pamong tertentu. Jadi bisa saja seseorang 3) Pe m b e r i a n p e n g a k u a n t e r h a d a p
mempunyai sertifikasi ijazah yang tinggi tetapi kemampuan yang diperoleh dari
masih mempunyai kualifikasi sertifikasi profesi pengalaman kerja;
yang masih rendah karena masih rendahnya 4) Mendorong terjadinya peningkatan
pengalaman di lapangan. Sebaliknya seseorang kemampuan profesional baik dalam
bisa saja memiliki sertifikasi profesi yang tinggi aspek pengetahuan, ketrampilan, maupun
walaupun sertifikasi ijazahnya lebih rendah kemampuan teknis;
karena tingginya tingkat kompetensi yang 5) Memberikan insentif kepada munculnya
diperoleh dari lamanya pelatihan dan pengalaman spesialisasi profesi;
di lapangan yang diakui oleh lembaga profesi. 6) Menciptakan lingkungan kerja yang
Profesi tidak cukup dengan body of knowledge profesional, ini semakin diperlukan dalam
saja, karena profesi juga harus dibuktikan iklim pemerintahan yang lebih menganut
dengan penerapannya di lapangan yang hanya desentralisasi,
bisa diujudkan di dunia kerja yang dilakukan 7) Dapat dipergunakan sebagai pedoman
berdasarkan kode etik profesi. Oleh sebab itu, skala renumerasi dan karier;
sertifikasi ijazah yang hanya diperoleh di jalur 8) Membuka akses ke pasar tenaga kerja
PTK-PNFan formal belum tentu serta merta baik di tingkat nasional, regional, maupun
menjamin terbentuknya profesi secara utuh. internasional.3
Uji kompetensi profesi masih diperlukan untuk
memperoleh sertifikasi kompetensi profesi. C. PTK-PNF Sebagai Profesi
Misalnya, di Inggris seseorang sarjana ilmu
perpustakaan yang baru lulus bisa memperoleh Baik di negara maju maupun di negara yang se-
ijazah Master di bidang Ilmu Perpustakaan, tetapi dang berkembang, baru profesi di bidang kedok-
untuk memperoleh sertifikat profesi pustakawan teran dan hukum yang sudah terbentuk, kuat dan
orang itu harus bekerja di perpustakaan minimal ditaati dalam pengisian okupasi. Misalnya untuk
dua tahun dan lulus uji kompetensi yang mengisi jabatan kepala Puskesanggars seseorang
diselenggarakaan oleh Associate Library Association harus memiliki sertifikasi profesi sebagai dokter.
Demikian pula untuk mengisi jabatan penasehat tenaga profesional, PTK-PNF harus memiliki
hukum seseorang harus mempunyai sertifikasi kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai
advokat. Di Indonesia beberapa profesi masih dengan jenjang kewenangan mengajarnya.1 Dari
pada taraf sedang dikembangkan, termasuk pengertian di atas maka disimpulkan bahwa tidak
profesi PTK-PNF. Dalam praktek di lapangan, semua tenaga kependidikan merupakan jabatan
tidak semua okupasi didukung dengan kemam- yang memerlukan keahlian profesional, karena
puan profesi, karena kondisi pasar tenaga kerja, termasuk dalam pengertian ini adalah tenaga
belum dirumuskannya standar profesi, lemahnya administrasi dan penyelenggara pendidikan.
organisasi profesi dalam mengontrol pengisian Selain kelima ciri profesi pada umumnya di atas,
okupasi, dan penerapan pengetahuan dan ke- PTK-PNF sebagai profesi juga bercirikan sebagai
trampilan yang lebih dikontrol oleh profesi lain.1 layanan sosial yang esensial dan unik, berbasis
Kondisi semacam ini akan semakin berbahaya kepada teknik-teknik ilmiah diterima oleh
apabila dibiarkan karena tidak ada kepastian teman sejawat, dan titik berat tugasnya adalah
kemampuan minimal yang harus dipenuhi dalam memberikan layanan dan bukannya semata-mata
mengisi okupasi, jeleknya layanan publik, dan tujuan komersiil. Seperti diungkapkan oleh Robin
biasanya cenderung berdampak kepada peny- Ann Martin (2000)1 yang mengembangkan
alahgunaan kewenangan (malpraktek). pemikiran Myron Lieberman (1956), bahwa ciri
Suatu jabatan dapat termasuk kategori profesi profesi itu meliputi hal-hal sbb.:
apabila memenuhi setidak-tidaknya lima syarat, (1) Offering a unique, definite, and
yaitu: essential social service. For teaching,
1) Didasarkan atas sosok ilmu pengatahuan this service is the facilitation of learning,
teoritik (body of theoretical knowledge) yang though, how that is accomplished and
disepakati bersama; what teachers (as well as parents and
2) Ko m i t m e n u n t u k m e n e r a p k a n community members) believe needs
pengetahuan dan keterampilannya to be learned may vary based on the
dalam praktek secara otonom dan beliefs, needs, and practices of each
berkekuatan monopoli; community and each individual.
3) Adanya kode etik profesi sebagai
instrumen untuk memonitor tingkat (2) An emphasis upon intellectual
ketaatan anggotanya dan sistem sanksi techniques in performing its service.
yang perlu diterapkan; While health and legal professions (for
4) Adanya organisasi profesi yang example) may use physical techniques
mengembangkan, menjag a, dan in varying degrees, they also require
melindungi profesi; complex intellectual operations, as
5) Sistem sertifikasi bagi individu yang does teaching.
memiliki pengetahuan dan ketrampilan
untuk dapat menjalankan profesi (3) A long period of specialized
tersebut. training. Just how much training
is needed is debated within every
profession.
Bagaimanakah dengan profesi PTK-PNF?
Undang-undang Nomor 20/2003 tentang (4) A broad range of autonomy for
Sistem pendidikan Nasional jelas membedakan both the individual practitioner and
antara PTK-PNF dan tenaga kependidikan. the occupational group as a whole.
