Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Proses perencanaan dan penganggaran merupakan satu entitas dalam siklus
pembangunan, konsep demikian telah dituangkan dalam kerangka hukum Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara dan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2004 tentang sistem perencanan nasional (SPPN) bertanggungjawab dalam
penyusunan rencana, penetapan rencana, pengendalian pelaksanan perencanaan dan
evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan pada tingkat daerah.
Perencanaan dan penganggaran harus dibuat sebelum melakukan pembangunan
karena dengan adanya perencanaan dan penganggaran, usaha-usaha pemerintah akan
lebih banyak berhasil apabila disusun dengan kebijakan-kebijakan sehingga memberikan
arah yang jelas bagi kegiatan pembangunan secara keseluruhan. Dalam perencanaan
pembangunan dan penganggaran terdapat beberapa dokumen yang dihasilkan untuk
melakukan kegiatan yaitu Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD), Dokumen
Perencanaan Anggaran (DPA), Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(RAPBD), kebijakan Umum Anggaran (KUA), Prioritas dan Plafon Anggaran
Sementara (PPAS) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Dokumen
yang digunakan dalam perencanaan dan penganggaran adalah Rencana Kerja
Pembangunan Daerah (RKPD).
Perencanan dan penganggaran dalam sektor kesehatan sangat penting, bukan saja
untuk menjalankan UU namun juga untuk merencanakan dan mengatur keuangannya
sendiri. Menciptakan suatu proses anggaran merupakan cara paling efektif untuk
menjaga sektornya dan alat-alat pembayarannya agar tetap pada jalur. Penyusunan
rencana anggaran  sebagai dasar pelaksanaan seluruh aktivitas usahanya dalam periode
satu tahun. Oleh karena itu, suatu rencana kerja dan anggaran wajib dibuat untuk
mencapai rencana (tujuan) suatu perusahaan untuk masa mendatang (plan for future).
Guna mencapai rencana tersebut, maka harus mentapkan langkah atau tindaka apa saja
yang harus diambil guna rencana tersebut dapat tercapai. Dan disinilah mereka akan
membuat rencana kerja. Biasanya rencana kerja ini berpedoman pada data aktual pada
tahun-tahun sebelumnya. Persentase anggaran yang terbesar adalah di sektor pendidikan
dan kesehatan, sehingga itu dana yang dialokasikan ke sektor kesehatan harus dapat
digunakan dengan bertanggung jawab serta tepat sasaran, pelaksanaan yang dilakukan

1
harus efektif, efisien dan tepat waktu dengan menggunakan perencanaan dan
penganggaran yang baik, serta SDM atau orang-orang yang bertugas dalam penyusunan
perencanaan dan penggaran haruslah SDM yang berkualitas.
Oleh karena itu, dalam makalah ini membahas tentang hal-hal yang berkaitan
dengan proses perencanaan dan penganggaran.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara membedakan program-program prioritas bidang kesehatan,
berdasarkan kebijakan kesehatan ditingkat makro (internasional dan nasional), meso
(regional) dan mikro (lokal/daerah masing-masing) ?
2. Bagaimana cara menghitung besaran biaya (costing) yang diperlukan untuk suatu
jenis intervensi di sektor kesehatan secara sederhana ?
3. Bagaimana cara menghitung besaran biaya (costing) yang diperlukan untuk
penetapan tarif layanan kesehatan secara sederhana ?
4. Bagaimana mekanisme perencanaan dan penganggaran di sektor pemerintah yang
bersumber APBD dan APBN?
5. Apa saja sumber-sumber biaya untuk program/ pelayanan kesehatan ?
6. Apa saja tantangan dalam mekanisme perencanaan dan penganggaran di sektor
pemerintah yang bersumber APBD dan APBN?

1.3 Tujuan
1. Mengerjakan tugas mata kuliah pembiayaan dan penganggaran kesehatan.
2. Mengetahui cara membedakan program-program prioritas bidang kesehatan,
berdasarkan kebijakan kesehatan ditingkat makro (internasional dan nasional), meso
(regional) dan mikro (lokal/daerah masing-masing).
3. Mengetahui cara menghitung besaran biaya (costing) yang diperlukan untuk suatu
jenis intervensi di sektor kesehatan secara sederhana.
4. Mengetahui cara menghitung besaran biaya (costing) yang diperlukan untuk
penetapan tarif layanan kesehatan secara sederhana.
5. Mengetahui mekanisme perencanaan dan penganggaran di sektor pemerintah yang
bersumber APBD dan APBN.
6. Mengetahui sumber-sumber biaya untuk program/ pelayanan kesehatan.

2
7. Mengetahui tantangan dalam mekanisme perencanaan dan penganggaran di sektor
pemerintah yang bersumber APBD dan APBN.

1.4 Metode Penulisan


Metode penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini menggunakan kajian
pustaka dan browsing internet

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Program-Program Prioritas Bidang Kesehatan, Berdasarkan Kebijakan Kesehatan


Ditingkat Makro (Internasional Dan Nasional), Meso (Regional) Dan Mikro
(Lokal/Daerah Masing-Masing)
a. Program Prioritas Kesehatan Tingkat Internasional menurut SDG’S
(Sustainable Development Goals)
Ada 17 Tujuan dari SDG’S diantaranya terdapat empat program prioritas kesehatan
antara lain :
1. Tidak ada kelaparan
Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan meningkatkan gizi, serta
mendorong pertanian yang berkelanjutan.
 Pada tahun 2030 mengakhiri kelaparan dan menjamin akses pangan yang
aman, bergizi dan mencukupi bagi semua orang, khususnya masyarakat
miskin,dan rentan termaksud bayi disepanjang tahun.
 Pada tahun 2030 mengakhiri segala bentuk malnutrisi, termaksud mencapai
target internasional 2025untuk penurunan stunting dan wasting pada balita
pada balita dan mengatasi kebutuhan gizi, remaja perempuan, wanita hamil,
menyusui serta lansia.
2. Menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua orang
disegala usia.
 Mengurangi AKI hingga dibawa 70-100.000 KH.
 Mengakhiri kematian bayi dan balita yang dapat dicegah, dengan menurunkan
angka kematian neonatal hingga 12 per 1000 KH dan angka kematian balita 25
per 1000 KH.
 Mengakhiri epidemi AIDS, tuberkolosis, malaria, dan penyakit tropis yang
terabaikan, serta memerangi hepatitis, penyakit bersumber air dan penyakit
lainnya.
 Mengurangi 1/3 kematian prematur akibat penyakit tidak menular akibat
pencegahan dan perawatan, serta mendorong kesehatan dan kesejahteraan
mental.
 Memperkuat pencegahan dan penyalahgunaan zat, termasuk penyalahgunaan
narkotika dan alkohol yang membahayakan.
 Mengurangi setengah jumlah global kematian dan kecelakaan cedera akibat
kecelakaan lalu lintas.
 Menjamin akses semesta kepada pelayan kesehatan seksual dan reproduksi
 Mencapai universal health coverage, termasuk perlindungan resiko keuangan,
akses kepada pelayanan kesehatan dasar dan berkualitas dan akses kepada
obat-obatan dan vaksin dasar yang aman, efektif dan berkualitas bagi semua
orang.
4
 Mengurangi secara substansial kematian dan kesakitan akibat senyawa
berbahya serta kontaminasi, populas udara, air, dan tanah.
3. Menjamin kesetaraan gender serta memberdayakan seluruh wanita dan
perempuan.
 Sunat perempuan (female genital mutilation)
 Akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi dan termasuk KB
 Pendidikan dan informasi kesehatan seksusal dan reproduksi pada wanita dan
remaja.
4. Menjamin ketersediaan dan pengelolaan air serta sanitasi yang berkelanjutan bagi
semua orang.
 Akses kepada air bersih.
 Akses sanitasi dasar layak.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019


diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015.
Penjabaran RPJMN di bidang kesehatan dituangkan dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015-2019.
Program prioritas yang tercantum dalam Renstra Kemenkes, sebagai berikut:
Arah kebijakan dan strategi pembangunan kesehatan nasional 2015-2019 merupakan
bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang bidang Kesehatan (RPJPK) 2005-
2025, yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya dapat terwujud, melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara
Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam
lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu, secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya di seluruh wilayah Republik lndonesia.
Sasaran pembangunan kesehatan yang akan dicapai pada tahun 2025 adalah
meningkatnya derajat kesehatan masyarakat yang ditunjukkan oleh meningkatnya
Umur Harapan Hidup, menurunnya Angka Kematian Bayi, menurunnya Angka
Kematian Ibu, menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan, maka strategi
pembangunan kesehatan 2005-2025 adalah: 1) pembangunan nasional berwawasan
kesehatan; 2) pemberdayaan masyarakat dan daerah; 3) pengembangan upaya dan
pembiayaan kesehatan; 4) pengembangan dan dan pemberdayaan sumber daya
manusia kesehatan; dan 5) penanggulangan keadaan darurat kesehatan.
Dalam RPJMN 2015-2019, sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatkan
derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan
pemeratan pelayanan kesehatan. Sasaran pembangunan kesehatan pada RPJMN 2015-
2019 sebagai berikut:

5
6
Kebijakan pembangunan kesehatan difokuskan pada penguatan upaya kesehatan
dasar (Primary Health Care) yang berkualitas terutama melalui peningkatan jaminan
kesehatan, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang
didukung dengan penguatan sistem kesehatan dan peningkatan pembiayaan
kesehatan. Kartu Indonesia Sehat menjadi salah satu sarana utama dalam mendorong
reformasi sektor kesehatan dalam mencapai pelayanan kesehatan yang optimal,
termasuk penguatan upaya promotif dan preventif. Strategi pembangunan kesehatan
2015-2019 meliputi:
1. Akselerasi Pemenuhan Akses Pelayanan Kesehatan Ibu, Anak, Remaja, dan Lanjut
Usia yang Berkualitas.
2. Mempercepat Perbaikan Gizi Masyarakat.
3. Meningkatkan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
4. Meningkatkan Akses Pelayanan Kesehatan Dasar yang Berkualitas
5. Meningkatkan Akses Pelayanan Kesehatan Rujukan yang Berkualitas
6. Meningkatkan Ketersediaan, Keterjangkauan, Pemerataan, dan Kualitas Farmasi dan
Alat Kesehatan
7. Meningkatkan Pengawasan Obat dan Makanan
8. Meningkatkan Ketersediaan, Penyebaran, dan Mutu Sumber Daya Manusia Kesehatan
9. Meningkatkan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
10. Menguatkan Manajemen, Penelitian Pengembangan dan Sistem Informasi
11. Memantapkan Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Bidang
Kesehatan
12. Mengembangkan dan Meningkatkan Efektifitas Pembiayaan Kesehatan

b. Program Prioritas Nasional Kesehatan

Program prioritas Nasional Kesehatan di Indonesia dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak


 Kegiatan Prioritas:
Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
 Proyek Prioritas
 Penurunan Kematian Ibu di fasilitas pelayanan kesehatan
 Kegiatan Prioritas:
Perbaikan Kualitas Gizi Ibu dan Anak
 Proyek Prioritas
 Penurunan stunting
 Kegiatan Prioritas:
Peningkatan Akses Pelayanan KesehatanIbu dan Anak
 Proyek Prioritas
 Pemenuhan JKN/KIS

7
 Penyediaan fasilitas kesehatan yang berkualitas
 Pemenuhan SDM kesehatan
 Penyediaan dan peningkatan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan
2. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
 Kegiatan Prioritas:
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular
 Proyek Prioritas
 Pencegahan dan pengendalian TB dan HIV/AIDS
 Pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular
 Proyek prioritas
 Peningkatan cakupan imunisasi dasar lengkap
 Pengendalian malaria
 Pengendalian penyakit tropis terabaikan/ neglected tropical diseases
 Kegiatan prioritas:
Pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular
 Proyek prioritas
 Pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular
 Kegiatan prioritas:
Surveilans, imunisasi, penyakit dan karantina kesehatan
 Proyek prioritas
 Peningkatan cakupan imunisasi dasar lengkap
3. Preventif dan Promotif (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat)
 Kegiatan Prioritas:
Peningkatan Lingkungan Sehat
 Proyek Prioritas
 Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup Sehat
 Kegiatan Prioritas
Peningkatan Pemahaman Hidup Sehat
 Proyek Prioritas
 Kampanye hidup sehat
 Kegiatan Prioritas
Peningkatan konsumsi pangan sehat
 Proyek Prioritas

8
 Peningkatan konsumsi pangan sehat

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR


43 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG
KESEHATAN

Konsep SPM berubah dari Kinerja Program Kementerian menjadi Kinerja Pemda
yang memiliki konsekuensi rewarddan punishment, sehingga Pemda diharapkan untuk
memastikan tersedianya sumber daya (sarana, prasarana, alat, tenaga dan uang/biaya) yang
cukup agar proses penerapan SPM berjalan adekuat. SPM merupakan ketentuan mengenai
jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan pemerintahan wajib yang berhak
diperoleh setiap warga negara secara minimal. Setiap warga negara sesuai dengan
kodratnya berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya dengan
memanfaatkan seluruh potensi manusiawi yang dimilikinya. Sebaliknya Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah berkewajiban menjamin agar setiap warga negara dapat
menggunakan haknya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa hambatan atau
halangan dari pihak manapun.

SPM merupakan hal minimal yang harus dilaksanakan oleh Pemda untuk rakyatnya,
maka target SPM harus 100% setiap tahunnya. Untuk itu dalam penetapan indikator SPM,
Kementerian/Lembaga Pemerintahan Non Kementerian agar melakukan pentahapan pada
jenis pelayanan, mutu pelayanan dan/atau sasaran/lokus tertentu. SPM merupakan salah
satu program strategis nasional. Pada Pasal 68 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Kepala Daerah yang tidak melaksanakan program
strategis nasional akan dikenai sanksi yaitu sanksi administratif, diberhentikan sementara
selama 3 (tiga) bulan, sampai dengan diberhentikan sebagai kepala daerah.

