PENDAHULUAN
1
harus efektif, efisien dan tepat waktu dengan menggunakan perencanaan dan
penganggaran yang baik, serta SDM atau orang-orang yang bertugas dalam penyusunan
perencanaan dan penggaran haruslah SDM yang berkualitas.
Oleh karena itu, dalam makalah ini membahas tentang hal-hal yang berkaitan
dengan proses perencanaan dan penganggaran.
1.3 Tujuan
1. Mengerjakan tugas mata kuliah pembiayaan dan penganggaran kesehatan.
2. Mengetahui cara membedakan program-program prioritas bidang kesehatan,
berdasarkan kebijakan kesehatan ditingkat makro (internasional dan nasional), meso
(regional) dan mikro (lokal/daerah masing-masing).
3. Mengetahui cara menghitung besaran biaya (costing) yang diperlukan untuk suatu
jenis intervensi di sektor kesehatan secara sederhana.
4. Mengetahui cara menghitung besaran biaya (costing) yang diperlukan untuk
penetapan tarif layanan kesehatan secara sederhana.
5. Mengetahui mekanisme perencanaan dan penganggaran di sektor pemerintah yang
bersumber APBD dan APBN.
6. Mengetahui sumber-sumber biaya untuk program/ pelayanan kesehatan.
2
7. Mengetahui tantangan dalam mekanisme perencanaan dan penganggaran di sektor
pemerintah yang bersumber APBD dan APBN.
3
BAB II
PEMBAHASAN
5
6
Kebijakan pembangunan kesehatan difokuskan pada penguatan upaya kesehatan
dasar (Primary Health Care) yang berkualitas terutama melalui peningkatan jaminan
kesehatan, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang
didukung dengan penguatan sistem kesehatan dan peningkatan pembiayaan
kesehatan. Kartu Indonesia Sehat menjadi salah satu sarana utama dalam mendorong
reformasi sektor kesehatan dalam mencapai pelayanan kesehatan yang optimal,
termasuk penguatan upaya promotif dan preventif. Strategi pembangunan kesehatan
2015-2019 meliputi:
1. Akselerasi Pemenuhan Akses Pelayanan Kesehatan Ibu, Anak, Remaja, dan Lanjut
Usia yang Berkualitas.
2. Mempercepat Perbaikan Gizi Masyarakat.
3. Meningkatkan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
4. Meningkatkan Akses Pelayanan Kesehatan Dasar yang Berkualitas
5. Meningkatkan Akses Pelayanan Kesehatan Rujukan yang Berkualitas
6. Meningkatkan Ketersediaan, Keterjangkauan, Pemerataan, dan Kualitas Farmasi dan
Alat Kesehatan
7. Meningkatkan Pengawasan Obat dan Makanan
8. Meningkatkan Ketersediaan, Penyebaran, dan Mutu Sumber Daya Manusia Kesehatan
9. Meningkatkan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
10. Menguatkan Manajemen, Penelitian Pengembangan dan Sistem Informasi
11. Memantapkan Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Bidang
Kesehatan
12. Mengembangkan dan Meningkatkan Efektifitas Pembiayaan Kesehatan
7
Penyediaan fasilitas kesehatan yang berkualitas
Pemenuhan SDM kesehatan
Penyediaan dan peningkatan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan
2. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Kegiatan Prioritas:
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular
Proyek Prioritas
Pencegahan dan pengendalian TB dan HIV/AIDS
Pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular
Proyek prioritas
Peningkatan cakupan imunisasi dasar lengkap
Pengendalian malaria
Pengendalian penyakit tropis terabaikan/ neglected tropical diseases
Kegiatan prioritas:
Pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular
Proyek prioritas
Pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular
Kegiatan prioritas:
Surveilans, imunisasi, penyakit dan karantina kesehatan
Proyek prioritas
Peningkatan cakupan imunisasi dasar lengkap
3. Preventif dan Promotif (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat)
Kegiatan Prioritas:
Peningkatan Lingkungan Sehat
Proyek Prioritas
Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup Sehat
Kegiatan Prioritas
Peningkatan Pemahaman Hidup Sehat
Proyek Prioritas
Kampanye hidup sehat
Kegiatan Prioritas
Peningkatan konsumsi pangan sehat
Proyek Prioritas
8
Peningkatan konsumsi pangan sehat
Konsep SPM berubah dari Kinerja Program Kementerian menjadi Kinerja Pemda
yang memiliki konsekuensi rewarddan punishment, sehingga Pemda diharapkan untuk
memastikan tersedianya sumber daya (sarana, prasarana, alat, tenaga dan uang/biaya) yang
cukup agar proses penerapan SPM berjalan adekuat. SPM merupakan ketentuan mengenai
jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan pemerintahan wajib yang berhak
diperoleh setiap warga negara secara minimal. Setiap warga negara sesuai dengan
kodratnya berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya dengan
memanfaatkan seluruh potensi manusiawi yang dimilikinya. Sebaliknya Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah berkewajiban menjamin agar setiap warga negara dapat
menggunakan haknya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa hambatan atau
halangan dari pihak manapun.