PTK-PNF dipastikan merupakan tenaga While this has arguably been reached
profesional, yaitu yang bertugas merencanakan within many full professions, it still is
dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai a primary point of contention between
hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan teachers and their governing bodies
dn pelatihan, serta melakukan penelitian dan (which are state and local Boards of
pengabdian kepada masyarakat. Karena sebagai Education in the United States).
kebih jauh juga mempengaruhi masa depan D. Menuju Sertifikasi Profesi PTK-
kehidupannya. Malpraktek yang lain adalah
maraknya program bimbingan belajar di balai
oleh pamong sebagai kegiatan non-kurikuler Dalam rangka menuju sertifikasi profesi
disatu sisi dan tidak intensifnya kegiatan pamong PTK-PNF yang mapan dan akuntabel perlu
mengajar di kelas di sisi yang lain. Hasil ujian dilakukan langkah sistemik yang meliputi
nasional yang menunjukkan banyak warga belajar setidak tidaknya komponen sbb: perumusan
yang tidak lulus hanya dengan standar kelulusan standar kompetensi PTK-PNF dan body of
4,26 saja, merupakan salah satu akibat dari telah knowledge yang mendukungnya, rincian jenis
terjadinya malprakatek di antara para PTK-PNF. dan jenjang profesi PTK-PNF, kode etik
Apabila standar kelulusan dinaikkan pada taraf profesi, standar penyelenggaraan pendidikan
kewajaran yaitu 6,0, dapat dibayangkan semakin dan latihan PTK-PNF, sistem dan mekanisme
besar proporsi warga belajar yang tidak lulus ujian sertifikasi profesi, sistem dan mekanisme lisensi
nasional. Terjadinya seorang warga belajar yang dan akreditasi penyelenggaraan pendidikan
gantung diri karena mempunyai persoalan di dan pelatihan profesi, sistem pengendalian
balai, merupakan salah satu kegagalan dari peran profesi, sistem sanksi terhadap pelanggaran
seorang konselor di balai yang sangat diperlukan, profesi, perlindungan profesi, dan manajemen
yang selama ini malah dianggap sebagai tugas sertifikasi profesi.
seorang pamong yang tidak memperoleh
penugasan mengajar. Sementara itu, dengan Pertama, standar kompetensi profesi disusun
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan menggunakan pendekatan competency-
dan maraknya desakan diselenggarakannya based approach yang dimulai dari identifikasi
manajemen berbasis balai, peran dan keahlian profil keahlian PTK-PNF yang ideal dengan
yang dituntut dari seorang PTK-PNF profesional mempertimbangkan perkembangan lingkungan
semakin meningkat. Seperti analisis yang strategis baik yang bersifiat internal maupun
dilakukan oleh The Teacher Center, tanggung jawab internal, serta identifikasi faktor-faktor yang
profesi pamong di masa kini cakup hal-hal sbb.: mendukung terbentuknya standar kompetensi
1) Diagnosing learner needs, tersebut. Kompetensi tidak hanya menyangkut
2) Consulting with colleagues to plan bidang ilmu dan pengetahuan metodologi
individualized/personalized programs mengajarkannya, tetapi tak kalah pentingnya
for all learners, adalah sikap dan keyakinan akan nilai-nilai
3) Creating and maintaining learner- sosok PTK-PNF yang baik dan berpenampilan.
centered environments, Oleh sebab itu, stadar kompetensi profesi lebih
4) Aligning curriculum with instructional berorentasi kepada kualitas kinerja sehingga
strategies, setidak-tidaknya menggambarkan kinerja
5) Planning lessons, seperti apa yang diharapkan dapat dilakukan
6) Modifying content and instructional oleh seseorang yang mempunyai kompetensi
activities to meet the needs of individual itu, dasar keilmuan dan kode etik yang mana
learners, yang diperlukan untuk menghasilkan kinerja
7) Facilitating learning, tersebut, seberapa jauh tingkat kesempurnaan
8) Assessing learning outcomes, and pelaksanaan pekerjaan yang diharapkan, dan
9) Involving parents or other caregivers in seperti apa indikator penilaian yang dapat
all aspects of their child’s education. dipergunakan untuk menilai kinerja profesi.
Hasil penelitian yang mutakhir menunjukkan
Pengembangan standar kompetensi ini dapat
bahwa bukannya latar belakang ijazah dan ting-
dilakukan dengan pendekatan benckmarking,
ginya PTK-PNFan yang dimiliki oleh PTK-PNF
adopt dari standar yang sudah ada baik di bidang
yang memberikan kontribusi kepada kualitas
profesi lain maupun di bidang profesi yang sama
luaran pendidikan, tetapi lebih kepada seberapa
dari luar negeri, pendekatan “field research”, atau
jauh tingkat penguasaan kompetensi yang dimiliki
kombinasi keduanya.1 Produk dari standar
dan seberapa intensive kompetensi itu diterapkan
kompetensi ini dapat bertaraf nasional maupun
dalam praktek mengajar sehari-hari di dalam
internasional. Pendekatan fourpartiet antara
kelas
birokrat, organisasi profesi, penyelenggaran oleh Pemerintah demi legitimasi, dalam proses
pendidikan dan pelatihan profesi, dan pemakai perumusannya harus mendayagunakan oganisasi
profesi sangat diperlukan untuk memperoleh profesi sehingga setiap perkembangan profesi
rumusan yang sempurna. dapat diintegrasikan di dalamnya. Kemudian,
regulasi tentang persyaratan dan standar lembaga
Hasil rumusan kompetensi tersebut pendidikan dan latihan profesi PTK-PNF
dijabarkan lebih lanjut untuk mengidentifikasi ini dilengkapi dengan sistem dan mekanisme
kompetensi dasar (core competence), body of knowledge sertifikasi yang harus dirumuskan sebagai lisensi
yang mendukungnnya, kompetensi pendukung, sehingga bersifat mandatory, dan akreditasi untuk
kompetensi yang sudah dibawa sejak lahir menetapkan kualitasnya.