9
JENIS LAYANAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG
KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA

c. Program Prioritas Regional


10
 Program Prioritas Kesehatan Provinsi NTT (Renstra Dinas Kesehatan NTT
2013-2018)
1. Program peningkatan kesehatan masyarakat.
2. Program peningkatan kesehatan ibu dan anak.
3. program pengnedalian penyakit dan penyehatan lingkungan.
4. Program peningkatan Gizi
5. Program pengembangan dan pemberdayaan SDM masyarakat
6. Program manajemen informasi dan regulasi pembangunan kesehatan
7. Program upaya kesehatan perorangan
8. Program hibah kemasyarakatan bidang kesehatan
9. Program bantuan sosial bidang kesehatan

d. Program Prioritas Daerah/Lokal


Program Prioritas Kesehatan Kota Kupang (RPJMD Kota Kupang 2013-2017)
Program-program pembangunan pada urusan kesehatan yang dilaksanakan adalah
sebagai berikut :
1. Program Obat dan Perbekalan Kesehatan;
2. Program Upaya Kesehatan Masyarakat;
3. Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat;
4. Program Perbaikan Gizi Masyarakat;
5. Program Pengembangan Lingkungan Sehat;
6. Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular;
7. Program Standarisasi Pelayanan Kesehatan;
8. Program Pengadaan, Peningkatan dan Perbaikan Sarana dan Prasarana
Puskesmas/ Puskesmas Pembantu dan Jaringannya;
9. Program pengadaan, peningkatan sarana dan prasarana rumah sakit/ rumah sakit
jiwa/ Rumah Sakit Paru-paru / Rumah Sakit Mata;
10. Program peningkatan pelayanan kesehatan anak balita;
11. Program peningkatan pelayanan kesehatan lansia;
12. Program pengawasan dan pengendalian kesehatan makanan;
13. Program peningkatan keselamatan ibu melahirkan dan anak;
14. Program informasi kesehatan;
15. Peningkatan pelayanan rumah sakit BLU.

2.2 Menghitung Besaran Biaya (Costing) Yang Diperlukan Untuk Suatu Jenis
Intervensi Di Sektor Kesehatan Secara Sederhana

11
Contoh:
Masalah : Kematian Ibu dan Bayi
PROGRAM JAMPERSAL

No Urauan kegiatan Indikator

1 ANC Cakupan K4 sebesar 96%

2 Pertolongan persalinan Cakupan persalinan ditolong oleh nakes


sebesar 94%

3 Penanganan komplikasi ibu Cakupan penanganan komplikasi ibu hamil


hamil sebesar 87%

4 Pelayanan neonatus Cakupan KN3 sebesar 100%

5 Pelayanan ibu nifas Cakupan KF3 sebesar 98%

6 KB pasca salin Cakupan KB aktif sebesar 98%

Pembiayaan kegiatan intervensi

No Uraian Kegiatan Unit cost (Rp) Kasus Total (Rp)

1 ANC 80.000 250 20.000.000

2 Pertolongan persalinan 500.000 240 120.000.000

3 Penanganan komplikasi ibu 125.000 80 10. 000.000


hamil

4 Pelayanan neonatus 60.000 233 14. 000.000

5 Pelayanan ibu nifas 60.000 233 14. 000.000

6 KB pasca salin 100.000 220 22.000.000

200.000.000

2.3 Menghitung Besaran Biaya (Costing) Yang Diperlukan Untuk Penetapan Tarif
Layanan Kesehatan Secara Sederhana.

12
Peranan tarif dalam pelayanan kesehatan memang amat penting, untuk dapat
menjamin kesinambungan pelayanan setiap sarana kesehatan harus dapat menetapkan
besarnya tarif yang dapat menjamin total pendapatan yang lebih besar dari total
pengeluaran.
Sesungguhnya pada saat ini sebagai akibat dari mulai berkurangnya pihak-pihak
yang mau menyumbang dana pada pelayanan kesehatan kesehatan (misalnya Rumah
sakit), maka sumber keuangan utama kebanyakan sarana kesehatan hanyalah dari
pendapatan saja. Untuk ini jelaslah bahwa kecermatan menetapkan besarnya tarif
memegang peranan yang amat penting. Apabila tarif tersebut terlalu rendah, dapat
menyebabkan total pendapatan (income) yang rendah pula, yang apabila ternyata juga
lebih rendah dari total pengeluaran (expenses), pasti akan menimbulkan kesulitan
keuangan.
Faktor yang Mempengaruhi
Untuk dapat menetapkan tarif pelayanan yang dapat menjamin total pendapatan yang
tidak lebih rendah dari total pengeluaran, banyak faktor yang perlu diperhitungkan.
Faktor-faktor yang dimaksud untuk suatu sarana pelayanan, secara umum dapat
dibedakan atas empat macam:
 Biaya Investasi
Untuk suatu Rumah sakit biaya investasi (infestment cost) yang terpenting ialah biaya
pembangunan gedung, pembelian berbagai peralatan medis, pembelian berbagai
peralatan non medis, serta biaya pendidikan dan pelatihan tenaga pelaksana.
Tergantung dari besarnya biaya investasi, rencana titik impas (break event poin),
jangka waktu pengambilan modal (return of investment), serta perhitungan masa
kadaluwarsa (depreciation period) maka tarif pelayanan suatu sarana kesehatan dapat
berbeda dengan sarana kesehatan lainnya. Secara umum disebutkan jika biaya
investasi tersebut adalah besar, rencana titik impas, jangka waktu pengambilan biaya
investasi serta perhitungan masa kadaluwarsa terlalu singkat, maka tarif pelayanan
yang diterapkan akan cenderung mahal.
 Biaya Kegiatan Rutin
Untuk suatu sarana kesehatan, biaya kegiatan rutin (operational cost) yang
dimaksudkan disini mencakup semua biaya yang dibutuhkan untuk
menyelenggarakan berbagai kegiatan. Jika ditinjau dari kepentingan pemakai jasa
pelayanan, maka biaya rutin ini dapat dibedakan atas dua macam:
 Biaya untuk kegiatan yang berhubungan langsung dengan kebutuhan pelayanan
kesehatan (direct cost)
Pelayanan kesehatan yang dapat dimanfaatkan sangat bervariasi sekali. Tidak
hanya pada tindakan yang dilakukan, tetapi juga pada peralatan yang
dipergunakan. Demikianlah jika pelayanan kesehatan tersebut memerlukan
tindakan yang lebih sulit serta peralatan yang lebih canggih, maka tarif yang
ditetapkan untuk jenis pelayanan kesehatan tersebut umumnya lebih tinggi. Dalam
membicarakan biaya pelayanan kesehatan ini perlu diperhatikan adanya peranan
pengetahuan, sikap dan perilaku penyelenggara dan pemakai jasa pelayanan
kesehatan. Jika pengetahuan, sikap, dan perilaku tersebut tidak sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan dan atau berlebihan pasti akan mendorong

13
pemakaian pelayanan yang berlebihan pula, yang dampak akhirnya akan
meningkatkan total tarif yang dibayarkan ke Rumah sakit.
 Biaya untuk kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan kebutuhan
pelayanan kesehatan (Indirect cost).
Ke dalam biaya ini termasuk gaji karyawan, pemeliharaan bangunan dan peralatan,
pembayaran rekening listrik dan air dan lain sebagainya seperti ini. Secara umum
disebutkan jika biaya kegiatan tidak langsung ini tinggi, misalnya karena
pengelolaan yang tidak efisien, pasti akan berpengaruh terhadap tingginya tarif
pelayanan.
 Biaya Rencana Pengembangan
Untuk suatu sarana kesehatan, biaya rencana pengembangan yang dimaksudkan disini
mencakup hal yang amat luas. Mulai dari rencana perluasan bangunan, penambahan
peralatan, penambahan jumlah dan peningkatan pengetahuan serta keterampilan
karyawan dan ataupun rencana penambahan jenis pelayanan. Untuk sarana kesehatan
yang tidak mencari keuntungan, besarnya biaya pengembangan ini lazimnya sama
dengan semua kelebihan hasil usaha.
 Besarnya Target Keuntungan
Tergantung dari filosofi yang dianut oleh pemilik sarana kesehatan, besarnya target
keuntungan yang diharapkan tersebut amat bervariasi. Tetapi betapapun bervariasinya
persentase keuntungan tersebut, seyogiyanya keuntungan suatu sarana kesehatan tidak
boleh sama dengan keuntungan berbagai kegiatan usaha lainnya.
Contoh Penetapan Tarif Pelayanan Di Bidan Praktek Mandiri X

