BUKU
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
No : 1 / April / 2011
BUKU
Tim Redaksi
Pengarah : Penanggung Jawab : Ketua : Wakil Ketua : Sekretaris : Anggota : Freddy H. Tulung Bambang Wiswalujo Ismail Cawidu Tahsinul Manaf Nurlaili 1. Rosmiati 2. Lukman Hakim 3. Dimas Aditya Nugraha 4. Marulak Simangunsong 5. Enung Dahliawati 6. Fera Setia Nurana 7. Fauzan Dwi Rahajo 8. Yudi Syahrial 9. Nuniek Aprianti Wibowo 10. Dewi Farida Simatupang 11. Aditya Ranadireksa 12. Riana Siskinandini 13. Tri Budianti 14. Siti Chodijah Narasumber : Teguh Imawan Pembuat Artikel : Sumito Yuliarso Desainer/Layouter : Farida Dewi Maharani
Kata Pengantar
Kami mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan kekuatan kepada kami untuk menerbitkan Buku Paket Informasi Publik tentang laju pertumbuhan penduduk dan ketahanan pangan. Salah satu tugas Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika adalah memenuhi hak tahu publik (public rights to know), selain mengakomodasi aspirasi masyarakat dan meningkatkan citra lembaga negara. Laju pertumbuhan penduduk dan ketahanan pangan merupakan topik yang layak diketahui publik karena dua pertimbangan. Pertama, angka laju pertumbuhan penduduk nasional sudah mengkhawatirkan. Kedua, ketidakmampuan mengendalikan laju jumlah penduduk niscaya akan mengancam ketahanan pangan nasional. Semua pihak perlu melakukan tindakan agar problem terburuk tidak sampai terjadi. Apalagi, isu kependudukan dan ketahanan pangan merupakan isu strategis dan bersifat lintas sektoral. Maksudnya, kedua persoalan itu tidak mungkin diselesaikan problematikanya hanya oleh satu instansi/lembaga/kementerian tertentu.
Karena itulah, monitoring dan analisis konten media terhadap isu kependudukan dan ketahanan pangan dilakukan sebagai upaya memberikan peringatan dini (early warning) menghadapi potensi besaran permasalahannya. Buku Paket Informasi Publik tentang laju pertumbuhan penduduk dan ketahanan pangan ini merupakan bagian dari kegiatan perumusan agenda setting yang dilakukan oleh Direktorat Pengolahan dan Penyediaan Informasi Direktorat Jenderal IKP. Sebelum dikemas menjadi buku, sebelumnya dilaksanakan serangkaian pembahasan, telaah, dan diskusi kelompok terfokus (Focus Group Discussion) soal kependudukan dan ketahanan pangan dengan menghadirkan narasumber kompeten dan melibatkan redaktur beberapa media massa nasional. Dengan sejumlah kegiatan sedemikian itu, diharapkan cakupan isi buku paket informasi publik ini cukup komprehensif, sehingga dapat menjadi pegangan bagi semua pihak yang hendak melakukan diseminasi atau penyebaran informasi laju pertumbuhan penduduk dan ketahanan pangan nasional kepada masyarakat luas. Para petugas humas dan aparat pemerintah di bidang penyebaran informasi publik di lingkungan Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Organisasi Profesi, dan Organisasi Masyarakat, baik tingkat nasional maupun pemerintah provinsi/kabupaten/kota diharapkan dapat memanfaatkan buku ini dengan sebaik-baiknya. Dengan terbitnya buku paket informasi publik ini, langkah nyata menyediakan informasi yang edukatif, mencerahkan, dan memberdayakan telah mulai dilakukan. Semoga kehadiran paket informasi publik dalam bentuk cetakan buku ini dapat bermanfaat bagi kita bersama. Namun, kami menyadari bahwa konten dan kemasan buku ini
ii
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran demi perbaikan akan kami terima dengan lapang dada, demi melayani kebutuhan informasi masyarakat. Terima kasih.
FREDDY H. TULUNG
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF MASALAH PENINGKATAN PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL 1.1. Masalah Kependudukan 1.1.1. Lonjakan jumlah penduduk 1.1.2. Keluarga Berencana Bukan Program Prioritas 1.2. Masalah Ketahanan Pangan 1.2.1. Ketersediaan Pangan 1.2.2. Harga dan Impor Pangan 1.2.3. Regulasi Pangan 1.2.4. Persoalan Panen hanan Pangan Nasional 1.3.1. Media dan Isu 1.3.1.1. Sebaran Isu 1.3.1.2. Sebaran Media 1.3.2. Arah Pemberitaan 1.3.2.1. Tendensi Isu 1.3.2.2. Tendensi Media 1.3.2.3. Tren Isu 1.3.2.4. Media dan Isu 1.3.3. Sebaran Narasumber 1.3.4. Sebaran Isu, Jurnalis, dan Narasumber buhan Penduduk dan Ketahanan Pangan Nasional 6 7 8 9 13 14 15 18 19 21 21 21 23 24 24 25 26 27 29 30 31 i iv 1
iv
KEBIJAKAN PENGENDALIAN PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN KETAHANAN PANGAN 2.1. Kebijakan Pengendalian Pertumbuhan Penduduk 2.1.1 Sensus Penduduk 2.1.2 Program Keluarga Berencana Nasional 2.2. Kebijakan Ketahanan Pangan 2.2.1. Denisi Pangan 2.2.2. Jenis Pangan 2.2.3. Peta Ketahanan dan Kerawanan Pangan Tahun 2010 2.2.4. Aksesibilitas Pangan 2.2.5. Pemanfaatan/konsumsi biologis pangan 2.2.6. Perkembangan Produksi Pangan Tahun 1990-2010 2.2.7. Perkembangan Produksi Padi (GKG) Tahun 2002-2010 LOG) 2.2.9. Dominasi harga pangan terhadap laju inasi nasional 2.2.10. Investasi bidang pangan 33 34 34 42 46 46 46 48 50 50 52 54 55 56 57
2.2.8. Harga GKP dan beras medium dibanding HPP 2004 2011 (BU-
PROGRAM PENGENDALIAN PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL 3.1 Pengendalian Pertumbuhan Penduduk 3. 2 Ketahanan Pangan Nasional 65 3. 2.2. Diversikasi Pangan 3.2.3. Stabilisasi Harga 3.2.4. Swasembada Pangan 3.2.5. Revitalisasi Pertanian PENUTUP Lampiran 69 70 71 72 77 80 61 62 65
3.2.1. Strategi Pencapaian Surplus Beras 10 juta Ton Periode 2011 2015
Ringkasan eksekutif
Ditjen IKP Kominfo menyelenggarakan FGD dengan tema Peningkatan Perumbuhan Penduduk dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Pangan, tanggal 10 Februari 2011, di Hotel Redtop, Jakarta. FGD menghadirkan beberapa narasumber : a) Drs. Freddy H Tulung, MUA, Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika; b) Dr. Ida Bagus Permana, M.Sc, Plh. Deputi Kependudukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN); c) Dr. Tjuk Eko Hari Basuki, Kapus Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian; d) Dr. Wendi Hartanto, Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan, Deputi Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik; e) Prof. Dr. Bustanul Arin Besar Demogra Universitas Lampung; f) Dirut serta Wakil Pemimpin Redaksi Lembaga Kantor Berita Antara; g) Peserta aktif dari redaktur tujuh media cetak nasional; h) Staf khusus presiden bidang Lingkungan Hidup; serta i) Dewan Nasional Perubahan Iklim. Berikut adalah poin-poin penting hasil FGD: 1. Perkembangan isu laju pertumbuhan penduduk Indonesia dan implikasinya terhadap ketahanan pangan nasional yang diangkat media pada periode Januari-Februari 2011 cenderung mengangkat wacana adanya situasi kerentanan pangan. Wacana tentang ketersediaan pangan, uktuasi harga pangan, dan lonjakan jumlah penduduk merupakan fokus utama media pada artikelartikel yang dirilisnya. 2. Ditjen IKP Kemkominfo melihat itu sebagai informasi dini yang perlu diantisipasi bagaimana agar arah wacana dapat dipa-
hami dengan baik oleh publik. Kehadiran narasumber dari berbagai instansi terkait, diharapkan dapat memberikan informasi berisi gambaran utuh mengenai kondisi riil peningkatan pertumbuhan penduduk dan ketahanan pangan nasional sehingga media dapat menyajikan informasi yang merepresentasikan fakta dengan porsi yang berimbang dan objektif. 3. Ditjen IKP menginformasikan hasil rapat koordinasi terbatas Menko Perekonomian yang memamaprkan Strategi Pencapaian Surplus Beras 10 juta Ton Periode 2011 2015, yaitu : (1) Perluasan dan Pengelolaan Lahan; (2) Penerapan Teknologi; (3) Penurunan Konsumsi Beras; dan (4) Penyempurnaan Lahan. 4. BKKBN menyoroti dua hal yang menjadi fokus global saat ini, yakni persoalan kerusakan lingkungan dan pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali. Dimana, para ahli menyebutkan bahwa jika kedua hal tersebut tidak segera ditangani, maka pada tahun 2030 akan terjadi kelangkaan pangan, air, dan energi. Di Indonesia, terjadi peningkatan tren Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) menjadi 1,49% pada periode 2000-2010 yang merupakan dampak euporia reformasi dan otonomi daerah. Untuk mengefektifkan peran dan fungsinya, BKKBN diharapkan menjadi lembaga setingkat Menteri. 5. BKKBN juga menekankan perlunya komitmen daerah dalam menyukseskan Program KB. Kepala daerah perlu memberikan dukungan kepada para Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) yang menjadi ujung tombak kesuksesan program di lapangan. Pasalnya, masalah reproduksi anak sangat terkait dengan urusan budaya setempat. Pendekatan yang dilakukan harus intensif dan merakyat. 6. Tingkat kelahiran saat ini disebutkan BPS sudah mulai menurun. Namun, jumlah kelompok perempuan yang cukup besar, potensial memicu peningkatan angka kelahiran pada masa mendatang. Selain upaya sosialisasi program Keluarga Beren-
cana, pengendalian laju pertumbuhan penduduk harus bersinergi dengan kemampuan penyediaan pangan. BPS juga menilai perlu adanya langkah-langkah dalam mengatasi persoalan inasi bahan makanan yang berpengaruh pada ketersedian pangan dan harga yang semakin meningkat. 7. Guru Besar Demogra Universitas Lampung Prof. Dr. Bustanul Arin menilai Instruksi Presiden SBY untuk stabilisasi harga pangan juga wajib dilaksanakan tuntas. Di daerah, para gubernur wajib secara aktif memberdayakan Tim Pengendali Inasi Daerah (TPID), melibatkan akademisi di daerah. Sektor pertanian juga harus mampu beradaptasi dengan ancaman perubahan iklim. 8. Prof. Dr. Bustanul Arin juga mengatakan bahwa ekstensikasi lahan pertanian dan diversikasi pangan masih merupakan solusi dari ketahanan pangan nasional. Secara nasional pemerintah harus membuka lahan produktif baru, sementara dukungan di tingkat lokal adalah upaya untuk pengembangan pangan lokal. 9. Prof. Dr. Bustanul Arin meminta pemerintah untuk mewaspadai harga pangan dunia yang terus menunjukkan tren meningkat. Ada kecenderungan negara produsen menghentikan impor pangan yang berakibat pada naiknya harga pangan dunia. 10. Kementerian Pertanian mengungkapkan bahwa diversikasi pangan sudah dilakukan sekitar tahun 1960. Namun, hal ini belum berjalan dengan baik karena faktor loso, budaya, dan kerangka spiritual. Selain diversikasi pangan, langkah-langkah yang tengah ditempuh pemerintah Indonesia dalam menciptakan ketahanan pangan nasional adalah faktor distribusi. Sehingga pada masa mendatang negara Indonesia diharapkan mampu menyediakan pangan bagi dalam negeri dan pasar global. 11. Selain itu, Kementerian Pertanian juga menyinggung alih fungsi lahan pertanian yang kian tak terkontrol terutama paska diberlakukannya otonomi daerah. Butuh komitmen para kepala daerah untuk menjadikan ketahanan pangan sebagai prioritas
pembangunan, alih-alih pembangunan infrastruktur saja. 12. Program prioritas Kementerian Pertanian dalam beberapa tahun ke depan adalah mengejar targetan swasembada pangan beras, jagung, kedelai, daging sapi dan gula. 13. Selain itu, perbaikan pada mekanisme Kredit Usaha Rakyat untuk meningkatkan kesejahteraan petani juga dilakukan kementerian terkait. 14. Peserta FGD dari media massa menilai perlu adanya kemudahan akses terhadap data dan informasi hasil kajian yang dilakukan pemerintah maupun akademisi. Mereka mengusulkan data dan informasi tersebut dirilis Kominfo secara gratis, sehingga media memiliki kemudahan untuk mendistribusikannya kepada publik. 15. Media juga menganggap topik ini mudah diangkat menjadi wacana publik selama ada dukungan informasi yang jelas dan akurat dari para pemangku kebijakan. 16. Kalangan media mengaku terkadang kurang jelas dalam menjelaskan permasalahan ke publik. Masih menggunakan indikator ketersediaan beras sebagai bentuk ketahanan pangan nasional. 17. Media meminta agar pemerintah melakukan survey yang dapat menjelaskan kondisi nyata ketersediaan dan produktivitas lahan. Hal tersebut mengingat data paling akurat yang disediakan BPS, merupakan angka perkiraan yang secara metodologi dapat dibenarkan namun kurang bisa menggambarkan kondisi nyata masalah pangan. 18. Media menyarankan kampanye masif untuk mengubah persepsi beras oriented di masyarakat. Pendekatan pola keteladanan tokoh masyarakat, dirasa tepat untuk digunakan dalam kampanye tersebut.