(askriptif), kompetensi yang dapat diperoleh di
jenjang pendidikan formal, kompetensi yang Kelima, untuk menghindari ter jadinya
hanya dapat diperoleh di tempat kerja, dan malpraktek dalam pelaksanaan tugas PTK-
kompetensi yang menyangkut nilai, budaya, dan PNF maka regulasi tentang pengendalian dan
sikap yang pembentukannya diperlukan cara sanksi terhadap pelanggaran profesi PTK-
khusus. PNF perlu dirumuskan dan dituangkan dalam
Kedua, karena profesi itu bersifat bentuk peraturan perundang-undangan yang
kontinum, maka perlu dirinci jenjang profesi menjabarkan pasal 35 UU NO. 30/2003,
PTK-PNF mulai dari yang paling rendah sampai yaitu tentang sertifikasi profesi. Dengan
yang paling tinggi untuk menunjukkan tingkat demikian ada kepastian hukum, mendorong
kualitas kompetensi yang dimiliki oleh seseorang peningkatan profesionalisme kinerja profesi,
dan jejang okupasi yang sesuai. Rincian profesi dan perlindungan terhadap dampak malpraktek
PTK-PNF juga dapat dilakukan menurut jenisnya di kalangan PTK-PNF.
untuk memberikan variasi spesialisasi keahlian.
Misalnya dibedakan antara profesi PTK-PNF Keenam, regulasi tentang sertifikasi profesi tidak
untuk pamong kelas di balai dasar dan untuk hanya mengatur kewajiban akan dipenuhinya
pamong bidang studi di balai menengah, dsb. persyaratan dan standar, tetapi juga memberikan
perlindungan terhadap profesi terutama dari
Ketiga, kode etik profesi perlu ancaman terhadap otonomi dan akuntabilitas
dikembangkan sebagai pedoman norma dalam profesi, ancaman hukum, dan penghasilan
menjalankan profesi sehari-hari, yang dilengkapi berdasarkan kinerja dan jenjang profesi.
dengan indikatornya, dan sekaligus juga sebagai Dengan perlindungan ini maka semua orang
alat kontrol untuk menghindari terjadinya merasa aman dan nyaman dalam mengotimalkan
malpraktek dalam melaksanakan profesi. Dengan kinerja profesi PTK-PNF guna mendukung
memperoleh masukan dari berbagai pihak yang peningkatan mutu pendidikan.
berkaitan terutama klien, organisasi profesi E. Aktor Pengembangan Profesi
bertanggungjawab merumuskan kode etik
profesi ini.
Setidak-tidaknya ada empat aktor besar yang
Keempat, sesuai dengan peraturan seharusnya berperan dalam mengembangkan,
perudangan yang berlaku, pendidikan dan melaksanakan dan menjaga profesi PTK-PNF,
pelatihan profesi dapat diselenggarakan baik oleh yaitu: pemerintah, pendidikan tinggi, organisasi
satuan pendidikan atau lembaga sertifikasi mandiri profesi, dan konsumen, yaitu peserta didik
yang dibentuk oleh organisasi profesi yang diakui dan orang tua. Keempat aktor tersebut harus
oleh Pemerintah.2 Guna menghasilkan produk memberikan peran dan kontribusinya sesuai
yang diharapkan, perlu ditetapkan persyarataan dengan tugas dan fungsinya masing-masing
dan standar penyelenggaraan pendidikan dan sehingga tidak perlu terjadi tumpang-tindih.
pelatihan profesi PTK-PNF, yang tidak hanya
berorientasi kepada inputs tetapi tidak kalah Dalam masyarakat madani yang demokratis,
pentingnya juga kepada proses. Walaupun Pemerintah mempunyai tiga fungsi utama,
persyaratan dan standar ini secara resmi ditetapkan yaitu sebagai regulator, distributor, dan resource
allocator. Sebagai regulor, Pemerintah secara dengan dua cara, yaitu secara kelembagaan
legitimate menyusun dan mengeluarkan melalui anggotanya (akademisi) dan secara
peraturan perundang-undangan yang dapat kelembagaan. Sebagai pemikir, akademisi di
mengikat semua unsur masyarakat, baik negeri perguruan tinggi, termasuk LPTK (FIP/JIP),
maupun swasta. Peraturan tentang persyaratan, secara individual sangat besar perannya dalam
standar, dan prosedur dalam memperoleh memberikan kontribusi kepada organisasi profesi
sertifikasi dan lisensi profesi PTK-PNF serta bagi tersusunnya konsep kompetensi yang akan
perangkat teknis lainnya perlu diterbitkan oleh dituangkan dalam peraturan perudang-udangan
Pemerintah. Yang menjadi pedoman dalam Pemerintah. Secara kelembagaan, perpamongan
penyusunan peraturan perundangan adalah tinggi mempunyai tugas utama menyiapkan orang
bahwa peraturan itu bukan untuk mempersulit untuk memperoleh kompetensi atau sebagian
tetapi untuk mempermudah dan memberikan dari kompentensi profesi melalui pendidikan
kepastian hukum dalam pelaksanaannya. Oleh formal. Rincian kompetensi yang dapat dididikan
karenanya harus cukup detail, self explanatory, seperti yang dirumuskan oleh organisasi profesi,
dan tidak lagi dapat ditafsirkan ganda. Dari dijabarkan menjadi program pendidikan dan
segi substansi, dalam penyusunan peraturan pengajaran baik untuk program akademik
perundang-undangan ini harus melibatkan maupun profesional, melalui program pra-jabatan
ketiga aktor yang lain. Kontribusi terbesar yang (pre-service training) maupun dalam-jabatan (in-
harus diberikan oleh organisasi profesi PTK- service training). Karena pembentukan profesi
PNF adalah konsep tentang profile profesi, PTK-PNF tidak dapat lepas dari pengalaman
rincian kompetensi, standar kompetensi, serta praktek dan bimbingan para praktisi, maka mulai
mekanisme untuk memperoleh kompetensi dari penyusunan kurikulum sampai dengan
tersebut baik yang melalui pendidikan formal pelaksanaan program pengajarannya, pendidikan
maupun pengalaman praktek, serta evaluasi tinggi perlu mendayagunakan peran praktisi dan
dan sertifikasinya. Rumusan seperti ini hanya lembaga balai dimana lulusannya akan bekerja.