1. Biaya investasi meliputi :


 Pembangunan gedung, pembelian peralatan medis dan non medis Rp 100.000.000,-
2. Biaya kegiatan rutin
a. Biaya untuk kegiatan langsung (direct cost), misalnya :
 ANC
 Bahan habis pakai : Rp 5.000,-
 Obat-obatan : Rp 25.000,-
 Peralatan : Rp 5.000,-

Total pengeluaran : Rp 35.000,-

 Keuntungan : 10% dari pengeluaran yaitu Rp 3.500,-


 Jasa pelayanan : Rp 10.000,-
 Tarif pelayanan ANC yang harus dibayar adalah Rp 48.500,-

 Persalinan normal atau rawat inap

14
 Bahan habis pakai : Rp 100.000,-
 Obat-obatan : Rp 50.000,-
 Akomodasi ( penginapan, makanan selama tiga hari) : Rp 180.000,-

Total pengeluaran : Rp 330.000,-

 Keuntungan : 10% dari pengeluaran yaitu Rp 33.000,-


 Jasa pelayanan : Rp 530.000,-
 Tambahan kegiatan tidak langsung : Rp 20.000,-
 Tarif pelayanan persalinan normal atau rawat inap yang harus dibayar adalah Rp
913.000,-

 Imunisasi
 Jasa pelayanan : Rp 10.000,-
 Tarif pelayanan Imunisasi yang harus dibayar adalah Rp 10.000,-
 KB
 Jasa pelayanan : Rp 20.000,-
 Tarif pelayanan KB yang harus dibayar adalah Rp 20.000,-

b. Biaya untuk kegiatan tidak langsung (indirect cost), misalnya :


 Honor pegawai : Rp 350.000/bulan
 Listrik : Rp 200.000/bulan
 ATK : Rp 50.000/bulan
 Total pengeluaran/bulan : Rp 600.000,-
 Total pengeluaran/hari : Rp 600.000/30 hari = Rp 20.000,- (dimasukkan dalam
biaya persalinan rawat inap)

2.4 Mekanisme Perencanaan Dan Penganggaran Di Sektor Pemerintah Yang


Bersumber APBD Dan APBN
Siklus Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)
Secara singkat tahapan dalam proses perencanaan dan penyusunan APBN dapat
dijelaskan sebagai berikut.

15
1. Pertama, tahap penduluan. Tahap ini diawali dengan persiapan rancangan APBN
oleh pemerintah, antara lain :
a. meliputi penentuan asumsi dasar APBN
b. perkiraan penerimaan dan pengeluaran
c. skala prioritas, dan
d. penyusunan budget exercise. 
2. Kedua, tahap pengajuan, pembahasan, dan penetapan APBN
Tahapan dimulai dengan pidato presiden sebagai pengantar RUU APBN dan Nota
Keuangan. Selanjutnya akan dilakukan pembahasan baik antara menteri keuangan
dan Panitia Anggaran DPR, maupun antara komisi-komisi dengan
departemen/lembaga teknis terkait. Hasil dari pembahasan ini adalah UU APBN,
yang di dalamnya memuat satuan anggaran (dulu satuan 3, sekarang analog
dengan anggaran satuan kerja di departemen dan lembaga) sebagai bagian tak
terpisahkan dari undang-undang tersebut. Satuan anggaran adalah dokumen
anggaran yang menetapkan alokasi dana per departemen/lembaga, sektor,
subsektor, program dan proyek/kegiatan.  Untuk membiayai tugas umum
pemerintah dan pembangunan, departemen/lembaga mengajukan Rencana Kerja
dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAKL) kepada Depkeu dan Bappenas
untuk kemudian dibahas menjadi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan
diverifikasi sebelum proses pembayaran. Proses ini harus diselesaikan dari
Oktober sampai Desember. Dalam pelaksanaan APBN dibuat petunjuk berupa
keputusan presiden (kepres) sebagai Pedoman Pelaksanaan APBN. Dalam
melaksanakan pembayaran, kepala kantor/pemimpin proyek di masing-masing
kementerian dan lembaga mengajukan Surat Permintaan Pembayaran kepada
Kantor Wilayah Perbendaharaan Negara (KPPN).
3. Tahap ketiga, pengawasan APBN.
Fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan APBN dilakukan oleh pengawas
fungsional baik eksternal maupun internal pemerintah. Sebelum tahun anggaran
berakhir sekitar bulan November, pemerintah dalam hal ini Menkeu membuat
laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan melaporkannya dalam
bentuk Rancangan Perhitungan Anggaran Negara (RUU PAN), yang paling
lambat lima belas bulan setelah berakhirnya pelaksanaan APBN tahun anggaran
bersangkutan. Laporan ini disusun atas dasar realisasi yang telah diaudit oleh
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Apabila hasil pemeriksaan perhitungan dan

16
pertanggungjawaban pelaksanaan yang dituangkan dalam RUU PAN disetujui
oleh BPK, maka RUU PAN tersebut diajukan ke DPR guna mendapat pengesahan
oleh DPR menjadi UU Perhitungan Anggaran Negara (UU PAN) tahun anggaran
berkenaan.

Proses penyusunan APBD


Prinsip penyusunan APBD
Penyusunan APBD Tahun Anggaran harus didasarkan prinsip sebagai berikut:
1. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan
daerah
2. APBD harus disusunsecara tepat waktu sesuai tahapan dan jadwal
3. Penyusunan APBD dilakukan secara transparan,dimana memudahkan
masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-
Iuasnya tentang APBD
4. Penyusunan APBD harus melibatkan partisipasi masyarakat
5. APBD harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
6. Substansi APBD dilarang bertentangan dengan kepentingan umum,
peraturan yang lebih tinggi dan peraturan daerah lainnya.

Siklus APBD
secara garis besar siklus pengelolaan anggaran terdiri dari :

1. Penyusunan dan Penetapan APBD


2. Pelaksanaan dan Penatausahaan APBD
3. Pelaporan dan Pertanggungjawaban APBD

Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah


dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya
tujuan bernegara. Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran harus
didukung dengan adanya kepastian atas tersedianya penerimaan dalam jumlah
yang cukup. Pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah yang dianggarkan
dalam APBD harus berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan
dan dianggarkan secara bruto dalam APBD.

