Anda di halaman 1dari 251

1

100 LEBIH PEMAHAMAN KAUM MUSLIMIN PERLU DIREFORMASI (sebagai)


PENGANTAR UNTUK MEMAHAMI DAN MENAFSIRKAN ALQURAN

MUQODDIMAH Berpegang Teguh pada Tradisi Nenek-Moyang yang Keliru

Artinya: Dan apabila dikatakan kepada mereka, Hendaklah kamu mengikuti pada apa-apa yang telah diturunkan oleh Allah/Alquran, mereka mengatakan, (Kami tidak akan mengikutinya), bahkan kami akan mengikuti pada apa-apa yang telah kami terima/kami warisi dari nenek-moyang kami. Apakah seterusnya (mereka akan mengikuti juga) seandainya nenek-moyang mereka tidak menggunakan akal/tidak bersikap rasional dan tidak pula mereka orang-orang yang mendapat petunjuk? (surat 2 ayat 170). Berpegang teguh pada tradisi nenek-moyang yang keliru, baik berbentuk tradisi upacara keagamaan yang tanpa dasar ilmu, ataupun berbentuk tradisi pemikiran dan pemahaman keagamaan yang didasarkan pada berbagai ilmu yang ada dalam berbagai kitab itu adalah sesuatu sikap dan tindakan yang amat-amat keliru dan tercela di dalam Islam. Karena di dalam prinsip ajaran Islam, apabila kita hendak mengikuti, ataupun menolak sesuatu paham atau tindakan, maka kita diwajibkan mendasarkannya atas sesuatu ilmu, yang tentunya ilmu yang benar menurut ketentuan Allah yang ada dalam Alquran (surat 17 ayat 36). Oleh karena itu, dalam Islam ada dua prinsip dasar yang harus dijalankan oleh siapa pun dan kelompok mana pun. Prinsip dasar yang pertama: apabila kita menganggap atau meyakini bahwa paham dan tindakan yang ada di kelompok kita itu sesuatu yang benar, maka kita punya hak dengan suatu hak yang sangat asasi, yaitu kita bebas untuk menyampaikan paham dan tindakan yang kita anggap benar itu dengan cara yang bijaksana kepada pihak lain. Dan kita akan merugi apabila kita tidak menyampaikannya (surat 103 ayat 1-3).

Prinsip dasar yang kedua: kita harus mau mendengarkan pendapat atau kritikan dan nasihat dari pihak lain, kemudian dari sekian banyak pendapat, kritikan, dan nasihat yang sampai kepada kita itu, kita wajib menyaringnya dengan seadiladilnya, kemudian setelahnya itu kita menyimpulkan mana-mana dari sekian banyak pendapat, kritikan, dan nasihat itu yang lebih benar dan lebih indah, yang lantas kita mengikutinya (surat 39 ayat 17-18), karena hanya dengan jalan ini seseorang akan mendapatkan petunjuk dari Allah dalam berbagai hal/ , dan seseorang tersebut baru bisa dinamai orang yang berakal sehat/ . Prinsip dasar yang kedua tersebut wajib dilakukan, karena hanya dengan perantaraannya, apa-apa yang kita anggap benar itu akan dapat teruji dan terkoreksi. Dan jika apa-apa yang kita anggap benar itu memang sesuatu kebenaran/ , maka dia pun akan tetap tegar dan bertahan walaupun dihantam oleh berbagai sanggahan dan kritikan, karena barang yang benar/ itu apabila bertemu dengan barang yang batil dan berproses di dalam kepala, pikiran, dan hati seseorang, maka barang yang benar itu akan dapat mengalahkannya (surat 17 ayat 81 dan surat 21 ayat 18). Di dalam berbagai kejadian, berapa banyak kita telah menyaksikan: seseorang memperjuangkan keyakinannya dengan semangat yang menggebu-gebu dengan mengorbankan harta dan nyawanya, karena dia berkeyakinan bahwa yang diperjuangkannya itu adalah sesuatu kebenaran dan imbalannya adalah mati syahid dan surga. Padahal belum tentu apa yang diperjuangkannya itu adalah sesuatu kebenaran. Dan untuk menentukan sesuatu yang diperjuangkannya itu benar/hak atau batil, maka seseorang diwajibkan mengemukakan berbagai alasan agama yang didasarkan pada Alquran dan pada perilaku Rasulullah saw. sebagai pembawa dan pengamal Alquran, dan sesudah itu dia berkewajiban mendengarkan saran dan kritikan dari pihak lain yang mengatakan bahwa yang diperjuangkan dengan cara-caranya itu bukanlah sesuatu kebenaran, yang tentunya pihak lain tersebut juga berkewajiban mengemukakan berbagai alasan agama yang didasarkan pada dua hal/pegangan tersebut di atas. Dari dua belah pihak tersebut, berkewajiban saling bermusyawarah, bertukar pikiran, saling mendengar, saling menghargai, saling memahami alasan masing-masing dengan tepat, saling mengenyampingkan berbagai kepentingan tertentu, saling tidak fanatik buta terhadap pahamnya sendiri alias harus merdeka, tidak ada kebencian, dan semuannya itu dijalankan atas dasar Isim Allah yakni Kasih Sayang, dan lain-lain. Dan sesudah itu semua, baru berlaku ayat kebenaran/al-hak apabila bertemu/bertanding dengan kebatilan dan berproses di kepala, pikiran, dan hati seseorang, maka kebenaran itu akan dapat mengalahkannya, dan akhirnya barang yang batil yang selama itu diyakini sebagai suatu kebenaran akan permisi keluar. Hal ini baru bisa terjadi, apabila seseorang tersebut dapat bersikap jujur dan

merdeka. Dan sebaliknya, apabila dia tidak bersikap jujur dan tidak bersikap merdeka dan merasa hanya pendapatnya sendiri yang paling benar, karena dia merasa pendapatnya itu sudah didasarkan pada kitab-kitab besar yang dikarang oleh para mujtahid atau ada kepentingan ini dan kepentingan itu, maka sulit bagi dia itu akan dapat melihat kebenaran yang ada di depan matanya sendiri (surat 36 ayat 9). Di dalam Islam, kita dilarang mengasih harga mati atau menganggap benar dengan mutlak terhadap apa-apa yang ada dalam sesuatu kitab tertentu yang dikarang oleh para mujtahid, karena menurut Alquran yang namanya manusia semulia apa pun, ada kemungkinan untuk dapat keliru dan salah yang tidak disengaja (surat 2 ayat 286), dan Rasulullah saw. sendiri bersabda: Seseorang Mujtahid apabila ijtihadnya benar, maka dia akan mendapatkan dua pahala/ imbalan, dan apabila ijtihadnya salah/keliru, maka dia akan mendapatkan satu pahala/imbalan. Dari ayat dan hadis tersebut, maka sangat-sangat kelirulah kita apabila kita mengasih harga mati atau menganggap mutlak benar terhadap semua hasil dari ijtihad mereka yang ada dalam kitab-kitab besar itu. Kita mengakui dengan segala hormat pada mereka, karena hidup mati mereka hanya untuk memperjuangkan kebenaran visi dan misi Islam Sesuai dengan predikat mereka sebagai mujtahid, maka sesuatu hal yang mustahil apabila mereka mengeluarkan/menghasilkan sesuatu pendapat yang tanpa didasarkan pada Alquran dan perilaku Rasulullah saw. selaku pembawa dan pengamal Alquran. Dan setiap mujtahid yang mana pun pasti mendasarkan hasil ijtihadnya itu kepada dua hal tersebut. Tetapi, karena hasil ijtihad mereka itu satu sama lain bisa berlainan sesuai dengan latar belakang mereka masing-masing dan bisa keliru yang tidak disengaja, karena memang data-data sebagai bahan dalam menyimpulkan pendapatnya itu belum semuanya ada dan belum lengkap di masa hidupnya, maka kita di dalam mengikuti hasil ijtihad mereka harus mengetahui alasan-alasan dan dalil-dalil dari mereka, yang lantas kita mengujinya dengan dalil-dalil dari mujtahid lain yang muncul kemudian, dan setelahnya itu baru kita memilih dan mengikuti pada hasil ijtihad yang benar dari mereka yang dalildalilnya lebih kuat dan tidak bisa dipatahkan. Oleh karena itu, setiap mujtahid yang mana pun akan selalu berpesan kepada generasi kemudian bahwa janganlah mereka membabibuta di dalam mengikuti pendapatnya, maksudnya kalau memang pendapat mereka di kemudian hari ternyata keliru karena ada pendapat dari mujtahid yang muncul kemudian yang lebih kuat dalil-dalil dan alasan-alasannya, maka mereka harus mengikuti terhadap pendapat yang muncul kemudian itu. Di sinilah letaknya, kenapa para mujtahid di dalam keheningan malam selalu berdoa: Ya Allah, janganlah Engkau menindak/menghukum kepada kami karena sesuatu kesalahan yang kami lakukan yang tidak kami sengaja (surat 2 ayat 286). Tetapi sebaliknya, kalau pendapat mereka itu benar setelah diuji dengan berbagai pendapat dari mujtahid yang muncul kemudian, maka mereka pun harus konsekuen mengikutinya. Jadi, sikap

yang menganggap mutlak terhadap hasil ijtihad yang ada dalam berbagai buku dari mujtahid tertentu adalah bertentangan dengan Alquran, bertentangan dengan hadis Nabi saw. dan bertentangan dengan wasiat dari para mujtahid itu sendiri, apalagi kalau kita sudah kalah berdiskusi, yang lantas kita mengatakan, Siapa sih yang dapat melebihi atau lebih pintar dari imam yang empat atau melebihi dari mujtahid ini dan mujtahid itu? Sikap yang seperti ini telah digambarkan dalam Alquran (surat 5 ayat 104) dengan kalimat: (cukup bagi kami apa-apa yang kami dapati dari nenek-moyang kami), dan digambarkan juga dalam (surat 2 ayat 170) dengan (bahkan kami akan mengikuti kalimat: pada apa-apa yang kami peroleh/kami warisi dari nenek-moyang kami). Dengan sikap-sikap ini berarti kita telah mematikan kita punya akal dan menitipkannya pada mereka yang kita anggap mutlak benar itu atau dengan kata lain kita telah yang /taqlid pada ilmu yang ada dengan membabimelakukan buta pada mereka, yang sekaligus sikap yang seperti itu berarti kita telah menjadikan para alim ulama/para mujtahid tertentu di dalam Islam sebagai tuhantuhan/rabb dari selain Allah. Padahal sikap yang seperti itu adalah sikap terkutuk dari orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani seperti yang disebutkan dalam surat 9 ayat 31. Tentang sikap terkutuk dari mereka ini dan tentang sikap-sikap terkutuk lainnya yang ada dalam berbagai ayat Alquran, Rasulullah saw. mengingatkan bahwa kaum Muslimin lambat laun akan mengikuti sikap-sikap terkutuk itu, oleh karena itu kaum Muslimin agar selalu waspada dan hati-hati. Dan sikap membatasi terhadap karunia Allah apa pun bentuknya, bahwa karunia Allah itu hanya ada pada orang-orang yang terdahulu saja, telah dilukiskan dalam Alquran, surat 5 ayat 64 dengan kalimat: , yang artinya: Dan telah mengatakan orang-orang Yahudi itu tangan Allah itu dibelenggu. Maksudnya, Allah tidak akan menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di kemudian hari, karena mereka/Yahudi menganggap, bahwa kebenaran itu mutlak hanya ada pada pendeta-pendeta atau alim ulama yang terdahulu saja. Dan tentang sikap yang seperti ini jelas-jelas bertentangan dengan firman Allah yang mengatakan, Allah akan memberikan hikmah/kebenaran kepada siapa yang Dia kehendaki (surat 2 ayat 269), Allah akan menunjuki kepada kebenaran kepada siapa yang Dia kehendaki (surat 2 ayat 213), dan Allah setiap saat akan menurunkan kebenaran dari perbendaharaan-perbendaharaan kebenaran yang ada di sisi-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki menurut ukuran tertentu sesuai dengan kondisi waktu dan zaman (surat 15 ayat 21), dan lain-lain. Apakah firman-firman Allah tersebut akan kita kufuri dan ingkari dengan sikap kita yang sangat tercela seperti yang sudah diuraikan dengan terperinci tersebut? Berdasarkan surat 2 ayat 170 dan berbagai uraiannya dalam MUQODDIMAH tersebut, maka marilah kita memulai untuk Mengadakan

reformasi/perbaikan besar-besaran terhadap berbagai pemahaman keagamaan kaum Muslimin yang ternyata kurang tepat dan keliru menurut Alquran!, yang karenanya umat Islam menjadi terpecah belah dan mundur. Akhirnya, sebagai penutup dari MUQODDIMAH ini, marilah kita samasama mendoa kepada Allah, agar Dia senantiasa memperlihatkan kepada kita sesuatu kebenaran/al-haq yang hakikatnya memang benar-benar sesuatu kebenaran/al-haq, dan kemudian agar Dia sudi membimbing kita, sehingga kita dapat mengikutinya. Dan sebaliknya, kita mohon kepada-Nya, agar Dia senantiasa memperlihatkan kepada kita sesuatu yang salah/al-batil yang hakikatnya memang benar-benar sesuatu yang salah/al-batil, dan kemudian agar Dia sudi menjauhkan kita dari mengikutinya. Amin!

Garut, Indonesia: 21 Romadlon 1424 H 16 Nopember 2003 M NB: Isi buku ini sepenuhnya tanggung jawab penulis. Setiap saran dan kritik yang objektif mohon dialamatkan: Ahmad Hariadi 1. Telp. (0262) 236158, HP. 081 281 25695 2. E-mail: ahmadhariadi@cbn.net.id

Wassalam Penulis

(Ahmad Hariadi)

1. Beriman Kepada Allah/ Beriman kepada Allah/ maksudnya adalah: Mempercayakan diri kita pada apa saja yang ada dalam Alquran apa pun bentuknya, lebih-lebih lagi terhadap peraturan-peraturan-Nya yang mengatur kehidupan kita sehari-hari, baik yang berhubungan dengan hablumminallah, ataupun yang berhubungan dengan hablumminannas. Karena, beriman kepada Allah itu harus dibuktikan dengan tingkah laku kita, di mana tingkah laku kita di dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara harus sesuai dengan peraturanperaturan-Nya, terutama sekali yang menyangkut enam hal: a. Bicara harus benar (dalam arti luas), b. menepati janji (dalam arti luas), c. menunaikan amanat (dalam arti luas), d. menahan diri dari perbuatan yang merugikan orang lain, apa pun bentuknya, e. menahan diri dari melihat sesuatu yang tidak bermanfaat apalagi yang merugikan, dan f. menahan diri dari melakukan perzinahan. Oleh karena itu, Rasulullah saw. menjamin pada siapa saja yang dalam enam hal tersebut dapat melaksanakan dengan baik, maka orang tersebut akan dijamin masuk surga/hidup bahagia (hadis Imam Ahmad bin Hambal). Maka kalau kita di dalam salat berkali-kali mengatakan beriman dan bersaksi kepada Allah, tetapi tingkah laku kita sehari-hari tidak sesuai dengan peraturan-peraturan-Nya/ tidak islami, terutama sekali yang menyangkut enam hal tersebut di atas, maka hakikatnya kita pada waktu itu tidak beriman kepada Allah (surat 2 ayat 8), dengan kata lain kita telah kufur kepada Allah, kufur kepada peraturan-peraturan-Nya. Jadi, iman seseorang itu dapat dikenal melalui tingkah lakunya, yakni amal salehnya, seperti sebuah pohon dapat dikenal karena buahnya (surat 14 ayat 24 dan ayat 25). Dan begitu juga hakikat iman yang tidak benar/kufur kepada Allah juga dapat dikenal karena buahnya, yakni amal-amal yang melanggar peraturan-peraturan Allah/tingkah laku yang tidak islami (surat 14 ayat 26). Makanya, kita di dalam segala aktivitas sehari-hari apa pun posisi dan jabatan kita, kita harus berhati-hati menjaga tingkah laku kita, karena hakikat beriman kepada Allah dan hakikat kufur kepada Allah itu dapat terjadi pada siapa pun dalam setiap saat dan tempat, yakni apabila tingkah laku kita itu bermanfaat untuk kemanusiaan/amal saleh yang walaupun kemanfaatannya itu terbatas sesuai keterbatasan dan kemampuan kita, maka dia itu adalah merupakan buah dari keimanan kepada Allah. Tetapi sebaliknya, apabila tingkah laku kita itu merugikan diri sendiri, orang lain, dan masyarakat, yakni amal kejahatan, maka

dia itu adalah merupakan buah dari kekufuran kepada Allah, walaupun di harihari dan saat-saat itu kita selalu mengatakan, Beriman kepada Allah dan bersaksi bahwa tiada Tuhan selain dari Allah, dan hanya kepada Dia beribadah dan hanya kepada Dia minta tolong seperti yang diucapkan di dalam salat sehari-hari. Jadi, pemahaman kita tentang hakikat iman dan kufur kepada Allah itu harus sehakikat yang Alquran jelaskan seperti tersebut di atas. Karena Rasulullah saw. sendiri pun selaku pembawa sekaligus pengamal Alquran sering mengatakan, Tidak ada iman bagi orang yang tidak menepati janji, tidak menjalankan amanat, mencuri apa pun bentuknya, berzina, minum-minuman keras, tidak berkasih sayang satu sama lain, tidak bersih, tidak disiplin, tidak gigih/sabar, dan lain-lain tindakan yang jumlahnya ratusan buah itu. Dari sini yang tidak islami/ nampak jelas, bahwa di dalam ajaran Islam itu lebih mementingkan nilai-nilai yang islami daripada simbol-simbol yang islami. Dan simbol-simbol itu baru berarti apabila di dalamnya ada nilai-nilai. Apalah artinya simbol-simbol yang islami apabila di dalamnya tidak ada nilai-nilai yang islami, bahkan hal ini akan mendatangkan kebencian Allah (surat 61 ayat 2-3) dan sekaligus akan menjadi tertawaan dan ejekan dari orang lain. Di dalam Alquran surat 29 ayat 61, surat 29 ayat 63, surat 31 ayat 25, surat 39 ayat 38, surat 43 ayat 9, surat 43 ayat 87, dan masih banyak ayat lagi yang mengatakan dengan jelas bahwa orang-orang yang kafir itu bukan berarti mereka tidak percaya kepada Allah dan sifat-sifat-Nya, mereka percaya kepadaNya dan sifat-sifat-Nya itu, tetapi tingkah lakunya banyak yang bertentangan dengan ketetapan-ketetapan Allah/banyak melanggar peraturan-peraturan-Nya. Dari sini jelaslah bahwa hakikat kufur kepada Allah itu dapat terjadi pada orang-orang di luar agama Islam dan juga dapat terjadi pada orang-orang yang beragama Islam itu sendiri. Oleh karena itu, kaum Muslimin di dalam menjalankan nilai-nilai yang islami yang jumlahnya ratusan itu, minimal di dalam persentasenya harus lebih banyak, jika dibandingkan dengan orang-orang yang di luar agama Islam, jangan sampai terbalik, karena kalau terbalik mereka akan lebih maju dan lebih berkuasa yang akhirnya kaum Muslimin akan selalu dikalahkan oleh mereka seperti yang terjadi selama ini (tahun 2002).

2. Iman yang Sejati Merupakan Syarat Mutlak untuk Mencapai Keunggulan/

Surat 3 ayat 139 ini kalau diterjemahkan secara bebas, maka akan berarti Janganlah kamu merasa lemah dan janganlah kamu berdukacita, wahai umat Islam, padahal kamulah umat yang paling tinggi jika kamu benar-benar menjadi orang-orang mukmin yang sejati. Dalam ayat ini ditegaskan: Kalau kaum Muslimin ingin menjadi umat yang paling tinggi, paling berkuasa, paling disegani, dan paling-paling yang positif lainnya, maka ada persyaratan mutlak yang harus dipenuhi oleh mereka. Persyaratan mutlak tersebut adalah mereka harus menjadi orang-orang mukmin yang sejati. Dari ayat tersebut timbul pertanyaan kenapa selama ini kaum Muslimin tidak lebih tinggi, tidak lebih berkuasa, tidak lebih berwibawa, jika dibanding dengan umat-umat lain? Adapun jawabannya sesuai dengan ayat itu adalah karena mereka bukan orang-orang mukmin yang sejati sebagaimana yang diharapkan oleh Allah dalam Alquran. Oleh karena itu, kita kaum Muslimin di zaman ini dan seterusnya harus benar-benar menjadi orang-orang mukmin yang sejati, agar kita tidak lemah/lembek dan tidak selalu gelisah yang diakibatkan oleh tipu daya umat lain. Di saat itu kita akan selalu optimis dan yakin seyakinyakinnya bahwa tipu daya yang jahat dari umat lain, apa pun bentuknya tidak akan dapat merugikan dan mengalahkan kita, kaum Muslimin yang benar-benar beriman, benar-benar bertakwa dan benar-benar gigih dalam perjuangan (S.3 ayat 139, S.5 ayat 105, S.3 ayat 120, dll.). Dalam ayat-ayat ini, dengan tegas telah dijanjikan oleh Allah bahwa Kalau kamu beriman kepada Allah dengan benar, pola pikir dan tingkah laku kamu selalu sesuai dengan petunjuk-petunjuk-Nya dalam Alquran, setiap saat selalu bertakwa/sadar terhadap ketetapan-ketetapanNya, dan selalu gigih di dalam memperjuangkan visi dan misi Islam, maka tipu daya jahat dari orang-orang yang sesat, sama sekali tidak akan dapat merugikan dan membahayakan kepada kamu. Janji-janji Allah dalam ayat-ayat tersebut sudah terbukti di masa Rasulullah saw., di masa para sahabatnya, dan di masamasa kejayaan Islam yang lalu, baik di Irak, Spanyol, Mesir, Turki, dll. Tetapi sebaliknya, setelah predikat iman sejati, takwa sejati dan jihad sejati itu berangsur-angsur hilang dari kaum Muslimin, maka mereka pun secara berangsurangsur pula akan menjadi lemah, mundur, selalu gelisah, dan dikuasai oleh umat lain. Keadaan yang cukup memprihatinkan ini masih berlangsung sampai sekarang (th.2004). Kalau kita, kaum Muslimin ingin mengentaskan diri dari keadaan tersebut, maka hanya ada satu syarat yang harus kita lakukan, yakni menjadi orang-orang

mukmin yang sejati. Dan tentang hakikat iman yang sejati, penjelasannya dapat dilihat dalam Bab: Beriman Kepada Allah/ .