akan dapat dirumuskan dengan baik apabila Untuk pengembangan model pendidikannya,
dilakukan oleh sekelompok orang yang sudah tersedianya balai laboratorium menjadi sangat
melaksanakan profesi di lapangan. Konsep yang signifikan.
dihasilkan oleh organisasi profesi inilah yang Warga belajar dan masyarakat yang akan menjadi
kemudian dituangkan dalam bentuk peraturan konsumen perlu dilibatkan dalam setiap proses
perundang-undangan. baik yang dilakukan oleh Pemerintah, organisasi
Organisasi profesi memegang kunci dalam profesi, maupun pendidikan tinggi. Maksudnya
pengembangan profesi PTK-PNF, karena agar selera, kebutunan, dan harapan mereka
organisasi inilah yang dapat merumuskan dapat diakomodasikan sejalan dengan terjadinya
kompetensi profesi. Rumusan kompetensi pergeseran sistem sosial, pergeseran peran
profesi tidak hanya menyangkut profile PTK- keluarga, pergeseran nilai dan norma, dan harapan
PNF dan kompetensinya, tetapi juga norma masyarakat akan peran PTK-PNF dalam konteks
dan kode etik profesi sebagai pedoman perubahan masyarakat dan teknologi yang sangat
dalam melaksanakan pelaksanaan tugas cepat.
profesi. Organisasi profesi juga bertanggung Dalam mengkoordinasikan peran masing-masing
jawab terhadap penetapan, pemberdayaan, aktor, suatu lembaga independen yang sehari-
pengendalian, penilaian, perlindungan, dan harinya mengevaluasi, mengembangkan dan
melakukan sosialisasi dan promosi tentang menpamongsi layanan untuk profesi PTK-PNF
profesi PTK-PNF, serta pemberian sanksi ini perlu dibentuk. Forum untuk mempertemukan
terhadap setiap bentuk pelanggaran profesi. keempat aktor tersebut dapat diujudkan dalam
Oleh sebab, organisasi profesi harus aktif bentuk Badan Sertifikasi Profesi pendidikan yang
memberikan masukan konsep dan pemberdayaan independen.
kepada aktor lainnya, terutama pemerintah dan
perpamongan tinggi.
Menutup uraian ini dapat disimpulkan bahwa dan ini dapat menghambat upaya peningkatan
sertifikasi (baca lisensi) profesi PTK-PNF sangat kinerja profesi PTK-PNF dalam meningkatkan
perlu guna meningkatkan mutu PTK-PNFan, mutu pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh
menghidari malpraktek dalam pelaksanaan tugas Propenas Tahun 2001. Oleh sebab itu, koordinasi
PTK-PNF, meningkatkan kinerja profesional dalam peraturan perundang-undangan dan antar
PTK-PNF, dan meningkatkan peluang kerja di instansi pemerintah perlu dilakukan sehingga
luar negeri dalam era kompetisi global. Untuk hanya ada satu peraturan perudangan dan institusi
itu pemerintah sebagai badan regulator bertugas perintah yang menangani profesi PTK-PNF ini.
untuk mengatur secara legal melalui peraturan
perundang-undangan sehingga bersifat mandatory Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) dan
dan mengikat. Pengembangan konsepnya Ikatan Sarjana di bidang spesialisasi pendidikan
dapat diserahkan kepada kombinasi antara lainnya sebagai organisasi profesi, mempunyai
organisasi profesi, akademisi, dan praktisi, sedang
kepentingan dan komitmen yang sama dengan
penyelenggaraaannya dapat diserahkan kepada pemerintah. Oleh karena itu, dengan bekerjasama
organisasi non-pemerintah yang memperoleh dengan akademisi, praktisi, dan birokrasi, ISPI
lisensi karena memenuhi persyaratan dan standar dan forum pertemuan FIP/JIP harus siap dengan
yang ditetapkan. konsep-konsepnya untuk membantu pemerintah
dalam mengembangkan konsep sertifikasi PTK-
Masalah klasik yang dihadapi adalah terjadinya PNF di Indonesia baik pada tataran nasional
tumpang tindih pengaturan dan regulasi yang maupun internasional.
dikeluarkan dari berbagai badan pengelola
sertifikasi oleh berbagai insititusi pemerintah,
menjadikan pengelolaan sertifikasi profesi
menjadi birokrasi yang tidak efisien dan rumit,
DAFTAR PUSTAKA
Balasa, Donald A. (2003). “Cetification and Licensure: Fact You Should Know.” In American
Association of Medical Assistants, Chicago, p. 108.
Barnett, Ronald (1992). Improving Higher Education: total Quality Care. Buckingham: SRHE and Open
University Press.
Bishop, Lou Don (2002). Definition, Regulation, and Licence of Paralegals in The United States, Dissertation
submitted to the Faculty of Virginia Polytechnic Institute and State Univesity.
Chapman, David and Don Adams (2002). The Quality of Eduction: Dimensions And Strategies. Hoghkong:
ADB and Comparative Education Research Centre.
Chapman, Judith D. et.al. (1996). The Reconstruction on Education: Quality, Equality, and Control. New
York: Cessell Welington House.
Komisi Sertifikasi Ikatan Geologi Indonesia (http://sertifikasi.iagi.or.id/manfaaat.prinsip. html)
Meylina Djafar (2005). “Standar Kompetensi Kesehatan Dalam Rangka Pengembangan Kualitas
Diknaker”. Media Pengembangan SDM Kesehatan, Volume. 1 No. 1 Januari 2005. pp.1-2.
Nurhadi, Muljani A. (2003). Sistem Manajemen Yang efektif Untuk Menunjang Mutu PTK-PNFan Dalam
Iklim Desentralisasi (Makalah disampaikan dan dibahas pada Seminar Nasional Tentang
Peningkatan Mutu Manajemen dan Kepemimpinan PTK-PNFan, di Program Pasca
Sarjana Univeritas Negeri Semarang, tanggal 4 Oktober 2003).
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional PTK-PNFan
Rakesh, Khurana, Nitin Nohria, and Daniel Penrice (2005). Is Business Management a profesion?.
