Anda di halaman 1dari 30

STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI A. Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Agama Masuk RSUD Koja B. Identitas Orangtua Ayah Nama Umur Agama Alamat Pekerjaan Ibu Nama Umur Agama Alamat Pekerjaan : Santi Ratna Sari : 34 tahun : Islam : Jl. Sunter jaya RT 004/01 no.31 : Ibu Rumah Tangga : Hudrianto : 37 tahun : Islam : Jl. Kalibaru : Pedagang : Habib : 6 tahun : laki-laki : Islam : 17 Juli 2009

Hubungan dengan orangtua: anak kandung Suku bangsa: Betawi

II. ANAMNESA Alloanamnesa dengan ibu kandung pada tanggal 17 Juli 2009 Keluhan Utama : Panas sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.

Keluhan Tambahan : Batuk kering (+), buang air besar (bab) keras warna hitam. Riwayat Penyakit Sekarang 3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan demam saat ia bangun tidur. Kemudian pasien sempat dibawa oleh ibunya ke puskesmas pada hari itu juga. Puskesmas memberikan puyer panas dan antibiotik. Namun keluhan belum teratasi. Nafsu makan pasien menurun. Mimisan (-), gusi berdarah (-), sakit tenggorokan (-), batuk (-). Pilek (-). Muntah 1 kali yang keluar isi makanan. Sebelum hari dibawa ke puskesmas, ibu pasien mengakui tubuh pasien sempat hangat hilang timbul. Kejadian itu kira-kira berlangsung selama 2 hari, namun hal itu tidak mengganggu pasien. 2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien demam hanya turun sedikit, keluhan belum teratasi. Demam terasa lebih tinggi pada malam hari. Pasien mengkonsumsi madu campur kunyit untuk menambah nafsu makan. Nyeri otot (-), sakit tenggorokan (-), muntah (-). 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien masih demam, demam meningkat suhunya pada malam hari. Batuk (-). pilek (-). Muntah (-). Nyeri otot (-). Pasien masih mengkonsumsi madu campur kunyit . Pasien buang air besar 2 hari sekali, tidak mencret, berampas warna coklat kehitaman. Sedangkan buang air kecil normal. Karena masih demam, pasien dibawa ke RSUD Koja dan dirawat disana. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien sebelumnya tidak pernah alami keluhan seperti ini. Riwayat alergi (-). Riwayat cacingan (-), DBD (-), Otitis (-), Parotitis (-), Difteria (-), Diare (-), Kejang (-), Morbili (+), penyakit jantung (-), penyakit ginjal (-), penyakit paru (+) Riwayat Penyakit Keluarga.: DM (-), Hipertensi (-), penyakit jantung (-)

Riwayat Kehamilan dan Persalinan: Ibu pasien mengandung cukup bulan (37 minggu). Selama kehamilan ibu pasien satu kali tiap bulan memeriksakan kandungannya ke bidan. Dalam masa kehamilan ibu pasien tidak merokok namun pernah meminum alkohol. Kelahiran ditolong oleh seorang bidan. Orang tua pasien lupa berapa berat badan lahir pasien. Pasien lahir langsung menangis spontan. Kesan: riwayat kehamilan dan kelahiran normal Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Pertumbuhan gigi I Psikomotor o Tengkurap o Merangkak o Duduk o Berdiri o Berjalan o Berbicara awal dari waktu normalnya. Riwayat Makanan Umur (bulan) 0-2 2-4 4-6 6-8 8-10 10-12 ASI/PASI Buah/Biskuit Bubur Susu Nasi tim :1 tahun : : 4 bulan : 6 bulan : 6 bulan : 9 bulan : 1 tahun : ibu os tidak ingat (normal: 12-16 minggu) (normal 9-10 bulan) (normal 26 minggu) (normal: 9-12 bulan) (normal: 13 bulan) (normal: 9-12 bulan) (normal: 5-9 bulan)

Kesan: pertumbuhan gigi pertama waktunya lebih lambat dari normal, merangkak lebih

Umur diatas 1 tahun

Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah Nasi/pengganti 5 suap (3x sehari) Sayur Daging 2 potong ayam untuk 3 hari Telur Jarang Ikan 2 ekor dalam seminggu Tahu Tempe Susu (merk/takaran) 3 botol penuh untuk 1 hari Madu 1 sendok perhari Kesimpulan Riwayat Makanan: diet sayuran tidak ada sehingga asupan seratnya sedikit. Diet karbohidrat sedikit sehingga kebutuhan kalorinya tidak terpenuhi dengan baik

Riwayat Imunisasi Jenis Imunisasi BCG DPT/DT POLIO Pemberian 1 kali pada usia 1 bulan 5 kali pada usia 2, 4,6, 18 bulan dan 5 tahun 6 kali pada usia baru lahir, 2, 4,6, 18 bulan

dan 5 tahun CAMPAK Belum sama sekali HEPATITIS B 3 kali pada usia baru lahir, 1, 5 bulan Kesimpulan Riwayat Imunisasi: Imunisasi tidak lengkap