10

3. Beribadah Kepada Allah/ Beribadah kepada Allah/ yang kita lakukan itu hanyalah dengan tujuan supaya kita dapat bertakwa kepada Allah (surat 2 ayat 21). Bertakwa kepada Allah di sini, maksudnya adalah menginsafi/menyadari terhadap ketetapan-ketetapan Allah, baik ketetapan-Nya yang berhubungan dengan hablumminallah, ataupun yang berhubungan dengan sesama manusia dan lingkungan (hablumminannas). Jadi, manusia yang bertakwa kepada Allah adalah: manusia-manusia yang insaf/sadar terhadap peraturan-peraturan/hukumhukum Allah. Sehingga dengan perantaraan keinsafan/ketakwaannya itulah, mereka akan selalu berusaha agar tingkah lakunya senantiasa sesuai dengan peraturan-peraturan Allah, baik tingkah lakunya yang berhubungan dengan peribadatannya kepada Allah (hablumminallah), ataupun yang berhubungan dengan sesama manusia dan lingkungan (hablumminannas). Jadi, menurut ayat tersebut hablumminallah yang kita lakukan seperti salat, siyam, doa, istighfar, zikir, wirid, dan yang sejenisnya bukanlah tujuan tetapi dia adalah alat, yakni dengan alat itu si pelaku akan dapat menjadi orang yang bertakwa (insaf/sadar), yang dengan perantaraannya dia akan selalu melakukan hablumminallah dengan baik dan kontinu, dan akhirnya akan membuahkan hasil menjadi manusia-manusia yang bermanfaat bagi dirinya, keluarganya, masyarakatnya, bangsanya, dan umat manusia seperti yang ditegaskan dalam surat 3 ayat 110. Yang tentunya, kadar manfaat tersebut akan disesuaikan dengan bidang dan profesi serta kemampuan dan wawasan masing-masing orang. Karena memang, Allah swt. itu tidak akan membebani seseorang untuk beramal saleh (berbuat yang bermanfaat) yang di luar bidang/profesi dan wawasannya (surat 65 ayat 7, surat 2 ayat 286, dll.). Sehingga, dengan tegas Allah swt. menyuruh agar masing-masing orang berusaha sekeras mungkin untuk dapat melakukan sesuatu perbuatan yang bermanfaat (amal saleh) sesuai dengan bidang/kedudukan dan profesinya masing-masing (surat 6 ayat 135, surat 17 ayat 84 dll.). Dan juga berusaha sekeras mungkin untuk dapat menghindarkan diri dalam kehidupan bermasyarakat dari perbuatan keji dan mungkar. Oleh karena itu, hablumminallah yang paling sering kita lakukan adalah salat sebagaimana yang diperintahkan oleh-Nya, yang mana salat itu sebagai alat untuk mencapai tujuan itu/terhindar dari perbuatan keji dan mungkar (surat 29 ayat 45). Dan amat celaka bagi orang yang selalu melakukan salat dengan tertib, tetapi mereka lalai dari tujuan salatnya itu sendiri (surat 107 ayat 4-5), karena mereka di tengah-tengah masyarakat berakhlak bejad dan rusak, berbagai tindakannya selalu merugikan orang lain atau dengan kata lain mereka tidak berakhlak mulia, yang padahal agama Islam itu sendiri intinya adalah keindahan budi pekerti/berakhlak luhur lagi mulia (hadis Bukhari Muslim). Dan lagi, dalam hadis yang lain disebutkan orang yang rajin berpuasa dan rajin salat, tetapi

11

akhlaknya atau tingkah lakunya banyak merugikan orang lain, maka orang itu akan berada dalam neraka/hidup sengsara. Dengan adanya ayat-ayat dan hadishadis yang bernada memperingatkan itu, maka kita harus benar-benar sadar bahwa: salat, siyam, ibadah haji, berdoa, zikir, istighfar, dan yang sejenisnya itu bukanlah tujuan tetapi masing-masingnya itu adalah sebagai alat, atau sarana untuk mencapai tujuan, yakni agar kita berakhlak mulia di dalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Jika hal ini dapat terwujud, maka di saat itu keridaan Allah atau mardlootillah akan dengan sendirinya dapat diperoleh.

12

4. Bertakwa Kepada Allah/

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menginsafi/bertakwa pada Allah dengan sebenar-benarnya ketakwaan/keinsafan terhadap-Nya dan janganlah benar-benar kamu mati kecuali kamu dalam keadaan orang-orang yang berserah diri terhadap-Nya. dalam kalimat yang ada dalam surat 3 ayat 102 itu Kata adalah perintah Allah kepada kita, yang terjemahannya adalah hendaklah kamu menginsafi/bertakwa. Dalam Alquran, kata selalu mempunyai satu maful/objek, dan dalam ayat itu maful darinya adalah yang ada di kalimat . Kata kerja yang fiil Amer-nya adalah itu asalyang fiil Amer-nya adalah asalnya adalah berasal dari kata kerja . Dan dalam Alquran fiil Amer ini selalu mempunyai dua buah maful, seperti dalam surat 66 ayat 6 yang berbunyi: . Kata di sini diterjemahkan hendaklah kamu menginsafkan/menyadarkan, dalam ayat dan , dan maful keduanya adalah . ini maful pertamanya adalah Jadi, ayat itu kalau diterjemahkan akan menjadi hendaklah kamu menginsafkan/ menyadarkan (pada) diri-diri kamu dan keluarga kamu (pada) neraka/kesengsaraan hidup! dalam Alquran akan sering kita jumpai sebanyak 78 buah. Kata Walaupun begitu, mafulnya selalu satu dan mafulnya tadi bisa berbentuk sesuatu yang positif dan bisa juga berbentuk sesuatu yang negatif, sebagai contoh masingmasingnya adalah: a. . Di sini mafulnya adalah (maful yang positif) dengan diterjemahkan hendaklah kamu bertakwa/menginsafi pada Allah (dengan) sebenar-benarnya keinsafan terhadap-Nya!, surat 3 ayat 102. , di sini maf ulnya adalah b. (maful yang negatif) dengan diterjemahkan hendaklah kamu menginsafi (pada) neraka/kesengsaraan hidup, yang ia itu diperhitungkan bagi orang-orang yang kafir, surat 3 ayat 131. Dalam kehidupan sehari-hari bentuk bertakwa/menginsafi pada Allah dan menginsafi pada neraka/naar adalah kita harus senantiasa insaf/sadar pada ketetapan-ketetapan Allah, sehingga dengan perantaraan keinsafan yang kadarnya

13

tinggi, kita dalam setiap saat akan dapat menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi dari larangan-larangan-Nya. Dan kita harus senantiasa menyadari/ menginsafi, bahwa apabila kita melanggar peraturan-peraturan-Nya, maka hukumannya adalah neraka/kesengsaraan hidup, baik dalam dunia ini, ataupun sesudah kematian nanti. Oleh karena itu, Allah memerintahkan dengan tegas supaya kita menginsafkan pada diri kita dan keluarga kita pada neraka/ kesengsaraan hidup itu yang dapat terjadi pada siapa pun yang melanggar peraturan-peraturan-Nya. Dalam Alquran, yang diperintah untuk menginsafi/bertakwa itu tidak hanya untuk orang-orang yang beriman saja, tetapi juga untuk seluruh umat manusia (surat 3 ayat 102, surat 31 ayat 33, dan lain-lain). Dan dalam surat 49 ayat 13, Allah menyebutkan Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling menginsafi/bertakwa. Maksudnya adalah orang yang kadar keinsafannya/ketakwaannya tinggi itu, sangat mulia di sisi Allah, karena dengan perantaraan mana seseorang akan dapat melakukan amalamal saleh/perbuatan-perbuatan baik lagi bermanfaat sesuai dengan bidang dan profesinya masing-masing. Jadi, keinsafan/ketakwaan yang kadarnya tinggi/ itu adalah inti alias sari pati dari ajaran-ajaran agama-agama yang diturunkan oleh Allah. Seseorang dari penganut agama yang mana pun, tanpa mempunyai atau membekali dirinya dengan keinsafan/ketakwaan yang kadarnya tinggi, niscaya seseorang tersebut tidak akan dapat menjadi orang yang berakhlak luhur/ , walaupun mereka beribu-ribu kali mengatakan beriman kepada Allah dan hari yang kemudian/ , karena hakikat keimanan itu harus dijiwai dengan keinsafan yang kadarnya tinggi, yang dengan perantaraan mana dapat dibuktikan dengan tingkah laku lahir yang baik/amal saleh di tengah-tengah masyarakat. Sehingga Rasulullah saw. sebagai pembawa sekaligus pengamal Alquran mengatakan dengan tegas: Aku diutus oleh Allah hanya untuk supaya manusia mempunyai akhlak yang luhur, . Dan beliau saw. mengatakan lagi: Agama itu adalah keindahan budi pekerti/ . Oleh karena itu semua, marilah kita membekali diri kita dengan keinsafan/ ketakwaan kepada Allah yang kadarnya tinggi di dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, karena dialah sebaik-baik perbekalan untuk menciptakan negeri , surat 2 ayat 197 dan surat 7 ayat 26. yang damai lagi aman/

14

5. Salat Bukan Tujuan Tetapi Alat

Surat 8 ayat 3 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: (Orang-orang yang bertawakkal) itu adalah orang-orang yang mereka menegakkan salat dan mereka membelanjakan sebagian rezeki yang diberikan Allah kepada mereka (apa pun bentuknya untuk manfaat kemanusiaan). Dalam Alquran, kalimat disebutkan sebanyak 6 kali, yang dua kali, kalimat itu dihubungkan dengan kalimat (surat 2 ayat 3 dan surat 8 ayat 3), dan yang empat kali, dihubungkan dengan kalimat (surat 5 ayat 55, surat 9 ayat 71, surat 27 ayat 3, dan surat 31 ayat 4). Jadi, salat yang kita lakukan itu bukanlah tujuan tetapi adalah alat, yang dengan alat mana seseorang dalam kehidupan bermasyarakat, dia akan senantiasa berusaha untuk dapat memanfaatkan apa saja yang Allah berikan kepadanya untuk mendatangkan manfaat bagi kemanusiaan. Sehingga dengan perantaraan hal mana, seseorang yang menegakkan salat itu dapat terhindar dari perbuatan keji dan mungkar (surat 29 ayat 45). Kalau seseorang melakukan salat, maka manfaatnya bukan untuk Allah tetapi untuk dirinya sendiri, karena dengan perantaraan salat mana, dia dalam kehidupan bermasyarakat akan dapat melakukan berbagai kebaikan dan menjauhi segala perbuatan keji dan mungkar. Dan perlu diberi tanda petik bahwa Allah itu tidak butuh sama ciptaan-Nya, tetapi ciptaan-Nya/manusia itulah yang sangat membutuhkan Allah/ (surat 35 ayat 15). Karena manusia sangat membutuhkan Allah agar dirinya dalam hidup bermasyarakat dapat melakukan berbagai kebaikan dan terhindar dari perbuatan keji dan mungkar, maka mereka harus menghubungkan dirinya dengan Allah/ berhablumminallah, yang di antaranya dengan melakukan salat. Kalau hablumminallah yang kita lakukan itu benar adanya, maka darinya akan melahirkan hablumminannas yang benar pula, sebagaimana yang telah disebutkan. Dan dua perbuatan yang tidak dapat dipisahkan ini adalah merupakan: 1. cirinya orang-orang yang bertawakal/mutawakkiliin (surat 8 ayat 3), 2. cirinya orang-orang yang benar-benar beriman/mukminiin haqqon (surat 8 ayat 4), 3. cirinya orang-orang yang bertakwa/muttaqiin (surat 2 ayat 3), dan 4. cirinya orang-orang yang mengindahkan peraturan-peraturan Allah/ muhsiniin (surat 31 ayat 4).

15

Tentang hakikat orang-orang yang bertawakal kepada Allah, penjelasannya dapat dilihat dalam Bab: Bertawakkal Kepada Allah/ . Tentang hakikat orang-orang yang beriman kepada Allah, penjelasannya dapat dilihat dalam Bab: Beriman Kepada Allah/ . Tentang hakikat orang-orang yang bertakwa kepada Allah, penjelasannya dapat dilihat dalam Bab: Bertakwa Kepada Allah/ . Dan tentang hakikat orang-orang yang muhsiniin, secara garis besarnya adalah orang-orang yang selalu mengindahkan dan akhirnya mematuhi terhadap peraturan-peraturan Allah.

16

6. Iman dan Takwa Merupakan Syarat Mutlak bagi Terbentuknya Negeri yang Damai lagi Sejahtera

Surat 7 ayat 96 ini sering dikemukakan oleh para juru dakwah di dalam berbagai forum; yang ayat tersebut kalau diartikan secara bebas, maka artinya Dan seandainya penduduk sesuatu negeri itu beriman dan bertakwa, niscaya Kami telah membukakan kepada mereka berbagai keberkatan langit dan bumi (subur, makmur, tenteram, gemah ripah loh jinawi). Tetapi, karena mereka mendustakan (peraturan-peraturan Kami), maka Kami mengambil tindakan kepada mereka disebabkan karena tingkah laku mereka (yang menyimpang). Dari ayat tersebut telah ditegaskan oleh Allah, bahwa keberkatan langit dan bumi yang ada dalam sebuah negeri itu akan dibukakan oleh Allah, kalau seandainya penduduknya, terutama para pemimpinnya itu beriman dan bertakwa kepada Allah. Maksudnya di situ adalah baik tanah, gunung-gunung, hutan-hutan, lautan-lautan, sungai-sungai, dan juga apa yang ada di atas, termasuk wilayah udara dan lain-lain yang dimiliki oleh sebuah negara itu akan diberkati oleh Allah swt., atau dengan kata lain, semuanya itu akan mendatangkan manfaat yang banyak bagi kepentingan umat manusia. Hal ini terjadi karena para pemimpin negara tersebut adalah orang-orang yang beriman dan bertakwa, yang mana mereka sesuai dengan jabatan dan profesinya masing-masing, mereka menjalankan tugasnya dengan baik serta berorientasikan kepada kepentingan masyarakat banyak dalam jangka panjang, bukan kepentingan pribadi dan kelompok sesaat. Tetapi sebaliknya, kalau penduduk negeri, terutama para pemimpinnya itu adalah orangorang yang tidak beriman dan tidak bertakwa, maka masing-masingnya akan menjalankan tugasnya dengan tidak amanah, tidak jujur, mementingkan diri sendiri dan kelompoknya untuk mengejar kesenangan duniawi sesaat, menyalahgunakan jabatan, berjiwa perampok dengan aji mumpungnya, dan lain-lain. Sehingga, dari itu semuanya akan lahirlah berbagai krisis, baik politik, ekonomi, moral, ataupun lainnya yang melahirkan berbagai bencana, berbagai tragedi, dan hal-hal yang memilukan lainnya, seperti yang selama ini terjadi di berbagai negara, termasuk di negara kita tercinta ini (tahun 2003 M). Tentang hal orang-orang yang beriman, penjelasannya dapat dilihat dalam Bab: Beriman Kepada Allah/ . Dan tentang hal orangorang yang bertakwa, penjelasannya dapat dilihat dalam Bab: Bertakwa . Dan tentang hal berkat, penjelasannya dapat dilihat Kepada Allah/ dalam Bab: Hakikat Berkah/ Menurut Alquran.

17

Oleh karena itu, negara mana pun yang menginginkan kawasannya, baik darat, laut, ataupun udara agar diberkati oleh Allah, maka para penduduknya, terutama para pemimpinnya harus benar-benar menjadi orang-orang yang beriman dan bertakwa dalam kualitas. Maksudnya: orang-orang yang beriman dan bertakwa yang sanggup membuktikan keimanan dan ketakwaanya kepada Allah itu dengan bukti-bukti amal saleh/karya yang bermanfaat bagi kemanusiaan. Jika tidak demikian, maka keimanan dan ketakwaannya itu adalah palsu alias dusta.

18

7. Arti Aslama/

dan Islam/

Menurut Alquran

Surat 2 ayat 131 ini kalau diterjemahkan berdasarkan Nahwu-Sorof, maka artinya: Ketika telah mengatakan terhadap dia/Ibrahim (siapa) Rabb dia Hendaklah engkau berserah diri!, dia/Ibrahim mengatakan Aku telah berserah diri terhadap Rabbnya berbagai alam. , diterjemahkan dengan Aku telah berserah diri, karena Kata . Akan tetapi, apabila kata sesudah kata itu ada kata yang ada pada sesudahnya disebut maf ulnya tanpa seperti dan yang ada dalam surat 3 ayat 20, surat 2 ayat 112, dan surat 4 ayat 125, maka dia diterjemahkan dengan aku telah menyerahkan, dan yang kata yang ada di dua ayat yang terakhir, diterjemahkan dengan dia telah menyerahkan. Dan kata , yang artinya berserah diri/penyerahan adalah , yang kata Masdar tersebut dijadikan selaku agama, Masdar dari fiil (surat 5 ayat 3), dan menurut seperti disebutkan: ilmu Nahwu yang namanya haal/selaku itu adalah termasuk sifat. Jadi, seseorang yang mengaku beragama, maka di dalam dirinya harus ada sifat-sifat kepada Allah, kepada ketetapan-ketetapanberserah diri/penyerahan/ Nya. Dan orang yang mempunyai sifat islam itu disebut muslim yang jamaknya muslimuun. Sehingga, agama seseorang itu baru akan berarti di sisi Allah apabila di dalam dirinya ada sifat-sifat berserah diri kepada-Nya sebagaimana yang disebutkan: (surat 3 ayat 19). Kalau seseorang mengaku beragama Islam, tetapi pola pikir, akidah, dan tingkah lakunya banyak yang tidak mencerminkan penyerahannya kepada Allah/ tidak islami/ , maka hal itu tidak akan ada artinya di sisi Allah, tidak akan diterima oleh-Nya, dan di hari kemudian dia akan masuk ke dalam golongannya orang-orang yang merugikan diri sendiri, sebagaimana disebutkan: (surat 3 ayat 85). Jadi, di dalam Islam antara nama dan sifat, antara simbol/merk dan kualitas tidak dapat dipisahkan sama-sekali. Sehinga ada istilah, apalah artinya sebuah nama kalau sifat dan kualitas adalah nol besar.

19

8 . Kegigihan di Atas Petunjuk Alquran Akan Dapat Mengalahkan Kekuatan Lawan yang Jauh Lebih Besar

Terjemahan bebasnya: Jika ada dua puluh orang yang gigih/sabar di antara kamu/kaum Muslimin, niscaya pasti akan dapat mengalahkan dua ratus orang, dan jika ada seratus orang dari antara kamu, niscaya pasti akan dapat mengalahkan seribu orang yang kafir, karena sesungguhnya mereka adalah suatu kaum yang tidak mengerti. Kalimat pendek yang ada dalam surat 8 ayat 65 ini, dengan tegas mengatakan, Kalau kaum Muslimin benar-benar gigih di atas petunjuk-petunjuk Allah yang ada dalam Alquran, maka mereka akan dapat mengalahkan terhadap musuh-musuhnya yang kafir yang jumlahnya sepuluh kali lipat. Sehingga dalam surat 3 ayat 120 dengan tegas dikatakan: Jika kamu gigih dan kamu bertakwa pada Allah dengan sebenar-benarnya ketakwaan, maka tipu daya dari pihak mana pun tidak akan bisa merugikan atau membahayakan pada kamu. Dan dalam surat 5 ayat 105 dengan tegas dikatakan lagi: Bahwa kewajiban kamu, kaum Muslimin adalah agar selalu dapat menjaga supaya kamu senantiasa berada di atas petunjuk Alquran, sehingga apabila kamu benar-benar di atas petunjuk Alquran (dalam segala hal), maka tipu daya dari pihak yang sesat mana pun tidak akan dapat merugikan dan membahayakan pada kamu. Bahkan juga di dalam surat 3 ayat 139 dikatakan dengan tegas lagi: Kamu, kaum Muslimin jika benar-benar beriman kepada Allah, niscaya kamu akan selalu lebih tinggi jika dibanding dengan umatumat lain. Oleh karena itu menurut Alquran, bagaimanakah agar kita dapat selalu gigih/sabar di atas petunjuk-petunjuk Allah yang ada dalam Alquran dan dapat bertakwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa dan juga dapat beriman dengan sebenar-benarnya beriman, maka penjelasan tentang gigih/sabar, dapat dilihat dalam Bab: Hakikat Sabar/ Menurut Alquran. Dan tentang . Dan takwa, dapat dilihat dalam Bab: Bertakwa Kepada Allah/ tentang beriman, dapat dilihat dalam Bab: Beriman Kepada Allah/ . Dan tentang keunggulan dan kejayaan yang gemilang yang tak pernah terkalahkan itu sebagaimana yang ada dalam ayat-ayat tersebut di atas, maka hal itu semuanya pernah dialami oleh kaum Muslimin di zaman Rasulullah saw., di zaman para sahabat, dan di zaman kejayaan-kejayaan Islam sesudahnya. Jadi, kalau kita selama berabad-abad tidak memperoleh keunggulan dan kejayaan yang seperti itu, bahkan keadaan kaum Muslimin selama ini makin

20

terpecah-pecah dan makin bertambah ruwet, maka menurut ayat-ayat tersebut keimanan dan ketakwaan kita, kaum Muslimin, perlu dipertanyakan, perlu dikoreksi kembali, dan akhirnya perlu segera direformasi. Dan kita tidak bisa mengatakan, bahwa kondisi yang selama ini kita alami adalah kondisi yang benar. Karena apabila kondisi kita itu benar menurut Alquran, niscaya buah keunggulan dan kejayaan yang gemilang yang tak pernah terkalahkan itu pasti akan ada pada kita. Karena ada istilah Pohon dikenal karena buahnya, yang maksudnya adalah, iman dikenal karena amal salehnya yang membuahkan keunggulan dan kejayaan, baik di dunia ini, ataupun sesudah kematian nanti.