SPM merupakan hal minimal yang harus dilaksanakan oleh Pemda untuk rakyatnya,
maka target SPM harus 100% setiap tahunnya. Untuk itu dalam penetapan indikator SPM,
Kementerian/Lembaga Pemerintahan Non Kementerian agar melakukan pentahapan pada
jenis pelayanan, mutu pelayanan dan/atau sasaran/lokus tertentu. SPM merupakan salah
satu program strategis nasional. Pada Pasal 68 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Kepala Daerah yang tidak melaksanakan program
strategis nasional akan dikenai sanksi yaitu sanksi administratif, diberhentikan sementara
selama 3 (tiga) bulan, sampai dengan diberhentikan sebagai kepala daerah.
9
JENIS LAYANAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG
KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA
2.2 Menghitung Besaran Biaya (Costing) Yang Diperlukan Untuk Suatu Jenis
Intervensi Di Sektor Kesehatan Secara Sederhana
11
Contoh:
Masalah : Kematian Ibu dan Bayi
PROGRAM JAMPERSAL
200.000.000
2.3 Menghitung Besaran Biaya (Costing) Yang Diperlukan Untuk Penetapan Tarif
Layanan Kesehatan Secara Sederhana.
12
Peranan tarif dalam pelayanan kesehatan memang amat penting, untuk dapat
menjamin kesinambungan pelayanan setiap sarana kesehatan harus dapat menetapkan
besarnya tarif yang dapat menjamin total pendapatan yang lebih besar dari total
pengeluaran.
Sesungguhnya pada saat ini sebagai akibat dari mulai berkurangnya pihak-pihak
yang mau menyumbang dana pada pelayanan kesehatan kesehatan (misalnya Rumah
sakit), maka sumber keuangan utama kebanyakan sarana kesehatan hanyalah dari
pendapatan saja. Untuk ini jelaslah bahwa kecermatan menetapkan besarnya tarif
memegang peranan yang amat penting. Apabila tarif tersebut terlalu rendah, dapat
menyebabkan total pendapatan (income) yang rendah pula, yang apabila ternyata juga
lebih rendah dari total pengeluaran (expenses), pasti akan menimbulkan kesulitan
keuangan.
Faktor yang Mempengaruhi
Untuk dapat menetapkan tarif pelayanan yang dapat menjamin total pendapatan yang
tidak lebih rendah dari total pengeluaran, banyak faktor yang perlu diperhitungkan.
Faktor-faktor yang dimaksud untuk suatu sarana pelayanan, secara umum dapat
dibedakan atas empat macam:
Biaya Investasi
Untuk suatu Rumah sakit biaya investasi (infestment cost) yang terpenting ialah biaya
pembangunan gedung, pembelian berbagai peralatan medis, pembelian berbagai
peralatan non medis, serta biaya pendidikan dan pelatihan tenaga pelaksana.
Tergantung dari besarnya biaya investasi, rencana titik impas (break event poin),
jangka waktu pengambilan modal (return of investment), serta perhitungan masa
kadaluwarsa (depreciation period) maka tarif pelayanan suatu sarana kesehatan dapat
berbeda dengan sarana kesehatan lainnya. Secara umum disebutkan jika biaya
investasi tersebut adalah besar, rencana titik impas, jangka waktu pengambilan biaya
investasi serta perhitungan masa kadaluwarsa terlalu singkat, maka tarif pelayanan
yang diterapkan akan cenderung mahal.
Biaya Kegiatan Rutin
Untuk suatu sarana kesehatan, biaya kegiatan rutin (operational cost) yang
dimaksudkan disini mencakup semua biaya yang dibutuhkan untuk
menyelenggarakan berbagai kegiatan. Jika ditinjau dari kepentingan pemakai jasa
pelayanan, maka biaya rutin ini dapat dibedakan atas dua macam:
Biaya untuk kegiatan yang berhubungan langsung dengan kebutuhan pelayanan
kesehatan (direct cost)
Pelayanan kesehatan yang dapat dimanfaatkan sangat bervariasi sekali. Tidak
hanya pada tindakan yang dilakukan, tetapi juga pada peralatan yang
dipergunakan. Demikianlah jika pelayanan kesehatan tersebut memerlukan
tindakan yang lebih sulit serta peralatan yang lebih canggih, maka tarif yang
ditetapkan untuk jenis pelayanan kesehatan tersebut umumnya lebih tinggi. Dalam
membicarakan biaya pelayanan kesehatan ini perlu diperhatikan adanya peranan
pengetahuan, sikap dan perilaku penyelenggara dan pemakai jasa pelayanan
kesehatan. Jika pengetahuan, sikap, dan perilaku tersebut tidak sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan dan atau berlebihan pasti akan mendorong
13
pemakaian pelayanan yang berlebihan pula, yang dampak akhirnya akan
meningkatkan total tarif yang dibayarkan ke Rumah sakit.
Biaya untuk kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan kebutuhan
pelayanan kesehatan (Indirect cost).