Riwayat Keluarga No 1. Tanggal lahir 25 Januari 2. 2001 7 Agustus 4 Laki-laki Jenis Hidup Lahir mati Abortus Mati Keterangan Kesehatan Kelamin Laki-laki

2003

Riwayat Pernikahan Ayah Nama Perkawinan keUmur saat menikah Pendidikan Terakhir Agama Suku Bangsa Kosanguitas Penyakit, bila ada 1 23 SMP Islam Padang Hudrianto Ibu Santi Ratna Sari 2 20 SMP Islam Betawi -

Riwayat Keluarga orang tua pasien Ibu pasien tidak mengidap penyakit batuk yang pengobatannya lama, tidak ada riwayat penyakit jantung, diabetes dan hipertensi. Bapak pasien juga tidak ada riwayat penyakit jantung, diabetes dan hipertensi.

Riwayat anggota keluarga lain yang serumah Setiap hari senin sampai jumat os tinggal bersama ibunya. Ibu. Setiap hari sabtu sampai minggu pasien bersama ibunya tinggal dengan suaminya dan nenek pasien di rumah nenek pasien. Nenek pasien juga tak ada riwayat penyakit jantung, diabetes dan hipertensi. Riwayat Lingkungan Perumahan dan Sanitasi Pasien tinggal bersama ibu, rumah milik sendiri berlantai ubin, beratap genteng, ventilasi baik, pencahayaan baik, sanitasi baik. Lingkungan tempat tinggal padat penduduk. Setiap hari sampah yang terdapat disekitar rumah dibersihkan tiap satu hari sekali oleh petugas kebersihan. Kerja Bakti diadakan tiap satu bulan sekali.

Kesan: riwayat perumahan dan sanitasi cukup baik, namun akan lebih baik bila ada peran aktif orang tua pasien dalam menjaga kebersihan lingkungannya.

Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita Penyakit Alergi Cacingan Demam Berdarah Demam Typhoid Otitis Parotitis Umur Penyakit Difteria Diare Kejang Kecelakaan Morbili Operasi Umur 6 tahun Penyakit Penyakit jantung Penyakit ginjal Penyakit Darah Radang Paru TBC lain Umur -

III. Pemeriksaan fisik Keadaan umum: lemah Kesadaran: compos mentis Status Gizi Berat Badan : 16 kg Tinggi Badan: 104 cm Lingkar Kepala:52 cm Lingkar Lengan Atas: 16 cm Lingkar Dada: 53 cm Keadaan gizi: BB/U = 16 /21x100% = 76,19% gizi kurang

TB/U=104/117x100%=88,89 % BB/TB= 16/18 x100%=88,89% Tanda Vital Tekanan Darah : Nadi: 80x/menit Suhu: 39,4 C Pernafasan: 24x/menit

tinggi kurang gizi kurang

Kulit: warna kulit sawo matang, tidak sianosis, turgor baik Kepala: Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut. Tidak ada septum deviasi. Mata: Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung (+), refleks cahaya tidak langsung (+), konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik Hidung: Bentuk normal, nafas cuping hidung tidak ada, secret (+/+), Telinga: normotia Mulut: bibir tidak kering, sianosis (-), lidah kotor (+) Leher: KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba membesar Thorax Paru Inspeksi: bentuk dada simetris, gerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga tidak ada Palpasi: Perkusi:sonor Auskultasi: Suara nafas vesikuler, rhonki tidak ada pada kedua lapangan paru, wheezing tidak ada di kedua lapangan paru. Jantung Inspeksi: Iktus cordis tidak terlihat Palpasi: Iktus kordis teraba di linea midklavikularis kiri interkostalis 4 Perkusi: redup Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada.

Abdomen Inspeksi: perut datar Palpasi: Abdomen supel, Hepar dan Lien tidak teraba Perkusi: Timpani di seluruh abdomen, asites (-) Auskultasi: Bising usus normal Extremitas: akral hangat, edema (-), sianosis(-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

17-7-09 Hb Ht Leukosit Trombosit Eritrosit Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit 11,1 33 6300 208.000 -