Bab
Pada awal tahun 2000an, Tim Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS) yang didukung oleh United Nations Population Fund (UNFPA) serta para pakar kependudukan memproyeksikan penduduk Indonesia pada 2010 sebanyak 234,1 juta. Angka ini merupakan proyeksi moderat yang mengasumsikan keberhasilan Program KB dalam menurunkan fertilitas pada periode 1970 2000 akan tetap berlanjut. Asumsinya berasal dari Hasil Survey Demogra dan Kesehatan Indonesia [SDKI] 2002/3 dan 2007. Selama kurun waktu dua kali SDKI tersebut Contraceptive Prevalence Rate [CPR] Nasional hanya naik 0,7 % dari 56,7 menjadi 57,4 % [modern method] sementara Unmet Need yang seharusnya turun malah naik dari 8,6 menjadi 9,1 %. Hasil akhirnya TFR nasional mandek pada angka 2,6. Padahal ketika menyusun Proyeksi Penduduk Indonesia 2000 2025, para perencana pembangunan bangsa ini mengharapkan TFR tahun 2007 sudah turun ke angka 2,2. Dari survey tersebut sebenarnya sudah memberi sinyal adanya Bom Kependudukan. Hasilnya, Sensus Penduduk 2010 mencatat jumlah penduduk Indonesia 237,6 juta jiwa, atau 3,5 juta di atas angka proyeksi tersebut. Persoalan lebih serius adalah menghadapi tahun 2015. Diproyeksikan penduduk Indonesia akan berjumlah 248,2 juta. Dengan kata lain selama masa tugas ke-2 Presiden SBY diperkirakan jumlah penduduk Indonesia akan bertambah lebih dari 14 juta jiwa.
Laju pertambahan penduduk yang cepat saat ini, tidak bisa lepas dari permasalahan pelaksanaan program keluarga berencana yang terjadi dalam 10 tahun terakhir, antara lain adanya perubahan pelayanan di tingkat lini lapangan setelah desentralisasi, terjadinya perubahan pola hubungan pusat dan daerah, menurunnya jumlah tenaga lapangan KB dan pola kelembagaan program KB di kabupaten dan kota. Kondisi ini akan menjadikan akses dan kualitas pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi yang rendah, terutama bagi masyarakat miskin, penduduk yang tinggal di perbatasan dan wilayah terpencil serta pulau-pulau terluar, sehingga terjadi disparitas dari Contraceptive Proportion Rate (CPR) antara provinsi yang satu dengan provinsi lainnya . Jumlah penduduk yang banyak akan memberikan implikasi terhadap ketersediaan berbagai kebutuhan hidup, yang akan memberikan pengaruh terhadap kehidupan ber-masyarakat, berbangsa dan ber-agama. Fakta ini tidak sendirian, ditambah lagi dengan data yang menyebutkan bahwa kelahiran pada keluarga kurang mampu lebih banyak dibanding dengan keluarga mampu dan berpendidikan. Angka Total Fertility Rate (TFR) pada keluarga kurang mampu mencapai angka 3, artinya setiap perempuan memiliki setidaknya 3 orang anak. Sedangkan pada keluarga mampu dan berpendidikan rata-rata TRF 2,3. Hal tersebut berarti tanggungan yang berat tidak hanya menjadi beban masyarakat yang miskin, tetapi juga beban pemerintah. Sebab persoalan bagi keluarga miskin berkaitan erat dengan kemampuan mengakses pelayanan kesehatan dan pendidikan. Keluarga kurang mampu dengan jumlah anak yang banyak diperkirakan akan menurunkan kemampuan investasi sumber daya manusia (SDM) dalam keluarga. Hal inilah yang menjelaskan rendahnya indeks pembangunan
10
manusia Indonesia yang masih tercecer di peringkat 108 dari 169 negara. Di ASEAN, Indonesia berada di peringkat 6 dari 10 negara, atau lebih rendah daripada Singapura, Brunai Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Mengabaikan program KB jelas akan berdampak luas pada lingkungan, kesejahteraan rakyat, peningkatan sarana/prasarana, belanja dan pelayanan pemerintahan dan sebagainya, di antaranya: Apabila Pembangunan Kependudukan dan Program KB tidak segera mendapatkan perhatian dari para pengambil kebijakan, maka pertambahan penduduk sebesar 3,5 juta per tahun akan menjadi beban bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Desentralisasi pemerintahan yang terjadi saat ini menyulitkan program KB. Banyak kota atau kabupaten tidak membentuk kelembagaan yang menangani program KB. Data menunjukkan, dari 471 kabupaten/kota di Indonesia, hanya 65 persen diantaranya yang telah memiliki badan yang mengurusi KB. Padahal, pembentukan badan KB ini diatur di dalam Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 2007. Pada era otonomi daerah ini BKKBN tidak dapat lagi melakukan intervensi program kepada kabupaten/ kota terkait kependudukan dan KB. Untuk itu, perlu dilakukan inovasi program dalam bentuk kemitraan, apalagi dengan banyak berkurangnya petugas lapangan KB dan tidak ada lagi bantuan permodalan untuk kelompok UPPKS dari APBN. Guru Besar Ekonomi Kependudukan Universitas Indonesia yang juga peneliti senior Lembaga Demogra UI, Sri Moertiningish Adioetomo, mengatakan, untuk menggalakkan kembali KB dibutuhkan komitmen politik yang kuat dari para bupati dan wali kota. Kini, di tangan para kepala daerah itu berbagai program pembangunan untuk rakyat tertumpu. Komitmen dapat ditunjukkan dengan penyediaan anggaran KB yang memadai. Pemerintah daerah harus menyadari bahwa
11
kependudukan adalah isu sentral pembangunan yang akan memengaruhi berbagai kebijakan berikutnya, mulai dari program pendidikan hingga kesehatan. Pemerintah juga perlu menyiapkan mekanisme operasional program KB secara matang agar dapat berjalan penuh di lapangan. Aparat pemerintah harus mampu menggerakkan masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama, hingga petugas kesehatan dan penyuluh KB agar dapat berperan aktif. Di lapangan, peran serta kelompok masyarakat sangatlah strategis. Saat ini, hanya ada sekitar 21.000 petugas lapangan KB (PKB) dan penyuluh lapangan KB (PLKB) dengan sekitar 75.000 desa. Padahal, idealnya, satu desa memiliki satu petugas PKB/ PLKB. Untuk desa-desa di Jawa yang jumlah penduduknya mencapai puluah ribu orang, maka satu orang PKB/PLKB jelas tidak cukup. Karena itu, pembentukan PKB/PLKB baru perlu segera dilakukan. Tak hanya itu saja. Era reformasi juga ditandai dengan makin tingginya kesadaran politik atas hak asasi manusia (HAM). Hak bereproduksi yang merupakan bagian dari HAM, membuat tidak ada kewenangan yang bisa melarang orang untuk berketurunan. Slogan Dua Anak Cukup tak lagi laku di masyarakat. BKKBN pun merubahnya menjadi Dua Anak Lebih Baik. Terjadi kecenderungan baru yang mengejutkan bahwa kelompok keluarga yang sangat mapan justru cenderung menginginkan anak lebih banyak. Meskipun, secara umum, tingkat fertilitas tinggi masih didominasi kelompok masyarakat kurang mampu. Ini bisa terjadi sebab bagi kelompok ini anak masih dianggap sebagai aset dan komoditas. Akses warga terhadap alat kontrasepsi juga perlu dipermudah dan dipermurah. Kemudahan akses itu khususnya bagi mereka yang tidak mampu, tinggal di daerah terpencil, dan wilayah perbatasan. Warga miskin yang menjadi sasaran KB seyogianya
12
13
14
jagung 6 juta ton, konsumsi langsung sulit mencapai 12 juta ton, maka estimasi produksi jagung mungkin juga overestimate, karena faktanya industri pakan juga masih impor jagung >600 ribu ton. Kedelai: Produksi 900 ribu ton kedelai kering, jauh di bawah target swasembada 2014 yang mencapai 2,5 - 3 juta ton. Saat ini pemenuhannya masih impor dari AS. Gula: Produksi 2,4 juta ton, masih di bawah target yang mencapai 2,8 juta ton. Padahal total konsumsi >4,5 juta ton : terdiri dari 2,5 juta ton gula konsumsi dan 2 juta ton gula ranasi, berasal dari impor gula mentah. Tabel 1.1.