21

9. Hakikat Musyrik dan Bentuk-Bentuknya Menurut Alquran

Surat 4 ayat 36 ini, kalau diterjemahkan secara harfiyah, maka artinya: Dan hendaklah kamu mengabdi (pada) Allah dan janganlah kamu menyekutukan/ menserikatkan dengan Dia/Allah (pada) suatu apa pun . Kalimat janganlah kamu meyekutukan/menserikatkan dengan Dia/Allah (pada) suatu apa pun adalah terjemahan dari kalimat . dalam susunan kalimat seperti yang tersebut Kata dlomir yang ada pada itu, banyak sekali dalam Alquran, dan selalunya dlomir itu kembali kepada Dia/ Allah, bukan kepada yang lain. Oleh karena itu, dalam terjemah kalimat yang seperti itu tidak diterjemahkan dengan janganlah kamu menyekutukan/ menserikatkan Dia/Allah dengan suatu apa pun sebagaimana yang ada dalam banyak terjemahan Alquran. Adapun maksud dari ayat itu, adalah kita dilarang menserikatkan atau menyekutukan sesuatu apa pun dengan Allah. Suatu apa pun/ yang berkedudukan sebagai maful dalam kalimat tersebut, berdasarkan ayat-ayat yang lain bentuknya secara garis besar ada tiga macam: 1. Bisa berbentuk berbagai berhala/ dengan beraneka ragam jenisnya, seperti patung-patung, sungai-sungai, batu-batu, matahari, bintang, kuburan, dan benda-benda yang tidak berakal lainnya (surat 14 ayat 35, surat 6 ayat 74, dan lain-lain). 2. Bisa berbentuk hawa nafsu/ yang berasal dari kekuatan setan dengan beraneka ragam jenisnya, seperti pikiran-pikiran jahat, ideide jahat, kemauan-kemauan jahat, niat-niat jahat, berbagai tingkah laku yang jahat, dan lain sebagainya yang menyimpang dan melanggar dari aturan-aturan Allah (surat 45 ayat 23 dan surat 25 ayat 43). dengan 3. Bisa berbentuk manusia-manusia/orang-orang yang/ beraneka ragam pangkat dan kedudukan, seperti pemimpin umat, alim ulama, penguasa yang zalim, dan lain-lain (surat 9 ayat 31, surat 6 ayat 56, dan surat 40 ayat 66). Jadi, berdasarkan tiga bentuk tersebut, maka dari berbagai penganut agama mana pun, termasuk penganut agama Islam, dapat menjadi orang-orang yang musyrik atau melakukan tindakan musyrik apabila mereka mengabdi/beribadah kepada salah satu dari 3 bentuk yang tersebut itu. Untuk bentuk kemusyrikan yang pertama, insya Allah penganut agama Islam sudah banyak yang tidak melakukannya, karena banyak ayat-ayat Alquran yang dengan tegas melarang hal itu. Tetapi, walaupun begitu masih ada saja orang yang menganggap bahwa kuburan ini dan kuburan itu, batu ini dan batu itu, bintang

22

ini dan bintang itu, dan lain-lain dapat mempunyai kekuatan yang bisa menentukan nasib baik dan buruknya seseorang, sehingga mereka secara rutin menziarahinya dengan memohon ini dan itu kepadanya. Untuk bentuk kemusyrikan yang kedua, telah banyak dilakukan oleh penganut agama mana pun, termasuk penganut agama Islam, yakni banyak di antara mereka yang menjadikan hawa nafsu-nya yang bersumber dari kekuatan setan itu sebagai tuhan, terutama mereka-mereka yang sudah mencapai kedudukan/pangkat yang tinggi, mereka berbuat semena-mena, otoriter, mau menang sendiri, suka menindas, suka mengambil haknya rakyat, tidak mau dinasihati, banyak hak asasi manusia yang dilanggar. Yang kesemuanya itu karena mereka selalu mengikuti/mengabdikan diri pada nafsu-nafsu jahatnya atau dengan kata lain mereka menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan. Dan untuk bentuk kemusyrikan yang ketiga, sangat banyak sekali dilakukan oleh penganut agama mana pun, termasuk penganut agama Islam. Dalam hal ini ada dua macam bentuknya: Bentuk yang pertama seperti kalau ada penguasa yang zalim, entah dia sebagai presiden, raja, perdana menteri, dan lain-lain, kemudian perintah-perintah dan berbagai kebijakannya diikutinya dan didukung sedemikian rupa, padahal jelasjelas semuanya itu bertentangan dengan aturan-aturan Allah. Yang mana semuanya itu tidak tampak di matahati mereka, karena mereka sudah banyak mendapatkan berbagai kebaikan lahiriah dari penguasa zalim tersebut. Yang lantas di samping itu, mereka dipuji-pujinya setinggi langit, didoakannya sedemikian rupa, supaya kekuasaannya yang penuh dengan kezalimannya itu dapat langgeng dan lain dan lain sebagainya, maka tindakan-tindakan yang seperti itu adalah suatu tindakan yang mencerminkan pengabdian seseorang yang mutlak-mutlakan kepada penguasa yang zalim, karena dia menganggap hidup dan mati mereka, jaya dan bangkrut mereka, berpangkat dan tidak berpangkatnya mereka tergantung di tangan penguasa yang zalim tersebut. Bentuk pengabdian yang mutlak-mutlakan semacam inilah, identik dengan mereka menjadikan para penguasa yang zalim itu sebagai sesuatu yang disembah atau dengan kata lain mereka sudah tidak menyembah Allah lagi, karena tindakan-tindakannya itu sudah terlalu banyak yang melanggar terhadap aturan-aturan Allah, walaupun di dalam sehari-hari, mereka selalu rukuk dan sujud di dalam salat. Padahal salat itu sendiri bertujuan agar si pelakunya di dalam bermasyarakat dan berbangsa dapat terhindar dari tindakan-tindakan keji tersebut. Dan Rasulullah saw. sendiri di dalam suatu riwayat menyabdakan bahwa: yang dimaksud dengan menjadikan seseorang tertentu sebagai tuhan-tuhan selain dari Allah adalah mengikuti segala perintahnya yang tidak diperintahkan oleh Allah, dan menjauhi larangannya yang tidak dilarang oleh Allah, walaupun mereka tidak rukuk dan sujud kepada seseorang yang dipatuhi dengan mutlak-mutlakan tersebut. Bentuk yang kedua kalau ada seseorang yang menganggap mutlak benar

23

terhadap apa saja yang datang dari seseorang ulama atau mujtahid tertentu yang ada dalam berbagai kitab, yang lantas apa pun perintahnya akan selalu diikutinya yang walaupun perintah tersebut tidak diperintahkan oleh Allah, dan apa pun larangannya akan selalu dijauhinya, yang walaupun larangan tersebut tidak dilarang oleh Allah, dan juga apa pun ketetapannya selalu dianggap mutlak benar yang walaupun ketetapannya itu bertentangan dengan ketetapan Allah dalam Alquran, maka di saat itu berarti mereka telah menjadikan para alim ulama mereka sebagai tuhan-tuhan selain dari Allah. Tentang keterangan hal ini secara agak terperinci dapat dilihat dalam MUQODDIMAH di depan yang menerangkan tentang Berpegang Teguh pada Tradisi Nenek-Moyang yang Keliru. Jadi, kata yang ada dalam kalimat: , yang mana kita dilarang menyekutukan/menserikatkannya dengan Allah, maksudnya adalah kita dilarang menyekutukan atau memadukan berbagai ajaran yang datang dari mereka-mereka itu dengan ajaran-ajaran Allah yang ada dalam Alquran, yang mana ajaran-ajaran dari mereka itu bertentangan dengan ajaran-ajaran Allah, atau dengan kata lain kita dilarang menyekutukan/menserikatkan dengan . Adapun bahaya dari tindakan kemusyrikan tersebut adalah: berakhir dengan tidak tampaknya ajaran-ajaran murni yang ada dalam Alquran, dan yang akan tampak hanyalah ajaran-ajaran palsu tersebut, yang tak ubahnya seperti tembaga dilapiskan pada emas murni, yang akhirnya tembaganya yang nampak, dan emas murninya tak kelihatan sedikit pun. Lain halnya kalau emas murni yang dilapiskan pada tembaga, maka yang akan nampak di situ emas murninya bukan tembaganya. Jadi, kalau seseorang sudah paham dengan baik terhadap ajaran-ajaran murni yang ada dalam Alquran, kemudian dia melihat ajaran-ajaran lain, maka ajaran-ajaran lain yang tidak benar, dengan sendirinya akan terhapus dan dikalahkan oleh ajaran-ajaran murni tersebut. Tetapi sebaliknya, kalau seseorang tidak paham dengan baik dan benar terhadap ajaran-ajaran Allah yang ada dalam Alquran, karena memang kurang menekuninya, bahkan dia malah menekuni ajaran-ajaran yang sebenarnya palsu yang di luar Alquran yang ada dalam berbagai kitab, sehingga pola pikir dan akidahnya dibentuk oleh ajaran-ajaran palsu tersebut, yang lantas ajaran-ajaran palsu yang tidak disadarinya itu dibawa untuk memahami Alquran yang memang kurang ditekuninya, maka akhirnya ketika itu yang nampak hanyalah ajaran-ajaran palsu yang di luar Alquran tersebut, dan ajaran-ajaran Allah yang ada dalam Alquran tidak bisa dipahaminya dengan baik dan benar, bahkan terhapus oleh ajaran-ajaran palsu yang sudah mendarah daging itu, karena memang hal itu dipelajarinya dengan setekun-tekunnya. Itulah rahasianya, kenapa kita dilarang menyekutukan/memadukan suatu ajaran apa pun dengan ajaran Allah.

24

Jadi, kalimat tidak dapat diterjemahkan dengan janganlah kamu menyekutukan/menserikatkan-Nya/Allah dengan sesuatu yang lain. Kalau diterjemahkan demikian, akan menyalahi kaidah Nahwu karena akhirnya kata Allah di situ akan menjadi Maful, padahal Mafulnya di situ adalah kata , dan dlomir yang ada pada dalam susunan kalimat seperti yang tersebut, selalunya akan kembali kepada Dia/Allah bukan kepada yang lain. Dan di samping itu juga, akan menyalahi maksud yang dituju oleh kalimat tersebut sebagaimana yang sudah dijelaskan dengan perumpamaan tersebut di atas. Dijelaskannya hal tersebut dari segi Nahwu dan juga dari segi maksud kalimat itu, karena dalam Alquran susunan kalimat yang seperti itu akan banyak kita jumpai. Oleh karena itu, agar kita dapat terhindar dari perbuatan musyrik yang dosanya tidak akan pernah diampuni oleh Allah itu, makanya kita harus selalu menomorsatukan Alquran dengan jalan menekuninya dengan setekun-tekunnya, sebagaimana Rasulullah saw. bersabda: Sebaik-baik kamu/yang paling terpilih di antara kamu adalah orang-orang yang mempelajari/menekuni Alquran dan mengajarkannya kepada orang lain.

25

10. Dosa-Dosa Kemusyrikan Tidak Akan Diampuni oleh Allah swt.

Surat 4 ayat 48 ini kalau diterjemahkan berdasarkan Nahwu-Sorof, maka artinya: Sesungguhnya (adapun) Allah (adalah) tidak Dia akan memperbaiki/ mengampuni (pada) bahwa akan dipersekutukan dengan Dia (apa) (suatu apa pun), dan Dia akan memperbaiki/mengampuni (pada) apa-apa yang selain (yang demikian) itu bagi siapa yang Dia/Allah menghendaki (pada dia/man). Dan (adapun) siapa yang dia menyekutukan/menserikatkan dengan Allah (pada suatu apa pun), maka (adalah) benar-benar dia telah mengada-ada (pada) (sesuatu) dosa yang agung/besar. yang ada di ayat itu diterjemahkan Kalimat dengan Sesungguhnya (adapun) Allah (adalah) tidak Dia akan memperbaiki/ mengampuni (pada) bahwa akan dipersekutukan dengan Dia (apa) (suatu apa pun). Terjemahan ini adalah terjemahan berdasarkan kaidah Nahwu-Sorof. Tetapi, apabila kalimat itu diterjemahkan dengan bebas, maka terjemahannya akan menjadi Sesungguhnya Allah tidak akan memperbaiki/mengampuni pada dosadosanya orang-orang yang melakukan tindakan musyrik. Tentang kata yang diartikan dengan memperbaiki/mengampuni, penjelasannya dapat dilihat dalam Bab: Arti Istighfar/ dan Hakikatnya Menurut Alquran. Dan tentang bentuk-bentuk tindakan musyrik dapat dilihat dalam Bab: Hakikat Musyrik dan Bentuk-Bentuknya Menurut Alquran. Semua dosa-dosa akibat tindakan musyrik yang tersebut itu, tidak akan diperbaiki dan diampuni oleh Allah swt. Dan adapun bentuk, bahwa Allah tidak akan memperbaiki dan mengampuni terhadap dosa-dosa/dampak-dampak negatif yang ditimbulkan oleh kemusyrikan itu adalah: terjadinya berbagai perpecahan dan berbagai keterbelakangan yang dialami oleh umat Islam dewasa ini. Hal tersebut tidak akan mungkin diperbaiki dan diampuni oleh Allah swt. sebelum mereka sadar sesadar-sadarnya, bahwa semuanya itu terjadi karena mereka telah menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan dan juga mereka telah menserikatkan ajaran-ajaran palsu dengan ajaran-ajaran Allah, atau dengan kata lain mereka telah melakukan tindakan kemusyrikan, seperti yang sudah diterangkan dalam Bab: Hakikat Musyrik dan Bentuk-Bentuknya Menurut Alquran. Jadi, berbagai perpecahan, berbagai keterbelakangan dan juga berbagai hal-hal yang memprihatinkan lainnya yang selama ini dialami oleh umat Islam itu adalah bentuk-bentuk dosa/dampak-dampak negatif yang diakibatkan oleh kemusyrikan. Selama kemusyrikannya belum dilenyapkan, maka berbagai

26

perpecahan dan berbagai keterbelakangan itu, makin hari akan makin bertambah ). menjadi-jadi (surat 4 ayat 116/ Kalau umat Islam menginginkan agar dosa-dosa yang seperti itu diperbaiki dan diampuni/dilenyapkan oleh Allah, maka satu-satunya jalan: mereka harus mengubur kemusyrikan tersebut dan kemudian mengikuti pada ajaran-ajaran Allah yang ada dalam Alquran (surat 6 ayat 153). Dan dalam surat 30 ayat 30, dengan tegas Allah swt. telah memerintahkan kepada masing-masing dari kita selaku ciptaan-Nya (khalqullah) dan selaku susunan-Nya (fitratullah) untuk mengukuhkan (iqamah) pada dinullah/agama Allah. Yang mana din tersebut juga diciptakan oleh Allah (khalqullah) dan disusun oleh-Nya (fitratullah). Allah menciptakan dan menyusun manusia atas landasan din yang diciptakan dan disusun oleh-Nya. Keduanya sama sekali tidak akan mengalami perubahan dan penggantian (laa tabdiila likholqillah). Apabila dinullah ini tidak berubah dari susunannya, benar-benar murni (khoolish), maka din tadi akan tegak, kukuh dan kuat (addiinul-qoyyim). Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya, sehingga ada sebagian mereka yang telah membikin din baru yang berisi akidah-akidah dan syariat-syariat yang mereka susun sendiri. Kemudian akidah-akidah dan syariat-syariat tersebut diyakini dan diamalkan oleh generasi sesudahnya, karena generasi tadi menganggap itu semua berasal dari dinullah. Dan pada waktu itulah, din yang disusun oleh manusia telah disyerikatkan, dipadukan dengan dinullah. Perbuatan mensyerikatkan dinunnas/agama manusia dengan dinullah ini disebut Isyrak dan orang yang melakukan perbuatan itu disebut Musyrik yang akhirnya dinullah sudah tidak murni lagi (tidak khoolish), tidak kukuh (tidak qoyyim), dan tidak logis, bertentangan dengan akal pikiran yang sehat. Maka dari itu, dalam surat Al-Anam ayat 151 dengan tegas Allah telah mengharamkan kepada kita, yakni janganlah kita berani-berani mensyerikatkan sesuatu akidah atau syariat yang disusun oleh manusia (dinunnas) dengan akidah dan syariat yang disusun oleh Allah (dinullah). Larangan Allah seperti itu banyak kita jumpai dalam kitab Suci Alquran. Dan apabila larangan itu dilanggar oleh kita, maka kita akan jatuh ke dalam perbuatan dosa yang sangat besar yang tidak mungkin Allah akan memperbaiki dan mengampuninya (surat An-Nisa ayat 116). Dalam surat Ar-Rum ayat 31 dan 32, dijelaskan sebab-sebabnya, kenapa Dia tidak akan mengampuni dosa-dosa yang ditimbulkan oleh kemusyrikan?, di antara penyebabnya adalah: kemusyrikan akan menimbulkan perpecahan (firqah) di dalam agama, berpartai-partai, dan berkelompok-kelompok, dan masing-masing kelompok itu akan selalu bangga dengan apa-apa yang ada pada kelompok mereka masing-masing, yang akhirnya perpecahan-perpecahan (firqah-firqah) ini akan melahirkan perpecahan-perpecahan baru yang berkelanjutan, yang tentunya dari sebab itu semua, umat Islam menjadi mundur dan terbelakang. Kalau kita ingin

27

mendapat perbaikan dan pengampunan dari Allah, maka hanya ada satu jalan, yakni sekali lagi kita harus segera mengubur kemusyrikan yang merupakan pangkal penyebab dari perpecahan-perpecahan, pertikaian-pertikaian dan kemunduran-kemunduran yang selama ini kita alami. Penguburan kemusyrikan ini baru dapat direalisasikan, apabila masingmasing dari kita bersedia masuk ke dalam dinullah dan kemudian mengukuhkan perhatian kita kepadanya (surat Ar-Ruum ayat 30), yang tentunya dinullah itu barangnya ada di dalam Alquran yang merupakan kalam-Nya. Dia memerintahkan/mewasiatkan kepada kita, agar mengikutinya, dan Dia melarang kita menyakini dan mengamalkan akidah-akidah dan syariat-syariat lain yang tidak Dia susun, karena hanya akidah-akidah dan syariat-syariat-Nya sajalah yang wajib diikuti yang merupakan jalan-Nya yang mustaqim, tidak ada sedikit pun kebengkokan (surat 18 ayat 1). Apabila larangan ini dilanggar, maka akibatnya kita akan berpecah belah, menyempal, dan menyimpang jauh dari prinsip-prinsip dasar ajaran Allah yang ada dalam Alquran (surat 6 ayat 153). Perpecahan itu tentunya disebabkan karena kita mengikuti suatu ajaran, akidah, dan syariat yang dibikin oleh manusia. Karena manusia itu banyak dan beraneka ragam latar belakangnya dan juga beraneka ragam persoalannya dan kepentingannya, maka berbagai akidah dan syariat yang dibikin dan disusunnya pun akan banyak dan beraneka ragam pula, dan malahan yang sering terjadi, satu sama lain saling bertentangan dan berbeda. Karena bagaimanapun hebat dan pandainya manusia, dia tetap manusia, dicipta dan disusun oleh Allah swt. yang tentunya dia tidak akan dapat memiliki sifat alimul gaib. Karena, yang dapat mengetahui hal-hal yang gaib itu hanyalah Allah swt. semata (surat 27 ayat 65). Bahkan, Rasulullah saw. sendiri pun tidak dapat mengetahui hal-hal yang gaib (surat 7 ayat 188). Dan memang seorang rasul dalam batas-batas tertentu dapat mengetahui hal-hal gaib, tetapi itu pun karena Allah swt. memberitahukan kepadanya (surat 72 ayat 26-27). Jadi sekali lagi, bahwa dinullah itu harus benar-benar murni, tidak dapat dikurangi dan ditambah. Jika ada penambahan dan pengurangan di sana-sini, maka dia akan berubah dari susunannya. Sehingga dari din/agama yang sudah tidak murni lagi itu akan muncul hal-hal yang bertentangan dengan fitrah dan kodrat manusia, nurani manusia, dan akal pikiran yang sehat serta jujur. Tetapi sebaliknya, jika dinullah tadi murni, maka ajaran-ajarannya, baik yang berhubungan dengan akidah ataupun syariat, tidak akan mungkin bertentangan dengan itu semua, karena keduanya sama-sama dicipta dan disusun oleh Allah swt. yang mempunyai sifat Alimul gaib. Yang hal mana dapat diumpamakan seperti baut dan mur, kedua komponen ini dibikin dan disusun dalam ukuran dan bentuk yang serasi, yakni lingkaran-lingkaran yang ada pada mur akan disesuaikan dengan lingkaran- lingkaran yang ada pada baut. Sehingga apabila keduanya dipertemukan, maka akan dapat bersatu, pas, dan harmonis. Tetapi,

28

apabila lingkaran-lingkaran yang ada pada baut itu tadi ditambahi, dirubah, atau dikurangi, maka akibatnya akan terjadi ketidak serasian, yakni mur tidak dapat bersatu lagi dengan baut. Begitu pulalah mengenai dinullah dan manusia. Oleh karena itu, berbagai bidah akidah, dan syariat yang berasal dari ajaran-ajaran di luar Alquran, dan juga tak ketinggalan yang berasal dari hadishadis palsu yang telah melapisi pada berbagai akidah dan syariat yang ada pada dinullah yang murni, harus segera disingkirkan dan dicampakkan!, yakni, tembaga jangan dilapiskan pada emas murni, biarlah tetap emas murni, biarlah tetap dinullah yang murni, yang setiap ajarannya, baik yang berhubungan dengan akidah ataupun syariat benar-benar berasal dari Allah swt. (surat 8 ayat 39). Jadi, seperti itulah cara-cara awal untuk mengubur kemusyrikan, yang dengan perantaraan mana dosa-dosa yang diakibatkan olehnya akan dapat diperbaiki dan diampuni/dilenyapkan oleh Allah swt.