1. Penyusunan Rancangan APBD

17
Pemerintah Daerah perlu menyusun APBD untuk menjamin kecukupan dana
dalam menyelenggarakan urusan pemerintahannya. Karena itu, perlu
diperhatikan kesesuaian antara kewenangan pemerintahan dan sumber
pendanaannya. Pengaturan kesesuaian kewenangan dengan pendanaannya adalah
sebagai berikut:
a. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
didanai dari dan atas beban APBD.
b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
pemerintah pusat di daerah didanai dari dan atas beban APBN.
c. Penyelenggaraan urusan pemerintahan provinsi yang penugasannya
dilimpahkan kepada kabupaten/kota dan/atau desa, didanai dari dan atas
beban APBD provinsi
d. Penyelenggaraan urusan pemerintahan kabupaten/kota yang penugasannya
dilimpahkan kepada desa, didanai dari dan atas beban APBD
kabupaten/kota.
Seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah baik dalam bentuk
uang, barang dan/atau jasa pada tahun anggaran yang berkenaan harus
dianggarkan dalam APBD. Penganggaran penerimaan dan pengeluaran APBD
harus memiliki dasar hukum penganggaran. Anggaran belanja daerah
diprioritaskan untuk melaksanakan kewajiban pemerintahan daerah sebagaimana
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
1) Rencana Kerja Pemerintahan Daerah
Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah.
Karena itu kegiatan pertama dalam penyusunan APBD adalah penyusunan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).Pemerintah daerah menyusun RKPD
yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) dengan menggunakan bahan dari Renja SKPD untuk jangka
waktu 1 (satu) tahun yang mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah Pusat.
RKPD tersebut memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas
pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan
pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah, pemerintah
daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.Secara
khusus, kewajiban daerah mempertimbangkan prestasi capaian standar pelayanan
minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.RKPD

18
disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.Penyusunan RKPD diselesaikan
paling lambat akhir bulan Mei sebelum tahun anggaran berkenaan.RKPD
ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.
2) Kebijakan Umum APBD
Setelah Rencana Kerja Pemerintah Daerah ditetapkan, Pemerintah daerah
perlu menyusun Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan Plafon
Anggaran Sementara (PPAS) yang menjadi acuan bagi Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) dalam menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD.
Kepala daerah menyusun rancangan KUA berdasarkan RKPD dan pedoman
penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri setiap tahun.
Pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri tersebut
memuat antara lain:
a. pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah
dengan pemerintah daerah
b. prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran berkenaan
c. teknis penyusunan APBD, dan
d. hal-hal khusus lainnya.
Rancangan KUA memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari
program-program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap
urusan pemerintahan daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan daerah,
alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan
asumsi yang mendasarinya. Program-program diselaraskan dengan prioritas
pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.Sedangkan asumsi yang
mendasari adalah pertimbangan atas perkembangan ekonomi makro dan
perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Dalam menyusun rancangan KUA, kepala daerah dibantu oleh Tim Anggaran
Pemerintah Daerah (TAPD) yang dipimpin oleh sekretaris daerah.Rancangan
KUA yang telah disusun, disampaikan oleh sekretaris daerah selaku koordinator
pengelola keuangan daerah kepada kepala daerah, paling lambat pada awal bulan
Juni.
Rancangan KUA disampaikan kepala daerah kepada DPRD paling lambat
pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan untuk dibahas dalam
pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.Pembahasan

19
dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD.Rancangan KUA yang
telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi KUA paling lambat minggu
pertama bulan Juli tahun anggaran berjalan.
3) Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
Selanjutnya berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah daerah
menyusun rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS).
Rancangan PPAS tersebut disusun dengan tahapan sebagai berikut :
a.       menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan;
b.      menentukan urutan program untuk masing-masing urusan; dan
c.       menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing program.
Kepala daerah menyampaikan rancangan PPAS yang telah disusun kepada
DPRD untuk dibahas paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran
berjalan. Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD.
Rancangan PPAS yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi PPAS
paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan.
KUA serta PPAS yang telah disepakati, masing-masing dituangkan ke dalam
nota kesepakatan yang ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan
pimpinan DPRD. Dalam hal kepala daerah berhalangan, yang bersangkutan dapat
menunjuk pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani nota kepakatan
KUA dan PPAS. Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, penandatanganan
nota kepakatan KUA dan PPAS dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk oleh
pejabat yang berwenang.
4) Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
Berdasarkan nota kesepakatan yang berisi KUA dan PPAS, TAPD
menyiapkan rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan
RKA SKPD sebagai acuan kepala SKPD dalam menyusun RKA-SKPD.
Rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD
mencakup:
a. PPAS  yang dialokasikan untuk setiap program SKPD berikut rencana
pendapatan dan pembiayaan
b. sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD dengan kinerja SKPD
berkenaan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan;
c. batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD

20
d. hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD terkait
dengan prinsip-prinsip peningkatan efisiensi, efektifitas, tranparansi dan
akuntabilitas penyusunan anggaran dalam rangka pencapaian prestasi
kerja, dan
e. dokumen sebagai lampiran meliputi KUA, PPA, kode rekening APBD,
format RKASKPD, analisis standar belanja dan standar satuan harga.
Surat edaran kepala daerah perihal pedoman penyusunan RKA¬SKPD
diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus tahun anggaran berjalan.
Berdasarkan pedoman penyusunan RKA-SKPD, kepala SKPD menyusun RKA-
SKPD.
RKA-SKPD disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran
jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan
prestasi kerja. Pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah
dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju. Prakiraan maju tersebut berisi
perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan
dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan.
Pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan memadukan seluruh
proses perencanaan dan penganggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan di
lingkungan SKPD untuk menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran.
Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan dengan
memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan
dari kegiatan dan hasil serta manfaat yang diharapkan termasuk efisiensi dalam
pencapaian hasil dan keluaran tersebut.
RKA-SKPD memuat rencana pendapatan, rencana belanja untuk masing-
masing program dan kegiatan, serta rencana pembiayaan untuk tahun yang
direncanakan dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan, belanja, dan
pembiayaan serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya. RKA-SKPD juga
memuat informasi tentang urusan pemerintahan daerah, organisasi, standar biaya,
prestasi kerja yang akan dicapai dari program dan kegiatan. RKA-SKPD yang
telah disusun oleh SKPD disampaikan kepada PPKD untuk dibahas lebih lanjut
oleh TAPD.
5) Penyiapan Raperda APBD
Selanjutnya, berdasarkan RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD
dilakukan pembahasan penyusunan Raperda oleh TAPD. Pembahasan oleh

21
TAPD dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA,
PPA, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan
dokumen perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok
sasaran kegiatan, standar analisis belanja, standar satuan harga, standar pelayanan
minimal, serta sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD.
Dalam hal hasil pembahasan RKA-SKPD terdapat ketidaksesuaian, kepala
SKPD melakukan penyempurnaan.RKA-SKPD yang telah disempurnakan oleh
kepala SKPD disampaikan kepada PPKD sebagai bahan penyusunan rancangan
peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD. Rancangan peraturan daerah tentang APBD dilengkapi
dengan lampiran yang terdiri dari:
a. ringkasan APBD
b. ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi
c. rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi,
pendapatan, belanja dan pembiayaan
d. rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi,
program dan kegiatan
e. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan
pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan
negara
f. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan
g. daftar piutang daerah
h. daftar penyertaan modal (investasi) daerah
i. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah
j. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain
k. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum
diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini
l. daftar dana cadangan daerah, dan
m. daftar pinjaman daerah.
Bersamaan dengan penyusunan rancangan Perda APBD, disusun rancangan
peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan kepala
daerah tersebut dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:
a. ringkasan penjabaran APBD