15
transisi dan negara maju. Hal tersebut tentu berdampak pada peningkatan kebutuhan pangan di negara bersangkutan. Padahal jumlah lahan yang tersedia, yang berarti berimplikasi pada pemenuhan stok pangan, tidak melulu ada di negara berkembang. Bahkan, ironisnya, stok pangan lebih banyak berada di negara maju yang berhasil dengan program-program intensikasi pangannya. Gambar 1.3. Jumlah Penduduk Dunia VS Permintaan Pangan Dunia
1981
1999
2015
2030
1981
1999
2015
2030
16
Tak hanya faktor peningkatan penduduk saja, melainkan juga kondisi perubahan iklim dunia yang mendorong banyak negara mengatur ulang ekspor pangan dari negaranya. Sebut saja Rusia yang memberlakukan larangan ekspor gandum pada tahun 2010 menyusul ancaman gelombang panas dan kekeringan yang memicu kebakaran hebat di tahun 2010. Panen gandum 2010 yang hanya mencapai 60 juta ton membuat Rusia harus mempertimbangkan pemenuhan cadangan panen, sehingga memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan pangan negaranya. Negara pengekspor beras seperti Vietnam dan Thailand juga sudah memberikan peringatan karena persediaan beras mereka juga sudah menipis akibat cuaca ekstrem. Dampak langsungnya adalah melonjaknya harga pangan dunia. Data menunjukkan, suplai pangan dunia tidak sebanding dengan permintaan. Stok beras dunia mencapai titik terendah yang mendorong harga mencapai level tertinggi selama 20 tahun terakhir, sedangkan stok gandum mencapai titik terendah selama 50 tahun terakhir. Harga seluruh pangan meningkat pada angka fantastis 75% dibandingkan dengan tahun 2000, beberapa komoditas bahkan naik lebih dari 200%. Beras: laju kenaikan harga beras 10 tahun ke depan sebesar 38% (tahun 2008 kenaikan mencapai 80%). Gula: 18% (tahun 2008 mencapai 36%), Jagung 40% (tahun 2008 mencapai 60%), Kedelai 22% (tahun 2008 mencapai 63%), Gandum 18% (tahun 2008 mencapai 80%), dsb Perbedaan utama: Tahun 2008 disertai spekulasi besar pada pasar komoditas (futures market) karena pasar saham di Wall Street sangat volatile, terutama dipengaruhi krisis keuangan AS pada masa Presiden George W Bush.
17
Tabel 1.2.
18
Usulan harga referensi (HPP) beras di tingkat provinsi mungkin cukup relevan untuk mmberikan kepastian kepada petani. Akan tetapi, strategi tersebut perlu dipertimbangkan masak-masak karena akan sangat naif jika memberikan suatu insentif bagi produsen yang tidak meningkatkan kulaitas produksinya. Peningkatan produksi dan produktivitas merupakan suatu kewajiban yang dilakukan. Langkah penyebaran verietas unggul, akurasi waktu penyediaan pupuk dan sarana produksi, pembiayaan pertanian, bimbingan teknis dan taktis kepada petani, dll wajib terus dilaksanakan. Instruksi Presiden SBY untuk stabilisasi harga pangan juga wajib dilaksanakan tuntas. Di daerah, para gubernur wajib secara aktif memberdayakan Tim Pengendali Inasi Daerah (TPID), melibatkan akademisi di daerah Estimasi dan metodologi penghitungan produksi dan ketersediaan pangan di Indonesia perlu penyempurnaan. Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan. Tetapi belum ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri. Dalam hal ini UU ini mengamanatkan perlunya 8 Peraturan Pemerintah, 1 Peraturan Menteri Pertanian, 3 Peraturan Daerah.
19
lahan pertanian. Pada saat ini, peranan pemerintah daerah sangat signikan dalam meningkatkan stok pangan lokal. Mulai dari pengembangan pangan lokal sampai pada menatalaksanakan peruntukan lahan, semisal menjaga lahan-lahan produktif untuk pertanian. Hal yang tentu sangat bertolak belakang dengan kebutuhan pemerintah daerah dalam pembangunan infrastruktur dengan argumen membuka lapangan kerja. Perlu strategi dan penanganan tersendiri dari pemerintah daerah. Di samping itu, secara nasional, membuka lahan baru merupakan solusi yang tak bisa ditawar lagi. Pun dengan program diversikasi pangan untuk menunjang persepsi masyarakat yang sudah menganggap pangan adalah nasi atau beras. Tabel 1.3. Perkembagan Produksi Padi (GKG), 2002-2010
Sumber: BPS (berbagai tahun), data terakhir: Angka Ramalan Produksi 3, tanggal 1 November 2010
20
21
tiga isu yaitu : Isu ketersediaan pangan dalam negeri Isu harga pangan Isu regulasi pangan dan lonjakan jumlah penduduk Dari pengumpulan berita terdapat 10 isu yang berkembang dimasyarakat. Isu mengenai lonjakan pertumbuhan penduduk menempati urutan ketiga dari semua berita yang diangkat oleh media. Ketersediaan Pangan menempati urutan pertama dengan 36%, kemudian disusul dengan Harga Pangan yang mencapai 17 %, Regulasi Pangan 11%, Lonjakaan Penduduk 11%, Program KB 10%, Persoalan Lahan 5%, Persoalan Panen 2%, Kesejahteraan Petani 2 % dan yang terakhir Investasi Bidang Pangan yang hanya mendapat 1%. Gambar 1.4. Sebaran Isu Berita
22
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa www.www.kompas.com merupakan media paling dominan mengangkat isu peningkatan pertumbuhan penduduk dan ketahanan pangan dengan presentase 26%. Posisi kedua, ditempati Tempo Interaktif dengan presentase 18%, dan pada posisi ketiga ditempati oleh dua media yaitu www. www.detik.com dan Kompas Cetak yang sama-sama memuat 13% dari total pemberitaan pada periode tersebut. Disusul www. republika.co.id dengan presentase 9%, www.mediaindonesia.. com dengan 7%, www.antaranews.com 5%, Seputar Indonesia 4%, Rakyat Merdeka Online 4%, dan yang terakhir ditempati oleh Suara Karya dengan 1%.
23
114
Positif
48
40% 30% 20% 10% 0%
Netral
Negatif
94
24
ini sebagai masalah bersama yang butuh kerjasama semua pihak, baik masyarakat, media, dan pemerintah. Gambar 1.7. Tendensi Media Berdasarkan Isu
Ketersediaan Pangan Harga Pangan Regulasi Pangan Lonjakan Penduduk Program KB Persoalan Lahan Impor Pangan Persoalan Panen Kesejahteraan Petani Investasi Bidang Pangan
0% 10%
32 22 2 5 12 6 7 7 2 3 1
20% 30%
12 5 22 9 10 1 2 2
48 16
7 10 6 3 1 1 2
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Negatif
Netral
Positif
25
positif, hampir mencapai 50%, sedangkan untuk berita yang bertendensi negatif dan netral berselisih kurang dari 10%. Dari keseluruhan media, www.detik.com paling banyak menyajikan berita bertendensi positif, disusul dengan Tempo Interaktif dan www.kompas.com. Sedangkan media yang menyajikan berita bertone negatif, www.kompas.com memiliki jumlah terbanyak, diikuti dengan kompas cetak dan Tempo Interaktif. Gambar 1.8. Sebaran Tendensi Media
Kompas.com Tempo Interaktif Detik.com Kompas Cetak Republika.co.id Media Indonesia Online Antara News Seputar Indonesia RM Online Suara Karya
0% 10% 20%
40 12 7 2 19 5 6 1 1 2 1
30% 40% 50% 60%
10 13 25 9 7 2 10 9 9 7 1
70% 80%
16 22
5 10
4 1
90%
100%
Negatif
Netral
Positif
26
menurunkan pula berita mengenai regulasi pangan. Selama periode 22 Januari 21 Februari 2011, isu peningkatan pertumbuhan penduduk dan ketahanan pangan nasional tampak kurang diminati media. Jumlah pemberitaannya terus merosot sampai pada 15 - 21 Februari 2011. Terangkat kembali pada 1 7 Maret 2011 dengan 42 berita dengan isu mengenai ketersediaan pangan, harga pangan, lonjakan penduduk dan program KB. Gambar 1.9. Grak Tren Isu
27
Tempo Interaktif sebagian besar memberitakan isu mengenai ketersediaan pangan, regulasi pangan, dan harga pangan. www. detik.com lebih banyak mengangkat isu ketersediaan pangan, program KB, harga pangan, dan regulasi pangan. www.repubika.co.id dan www.mediaindonesia.com lebih cenderung mengangkat isu mengenai ketersediaan pangan dan lonjakan penduduk. www.antaranews.com, lebih cenderung mengangkat isu mengenai ketersediaan pangan dan Program KB. Sedangkan Rakyat Medeka Online, hanya menyoroti isu mengenai ketersediaan pangan, Program KB, dan regulasi pangan. Media Kompas cetak, lebih banyak mengangkat isu tentang ketersediaan pangan dan harga pangan. Seputar Indonesia, lebih cenderung memberitakan masalah ketersediaan pangan dan Program KB. Dan Suara Karya hanya mengangkat satu isu yaitu ketersediaan pangan. Gambar 1.10. Jejaring Media & Isu
28
Hatta Radjasa Sugiri Syarief Suswono Susilo B Yudhoyono Mari Elka Pangestu Rusman Heriawan Agung Laksono Khudori Sutarto Alimoeso Kustantinah
5% 5% 6% 6%
4%3% 30%
12% 12%
17%
29
Jika dilihat dari Gambar 1.2. di atas, Hatta Radjasa dominan sebagai narasumber mengenai ketersediaan pangan, regulasi pangan, dan harga pangan. Sedangkan jurnalis yang antusias mengangkat topik tersebut adalah Iqbal Muhtarom dari Tempo Interaktif. Sementara itu, Kepala BKKBN, Sugiri Syarif dominan menjadi narasumber pada masalah lonjakan penduduk dan Program KB oleh Ajeng Ritzki Pitakasari dari www.republika.co.id. Menteri Pertanian Suswono banyak dikutip pada masalah ketersediaan pangan, regulasi pangan, dan harga pangan oleh Ajeng Ritzki Pitakasari dari www.republika.co.id, Rosalina dari Tempo Interaktif, dan Ramdhania El-Hida dari www.detik.com.