Harvard: Harvard Business School, Special to SearchCIO.com (Rakesh Khurana, Nitin
Nohria, and Daniel Penrice, “Management as a Profession,” reprinted from Restoring Trust in
American Business, editors Jay W. Lorsch, Leslie Berlowitz, and Andy Zelleke, produced by the
American Academy of Arts & Sciences and published by The MIT Press, 2005).
Robin Ann Martin (2000). Teaching as a Profession: Historic, Public, Union, and Alternative
Perceptions, Prepared for: HPC 690: Special Topics on U.S. History and Redefining Public Education
with Chris Lubienski, Iowa State University; also a possible background paper for
facilitating dialogue in an NEA Online Conference, Fall 2000.
Silvers, Julia Rutherford (2004). Certified Special Events Professional
Seminar Internasional “Menggali Manajemen PTK-PNFan Yang Efektif” diselenggarakan oleh ISanggarPI,
tanggal 30 dan 31 Agustus 2004 di Jakarta.
Sertifikasi Insinyur Profesional (http://www.pii.or.id/sertifikasi/).
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembvangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-
2004.
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2003 Tentang Sistem PTK-PNFan Nasional.
.http://www.investordictionary.com/definition/Certification.aspx
http://www.investorwords.com/813/certification.html, dan http://www.advfn.com/money-
words_term_813_certification.html
[11-14-98; 6.60.2.7 NMAC - Rn, 6 NMAC 4.2.4.1.7, 10-31-01] cidis dalam
http://www.lse.co.uk/financeglossary.asp?searchTerm=&iArticleID=474&definition=certificati
on
EDUCATOR\social_educator.htm
EDUCATOR\codenea.htm
EDUCATOR\kyepsb.htm
The NEA 1975 Representative Assembly; full Preamble at: http://www.nea.org/aboutnea/code.
html.
Changing_teaching_profession.htm
Abstract :
Pengambilan keputusan tentang program Pendidikan nonformal yang akan dilaksanakan, sebagian ditentukan oleh
perencanaan yang baik. Salah satu pendekatan perencanaan pendidikan nonformal yang dilakukan disebut Analisis
SWOT (Strengths, Weaknesses, opportunities, threats = kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman). Melalui analisis
SWOT akan melahirkan program Pendidikan nonformal yang realistiK dan sesuai kebutuhan sasaran.
PENDAHULUAN
Dengan perencanaan diharapkan dapat
dihindari penyimpangan sekecil mungkin dalam
Perencanaan adalah proses yang sistematis penggunaan sumber-sumber tersebut.
dalam pengambilan keputusan tentang tindakan Perencanaan hanya akan dapat dilakukan
yang akan dilakukan pada waktu yang akan apabila perencana megenal, mamahami dengan
datang. Disebut sistematis karena perencanaan benar kekuatan dan kelemahan sebagai aspek
itu dilaksanakan dengan menggunakan prinsip- internal aspek eksternal dari organisasi/ lembaga
prinsip tertentu di dalam proses pengambilan atau perencana, sehingga dapat diungkap
keputusan, penggunaan pengetahuan dan teknik/ tantangan yang akan timbul di masa depan dan
pendekatan secara ilmiah, serta tindakan atau peluang yang mungkin terbuka untuk diraih
kegiatan yang terorganisasi. untuk kebaikan/ peningkatan kinerja. Tanpa
Perencanaan dilakukan untuk menyusun mengetahui aspek-aspek tersebut rencana yang
rangkaian kegiatan guna mencapai tujuan disusun hanya merupakan angan-angan yang
yang ditentukan sebelumnya. Tujuan tersebut tidak berdasar, karena itulah diperlukan data yang
dapat mencakup tujuan umum (goals) dan cermat dan akurat dan terbaru dari semua lini/
tujuan khusus (objectives) suatu kegiatan/ komponen terkait.
program. Dalam menyusun rencana sebaiknya Perencanaan yang tidak didukung data, sering
mempertimbangkan sumber-sumber yang menimbulkan adanya rencana yang tidak akan
tersedia atau dapat disediakan. Sumber-sumber pernah tercapai, walaupun didukung oleh
itu meliputi sumber manusia dan sumber non- sumberdaya yang cukup memadai.
manusia. Sumber manusia mencakup antara Perencanaan memerlukan adanya data dasar yang
lain pamong belajar, fasilitator, tutor, warga diterima dan diakui oleh semua pihak termasuk
belajar, pimpinan lembaga dan masyarakat. disemua jenjang organisasi/lembaga terkait.
Sumber non-manusia meliputi fasilitas, alat- Setiap ada perubahan harus dilakukan secara
alat, waktu, biaya, lingkungan sosial budaya, serentak, disemua tingkatan organisasi/ lembaga
lingkungan fisik, dsb.
terkait. Data dasar harus diperbaiki setiap tahun eksistensinya oleh semua pihak (masyarakat).
perencanaan. Sering suatu rencana sudah disusun Contoh kekuatan-kekuatan yang ada
tanpa si perencana memahami apa yang ada dan pada program pendidikan luar sekolah
sudah terjadi dan apa penghambat yang dihadapi. antara lain dapat menggunakan fasilitas-
Dalam keadaan seperti ini, tujuan yang disusun fasilitas yang ada di masyarakat tanpa harus
dalam rencana tersebut hampir dapat dipastikan memenuhi persyaratan tertentu/ ketat, yang
tidak akan dapat dicapai. tidak mungkin dipenuhi oleh masyarakat.