29

11. Arti Istighfar/

dan Hakikatnya Menurut Alquran

Kalimat yang ada di surat 3 ayat 135 diterjemahkan dengan Lantas mereka minta perbaikan/pengampunan (pada Allah) untuk dosadosa mereka. Dalam kalimat itu kata Allah yang sebagai maful tidak disebutkan, karena sudah maklum, lantaran dalam Alquran banyak ayat-ayat yang menyebutkan bahwa istighfar itu harus ditujukan kepada Allah. adalah fiil Madli yang Masdarnya adalah Kata diterjemahkan dengan minta perbaikan/pengampunan, karena kata tersebut yang di dalamnya ada tambahan arti minta, mengikuti timbangan di depannya, yang mana kata tersebut sebelum mendapat tambahan tiga huruf yang artinya memperbaiki/mengampuni. adalah berasal dari Oleh karena itu, kalau pelaku dari kata tersebut adalah kata Allah, maka artinya Allah akan memperbaiki/mengampuni seperti umpamanya sebuah ayat yang berbunyi artinya Dia/Allah akan memperbaiki/ dalam mengampuni untuk kamu pada dosa-dosa kamu. Jadi, kata Terjemahan ini, tidak diterjemahkan dengan mereka minta ampun, karena pengampunan Allah itu baru akan diberikan setelah seseorang insaf/sadar dengan sebenar-benarnya keinsafan/haqqo tuqootih bahwa dirinya salah yang disampaikan di hadapan Allah, lantas dia minta perbaikan pada-Nya agar dosadosa/kesalahan-kesalahannya diperbaiki oleh-Nya. Atas dasar keinsafan/ kesadarannya itulah, akhirnya dia ada kemampuan untuk memperbaiki dosa-dosa/ kesalahan-kesalahannya yang sudah-sudah dan mengganti dengan perbuatanperbuatan baik, yang tentunya kemampuan mana berasal dari Allah karena keinsafannya tadi, dan setelahnya itu baru terjadi pengampunan/pelenyapan terhadap dosa-dosanya. Kalau dosa/kesalahan seseorang sudah diampuni/ dilenyapkan oleh Allah, berarti dampak-dampak negatif dari dosa/kesalahan yang pernah dilakukannya itu, sudah lenyap dan sudah tidak berpengaruh lagi pada hati dan jiwanya, karena sudah terhapus oleh dampak-dampak positif yang berasal dari perbuatan-perbuatan baik yang selalu dilakukannya. Dan memang, Alquran mengatakan bahwa dampak-dampak negatif yang ditimbulkan dari perbuatan jahat seseorang itu hanya akan dapat terhapus oleh dampak-dampak positif yang berasal dari perbuatan-perbuatan baiknya (surat 13 ayat 22-23), sehingga Rasulullah saw. bersabda Hendaklah kamu menyusulkan/menindihkan perbuatanperbuatan baik lagi indah terhadap perbuatan-perbuatan jahat, niscaya perbuatanperbuatan baik tadi akan dapat menghapus/melenyapkannya, dan hendaklah kamu berakhlak mulia di dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara!, (hadis Bukhari Muslim). Kalau istighfar hanya diartikan dengan mengucapkan astaghfirulloohal

30

adhiim dengan tanpa didasari oleh suatu keinsafan/kesadaran bahwa dirinya salah dan tanpa didasari oleh hasrat yang kuat untuk minta perbaikan kepada Allah, maka istighfar yang semacam itu tidak akan memberikan dampak-dampak kebaikan di dalam perilaku kehidupannya. Tetapi sebaliknya, kalau istighfar itu diucapkan di hadapan Allah dengan didasari oleh keinsafan/ketakwaan yang mendalam dengan hasrat yang kuat minta perbaikan kepada Allah, maka istighfar yang hakiki seperti inilah yang akan memberikan dampak-dampak kebaikan di dalam perilaku kehidupannya, sehingga di dalam kehidupannya, dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan yang akan bisa timbul dapat ditekan seminim mungkin. Hal ini sesuai dengan surat 8 ayat 33 yang mengatakan, Allah tidak akan menyiksa/ mengazab sesuatu kaum, sedangkan mereka melakukan istighfar/ . Kalau kita lihat sepintas ayat tersebut, maka akan timbul pertanyaan: kenapa banyak orang atau kaum yang mendapat siksa dari Allah di dunia ini, padahal mereka selalu membaca/mengucapkan istighfar dengan rutin? Sebagai jawabannya yang sesuai dengan penjelasan di atas, karena mereka membaca/ mengucapkan istighfar di hadapan Allah tidak didasari oleh keinsafan/ketakwaan yang mendalam dan tanpa didasari oleh hasrat yang kuat untuk minta perbaikan kepada Allah. Karena bagaimanapun, menurut Alquran bahwa perbuatan baik sekecil apa pun akan memberikan dampak yang baik kepada si pelakunya, dan perbuatan jahat sekecil apa pun akan memberikan dampak yang buruk kepada si pelakunya, baik secara lahir ataupun secara batin (surat 99 ayat 7 dan 8). Dan lagi dalam surat 101 ayat 6 s/d 11, dikatakan bahwa adapun orang yang berat timbangan amal-amal kebaikannya, maka dia akan berada di dalam kehidupan yang senang, tetapi sebaliknya orang-orang yang ringan timbangan amal-amal kebaikannya, maka api yang sangat panaslah yang akan menjadi ibu kandungnya yang akan selalu mengerami dan mendekaminya, yang akhirnya akan melahirkan siksaan Allah yang berupa berbagai kesengsaraan hidup alias neraka, baik di dunia ini ataupun sesudah kematian nanti.

31

12. Allah dan Alquran Adalah Satu-Satunya Hakim bagi Kita

Kalimat yang ada dalam surat 6 ayat 114 itu, kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya Apakah aku akan mencari hakim selain Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan Alquran kepada kamu secara terperinci?, , dan seterusnya. Dari ayat yang begini jelas, maka kita harus benar-benar menjadikan Allah sebagai Satu-Satunya Hakim atau dengan kata lain, kita harus menjadikan Alquran sebagai satu-satunya hakim yang dapat memutuskan dengan benar terhadap permasalahan kita apa pun bentuknya, karena dia adalah satu-satunya kitab yang diturunkan oleh Allah yang sangat sempurna lagi terperinci. Dan dalam surat 6 ayat 38, dikatakan bahwa Allah tidak mengalpakan sesuatu apa pun di dalam Alquran/semuanya ada di dalamnya. Bahkan di dalam surat 16 ayat 89 dikatakan, Alquran itu sebagai penjelasan bagi setiap sesuatu apa saja, sebagai petunjuk, sebagai rahmat, dan sebagai kabar gembira bagi orang-orang yang mau berserah diri kepada Allah/muslimin. Kenapa kita selama ini tidak menjadikan Alquran sebagai satu-satunya hakim yang dapat memutuskan permasalahan kita yang serba rumit ini?, bahkan kita menjadikan kitab-kitab selain Alquran sebagai hakim-hakim terhadap permasalahan kita, sehingga akibatnya kehidupan umat Islam benar-benar sempit dan terhimpit, terpecah belah, dan terbelakang dalam segala hal (surat 20 ayat 124 dan surat 6 ayat 153). Sebenarnya, jika para pakar Muslim sesuai dengan bidangnya masingmasing mau menekuni dan menggali apa-apa yang terkandung dalam perbendaharaan Alquran, niscaya mereka akan menemukan terhadap apa saja yang mereka cari yang berhubungan dengan bidangnya masing-masing itu, sehingga benar-benar pada waktu itu Alquran sebagai petunjuk, sebagai penerang, dan sebagai kabar gembira bagi mereka untuk dapat mengembangkan profesinya, baik dalam bidang hukum pidana, perdata, bidang ekonomi, bidang sosial politik, science-technology, dan lain-lain. Dan akhir semuanya itu, adalah untuk manfaat manusia (surat 3 ayat 110). Di dalam surat 15 ayat 21, dikatakan, Perbendaharaan-perbendaharaan ilmu Alquran itu ada di sisi Allah, dan Dia tidak akan menurunkannya kecuali dengan ukuran-ukuran yang tertentu yang sesuai dengan situasi dan kondisi zaman dan tempat. Dan diturunkannya ilmu-ilmu yang ada dalam perbendaharaanperbendaharaan Alquran itu, tentunya melalui para pakar di bidangnya masingmasing, yang mereka sudi menekuni dan menggalinya dengan penuh ketekunan dan keikhlasan. Tanpa mana, ilmu-ilmu yang bermanfaat yang terkandung dalam Alquran itu tidak mungkin akan muncul ke permukaan, yang tak ubahnya seperti kandungan bumi yang tidak pernah diteliti dan digali, maka bumi itu pun seperti tidak ada apa-apanya. Padahal kita sama-sama tahu, setelah diteliti, ditekuni, dan

32

digali oleh para pakar, maka bumi pun mengeluarkan berbagai sesuatu jenis benda yang dikandungnya yang bermanfaat banyak bagi kemanusiaan. Begitu pulalah perbendaharaan-perbendaharan ilmu Alquran yang menyangkut masalah-masalah kejiwaan dan kerohanian manusia. Yang semuanya itu akan dapat muncul ke permukaan dan bermanfaat bagi kejiwaan manusia, jika hal itu diteliti, ditelaah, ditadaburi oleh mereka-mereka para psikolog dan para rohaniawan.

33

13. Orang-Orang/Kelompok yang Ada di Atas Petunjuk Alquran, Tidak Akan Dapat Dikalahkan oleh Siapa pun dan Kelompok Mana pun

Surat 5 ayat 105 ini, kalau diterjemahkan secara harfiyah, maka artinya Wahai mana-manakah orang-orang yang mereka telah mempercayakan, (adapun) (kewajiban) atas kamu (adalah hendaklah kamu menjaga) (pada) diri-diri kamu (agar senantiasa berada di atas petunjuk Alquran). Tidak akan membahayakan (pada) kamu (siapa) orang yang dia telah sesat apabila kamu telah tertunjuki/ berada di atas petunjuk Alquran. (adalah) Kepada Allah (yaitu) tempat kembali kamu (selaku) Pengelompok, lantas Dia akan mengkabarkan (pada) kamu pada apa-apa yang kamu telah ada (adalah) kamu mengerjakan/mengaryakan (pada dia/maa). Kalimat dalam ayat itu, kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya orang yang sesat (siapa pun orangnya atau kelompok mana pun), mereka tidak akan dapat membahayakan/merugikan kepada kamu/kaum Muslimin, dengan syarat apabila kamu berada di atas petunjuk Alquran. Dari ayat ini, jelaslah bahwa jika berbagai pola pikir, akidah, dan tingkah laku kaum Muslimin benar-benar sesuai dengan petunjuk Alquran, maka pihak ketiga yang sesat, tidak akan dapat membahayakan, merugikan, dan mengadu domba pada mereka, baik pihak yang sesat tadi berasal dari orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani yang sudah menyimpang dari ajaran aslinya, orangorang Kapitalis, orang-orang Komunis, orang-orang Sekuler ataupun lainnya. Tetapi di dalam masa yang cukup lama hingga zaman sekarang (2004 M), sesuai dengan fakta yang ada, maka keadaan kaum Muslimin di banyak negara, masih banyak yang dapat dibahayakan, dirugikan, dipojokkan, dan diadu domba oleh mereka-mereka itu. Adapun penyebab dari semuanya itu adalah karena berbagai pola pikir, akidah, dan tingkah laku mereka sudah banyak yang menyimpang dari petunjuk Alquran, kalau tidak, tentunya kaum Muslimin tidak akan mengalami nasib jelek yang seperti itu. Tanpa merubah penyebabnya itu, sesuatu perubahan mustahil dapat dilakukan. Sehingga, dalam surat 13 ayat 11 telah ditegaskan Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib jelek yang ada pada sesuatu kaum, sehingga kaum itu sendiri mau merubah berbagai penyebab yang ada pada diri mereka. Dan apabila Allah sudah menimpakan nasib jelek pada sesuatu kaum, maka di saat itu tidak ada yang dapat menolaknya, dan bagi mereka yang bernasib jelek itu tidak ada satu pun orang yang dapat memimpinnya. Tentang syarat-

34

syarat yang harus dilakukan sehingga perubahan dapat terwujud, penjelasannya dapat dilihat dalam Bab: Maju Mundurnya Sesuatu Bangsa atau Umat/ .

35

14. Bersyukur Kepada Allah/ Bersyukur kepada Allah/ maksudnya adalah menghargai pada nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada kita. Karena dalam surat 4 ayat 147 dikatakan, Allah tidak akan mengazab pada seseorang ataupun kaum apabila mereka mau mensyukuri/menghargai pada nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada mereka. Bentuk menghargai kepada nikmat-nikmat Allah dalam kehidupan seharihari adalah nikmat yang Allah berikan pada kita apa pun bentuknya, kita harus menghargai, dengan jalan selalu menjaganya dengan baik dan mempergunakannya dengan tepat lagi manfaat sesuai dengan ketentuan Allah. Di saat itulah nikmat yang ada tersebut akan selalu ditambah oleh Allah. Tetapi sebaliknya, kita akan menjadi kufur kepada nikmat-nikmat Allah itu, apabila kita tidak menghargai, menjaga, dan mempergunakannya yang sesuai dengan ketentuan Allah. Dan di saat itu nikmat yang Allah berikan akan menjadi sebab datangnya azab Allah (surat 14 ayat 7). Sebagai contoh yang bersyukur kepada nikmat Allah, Seseorang ataupun kaum apabila mereka mendapatkan nikmat dari Allah yang berbentuk kebaikan yang diterimanya apa pun bentuknya, seperti kepercayaan, kedudukan, pekerjaan, jabatan yang tinggi ataupun yang paling rendah, yang lantas mereka menjaganya dan memanfaatkannya dengan baik dan hati-hati dengan jalan selalu berorientasikan untuk manfaat manusia/ukhrijat linnas (surat 3 ayat 110), niscaya nikmat-nikmat yang ada itu akan ditambah-tambah oleh Allah dengan jalan Allah akan memberkati dan melipatgandakan berbagai kebaikan yang berasal dari nikmat yang ada tersebut. Sebagai contoh yang kufur kepada nikmat Allah, Apabila nikmat-nikmat tersebut tidak dihargai/tidak disyukuri, tidak dijaga, dan tidak dimanfaatkannya dengan baik sesuai dengan ketentuan Allah dengan jalan tidak jujur, khianat, sewenang-wenang, aji mumpung, melakukan korupsi, kolusi, nepotisme dan malakukan berbagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan lain-lain, yang semuanya itu dilarang oleh Allah swt., niscaya mereka akan ditimpa oleh malapetaka dan azab Allah di dunia ini dan sesudah kematian nanti. Yang mana, situasi yang mengerikan lagi tragis seperti itu, sama-sama telah kita saksikan dalam berbagai daerah dan negeri, termasuk dalam negeri kita ini, yang hal mana merupakan neraka dunia bagi mereka yang tidak mau bersyukur/tidak mau menghargai alias kufur terhadap nikmat-nikmat itu. Dalam Alquran, ada kata sifat yang disebutkan sebanyak 9 kali, yang empat kali untuk Allah (surat 35 ayat 30, surat 35 ayat 34, surat 42 ayat 23, dan surat 64 ayat 17), dan yang lima kali untuk manusia (surat 14 ayat 5, surat 31 ayat 31, surat 34 ayat 13, surat 34 ayat 19, dan surat 42 ayat 33). Oleh karena itu dalam Alquran lebih tepat dan mengena menurut penulis, kata bersyukur/ jika diartikan dengan menghargai sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas.

36

Sehingga, kalau disebutkan dalam Alquran bahwa Allah itu adalah artinya Allah itu Maha Menghargai, maksudnya Allah itu Maha Menghargai terhadap amal-amal baik dari orang-orang yang beriman. Arti dan maksud tersebut didukung oleh surat 17 ayat 19, dan surat 76 ayat 22, di mana dalam ayat ini disebutkan, Usaha-usaha baik orang-orang yang beriman itu akan dihargai/ . Dalam kalimat ini ada kata dihargai/ , tentunya yang . menghargainya itu adalah Allah yang mempunyai sifat tetap/mubalaghoh/

37

15. Hakikat Sabar/

Menurut Alquran

Kata-kata orang-orang yang gigih/sabar adalah terjemahan dari kata yang ada pada surat 2 ayat 155, surat 2 ayat 249, dan surat 3 ayat 146. Di situ dikatakan, Gembirakanlah kepada orang-orang yang gigih/sabar! Dan Allah bersama orang-orang yang gigih/sabar, dan Allah mencintai (pada) orangorang yang gigih/sabar. Karena, orang yang gigih/sabar itu mempunyai kekuatan jiwa yang sangat besar untuk menghadapi berbagai tantangan dan cobaan, tidak pernah berputus asa, gigih di atas gigih selalu mereka tunjukkan, sehingga dengan perantaraannya mereka akan dapat mengalahkan pihak lain yang berjiwa kerdil/ lembek dan gampang berputus asa/kafir yang jumlahnya sepuluh kali lipat (surat 8 ayat 65). Dan yang lebih teristimewa lagi, akhirnya mereka akan berjaya dan berhasil, atau dengan kata lain mereka disertai dan dicintai oleh Allah swt. (surat 2 ayat 249 dan surat 3 ayat 146). Kata gigih/sabar di dalam Alquran dapat mencakup terhadap berbagai bidang dan profesi, karena masing-masing orang dituntut oleh Allah untuk bekerja keras dan selalu gigih/sabar di dalam bidangnya masing-masing agar mereka mencapai keberhasilan (surat 3 ayat 200 dan surat 6 ayat 135). Yang tentunya keberhasilan tersebut, terjadi baik di dunia ini ataupun sesudah kematian nanti (surat 2 ayat 201). Sebagai contoh, kalau ada seseorang yang bidang dia adalah pengusaha atau pedagang, dia bekerja keras, disiplin, jujur, amanah, dan dia senantiasa gigih/sabar di dalam menghadapi berbagai rintangan dan cobaan, tidak pernah berputus asa, maka akhir bin akhirnya dia memperoleh suatu keberhasilan yang gemilang. Maka, bentuk keberhasilan tersebut adalah sebagai tanda bahwa , dan juga sebagai tanda bahwa Allah menyertai dia/ Allah mencintai dia/ di dalam dunia ini, yang tentunya juga di dalam kehidupan sesudah kematian kelak. Hal yang seperti ini berlaku bagi berbagai orang dengan berbagai profesi/bidang. Tetapi sebaliknya, seseorang yang selalu gagal/tidak berhasil, adalah sesuatu bentuk atau tanda bahwa mereka adalah tidak disertai dan dicintai oleh Allah, karena mereka tidak bekerja keras, tidak disiplin, tidak jujur,tidak amanah, dan sedikit-sedikit gampang berputus asa, yang mana sifat-sifat tercela ini adalah merupakan buah dari kekufuran kepada Allah/tidak mentaati pada perintah-perintah-Nya. Bukankah Allah telah memerintahkan di dalam Alquran supaya kita bekerja keras, disiplin, jujur, amanah, dan selalu gigih di atas gigih/sabar? Jadi, kesimpulannya buah sabar/gigih itu adalah dinamis dan progress, bukan statis alias mandek dan beku. Dalam /sabar itu sangat banyak Alquran, kata-kata yang berasal dari kata pokok sekali dan semuanya menunjuk kepada pengertian yang berhubungan dengan menghadapi tantangan, cobaan, dan ujian. Oleh karena itu, penulis selalu mengartikannya dengan arti gigih, yang di dalam kata gigih itu terkandung

38

berbagai makna seperti bekerja/berusaha keras, berjuang menghadapi tantangan, pantang mengeluh, pantang putus asa, tabah, selalu optimis, selalu yakin, dan selalu berpengharapan penuh terhadap janji-janji Allah, dan lain-lain yang sejenisnya. Gigih/sabar yang semacam inilah yang merupakan sifat khusus bagi orang-orang yang beriman sejati, sehingga mereka akan selalu sukses, berhasil dan memperoleh kemenangan, atau dengan kata lain Allah menyertai dan mencintai mereka sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas. Perlu diketahui, dalam Alquran ada ayat yang berbunyi maka jika mereka gigih/sabar, maka nerakalah tempat kediaman mereka (surat 41 ayat 24), maksudnya adalah jika mereka gigih/sabar dalam arti yang negatif, yakni gigih/ sabar dalam perbuatan-perbuatan jahatnya atau gigih/sabar dalam kekafiran, maka nerakalah tempat kediaman mereka. Orang-orang yang gigih/sabar semacam ini tidak akan mungkin disertai dan dicintai oleh Allah swt.

39

16. Bertawakal Kepada Allah/ Kata-kata diterjemahkan dengan hendaklah engkau

yang terjemahannya adalah mewakili/bertawakal atas (nama) Allah. Kata hendaklah engkau mewakili/bertawakal dalam Alquran ada sebanyak sembilan buah yang di antaranya dalam surat 3 ayat 159, surat 4 ayat 81, surat 8 ayat 61, dan lain-lain, yang masing-masingnya di dalam bertawakal itu harus dilakukan atas nama Allah, karena memang Alquran menyebutkan berkali-kali bahwa Allah itu adalah sebaik-baik Pewakil/Yang Mewakilkan dan Pewakil Yang paling mencukupi. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan bertawakal atas (nama) Allah, maksudnya adalah setiap pola pikir, akidah, dan tingkah laku kita dalam berbagai hal apa saja, harus didasarkan atas ketentuan-ketentuan dan peraturanperaturan Allah yang ada dalam kitab Suci-Nya/Alquran, sehingga masingmasingnya akan selalu sesuai dengannya. Hal ini tak ubahnya seperti seseorang bawahan yang menjadi wakil dari atasannya dengan diserahi berbagai tugas tertentu, maka orang yang menjadi wakilnya itu harus menjalankan segala tugasnya dengan mendasarkan kepada pesan-pesan dan peraturan-peraturan dari atasannya tersebut. Sehingga dalam menjalankan tugasnya, si wakil tersebut akan selalu sesuai dengannya. Dan kalau dia sebagai wakilnya, tetapi tidak menjalankan pesanpesan dan peraturan-peraturan atasannya, maka dia bukanlah wakil yang baik, dan di kemudian hari orang yang semacam itu akan dimarahi dan akhirnya akan dicopot oleh atasannya dari kedudukannya. Jadi, orang yang bertawakal atas nama Allah adalah orang-orang yang di dalam berpola pikir, berakidah, dan bertingkah laku dalam segala hal, akan selalu sesuai dengan pesan-pesan dan peraturan-peraturan Allah yang ada dalam Alquran. Seperti itulah kalau kita ingin menjadi wakil Allah yang baik atau menjadi orang yang bertawakal atau mewakili atas nama Allah dengan benar. Tetapi sebaliknya, kalau seseorang di dalam berpola pikir, berakidah, berkemauan, dan bertingkah laku tidak sesuai dengan pesan-pesan dan peraturanperaturan Allah, maka seseorang tersebut akhirnya akan dijatuhkan oleh Allah swt. dengan jalan yang mengerikan, apa pun jabatan dia, dari jabatan yang paling tinggi sampai kepada jabatan yang paling rendah, baik yang formal ataupun yang non formal. Kejadian-kejadian yang mengerikan seperti itu, telah banyak kita saksikan, baik di dalam negeri ini ataupun di negeri-negeri yang lain. Oleh karena itu, dalam Alquran sering sekali kita disuruh menginsafi, menyadari, dan mewaspadai terhadap hari-hari naas yang akan menimpa kepada siapa saja yang melakukan berbagai tindakan kufur/tindakan yang tidak islami (surat 2 ayat 48, surat 2 ayat 123, surat 2 ayat 281, dan lain-lain). Karena, tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan pesan-pesan dan peraturan-peraturan Allah itu atau dengan kata lain tindakan-tindakan yang tidak

40

islami itu, adalah merupakan cerminan dari tindakannya orang-orang yang tidak bertawakal/menjadi wakil atas nama Allah. Di saat itu orang-orang tersebut telah menjadi wakil dari hawa nafsunya yang bersumber dari kekuatan setan. Dan orangorang yang semacam itu berdasarkan surat 45 ayat 23 dan surat 6 ayat 121 adalah orang-orang yang musyrik, karena mereka telah menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan dan mengikuti bisikan-bisikan jahat setan. Hal ini bisa terjadi pada penganut-penganut agama mana pun, termasuk penganut agama Islam. Tentang musyrik, penjelasannya dapat dilihat dalam Bab: Hakikat Musyrik dan Bentuk-Bentuknya Menurut Alquran.