30
1.3.5. Rekomendasi Media Atas Pemberitaan Peningkatan Pertumbuhan Penduduk dan Ketahanan Pangan Nasional
Bagi pihak Antara News masalah peningkatan pertumbuhan penduduk dan ketahanan pangan nasional sangatlah strategis karena menyangkut kepentingan dan kondisi negara ke depan. Bila tidak mampu diselesaikan sejak dini, maka akan menjadi ancaman serius di masa yang akan datang. Antara juga menganggap topik ini mudah diangkat menjadi wacana di media selama ada pihak yang bersedia untuk memberikan keterangan. Pasalnya solusi dari permasalahan ini tak hanya urusan pemerintah semata, melainkan kondisi nyata yang harus segera dicarikan jalan keluarnya. Saat ini diakui, media juga sering salah kaprah dalam memahami persoalan. Baru mengangkat isu ketahanan pangan bila terdapat kasus kelaparan dengan menggunakan indikator ditemukan warga masyarakat yang makan tiwul. Media cenderung membahasakan ketahanan pangan dengan ketersediaan beras. Antara berharap agar banyak riset yang dipublikasikan oleh instansi terkait. Pun kemudahan akses narasumber menjadi salah satu hal yang diinginkan media untuk menjadikan isu ini sebagai wacana di tingkat masyarakat. Bisnis Indonesia meminta agar pemerintah melakukan survey yang dapat menjelaskan kondisi real ketersediaan dan produktivitas lahan. Hal tersebut mengingat data paling akurat yang disediakan BPS, merupakan angka perkiraan yang secara metodologi dapat dibenarkan namun kurang bisa menggambarkan kondisi nyata masalah pangan. Koran Sindo menyarankan kampanye besar yang melibatkan banyak pihak terkait merubah persepsi beras oriented yang sudah terlanjur menggejalan di masyarakat. Tak hanya itu, menyoal diversikasi pangan juga harus dicarikan jalan keluar yang lebih
31
kongkret. Pasalnya ketergantungan juga terjadi pada tepung terigu yang terbuat dari gandum. Padahal tanaman tersebut tidak bisa ditanam secara terus menerus karena iklim tropis Indonesia. Ketergantungan pada terigu menggejala mulai dari industry besar sampai industri rumah tangga. Republika menekankan pentingnya keteladanan dari tokoh bangsa dalam mengkampanyekan keragaman pangan. Dicontohkan pada masa orde baru, Muslimin Nasution menjadi tokoh yang mengkampanyekan slogan Kalau belum makan beras, maka belum modern. Perlu adanya kampanye serentak dengan pendekatan pola keteladanan.
32
2
KEBIJAKAN PENGENDALIAN PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN KETAHANAN PANGAN
Bab
33
34
Tabel 2.2 PENDUDUK INDONESIA MENURUT UMUR DAN JENIS KELAMIN Kelompok Laki-laki Perempuan LakiUmur laki+Perempuan (1) (2) (3) (4) 0-4 11 658 856 11 013 204 22 672 060 5-9 11 970 804 11 276 366 23 247 170 10-14 11 659 310 11 018 180 22 677 490 15-19 10 610 119 10 260 967 20 871 086 20-24 9 881 969 9 996 448 19 878 417 25-29 10 626 458 10 673 629 21 300 087 30-34 9 945 211 9 876 989 19 822 200 35-39 9 333 720 9 163 782 18 497 502 40-44 8 319 453 8 199 015 16 518 468 45-49 7 030 168 7 005 784 14 035 952 50-54 5 863 756 5 693 103 11 556 859 55-59 4 398 805 4 046 531 8 445 336 60-64 2 926 073 3 130 238 6 056 311 65-69 2 224 273 2 467 877 4 692 150 70-74 1 530 938 1 924 247 3 455 185 75+ 1 605 817 2 227 546 3 833 363 Tidak Terjawab 45 183 36 507 81 690 Jumlah 119 630 913 118 010 413 237 641 326
Tabel 2.2. Sumber: Badan Pusat Statistik , 2010
Tabel 2.2 menunjukan jumlah penduduk Indonesia menurut kelompok umur didominasi oleh kelompok usia anak-anak dan remaja dengan kisaran usia 0-19 tahun yang jumlahnya mencapai 38% dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia. Sementara
35
usia produktif (20-49 tahun) jumlahnya mencapai 46% dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia . Tabel 2.3 PENDUDUK INDONESIA MENURUT PROVINSI DAN JENIS KELAMIN
Kode (1) 11 12 13 14 15 16 17 18 19 21 31 32 33 34 35 36 Provinsi (2) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi S u m a t e r a Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Laki-laki (3) Perempuan Jumlah (4) (5) 4 494 410 12 982 204 4 846 909 5 538 367 3 092 265 7 450 394 1 715 518 7 608 405 1 223 296 1 679 163 9 607 787 43 053 732 32 382 657 3 457 491 37 476 757 10 632 166
2 248 952 2 245 458 6 483 354 6 498 850 2 404 377 2 442 532 2 853 168 2 685 199 1 581 110 1 511 155 3 792 647 3 657 747 877 159 635 094 862 144 21 907 040 16 091 112 838 359 588 202 817 019 21 146 692 16 291 545 18 973 241
36
Tabel 2. 4 Kode (1) 51 52 53 61 62 63 64 71 72 73 74 75 76 81 82 91 94 Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia
Tabel 2.4. Sumber: Badan Pusat Statistik , 2010
Provinsi (2)
Laki-laki (3) 1 961 348 2 183 646 2 326 487 2 246 903 1 153 743 1 836 210 1 871 690 1 159 903 1 350 844 3 924 431 1 121 826 521 914 581 526 775 477 531 393 402 398 1 505 883 119 630 913
Perempuan (4) 1 929 409 2 316 566 2 357 340 2 149 080 1 058 346 1 790 406 1 681 453 1 110 693 1 284 165 4 110 345 1 110 760 518 250 577 125 758 029 506 694 358 024 1 327 498 118 010 413
Jumlah (5) 3 890 757 4 500 212 4 683 827 4 395 983 2 212 089 3 626 616 3 553 143 2 270 596 2 635 009 8 034 776 2 232 586 1 040 164 1 158 651 1 533 506 1 038 087 760 422 2 833 381 237 641 326
Hasil sensus tahun 2010 menunjukan hampir 48% penduduk tersebar di tiga provinsi di Pulau Jawa, yaitu Jawa Barat (43.053.732 jiwa), Jawa Timur (32.382.657 jiwa), dan Jawa Tengah (37.476.757 jiwa). Hal ini menunjukkan persebaran penduduk Indonesia belum merata akibat masih terkonsentrasinya penduduk di pulau Jawa, lebih spesik lagi di kota-kota besar di pulau ini. Selain itu data sensus ini menujukkan kepadatan penduduk yang tidak seimbang
37
Laki-laki
55-59 50-54 45-49 40-44 35-39 30-34 25-29 20-24 15-19 10-14 5-9 0-4
Perempuan
12
10
6 Jutaan
6 Jutaan
10
12
Laki-laki
Perempuan
38
antara provinsi satu dengan provinsi lain (tabel 2.3 dan 2.4). Piramida penduduk Indonesia sejak tahun 1961 sampai dengan 1990 pada grak 2.1-grak 2.4 menunjukan angka kelahiran di Indonesia masih tinggi. Piramida penduduk pada tahun 20002010 yang terlihat pada grak 2.5 dan grak 2.6 mengalami perluasan pada rentang usia anak-anak dan rentang usia produktif. Sementara itu, secara keseluruhan, dilihat dari piramida penduduk sejak tahun 1961-2010, angka harapan hidup penduduk Indonesia masih rendah. Hal ini terlihat dari luasan piramida yang menyempit di rentang usia lebih dari 50 tahun. Dilihat dari rasio berdasarkan jenis kelamin pada piramida penduduk tahun 1961 sampai 2010, jumlah penduduk laki-laki mengalami peningkatan, sehingga pada sensus penduduk tahun 2010 jumlah penduduk laki-laki lebih besar daripada jumlah penduduk perempuan. Grak 2.7 Trend Jumlah Penduduk Indonesia
39
Tren jumlah penduduk Indonesia pada grak 2.7 menunjukan peningkatan secara berkesinambungan. Dapat dilihat sejak tahun 1930 jumlah penduduk Indonesia merangkak naik secara signikan setiap interval 10 tahun. Selama 10 tahun terakhir sejak tahun 2010, jumlah penduduk mengalami peningkatan yang paling besar yaitu sebanyak 32,5 juta jiwa. Pertumbuhan penduduk sempat mengalami penurunan pada rentang waktu 1990-2000 yaitu sebesar 25,7 juta jiwa dibandingkan dengan rentang waktu sebelumnya (1980-1990) yang mencapai angka 31,9 juta jiwa. Grak 2.8 Tren Laju Pertumbuhan Penduduk (% Per Tahun)
2.5% 2.37%
2.15%
2.13% 1.98%
2.0%
1.5%
1.49% 1.40%
Berdasarkan grak 2.8, tren jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat, meskipun laju pertumbuhannya dapat dikendalikan. Berdasarkan hasil sensus penduduk 1990-2000 jumlah penduduk Indonesia sebanyak 179,4 juta jiwa dan 205,1
40
juta jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,4 persen pertahun, lebih rendah dari laju pertumbuhan penduduk periode 1980-1990 sebesar 1,98 persen. Peningkatan laju pertumbuhan kembali terjadi pada periode 2000-2010 seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk (237,6 juta jiwa) dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49 persen . Secara absolut pertambahan penduduk Indonesia masih akan meningkat sekitar 3 sampai 4 juta jiwa per tahun. Hal ini disebabkan belum terkendalinya angka kelahiran, sehingga terjadi peningkatan jumlah penduduk pasangan usia subur yang relatif lebih cepat dibanding kelompok usia sebelumnya, atau timbulnya momentum kependudukan. Grak 2.9 Tren Sex Ratio Penduduk Indonesia
104
102
100
98
96
95
94
92
90
1961
1971
1980
1990
2000
2010
Sex ratio penduduk Indonesia adalah sebesar 101, yang artinya jumlah penduduk laki-laki satu persen lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan, atau setia 100 perempuan
41
terdapat 101 laki-laki. Trend sex ratio nasional pada grak 2.9 terus membesar, semakin lebih banyak laki-laki dibanding perempuan, sementara data tren distribusi penduduk menunjukan pemusatan/ konsentrasi penduduk tetap berada di Pulau Jawa,walaupun persentasenya menurun tetapi sangat lamban (grak 2.10) Grak 2.10 Tren Distribusi Penduduk
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Lainnya Sulawesi
69% 65% 64% 62% 60% 60% 58%
1930
1961
1971
1980
1990
2000
2010
42
B. Arah kebijakan program KBN Tahun 2010: 1. Memaksimalkan akses dan kualitas pelayanan KB terutama bagi keluarga miskin, berpendidikan rendah, PUS MUPAR, daerah pedesaan, tertinggal, terpencil, perbatasan dan daerah dengan unmet need tinggi 2. Peningkatan kualitas penyediaan dan pemanfaatan alkon MKJP 3. Peningkatan akses informasi dan kualitas pelayanan KR bagi keluarga dan individu untuk meningkatakan status kesehatan perempuan dan anak dalam mewujudkan keluarga sehat dengan jumlah anak ideal serta pencegahan berbagai penyakit seksual dan alat reproduksi 4. Peningkatan akses informasi dan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi remaja dalam rangka menyiapkan kehidupan berkeluarga dan pendewasaan usia perkawinan 5. Peningkatan kemampuan keluarga dalam pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak, pembinaan kesehatan ibu, bayi dan anak,serta pembinaan kualitas hidup keluarga secara terpadu 6. Pemberdayaan ketahanan keluarga akseptor KB untuk mewujudkan kemandiriannya dalam memenuhi kebutuhan keluarganya 7. Mengoptimalkan upaya-upaya advokasi, promosi dan KIE Program KB Nasional 8. Pembinaan kuantitas dan kualitas SDM di lini lapangan dan kualitas manajemen pengelolaan program KB nasional 9. Peningkatan kualitas pengelolaan data dan informasi Program KB Nasional Secara global data kependudukan menunjukan masih tingginya laju pertumbuhan penduduk dan masih tingginya tingkat kelahiran penduduk.