Perencanaan sering dianggap sebagai tugas rutin Fasilitas-fasilitas tersebut, antara lain, balai
semata, pada hal perencanaan adalah sesuatu desa, gedung SD dan Puskesmas yang
yang dinamis, kreatif, dan inovatif. Perencanaan kosong, gedung milik Yayasan ataupun
tidak pasif dan statis, karena itulah diperlukan rumah-rumah penduduk. Penilik PLS dapat
kereasi dan rasa memiliki (sense of ownership) melakukan bimbingan kepada penyelenggara
dari para perencana serta rasa malu apabila program PLS kapan saja tanpa terikat oleh
rencana yang disusun ternyata tidak realistis dan jam kantor.
tidak dapat diwujudkan. 2. Kelemahan
Pada setiap setiap perencanaan, hindarilah Maksud kelemahan dalam analisis ini
ungkapan “perencanaan untuk perencanaan” adalah permasalahan yang timbul dari
yang mengandung makna ketidakpeduliaan penyelenggaraan program dan hasilnya.
akan tujuan yang dirancang tetapi hanya asal ada Per masalahan merupakan kelemahan
kegiatan. yang dapat berubah menjadi tantangan
Untuk menyusun rencana yang dapat direalisasikan kelancaran pelaksanaan tugas/ program.
dalam kegiatan nyata dan berhasil, diperlukan Sebagai contoh disebutkan bahwa maasih
bebagai pendekatan untuk mengetahui atau banyak gedung-gedung yang ada , baik
memahami sejumlah informasi yang diperlukan, milik pemerintah maupun milik yayasan/
baik aspek internal maupun aspek ekternal. swasta belum semua termanfaatkan sebagai
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan tempat belajar. Hal ini disebabkan oleh
adalah analisis “SWOT” (Strengths, Weaknesses, beberapa hal, antara lain: (a) rendahnya
Opportunities, Threats). Sejanjutnya, pendekatan kesungguhan petugas (penilik/tenaga TLD/
ini akan dibahas pada bagian lain tulisan ini. penyelenggara program) dalam mendekati
pihak-pihak yang memiliki gedung kosong,
untuk dapat dimanfaatkan, (b) masyarakat
belum memahami secara baik dan benar
tentang penting dan keuntungan, jika
KONSEP ANALISIS SWOT program PLS diberikan tempat belajar,
(3) rendahnya perhatian pemerintah pada
SWOT mer upakan singkatan dari kata penyediaan tempat belajar program PLS
Strengths (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), 3. Peluang
Opportunities (peluang), dan Threats (ancaman). Maksud peluang dari analisis ini adalah
Menurut Sihombing (2000), kata Threats hal-hal atau faktor-faktor dari luar program
mengandung unsur yang negatif, sehingga lebih yang kalau dicermati dan dimanfaatkan
cenderung menggunakan kata yang mengandung dengan baik dapat menjadi tumpuan
unsur positif yaitu tantangan (Challenges). harapan dimasa depan. Contoh hingga
Pengubahan ancaman menjadi tantangan karena saat ini masih cukup banyak tenaga terdidik
dia melihat bahwa ancaman kalau dikelola dengan yang belum mendapatkan pekerjaan sesuai
tepat dapat berubah menjadi peluang, sedangkan dengan keinginannya; sehingga mereka
tantangan selalu berisi peluang. Sehingga masih menganggur dan dapat dimanfaatkan
pendekatannya menjadi SWOC. sebagai tenaga pendidik (tutor/ fasilitator)
1. Kekuatan dalam program-pogram PLS.
Maksud kekuatan dalam analisis ini 4. Tantangan
adalah faktor-fakor yang mendukung Maksud tantangan dalam analisis ini adalah
penyelenggaraan program, serta diakui hal-hal yang harus diatasi, direbut, diperbaiki
Faktor eksternal
Pola dasar seperti di atas dapat dijadikan panduan sama dengan faktor peluang. Dalam situasi
untuk melihat kemungkinan apa yang harus ini program/ kegiatan memfokuskan diri pada
diperbuat atau rencana program apa yang akan peningkatan kualitas dan mencari peluang yang
dilakukan dengan mengaitkan faktor kekuatan baru.
(K), kelemahan (KL) (internal) dengan faktor Apabila kekuatan dikaitkan dengan tantangan,
peluang (P) dan tantangan (T) (eksternal). situasi yang dihasilkan akan menggambarkan:
Apabila faktor kekuatan dikaitkan dengan (1) Fakor kekuatan lebih besar dari faktor
peluang, maka akan dapat dilihat 3 kemungkinan: tantangan. Disini program/ kegiatan dapat
(1) faktor kekuatan lebih besar dari peluang memperkenalkan program-program baru
yang ada. Pada situasi ini program/ kegiatan karena tidak akan ada hambatan yang berarti.
dapat mengkonsentrasikan diri pada pemantapan (2) Faktor kelemahan lebih sedikit dari
program dan menghindari penurunan kualitas. faktor tantangan. Pada situasi ini program/
(2) Faktor kekuatan lebih kecil dari peluang. kegiatan akan memperhemat programnya agar
Disini program/ kegiatan dapat memanfaatkan mampu mengubah tantangan menjadi peluang;
peluang dengan mengadakan penyeragaman (3) Faktor kekuatan sama dengan faktor
garis program dan penganekaragaman mutu tantangan. Disini dapat diperkenalkan program
program. Sehingga peluang-peluang yang terbuka baru, karena tantangan harus dikendalikan
dapat dimanfaatkan. (3) Faktor kekuatan dengan program-program yang berkualitas.
Secara singkat uraian di atas dapat diiingkas dalam bentuk gambar berikut:
2 K dan T K > T
Buat program baruMemperkuat program yang
K <T adaPerkenalkan program baru
K =T
Dst
DAFTAR PUSTAKA
Aditya Prabhaswara, Peti Savitri, 2002, Dasar Penyusunan Project Proposal, Yogyakarta: Andi
H.D. Sudjana, 2005, Strategi Pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah, Bandung: Falah
Production
Umberto Sihombing, 2000, Pendidikan Luar Sekolah Manajemen Strategi, Jakarta: PD
Mahkota.
Penulis adalah pemerhati Pendidikan Nonformal/ Alumni Jurusan PLS FIP UNM
Arifin (2005) Satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal, merupakan paradigma baru
pendidikan untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang dimiliki
oleh masyarakat lokal. Dalam hal ini pengwilayahan komoditas harus dibarengi dengan lokalisasi
pendidikan dengan basis keunggulan lokal. Bukan hanya berkaitan dengan kurikulum yang merupakan
juga muatan lokal (pasal 37 ayat 1 huruf j), melainkan lebih memperjelas spesialisasi peserta didik,
untuk segera memasuki dunia kerja di lingkungan terdekatnya dan juga untuk menjadi ahli dalam
bidang tersebut.