Ke dalam biaya ini termasuk gaji karyawan, pemeliharaan bangunan dan peralatan,
pembayaran rekening listrik dan air dan lain sebagainya seperti ini. Secara umum
disebutkan jika biaya kegiatan tidak langsung ini tinggi, misalnya karena
pengelolaan yang tidak efisien, pasti akan berpengaruh terhadap tingginya tarif
pelayanan.
Biaya Rencana Pengembangan
Untuk suatu sarana kesehatan, biaya rencana pengembangan yang dimaksudkan disini
mencakup hal yang amat luas. Mulai dari rencana perluasan bangunan, penambahan
peralatan, penambahan jumlah dan peningkatan pengetahuan serta keterampilan
karyawan dan ataupun rencana penambahan jenis pelayanan. Untuk sarana kesehatan
yang tidak mencari keuntungan, besarnya biaya pengembangan ini lazimnya sama
dengan semua kelebihan hasil usaha.
Besarnya Target Keuntungan
Tergantung dari filosofi yang dianut oleh pemilik sarana kesehatan, besarnya target
keuntungan yang diharapkan tersebut amat bervariasi. Tetapi betapapun bervariasinya
persentase keuntungan tersebut, seyogiyanya keuntungan suatu sarana kesehatan tidak
boleh sama dengan keuntungan berbagai kegiatan usaha lainnya.
Contoh Penetapan Tarif Pelayanan Di Bidan Praktek Mandiri X
14
Bahan habis pakai : Rp 100.000,-
Obat-obatan : Rp 50.000,-
Akomodasi ( penginapan, makanan selama tiga hari) : Rp 180.000,-
Imunisasi
Jasa pelayanan : Rp 10.000,-
Tarif pelayanan Imunisasi yang harus dibayar adalah Rp 10.000,-
KB
Jasa pelayanan : Rp 20.000,-
Tarif pelayanan KB yang harus dibayar adalah Rp 20.000,-
15
1. Pertama, tahap penduluan. Tahap ini diawali dengan persiapan rancangan APBN
oleh pemerintah, antara lain :
a. meliputi penentuan asumsi dasar APBN
b. perkiraan penerimaan dan pengeluaran
c. skala prioritas, dan
d. penyusunan budget exercise.
2. Kedua, tahap pengajuan, pembahasan, dan penetapan APBN
Tahapan dimulai dengan pidato presiden sebagai pengantar RUU APBN dan Nota
Keuangan. Selanjutnya akan dilakukan pembahasan baik antara menteri keuangan
dan Panitia Anggaran DPR, maupun antara komisi-komisi dengan
departemen/lembaga teknis terkait. Hasil dari pembahasan ini adalah UU APBN,
yang di dalamnya memuat satuan anggaran (dulu satuan 3, sekarang analog
dengan anggaran satuan kerja di departemen dan lembaga) sebagai bagian tak
terpisahkan dari undang-undang tersebut. Satuan anggaran adalah dokumen
anggaran yang menetapkan alokasi dana per departemen/lembaga, sektor,
subsektor, program dan proyek/kegiatan. Untuk membiayai tugas umum
pemerintah dan pembangunan, departemen/lembaga mengajukan Rencana Kerja
dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAKL) kepada Depkeu dan Bappenas
untuk kemudian dibahas menjadi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan
diverifikasi sebelum proses pembayaran. Proses ini harus diselesaikan dari
Oktober sampai Desember. Dalam pelaksanaan APBN dibuat petunjuk berupa
keputusan presiden (kepres) sebagai Pedoman Pelaksanaan APBN. Dalam
melaksanakan pembayaran, kepala kantor/pemimpin proyek di masing-masing
kementerian dan lembaga mengajukan Surat Permintaan Pembayaran kepada
Kantor Wilayah Perbendaharaan Negara (KPPN).
3. Tahap ketiga, pengawasan APBN.
Fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan APBN dilakukan oleh pengawas
fungsional baik eksternal maupun internal pemerintah. Sebelum tahun anggaran
berakhir sekitar bulan November, pemerintah dalam hal ini Menkeu membuat
laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan melaporkannya dalam
bentuk Rancangan Perhitungan Anggaran Negara (RUU PAN), yang paling
lambat lima belas bulan setelah berakhirnya pelaksanaan APBN tahun anggaran
bersangkutan. Laporan ini disusun atas dasar realisasi yang telah diaudit oleh
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Apabila hasil pemeriksaan perhitungan dan
16
pertanggungjawaban pelaksanaan yang dituangkan dalam RUU PAN disetujui
oleh BPK, maka RUU PAN tersebut diajukan ke DPR guna mendapat pengesahan
oleh DPR menjadi UU Perhitungan Anggaran Negara (UU PAN) tahun anggaran
berkenaan.