43
C. Program-program KB 1. Jaminan pelayanan KB berkualitas bagi rakyat miskin diantarnya tersedianya alkon gratis bagi Pasangan Usia Subur (PUS) peserta KB miskin (PB=3.027 jt dan PA=13,263 jt) 2. Peningkatan jejaring pelayanan kb pemerintah dan swasta/non pemerintah a. Terlayaninya pelayanan KB malalui 23.500 KKB pemerintah dan swasta b. Pemberi pelayanan KB swasta lainnya (PAKBD, apotek, dokter dan bidan) berjumlah 72.200 SDP Grak 2.11 Data Peserta KB Tahun 2007 2009
31000000 30813854
30500000
30000000
29841240
29500000 28943957
29000000
28500000
Berdasarkan data BKKBN, Grak 11 menunjukan tren jumlah peserta KB yang semakin meningkat dari tahun 2007 hingga 2009.
44
Pencapaian peserta KB perwilayah pada tahun 2007 hingga 2009 berdasarkan provinsi, peserta KB paling banyak berada di
45
pulau Jawa yaitu tahun 2007 sebanyak 17.170.329 , tahun 2008 sebanyak 17.519.177 dan tahun 2009 sebanyak 18.010.501.
46
salah satu jenis pangan. Akan tetapi jenis pangan di Indonesia tidak hanya beras saja. Berikut ini beberapa beberapa jenis pangan lain, termasuk beras, yaitu: a. Beras Sebagaimana bulir serealia lain, bagian terbesar beras didominasi oleh pati (sekitar 80-85%). Beras juga mengandung protein, vitamin (terutama pada bagian aleuron), mineral, dan air. b. Gandum Gandum memiliki kandungan zat yang cukup banyak. Mulai dari kalsium, potassium, magnesium, silicon, protein, sampai vitamin B dan E. Ini berarti gandum dapat mengurangi kadar kolesterol dan menyehatkan system pencernaan dalam tubuh. c. Jagung Jagung mengandung karbohidrat, protein, serat, asam folat dan khasiat penting lainya yang layak dan sehat jika dikonsumsi secara berkala. d. Kedelai Kacang kedelai merupakan bagian dari keluarga kacang polong yang kaya akan protein. Kacang kedelai juga baik untuk mencegah penyakit jantung dan tulang keropos. Untuk wanita khususnya, konsumsi kacang kedelai juga amat penting, karena kacang kedelai membantu menormalkan kadar estrogen dalam tubuh dan meningkatkan kadar estrogen yang rendah di tulang. e. Gula Gula merupakan sumber karbohidrat yang oleh tubuh akan diolah menjadi glukosa. Glukosa inilah yang kemudian akan diolah menjadi makanan bagi sel-sel tubuh manusia. f. Daging sapi Selain mengandung protein dan lemak, daging sapi pun mengandung vitamin dan mineral dalam kadar yang cukup tinggi, diantaranya vitamin B1 dan B2, zat besi serta kalsium. Adapun zat mineral semacam besi dan kalsium yang berperan penting untuk
47
meningkatkan esiensi transmisi saraf pada otak manusia dan mengoptimalkan proses pembentukan sel darah merah.
48
Gambar 2.13.
Pembagian daerah pada pemetaan kerentanan terhadap kerawanan pangan ini didasarkan pada perkembangan ekonomi dan infrastruktur yang tidak merata sehingga masih terdapat ketimpangan pertumbuhan antar daerah. Daerah yang umumnya tergolong miskin dan rawan pangan umumnya daerah yang mempunyai masalah dalam keterbatasan produksi pangan (seperti daerah lahan marjinal, daerah pinggir hutan) daerah rawan bencana dan daerah yang relatif terisolasi. Salah satu aspek penting dalam membangun ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup. Ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari tiga sumber yaitu: (1) kemampuan produksi di dalam negeri; (2) Impor pangan; dan (3) Pengelolaan cadangan pangan (DKP, 2006). Cadangan pangan merupakan salah satu sumber pasokan untuk mengisi kesenangan antara produksi dan kebutuhan dalam negeri atau daerah. Adapun fungsi dari cadangan pangan adalah
49
untuk mengatasi masalah pangan dimana masalah itu mencakup keadaan kelebihan pangan, kekurangan pangan ataupun keadaan darurat dimana yang dimaksud keadaan darurat adalah terjadinya peristiwa bencana alam, paceklik yang hebat, dan sebagainya yang terjadi diluar kemampuan manusia untik mencegah atau menghindarinya meskipun hal tersebut dapat diperkirakan. Jika ditinjau dari sisi demogra setiap wilayah memiliki persoalan yang khas terkait dengan pencapaian ketahanan pangan. Dapat kita lihat pada pemetaan, sebagian besar pulau Sumatera didominasi dengan area prioritas 4 dan 5. Sementara itu, untuk pulau Kalimantan sebagian besar didominasi oleh prioritas 2 dan 3. Di wilayah pulau Sulawesi dan Maluku mayoritas didominasi dengan prioritas 4. Di wilayah Indonesia Timur, mayoritas didominasi dengan prioritas 1. Dan sebagian besar pulau Jawa didominasi dengan prioritas 6.
50
pemenuhan kebutuhan pangan. Dikarenakan daya beli yang menurun, masyarakat mengurangi harga pangan yang mahal dan mensubsitusi dengan harga yang lebih murah seperti tahu dan tempe. Pada kondisi tersebut konsumsi pangan hewan yang berharga mahal relatif menurun dan harga tahu-tempe meningkat. Secara umum, konsumsi pangan menunjukkan peningkatan seperti terlihat dari pertumbuhan yang bernilai positif. (b) Kemampuan individual dalam menyerap nutrisi Secara umum kondisi ketahanan pangan Indonesia sudah jauh lebih baik hal ini dapat dilihat dari deskripsi dari tabel berikut yang menjelaskan beberapa komoditas pangan pada tahun 2010 yang mengalami peningkatan dan penurunan, apabila dibandingkan dengan produktivitas pada tahun 2009. Tabel 2.14.
Jenis Komoditas Pangan Padi Jagung Kedelai Gula Daging Produktivitas 2010 (ARAM III) 65,981 juta ton 17,845 juta ton 0,905 juta ton 2,646 juta ton 0,435 juta ton 2009 Vs. 2010 2,46 % 1,22 % 7,13 % 7,19 % 7,61%
Dari tabel 2.14. tersebut dapat dilihat bahwa terdapat 3 (tiga) komoditas yang mengalami kenaikan produktivitas bila dibandingkan dengan tahun 2009, yaitu padi, jagung dan daging. Selain itu 2 (dua) komoditas lainnya mengalami penurunan produktivitas, yaitu kedelai dan gula.
51
Kebutuhan akan pangan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia, dimana pemenuhan atas pangan merupakan hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. Karena itu, pembangunan pangan dan gizi perlu diposisikan sebagai central of development bagi keseluruhan pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs) yang menjadi komitmen bersama. Sementara itu, terkait ketersediaan energi dan protein Indonesia, pencapaian ketahanan pangan tingkat rumah tangga juga dapat dilihat dari tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein. Dimana jumlah konsumsi dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan bahkan sudah melebihi anjuran terutama untuk kebutuhan protein dimana berdasar hasil WNPG rata-rata konsumsi energi dan protein dianjurkan untuk penduduk Indonesia adalah 2200 Kalori/ kapita/hari dan 48 gram/kapita.hari. Berikut ketersediaan energi dan protein tahun 2010: Energi 4,039 kkal/kapita/hari Protein 88,14 gram/kapita/hari *(Ketersediaan energi dan protein telah melampau rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi)
52
Gambar 2.15.
Produktivitas Pangan Strategis Indonesia, 1990-2010
7. 0 0
6 .0 0
5. 0 0
Produktivitas (ton/ha)
4 .0 0
3 .0 0
2 .0 0
1 .0 0
0 .0 0
Padi
Jagung
Kedelai
Saw it
Gulatebu
Dari kategori padi, dapat terlihat bahwa sejak tahun 19992010 produktivitasnya mengalami peningkatan yang tidak terlalu signikan. Dan terlihat bahwa produktivitas tertinggi padi, terjadi pada tahun 2010, dan produktivitas terendah padi terjadi pada tahun 1998. Serta dapat dilihat juga bahwa pergerakan produktivitas padi sejak tahun 1999-2010 adalah termasuk stabil, apabila dibandingkan dengan pergerakan kategori pangan lainnya. Dari kategori jagung, dapat terlihat bahwa setiap tahunnya mengalami peningkatan yang signikan, dan peningkatan tersebut stabil. Produktivitas tertinggi terjadi pada tahun 2010, sedangkan produktivitas terendah terjadi pada tahun 1990. Untuk kategori kedelai, produktivitas setiap tahunnnya tidak mengalami perubahan yang sangat signikan. Sehingga bisa dikatakan bahwa sejak 1990-2010, produktivitas kedelai hampir
53
sama dan stabil. Untuk kategori sawit, dapat dikatakan bahwa pergerakannya cukup uktuatif. Dari gambar 4.1. tersebut di atas dapat dilihat bahwa produktivitas terendah sawit terjadi pada tahun 1999. Dan produktivitas tertinggi sawit terjadi pada tahun 2007. Dan dari kategori pangan strategis terakhir yaitu gula tebu, maka dapat terlihat bahwa selama 3 (tiga) terakhir yaitu tahun 2008-2010 produktivitasnya stabil, yaitu sekitar 6 (enam) ton per hektar. Dan terlihat bahwa produktivitas terendah gula tebu, terjadi pada tahun 1998. Dan dapat dilihat juga bahwa pergerakan produktivitas gula tebu sejak tahun 2008-2010 adalah yang paling uktuatif apabila dibandingkan dengan pergerakan kategori pangan lainnya.