Oleh : Ibrahim
Abstract
Pendidikan kesetaraan adalah pendidikan nonformal bagi warga Negara Indonesia usia sekolah yang berfungsi untuk
mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada pengetahuan akademik dan keterampilan fungsional
serta pengembangan sikap dan keperibadian professional. Penyelenggaraan pendidikan kesetaraan unggulan dapat
dilaksanakan dengan target pencapaian Standar Kompetensi Lulusan (SKL) adalah bagaimana warga belajar
memiliki keterampilan dasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bagi lulusan Paket A, bagaimana warga
belajar memiliki pengetahuan untuk memenuhi tuntutan dunia kerja bagi lulusan Paket B, sedangkan untuk
Paket C diharapkan dapat memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk berwirausaha. yang mengacu pada
akumulasi dari tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) pendidikan kesetaraan yang bekualitas, singkronisasi
kebutuhan warga belajar dengan analisis potensi local daerah, Partisipasi orang tua warga belajar dan masyarakat
di lingkungan pembelajaran serta penyediaan anggaran pendidikan kesetaraan yang memadai.
pendidikan kesetaraan adalah orang-orang lokal (pasal 37 ayat 1 huruf j), melainkan lebih
yang memiliki permasalahan dalam mengikuti memperjelas spesialisasi peserta didik, untuk
pendidikan, jika pemeblajaran pendidikan segera memasuki dunia kerja di lingkungan
kesetaraan hanya menekankan pada kesetaraan terdekatnya dan juga untuk menjadi ahli dalam
akademik, maka warga belajar akan berhenti di bidang tersebut.
tengah jalan. Akan tetapi yang harus dipahami
pula bahwa warga belajar pada umumnya ikut B. Permasalahan
belajar sambil memikirkan tentang apa yang
Pendidikan kesetaraan yang dilaksanakan
akan dikerjakan nantinya. Artinya setelah selesai
selama ini belum dapat diukur dengan jelas
mengikuti pendidikan, warga belajar ingin
tentang kuantitas dan kualitasnya, mengingat
memperbaiki kehidupannya. Oleh karena itu
permasalahan yang sangat kompleks. Mulai
pendidikan kecakapan hidup (life skill) harus
dari keberadaan komunitas warganya, siapa
lebih dominan dibandingkan dengan pendidikan
penyelenggaranya, bagaimana kualifikasi tenaga
akademik. Senada dengan hal tersebut di
pendidiknya, dan bagaimana kompetensi lokal
atas, menurut Sihombing (1999: 47), bahwa
sumberdayanya, serta alokasi pendanaanya yang
“Program pendidikan masyarakat janganlah
serba tanggung.
diciptakan hanya sekedar belajar untuk belajar,
Untuk penyelenggaraan pendidikan Kesetaraan
tetapi harus belajar untuk hidup”. Dengan
unggulan perlu data yang akurat tentang
demikian kurikulum pendidikan kesetaraan,
warga belajar dan potensi sumberdaya lokal.
khususnya program Paket A, Paket B dan
Demikian pula kualifikasi dan standar kompetensi
Paket C hendaknya mengutamakan sinkronisasi
pengelola/penyelenggara, tenaga pendidiknya,
antara kebutuhan warga belajar dengan potensi
serta alokasi dana yang tersedia.
sumberdaya lokal, sehingga dapat menciptakan
Oleh karena itu yang menjadi rumusan
luaran Pendidikan Kesetaraan yang fungsional
masalah dalam penulisan karya ini adalah;
dan diunggulkan untuk mengolah kompetensi
dapatkah program pendidikan Kesetaraan
lokal daerahnya.
diunggulkan?
Penyelenggaraan program Pendidikan Kesetaraan
Paket A, Paket B dan Paket C dengan mengacu
pada pencapaian Standar Kompetensi Lulusan PEMBAHASAN
(SKL) adalah bagaimana warga belajar memiliki
keterampilan dasar untuk memenuhi kebutuhan A. Pengertian
sehari-hari bagi lulusan Paket A, bagaimana Sudah kita ketahui bersama bahwa kondisi
warga belajar memiliki pengetahuan untuk Sumber Daya Manusia (SDM) kita dibandingkan
memenuhi tuntutan dunia kerja bagi lulusan Paket dengan Negara-negara Asia adalah selalu
B, sedangkan untuk Paket C diharapkan dapat terdepan dari sisi ketertinggalan. Segala daya
memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk dan upaya pemerintah dan masyarakat telah
berwirausaha. Oleh karena itu penyelenggaraan dilaksanakan, terutama di sektor pendidikan.
pembelajaran untuk Paket A, Paket B dan Paket Dewasa ini peningkatan mutu SDM dituangkan
C harus betul-betul menerapkan pembelajaran dalam bentuk pendidikan sekolah-sekolah
keterampilan yang berbasis kompetensi lokal, unggulan, terutama di sektor pendidikan formal.
bukan hanya penguatan pembelajarannya Namun dalam pelaksanannya sekolah tersebut
ditekankan untuk pembelajaran akademik hanya menerima warga belajar yang sudah
komvensional. berprestasi. Jadi sesungguhnya hanyalah sekolah
Satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal, dengan kumpulan warga belajar yang cerdas
merupakan paradigma baru pendidikan untuk sehingga dengan memilih input yang baik, secara
mendorong percepatan pembangunan di daerah logika akan mmenghasilkan out put yang baik.
berdasarkan potensi yang dimiliki oleh masyarakat Lalu bagaimana dengan pendidikan nonformal
lokal. Dalam hal ini pengwilayahan komoditas yang nota bene warga belajarnya adalah orang-
harus dibarengi dengan lokalisasi pendidikan dan orang yang bermasalah? Tentu tidak menciplak
basis keunggulan lokal. Bukan hanya berkaitan secara kongkrit penyelenggaraan pendidikan
dengan kurikulum yang merupakan juga muatan formal, melainkan dengan metode pembelajaran
tertentu, yang mengarah pada teknik pembelajaran 1. Pemetaan wilayah sasaran pendidikan
pedagogik/andragogik yang lazim dilakukan kesetaraan
dalam penyelenggaraan pendidikan Kesetaraan.