18-7-09 19-7-09 10,9 33 3900 150.00 0 3,97 0 0 0 59 34 12,1 35 2800 103.000 -

20-709 11,4 33 2500 59.000 -

21-7-09 12,4 36 3700 52.000 -

Satuan g/dl % /uL /uL Juta/uL % % % % %

Monosit S typhi O S paratyphi A S paratyphi B S paratyphi C LED MCH MCV MCHC

1/160 1/160 -

7 11 28 83 33

mm/jam pg fL g/dl

Nilai normal Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit S.typhi O S. paratyphi A S.paratyphi B S.paratyphi C Eritrosit MCV MCH MCHC Hitung jenis: Basofil Eosinofil Neutrofil Neutrofil (normal: 0-1%) (normal: 1-3%) (normal: 2-6%) (normal: 50-70%) (normal: 13,7-17,5 g/dl) (normal: 4200-9100/ L) (normal: 40-51 %) (normal:163.000-337.000/L) (normal: negatif) (normal: negatif) (normal: negatif) (normal: negatif) (normal: 4,5-5,5 juta/ L) (normal: 82-93 fL) (normal: 27-31 pg) (normal: 32-36 g/dl)

Limfosit Monosit Trombosit LED

(normal: 20-40%) (normal: 2-8%) (normal: 200.000-500.000/ L) (normal: <10 mm/jam)

V. RESUME Anamnesa: Pasien seorang anak laki-laki berumur 6 tahun datang dengan keluhan demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit . Sebelum hari pertama demam tersebut, ibu pasien mengakui tubuh pasien sempat hangat hilang timbul. Kejadian itu kira-kira berlangsung selama 2 hari, namun hal itu tidak mengganggu pasien. Demam semakin tinggi saat malam hari. Pasien juga batuk-batuk kering dan BAB keras berwarna hitam. Batuk-batuk timbul bersamaan ketika mulai demam. Mimisan dan gusi berdarah disangkal. Nyeri otot, nyeri ulu hati, dan nyeri belakang mata disangkal. Pasien mengaku tidak berkeringat pada malam hari. Tidak ada ruam diseluruh tubuh. Sesak disangkal pasien. Penilaian status gizi secara antropometri: Berat badan sesuai dengan umur, tinggi badan sesuai dengan umur. Pemeriksaan fisik: Keadaan umum lemah, hepatosplenomegali negatif, nyeri tekan abdomen negatif.

10

Pemeriksaan lab: Hematokrit: 33% Hemoglobin : 11,1 g/dl Leukosit : 3900 /L Eritrosit 3,97 juta/ L Eosinofil: 0% Neutrofil batang : 0% Trombosit: 150.000/ L S.typhi O : 1/160 S.paratyphi C: 1/160 LED: 11 mm/jam

Delta Ht = (Ht tertinggi-Ht terendah) x 100% = 9,09 % (Ht terendah) kesimpulan: tidak ada hemokonsentrasi VI. DIAGNOSIS KERJA Demam Tifoid VII. DIAGNOSIS BANDING - Demam Berdarah Dengue - Perdarahan saluran cerna VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN Kultur darah IgG dan IgM typhi Tes Benzidin

IX. PENATALAKSANAAN

11

Rawat inap tirah baring dengan medikamentosa IVFD RL 14 tetes/menit makro Paracetamol 3x1 bungkus Guaiafenesin 3x1 Cth Nystatin 3x0,5 drop Ibuprofen 3x1 cth Ceftizoxim 3x500 g IV Tiamfenikol fl I 3x1 Cth X. PROGNOSIS Ad vitam Ad fungsionam Ad sanationam XI. FOLLOW UP Jumat,17 Juli 2009 S: Demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, menggigil (+) Batuk kering (+), mimisan (-) Buang air besar keras warna hitam O: Tensi Suhu Kepala Mata Hidung Telinga Mulut Leher : tidak diukur : 39,4 C : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut. : Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung (+), refleks cahaya tidak langsung (+), CA (-/-), SI (-/-) : Bentuk normal, nafas cuping hidung tidak ada, secret (+/+), septum deviasi(-/-) : normotia : lidah kotor : KGB tidak teraba membesar Heart rate : 80x/menit Pernapasan : 24x/menit : bonam : bonam : bonam

12

Paru Jantung

: Sn vesikuler, rhonki (-/-), wheezing(-/-) : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, supel, bising usus(+) Extremitas : akral hangat, oedem (-), cyanosis(-) A: Febris P: IVFD RL 14 tetes/menit makro Parasetamol 3x1 bungkus Guaiafenesin 3x1 Cth Ibuprofen 3x1 cth Ceftisoxim 3x500 g IV Nystatin 3x0,5 drop

Sabtu, 18 Juli 2009 S: Demam (-), menggigil (-) Batuk kering (+), mimisan (-) Buang air besar keras warna hitam O: Tensi Suhu Kepala Mata Hidung Telinga Mulut Leher Paru Jantung : tidak diukur : 35,8 C : Normocephali : Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung (+), refleks cahaya tidak langsung (+), CA (-/-), SI (-/-) : septum deviasi (-/-), secret (-/-) : normotia, serumen (+/+) : lidah kotor berwarna putih : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar : Sn vesikuler, rhonki (-/-), wheezing(-/-) : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-) Heart Rate : 88x/menit Pernapasan : 27x/menit