54
Dari tabel 2.16. diketahui bahwa luas panen tertinggi terjadi pada tahun 2009, yaitu sebesar 12.883.576 hektar. Dan luas panen terendah terjadi pada tahun 2003, yaitu sebesar 11.488.034 hektar. Produktivitas tertinggi terjadi pada tahun 2010, yaitu sebesar 5,30 ton/hektar. Dan produktivitas terendah terjadi pada tahun 2002, yaitu sebesar 4,47 ton/hektar. Selain itu, produksi padi setiap tahunnya mengalami rata-rata peningkatan. Akan tetapi terjadi sedikit penurunan yang terjadi pada tahun 2006 ke 2007, yaitu sebesar 54.454.937 ton menjadi 57.157.435 ton pada tahun 2007. Produksi padi tertinggi terjadi pada tahun 2010, yaitu sebesar 65.980.670 ton. Dan produksi padai terendah terjadi pada tahun 2002, yaitu sebesar 51.489.694 ton. Dari tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa perkembangan prosentase tertinggi terjadi pada tahun 2009, yaitu sebesar 6,75%. Dan perkembangan prosentase terendah terjadi pada tahun 2005, yaitu sebesar 0,12%. Dari tabel tersebut juga dapat terlihat bahwa penurunan prosentase tertinggi dari tahun sebelumnya adalah dari tahun 2004 yaitu sebesar 3,74%, menjadi 0,12% pada tahun 2005.
2.2.8. Harga GKP dan beras medium dibanding HPP 2004 2011 (BULOG)
Mengacu pada gambar 2.17., terjadi peningkatan sebesar kisaran Rp. 5.000,-/kg untuk harga beras medium pada kurun waktu 2004-2011 sedang untuk HPP beras peningkatan harga tidak terlalu uktuatif, untuk trend GKP dan HPP GKP kenaikan cenderung lebih tidak uktuatif dibandingkan dengan tren beras medium dan HPP beras. Lebih spesik lagi dapat dilihat untuk HPP beras dan HPP GKP pada tahun 2004-2005 tidak mengalami peningkatan, begitu juga pada tahun 2010-2011.
55
Gambar 2.17.
Harga GKP dan Beras Medium Dibanding HPP 2004 - 2011
9.000
Beras Medium
8.000
7.000
6.000
Rp/Kg
5.000
4.000
3.000
2.000
1.000
Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
29,50
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
56
Jika dilihat tren pertumbuhan produksi padi / GKG (lihat gambar 2.16.) apabila dibandingkan dengan kecenderungan pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun, maka dapat diketahui bahwa kecepatan pertumbuhan penduduk tidak seimbang dengan kecepatan produksi padi (GKG). Terjadinya peningkatan jumlah pertumbuhan penduduk, dan berkurangnya kecukupan persediaan pangan memicu tingginya harga-harga komoditas pangan. Dan hal tersebut membuat daya beli masyarakat menurun karena harga pangan yang semakin meningkat. Meningkatnya inasi kelompok pangan berpotensi memberikan tekanan inasi inti. Mengingat, inasi inti dari kelompok makanan dalam bentuk kemasan tahan lama terkait dengan impor bahan pangan. Inasi inti kelompok makanan kemasan tahan lama mayoritas terdiri atas makanan semi olahan yang dipengaruhi harga global. Pengaruh harga global sangat kuat, terutama karena pasokan domestik belum cukup, sehingga bergantung impor. Melihat grak pada gambar 2.18, dapat kita lihat perkembangan proporsi inasi bahan makanan terhadap inasi nasional selama kurun waktu 6(enam) tahun sejak tahun 2004-2010 mengalami peningkatan lebih dari dua kali lipat, peningkatan yang signikan terjadi pada tahun 2006 dibandingkan tahun sebelumnya dan mengalami penurunan hingga 2009 hingga kembali naik secara signikan di tahun 2010.
57
masalah serius bila tak segera disikapi sejak dini. Perencanaan yang matang dengan sistem budidaya yang terarah, menjadi kuncinya. Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) merupakan jawaban pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pangan Indonesia di masa datang. Banyak tahapan yang harus dilalui, dan masih banyak tenaga yang harus dicurahkan. Semua menuntut perhatian dan kerja sama semua pihak demi tercapainya ketahanan pangan Indonesia. Merauke, jauh lebih luas dibanding jumlah penduduknya yang tak lebih dari dua ratus ribu jiwa, tanahnya menghampar seluas 2,5 juta ha. Tanah tersebut terdiri dari lahan basah 1,9 juta ha (76%) dan lahan kering 0,6 juta ha (24%). Dengan sebaran lahan budidaya 2.015.279 ha (44,71 %) dan nonbudidaya 2.491.821 ha (55,29 %). Belum lagi melihat fakta bahwa Merauke pernah menjadi pusat produksi beras tahun 1939-1958, melalui proyek Padi Kumbe yang dikembangkan pemerintah Belanda. Sementara saat ini, alih fungsi lahan pertanian telah menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan lahan pertanian pangan, tak hanya di Indonesia, tapi juga di seluruh belahan dunia. Tabel 2.19. Rencana Pengembangan Lahan MIFEE NO. ARAHAN KEGIATAN 1. AGROPOLITAN 2. GALIAN PASIR 3. HUTAN PRODUKSI KONVERSI 4. HUTAN PRODUKSI TERBATAS LUAS (Ha) 14.416,80 2.200,48 85.720,92 464.469,89
58
HUTAN TANAMAN INDUSTRI PERKOTAAN PERDESAAN PERIKANAN DARAT PERKEBUNAN PETERNAKAN PERTANIAN LAHAN BASAH PERTANIAN LAHAN KERING
Merauke diharapkan menjadi lumbung pangan nasional, bahkan berorientasi eksport pada 2030 mendatang. Dan diharapkan mampu menambah cadangan pangan, yaitu padi 1,95 juta ton, jagung 2,02 juta ton, kedelai 167 ribu ton, ternak sapi 64 ribu ekor, gula 2,5 juta ton, dan minyak sawit mentah (CPO) 937 ribu ton per tahun pada 2030. MIFEE di desain berkembang secara bertahap. Sasaran jangka pendek (2010-2014), yaitu optimalisasi lahan seluas 123.540,1 ha eks lokasi transmigrasi di Distrik Merauke, Sota, Semangga, Tanah Miring, Kurik, Malind, Jagebob, Muting, Eli-gobel, dan lilin Ekstensikasi lahan di cluster Greater Merauke, Kali Kumb, Yeinan. dan Bian seluas 299.711.2 ha akan didukung oleh kelembagaan yang kuat. Kemudian untuk jangka menengah (2015-2019) yaitu dibangunnya kawasan sentra produksi pertanian tanaman pangan (hortikultura, peternakan, perkebunan) dan perikanan darat seluas 632.504,8 ha di cluster Okaba, Ilwayab, Tubang, dan Taboji.
59
Sementara, untuk jangka panjang (2020-2030), membangun kawasan sentra produksi pertanian untuk tanaman pangan (hortikultura, peternakan, perkebunan) dan perikanan seluas 227.076 ha di cluster Nakias dan Selil. MIFEE telah dilaunching oleh Menteri Pertanian beberapa waktu lalu sebagai salah satu upaya untuk ekstentikasi lahan pertanian. Terhadap program tersebut, pemerintah ingin mengikutsertakan masyarakat untuk turut terlibat di dalamnya. Sehingga akan ada upaya dan sinergi yang berkesinambungan antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka membangun industri pertanian nasional.
60
Bab
61
62
program Keluarga Berencana (KB) yang di perkenalkan sejak tahun 1968. Secara nasional tingkat pertumbuhan penduduk dapat ditekan dari 2,31 persen pada tahun 1970-an menjadi 1,49 persen tahun 2000-an. Angka pertumbuhan penduduk yang telah dicapai tersebut dipandang masih belum cukup jika dikaitkan dengan total penduduk nasional. Selain itu, pasca reformasi dan implementasi otonomi daerah, kebijakan program KB berada dalam otoritas daerah. Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri Sjarief menyatakan, Indonesia harus segera mengerem laju pertumbuhan penduduk. Saat ini laju pertumbuhan penduduk Indonesia memang cukup tinggi, yakni 2,6 juta jiwa per tahun. Jika ini tidak diatasi, maka 10 tahun lagi Indonesia akan mengalami ledakan penduduk, kata Sugiri. Tahun ini, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan sekitar 230,6 juta jiwa. Tanpa KB, 11 tahun lagi atau pada 2020, penduduk Indonesia akan mencapai 261 juta manusia. Tetapi jika KB berhasil menekan angka laju pertumbuhan 0,5% per tahun, maka jumlah penduduk 2020 hanya naik menjadi sekitar 246 juta jiwa. Ini berarti KB bisa menekan angka kelahiran sebanyak 15 juta jiwa dalam 11 tahun, atau 1,3 juta jiwa dalam setahun. Jika penurunan laju pertumbuhan penduduk sebanyak itu bisa tercapai, berarti negara bisa menghemat triliunan rupiah untuk biaya pendidikan dan pelayanan kesehatan. Selain itu, dengan jumlah kelahiran yang terkendali, target untuk meningkatkan pendidikan, kesehatan ibu dan anak, pengurangan angka kemiskinan, dan peningkatan pendapatan per kapitan dapat lebih mudah direalisasikan. Sugiri memaparkan, pada 2006 rata-rata angka kelahiran mencapai 2,6 anak per wanita subur. Angka tersebut tidak berubah pada 2007, sedangkan laju pertumbuhan penduduk rata-rata
63
masih 2,6 juta jiwa per tahun. Untuk bisa menekan angka kelahiran sampai 1,3 juta jiwa setahun, BKKBN menargetkan tahun ini peserta KB baru dari keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera mencapai 12,9 juta keluarga. Saat ini, BKKBN membutuhkan 13.000 penyuluh petugas lapangan sebagai pendukung petugas yang sudah ada. Selain Keluarga Berencana (KB), ada beberapa solusi lain diantaranya adalah transmigrasi. Perkembangan urbanisasi di Indonesia perlu dicermati karena dengan adanya urbanisasi ini, kecepatan pertumbuhan perkotaan dan pedesaan menjadi semakin tinggi. Perkembangan urbanisasi di Indonesia perlu dicermati karena dengan adanya urbanisasi ini, kecepatan pertumbuhan perkotaan dan pedesaan menjadi semakin tinggi. Pada tahun 1990, persentase penduduk perkotaan baru mencapai 31 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Pada tahun 2000 angka tersebut berubah menjadi 42 persen. Diperkirakan pada tahun 2025 keadaan akan terbalik dimana 57 persen penduduk adalah perkotaan, dan 43 persen sisanya adalah rakyat yang tinggal di pedesaan. Luas daratan wilayah Indonesia 1.904.345 km persegi yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil. Untuk mencapai pemerataan dan keseimbangan dalam penyebaran penduduk maka salah satu jalan dalam mengatasi masalah kependudukan ialah dengan mengadakan transmigrasi. Transmigrasi merupakan perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain dalam wilayah Indonesia umumnya orang-orang yang mengikuti program transmigrasi berasal dari Jawa, Madura, dan Bali, mereka biasanya ditempatkan di Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, Maluku, Irian Jaya, dan Nusantara. Pulau Kalimantan yang merupakan salah satu pulau besar di Indonesia dan memilki jumlah penduduk yang relatif sedikit menjadi salah satu tempat tujuan transmigrasi. Wilayah ini mempunyai
64
potensi yang sangat besar untuk mengembangkan pertanian, dengan lahan yang masih luas dan tanah yang subur terbuka peluang untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik bagi para transmigran. Pemerataan penduduk melalui transmigrasi dianggap penting mengingat kekayaan alam yang merupakan modal pokok dalam pembangunan nasional masih terpendam dalam bumi Indonesia belum dapat dimanfaatkan secara optimal.