41

17. Hakikat Ikhlas karena Allah/

Menurut Alquran

Surat 6 ayat 162 ini, kalau diterjemahkan secara bebas, maka artinya: Hendaklah engkau mengatakan Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah karena Allah, Rabbnya berbagai alam. yang terjemahannya hendaklah Perlu diberi tanda petik, bahwa kata engkau mengatakan itu tidak terbatas pada ucapan mulut, tetapi yang lebih penting dari pada itu, hendaklah sikap kita dalam kehidupan sehari-hari mengatakan Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah karena Allah, Rabbnya berbagai alam. Kata /karena Allah, dalam kalimat itu tidak dapat diartikan dengan manfaatnya untuk Allah, karena Allah itu tidak butuh dan tidak bergantung pada ciptaan-Nya, bahkan ciptaan-Nya itulah yang butuh dan bergantung padaNya (surat 35 ayat 15, surat 47 ayat 38, dan lain-lain). Adapun kata lillah yang diterjemahkan dengan karena Allah, yang biasanya istilah itu menjadi ikhlas karena Allah, maksudnya adalah karena ketetapan-ketetapan Allah menetapkan seperti itu, sehingga kita melakukannya, baik itu tingkah laku yang berhubungan dengan Allah secara vertikal seperti salat, puasa, ibadah haji, zikir, dan lain-lain ataupun tingkah laku yang berhubungan dengan sesama manusia dan lingkungan. Dan ucapan karena Allah atau ikhlas karena Allah ini sering kita dengar diucapkan oleh seseorang di dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, istilah ucapan itu harus ditempatkan pada tempat yang sebenarnya menurut ukuran Alquran, yakni ucapan karena Allah/ , itu harus berhubungan dengan perbuatan dan tingkah laku yang sesuai dengan peraturan-peraturan Allah. Hal mana seperti, kalau seseorang mengatakan karena Allah atau ikhlas karena Allah saya menjadi menteri, menjadi anggota DPR, menjadi polisi, menjadi jaksa, menjadi pengacara, menjadi hakim, dan lain-lain, tetapi kalau pola pikir, sikap mental dan tingkah lakunya di dalam menjalankan amanah/tugas-tugasnya tadi tidak dijalankan dengan baik, tidak amanah, tidak jujur, mementingkan diri sendiri dan kelompoknya, dan banyak melanggar peraturan-peraturan Allah lainnya, maka tatkala itu mereka tidak berhak untuk mengatakan kepada orang lain bahwa mereka menjabat kedudukan-kedudukan itu dilakukan karena Allah. Tetapi sebaliknya, kalau mereka di dalam menjalankan amanah dan tugas-tugasnya itu, mereka melakukannya dengan baik, jujur, amanah, mementingkan masyarakat banyak, selalu hati-hati sehingga hak orang lain atau masyarakat tidak ada yang terambil olehnya, mau menerima nasihat, menepati janji, disiplin, selalu gigih dan tabah walaupun banyak godaan dari sana-sini untuk menyimpang, untuk KKN, dan lain-lain yang dilarang oleh

42

Allah, maka tatkala itu mereka baru boleh mengatakan, kami menjabat jabatan ini dan jabatan itu adalah kami lakukan karena Allah. Jadi kesimpulannya, bahwa perbuatan seseorang itu dilakukan karena Allah atau ikhlas karena Allah adalah dapat dilihat dari berbagai perbuatan dari yang bersangkutan itu sendiri, kalau sesuai dengan peraturan Allah, maka bisa dikatakan ikhlas karena Allah, dan kalau tidak sesuai dengannya, banyak yang melanggar peraturan-peraturan Allah, maka tidak bisa dikatakan ikhlas karena Allah, apa pun jabatan dan kedudukan dari seseorang tersebut, baik dari masyarakat kelas bawah sampai masyarakat kelas atas. Oleh karena itu, menurut Alquran orang yang ikhlas itu bukan berarti dia melakukan pekerjaan dengan tanpa mengharapkan imbalan dari pekerjaannya itu, tetapi menurut Alquran malah sebaliknya, dia harus diberi imbalan sesuai dengan kadar jasanya (surat 36 ayat 54, surat 37 ayat 39, surat 2 ayat 281, dan banyak lain-lain ayatnya). Kalau dia tidak diberikan imbalan sesuai dengan kadar jasanya, padahal dia sangat membutuhkannya, maka berarti dia telah dizalimi hak-haknya (surat 36 ayat 54). Jadi, amat salahlah doktrin atasan yang mengatakan kepada bawahannya hendaklah kamu bekerja di badan ini atau di badan itu, di kantor ini, atau di kantor itu dengan ikhlas karena Allah, dengan maksud tidak mengharapkan imbalan dari pekerjaannya itu. Jika doktrin ikhlas karena Allah dengan pemahaman yang keliru ini diterapkan dalam badan-badan Islam, maka jangan diharap badan-badan Islam tersebut akan dapat berjalan dengan baik. Karena pada waktu itu banyak pegawai-pegawai tingkat bawah dari badan tersebut yang dizalimi/tidak diberikan hak-haknya sesuai dengan kadar jasanya, sehingga dengan sendirinya mereka tidak akan mungkin dapat bekerja dengan sepenuh hati. Dan kata ikhlas/ itu sendiri adalah bahasa Arab yang mana dia berasal dari kata kerja , yang artinya memurnikan. Dan adapun yang menurut Alquran adalah seperti dimaksud dengan orang yang ikhlas/ yang sudah dicontohkan di atas. Sedangkan penjelasan dari segi bahasa tentang kata ikhlas/ yang diartikan dengan memurnikan, maka penjelasannya dapat dilihat dalam Bab: Memerangi Kemusyrikan dengan Senjata Alquran di bagian yang akhir.

43

18. Hakikat Izin Allah/

Menurut Alquran .

Kalimat dengan izin Dia/Allah adalah terjemahan dari kalimat Kata

itu dalam Alquran disebutkan sebanyak sepuluh kali, dan kata

disebutkan sebanyak sembilan belas kali, yang di antaranya dalam surat 2 ayat 255, surat 5 ayat 16, surat 2 ayat 249, surat 3 ayat 145, dan lain-lain. Yang mana, masing-masing dari izin Allah yang tersebut itu mekanismenya tidak bisa disamakan dengan sesuatu izin yang diberikan oleh atasan kepada bawahannya (sesama manusia). Adapun mekanisme/proses datangnya izin Allah di situ, adalah dengan cara mengikuti ketentuan-ketentuan Allah yang berhubungan dengan izin yang dimaksud. Sebagai contoh, dalam surat 2 ayat 255, dengan jelas, bahwa seseorang dengan profesi apa pun, dia akan dapat memberikan syafaat/pertolongan/bantuan kepada pihak lain dengan izin Allah, baik secara materi ataupun rohani. Dan izin Allah tersebut akan datang apabila masingmasing orang di dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan bidang dan profesinya masing-masing akan selalu mengikuti terhadap ketentuan-ketentuan Allah. Kata syafaat di sini bukan berarti seseorang dapat membebaskan orang lain dari hukuman Allah yang telah ditetapkan oleh-Nya atas orang-orang yang jahat. Dan dalam Alquran surat 4 ayat 85 dikatakan, Barang siapa yang mensyafaati/ menolong pada orang lain dengan syafaat yang indah/baik, niscaya dia akan mendapatkan bagian keindahan/kebaikan dari orang lain itu. Dan barang siapa yang mensyafaati pada orang lain dengan syafaat yang jahat, niscaya dia akan mendapatkan bagian kejahatan dari orang lain tersebut. Jadi, kalau kita ingin mendapatkan syafaat kebaikan dari Rasulullah saw. yang mana beliau selaku pembawa dan pengamal Alquran, maka kita harus mengikuti petunjuk-petunjuk Alquran yang telah diamalkan oleh beliau. Yang tanpa mana, syafaat kebaikan beliau saw. tidak akan pernah datang kepada kita. Begitu pula kalau kita ingin mendapatkan syafaat kebaikan dari orang yang selalu mengajari dan menasihati kita dengan petunjuk-petunjuk Alquran. Tetapi sebaliknya, kalau kita mengikuti syafaat yang jelek/jahat dari orang lain, niscaya syafaat kejahatan tadi akan datang kepada kita, karena bagaimanapun perbuatan jahat seseorang pasti akan selalu mendapatkan hukuman yang setimpal (surat 6 ayat 160, surat 10 ayat 27, dan lain-lain). Kembali kepada hal izin Allah, di mana munculnya izin Allah tersebut didahului oleh persyaratan-persyaratan yang telah dikemukakan oleh-Nya. Kita ambil contoh dalam surat 2 ayat 249 dan surat 8 ayat 65-66, di mana dalam ayatayat tersebut telah ditegaskan oleh Allah, Golongan atau kelompok yang sedikit, dengan izin Allah akan dapat mengalahkan kelompok yang banyak. Datangnya izin Allah sehingga kelompok yang sedikit itu dapat mengalahkan kelompok yang banyak, karena kelompok yang sedikit itu mempunyai keimanan yang sejati

44

terhadap Allah dan gigih/sabar dalam perjuangan. Bahkan dalam surat 8 ayat 65-66, lebih tegas lagi disebutkan, Orang-orang yang beriman sejati lagi gigih/ sabar dalam perjuangan, dengan izin Allah akan dapat mengalahkan orang-orang yang kafir yang berjumlah sepuluh kali lipat atau minimal yang berjumlah dua kali lipat. Jadi, datangnya izin Allah tersebut sehingga mereka dapat menang terhadap orang-orang yang kafir itu, karena mereka adalah orang-orang yang beriman sejati dan gigih/sabar dalam perjuangan. Jika dua persyaratan ini tidak ada pada mereka, maka mereka tidak akan dapat mengalahkannya, karena Allah tidak mengizinkan. Oleh karena itu, kalau kaum Muslimin ingin mendapatkan izin Allah sehingga mereka dapat mengalahkan orang-orang yang kafir tersebut, maka mereka harus menjadi orang-orang yang beriman dan bertakwa yang sejati. Penjelasan tentang hakikat iman dan takwa itu, dapat dilihat dalam Bab: Beriman Kepada Allah/ dan Bab: Bertakwa Kepada Allah/ .

45

19. Prinsip Agama-Agama yang Kebenarannya Diakui Bersama/ Kata-kata kalimat yang sama-sama diakui kebenarannya adalah yang ada dalam surat 3 ayat 64, yang merupakan arti dari kata mana kita disuruh mengajak kepada seluruh pengikut ahli kitab untuk kembali kepadanya, maksudnya adalah kembali kepada sesuatu kalimat yang berbentuk prinsip-prinsip dasar ajaran agama-agama yang sama-sama diakui kebenarannya oleh berbagai penganut agama Samawi. Hal tersebut ada tiga macam: 1. Kita tidak akan mengabdi/beribadah kecuali hanya kepada Allah. 2. Kita tidak akan menserikatkan/menyekutukan suatu apa pun atau ajaran apa pun dengan Allah dan ajaran-Nya. 3. Kita tidak akan menjadikan para pemimpin agama di antara kita sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Berdasarkan petunjuk Allah swt. tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa: apabila penganut suatu agama yang datang dari Allah, baik kaum Yahudi, Nasrani, kaum Shabiin ataupun kaum Muslimin, melanggar terhadap tiga hal tersebut, maka mereka semakin hari akan semakin jauh dari prinsip-prinsip dasar ajaran Allah yang sama-sama diakui bersama kebenarannya itu. Yang darinya, akan timbul/muncul perselisihan yang semakin hari akan semakin tajam antara penganut suatu agama, dan juga perselisihan antara kelompok di dalam interen agama itu sendiri, sehingga yang karenanya tidak jarang menimbulkan bentrok fisik dan saling menyerang di antara mereka. Hal ini terjadi, karena berbedabedanya pemahaman dari berbagai penganut agama, dan berbeda-bedanya pemahaman dari antar kelompok dalam interen masing-masing agama itu sendiri. Yang kesemuanya itu terjadi karena ajaran-ajaran palsu yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar ajaran Allah itu, mereka yakini bahwa ajaran-ajaran palsu tersebut berasal dari nabi-nabi dan pemimpin-pemimpin agama mereka. Padahal belum tentu sesuatu yang dikatakan/diatasnamakan atau diperbuat oleh nabi-nabi itu, benar-benar ucapan dan perbuatan mereka. Pengatasnamaan palsu tersebut, bisa terjadi pada nabi-nabi mana saja sampai kepada Nabi Muhammad saw. Halhal seperti itu, awal-awalnya dilakukan oleh orang-orang tertentu karena adanya sesuatu kepentingan, baik dia itu yang mendapat predikat dari masyarakat sebagai ulama, pemimpin umat, penguasa, dan lain-lain. Tindakan bohong dengan mengatasnamakan kepada nabi-nabi dan sahabat-sahabatnya dan juga kepada para pemimpin umat itu, amat-amat dicela dan diancam oleh Rasulullah saw. dengan ancaman yang sangat keras (hadis mutawatir lafdhi, riwayat Bukhori dan Muslim). Jadi, rusaknya pemahaman ajaran-ajaran agama yang mana pun, baik itu ajaran agama Yahudi, ajaran agama Nasrani, ajaran agama Shabiin ataupun agama

46

Islam, semuanya itu berpangkal dari tindakan tercela tersebut. Oleh karena itu, Rasulullah saw. datang dengan membawa kitab Suci terakhir/Alquran yang di antara fungsinya adalah untuk meletakkan prinsip-prinsip dasar ajaran Allah, guna mendeteksi ajaran-ajaran mana dari agama-agama sebelumnya dan juga agama Islam itu sendiri yang belakangan sudah tidak murni lagi. Sehingga, di dalam kitab Suci Alquran banyak disebutkan tentang ajaran-ajaran palsu yang ada pada kitabnya orang-orang Yahudi dan Nasrani dan juga tentang kelakuankelakuan mereka yang menyebabkan mereka dimurkai oleh Allah swt., dan tersesat jalan. Maka dari itu, Rasulullah saw. sering memperingatkan kepada kaum Muslimin, agar selalu waspada untuk tidak mengikuti kelakuan-kelakuan tercela mereka yang banyak disebutkan oleh Alquran (hadis Bukhari-Muslim). Tetapi walaupun begitu, sesuai dengan kebiasaan dari berbagai penganut suatu agama yang terdahulu, maka Rasulullah saw. memastikan, Kaum Muslimin di kemudian hari, setapak demi setapak, sehasta demi sehasta akan mengikuti jejak langkah tercela dari orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani (hadis BukhariMuslim). Adapun jejak langkah yang paling tercela di antara jejak-jejak langkah yang tercela dari mereka yang akan diikuti oleh kaum Muslimin itu adalah:

Yang artinya: Mereka, Yahudi dan Nasrani telah menjadikan pendeta-pendeta dan alim ulama mereka sebagai rabb-rabb selain dari Allah (surat 9 ayat 31). Dari sebab jejak langkah yang paling tercela inilah, kaum Yahudi dan kaum Nasrani menjadi suatu kaum yang terpecah belah, tidak punya kekuatan, akhirnya mundur dan kehilangan kekuasaan. Seperti ini juga keadaan kaum Muslimin di zaman ini, yang tentunya disebabkan karena jejak langkah yang paling tercela dari Yahudi dan Nasrani seperti itu sudah mereka tiru dengan sempurna. Padahal kita, kaum Muslimin selalu berdoa supaya dijauhkan dari jejak langkah yang paling tercela dari mereka itu yang menyebabkan mereka dimurkai oleh Allah dan tersesat jalan/ . Maka amat berbahagialah di antara kita, kaum Muslimin yang dikabulkan doanya, sehingga kita tidak tergolong seperti mereka, yang sekaligus kita akan tergolong kepada suatu kelompok umat Rasulullah saw. yang senantiasa berada di atas kebenaran sebagaimana yang beliau sabdakan:

Artinya: Dari umatku ini akan senantiasa ada sesuatu kelompok yang selalu ada di atas kebenaran/petunjuk Alquran, yang mereka ini tidak akan bisa dibahayakan/

47

dikalahkan oleh orang-orang/kelompok lain yang memusuhi/menentang mereka, sehingga akan datang perintah Allah (hadis Bukhari-Muslim). Perlu diberi tanda petik, bahwa jejak langkah yang paling tercela dari Yahudi dan Nasrani sebagaimana yang disebutkan di atas itu apabila ditiru oleh kaum Muslimin, maka akan mengakibatkan seseorang tidak akan bisa beribadah kepada Allah dengan benar, dan akan mengakibatkan seseorang akan menyekutukan/menserikatkan ajaran-ajaran selain dari Allah dengan ajaran-ajaran Allah atau seseorang akan menjadi musyrik, dan seseorang akan mengabdi/ seperti yang disebutkan dalam surat 6 ayat 56. Yang beribadah kepada tiga hal mana sama-sama dicela dan dilarang oleh Allah untuk dilakukan oleh penganut agama mana pun, sebagaimana yang telah disebutkan oleh surat 3 ayat 64 di atas. Tentang bentuk dari mereka telah menjadikan pada para pendeta dan alim ulama mereka sebagai rabb-rabb selain dari Allah, dapat dilihat di dalam MUQODDIMAH di depan, di bagian agak akhir!

48

20. Tidak Semua Ahli Kitab itu Jelek/ Di dalam surat 3 ayat 113 dan ayat 114 disebutkan, Kita tidak boleh memvonis dengan menyamaratakan bahwa semua ahli kitab yang berasal dari penganut agama mana pun itu adalah semuanya jelek/tidak baik dan musyrik. Hal itu karena di dalam kedua ayat tersebut, dan juga di dalam surat 2 ayat 62, dan surat 3 ayat 199 dengan jelas dan tegas dikatakan, Sebagian dari mereka itu ada pribadi-pribadi dan kelompok yang dalam kehidupannya sehari-hari mereka menunjukkan kepatuhannya kepada Allah, mereka mempercayakan diri mereka kepada Allah dan hari yang kemudian, mereka memerintah manusia dengan yang maruf, mereka menghentikan manusia dari perbuatan yang mungkar, dan mereka selalu berlomba-lomba di dalam berbagai perbuatan yang baik lagi terpilih. Sehingga mereka diberi gelar oleh Allah sebagai orang-orang yang saleh/ . Mereka-mereka yang seperti itulah yang apabila dakwah Islam yang benar sampai kepada mereka, niscaya mereka dengan izin Allah akan bisa menerima visi dan misi Islam. Karena, selama dakwah Islam yang benar belum sampai kepada mereka, maka bagaimana mereka akan dapat menerima visi dan misi Islam yang begitu agung dan mulia itu, lebih-lebih lagi kalau apa-apa yang disampaikan oleh sebagian besar dari alim ulama Islam dewasa ini, sebenarnya bukan visi dan misi Islam yang sejati sebagaimana visi dan misi Islam yang disampaikan oleh Rasulullah saw. dan pengikut-pengikutnya yang setia, yang dengan perantaraan mana Rasulullah saw. dan pengikut-pengikutnya yang setia itu dapat memperoleh kejayaan dan kekuasaan. Dan yang lebih parah lagi ditambah dengan berbagai tingkah laku dari sebagian besar orang-orang yang beragama Islam yang tidak mencerminkan akhlak yang mulia sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan pengikut-pengikutnya yang setia tersebut. Karena berbagai tingkah laku yang tercela dan berbagai perbuatan yang tidak islami itu, juga merupakan dakwah dari kaum Muslimin yang langsung dilihat oleh mereka-mereka di luar Islam, sehingga dengan perantaraannya mereka terjauh dari Islam yang benar. Karena bagaimanapun, apabila visi dan misi Islam yang benar lagi agung itu disampaikan kepada orang-orang di luar Islam, pasti mereka yang berhati bersih dan takut kepada Allah akan dapat menerimanya. Hal ini terbukti di masa Rasulullah saw., di masa para sahabatnya, dan di masa pengikut-pengikutnya yang setia, sehingga mereka bisa menaklukkan, memperoleh kejayaan, dan kekuasaan yang begitu mengagumkan di dalam sejarah kemanusiaan. Dan perlu ditambahkan di sini, bahwa perbuatan baik apa saja yang dilakukan oleh orang-orang saleh dari ahli kitab itu, maka perbuatan baik tersebut akan mendapatkan pahala/balasan dari Allah (ayat 115-nya). Hal tersebut dikuatkan oleh surat 2 ayat 62 dan surat 5 ayat 69. Dalam kedua ayat ini dengan tegas telah dikatakan sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orangorang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja yang beriman kepada Allah

49

dan hari yang kemudian dan dia mengerjakan amal yang baik, maka mereka akan mendapatkan pahala dari sisi Rabb mereka, dan rasa khawatir tidak akan menimpa pada mereka dan tidak pula mereka akan berdukacita. Kalau ada hadis-hadis yang isinya bertentangan dengan prinsip yang ada pada ayat-ayat tersebut, maka jelaslah bahwa hadis-hadis itu adalah hadis-hadis palsu, alias tidak pernah disabdakan oleh beliau saw. Berdasarkan ayat-ayat tersebut, maka sangat kelirulah anggapan yang mengatakan, Orang yang di luar agama Islam kalau berbuat baik tidak akan mendapatkan pahala dari Allah. Apa sebab anggapan yang keliru tersebut sering muncul dikalangan kaum Muslimin?, sebabnya karena mereka mengikuti ajaranajaran yang bersumber dari hadis-hadis palsu, seperti yang sudah diutarakan. Karena memang, banyak hadis-hadis palsu yang mengatakan, Orang-orang yang tidak beragama Islam itu, perbuatan baiknya akan sia-sia. Jadi sekali lagi, hadishadis yang seperti itu adalah jelas-jelas sebagai hadis-hadis palsu, karena bertentangan dengan Alquran, walaupun hadis-hadis tersebut para perowinya terpercaya semua.

