Anda di halaman 1dari 3

Membatasi Sunnah ke Hal-Hal Tertentu Saja??

Bismillaahi aktubu,

- Mengacu kepada anggapan bahwa sesuatu Bid’ah dapat terjadi hanya,


hanya dalam hal-hal Ritual.

Salafiyyah menjawab:

“Itu berarti dapat dimisalkan dengan hal sbb:

Setiap segala keyakinan yang dijalankan oleh seseorang dalam hidupnya


sebagai seorang Muslim, yang di dalamnya ada Ritualnya, maka
walaupun itu Aqidah yang salah, maka itu bukan dinilai sebagai Bid’ah.

Maka sama saja mereka mengatakan, “Apabila ada seseorang yang


mengajarkan Aqidah yang berbeda dengan Imam Abu Hanifah, Malik,
Syafi’i, dan Ahmad Rahimahullahu ajma’in maka itu ialah bukan
Bid’ah.”

Pertanyaan Salafiyyah:

“Yang kami tahu, hanya Aqidah Imam Abu Hanifah yang ada bedanya
dengan 3 Imam besar Madzhab tsb, yakni itupun hanya perbedaan yang
sangat kecil dalam soal Iman, Subhaanallah.
Kemudian pertanyaannya, bagaimana dengan Aqidah yang berbeda
dengan Aqidah keempat Imam tsb, apakah dasarnya anda menyatakan
bahwa itu bukan, bukan Bid’ah?. Saya memohon dijelaskan dasarnya,
bukan hasil Istimbathnya.

- Mengacu kepada pembedaan antara Bid’ah Haqiqiyyah sebagai Bid’ah,


sedangkan Bid’ah Idhafiyyah (Bid’ah dalam tata cara peribadatan) tidak
dianggap sebagai Bid’ah.

Salafiyyah menjawab:

“Ini dapat dimisalkan dengan contoh berikut:


Makan dengan mengucapkan Bismillah, tidak memakan dengan tangan
kanan (dengan tangan kiri), tidak menghindari cara makan dengan
berdiri, padahal berdasarkan Sunnah Rasulullah di Shahih Muslim,
dilarang untuk berdiri, kecuali darurat, kecuali sembari berjalan.

Jadi, janganlah hanya melihat di awalannya saja. Banyak sekali yang


sama di awalnya, kemudian di akhirnya berbeda.

Sesungguhnya keadaan mutlak sesuatu itu di akhirnya.

Sunnah Rasulullahu Shalallahu ’alaihi Shalawatu wa Sallam terbagi


menjadi 3:

1. Sunnah Qauliyyah (perkataan/ucapan Rasulullah).


2. Sunnah Fi’liyyah (perbuatan/amal Rasulullah).
3. Sunnah Tarkiyyah (meninggalkan sesuatu bentuk ibadah yang tidak
disatukan dengan ibadah lain pada saat atau keadaan tertentu dan
meninggalkan Bid’ah).

Madzhab Syafi’i memberi gelar Sunnah Hai’ah. Mereka tidaklah


menambah tata cara baru ke dalam Sunnah Rasulullah Shalallaahu ’alaihi
Shalawatu wa Sallam, mereka hanyalah tidak mempraktekkan Sunnah-
Sunnah tertentu. Jadi tidak pernah membuat Bid’ah apalagi berusaha
menyaingi Sunnah Muhammad Shalallaahu ’alaihi Shalawatu wa Sallam.

Sedangkan kaum yang berusaha memperolok-olokkan Allahu Tabaraka


Ta’ala dan Rasul-Nya atau mengada-adakan sesuatu terhadap Allahu
’Azza wa Jalla, maka Allahu Subhaanahu wa Ta’ala enggan, enggan
untuk menerima taubatnya (Silsilah Hadits Ash Shahihah 3 oleh syaikh
Muhammad Nashir Al Albaani).
Minimal mereka ialah kaum yang gila dan maksimalnya mereka adalah
kaum Kafirun.

Assalaamu manit taba’al huda (Semoga kedamaian, kesejahteraan dan


keselamatan dari segala aib bagi manusia bagi yang mengikuti petunjuk).

Assalaamu’alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh (Semoga


kedamaian, kesejahteraan dan keselamatan dari segala aib bagi manusia,
dan kasih sayang kepada Allah dan keberkahan dari-Nya agar dicurahkan
kepada kalian).

Anda mungkin juga menyukai