Abdomen : datar, supel, bising usus(+)

13

Extremitas : akral hangat, oedem (-), cyanosis(-) A: Suspek Demam Tifoid P: IVFD RL 14 tetes/menit makro Paracetamol 3x1 bungkus Guaiafenesin 3x1 Cth Nystatin 3x0,5 drop Minggu,19 Juli 2009 S: Batuk sesekali, tidak berdahak Buang air besar dan buang air kecil seperti biasa Muntah (-) Demam (-), menggigil (-) O: Tensi Nadi Suhu Kepala Mata Hidung Telinga Mulut Leher Paru Jantung : tidak diukur : 100x/menit : 37,1 C : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut. : Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung (+), refleks cahaya tidak langsung (+), CA (-/-), SI (-/-) : Bentuk normal, nafas cuping hidung tidak ada, secret (+/+), septum deviasi(-/-) : normotia : lidah bersih : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar : Sn vesikuler, rhonki (-/-), wheezing(-/-) : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pernapasan : 14x/menit

Abdomen : datar, supel, bising usus(+) Extremitas : akral hangat, oedem (-), cyanosis(-) A: Suspek demam tifoid P: Guaiafenesin 3x1 Cth Nystatin 3x0,5 drop

14

Senin, 20 Juli 2009 S: Batuk sesekali, tidak berdahak Buang air besar dan buang air kecil seperti biasa Muntah (-) O: Tensi Nadi Suhu Kepala Mata : tidak diukur : 56x/menit : 36,4 C : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut. : Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung (+), refleks cahaya tidak langsung (+), CA (-/-), SI (-/-) Hidung Telinga Mulut Leher Paru Jantung : Bentuk normal, nafas cuping hidung tidak ada, secret (+/+), septum deviasi(-/-) : normotia : lidah bersih : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar : Sn vesikuler, rhonki (-/-), wheezing(-/-) : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pernapasan : 22x/menit

Abdomen : datar, supel, bising usus(+) Extremitas : akral hangat, oedem (-), cyanosis(-) A: Suspek demam Tifoid P: Tiamfenikol Fl I 3x1/ Cth Selasa, 21 Juli 2009 S: Panas naik turun, batuk kering (+) Nafsu makan baik, buang air besar dan buang air kecil lancar O: Tensi Suhu : tidak diukur : 37 C Heart Rate : 82x/menit

15

Pernapasan : 27x/menit Kepala Mata Hidung Telinga Leher Paru Jantung : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut. : Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung (+), refleks cahaya tidak langsung (+), CA (-/-), SI (-/-) : Bentuk normal, nafas cuping hidung tidak ada, secret (-/-), septum deviasi(-/-) : normotia : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar : Sn vesikuler, rhonki (-/-), wheezing(-/-) : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, supel, bising usus(+) Extremitas : akral hangat, oedem (-), cyanosis(-) A: Suspek demam Tifoid P : infus distop ganti oral Curvit 1x1 Cth Cefixim 2x Cth Periksa Hb, Ht, Leuko, Trombo /hari Rabu, 22 Juli 2009 S: Sakit hari ke-8 Panas berkurang nafsu makan berkurang kejang (-) mimisan (-) gusi berdarah (-) buang air besar dan buang air kecil normal O: HR: 104x/menit Suhu: 37,3 C Pernapasan: 36x/menit Kepala Mata : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut. : Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung (+), refleks cahaya tidak

16

langsung (+), CA (-/-), SI (-/-) Hidung Telinga Bibir Lidah Leher Paru Jantung : Bentuk normal, nafas cuping hidung tidak ada, secret (-/-), septum deviasi(-/-) : normotia : pecah-pecah : kotor (+) : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar : Sn vesikuler, rhonki (-/-), wheezing(-/-) : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, supel, bising usus(+) Extremitas : akral hangat, oedem (-), cyanosis(-) A: demam Tifoid P: Guaiafenesin syr 100ml 3x1 Cth Ibuprofen 200mg 3x1 Cth Nystatin 3x sehari Cth Rencana pulang

17

XII. ANALISA KASUS Diagnosa demam Tifoid ditegakkan dengan gejala khas dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Trias gejala dari demam tifoid ialah: a. demam lebih dari tujuh hari b. ganguan saluran gastrointestinal c. kesadaran berkabut Selain tiga hal diatas, pada demam tifoid ditemukan demam yang menyerupai anak tangga, bradikardi relatif, coated tongue, dan rose spot. Jumlah hari ketika pasien mengalami demam ialah enam hari. Demam pada hari ke-5 sampai ke-7 patut dicurigai demam karena infeksi kuman. Pada pasien ini yang ditemukan hanyalah demam yang menyerupai anak tangga. Keluhan buang air besar yang keras pada pasien menunjukkan suatu gejala gastrointestinal yaitu obstipasi. Pada demam tifoid obstipasi merupakan gejala yang menonjol, sedangkan pada demam paratifoid gejala diarelah yang menonjol. Pada penderita demam tifoid dapat ditemukan kesadaran berkabut. Kesadaran berkabut ini dimaksudkan menurunnya kesadaran dibawah batas normal. Penderita dapat ditemukan acuh tak acuh atau tidak merespon aktifitas orang lain. Namun pada pasien ini tidak ditemukan penurunan kesadaran yang berarti. Terlebih pula terdapatnya kesadaran berkabut merupakan prognosis buruk untuk demam tifoid.