22
b. penjabaran APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi,
program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan,
belanja dan pembiayaan.
Rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD wajib memuat
penjelasan sebagai berikut:
a. untuk pendapatan mencakup dasar hukum, target/volume yang
direncanakan, tarif pungutan/harga
b. untuk belanja mencakup dasar hukum, satuan volume/tolok ukur, harga
satuan, lokasi kegiatan dan sumber pendanaan kegiatan
c. untuk pembiayaan mencakup dasar hukum, sasaran, sumber penerimaan
pembiayaan dan tujuan pengeluaran pembiayaan.
Rancangan peraturan daerah tentang APBD yang telah disusun oleh PPKD
disampaikan kepada kepala daerah.Selanjutnya rancangan peraturan daerah
tentang APBD sebelum disampaikan kepada DPRD disosialisasikan kepada
masyarakat.Sosialisasi rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut
bersifat memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban pemerintah daerah
serta masyarakat dalam pelaksanaan APBD tahun anggaran yang
direncanakan.Penyebarluasan rancangan peraturan daerah tentang APBD
dilaksanakan oleh sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan
daerah.
6) Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD
beserta lampirannya kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan
Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun yang direncanakan untuk
mendapatkan persetujuan bersama.Pengambilan keputusan bersama DPRD dan
kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD dilakukan
paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
dilaksanakan.
Penyampaian rancangan peraturan daerah tersebut disertai dengan nota
keuangan.Penetapan agenda pembahasan rancangan peraturan daerah tentang
APBD untuk mendapatkan persetujuan bersama, disesuaikan dengan tata tertib
DPRD masing-masing daerah.Pembahasan rancangan peraturan daerah tersebut
berpedoman pada KUA, serta PPA yang telah disepakati bersama antara
pemerintah daerah dan DPRD.Dalam hal DPRD memerlukan tambahan

23
penjelasan terkait dengan pembahasan program dan kegiatan tertentu, dapat
meminta RKA-SKPD berkenaan kepada kepala daerah.
Apabila DPRD sampai batas waktu 1 bulan sebelum tahun anggaran
berkenaan, tidak menetapkan persetujuan bersama dengan kepala daerah terhadap
rancangan peraturan daerah tentang APBD, maka kepala daerah melaksanakan
pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya
untuk membiayai keperluan setiap bulan. Pengeluaran setinggi-tingginya untuk
keperluan setiap bulan tersebut, diprioritaskan untuk belanja yang bersifat
mengikat dan belanja yang bersifat wajib.Belanja yang bersifat mengikat
merupakan belanja yang dibutuhkan secara terus menerus dan harus dialokasikan
oleh pemerintah daerah dengan jumlah yang cukup untuk keperluan setiap bulan
dalam tahun anggaran yang bersangkutan, seperti belanja pegawai, belanja
barang dan jasa. Sedangkan Belanja yang bersifat wajib adalah belanja untuk
terjaminnya kelangsungan pemenuhan pendanaan pelayanan dasar masyarakat
antara lain pendidikan dan kesehatan dan/atau melaksanakan kewajiban kepada
pihak ketiga.
Rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD dapat dilaksanakan setelah
memperoleh pengesahan dari gubernur bagi kabupaten/kota.Sedangkan
pengesahan rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD ditetapkan dengan
keputusan gubernur bagi kabupaten/kota.
7) Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan
Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah Kabupaten/Kota tentang APBD yang telah
disetujui bersama DPRD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang
penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati paling lama 3 (tiga) hari kerja
disampaikan terlebih dahulu kepada Gubernur untuk dievaluasi. Penyampaian
rancangan disertai dengan:
a. Persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD terhadap
rancangan peraturan daerah tentang APBD
b. KUA dan PPA yang disepakati antara kepala daerah dan pimpinan DPRD;
c. Risalah sidang jalannya pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah
tentang APBD, dan
d. Nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal penyampaian pengantar
nota keuangan pada sidang DPRD.

24
Evaluasi bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan
kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan
aparatur serta untuk meneliti sejauh mana APBD Kabupaten/Kota tidak
bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau
peraturan daerah lainnya yang ditetapkan oleh Kabupaten/Kota bersangkutan.
Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi, Gubernur dapat mengundang pejabat
pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang terkait.
Hasil evaluasi dituangkan dalam keputusan Gubernur dan disampaikan kepada
Bupati/Walikota paling lama 15 (lima betas) hari kerja terhitung sejak
diterimanya rancangan dimaksud. Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi
atas rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan
Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan
umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota
menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah dan peraturan
Bupati/Walikota.
Keputusan pimpinan DPRD bersifat final dan dilaporkan pada sidang
paripurna berikutnya.Sidang paripurna berikutnya yakni setelah sidang paripurna
pengambilan keputusan bersama terhadap rancangan peraturan daerah tentang
APBD.
8) Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala
Daerah tentang Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh kepala
daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD.Penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD
dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD tersebut dilakukan paling
lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya.
Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan
ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas kepala
daerah yang menetapkan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD.Kepala daerah menyampaikan peraturan daerah
tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD kepada
gubernur bagi kabupaten/kota paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan.
9) Perubahan APBD

25
Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan,
dibahas bersama DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan
prakiraan perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan, apabila
terjadi:
a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA
b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar
unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja
c. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran Iebih tahun sebelumnya harus
digunakan dalam tahun berjalan
d. keadaan darurat, dan
e. keadaan luar biasa.

2. Penetapan APBD
Penetapan anggaran merupakan tahapan yang dimulai ketika pihak eksekutif
menyerahkan usulan anggaran kepada pihak legislatif, selanjutnya DPRD akan
melakukan pembahasan untuk beberapa waktu. Selama masa pembahasan akan
terjadi diskusi antara pihak Panitia Anggaran Legislatif dengan Tim Anggaran
Eksekutif dimana pada kesempatan ini pihak legislatif berkesempatan untuk
menanyakan dasar-dasar kebijakan eksekutif dalam membahas usulan anggaran
tersebut.
Penetapan APBD dilaksanakan dengan melalui tiga tahap sebagai berikut:
1. Penyampaian dan Pembahasan Raperda tentang APBD
Menurut ketentuan dari Pasal 104 Permendagri No. 13 Tahun 2006,
Raperda beserta lampiran-lampirannya yang telah disusun dan
disosialisasikan kepada masyarakat untuk selanjutnya disampaikan oleh
kepala daerah kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan
Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun anggaran yang
direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan
keputusan bersama ini harus sudah terlaksana paling lama 1 (satu) bulan
sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dimulai.Atas dasar persetujuan
bersama tersebut, kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala
daerah tentang APBD yang harus disertai dengan nota keuangan. Raperda
APBD tersebut antara lain memuat rencana pengeluaran yang telah
disepakati bersama. Raperda APBD ini baru dapat dilaksanakan oleh

26
pemerintahan kabupaten/kota setelah mendapat pengesahan dari Gubernur
terkait.
2. Evaluasi Raperda tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah
tentang Penjabaran APBD
Raperda APBD pemerintahan kabupaten/kota yang telah disetujui dan
rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD sebelum
ditetapkan oleh Bupati.Walikota harus disampaikan kepada Gubernur
untuk di-evaluasi dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja. Evaluasi ini
bertujuan demi tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan
kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan
aparatur, serta untuk meneliti sejauh mana APBD kabupaten/kota tidak
bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi
dan/atau peraturan daerah lainnya. Hasil evaluasi ini sudah harus
dituangkan dalam keputusan gubernur dan disampaikan kepada
bupati/walikota paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak
diterimanaya Raperda APBD tersebut.
3. Penetapan Perda tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang
Penjabaran APBD.
Tahapan terakhir ini dilaksanakan paling lambat tanggal 31 Desember
tahun anggaran sebelumnya. Setelah itu Perda dan Peraturan Kepala
Daerah tentang penjabaran APBD ini disampaikan oleh Bupati/Walikota
kepada Gubernur terkait paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal
ditetapkan.