50

21. Tidak Ada Pembencian di Dalam Agama Islam/ Kata yang ada dalam surat 2 ayat 256, diterjemahkan dengan yang kata

pembencian, kata itu adalah Masdar dari fiil Mutaaddi

ini asal-asalnya adalah dari yang Masdarnya adalah yang artinya adalah kebencian, dan isim Mafulnya adalah yang artinya adalah sesuatu yang dibenci. Yang masing-masing dari kata itu disebutkan dalam Alquran. Jadi, yang dimaksud dengan tidak ada pembencian sama-sekali di dalam agama itu maksudnya adalah di dalam kita menyampaikan dakwah visi dan misi Islam kepada orang lain ataupun kepada pemeluk agama lain itu tidak boleh ada unsur-unsur kebencian di dalam diri kita yang menyebabkan pihak lain merasa dibenci, lebih-lebih lagi pihak lain tersebut akan menjadi benci terhadap pihak yang lainnya. Di dalam menyampaikan dakwah visi dan misi Islam tersebut, kita harus dipenuhi dengan rasa kasih sayang atau dengan kata lain, kita menggunakan , sehingga akan timbul kesan dari orang yang kita dakwahi, bahwa kita umat Islam ini kasih sayang pada mereka dan mereka pun merasa dikasih sayangi sama kita, lebih-lebih lagi pihak lain yang kita dakwahi tersebut harus dapat menjadi orang-orang yang selalu berkasih sayang kepada pihak yang lainnya. Dengan menggunakan Isim Allah, yakni Pengasih lagi Penyayang inilah, kaum Muslimin di masa lalu berhasil di dalam menyampaikan dakwah Islam kepada berbagai pemeluk agama lain, sehingga mereka mencapai kejayaan yang begitu gemilang yang tiada tara bandingannya di dalam sejarah kemanusiaan, sebagaimana yang sudah maklum. yang ada dalam surat 21 ayat 107 itulah Jadi, kalimat yang harus menjadi jiwa bagi para mubalig Islam di dalam menyampaikan dakwah Islam kepada pihak lain ataupun pemeluk agama lain. Tetapi, kalau jiwa yang agung ini hilang dari para mubalig Islam, maka jangan diharap kita akan berhasil di dalam dakwah kita. Jangankan berhasil, bahkan di dalam intern kaum Muslimin itu sendiri satu sama lain akan saling benci-membenci, saling menjatuhkan, saling berebut jabatan, dan kekuasaan. Hal yang sangat mengerikan ini pasti akan terjadi, bahkan sudah terjadi dalam jangka waktu yang sudah cukup lama. Dan untuk mengatasi hal tersebut, sekali lagi kaum Muslimin, terutama para mubalig dan alim ulamanya harus senantiasa menggunakan Isimnya Allah, yakni Pengasih dan Penyayang dalam segala kegiatannya, sehingga semua pihak akan mendapat rahmat darinya (rohmatan lil aalamiin), yang dengan perantaraannya usaha apa pun yang dilakukannya akan diberkati oleh Allah dengan keberhasilan yang membawa kebaikan bagi banyak pihak. Itulah sebabnya, Rasulullah saw. menyabdakan Segala sesuatu urusan, apa pun bentuknya tidak didasari dengan

51

jiwa pengasih dan penyayang, maka dia akan terputus dari rahmat dan berkat Allah/tidak akan berhasil dengan baik. Jadi, kesimpulan terakhirnya adalah, di dalam prinsip ajaran Islam itu ada tiga hal pokok yang harus selalu diperhatikan oleh kaum Muslimin: 1. Tuhannya adalah Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang (surat 1 ayat 1). 2. Rasulnya selaku pembawa dan pengamal risalah Alquran adalah rohmatan lil aalamiin (surat 21 ayat 107). 3. Kaum Muslimin yang sejati harus menjadi umat yang terbaik yang senantiasa mendatangkan rahmat dan manfaat bagi kemanusiaan (surat 3 ayat 110). Oleh karena itu, kalau ada apa yang konon dikatakan sebagai hadis Nabi, sedangkan isinya bertentangan dengan tiga prinsip tersebut, seperti di antaranya hadis-hadis yang menyebabkan sebagian kaum Muslimin membenci, kasar, dan kejam terhadap umat lain, maka jelaslah hal itu bukan hadis yang berasal dari beliau saw..

52

22. Hikmah Allah untuk Siapa yang Dikehendaki-Nya/ Kata pokok dari fiil yang kata jamaknya adalah . Kata adalah Masdar/kata

di dalam Alquran disebutkan sebanyak

20 kali, dan semuanya pakai , hanya dua yang tidak pakai . Dan dalam surat 2 diartikan dengan kebaikan yang banyak/ . ayat 269, kata Di dalam kamus Munjid disebutkan bahwa kata al-hikmah itu banyak , yang artinya: sesuatu mempunyai arti, yang di antaranya: kalimat yang sesuai dengan kebenaran. Hal ini termasuk dari kebaikan yang banyak yang dimiliki oleh Allah yang jumlahnya tak terhingga itu. Dalam surat 2 ayat 269 itu, dengan tegas disebutkan, Al-hikmah itu akan diberikan oleh Allah kepada siapa yang dikehendaki-Nya, maksudnya adalah: menurut ukuran Allah seseorang tersebut pantas untuk menerima/mendapatkan al-hikmah dari-Nya. Karena Allah-lah yang Maha Mengetahui terhadap seluk-beluk manusia, baik yang lahir ataupun yang batin. Hal ini seperti umpamanya, ada seseorang di suatu tempat yang terpencil, dia dalam kesunyian malam, khususnya dalam sepertiga malam yang akhir selalu berdoa dan menangis di hadapan Allah, memohon dan memohon kepada-Nya, tekun di dalam mengkaji dan menelaah Alquran, sehingga dalam urusan pemahaman terhadap ayat-ayat Alquran pun dia selalu minta petunjuk kepada Allah supaya dapat pemahaman dan pengertian yang benar, dan dalam urusan kehidupan sehari-hari sekecil apa pun, dia akan selalu memohon petunjuk kepada-Nya, yang dengan perantaraan mana dia di dalam menjalani kehidupan sehari-hari selalu hati-hati, selalu ingat terhadap ketetapan-ketetapan Allah, sehingga di dalam hidup bermasyarakat dia berhati bersih, jujur, amanah, banyak kebaikannya untuk orang lain, dan lain-lain, maka siapa tahu kalau orang yang tersebut menurut ukuran Allah pantas untuk menerima al-hikmah dari-Nya? Padahal kalau menurut ukuran manusia umum, dia tidak terkenal, dia bukan ulama, dia tidak bertitel, dia bukan sayyid, dan lain-lain. Dan memang kebanyakan manusia itu biasanya mengukur seseorang itu menurut ukuran-ukuran lahir yang tersebut, sehingga mereka ini mudah menyepelekan orang lain sebelum mendengar dan meneliti terhadap apa-apa yang keluar dari orang lain itu. Maka sesuai benar dengan Alquran, sesuatu pepatah yang mengatakan bahwa: perhatikan apa yang dikatakan oleh seseorang dan jangan kamu memperhatikan kepada seseorang yang mengatakan! Perlu diperhatikan, bahwa al-hikmah itu mencakup berbagai aspek persoalan; yakni al-hikmah yang berhubungan dengan soal-soal pemahaman terhadap kitab Suci, yang berhubungan dengan soal-soal sosial politik, soal-soal ekonomi, soal-soal science-technology, soal-soal berbagai penelitian dan penemuan, dan lain-lain. Karena dalam Alquran, masing-masing orang itu disuruh untuk bekerja keras dengan jujur sesuai dengan bidang dan profesinya masing-

53

masing, sehingga hasil dari pekerjaan atau karyanya itu akhirnya akan dapat mendatangkan kebaikan/manfaat bagi kemanusiaan (surat 6 ayat 135 dan surat 11 ayat 93). Oleh karena itu, Alquran menyuruh kita supaya selalu berdoa kepadaNya agar di dalam berbagai kegiatan kita sesuai dengan bidang masing-masing, selalu diberi al-hikmah/kebaikan yang banyak oleh-Nya, sehingga kita dapat menjadi orang-orang yang saleh di dalam sejarah kemanusiaan dan menjadi pewaris dari kebahagian yang hakiki (surat 26 ayat 83 s/d 85).

54

23. Hasanah di Dunia dan di Akhirat/

Artinya: Dan di antara mereka ada orang yang selalu berdoa: Wahai Rabb kami, hendaklah Engkau memberi kebaikan/keindahan di dalam kehidupan dunia ini dan juga di dalam kehidupan akhirat, dan hendaklah Engkau menginsafkan pada kami terhadap siksaan neraka/kesengsaraan hidup itu (surat 2 ayat 201). Ayat ini menunjukan terhadap sikap mental yang terpuji dari seseorang, yang di dalam menjalani kehidupannya selalu berhati-hati dan selalu berusaha agar tingkah lakunya tidak bertentangan dengan kehendak Allah, karena dia sadar/ insaf bahwa hanya dengan perantaraan mana, seseorang akan dapat memperoleh berbagai kebaikan, baik di awalnya ataupun di akhirnya, jangka pendeknya ataupun jangka panjangnya. Jadi, sebuah doa yang sangat indah yang ada dalam ayat tersebut, bertujuan agar kaum Muslimin dapat mempunyai sikap mental yang terpuji, tidak hanya berhenti di dalam kata-kata doa, tetapi harus diwujudkan di dalam sikap mental kehidupannya sehari-hari. Hal ini seperti, kalau seseorang karena perjuangannya yang sangat gigih telah mendapatkan suatu kedudukan, jabatan, pangkat, yang , maka mana kesemuanya ini merupakan sesuatu awal yang baik/ dia akan memanfaatkan apa yang diperolehnya itu dengan sebaik-baiknya dengan berorientasikan untuk manfaat manusia, dan dia akan selalu berusaha untuk menjauhkan diri dari berbuat sewenang-wenang dan menyalahgunakan jabatan yang diperolehnya, niscaya dia akan memetik buahnya yang indah di kemudian hari/ , yang tentunya dengan perantaraan mana, buah yang indah itu pun akan dipetiknya juga di dalam kehidupan sesudah kematian nanti. Tetapi sebaliknya, apabila dia tidak bersyukur/tidak menghargainya dengan jalan menyalahgunakan semuanya itu untuk pemuasan hawa nafsunya yang jahat, untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, dan kelompoknya, niscaya dia akan memetik buahnya yang pahit di kemudian hari dan sesudah kematian nanti. Jadi, hari-hari di mana seseorang sedang menanam benih perbuatan baik ataupun buruk, maka di saat itulah merupakan bagi hari-hari di mana dia akan memetik buahnya. Dan dihari-hari di mana seseorang sedang memetik bagi dia. Dan akhirnya, buah itu pun akan buahnya itu adalah merupakan menampakkan dengan bentuknya yang lebih jelas yang akan dipetiknya sesudah kematiannya nanti/ .

55

Jadi, kata dan kata itu bisa terjadi di dalam kehidupan seseorang di dunia ini sebelum kematiannya, yang mana keduanya ini secara keseluruhan dapat juga menjadi bagi seseorang untuk yang akan terjadi sesudah kematiannya.

56

24. Azab di Dunia dan di Akhirat/

Artinya: Maka adapun orang-orang yang mereka telah kufur, niscaya Aku akan mengazab mereka dengan azab yang sangat di dalam kehidupan dunia ini dan di dalam kehidupan akhirat. Dan tidak akan ada orang-orang yang dapat menolong mereka (surat 3 ayat 56). Berdasarkan ayat ini dan juga ayat-ayat yang lain, maka jelaslah bahwa balasan yang berbentuk azab bagi amal kejahatan seseorang itu, akan dibalaskan oleh Allah di dunia ini juga. Adapun siksaan/azab Allah yang diterima oleh seseorang di dalam dunia ini adalah merupakan monster atau bentuk contoh azab, yang dengan perantaraannya, seseorang di dalam dunia ini akan dapat mengambil pelajaran darinya, sehingga dia tidak akan mengulangi perbuatanperbuatan jahat yang menyebabkan datangnya siksaan Allah itu. Dia sadar benar bahwa di dunia saja sudah begitu pedih siksaan Allah itu, apalagi di dalam kehidupan sesudah kematian nanti. Karena memang Allah mengatakan,

artinya: Bagi mereka adalah suatu siksaan di dalam kehidupan dunia ini, dan azab Allah di dalam kehidupan yang kemudian/sesudah kematian nanti adalah lebih sangat/berat (surat 13 ayat 34). Kata mereka yang akan mendapatkan azab dalam ayat ini adalah umum, yakni siapa saja yang melakukan perbuatanperbuatan jahat/perbuatan-perbuatan yang melanggar peraturan-peraturan Allah, termasuk orang-orang yang beragama Islam. Yang mana perbuatan-perbuatan tersebut merupakan cerminan dari kekufurannya terhadap peraturan-peraturan Allah, maka mereka akan diazab oleh Allah, baik di dunia ini ataupun sesudah kematian nanti. Tentang penjelasan orang-orang yang kafir/orang-orang yang kufur terhadap ketetapan-ketetapan Allah, secara agak terperinci dapat dilihat dalam Bab: Beriman Kepada Allah/ . Jadi, amat salahlah fatwa agama yang mengatakan, Yaumul-jazaa atau daarul-jazaa/hari pembalasan amal itu, hanya terjadi sesudah kematian nanti. Bahkan Alquran mengatakan berkali-kali bahwa: monster atau bentuk contoh dari sesuatu balasan nikmat/surga ataupun balasan siksa/neraka yang akan diterima oleh seseorang akan selalu ditampakkan oleh Allah di dalam kehidupan di dunia ini (surat 39 ayat 27).

57

Bahkan dalam 5 ayat sebelum ayat 27 ini, dengan jelas disebutkan ada dua golongan manusia: 1. Orang yang mau berserah diri/islam terhadap ketetapan-ketetapan Allah. Yang mana mereka ini adalah orang-orang yang senantiasa berada di atas sinar petunjuk-Nya, di mana hidup mereka senantiasa memperoleh ketenangan dan kebahagiaan/surga. 2. Orang-orang yang keras hatinya, tidak mau mengikuti ketetapanketetapan-Nya. Yang mana mereka ini adalah orang-orang yang sesat dan zalim, di mana mereka itu senantiasa disiksa oleh Allah dengan berbagai kehinaan, baik di dunia ataupun lebih-lebih lagi sesudah kematiannya.

58

25. Dunia adalah Kesenangan yang Dapat Memperdaya/

Artinya: Dan tiadalah kehidupan dunia itu melainkan kesenangan yang dapat memperdayakan (surat 3 ayat 185). Ayat yang persis seperti itu, dalam Alquran hanya ada di dua ayat, yang satunya ada di dalam surat 57 ayat 20. Dari kedua ayat ini tersimpul peringatan, bahwa kita disuruh waspada dan hati-hati terhadap kesenangan-kesenangan yang sifatnya sementara/dini, apa pun bentuknya. Karena kesenangan-kesenangan yang sifatnya sementara/dini itu kalau kita tidak selalu ingat kepada peraturanperaturan Allah, maka kesenangan-kesenangan tersebut akan memperdayakan kita, sehingga kita di kemudian hari akan tergelincir jatuh karenanya, baik kesenangan-kesenangan tersebut berasal dari harta benda, pangkat, kedudukan, anak isteri, keturunan terhormat, dan lain-lain. Kesemuanya itulah yang disebut kehidupan dunia, yang apabila kita tidak pandai memanfaatkannya yang sesuai dengan peraturan-peraturan Allah, maka kita akan tertipu olehnya dan menjadi orang yang kufur yang menyebabkan kita akan hidup sengsara, baik di dunia ini ataupun sesudah kematian nanti (surat 3 ayat 56 dan surat 13 ayat 34). Tetapi sebaliknya, apabila kita pandai-pandai memanfaatkan kesemuanya itu yang sesuai dengan peraturan-peraturan Allah, maka kesenangan-kesenangan yang sifatnya abadi akan kita peroleh, baik di saat/sedini itu ataupun di saat harihari yang kemudian, dan lebih-lebih lagi di saat sesudah kematian nanti. Memang, harta benda, pangkat, kedudukan, dan lain-lainnya itu, apabila kita mati, tidak akan kita bawa, akan tetapi nilai manfaat yang kita ciptakan dari kesemuanya itu, maka itulah yang akan kita bawa di saat kita mati. Kita ambil sebuah contoh: Kalau ada seseorang yang dia mempunyai kedudukan tinggi, hartanya banyak, yang kemudian dia memanfaatkan kedudukan dan hartanya itu untuk kesejahteraan lahir batin keluarganya, masyarakatnya, dan bangsanya, sehingga dengan perantaraan mana keluarganya dapat menjadi orang-orang yang saleh, banyak orang yang tertolong, sebagian mereka dapat melanjutkan pendidikannya karena memang sebelumnya tidak mampu padahal dia cerdas, sebagian mereka lagi dapat memperoleh perkerjaan yang wajar, berbagai kejahatan yang mestinya timbul di masyarakat akibat dari kebodohan dan pengangguran dapat diminimalisir, dan lain-lain, maka nilai pangkat dan nilai harta yang begitu agung lagi mulia seperti itulah yang akan dibawa oleh seseorang apabila dia mati. Jasa-jasa dan amal-amal saleh seperti yang tersebut, oleh Alquran disebut sebagai al-baaqiyaat ash-shoolihaat, dan menurut hadis disebut sebagai amal jariah. Dan menurut Alquran, jasa-jasa dan amal-amal saleh yang seperti itulah yang harus dicita-citakan oleh seseorang yang hidup di dunia ini, karena hal itu adalah sebaik-baik cita-cita, sebaik-baik ganjaran, dan

59

sebaik-baik benteng untuk menghindarkan dari hal-hal yang negatif dan jahat yang akan timbul (surat 18 ayat 46 dan surat 19 ayat 76). Kalau ada istilah yang sering kita dengar dari para dai dan mubalig yang mengatakan, Apalah artinya hidup di dunia ini yang cuma sebentar, kalau toh seseorang mati, maka harta dan pangkatnya itu tidak akan dibawa. Istilah dalam kalimat ini sepintas memang kelihatannya benar, tetapi apabila kita lihat lebih jauh berdasarkan kacamata Alquran, maka istilah itu adalah keliru besar, karena akhirnya kita akan menyepelekan kehidupan dunia ini, baik berupa pangkat, harta, dan lain-lain. Padahal yang dengan perantaraan mana, seseorang akan dapat beramal saleh yang lebih luas jangkauan manfaatnya, sehingga kehidupan mereka akan selalu hasanah/baik, baik di dalam kehidupan dunia ini ataupun di dalam kehidupan sesudah kematian nanti. Hal ini sebagaimana doa yang telah diajarkan oleh Allah swt. dalam Alquran, robbanaa aatinaa fid-dunya hasanah wa filaakhiiroti hasanah wa qinaa adzaaban-naar (surat 2 ayat 201). Memang, dalam Alquran banyak ayat yang mengatakan, bahwa kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah sebagai permainan dan pelalaian, dan bahwa kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah sebagai kesenangan yang sedikit, sebagai kesenangan yang memperdayakan, dan lain-lain yang senada dengannya. Maksud dari semuanya itu adalah seperti yang diterangkan di atas, yakni supaya kita waspada dan hatihati, sehingga kita tidak akan dapat dipermainkan, dilalaikan, dan diperdayakan oleh kehidupan dunia, baik berupa harta benda, pangkat, keturunan terhormat, dan lain-lain yang menghiasi kehidupan dunia ini. Sehingga dengan perantaraan mana, kita akan dapat memanfaatkan masing-masingnya itu dengan sebaik-baiknya sebagaimana yang sudah dijelaskan. Tetapi sebaliknya, kalau kita tidak hati-hati dan waspada terhadap semuanya itu, maka kita akan dipermainkan, dilalaikan, dan diperdayakan olehnya, akhirnya kita akan banyak melanggar peraturan-peraturan Allah, alias menjadi orang yang kufur di dalam mengejar kesenangan-kesenangan duniawi yang tersebut, dan akhir bin akhirnya, kita di kemudian hari akan mengalami nasib yang sengsara yang akan selalu dihujat oleh masyarakat. Kalau diperhatikan, kesenangankesenangan sementara yang diperoleh oleh mereka itu, jika dibandingkan dengan kesengsaraan mereka yang diperoleh di kemudian hari dan sesudah kematian nanti, maka kesenangan-kesenangan di awal itu hanyalah kesenangan yang sedikit sekali, selewat alias sekejap, tidak bisa dirasakan lagi. Oleh karena itu, Alquran sering mengatakan, bahwa kesenangan di dalam kehidupan yang ada di hari-hari yang kemudian/di akhirat dan sesudah kematian nanti adalah jauh lebih baik, lebih terpilih, dan lebih kekal abadi jika dibandingkan dengan kesenangan yang diperoleh di awalnya yang bersifat sementara dan sekejap itu (surat 6 ayat 32, surat 9 ayat 38, surat 87 ayat 17, dan surat 93 ayat 4).