3.2.1. Strategi Pencapaian Surplus Beras 10 juta Ton Periode 2011 2015
Jika dilihat dari tingkat konsumsinya maka bahan pangan utama masyarakat Indonesia adalah beras. Hal ini sudah terjadi sejak puluhan tahun yang lalu dan kemudian diperkuat dengan penguatan sektor pertanian untuk beras pada era orde baru. Bahkan negara Indonesia sempat menjadi negara utama pengekspor beras di tingkat dunia. Namun pada era tahun 2000an, kondisi pertanian beras mulai menurun dan Indonesia sempat menjadi negara yang mengimpor beras dari negara lain. Oleh sebab itu pemerintah mencanangkan rancangan produksi padi 2010-2015. Tujuan rancangan produksi padi nasional adalah untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri yang terus meningkat, baik sebagai bahan pangan maupun bahan baku industri, dengan target swasembada berkelanjutan. Dalam rangka rancangan produksi padi 2010-2015 maka Presiden juga menargetkan bahwa produksi beras dalam negeri
65
harus mencapai surplus 10 juta ton. Ini sudah termasuk cadangan beras pemerintah sebesar 2,5 juta ton dalam periode 2011-2015. Strategi ini bisa dicapai dengan langkah-langkah berikut: 1. Perluasan dan Pengelolaan Lahan Strategi ini mencakup upaya penambahan lahan baku lahan sawah melalui cetak sawah baru, perluasan areal tanam dengan optimalisasi lahan, serta peningkatan indeks pertanian melalui perbaikan jaringan irigasi. 2. Penerapan Teknologi a. Pengembangan replikasi System Of Rice Intensication (SRI). SRI adalah salah satu pendekatan dalam praktek budidaya padi yang berfokus pada manajemen pengelolaan tanah, tanaman dan air melalui pemberdayaan kelompok dan kearifan lokal yang berbasis pada kegiatan ramah lingkungan. Pendekatan yang bermula di Madagaskar ini telah diuji coba dan diterapkan di beberapa Kabupaten di Jawa, Sumatera, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, Sulawesi serta Papua. Penerapan SRI ini didasarkan pada enam komponen penting: 1. Transplantasi bibit muda 2. Bibit ditanam satu batang 3. Jarak tanam lebar 4. Kondisi tanah lembab (irigasi berselang) 5. Melakukan pendangiran (penyiangan) 6. Hanya menggunakan bahan organik (kompos) Berdasarkan penelitian, keuntungan dari SRI adalah: 1. Budidaya padi model SRI telah mampu meningkatkan hasil dibanding budidaya padi model konvensional 2. Meningkatkan pendapatan 3. Terjadi esiensi produksi dan esiensi usaha tani secara nansial
66
4.
Pangsa harga pasar produk lebih tinggi sebagai beras organik. (Sumber: Analisis Kebijakan Pertanian Volume 06, No. 01, 2008)
b. Peningkatan produktivitas melalui perluasan Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu SL-PTT atau yang lebih dikenal dengan Farmer Field School adalah jenis pendidikan yang seluruh proses belajar mengajarnya dilakukan di lahan pertanian. Tujuannya adalah untuk meningkatkan produktivitas dan esiensi usaha tani lewat perbaikan sistem atau perakitan paket teknologi yang sinergis antar komponen teknologi yang dilakukan secara partisipatif oleh petani. Karena sifatnya yang spesik lokasi maka lahan yang dipilih untuk pembelajaran adalah lahan petani peserta PTT dalam rangka peningkatan produksi padi nasional. (Sumber: www.litbang.deptan.go.id & www.sinartani.com) c. d. Varietas unggul Revitalisasi penggilingan padi.
3. Penurunan Konsumsi beras dapat dilakukan melalui: 1. Percepatan penganekaragaman Konsumsi Pangan (sosialisasi, diiringi oleh promosi perubahan pola pikir, dan budaya makan, optimasi penggunaan tanaman halaman rumah, dan lain-lain). 2. Pengembangan bisnis dan industri pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan serta pengembangan kemitraan UMKM dan mengubah kebijakan bantuan pangan dari Raskin ke pangan beras dan sumber karbohidrat berbasis pangan lokal. 3. Penyempurnaan Manajemen Dapat dilakukan melalui Pengadaan beras dalam negeri melalui kontrak BULOG dengan para Gubernur/Walikota dan Bupati, serta kerjasama dengan BUMN dan peningkatan komitmen dan
67
peran serta daerah dalam Produksi dan Distribusi Beras. Bulog sebagai badan pemerintah yang bertanggung jawab dalam pengelolaan cadangan pangan nasional sebaiknya didukung oleh fasilitas sik berupa perkantoran dan pergudangan yang tersebar di seluruh Indonesia, SDM yang terampil dan metode pengelolaan cadangan pangan nasional yang telah teruji. Dalam keadaan darurat, distribusi stok beras sebaiknya jangan menggunakan pendekatan sentralistik namun desentralistik. Hal ini bertujuan agar distribusi antara tugas dan wewenang pemerintah pusat dan derah lebih adil, sehingga pengelolaan cadangan pangan menjadi lebih esien. (Sumber: Laporan Akhir Manajemen
Ketahanan Pangan Era Otonomi Daerah dan Perum Bulog, Departemen Pertanian, 2004).
4. Strategi Pendukung Untuk mendukung keempat strategi diatas, maka dapat juga dilakukan pembentukan BUMN pangan yang dapat mengelola Hak Guna Usaha (HGU) pangan dan evaluasi status tunggakan Kredit Usaha Tani. Selain itu dapat juga dikembangkan program Food Estate. Tujuan program ini adalah untuk memberdayakan lahan-lahan yang belum tergarap untuk dijadikan lahan produksi tanaman pangan. Upaya untuk mengatasi ketahanan pangan ini antara lain dilaksanakan di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua yang merupakan kerjasama antara Kementerian Pertanian dan Pemda Merauke. Agribisnis yang akan dikembangkan diantaranya padi, jagung, kedelai, tebu dan sapi. Investor yang telah masuk ke proyek ini antara lain adalah campuran antara pengusaha besar maupun petani kecil. Prasyarat penunjang kegiatan perencanaan Food Estate adalah: 1. Tersedianya informasi tentang penataan ruang dan kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian serta perencanaan
68
2.
3. 4. 5.
6. 7.
pengembangan prioritas kawasan Food Estate. Informasi tentang potensi tenaga kerja siap pakai di wilayah, tidak hanya terampil tetapi memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam berusaha agribisnis. Areal produksi dan pengolahan hasil produksi dalam rangka mendukung peningkatan usaha agribisnisnya. Tersedianya informasi tentang kemudahan dan fasilitas bagi investor dalam pengembangan Food Estate. Sarana jasa pelayanan lembaga keuangan dan sistem informasinya mengenai kendala dan persoalan dalam upaya pemberdayaan kegiatan usaha agribisnis. Tersedianya sistem informasi pasar dalam meningkatkan daya jual hasil-hasil produksi komoditi dengan harga yang layak. Sistem transportasi dan pola aliran barang dari sentra produksi ke penyimpanan sementara, ke tempat distribusi barang hingga sampai ke tempat tujuan, maupun pasar sebagai konsumen akhir. (Sumber: www.setneg.go.id)
69
Selain itu sepanjang tahun 2010-2015 diharapkan ada penguatan pada kampanye nasional diversikasi konsumsi dan pendidikan gizi seimbang di sekolah dan masyarakat sejak usia dini. Target tersebut difokuskan pada enam kegiatan: 1. Kampanye nasional diversikasi konsumsi pangan berbasis sumber daya pangan lokal untuk aparat pemerintahan tingkat pusat dan daerah, individu, kelompok masyarakat maupun industri. 2. Pendidikan diversikasi konsumsi pangan secara sistematis sejak kecil 3. Peningkatan kesadaran masyarakat untuk tidak memproduksi, menyediakan atau memperdagngkan dan mengkonsumsi pangan yang tidak aman 4. Memfasilitasi pengembangan bisnis pangan melalui pengembangan aneka pangan segar, industri pangan olahan dan pangan siap saji berbasis sumberdaya lokal. 5. Penguatan industri pangan lokal berskala mikro, kecil dan menengah. 6. Integrasi UKM dengan pembangunan ekonomi pedesaan 7. Sosialisasi dan penerapan standar keamanan pangan pada UKM lokal. (Sumber: Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 6, No.2, hal: 140-154)
70
konsumen. Solusi ini penting karena kepercayaan antara produsen dan konsumen menjadi hal yang krusial pada kondisi krisis global dan uktuasi harga pangan di pasar internasional seperti saat ini. 2. Instrumen Kebijakan Dari sisi regulasi, pemerintah perlu menyusun instrumen kebijakan stabilisasi harga gabah yang lebih efektif, seperti misalnya memberikan jaminan harga gabah petani yang memadai terutama pada musim panen raya. 3. Ketersediaan dan Aksesbilitas Untuk memenuhi permintaan konsumen, pemerintah perlu menjamin ketersediaan dan aksesbilitas beras dengan kualitas yang baik dan harga terjangkau sepanjang musim dan sepanjang tahun. 4. Penerapan Usulan Harga Referensi atau Harga Pokok Produksi (HPP) Penerapan Usulan Harga Referensi atau Harga Pokok Produksi (HPP) beras di tingkat provinsi akan memberikan jaminan kepastian bagi para petani. Namun strategi ini perlu dikaji lebih lanjut agar petani yang tidak meningkatkan produktivitasnya tidak perlu mendapatkan insentif.
71
*Ket : 1) GKG, 2) Pipilam Kering (PK), 3) Karkas, 4) Angka Sementara, 5) Angka Target Surplus beras diharapkan 2015 sebesar 10 juta ton. (sumber : data BPS 2010)
Seperti terlihat pada tabel diatas, produksi beberapa jenis pangan sumber pangan nabati dan hewani di Indonesia menunjukan peningkatan cukup signikan. Laju peningkatan pertumbuhan sekitar 1-20% per tahun, dengan peningkatan terkecil di komoditas beras dan terbesar di komoditas kedelai.