Peraturan Yang Mengatur Tentang Penetapan APBD


Prosedur tentang penetapan APBD diatur dalam Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU 17/2003) dan Peraturan Pemerintah
Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (PP 58/2005) sebagai
berikut:
1. APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan
setiap tahun dengan Peraturan Daerah (Pasal 16 (1) UU 17/2003).
2. Tahun anggaran APBD meliputi masa 1 (satu) tahun mulai tanggal 1 Januari
sampai dengan 31 Desember. (Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 58
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (PP 58/2005)

27
3. Tahun anggaran APBD meliputi masa 1 (satu) tahun mulai tanggal 1 Januari
sampai dengan 31 Desember (Pasal 19 PP 58/2005).
4. Kepala daerah menyampaikan rancangan kebijakan umum APBD tahun
anggaran berikutnya sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD
selambat-lambatnya pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan.
Rancangan kebijakan umum APBD yang telah dibahas kepala daerah
bersama DPRD dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD selanjutnya
disepakati menjadi Kebijakan Umum APBD (Pasal 34 ayat (2) dan (3) PP
58/2005).
5. Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati, pemerintah
daerah dan DPRD membahas rancangan prioritas dan plafon anggaran
sementara paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran
sebelumnya (Pasal 35 ayat (1) dan (2) PP 58/2005)
6. Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD,
disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD
pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya (Pasal 20 (1) UU
17/2003 dan Pasal 43 PP 58/2005).
7. Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah
tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun
anggaran yang bersangkutan dilaksanakan (Pasal 20 (4) UU 17/2003 dan
Pasal 45 PP 58/2005).
8. Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Perda sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah
dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD
tahun anggaran sebelumnya (Pasal 20 (6) UU 17/2003 dan Pasal 46 PP
58/2005).

2.5 Sumber-Sumber Biaya Untuk Program/ Pelayanan Kesehatan


Telah kita ketahui bersama bahwa sumber pembiayaan untuk penyediaan fasilitas-
fasilitas kesehatan melibatkan dua pihak utama yaitu pemerintah (public) dan swasta
(private). Kini masih diperdebatkan apakah kesehatan itu sebenarnya barang public atau

28
private mengingat bahwa fasilitasfasilitas kesehatan yang dipegang oleh pihak swasta
(private) cenderung bersifat komersil.

Di sebagian besar wilayah Indonesia, sektor swasta mendominasi penyediaan fasilitas


kesehatan, lebih dari setengah rumah sakit yang tersedia merupakan rumah sakit swasta,
dan sekitar 30-50 persen segala bentuk pelayanan kesehatan diberikan oleh pihak swasta
(satu dekade yang lalu hanya sekitar 10 persen).

Hal ini tentunya akan menjadi kendala terutama bagi masyarakat golongan menengah
ke bawah. Tingginya biaya kesehatan yang harus dikeluarkan jika menggunakan fasilitas-
fasilitas kesehatan swasta tidak sebanding dengan kemampuan ekonomi sebagian besar
masyarakat Indonesia yang tergolong menengah ke bawah.

Sebelum desentralisasi alokasi anggaran kesehatan dilakukan oleh pemerintah pusat


dengan menggunakan model negosiasi ke provinsi-provinsi. Ketika sifat big-bang
kebijakan desentralisasi mengenai sektor kesehatan, tibatiba menjadi alokasi anggaran
pembangunan yang disebut dana alokasi umum (DAU). Dan yang mengejutkan bahwa
anggaran kesehatan eksplisit tidak dimasukan di dalam formula DAU. Akibatnya, dinas
kesehatan berjuang mendapatkan anggaran untuk sektor kesehatan sendiri. Pemerintah di
sektor kesehatan harus merencanakan dan menganggarkan program kesehatan, dan
bersaing untuk mendapatkan dana dengan sektor lain. Secara umum sumber biaya
kesehatan dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Bersumber dari anggaran pemerintah

Pada sistem ini, biaya dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan sepenuhnya


ditanggung oleh pemerintah. Pelayanannya diberikan secara cuma-cuma oleh
pemerintah sehingga sangat jarang penyelenggaraan pelayanan kesehatan disediakan
oleh pihak swasta. Untuk negara yang kondisi keuangannya belum baik, sistem ini sulit
dilaksanakan karena memerlukan dana yang sangat besar. Anggaran yang bersumber
dari pemerintah ini dibagi juga menjadi :

 Pemerintahan pusat dan dana dekonsentrasi, dana program kompensasi BBM dan
ABT
 Pemerintah provinsi melalui skema dana provinsi (PAD ditambah dana
desentralisasi DAU provinsi dan DAK provinsi)

29
 Pemerintah kabupaten atau kota melalui skema dana kabupaten atau kota (PAD
ditambah dana desentralisasi DAU kabupaten atau kota dan DAK kabupaten atau
kota)
 Keuntungan badan usaha milik daerah
 Penjualan aset dan obligasi daerah
 Hutang pemerintah daerah

2. Bersumber dari anggaran masyarakat

Dapat berasal dari individual ataupun perusahaan. Sistem ini mengharapkan agar
masyarakat (swasta) berperan aktif secara mandiri dalam penyelenggaraan maupun
pemanfaatannya. Hal ini memberikan dampak adanya pelayanan-pelayanan kesehatan
yang dilakukan oleh pihak swasta, dengan fasilitas dan penggunaan alat-alat
berteknologi tinggi disertai peningkatan biaya pemanfaatan atau penggunaannya oleh
pihak pemakai jasa layanan kesehatan tersebut. Contohnya CSR atauCorporate Social
Reponsibility) dan pengeluaran rumah tangga baik yang dibayarkan tunai atau melalui
sistem asuransi. Dana yang bersumber dari swasta anatara lain :

 - Perusahaan swasta
 - Lembaga swadaya masyarakat
 - Dana kemanusiaan (charity)

3. Bantuan biaya dari dalam dan luar negeri

Sumber pembiayaan kesehatan, khususnya untuk penatalaksanaan penyakit-


penyakit tertentu cukup sering diperoleh dari bantuan biaya pihak lain, misalnya oleh
organisasi sosial ataupun pemerintah negara lain. Misalnya bantuan dana dari luar
negeri untuk penanganan HIV dan virus H5N1 yang diberikan oleh WHO kepada
negara-negara berkembang (termasuk Indonesia).

4. Gabungan anggaran pemerintah dan masyarakat

Sistem ini banyak diadopsi oleh negara-negara di dunia karena dapat


mengakomodasi kelemahan-kelemahan yang timbul pada sumber pembiayaan
kesehatan sebelumnya. Tingginya biaya kesehatan yang dibutuhkan ditanggung
sebagian oleh pemerintah dengan menyediakan layanan kesehatan bersubsidi. Sistem

30
ini juga menuntut peran serta masyarakat dalam memenuhi biaya kesehatan yang
dibutuhkan dengan mengeluarkan biaya tambahan.

Dengan ikut sertanya masyarakat menyelenggarakan pelayanan kesehatan, maka


ditemukan pelayanan kesehatan swasta. Selanjutnya dengan diikutsertakannya
masyarakat membiayai pemanfaatan pelayanan kesehatan, maka pelayanan kesehatan
tidaklah cuma-cuma. Masyarakat diharuskan membayar pelayanan kesehatan yang
dimanfaatkannya.