Siklus APBD
secara garis besar siklus pengelolaan anggaran terdiri dari :
17
Pemerintah Daerah perlu menyusun APBD untuk menjamin kecukupan dana
dalam menyelenggarakan urusan pemerintahannya. Karena itu, perlu
diperhatikan kesesuaian antara kewenangan pemerintahan dan sumber
pendanaannya. Pengaturan kesesuaian kewenangan dengan pendanaannya adalah
sebagai berikut:
a. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
didanai dari dan atas beban APBD.
b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
pemerintah pusat di daerah didanai dari dan atas beban APBN.
c. Penyelenggaraan urusan pemerintahan provinsi yang penugasannya
dilimpahkan kepada kabupaten/kota dan/atau desa, didanai dari dan atas
beban APBD provinsi
d. Penyelenggaraan urusan pemerintahan kabupaten/kota yang penugasannya
dilimpahkan kepada desa, didanai dari dan atas beban APBD
kabupaten/kota.
Seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah baik dalam bentuk
uang, barang dan/atau jasa pada tahun anggaran yang berkenaan harus
dianggarkan dalam APBD. Penganggaran penerimaan dan pengeluaran APBD
harus memiliki dasar hukum penganggaran. Anggaran belanja daerah
diprioritaskan untuk melaksanakan kewajiban pemerintahan daerah sebagaimana
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
1) Rencana Kerja Pemerintahan Daerah
Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah.
Karena itu kegiatan pertama dalam penyusunan APBD adalah penyusunan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).Pemerintah daerah menyusun RKPD
yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) dengan menggunakan bahan dari Renja SKPD untuk jangka
waktu 1 (satu) tahun yang mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah Pusat.
RKPD tersebut memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas
pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan
pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah, pemerintah
daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.Secara
khusus, kewajiban daerah mempertimbangkan prestasi capaian standar pelayanan
minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.RKPD
18
disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.Penyusunan RKPD diselesaikan
paling lambat akhir bulan Mei sebelum tahun anggaran berkenaan.RKPD
ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.
2) Kebijakan Umum APBD
Setelah Rencana Kerja Pemerintah Daerah ditetapkan, Pemerintah daerah
perlu menyusun Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan Plafon
Anggaran Sementara (PPAS) yang menjadi acuan bagi Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) dalam menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD.
Kepala daerah menyusun rancangan KUA berdasarkan RKPD dan pedoman
penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri setiap tahun.
Pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri tersebut
memuat antara lain:
a. pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah
dengan pemerintah daerah
b. prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran berkenaan
c. teknis penyusunan APBD, dan
d. hal-hal khusus lainnya.
Rancangan KUA memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari
program-program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap
urusan pemerintahan daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan daerah,
alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan
asumsi yang mendasarinya. Program-program diselaraskan dengan prioritas
pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.Sedangkan asumsi yang
mendasari adalah pertimbangan atas perkembangan ekonomi makro dan
perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Dalam menyusun rancangan KUA, kepala daerah dibantu oleh Tim Anggaran
Pemerintah Daerah (TAPD) yang dipimpin oleh sekretaris daerah.Rancangan
KUA yang telah disusun, disampaikan oleh sekretaris daerah selaku koordinator
pengelola keuangan daerah kepada kepala daerah, paling lambat pada awal bulan
Juni.
Rancangan KUA disampaikan kepala daerah kepada DPRD paling lambat
pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan untuk dibahas dalam
pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.Pembahasan
19
dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD.Rancangan KUA yang
telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi KUA paling lambat minggu
pertama bulan Juli tahun anggaran berjalan.
3) Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
Selanjutnya berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah daerah
menyusun rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS).
Rancangan PPAS tersebut disusun dengan tahapan sebagai berikut :
a. menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan;
b. menentukan urutan program untuk masing-masing urusan; dan
c. menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing program.
Kepala daerah menyampaikan rancangan PPAS yang telah disusun kepada
DPRD untuk dibahas paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran
berjalan. Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD.
Rancangan PPAS yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi PPAS
paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan.
KUA serta PPAS yang telah disepakati, masing-masing dituangkan ke dalam
nota kesepakatan yang ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan
pimpinan DPRD. Dalam hal kepala daerah berhalangan, yang bersangkutan dapat
menunjuk pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani nota kepakatan
KUA dan PPAS. Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, penandatanganan
nota kepakatan KUA dan PPAS dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk oleh
pejabat yang berwenang.
4) Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
Berdasarkan nota kesepakatan yang berisi KUA dan PPAS, TAPD
menyiapkan rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan
RKA SKPD sebagai acuan kepala SKPD dalam menyusun RKA-SKPD.
Rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD
mencakup:
a. PPAS yang dialokasikan untuk setiap program SKPD berikut rencana
pendapatan dan pembiayaan
b. sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD dengan kinerja SKPD
berkenaan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan;
c. batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD
20
d. hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD terkait
dengan prinsip-prinsip peningkatan efisiensi, efektifitas, tranparansi dan
akuntabilitas penyusunan anggaran dalam rangka pencapaian prestasi
kerja, dan
e. dokumen sebagai lampiran meliputi KUA, PPA, kode rekening APBD,
format RKASKPD, analisis standar belanja dan standar satuan harga.