60

26. Kata

/Jihad Dalam Alquran Bukan Berarti Perang

Dalam Alquran, kata-kata yang berasal dari kata pokok itu ada sebanyak 41 buah, yang fiil Madli sebanyak 15 buah, yang fiil Mudlore ada sebanyak 5 buah, kata pokok/Masdar ada sebanyak 10 buah, isim Faail ada sebanyak 4 buah, dan yang fiil Amer ada sebanyak 7 buah. Dan dari masingmasingnya itu, tidak ada satu pun yang artinya perang. Karena memang, kata jihad itu menurut Alquran dan berbagai kamus Arab, arti pokoknya adalah bersungguh-sungguh/berjuang. Dan untuk arti perang itu sendiri, Alquran /qital. memakai kata-kata yang berasal dari kata pokok Dalam surat 9 ayat 41 ada ayat yang berbunyi:

Yang artinya: Hendaklah kamu berjuang/bersungguh-sungguh di dalam garisan/ jalan Allah dengan harta-harta kamu dan diri-diri kamu .... dalam ayat ini adalah fiil Amer Jamak yang berasal dari Kata kata pokok /jihad. Kata kerja jihad, baik yang fiil Madli dan fiil Mudlore ataupun yang fiil Amer, dalam Alquran biasanya dihubungkan dengan kata-kata /fii sabilillah, sebagaimana yang ada dalam ayat tersebut, yang artinya adalah di dalam garisan/jalan Allah. Dalam surat 29 ayat 69 ada ayat yang berbunyi:

Yang artinya: Dan adapun orang-orang yang bersungguh-sungguh/berjuang di dalam garisan/jalan Kami, niscaya Kami akan menunjuki mereka pada garisangarisan/jalan-jalan Kami. Ayat ini maksudnya adalah umum, yakni siapa saja (sesuai dengan bidangnya masing-masing) yang bersungguh-sungguh atau berjuang agar dirinya dapat berada di dalam peraturan-peraturan yang telah digariskan oleh Allah, maka Allah akan menunjuki mereka ke arah itu. Dalam surat 9 ayat 41 di atas, orang-orang yang beriman telah diperintahkan oleh Allah agar mereka berjihad/berjuang dengan harta dan jiwa , sehingga peraturan-peraturan yang telah mereka/ digariskan oleh Allah dapat ditegakkan di bumi ini, baik untuk dirinya sendiri ataupun untuk orang lain. Dan di dalam surat 25 ayat 52, Allah memerintahkan agar kita berjuang menghadapi orang-orang kafir dengan pakai senjata Alquran, karena perjuangan tersebut adalah suatu jihad yang besar menurut Allah.

61

Dan lagi di dalam surat 9 ayat 73 dan surat 66 ayat 9, ada ayat yang bunyinya sama, yakni:

Yang artinya: Wahai Nabi, hendaklah engkau berjihad/berjuang terhadap orangorang yang kafir dan munafik (dengan senjata Alquran) dan hendaklah engkau kokoh di dalam menghadapi mereka! Perintah jihad dalam ayat yang terakhir inilah yang biasa diartikan dengan perang fisik oleh sebagian kecil kaum Muslimin, sehingga dengan perantaraannya, kata jihad itu menurut mereka selalu identik dengan peperangan secara fisik, padahal ayat tersebut maksudnya adalah, Nabi saw. diperintah oleh Allah untuk menyampaikan visi dan misi Islam yang ada dalam Alquran, agar orang-orang kafir dan munafik segera sadar dari segala kesalahannya. Dan di dalam hal tersebut Nabi saw. diperintahkan agar selalu kokoh/ di dalam memegang kebenaran, sehingga dapat menundukkan mereka. Dan kata ini pulalah, yang biasa diartikan oleh mereka bahwa Nabi saw. disuruh untuk bersikap kasar terhadap orang-orang kafir dan munafik. Sehingga dengan perantaraannya, sebagian kecil kaum Muslimin bersifat keras dan kasar terhadap orang-orang yang mereka anggap kafir. Padahal kata-kata itu berdasarkan ayat-ayat Alquran dan juga yang berasal dari fiil berdasarkan kamus-kamus Arab, artinya tidak senantiasa keras/kasar, lihat kata dan kata yang ada di surat 48 ayat 29 dan surat 4 ayat 21. Dalam kedua ayat tersebut, dua kata ini tidak bisa diartikan dengan kasar atau keras, tetapi diartikan dengan arti kokoh atau kuat. Dan di samping itu, kalau kata dalam ayat tersebut di atas diartikan dengan Nabi saw. disuruh bersikap kasar atau keras terhadap orang-orang kafir, maka arti yang seperti ini akan bertentangan dengan surat 3 ayat 159 yang mengatakan, Nabi saw. itu tidak pernah bersikap kasar terhadap orang-orang yang didakwahi. Bahkan dalam ayat tersebut dikatakan, Nabi saw. itu selalu bersikap lunak dan lemah lembut terhadap mereka, sehingga dengan perantaraannya, orang-orang yang kafir itu banyak yang tertarik kepada Islam. Dari sini, nyatalah bahwa menafsirkan ayat-ayat Alquran itu tidak boleh hanya melihat dari satu ayat saja, karena ayat yang satu terhadap yang lainnya itu saling menerangkan. Kalau menafsirkan ayat-ayat Alquran hanya melihat satu ayat saja, tanpa melihat ayat lain yang menerangkannya, maka akan rusaklah pengertian-pengertian ayat-ayat Alquran itu sendiri. Kita ambil sebuah contoh lagi dalam surat 8 ayat 39 dan surat 9 ayat 29, di situ ada perintah dari Allah agar kaum Muslimin memerangi orang-orang yang kafir dan memerangi orang-orang yang tidak beriman kepada Allah. Kalau hanya melihat dari dua ayat ini saja

62

tanpa melihat ayat lain, maka kaum Muslimin itu wajib memerangi kepada merekamereka secara umum. Jika hal ini dilakukan, maka betapa bengisnya kaum Muslimin di saat itu, setiap ketemu mereka, mereka memeranginya dan menyikatnya habis-habisan. Padahal dalam surat 2 ayat 190 dan surat 22 ayat 39, yang merupakan keterangan dari ayat itu mengatakan bahwa, yang harus diperangi itu adalah mereka-mereka yang memerangi kaum Muslimin. Kepada merekamereka inilah, kaum Muslimin baru diizinkan untuk berperang. Yang tidak memerangi, ya jangan diperangi, karena tugas kita hanyalah menyampaikan visi dan misi Islam yang ada dalam Alquran kepada mereka. Dan kaum Muslimin itu sendiri di masa Rasulullah saw. berdasarkan sejarah Islam yang benar, tidak pernah memulai peperangan. Di masa itu, peperangan terjadi karena orang-orang kafir dan orang-orang musyrik memulai lebih dahulu. Peperangan itu mereka lakukan, karena mereka sudah kehabisan hujah di dalam menghadapi argumen-argumen dari kaum Muslimin, sehingga mereka kehabisan akal yang menyebabkan mereka dendam dan akhirnya untuk melampiaskan kedendaman itu, mereka memulai peperangan. Jadi, kembali lagi kepada kata jihad yang ada di dalam Alquran sebagaimana yang telah dijelaskan, bahwa kata itu tidak bisa diartikan dengan perang, karena untuk arti itu Alquran memakai kata qital. Tetapi, perintah jihad yang artinya berjuang/bersungguh-sungguh yang sifatnya umum itu juga berlaku bagi kita di dalam menjalani peperangan fisik terhadap orang-orang kafir yang memerangi kita, maksudnya adalah kita harus berjuang, bersungguhsungguh di dalam memerangi mereka, sampai mereka dapat dikalahkan atau disadarkan. Di samping itu, kalau kaum Muslimin tidak hati-hati di dalam memahami kata-kata yang ada dalam Alquran seperti yang telah dicontohkan di atas, maka kaum Muslimin akan terjebak, sehingga mereka akan menjadi sosok-sosok yang keras, kasar, dan bengis, yang kesemuanya ini akhirnya akan bertentangan dengan jiwa dari visi dan misi Islam yang rohmatan lil aalamin. Dan di samping itu juga, kaum Muslimin harus lebih hati-hati lagi terhadap hadis-hadis palsu, yang dengan perantaraan meyakini dan mengamalkannya, mereka akan menjadi manusia-manusia kasar seperti yang telah disebutkan. Dalam hal ini, kita ambil contoh beberapa hadis palsu yang mengatakan, Orang yang murtad atau keluar dari Islam itu harus dibunuh/halal darahnya; orang-orang yang musyrik itu harus diperangi sampai mereka mau membaca dua kalimat syahadat; kalau pemerintahan Islam tidak ada dalam sebuah negara, maka kaum Muslimin harus menyendiri ke hutan-hutan untuk mengadakan perang gerilya melawan pemerintahan yang mereka anggap kafir; kaum Muslimin diwajibkan mendengar dan taat yang membabibuta kepada pimpinan Islam walaupun punggung mereka dipukul dan harta mereka diambil; orang mukmin itu diibaratkan seperti unta yang ditusuk batang hidungnya/tidak boleh mengeluarkan pendapat yang lain dari pimpinan;

63

harus ikut kepada pimpinan ke mana saja mereka akan dihalau; dan lain-lain. Sekali lagi, kesemuanya ini adalah hadis-hadis palsu yang Nabi saw. tidak pernah mengucapkannya. Karena isi dan jiwa dari hadis-hadis tersebut bertentangan dengan Alquran. Tentang hadis-hadis palsu yang disandarkan atas nama Rasulullah saw. seperti itu, penjelasannya dapat dilihat dalam Bab: Kewajiban Taat Kepada Allah dan Rasul-Nya.

64

27. Rasulullah saw. Diutus Bukan dengan Mata Pedang Ada sebagian kecil kaum Muslimin yang berkeyakinan bahwa Rasulullah saw. itu diutus dengan mata pedang. Keyakinan mereka itu didasarkan pada suatu riwayat yang konon dikatakan oleh Ali bin Abi Tholib, disamping didasarkan pada berbagai riwayat yang konon disabdakan oleh Rasulullah saw. Dalam riwayat yang konon dikatakan oleh Ali bin Abi Tholib itu, menyebutkan bahwa Rasulullah saw. itu diutus dengan empat pedang. Dan kata mereka, ayat Alquran yang menunjukkan empat pedang tersebut adalah: Yang pertama: pedang untuk menghadapi orang-orang musyrik, yakni surat 9 ayat 5. Di dalam ayat tersebut ada kalimat:

Artinya: Hendaklah kamu membunuh orang-orang musyrik di mana saja kamu menjumpai mereka, dan tangkaplah mereka, dan kepunglah mereka, dan intailah mereka di semua tempat pengintaian. Yang kedua: pedang untuk menghadapi orang-orang kafir dari ahli kitab, yakni surat 9 ayat 29:

Artinya: Hendaklah kamu memerangi orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir, dan mereka tidak mengharamkan apa-apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dan mereka tidak beragama dengan agama yang benar, yakni golongan ahli kitab itu sampai mereka membayar jizyah/pajak dengan sukarela, sedangkan mereka adalah orang-orang yang dalam keadaan kecil/rendah. Yang ketiga: pedang untuk menghadapi orang-orang munafik, yakni surat 9 ayat 73:

65

Artinya: Wahai Nabi, berjihadlah melawan orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikaplah keras terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka Jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya. Yang keempat: pedang untuk menghadapi orang-orang yang zalim/berbuat aniaya, yakni surat 49 ayat 9. Di mana di dalam ayat ini, ada kalimat:

Artinya: Maka jika salah satu dari dua golongan itu membangkang/berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya tersebut sampai mereka kembali kepada perintah Allah. Keempat ayat itulah yang dipakai dalil oleh sebagian kecil kaum Muslimin yang bergaris keras untuk berlaku kasar dan bengis terhadap orang-orang musyrik, orang-orang kafir dari ahli kitab, orang-orang munafik, dan orang-orang yang zalim. Tentang keempat pedang tersebut sebagaimana yang diuraikan di atas, banyak tercantum di dalam berbagai kitab yang berbahasa Arab yang sudah lama beredar di seluruh pelosok dunia Islam, yang di antaranya adalah kitab yang berjudul Qabasatun Min Alquran Al-majid (Fii 1000 Sual wa Jawab) yang ditulis oleh Qasim Asyur. Yang buku tersebut sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia, termasuk bahasa Indonesia. Padahal pengertian yang sebenarnya dari keempat ayat tersebut adalah: Yang pertama: orang-orang yang beriman disuruh membunuh orang-orang musyrik yang memerangi mereka di mana saja orang-orang musyrik itu dijumpai oleh mereka. Pengertian ini telah dijelaskan dalam surat 2 ayat 190 s/d ayat 191. Yang kedua: orang-orang yang beriman disuruh memerangi terhadap orang-orang ahli kitab yang melanggar perjanjian dengan kaum Muslimin, dan mereka berusaha untuk menanamkan kebencian dan melawan serta memerangi terhadap kaum Muslimin dengan berbagai macam cara yang tidak dibenarkan oleh agama mereka sendiri. Sehingga, di saat itu orang-orang ahli kitab tersebut dikatakan bahwa mereka itu tidak beriman kepada Allah dan hari akhir, dan tidak mengharamkan apa-apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dan mereka tidak beragama/ berperaturan dengan agama/peraturan yang benar (sebagaimana yang ada dalam ayat yang kedua itu). Tentang orang-orang ahli kitab, penjelasannya dapat dilihat dalam Bab: Tidak Semua Ahli Kitab itu Jelek/ .

66

Yang ketiga: Nabi saw. disuruh berjihad/berjuang untuk menghadapi orang-orang kafir dan munafik (dengan senjata Alquran), dan beliau disuruh agar selalu kokoh (dalam pendirian/keyakinan) di dalam menghadapi mereka. Jadi, kata jaahid yang kata pokoknya adalah jihaad dalam ayat yang ketiga itu, bukan berarti disuruh berperang secara fisik, tetapi disuruh berjuang untuk menyampaikan visi dan misi Islam yang ada dalam Alquran di dalam menghadapi mereka-mereka itu. Tentang pengertian ini, dapat dilihat dalam surat 25 ayat 52. Dan kata ughluth alaihim tidak bisa diartikan dengan arti hendaklah engkau kasar terhadap mereka, karena kalau diartikan demikian, maka akan bertentangan dengan diutusnya Rasulullah saw. oleh Allah sebagai rohmatan lil aalamiin, surat 21 ayat 107, dan juga bertentangan dengan surat 3 ayat 159 yang mengatakan bahwa, Nabi saw. itu tidak pernah bersikap kasar terhadap orang-orang yang didakwahi, bahkan dalam ayat tersebut dikatakan, Nabi saw. selalu bersikap lunak dan lembut terhadap mereka. Untuk lebih jelasnya hal tersebut, dapat dilihat dalam Bab: /Jihad Dalam Alquran bukan Berarti Perang. Kata Yang keempat: orang-orang yang beriman disuruh memerangi golongan yang tidak mau didamaikan, mereka selalu membandel dan terus menerus menyerang dan berbuat aniaya terhadap golongan lain yang mau berdamai. Dan perlu diketahui, bahwa perintah untuk membunuh dan berperang seperti yang ada dalam ayat-ayat tersebut di atas itu, hanya baru dapat dilakukan dengan berbagai persyaratan, yang di antaranya adalah kaum Muslimin harus berada dalam persatuan dan ukhuwah Islamiah yang sejati, bersatu padu, tidak bercerai berai, sehingga tidak dibenarkan untuk melakukan tindakan membunuh dan berperang dengan sendiri-sendiri, harus ada komando dari pimpinan tertinggi yang mewakili persatuan umat Islam (liga muslim) yang sejati (surat 24 ayat 55).

67

28. Maju dan Mundurnya Sesuatu Bangsa atau Umat/ Dalam surat 3 ayat 27, ada kalimat Allah mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan Allah mengeluarkan yang mati dari yang hidup. Kalau dilihat dari ayat sebelumnya, maka maksudnya adalah, seseorang atau sesuatu bangsa yang mendapatkan kekuasaan dan kemuliaan dari Allah itu, adalah bagaikan sesuatu yang hidup. Di mana kekuasaan dan kemuliaan yang seperti itu, mereka peroleh dengan perjuangan yang penuh dengan kegigihan, karena sebelumnya mereka itu adalah sebagai suatu bangsa/umat yang tertindas, mundur, dan terpecah-belah bagaikan sesuatu yang sudah mati. Dalam keadaan yang serba mundur tersebut, mereka menyadari, bahwa di dalam diri dan intern mereka pasti ada berbagai kesalahan yang menyebabkan kemunduran dan kematian tersebut terjadi. Sehingga, dengan kesadaran dan keinsafan yang begitu tinggi, maka akhirnya mereka meneliti dan mengkaji terhadap berbagai kesalahan yang ada pada mereka. Dan kesadaran serta keinsafan yang seperti itu adalah merupakan awal untuk terjadinya sesuatu perubahan. Kemudian mereka mengadakan reformasi besar-besaran terhadap berbagai pola pikir dan tingkah laku yang salah atau menyimpang dari ajaran-ajaran Allah. Akhirnya, secara evolusi mereka dapat berubah dari suatu bangsa yang mundur lagi mati, menjadi suatu bangsa yang hidup dinamis, berjaya, berkuasa lagi mulia. Akan tetapi sebaliknya, apabila mereka merubah lagi terhadap nasibnya yang sudah hidup dinamis dan berkuasa itu, dengan jalan berpola pikir dan bertingkah laku yang menyimpang dari ajaranajaran Allah, maka secara evolusi pula, mereka pun akan dikeluarkan oleh Allah dari nasib yang hidup dinamis lagi berkuasa itu menjadi suatu bangsa yang mundur, mati/statis lagi hina. Jadi, itulah maksud dari ayat yang mengatakan, Allah mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. Kalau ayat ini diartikan dengan ayam keluar dari telur dan telur keluar dari ayam, maka kurang tepatlah dari ukuran science, karena telur itu sendiri adalah sesuatu yang hidup, dan lebih kurang tepat lagi kalau diukur dari jiwa ayat yang begitu agung itu, karena ayat tersebut berhubungan dengan berbagai perubahan/ nasib baik dan buruk yang akan terjadi silih berganti bagaikan silih bergantinya siang dan malam di alam ini. Sehingga, Allah tidak akan merubah nasib jelek , sehingga mereka mau merubah/mereformasi pada pada suatu kaum/ apa-apa yang ada dalam diri mereka/ yang merupakan penyebab dari datangnya nasib malang tersebut (surat 13 ayat 11). Dan begitu pula sebaliknya, Allah tidak akan merubah atau mencabut nikmat kekuasaan dan kemuliaan yang ada pada suatu bangsa, kecuali Allah akan mencabutnya kalau mereka merubah berbagai pola pikir dan tingkah laku yang sudah benar/islami (surat 8 itu menjadi pola pikir dan tingkah laku yang tidak islami/ ayat 53 dan surat 3 ayat 85).

68

29. Proses Kehendak Allah di Dalam Hendak Menyesatkan dan Menunjuki Seseorang/

Adapun kalimat Allah akan menyesatkan pada siapa yang Dia kehendaki dan akan menunjuki pada siapa yang Dia kehendaki itu, dalam Alquran disebutkan berpuluh-puluh kali, yang di antaranya dalam surat 14 ayat 4, surat 16 ayat 93, surat 35 ayat 8, dan lain-lain. Adapun proses kehendak Allah di dalam hendak menyesatkan dan menunjuki seseorang itu, tidak dapat dipisahkan dari peraturan-peraturan dan ketetapan-ketetapan-Nya yang ada dalam Alquran. Bagaimanakah peraturanperaturan Allah itu, sehingga seseorang akan disesatkan dan ditunjuki oleh-Nya? Semuanya itu diatur dan dijelaskan oleh-Nya di dalam kitab Suci Alquran. Setiap kesesatan dan petunjuk yang dijanjikan akan diterima oleh seseorang itu, telah ditetapkan oleh peraturan-peraturan-Nya yang begitu rapi, yang satu sama lain tidak akan mungkin bertentangan. Jadi, amat salahlah ungkapan yang mengatakan, Allah itu berkuasa untuk melakukan apa saja yang Dia kehendaki yang melanggar peraturan-peraturan yang ditetapkan-Nya sendiri. Karena dalam Alquran Allah telah menetapkan Bahwa apa-apa yang telah dijanjikan oleh Allah melalui ketetapan-ketetapan-Nya yang ada dalam Alquran itu pasti akan terjadi (surat 10 ayat 55, surat 18 ayat 98, surat 30 ayat 60, dan lain-lain), dan tidak mungkin akan diperselisihi oleh-Nya/tidak mungkin tidak akan terjadi atau tidak mungkin tidak akan menjadi kenyataan (surat 3 ayat 9, surat 3 ayat 194, surat 13 ayat 31, dan lain-lain). Berdasarkan ketetapan Allah dalam surat 45 ayat 23, disebutkan Bahwa orang yang selalu mengikuti keinginan-keinginan jahat atau hawa nafsunya atau dengan kata lain dia telah menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan, maka atas dasar itu Allah pun menyesatkannya dan menutup pendengaran, hati nurani dan pandangannya. Jadi, kehendak dia untuk memilih langkah-langkah jahat yang bersumber dari kekuatan setan yang ada pada dirinya itulah, yang menyebabkan Allah berkehendak untuk menyesatkannya. Tetapi sebaliknya, kalau dia berkehendak untuk memilih langkah-langkah yang baik lagi terpuji yang bersumber dari kekuatan malaikat yang ada pada dirinya itu, maka Allah pun akan berkehendak untuk memberikan hidayah atau menunjukinya. Dalam hal ini, akal sehat seseoranglah yang sangat menentukan, kalau seseorang tersebut sebelum memilih dan menentukan langkah, dia menggunakan akal sehatnya, maka dia akan menjatuhkan pilihan dengan pilihan yang benar. Tetapi sebaliknya, kalau dia tidak mau menggunakan akal sehatnya, maka dia akan menjatuhkan pilihan dengan pilihan yang salah. Oleh karena itu, Alquran berkali-kali memerintahkan agar manusia dalam segala hal selalu menggunakan akal sehatnya, yang akal sehat mana adalah merupakan anugerah yang maha besar dari Allah Sang Maha Pencipta. Dan berkali-

69

kali pula, Alquran menegur kepada orang-orang yang salah dalam menjatuhkan pilihannya dengan kalimat kenapa kamu tidak menggunakan akal sehatmu? Dan berdasarkan surat 10 ayat 100, disebutkan Bahwa orang-orang yang tidak mau menggunakan akal sehatnya, maka jiwanya akan menjadi kotor. Dan dalam surat 8 ayat 22, disebutkan Bahwa sejahat-jahatnya makhluk adalah orang-orang yang tidak mau menggunakan akal sehatnya. Dan banyak lagi ayat-ayat Alquran yang mencela terhadap orang-orang yang tidak mau menggunakan akal sehatnya.