18

Oleh karena beberapa manifestasi klinis diatas, penulis mengarahkan diagnosis kerja ke demam tifoid. Untuk itu dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang. Berikut ini tiga macam pemeriksaan untuk membantu diagnosis demam tifoid.9 a. Deteksi S. typhi Kultur merupakan pemeriksaan baku emas namun sensitifitasdnya rendah. Hasil negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Hasil negatif palsu dapat terjadi bila jumlah spesimen sedikit, waktu pengambilan spesimen tidak tepat atau telah mendapat pengobatan antibiotik. Keterlibatan biakan strain Salmonella biasanya merupakan dasar untuk diagnosis. Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit. Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4 Biakan sumsum tulang merupakan metode yang paling sensitif Kultur tinja biasanya positif pada minggu ke-3 sampai ke-5

b. Deteksi DNA S.typhi Metode yang digunakan yaitu PCR dimana DNA S.typhi dilipat gandakan. Metode PCR dapat mendeteksi DNA bakteri baik yang hidup maupun mati. Hasil positif tidak selalu menunjukkan adanya infeksi aktif, sedangkan hasil negatif tidak menyingkirkan adanya infeksi karena terdapat beberapa zat yang dapat menghambat reaksi c. Deteksi anti S.typhi Tes Widal merupakan pemeriksaan serologis yang pertama kali diperkenalkan dan masih banyak digunakan. Uji widal klasik mengukur antibodi terhadap antigen O dan H S typhi. Diagnosis demam tifoid ditegakkan bila kenaikan titer S. Typhi titer O 1:200 atau kenaikan 4 kali titer fase akut ke fase konvalesens5Deteksi anti O dan anti H dalam serum tidak selalu menunjukkan adanya infeksi S.typhi. S.typhi memiliki beberapa antigen O dan H yang sama dengan Salmonella lain, sehingga peningkatan titer tidak spesifik untuk S.typhi. Anti O dan H negatif tidak menyingkirkan adanya infeksi. Hasil negatif palsu

19

dapat disebabkan antibodi belum terbentuk karena spesimen diambil terlalu dini atau antibodi tidak terbentuk akibat defek pembentukan antibodi. Pada pasien ini titer baru 1/160, oleh karena itu berdasarkan referensi dikatakan suspek demam tifoid. Namun kriteria positif untuk pemeriksaan Widal di tiap rumah sakit beragam. Berdasarkan pemeriksaan laboratorium dapat disingkirkan demem berdarah dengue karena tidak ditemukan hemokonsentrasi dan tanda-tanda kebocoran plasma lain seperti efusi pleura dan asites. Tinja yang berwarna kehitaman pada pasien tidak langsung menunjukkan adanya perdarahan. Pewarna makanan dan obat-obatan dapat menyebabkan tinja berwarna hitam. Terlebih pula tinja kehitaman bila terjadi karena perdarahan akan berwarna hitam seperti ter. Oleh karena itu penulis menyarankan dilakukan tes benzidin. Berdasarkan hal-hal diatas penulis mendiagnosis kasus ini sebagai demam tifoid. Pada tata laksana terdapat penggantian antibiotik dari tiamfenikol menjadi cefixim dikarenakan karena sudah terjadi kelainan darah pada pasien yaitu trombositopenia, leukopenia, dan anemia. Oleh karena itu dipilih antibiotik lain yang efek sampingnya tidak menimbulkan kelainan darah.

20

PENDAHULUAN

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan bakterimia, tanpa keterlibatan struktur endokardial atau endothelial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan Peyers patch.1 Demam Paratifoid secara patologik maupun klinis adalah sama dengan demam tifoid namun biasanya lebih ringan. 1 Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui makanan/minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman., biasanya keluar bersama-sama dengan tinja (melalui jalur oro-fekal). Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakteremia kepada bayinya. Pernah dilaporkan pula transmisi oro-fekal dari seorang ibu pembawa kuman pada saat proses kelahirannya kepada bayinya.