Surat edaran kepala daerah perihal pedoman penyusunan RKA¬SKPD
diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus tahun anggaran berjalan.
Berdasarkan pedoman penyusunan RKA-SKPD, kepala SKPD menyusun RKA-
SKPD.
RKA-SKPD disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran
jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan
prestasi kerja. Pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah
dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju. Prakiraan maju tersebut berisi
perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan
dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan.
Pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan memadukan seluruh
proses perencanaan dan penganggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan di
lingkungan SKPD untuk menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran.
Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan dengan
memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan
dari kegiatan dan hasil serta manfaat yang diharapkan termasuk efisiensi dalam
pencapaian hasil dan keluaran tersebut.
RKA-SKPD memuat rencana pendapatan, rencana belanja untuk masing-
masing program dan kegiatan, serta rencana pembiayaan untuk tahun yang
direncanakan dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan, belanja, dan
pembiayaan serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya. RKA-SKPD juga
memuat informasi tentang urusan pemerintahan daerah, organisasi, standar biaya,
prestasi kerja yang akan dicapai dari program dan kegiatan. RKA-SKPD yang
telah disusun oleh SKPD disampaikan kepada PPKD untuk dibahas lebih lanjut
oleh TAPD.
5) Penyiapan Raperda APBD
Selanjutnya, berdasarkan RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD
dilakukan pembahasan penyusunan Raperda oleh TAPD. Pembahasan oleh
21
TAPD dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA,
PPA, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan
dokumen perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok
sasaran kegiatan, standar analisis belanja, standar satuan harga, standar pelayanan
minimal, serta sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD.
Dalam hal hasil pembahasan RKA-SKPD terdapat ketidaksesuaian, kepala
SKPD melakukan penyempurnaan.RKA-SKPD yang telah disempurnakan oleh
kepala SKPD disampaikan kepada PPKD sebagai bahan penyusunan rancangan
peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD. Rancangan peraturan daerah tentang APBD dilengkapi
dengan lampiran yang terdiri dari:
a. ringkasan APBD
b. ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi
c. rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi,
pendapatan, belanja dan pembiayaan
d. rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi,
program dan kegiatan
e. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan
pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan
negara
f. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan
g. daftar piutang daerah
h. daftar penyertaan modal (investasi) daerah
i. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah
j. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain
k. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum
diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini
l. daftar dana cadangan daerah, dan
m. daftar pinjaman daerah.
Bersamaan dengan penyusunan rancangan Perda APBD, disusun rancangan
peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan kepala
daerah tersebut dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:
a. ringkasan penjabaran APBD
22
b. penjabaran APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi,
program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan,
belanja dan pembiayaan.
Rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD wajib memuat
penjelasan sebagai berikut:
a. untuk pendapatan mencakup dasar hukum, target/volume yang
direncanakan, tarif pungutan/harga
b. untuk belanja mencakup dasar hukum, satuan volume/tolok ukur, harga
satuan, lokasi kegiatan dan sumber pendanaan kegiatan
c. untuk pembiayaan mencakup dasar hukum, sasaran, sumber penerimaan
pembiayaan dan tujuan pengeluaran pembiayaan.
Rancangan peraturan daerah tentang APBD yang telah disusun oleh PPKD
disampaikan kepada kepala daerah.Selanjutnya rancangan peraturan daerah
tentang APBD sebelum disampaikan kepada DPRD disosialisasikan kepada
masyarakat.Sosialisasi rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut
bersifat memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban pemerintah daerah
serta masyarakat dalam pelaksanaan APBD tahun anggaran yang
direncanakan.Penyebarluasan rancangan peraturan daerah tentang APBD
dilaksanakan oleh sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan
daerah.
6) Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD
beserta lampirannya kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan
Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun yang direncanakan untuk
mendapatkan persetujuan bersama.Pengambilan keputusan bersama DPRD dan
kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD dilakukan
paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
dilaksanakan.
Penyampaian rancangan peraturan daerah tersebut disertai dengan nota
keuangan.Penetapan agenda pembahasan rancangan peraturan daerah tentang
APBD untuk mendapatkan persetujuan bersama, disesuaikan dengan tata tertib
DPRD masing-masing daerah.Pembahasan rancangan peraturan daerah tersebut
berpedoman pada KUA, serta PPA yang telah disepakati bersama antara
pemerintah daerah dan DPRD.Dalam hal DPRD memerlukan tambahan
23
penjelasan terkait dengan pembahasan program dan kegiatan tertentu, dapat
meminta RKA-SKPD berkenaan kepada kepala daerah.