Sekalipun pada saat ini makin banyak saja negara yang mengikutsertakan
masyarakat dalam pembiayaan kesehatan, namun tidak ditemukan satu negara pun yang
pemerintah sepenuhnya tidak ikut serta. Pada negara yang peranan swastanya sangat
dominan pun peranan pemerintah tetap ditemukan. Paling tidak dalam membiayai
upaya kesehatan masyarakat, dan ataupun membiayai pelayanan kedokteran yang
menyangkut kepentingan masyarakat yang kurang mampu.

2.6 Tantangan Dalam Pelaksanan Perencanaan Dan Penganggaran Di Sektor


Pemerintah Yang Bersumber APBD Dan APBN
Tantangan dalam perencanaan dan penganggaran kesehatan di sektor pemerintah
yang bersumber APBD dan APBN
Dalam menyusun anggaran program kesehatan, perlu dicegah terjadinya "penyakit"
anggaran kesehatan yang banyak terjadi pada masa lalu. Ada sepuluh masalah yang perlu
diketahui dan dicegah untuk terjadi, yaitu sebagai berikut:
 Anggaran kesehatan terlalu kecil
Analisis pembiayaan kesehatan dibanyak daerah umumnya menunjukkan alokasi
untuk kesehatan dibawah kebutuhan normatif, yaitu dibawah US$ 12/kapita
pertahun.
 Realisasi terlambat
Selama ini realisasi anggaran sering sangat terlambat sampai bulan Juli/Agustus.
Kosekuensinya adalah beban kerja yang sangat berat bagi daerah - yang
sebetulnya tidak realistis - yaitu untuk menyerap anggaran tersebut dalam jangka
waktu yang tidak normal. Keterlambatan realisasi ini umumnya terjadi dengan
anggaran yang berasal dari pusat, seperti DAK, Dana dekonsentrasi, Tugas
Perbantuan dan JPKMM.

31
 Anggaran terfragmentasi
Anggaran kesehatan daerah berasal dari beberapa sumber: DAU, DAK, Dana
Dekonsentrasi, Dana Tugas Perbantuan, JPK-MM, Pinjaman, dll. Dana yang
berasal dari pusat umumnya terfragmentasi dan daerah tidak memiliki
kewenangan untuk melakukan konsolidasi anggaran.
 Kecenderungan untuk belanja fisik
Dana DAK dan TP peruntukannya adalah untuk belanja barang modal (fisik).
Dibeberapa daerah dana APBD juga cenderung untuk belanja fisik (misalnya
membangun sarana kesehatan dan pengadaan alat).
 Biaya operasional tidak cukup
Akibat dari butir (4), maka program kesehatan kekurangan biaya operasional.
Program pelayanan kesehatan memerlukan biaya operasional obat/bahan.
Program kesehatan masyarakat memerlukan biaya operasional untuk perjalanan
dan kegiatan-kegiatan diluar gedung. Ketidak cukupan biaya operasional ini
menyebabkan kinerja pelayanan tidak optimal, baik dari segi jumlahnya maupun
dari segi mutunya.
 Fenomena pyramida terbalik
Masalah lain adalah terserapnya anggaran untuk kegiatan-kegiatan penunjang dan
administratif, seperti biaya pertemuan, biaya perjalanan ke propinsi, biaya
pelatihan di Kabupaten ataupun di Propinsi. Sedangkan untuk kegiatan ditingkat
bawah, misalnya untuk kegiatan Musrenbang tingkat desa dan kecamatan,
mobilisasi peran serta dll, seringkali Puskesmas mendapat kesulitan
membiayainya.
 Lemahnya kaitan antara anggaran dengan kinerja
Walaupun sistem anggaran berbasis kinerja sudah diperkenalkan untuk
diterapkan, masih banyak mata anggaran yang sulit dijelaskan hubungan logisnya
dengan kinerja atau output program. Ini disebabkan antara lain karena semakin
besarnya porsi anggaran pusat (APBN) dalam anggaran kesehatan daerah. Dana
dekonsentrasi misalnya, sebagian besar dipergunakan untuk berbagai macam
pelatihan. Apakah pelatihan tersebut kemudian meningkatkan cakupan program ?
 Cenderung untuk kuratif
Kecenderungan pelayanan kuratif menyerap sebagian besar anggaran adalah
masalah khronis dalam pembiayaan kesehatan. Pembangunan RS, pembelian alat

32
medis, pengadaan obat dan bahan, adalah jenis-jenis mata anggaran yang
menyerap banyak anggaran kesehatan daerah. Sedangkan program kesehatan
masyarakat seperti Promkes, Kesling, surveilans epidemilogi, mendapat alokasi
anggaran yang relatif sangat kecil.
 Peruntukan kaku
Sampai sekarang memang desentralisasi belum sepenuhnya diterapkan. Bahkan
dari segi perimbangan anggaran pusat dan daerah, ada tanda-tanda semakin
kuatnya proses resentralisasi keuangan (fiscal recentralization). Tanda-tandanya
adalah kenaikan anggaran DAK, TP dan Dekonsentrasi yang menyolok pada
tahun 2005 dan 2006. Peruntukkan anggaran pusat ini (APBN) adalah untuk
peningkatan kapasitas (capacity building) dan tidak untuk biaya operasional dan
pemeliharaan. Anggaran pusat tersebut adalah "fragmented budget" yang kaku,
karena daerah tidak boleh mengkonsolidasikan anggaran-anggaran tersebut. Jadi
dalam mengelola anggaran pusat tersebut, daerah/dinas kesehatan hanya
berfungsi sebagai administrator anggaran sesuai Juknis.
 "Kebocoran dana"
Tidak bisa disangkal bahwa kebocoran juga terjadi dalam pengelolaan
pembiayaan kesehatan.

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan

33
Perencanaan kesehatan adalah sebuah proses yang terdiri dari langkah-
langkah yang berkesinambungan untuk merumuskan masalah-masalah kesehatan yang
berkembang di m a s y a r a k a t m e n e n t u k a n k e b u t u h a n d a n s u m b e r d a y a
y a n g t e r s e d i a , m e n e t a p k a n t u j u a n  program yang paling pokok dan menyusun
langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dalam
perencanaan kesehatan yang penting adalah proses perencanaan yang merupakan
langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menyusun suatu rencana.
Menciptakan suatu proses anggaran merupakan cara paling efektif untuk menjaga
sektornya dan alat-alat pembayarannya agar tetap pada jalur. Penyusunan rencana
anggaran  sebagai dasar pelaksanaan seluruh aktivitas usahanya dalam periode satu
tahun. Oleh karena itu, suatu rencana kerja dan anggaran wajib dibuat untuk mencapai
rencana (tujuan) suatu perusahaan untuk masa mendatang (plan for future). Guna
mencapai rencana tersebut, maka harus mentapkan langkah atau tindaka apa saja yang
harus diambil guna rencana tersebut dapat tercapai.

3.2 Saran
Perencanaan dan penganggaran harus dilaksanakan dengan sebaik-  baiknya
agar tercapainya tujuan yang ditetapkan, terutama dalam hal penentuan kebijakan
agar pelaksanaan  pelayanan kesehatan berjalan dengan baik. Dalam perencanaan
dan penganggaran kesehatan harus dilakukan upaya pengembangan produk
pelayanan kesehatan secara berkesinambungan dalam rangka peningkatan mutu
pelayanan kesehatan.

34

Anda mungkin juga menyukai