21

ETIOLOGI1 Demam Tifoid disebabkan Salmonella typhii adalah bakteri Gram-negatif, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida. Demam Paratifoid disebabkan Salmonella enteridis. Terdapat 3 bioserotipe Salmonella eneridis yaitu nbioserotipe paratyphi A, paratyphi B, dan paratyphi C MIKROBIOLOGI2 Genus Salmonella terdiri atas tiga spesies: S. typhi, S. Cholerdesuis, dan S.enteridis. Dua serotype pertama mempunyai satu serotype. Organisme salmonella adalah basil gram negatif yang dapat didentifikasi secara biokimia. Anggota genus dapat diidentifikasi secara serologis. Mereka dikelompokkan melalui aglutinasi bakteri terhadap antisera O yang sesuai, dan ditipekan melalui aglutinasi terhadap antisera H yang sesuai. Salmonella typhi juga mempunyai antigen kapsular atau virulen (Vi). Identifikasi Salmonella dari tempat steril normal seperti darah, CSF, dan cairan sendi tidak membutuhkan media khusus. Tinja yang mengandung konsentrasi tinggi mikroorganisme lain diperlukan media selektif seperti agar bismuth sulfat atau agar deoksikolat, yang mengandung penghambat flora normal tinja. EPIDEMIOLOGI1 Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di berbagai Negara sedang berkembang. Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia ini sangat sukar ditentukan sebab penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinisnya sangat luas. Diperkirakan angka kejadian dari 150/100.000per tahun di Amerika Selatan dan 900/100.000 per tahun di Asia. Umur penderita yang terkena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan antara 3-19 tahun mencapai 91% kasus. Angka yang kurang lebih sama juga dilaporkan di Amerika Selatan.

22

Salmonella typhi yang berada di luar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada di dalam air, es, debu atau kotoran yang kering maupun pada pakaian. Akan tetapi S.typhi dapat mudah dimatikan dengan klorinasi dan pasteurisasi.

PATOFISIOLOGI. Perkembangan penyakit tergantung pada jumlah organisme penginfeksi, pada sifat virulensinya, dan sistem pertahanan hospes. Keasaman lambung merupakan perintang protektif utama. Keasaman lambung menghambat multiplikasi salmonella. Namun beberapa hal dapat memungkinkan organisme salmonella lolos ke usus halus. Pada usus halus dan usus besar, salmonella harus bersaing dengan flora bakteri normal untuk memperbanyak diri dan menyebabkan penyakit. Sesudah multiplikasi dalam lumen, organisme menembus mukosa, khas pada bagian distal ileum dan bagian proksimal kolon, dengan lokalisasi berikutnya dalam Peyer patches.3 Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer patch merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesentrika, bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Tahap ini disebut bakteria primer. Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesentrika, hati, dan limfe.4 Setelah melalui periode inkubasi maka salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik (bakteremia sekunder). Sehingga organisme dapat menjangkau organ manapun.. Sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa dan kandung empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja. Dalam masa bakterimia kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan kimianya sama dengan antigen somatik. Salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar dalam aliran darah mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang mengakibatkan timbul gejala demam. Makrofag akan menghasilkan substansi aktif yang disebut monokin, lalu monokin ini dapat menyebabkan nekrosis

23

selular dan merangsang sistem imun, menyebabkan instabilitas kapiler, depresi sumsum tulang dan demam. 4 MANIFESTASI KLINIS1 Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis ringan dan tidak memerlukan perawatan khusus sampai dengan berat sehingga harus dirawat. Variasi gejala ini disebabkan faktor galur Salmonella, status nutrisi dan imunologik pasien,serta lama sakit di rumahnya. Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit. Demam ditandai timbul insidius, kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama, setelah itu demam akan bertahan tinggi dan pada minggu keempat demam turun perlahan secara lisis.Apabila terdapat fokus infeksi seperti kolesistitis, abses jaringan lunak, maka demam akan menetap. Demam sering dilaporkan lebih tinggi saat sore dan malam hari dibandingkan pagi harinya. Pada saat demam sudah tinggi, dapat disertai gejala system syaraf pusat, seperti kesadaran berkabut atau delirium atau obstundasi, atau penurunan kesadaran mulai apati sampai koma.Gejala sistemik lain adalah nyeri kepala, malaise, anoreksia, nausea, mialgia, nyeri perut, dan radang tenggorokan. Pada kasus yang berpenampilan klinis berat, pada saat pada saat demam tinggi akan tampak toksik atau sakit berat. Bahkan dapat dijumpai syok hipovalemik sebagai akibat kurang masukan cairan dan makanan. Gejala gastrointestinal pada kasus demam tifoid sangat bervariasi. Pasien dapat mengeluh diare, obstipasi, atau obstipasi disusul episode diare. Pada sebagian pasien lidah tampak kotor dengan putih ditengah sedang tepi dan ujungnya kemerahan. Rose spot, suatu ruam makulopapular berwarna merah dengan ukuran 1-5 mm, seringkali dijumpai pada daerah abdomen, thorax, ekstremitas, dan punggung pada orang kulit putih. Ruam ini muncul pada hari ke7-10 dan bertahan selama 2-3 hari. Rose spot tidak pernah dilaporkan ditemukan pada anak Indonesia. DIAGNOSIS1 Diagnosis Demam Tifoid berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan gastrointestinal, dan mungkin disertai perubahan kesadaran.Uji serologi widal suatu metode serologis yang memeriksa antibody aglutinasi terhadap antigen (O), flagella (H),