Apabila DPRD sampai batas waktu 1 bulan sebelum tahun anggaran
berkenaan, tidak menetapkan persetujuan bersama dengan kepala daerah terhadap
rancangan peraturan daerah tentang APBD, maka kepala daerah melaksanakan
pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya
untuk membiayai keperluan setiap bulan. Pengeluaran setinggi-tingginya untuk
keperluan setiap bulan tersebut, diprioritaskan untuk belanja yang bersifat
mengikat dan belanja yang bersifat wajib.Belanja yang bersifat mengikat
merupakan belanja yang dibutuhkan secara terus menerus dan harus dialokasikan
oleh pemerintah daerah dengan jumlah yang cukup untuk keperluan setiap bulan
dalam tahun anggaran yang bersangkutan, seperti belanja pegawai, belanja
barang dan jasa. Sedangkan Belanja yang bersifat wajib adalah belanja untuk
terjaminnya kelangsungan pemenuhan pendanaan pelayanan dasar masyarakat
antara lain pendidikan dan kesehatan dan/atau melaksanakan kewajiban kepada
pihak ketiga.
Rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD dapat dilaksanakan setelah
memperoleh pengesahan dari gubernur bagi kabupaten/kota.Sedangkan
pengesahan rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD ditetapkan dengan
keputusan gubernur bagi kabupaten/kota.
7) Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan
Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah Kabupaten/Kota tentang APBD yang telah
disetujui bersama DPRD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang
penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati paling lama 3 (tiga) hari kerja
disampaikan terlebih dahulu kepada Gubernur untuk dievaluasi. Penyampaian
rancangan disertai dengan:
a. Persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD terhadap
rancangan peraturan daerah tentang APBD
b. KUA dan PPA yang disepakati antara kepala daerah dan pimpinan DPRD;
c. Risalah sidang jalannya pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah
tentang APBD, dan
d. Nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal penyampaian pengantar
nota keuangan pada sidang DPRD.
24
Evaluasi bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan
kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan
aparatur serta untuk meneliti sejauh mana APBD Kabupaten/Kota tidak
bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau
peraturan daerah lainnya yang ditetapkan oleh Kabupaten/Kota bersangkutan.
Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi, Gubernur dapat mengundang pejabat
pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang terkait.
Hasil evaluasi dituangkan dalam keputusan Gubernur dan disampaikan kepada
Bupati/Walikota paling lama 15 (lima betas) hari kerja terhitung sejak
diterimanya rancangan dimaksud. Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi
atas rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan
Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan
umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota
menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah dan peraturan
Bupati/Walikota.
Keputusan pimpinan DPRD bersifat final dan dilaporkan pada sidang
paripurna berikutnya.Sidang paripurna berikutnya yakni setelah sidang paripurna
pengambilan keputusan bersama terhadap rancangan peraturan daerah tentang
APBD.
8) Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala
Daerah tentang Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh kepala
daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD.Penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD
dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD tersebut dilakukan paling
lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya.
Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan
ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas kepala
daerah yang menetapkan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD.Kepala daerah menyampaikan peraturan daerah
tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD kepada
gubernur bagi kabupaten/kota paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan.
9) Perubahan APBD
25
Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan,
dibahas bersama DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan
prakiraan perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan, apabila
terjadi:
a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA
b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar
unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja
c. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran Iebih tahun sebelumnya harus
digunakan dalam tahun berjalan
d. keadaan darurat, dan
e. keadaan luar biasa.
2. Penetapan APBD
Penetapan anggaran merupakan tahapan yang dimulai ketika pihak eksekutif
menyerahkan usulan anggaran kepada pihak legislatif, selanjutnya DPRD akan
melakukan pembahasan untuk beberapa waktu. Selama masa pembahasan akan
terjadi diskusi antara pihak Panitia Anggaran Legislatif dengan Tim Anggaran
Eksekutif dimana pada kesempatan ini pihak legislatif berkesempatan untuk
menanyakan dasar-dasar kebijakan eksekutif dalam membahas usulan anggaran
tersebut.
Penetapan APBD dilaksanakan dengan melalui tiga tahap sebagai berikut:
1. Penyampaian dan Pembahasan Raperda tentang APBD
Menurut ketentuan dari Pasal 104 Permendagri No. 13 Tahun 2006,
Raperda beserta lampiran-lampirannya yang telah disusun dan
disosialisasikan kepada masyarakat untuk selanjutnya disampaikan oleh
kepala daerah kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan
Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun anggaran yang
direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan
keputusan bersama ini harus sudah terlaksana paling lama 1 (satu) bulan
sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dimulai.Atas dasar persetujuan
bersama tersebut, kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala
daerah tentang APBD yang harus disertai dengan nota keuangan. Raperda
APBD tersebut antara lain memuat rencana pengeluaran yang telah
disepakati bersama. Raperda APBD ini baru dapat dilaksanakan oleh
26
pemerintahan kabupaten/kota setelah mendapat pengesahan dari Gubernur
terkait.
2. Evaluasi Raperda tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah
tentang Penjabaran APBD
Raperda APBD pemerintahan kabupaten/kota yang telah disetujui dan
rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD sebelum
ditetapkan oleh Bupati.Walikota harus disampaikan kepada Gubernur
untuk di-evaluasi dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja. Evaluasi ini
bertujuan demi tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan
kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan
aparatur, serta untuk meneliti sejauh mana APBD kabupaten/kota tidak
bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi
dan/atau peraturan daerah lainnya. Hasil evaluasi ini sudah harus
dituangkan dalam keputusan gubernur dan disampaikan kepada
bupati/walikota paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak
diterimanaya Raperda APBD tersebut.