72
tangga, daerah maupun nasional. Pada tanggal 11 Juni 2005, pemerintah mencanangkan strategi yaitu Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Sasarannya adalah bersatu dalam rangka pengurangan kemiskinan dan penggangguran, serta peningkatan daya saing ekonomi. Sasaran lainnya yaitu ketahanan pangan, kelestarian lingkungan dan pembangunan pedesaan. Berkaitan dengan ketahan pangan, yang akan di jelaskan lebih lanjut adalah mengenai Revitalisasi Pertanian, yang terdiri dari 7 langkah yaitu: 1 Revitalisasi Lahan a. Memperkuat sistem penguasaan dan akses terhadap lahan , memanfaatkan lahan terlantar secara optimal di 13 provinsi. Tujuan pemanfaatan lahan terlantar adalah memfasilitasi masyarakat untuk menggunakan lahan tersebut untuk pertanian, dengan bimbingan teknis, bantuan langsung dan kredit yang disediakan pemerintah. b. Mengendalikan konversi lahan. Pengendalian konversi lahan pertanian diprogramkan melalui penetapan dan pemberlakuan peraturan perundang-undangan, dimana terdapat sanksi yang tegas bagi pelanggarnya, terutama ditujukan untuk pengembang, instansi pemerintah dan swasta. Peraturan tersebut antara lain memuat diktum bahwa bagi setiap pengembang yang akan mengkonversi lahan sawah, diharuskan terlebih dahulu mencetak lahan sawah seluas tiga kali luas lahan sawah yang dikonversi, lengkap dengan sarana irigrasi dan sarana penunjang lainnya. c. Membatasi fragmentasi lahan dalam sistem pewarisan lahan 2 Revitalisasi Perbenihan dan Perbibitan a. Mempermudah akses petani terhadap benih dan bibit , b. Mengembangkan produsen benih dan industri benih tingkat wilayah
73
3 a. b. c.
Revitalisasi Infrastruktur dan Sarana Memperbaiki irigasi Menjaga keberlanjutan sumber pengairan Memperbaiki jalan usaha tani di pedesaan
4 Revitalisasi Pembiayaan Petani a. Mempermudah akses petani terhadap lembaga permodalan, mengembangkan pembiayaan pertanian dengan mengembangkan pola subsidi bunga kredit agar kredit perbankan terjangkau oleh petani kecil di pedesaan. Juga akan dikembangkan penjaminan kredit dan pola pendampingan bagi usaha kecil dan menengah. b. Mengembangkan lembaga permodalan lokal bagi petani . Dalam jangka menengah akan dikembangakan lembaga keuangan khusus pertanian dan lembaga mikro pedesaan untuk pembiayaan khusus usaha agribisnis dan agrobisnis. 5 Revitalisasi Sumber Daya Manusia a. Meningkatkan kapasitas aparat. Penataan kembali sistem penyuluhan pertanian dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Koordinasi antar instansi, konsultasi publik (pakar dan stakeholder terkait) dalam menyusun naskah akademik dan Rancangan RUU Penyuluhan Pertanian yang telah disepakati dengan DPR RI, dan selanjutnya akan diproses sebagai hak inisiatif DPR RI (2) Pengaktifan kembali penyuluhan pertanian melalui : a. Pengaturan kewenangn dan organisasi penyuluhan pertanian b. Penguatan kelembagaan penyuluhan c. Penyelesaian pengangkatan tenaga honorer, khususnya yang sudah memiliki masa kerja 10 tahun
74
d. Pengembangan penyuluh swakarsa e. Dukungan pembiayaan penyuluhan baik untuk pelatihan, uang kerja bimbingn penyuluhan maupun pertemuan/ forum petani f. Perbaikan persyaratan jabatan penyuluh pertanian dan sistem angka kredit b. Meningkatkan pelayanan untuk meningkatkan kemampuan petani dalam mengadopsi teknologi baru (meningkatkan produktivitas dan adaptasi perubahan iklim) 6 Revitalisasi Kelembagaan Petani Penguatan Kelembagaan Petani dengan Peningkat Kemandirian Petani melalui : a. Program Desa Mandiri Pangan Adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat di desa rawan pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan masyarakat dengan pendekatan penguatan kelembagaan masyarakat, pengembangan sistem ketahanan pangan dan koordinasi lintas sektor, selama empat tahun secara berkesinambungan. Untuk desa yang telah dibina selam 4 tahun dan telah mandiri dilakukan replikasi untuk membina 3 desa rawan pangan di sekitarnya melalui gerakan sekolah lapangan (SL) desa mandiri pangan. b. Pengembangan Lumbung Pangan Merupakan untuk cadangan pangan masyarakat ketika adanya krisis pangan masa paceklik c. Pemberd ayaan Lembaga Mandiri dan Mengakar di Masyarakat (LM3) Adalah lembaga mandiri yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dengan kegiatan peningkatan gerakan moral melalui kegiatan pendidikan dan keterampilan dalam rangka
75
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. d. Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), Adalah merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Terwujudnya ketahanan pangan daerah adalah tugas bersama, pemerintah, swasta dan masyarakat dari tingkat provinsi sampai tingkat desa. Pemerintah daerah harus terus berupaya untuk mendorong mensosialisasikan kelembagaan tersebut dan mendorong keikutsertaan swasta dan masyarakat agar memiliki kesempatan berperan seluas-luasnya untuk mewujudkan ketahanan pangan daerah. 7. Revitalisasi Teknologi dan Industri Hilir a. moderenisasi teknologi pengolahan b. Mengembangkan diversikasi pangan untuk meningkatkan permintaan pangan non beras , dilakukan melalui : Peningkatan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan, yaitu mendorong gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) : (1) pemberdayaan kelompok wanita terutama kelompok dasawisma PKK dengan optimalisasi pekarangan dan penyuluhan pangan dan gizi; (2) pendidikan dan penyuluhan pangan yang baragam dan bergizi seimbang untuk siswa SD/MI; (3) pemberdayaan usaha mikro kecil bidang pangan dalam pengembangan pangan lokal dengan tepung-tepungan; (4) kerjasama dengan Perguruan Tinggi dalam pengembangan teknologi pengolahan pangan lokal dan agribisnis pangan
76
Bab
PENUTUP
77
Pertumbuhan penduduk menjadi persoalan yang harus diantisipasi dengan kerja keras oleh Indonesia. Indonesia pada tahun 1800-an penduduknya hanya 4 juta jiwa dan 100 tahun kemudian hanya bertambah menjadi 6 sampai 7 juta jiwa. Kini pada tahun 2010 penduduk Indonesia telah meningkat tajam menjadi 237,6 juta jiwa, dengan pertumbuhan sekitar 3,5 juta penduduk per tahun. Jika tidak ada upaya apa pun dan kesertaan program Keluarga Berencana mengalami stagnasi seperti saat ini, maka dengan pertumbuhan 1,49 % per tahun diperkirakan jumlah penduduk Indonesia sekitar 45 sampai 50 tahun mendatang akan mencapai 474 juta jiwa. Untuk itu maka sudah saatnya Program Keluarga Berencana menjadi prioritas utama, utamanya bagi pemerintah di tingkat pusat maupun daerah untuk kembali menggalakkan program ini. Jika tidak dilakukan maka ketahanan pangan akan mengalai kerawanan, apalagi dengan kondisi perubahan iklim yang ekstrim telah juga ikut mengancam produksi hasil pertanian. Implikasi ketahanan pangan akan berakibat pada gejolak ekonomi, mengingat inasi bahan makanan paling tinggi dan distribusi ketersediaan pangan juga masih terdapat kerawanan. Dalam dua tiga tahun kedepan Indonesia sudah mengantisipasi persoalan ledakan penduduk yang berimplikasi pada ketahanan pangan, hasil produksi beras nasional saat ini 37,6 juta ton dan konsumsi beras nasional dengan penduduk 237,6 juta penduduk adalah sebesar 33 juta ton. Terkait dengan dampak dari perubahan iklim yang ekstrim, pemerintah juga telah memerintahan 18 instansi melalui Instruksi Presiden Nomor. 5 Tahun 2011 yang mengamanatkan agar surplus produksi beras nasional menjadi 10 juta ton termasuk cadangan beras pemerintah sebesar 2,5 juta ton. Dukungan semua pihak dalam mengantisipasi persoalan ledakan penduduk dan ketahanan pangan sangat diperlukan,
78
utamanya dalam hal sosialisasi dan penyediaan data dan informasi yang komprehensif untuk disebarkan kepada publik. Kendati sampai priode Januari dan Maret 2011, Media masih tetap menyoroti persoalan kerawanan ketahanan pangan. Adapun rekomendasi dari Focus Group Discussion ini adalah perlunya dilakukan penyediaan informasi dan data yang akurat dari pihak yang berkompeten, untuk disebar kepada kalangan media maupun pemerintah baik pusat dan daerah, sehingga bisa didistribusikan kepada publik. Penyediaan informasi ini penting bagi dukungan publik agar program antisipasi ledakan pertumbuhan penduduk dan ketahanan pangan dapat dukungan dari masyarakat pada umumnya, mengingat masalah ini adalah persoalan bersama bangsa Indonesia.
79
Bab
Lampiran
80
PAPARAN NARASUMBER
a) Dr. Ida Bagus Permana, M.Sc, Plh. Deputi Kependudukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN); b) Dr. Tjuk Eko Hari Basuki, Kapus Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian; c) Dr. Wendi Hartanto, Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan, Deputi Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik; d) Prof. Dr. Bustanul Arin Besar Demogra Universitas Lampung;
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
Daftar Pustaka
Rachman, Handewi P.S. & Ariani, Mewa. Penganekaragaman Konsumsi Pangan di Indonesia: Permasalahan dan Implikasi untuk Kebijakan dan Program. Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 6, No.2. 2008. Anugrah, Iwan Setiajie; Sumedi & Wardana, I Putu. Gagasan dan Implementasi System of Rice Intensication (SRI) dalam Kegiatan Budidaya Padi Ekologis (BPE). Analisis Kebijakan Pertanian Volume 06, No. 01. 2008. Internet: http://hileud.com/pemerintah-targetkan-pertumbuhan-pendudukan-di-bawahsatu-persen.html http://akuinginhijau.org/2009/03/24/indonesia-harus-mengerem-lajupertumbuhan-penduduk/ http://duniaveteriner.com/2009/06/pertumbuhan-penduduk-dan-penyediaanpangan/print http://dreamlandaulah.wordpress.com/2010/11/30/ledakan-penduduk-bukanmasalahkb-solusinya/
125
126
B UKU
1
Diterbitkan oleh: Kementerian Komunikasi dan Informatika Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik situs : www.depkominfo.go.id http://bip.depkominfo.go.id tlp : 021 - 3521538
127