24

banyak dipakai untuk membuat diagnosis demam tifoid . di Indonesia pengambilan angka titer O agglutinin 1/40 dengan menggunakan uji Widal slide agglutination (prosedur pemeriksaan butuh waktu 45 menit) menunjukkan nilai ramal positif 96%. Banyak pendapat apabila titer O agglutinin sekali periksa 1/200 atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali maka diagnosis Demam Tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau, sedang Vi agglutinin dipakai pada deteksi pembawa kuman S.typhi (karier).

PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah Tepi5 Anemia, pada umumnya terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau perdarahan usus. Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000/l Limfositosis relatif Trombositopenia, terutama pada demam tifoid berat

Pemeriksaan Serologi Serologi Widal: kenaikan titer S. Typhi titer O 1:200 atau kenaikan 4 kali titer fase akut ke fase konvalesens5 Tes serologis terhadap antibodi Salmonella memungkinkan untuk dikerjakan namun dapat menunjukkan reaksi silang dengan species Salmonella lainnya dan sensitifitasnya hanya 70% 6 Kadar IgM dan IgG (Typhi-dot) 5

Biakan Salmonella Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit. 5 Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4 Kultur tinja biasanya positif pada minggu ke-3 sampai ke-57

25

Pemeriksaan radiologis5 Foto toraks, apabila diduga terjadi komplikasi pneumonia Foto abdomen, digunakan apabila diduga terjadi komplikasi intestinal seperti perforasi usus atau perdarahan saluran cerna. Pada perforasi usus tampak distribusi udara tak merata, tampak air-fluid level, bayangan radiolusen di daerah hepar, dan udara bebas pada abdomen DIAGNOSIS BANDING1 TBC gastroenteritis KOMPLIKASI3 Komplikasi yang sering adalah perforasi usus, miokarditis, dan manifestasi sistem saraf sentral. Perdarahan ditampakkan oleh penurunan suhu dan tekanan darah serta kenaikan frekuensi nadi. Perforasi biasanya sebesar ujung jarum tetapi dapat sebesar beberapa sentimeter, khas terjadi pada ileum distal dan disertai dengan penambahan nyeri perut yang mencolok, sakit, muntah, dan tanda-tanda peritonitis dengan ditandai peningkatan kadar transaminase yang tidak mencolok. Ikterus dengan atau tanpa disertai kenaikan kadar transaminase , maupun kolesititis akut dapat dijumpai. Miokarditis toksik mungkin ditampakkan oleh aritmia, blockade sinoatrial, perubahan ST-T pada elektrokardiogram, syok kardiogenik, infiltrasi lemak, dan nekrosis miokardium. Hepatitis tifosa asimtomatik dapat dijumpai pada demam tifoid Komplikasi neurologis termasuk kenaikan tekanan intrakranial, trombosis serebral, ataksia serebelar akut, khorea, afasia, ketulian, psikosis, dan mielitis transversal. Komplikasi lain yang dapat dijumpai yaitu trombositopenia, koagulasi intravascular disseminate, hemolytic uremic syndrome, fokal infeksi dibeberapa lokasi sebagai akibat bakteremia Misalnya infeksi pada tulang, otak, hati, limpa, otot, kelenjar ludah, dan persendian. PROGNOSIS1