3. Penetapan Perda tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang
Penjabaran APBD.
Tahapan terakhir ini dilaksanakan paling lambat tanggal 31 Desember
tahun anggaran sebelumnya. Setelah itu Perda dan Peraturan Kepala
Daerah tentang penjabaran APBD ini disampaikan oleh Bupati/Walikota
kepada Gubernur terkait paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal
ditetapkan.
27
3. Tahun anggaran APBD meliputi masa 1 (satu) tahun mulai tanggal 1 Januari
sampai dengan 31 Desember (Pasal 19 PP 58/2005).
4. Kepala daerah menyampaikan rancangan kebijakan umum APBD tahun
anggaran berikutnya sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD
selambat-lambatnya pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan.
Rancangan kebijakan umum APBD yang telah dibahas kepala daerah
bersama DPRD dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD selanjutnya
disepakati menjadi Kebijakan Umum APBD (Pasal 34 ayat (2) dan (3) PP
58/2005).
5. Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati, pemerintah
daerah dan DPRD membahas rancangan prioritas dan plafon anggaran
sementara paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran
sebelumnya (Pasal 35 ayat (1) dan (2) PP 58/2005)
6. Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD,
disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD
pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya (Pasal 20 (1) UU
17/2003 dan Pasal 43 PP 58/2005).
7. Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah
tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun
anggaran yang bersangkutan dilaksanakan (Pasal 20 (4) UU 17/2003 dan
Pasal 45 PP 58/2005).
8. Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Perda sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah
dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD
tahun anggaran sebelumnya (Pasal 20 (6) UU 17/2003 dan Pasal 46 PP
58/2005).
28
private mengingat bahwa fasilitasfasilitas kesehatan yang dipegang oleh pihak swasta
(private) cenderung bersifat komersil.
Hal ini tentunya akan menjadi kendala terutama bagi masyarakat golongan menengah
ke bawah. Tingginya biaya kesehatan yang harus dikeluarkan jika menggunakan fasilitas-
fasilitas kesehatan swasta tidak sebanding dengan kemampuan ekonomi sebagian besar
masyarakat Indonesia yang tergolong menengah ke bawah.
Pemerintahan pusat dan dana dekonsentrasi, dana program kompensasi BBM dan
ABT
Pemerintah provinsi melalui skema dana provinsi (PAD ditambah dana
desentralisasi DAU provinsi dan DAK provinsi)
29
Pemerintah kabupaten atau kota melalui skema dana kabupaten atau kota (PAD
ditambah dana desentralisasi DAU kabupaten atau kota dan DAK kabupaten atau
kota)
Keuntungan badan usaha milik daerah
Penjualan aset dan obligasi daerah
Hutang pemerintah daerah
Dapat berasal dari individual ataupun perusahaan. Sistem ini mengharapkan agar
masyarakat (swasta) berperan aktif secara mandiri dalam penyelenggaraan maupun
pemanfaatannya. Hal ini memberikan dampak adanya pelayanan-pelayanan kesehatan
yang dilakukan oleh pihak swasta, dengan fasilitas dan penggunaan alat-alat
berteknologi tinggi disertai peningkatan biaya pemanfaatan atau penggunaannya oleh
pihak pemakai jasa layanan kesehatan tersebut. Contohnya CSR atauCorporate Social
Reponsibility) dan pengeluaran rumah tangga baik yang dibayarkan tunai atau melalui
sistem asuransi. Dana yang bersumber dari swasta anatara lain :
- Perusahaan swasta
- Lembaga swadaya masyarakat
- Dana kemanusiaan (charity)
30
ini juga menuntut peran serta masyarakat dalam memenuhi biaya kesehatan yang
dibutuhkan dengan mengeluarkan biaya tambahan.
Sekalipun pada saat ini makin banyak saja negara yang mengikutsertakan
masyarakat dalam pembiayaan kesehatan, namun tidak ditemukan satu negara pun yang
pemerintah sepenuhnya tidak ikut serta. Pada negara yang peranan swastanya sangat
dominan pun peranan pemerintah tetap ditemukan. Paling tidak dalam membiayai
upaya kesehatan masyarakat, dan ataupun membiayai pelayanan kedokteran yang
menyangkut kepentingan masyarakat yang kurang mampu.
31
Anggaran terfragmentasi
Anggaran kesehatan daerah berasal dari beberapa sumber: DAU, DAK, Dana
Dekonsentrasi, Dana Tugas Perbantuan, JPK-MM, Pinjaman, dll. Dana yang
berasal dari pusat umumnya terfragmentasi dan daerah tidak memiliki
kewenangan untuk melakukan konsolidasi anggaran.
Kecenderungan untuk belanja fisik
Dana DAK dan TP peruntukannya adalah untuk belanja barang modal (fisik).