Bukan berarti harus sama dengan pendidikan Profil pendidikan di Indonesia kompleks dan
formal, akan tetapi kesetaraan yang dimaksudkan sangat beragam oleh karena perbedaan yang
adalah sepadan dalam pengakuan, bobot, nilai, sangat mencolok antar daerah, khususnya
ukuran/kadar, pengaruh, kedudukan, fungsi, dan perbedaan antara pulau Jawa dan yang
kewenangan. Berdasarkan uraian tersebut di atas, lainnya, perbedaan antar kota dan desa,
maka pendidikan kesetaraan dapat dirumuskan perbedaan antar daerah maju dan daerah
sebagai berikut : terpencil di Papua. Kesemuanya ini adalah
1. Merupakan salah satu jenis pendidikan bukti bahwa pembangunan pendidikan di
Nonformal yang berstruktur dan Indonesia belum mampu diwujudkan secara
berjenjang merata akibat berbagai macam keterbatasan.
2. Memiliki kesamaan standar kompetensi Pemerataan pembangunan pendidikan sering
minimal bidang akademik dengan diukur dengan banyaknya sekolah formal yang
pendidikan formal pada level atau dibangun disetiap daerah. Sementara sekolah
jenjang tertentu formal belum bisa menampung semua
3. Diperkaya dengan keterampilan yang aspirasi pendidikan masyarakat sehingga
lebih berorientasi pada kecakapan pemerataan pendidikan dilaksanakan dengan
hidup (Paparan Direktur Kesetaraan th sistem pendididkan formal, nonformal
2006) dan informal. Penyelenggaraan pendidikan
Pendidikan kesetaraan sebenarnya dengan sistem pendidikan nonformal dengan
sebelum dicetuskan ide sekolah unggulan sasaran peserta didik usia sekolah yang
sudah memiliki nilai-nilai keunggulan, yakni dikenal dengan istilah pendidikan kesetaraan
dengan adanya pengayaan keterampialan dapat dilaksanakan untuk memberikan
yang lebih berorientasi pada kecakapan jaminan memperoleh pendidikan bagi warga
hidup. Namun demikian pendidikan Negara, khususnya siswa yang bermasalah.
kesetaraan unggulan, penekanannya adalah Siswa bermasalah di sini adalah :
bagaimana membina warga belajar agar a. Tidak mengikuti pendidikan formal
dapat memiliki pengetahuan akademik setara karena; malas mengikuti
dengan pendidikan formal dan unggul dalam pembelajaran. Nakal dan sering
mengelola potensi sumberdaya ekonomi mengganggu lingkungan, anak jalanan,
lokal yang dapat bermanfaat bagi warga dan korban penyalah gunaan narkoba
belajar dan masyarakat sekitarnya. Oleh (sering terjadi di kota-kota)
karena itu defenisi program pendidikan b. Tidak mengikuti pendidikan formal
kesetaraan unggulan adalah suatu kelompok karena; tidak punya waktu, alasan
belajar pendidikan kesetaraan yang mampu ekonomi, korban keluarga berantakan,
membawa setiap warga belajarnya mencapai dan korban bencana alam. (sering
kemampuannya secara terukur dan mampu terjadi di kota-kota dan di desa)
menunjukkan prestasinya tersebut, baik c. Tidak mengikuti pendidikan formal
secara akademik maupun keterampilan karena; tidak ada sekolah formal di
hidup daerahnya, alasan geografis seperti
di kepulauan dan pesisir, daerah
terpencil, pegunungan, daerah
B. Penyelenggaraan Pendidikan terisolasi, dan alasan budaya. (sering
Kesetaraan terjadi di desa-desa)
Pendidikan kesetaraan unggulan adalah Berdasarkan masalah yang dialami oleh warga
sebuah paradigma bar u pendidikan belajar tersebut di atas, juga mencerminkan
nonformal, khususnya pendidikan kesetaraan wilayah sasaran pendidikan kesetaraan yang
yang dapat dilaksanakan dengan mengacu dapat didata, dianalisis dan dikelompokkan
pada beberapa kriteria, antara lain: untuk merencanakan penyelenggaraan
pendidikan kesetaraan sesuai dengan kondisi
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Anwar. 2005. Format Baru Pengelolaan Pendidikan, Jakarta: Pustaka Indonesia.
Gaffar, Syamsul B. 2007. Analisis Sumber Belajar dan Kebutuhan Belajar. Disajikan pada Diklat
Penyelenggara Pendidikan Kesetaraan. Maros, 26 April
Latif, M. Ali 2007. Analisis Sumber Daya Lokal Pendidikan. Disajikan pada Diklat Penyelenggara
Pendidikan Kesetaraan. Maros, 25 April
Daud, Marwah. 2002. Mengelola Hidup Merencanakan Masa Depan, Sukses Bangsa Adalah Akumulasi
Sukses Individu. Jakarta; Simpul Madani
Ditjen PLSP Diktentis, 2005. Penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan. Jakarta: Depdiknas.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2004. Standar Kompetensi Lulusan pendidikan Luar Sekolah (SKL
PLS). Jakarta: Dedinas.
Sihombing, Umberto. 1999. Pendidikan Luar Sekolah Kini dan Masa Depan Konsep, Kiat, dan Pelaksanaan.
Jakarta: PD Mahkota
Tonny D, Widiastono. 2004, Pendidikan Manusia Indonesia, Jakarta:Buku Kompas.
Undang-Undang Republik Indonesia No.20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Citra Umbara
Yulaelawati, Ella. 2006, Pendidikan Kesetaraan Mencerahkan Anak Bangsa, Jakarta; Depdiknas
———————————. 2006, Komunitas Sekolah Rumah Sebagai Satuan Pendidikan Kesetaraan,
Jakarta; Depdiknas
Penulis : Tenaga Fungsional pada Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal BP-PNFI
Reg. V Makassar Kelompok Kerja Pendidikan Kesetaraan