26

Prognosis tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara berkembang, angka mortalitasnya >10 %, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia, mengakibnatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. PENCEGAHAN Tempat yang sesuai untuk buang air besar, klorinasi air, tata cara menjaga higien makanan, identifikasi karier, merupakan hal-hal yang dapat mencegah penyebaran tifus. Orang yang teridentifikasi kuman salmonella di tinjanya dilarang bekerja pada bidang yang dapat membahayakan kesehatan umum, seperti bidang pangan, pengasuhan anak, atau pelayanan kesehatan. Pendidikan mengenai mencuci tangan sebelum makan dan menjaga hygiene perorangan adalah penting. Orang yang teridentifikasi salmonella di tinjanya dapat bekerja kembali di bidang rawan kesehatan umum setelah mendapatkan hasil negatif pada tiga kali pemeriksaan kultur tinja2 Terdapat dua sediaan vaksin yaitu oral dan parenteral.4 1. Vaksin demam tifoid oral Vaksin demam tifoid oral dibuat dari kuman Salmonella typhi galur non patogen yang telah dilemahkan. Respon imun pada vaksin ini termasuk sekretorik IgA. Secara umum efektifitas vaksin oral sama dengan vaksin parenteral yang diinaktivasi dengan pemanasan., namun vaksin oral mempunyai reaksi samping lebih rendah. Vaksin tifoid oral dikenal dengan nama Ty-21a. Penyimpanan pada suhu 2C-8 C. Vaksin ini kemasannya berbentuk kapsul, untuk anak umur 6 tahun atau lebih. Cara pemberian 1 kapsul vaksin dimakan tiap hari ke-1, 3, 5, satu jam sebelum makan dengan minuman yang tidak lebih dari 37C. Kapsul ke-4 pada hari ke-7 terutama bagi turis. Kapsul harus ditelan utuh dan tidak boleh dibuka karena kuman dapat mati oleh asam lambung. Vaksin tidak boleh diberikan bersamaan dengan antibiotik, sulfonamid, atau antimalaria yang aktif terhadap salmonella. Vaksin ini juga menimbulkan respon yang kuat dari interferon mukosa, pemberian vaksin polio oral sebaiknya ditunda dua minggu setelah pemberian terakhir dari vaksin tifus ini. Imunisasi ulangan diberikan tiap 5 tahun. Namun pada

27

individu yang terus terekspos dengan infeksi Salmonella sebaiknya diberikan 3-4 kapsul tiap beberapa tahun. Daya proteksi vaksin ini hanya 50-80%, maka yang sudah divaksinasipun dianjurkan untuk melakukan seleksi pada makanan dan minuman. 2. Vaksin polisakarida parenteral Susunan vaksin polisakarida setiap 0,5 ml mengandung kuman Salmonella typhi, polisakarida 0,025 mg, fenol dan larutan buffer yang mengandung natrium klorida, disodium fosfat, monosodium fosfat dan pelarut untuk suntikan. Penyimpanan pada suhu 2C-8C, jangan dibekukan. Vaksin ini kadaluwarsa dalam 3 tahun. Pemberian secara suntikan intramuskular atau subkutan pada daerah deltoid atau paha. Imunisasi ulangan tiap 3 tahun. Reaksi samping lokal berupa demam, nyeri kepala, pusing, nyeri sendi, nyeri otot, nausea, nyeri perut jarang dijumpai. Sangat jarang bisa terjadi reaksi alergi berupa pruritus, ruam kulit, dan urtikaria. Indikasi kontra: alergi terhadap bahan-bahan dalam vaksin. Juga pada saat demam, penyakit akut maupun penyakit kronik progresif. Daya proteksi 50-80%, maka yang sudah divaksinasipun dianjurkan untuk melakukan seleksi pada makanan dan minuman. TATA LAKSANA Tata laksana demam tifoid ialah dengan antibiotik, yaitu: kloramfenikol, florokuinolon, amoksisilin, seftriakson dan trimetoprim-sulfametoksazol7 Kloramfenikol masih merupakan pilihan pertama pada pengobatan penderita demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian selama 10-14 hari, sedangkan pada kasus malnutrisi atau penyakit pengobatan diperpanjang 21 hari.Ampisilin memiliki dosis yang dianjurkan 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian secara intravena. Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian peroral memberikan hasil yang setara dengan kloramfenikol. Pemberian Seftriakson 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 1-2 dosis selama 5-7 hari. Pemberian Cefixime oral 10-15 mg/kgBB/hari selama 10 hari dapat diberikan sebagai alternatif.1 Antibiotik yang direkomendasikan pada individu yang beresiko tinggi termasuk ampicillin, amoxicillin, dan trimetoprim-sulfamethoxazol. Pada area yang resisten multi obat, cefotaxim atau ceftriaxon direkomendasikan.8

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Sumarmo S.Purwo, Herry Garna, Sri Rezeki. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2002. 2. Rudolph Abraham, Julien Hoffman. Rudolphs Pediatrics. Twentieth edition. Jakarta: Elsevier. 2000. 3. Behrman, Kliegmen, Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Jakarta:EGC. 2000. 4. Suyitno hariyono, Soedjatmiko, Ismoedijanto. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2008. 6. Tim RSCM. Draft Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Jakarta: Badan Penerbit RSCM. 2007. 7. Typhoid Fever. Available at: http://www.CMAJ.com/content.html. Accessed July 26, 2009. 29

8. Salmonella Infection. Available at: http://www.merck.com/content.html. Accessed July 26, 2009 9. Salmonella treatment and medication. Available at: http://www.emedicine.com/content.html. Accessed July 26, 2009 10. Typhoid Fever.Available at: http://www.mayoclinic.com/content.html. Accessed July 26, 2009 11. Typhoid Fever in Children. Available at: http://www.SMJ.com/content.html. Accessed July 26, 2009

30

Anda mungkin juga menyukai