Dibeberapa daerah dana APBD juga cenderung untuk belanja fisik (misalnya
membangun sarana kesehatan dan pengadaan alat).
Biaya operasional tidak cukup
Akibat dari butir (4), maka program kesehatan kekurangan biaya operasional.
Program pelayanan kesehatan memerlukan biaya operasional obat/bahan.
Program kesehatan masyarakat memerlukan biaya operasional untuk perjalanan
dan kegiatan-kegiatan diluar gedung. Ketidak cukupan biaya operasional ini
menyebabkan kinerja pelayanan tidak optimal, baik dari segi jumlahnya maupun
dari segi mutunya.
Fenomena pyramida terbalik
Masalah lain adalah terserapnya anggaran untuk kegiatan-kegiatan penunjang dan
administratif, seperti biaya pertemuan, biaya perjalanan ke propinsi, biaya
pelatihan di Kabupaten ataupun di Propinsi. Sedangkan untuk kegiatan ditingkat
bawah, misalnya untuk kegiatan Musrenbang tingkat desa dan kecamatan,
mobilisasi peran serta dll, seringkali Puskesmas mendapat kesulitan
membiayainya.
Lemahnya kaitan antara anggaran dengan kinerja
Walaupun sistem anggaran berbasis kinerja sudah diperkenalkan untuk
diterapkan, masih banyak mata anggaran yang sulit dijelaskan hubungan logisnya
dengan kinerja atau output program. Ini disebabkan antara lain karena semakin
besarnya porsi anggaran pusat (APBN) dalam anggaran kesehatan daerah. Dana
dekonsentrasi misalnya, sebagian besar dipergunakan untuk berbagai macam
pelatihan. Apakah pelatihan tersebut kemudian meningkatkan cakupan program ?
Cenderung untuk kuratif
Kecenderungan pelayanan kuratif menyerap sebagian besar anggaran adalah
masalah khronis dalam pembiayaan kesehatan. Pembangunan RS, pembelian alat
32
medis, pengadaan obat dan bahan, adalah jenis-jenis mata anggaran yang
menyerap banyak anggaran kesehatan daerah. Sedangkan program kesehatan
masyarakat seperti Promkes, Kesling, surveilans epidemilogi, mendapat alokasi
anggaran yang relatif sangat kecil.
Peruntukan kaku
Sampai sekarang memang desentralisasi belum sepenuhnya diterapkan. Bahkan
dari segi perimbangan anggaran pusat dan daerah, ada tanda-tanda semakin
kuatnya proses resentralisasi keuangan (fiscal recentralization). Tanda-tandanya
adalah kenaikan anggaran DAK, TP dan Dekonsentrasi yang menyolok pada
tahun 2005 dan 2006. Peruntukkan anggaran pusat ini (APBN) adalah untuk
peningkatan kapasitas (capacity building) dan tidak untuk biaya operasional dan
pemeliharaan. Anggaran pusat tersebut adalah "fragmented budget" yang kaku,
karena daerah tidak boleh mengkonsolidasikan anggaran-anggaran tersebut. Jadi
dalam mengelola anggaran pusat tersebut, daerah/dinas kesehatan hanya
berfungsi sebagai administrator anggaran sesuai Juknis.
"Kebocoran dana"
Tidak bisa disangkal bahwa kebocoran juga terjadi dalam pengelolaan
pembiayaan kesehatan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
33
Perencanaan kesehatan adalah sebuah proses yang terdiri dari langkah-
langkah yang berkesinambungan untuk merumuskan masalah-masalah kesehatan yang
berkembang di m a s y a r a k a t m e n e n t u k a n k e b u t u h a n d a n s u m b e r d a y a
y a n g t e r s e d i a , m e n e t a p k a n t u j u a n program yang paling pokok dan menyusun
langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dalam
perencanaan kesehatan yang penting adalah proses perencanaan yang merupakan
langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menyusun suatu rencana.
Menciptakan suatu proses anggaran merupakan cara paling efektif untuk menjaga
sektornya dan alat-alat pembayarannya agar tetap pada jalur. Penyusunan rencana
anggaran sebagai dasar pelaksanaan seluruh aktivitas usahanya dalam periode satu
tahun. Oleh karena itu, suatu rencana kerja dan anggaran wajib dibuat untuk mencapai
rencana (tujuan) suatu perusahaan untuk masa mendatang (plan for future). Guna
mencapai rencana tersebut, maka harus mentapkan langkah atau tindaka apa saja yang
harus diambil guna rencana tersebut dapat tercapai.
3.2 Saran
Perencanaan dan penganggaran harus dilaksanakan dengan sebaik- baiknya
agar tercapainya tujuan yang ditetapkan, terutama dalam hal penentuan kebijakan
agar pelaksanaan pelayanan kesehatan berjalan dengan baik. Dalam perencanaan
dan penganggaran kesehatan harus dilakukan upaya pengembangan produk
pelayanan kesehatan secara berkesinambungan dalam rangka peningkatan mutu
pelayanan kesehatan.
34