70

30.

Proses Kehendak Allah di Dalam Hendak Mengampuni dan Menyiksa Seseorang/

Adapun kalimat Allah akan memperbaiki/mengampuni untuk siapa yang Dia kehendaki dan akan menyiksa pada siapa yang Dia kehendaki itu, dalam Alquran disebutkan sangat banyak sekali, yang di antaranya dalam surat 2 ayat 284, surat 5 ayat 40, surat 48 ayat 14, dan lain-lain. Adapun proses kehendak Allah di dalam hendak memperbaiki/ mengampuni dan menyiksa seseorang itu tidak dapat dipisahkan dari peraturanperaturan dan ketetapan-ketetapan-Nya yang ada dalam Alquran. Bagaimanakah peraturan-peraturan Allah itu, sehingga seseorang akan diperbaiki/diampuni dan disiksa oleh-Nya? Semuanya itu diatur dan dijelaskan oleh-Nya di dalam kitab Suci Alquran. Setiap perbaikan/pengampunan dan siksaan yang dijanjikan akan diterima oleh seseorang itu, telah ditetapkan oleh peraturan-peraturan-Nya yang begitu rapi, yang satu sama lain tidak akan mungkin bertentangan. Jadi, amat salahlah ungkapan yang mengatakan, Allah itu berkuasa untuk melakukan apa saja yang Dia kehendaki yang melanggar peraturan-peraturan yang ditetapkanNya sendiri. Karena dalam Alquran, Allah telah menetapkan Bahwa apa-apa yang telah dijanjikan oleh Allah melalui ketetapan-ketetapan-Nya yang ada dalam Alquran itu pasti akan terjadi (surat 10 ayat 55, surat 18 ayat 98, surat 30 ayat 60, dan lain-lain), dan tidak mungkin akan diperselisihi oleh-Nya/tidak mungkin tidak akan terjadi atau tidak mungkin tidak akan menjadi kenyataan (surat 3 ayat 9, surat 3 ayat 194, surat 13 ayat 31, dan lain-lain). Dalam surat 3 ayat 135-136, telah disebutkan tentang peraturan Allah bagi orang-orang yang ingin mendapatkan perbaikan/pengampunan dari-Nya, yakni orang-orang yang melakukan perbuatan keji dan jahat itu harus cepatcepat sadar mengingat Allah, lantas segera menyesali perbuatan jahatnya dan minta kepada Allah agar perbuatan-perbuatan jahatnya itu diperbaiki oleh-Nya dan akhirnya diampuni. Dan setelahnya itu mereka tidak akan mengulangi untuk melakukan perbuatan-perbuatan jahat lagi. Dan apabila ketetapan peraturanperaturan Allah ini dijalankan oleh mereka, maka barulah Allah berkehendak untuk memperbaiki dan mengampuni mereka. Dan dalam surat 13 ayat 22, ada peraturan Allah lagi, yakni mereka harus segera banyak melakukan perbuatanperbuatan yang baik agar perbuatan-perbuatan yang jahat yang sewaktu-waktu dapat muncul, dapat ditolak dan dielakkan. Karena, hanya dengan melakukan berbagai perbuatan yang baik sajalah, maka perbuatan-perbuatan yang jahat itu baru akan dapat dilenyapkan (surat 11 ayat 114). Bahkan, Rasulullah saw. sering menyabdakan Hendaklah kamu mengikutkan/menindihkan perbuatan-perbuatan baik lagi indah terhadap perbuatan-perbuatan yang jahat, niscaya perbuatanperbuatan yang baik tersebut akan dapat melenyapkannya dan hendaklah kamu berakhlak mulia di dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Jika

71

peraturan-peraturan Allah tersebut dijalankan dengan penuh keinsafan oleh orangorang yang telah berbuat jahat, niscaya mereka akan dikehendaki oleh Allah untuk diperbaiki dan akhirnya akan diampuni oleh-Nya/ . Tetapi sebaliknya, apabila orang-orang yang telah berbuat jahat itu tidak sadar/insaf dan makin hari perbuatan jahatnya makin menjadi-jadi, bahkan sampai mati mereka juga belum juga sadar, maka ketetapan atau peraturan Allah dalam surat 3 ayat 90-91, surat 4 ayat 137-138 menetapkan, bahwa mereka akan dikehendaki oleh Allah untuk disiksa dan dimasukkan ke dalam neraka, baik di dunia ini ataupun . lebih-lebih lagi sesudah kematian nanti/ Tentang kata yang diartikan dengan arti memperbaiki, penjelasannya dapat dilihat dalam Bab: Arti Istighfar/ ... dan Hakikatnya Menurut Alquran.

72

31. Kewajiban Taat Kepada Allah dan Rasul-Nya Di dalam berbagai ayat Alquran itu sangat banyak sekali disebutkan kalimat: , dan yang sejenisnya, yang di antaranya di dalam surat 3 ayat 32 dan ayat 132, surat 24 ayat 54, surat 4 ayat 59, surat 5 ayat 92, dan lain-lain, yang arti kalimat itu adalah hendaklah kamu mematuhi pada Allah dan rasul-Nya. Perintah dalam kalimat tersebut ditujukan, khususnya kepada orang-orang yang beriman. Kita, kaum Muslimin disuruh mematuhi Allah dan mematuhi rasul-Nya, maksudnya adalah mematuhi terhadap ketetapan-ketetapan Allah yang ada dalam Alquran dan mematuhi terhadap jejak-jejak Rasulullah saw. di dalam mengamalkan risalah Alquran. Kalau mengenai ketetapan-ketetapan yang ada dalam Alquran itu sudah jelas ayat-ayatnya berasal dari Allah. Tetapi, walaupun begitu, maksud ayat-ayat tersebut masih bisa disalahpahami oleh masing-masing orang, karena latar belakang ini dan itu. Dan untuk mengatasi hal tersebut, dalam rangka mencari pemahaman yang benar, masing-masing dari kaum Muslimin haruslah berlapang dada dan berkewajiban untuk menyampaikan argumenargumennya secara santun lagi qurani yang dapat mendukung terhadap pemahaman masing-masing yang dianggap dan diyakininya sebagai pemahaman yang benar. Sedangkan, mengenai jejak-jejak Rasulullah saw., apakah dia berbentuk ucapannya, perbuatannya ataupun ketetapannya, maka hal itu akan lebih sulit lagi untuk dapat mendeteksinya, apakah benar hal yang dibilangkan berasal dari Rasulullah saw. itu benar-benar ucapannya, benar-benar perbuatannya dan benarbenar ketetapannya? Karena ketiga hal tersebut, kebanyakannya tidak ditulis atau tidak dicatat di zaman Rasulullah saw., atau dengan kata lain ketiga hal tersebut ditulis dan dicatat sekitar dua abad, bahkan ada yang tiga abad lebih setelah Rasulullah saw. wafat, yakni berdasarkan laporan dari si A, dan si A dapat dari si B, dan si B dapat dari si C, dan si C dapat dari si D, dan si D dapat dari si E, dan si E dapat dari sahabat, kemudian dari Rasulullah saw., yang akhirnya dikatakan bahwa Rasulullah saw. mengatakan ini dan itu, berbuat ini dan itu, dan menetapkan ini dan itu. Jadi, ketiga hal tersebut yang konon dikatakan sebagai hadis atau sunnah Rasul itu didapat melalui laporan dari seseorang ke seseorang di dalam masa sekitar lima generasi. Oleh karena itu, amat sulitlah untuk dapat mendeteksi bahwa ketiga hal tersebut benar-benar berasal dari Rasulullah saw. Tetapi walaupun begitu, ada cara yang sangat mudah untuk dapat mendeteksinya, yakni dengan memakai alat Alquran yang di dalam surat Yasin ayat 2, dikatakan, bahwa Alquran itu sebagai sesuatu yang dapat memutuskan/menghakimi, yakni memutuskan apa saja secara benar, termasuk memutuskan apakah benar yang dikatakan hadis ini dan hadis itu adalah benar-benar ucapan, perbuatan dan ketetapan Rasulullah saw.? Kalau memang hal itu benar-benar berasal dari

73

Rasulullah saw., maka kita pun wajib mengikutinya. Karena pada waktu itu, berarti kita mengikuti Alquran. Karena bagaimanapun ucapan, perbuatan, dan ketetapanketetapan Rasulullah saw. itu adalah merupakan manifestasi dari pengamalan Alquran itu sendiri, sehingga karenanya telah disebutkan, bahwa akhlak-akhlak/ jejak-jejak Rasulullah saw. itu adalah Alquran. Jadi, kalau ada sesuatu yang konon dikatakan sebagai hadis atau sunnah Rasul, tetapi isi dan jiwanya bertentangan dengan isi dan jiwa Alquran, maka hal tersebut jelas bukan hadis atau sunnah Rasul, atau dengan kata lain hadis dan sunnah Rasul yang sengaja dibikin-bikin/hadis maudhuu. Sehingga, amat bijaksanalah para ahli ilmu hadis yang mengatakan, bahwa: syarat pokok hadis sahih itu adalah isi dan jiwanya tidak boleh bertentangan dengan Alquran. Oleh karena itu, masing-masing kita dari kaum Muslimin hendaklah sangat berhati-hati terhadap hadis-hadis yang ada dalam berbagai kitab hadis, hendaklah kita menggunakan Alquran sebagai alat untuk dapat menyeleksi, mana hadishadis yang benar dari Rasulullah saw., dan mana-mana yang bukan. Untuk mengetahui hal itu, janganlah kita hanya menggunakan alat-alat yang dibikin oleh manusia, yang pengetahuannya sangat relatif dan tidak mengetahui yang gaib itu, yakni dengan jalan menggunakan alat, yang dengan alat mana konon dapat diketahui bahwa si A, si B, si C, dan seterusnya yang meriwayatkan hadishadis itu adalah orang-orang yang terpercaya, orang-orang yang takwa, orangorang yang kuat hafalannya, dan lain-lain, sehingga dengan perantaraannya, hadishadis yang konon diriwayatkan oleh mereka-mereka itu dianggap dan diyakini sebagai hadis sahih. Padahal, untuk mengetahui orang-orang tersebut yang hidupnya jauh ratusan tahun bahkan ribuan tahun sebelum kita, yakni bahwa orang-orang itu bertakwa atau tidak, terpercaya atau tidak, itu bukan urusan dan tanggung jawab kita, karena masalah itu adalah masalah hati seseorang dan hanya Allah yang dapat mengetahuinya. Di samping itu, bahwa orang yang sejujur apa pun, pasti akan pernah melakukan kesalahan yang tidak disengaja, sehingga ada doa Ya Allah, janganlah Engkau menghukum kami jika kami lupa atau melakukan kesalahan yang tidak disengaja. Dan di samping itu juga, bahwa orang-orang yang konon meriwayatkan hadis-hadis itu, baik si A, si B, si C, dan seterusnya, dapat saja terjadi bahwa bukan mereka yang meriwayatkannya, tetapi orang lain yang sengaja mengada-adakan riwayat hadis dengan dikatakan bahwa yang meriwayatkannya itu adalah mereka, karena adanya kepentingan-kepentingan tertentu. Hal yang seperti ini sangat mungkin terjadi, sebagaimana sangat mungkin terjadinya hal tersebut pada diri Rasulullah saw. Sehingga beliau bersabda: Barang siapa yang mengada-adakan dusta atas namaku, maka hendaklah dia bersiap-siap untuk menempati tempat duduknya dari api/akan sengsara (hadis Mutaawatir). Maksudnya adalah, akan banyak orang yang memakai nama beliau, sehingga beliau dikatakan, mengatakan ini dan berbuat itu, padahal beliau saw.

74

tidak pernah mengatakan dan memperbuatnya. Bagi mereka yang melakukan kedustaan seperti itu, diancam oleh Rasulullah saw. dengan ancaman yang sangat keras, seperti yang telah disebutkan. Jadi, sekali lagi sangat hati-hatilah terhadap hadis-hadis palsu/maudhuu yang ada dalam berbagai kitab hadis, karena dia adalah merupakan berhala yang apabila kita sembah, kita yakini, dan kita amalkan, maka hal itu akan dapat mengakibatkan hal-hal yang buruk yang akan menimpa umat Islam ini. dampakdampak buruk yang ditimbulkan oleh hadis-hadis palsu itu dipakai judul oleh Muhammad Naashiruddiin al Albanii di dalam kitabnya yang berjudul lengkap:

75

32. Seruan Untuk Menghidupkan dan Mengembangkan Bantuan dari Orang Lain/ Dalam surat 4 ayat 86 disebutkan, dan apabila kamu telah dihidupkan (oleh orang lain) dengan sesuatu penghidupan (apa pun bentuknya), maka hendaklah kamu menghidupkan (pada penghidupan tadi) dengan yang lebih indah darinya, atau hendaklah kamu menolakkan/membalaskannya (dengan yang semisalnya). Sesungguhnya Allah adalah Maha Penghitung/Pentaksir yang sangat tepat terhadap segala sesuatu. Dalam ayat tersebut, ada kalimat yang perlu dijelaskan dari segi bahasa, yakni kalimat: Di dalam kalimat Arab ini, ada tiga kata yang perlu diperhatikan: , yang artinya kamu telah dihidupkan, karena dia Yang pertama: adalah fiil Madli Majhul/kata kerja bentuk telah yang pasif. Yang kedua: , yang artinya penghidupan, karena dia ini adalah Masdar/kata pokok. Yang ketiga: yang artinya Hendaklah kamu menghidupkan karena dia adalah fiil Amer/kata kerja perintah. Yang ketiganya itu berasal dari fiil Mutaaddi yang Maruf/aktif, . Fiil ini adalah fiil Lafiif/kata kerja yang huruf terakhirnya yakni adalah huruf dari Bab , yang mana fiil ini sebelum menjadi fiil Mutaaddi berasal dari fiil Lazim, yakni , yang artinya hidup. Adapun maksud dari ayat tersebut di atas adalah umum, sehingga kata dalam ayat tersebut disebutkan dalam bentuk isim Nakiroh/kata yang umum. Jadi, siapa pun orangnya, kalau dia dihidupkan oleh orang lain dengan penghidupan tertentu, maka hendaklah dia berusaha mengembangkannya, sehingga penghidupan tadi manfaatnya akan lebih luas, kalau tidak bisa karena kemampuannya terbatas, maka hendaklah dia memanfaatkannya sesuai dengan yang dia terima. Penghidupan/ di sini, maksudnya adalah bermacam-macam: penghidupan semangat, jiwa, kemampuan, ilmu, akhlak, ekonomi, politik, dan lain-lain. Karena, semangat, jiwa, kemampuan, ilmu, akhlak, ekonomi, politik seseorang, ataupun bangsa itu bisa mati alias tidak hidup, karena memang mereka tidak tahu cara-cara mana yang harus ditempuh agar semuanya itu bisa hidup, bisa berkembang dan bisa maju. Karena keterbatasan kemampuan mereka ini dari segala segi, maka perlu bantuan dari berbagai pihak yang mampu untuk dapat

76

menghidupkan semuanya itu. Makanya, kalau seseorang atau bangsa sudah dibantu dan dihidupkan oleh pihak lain dalam beberapa hal yang tadinya mati itu, maka mereka harus dapat memanfaatkannya, mengembangkannya dan menghidupkannya, sehingga semuanya itu bisa berkembang dan bisa hidup, bahkan kalau bisa, lebih berkembang dan lebih hidup dari pihak lain yang membantu memberikan penghidupan tersebut. Dan Alquran itu sendiri, seruan-seruan dan ajaran-ajarannya yang apabila diikuti/dipatuhi akan dapat menghidupkan semuanya yang tersebut di atas (surat 8 ayat 24). Dan hal itu telah terbukti di zaman kaum Muslimin di masa lalu, baik dalam kejayaan mereka di Madinah, Mekah, Baghdad, Spanyol, Turki, Mesir, dan lain-lain. Jadi, ayat tersebut di atas jangan dipersempit hanya dengan arti kalau kita diberi ucapan assalaamu alaikum oleh orang lain, kita harus membalasnya dengan yang lebih baik, yakni dengan balasan wa alaikumussalaamu wa rohmatulloohi wa barokaatuhu, atau dengan balasan yang sama, yakni dengan mengucapkan wa alaikumussalaamu. Padahal, ucapan salam yang seperti itu sebenarnya mempunyai makna yang sangat agung lagi mulia, yang dengan perantaraan mana, seseorang muslim akan terdidik dan terarahkan untuk selalu dapat berkarya yang bermanfaat/amal saleh yang dapat diserahkan kepada pihak lain, yang mana karya tersebut merupakan salam dia. Dan di samping itu, dengan perantaraan assalamu alaikum dan wa alaikumussalam yang selalu diucapkannya itu, seseorang muslim akan terdidik dan terarahkan untuk dapat selalu mengatakan dan berbuat sesuatu yang baik lagi menyejukkan, yang dengan perantaraan mana suatu kedamaian akan terwujud di dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Amin!

77

33. Kampung/Negeri Kedamaian/Surga/

di Dunia dan di Akhirat

dalam surat 6 ayat 127 Adapun kalimat ayat yang merupakan kelanjutan dari ayat sebelumnya, maka kalau diterjemahkan dengan bebas, artinya bagi orang-orang yang mau mengambil pelajaran dari Alquran, maka mereka akan memperoleh kampung/negeri kedamaian dari sisi Rabb mereka . Kampung/negeri kedamaian/ di sini, maksudnya adalah sesuatu keadaan yang penuh dengan kedamaian dan ketenteraman/surga, baik di dunia ini ataupun sesudah kematian nanti. Yang di dalam keadaan tersebut orang-orang yang bertakwa dan berserah diri/islam terhadap ketetapan-ketetapan Allah, mereka akan tinggal di dalamnya. Oleh karena itu, keadaan tersebut dinamakan kampung/negeri/daar. Dan kalimat daarussalaam itu sendiri terdiri dari dua kata, yang satu adalah daar/kampung/negeri di mana seseorang dapat tinggal atau menetap di dalamnya, dan yang satu lagi adalah assalaam/kedamaian yang mana kata islam/berserah diri terhadap ketetapan Allah adalah berasal darinya. Jadi, kalau kita ingin membangun kampung/negeri yang penuh kedamaian/salaam, baik di dunia ini ataupun sesudah kematian nanti, maka kita harus bertakwa dan berserah diri secara total/islam terhadap ketetapan-ketetapan Allah yang ada dalam Alquran. Hal ini dipertegas dengan kalimat yang ada di akhir surat 6 ayat 127 di atas, yang menyebutkan, Allah adalah Pemimpin mereka disebabkan apa-apa yang mereka kerjakan. Kalimat ini mengandung pengertian bahwa penduduk dari daarussalaam tersebut, terutama para pemimpinnya di dalam sepak terjang perjuangannya selalu menjadikan Allah sebagai Pemimpinnya, yakni dalam mengendalikan negerinya mereka selalu berpedoman pada ketetapan-ketetapan Allah yang ada dalam kitab Suci-Nya. Sehingga, setiap ketetapan yang dibuatnya dan langkah-langkah yang ditempuhnya selalu mencerminkan keimanan dan ketakwaannya yang sejati kepada Allah swt. Di saat itu, benar-benar Allah menjadi Pemimpin mereka (surat 3 ayat 68 dan surat 45 ayat 14, dll.). Dan di saat itu pulalah, keadaan mereka senantiasa hasanah, baik jangka pendeknya ataupun jangka panjangnya.Oleh karena itu, Alquran mengajari kita supaya kita berdoa:

Sehingga, dengan perantaraan doa ini, kita akan bersikap mental yang terpuji seperti jiwa yang ada dalam doa tersebut. Dan tentang pengertian dari doa tersebut, penjelasannya dapat dilihat dalam Bab: Hasanah di Dunia dan di Akhirat/ .

78

Jadi, daarussalaam/surga itu dapat terjadi, baik di dunia ini ataupun sesudah kematian nanti. Adapun daarussalam/surga yang terjadi di dunia ini merupakan suatu contoh/misal, sehingga dengan perantaraannya kita akan dapat meyakini dengan seyakin-yakinnya terhadap daarussalam/surga yang hakiki yang akan terjadi sesudah kematian nanti.

79

34. Jangan Keheranan, Akhirnya Ikut-Ikutan Mengejar Harta Benda Dunia dengan Jalan yang Tidak Halal/ Dalam surat 9 ayat 55 dan ayat 85 ada suatu ayat yang kalau diterjemahkan dengan bebas, artinya Harta benda dan anak-anak mereka janganlah mengherankan kepada kamu. Sesungguhnya Allah dengan perantaraan mana, hanya ingin menyiksa mereka di dalam kehidupannya di dunia ini. Dan jiwa mereka tidak akan tenang selamanya karena tingkah laku kufur mereka itu. Dalam surat 9 ayat 55 dan ayat 85 ini, kita dilarang terpesona atau takjub terhadap kemewahan harta benda yang diperoleh mereka, khususnya yang diperoleh para penguasa yang zalim beserta anak-anaknya dalam berbagai kemewahan harta, yang semuanya itu diperoleh dengan jalan yang tidak halal. Karena kesemuanya itu tidak akan dapat mendatangkan kebahagiaan dan ketenteraman dalam kehidupan di dunia ini, bahkan sebaliknya dengan perantaraan mana, Allah akan menyiksa mereka, sehingga benar-benar jiwa mereka akan menjadi hancur karenanya, baik di dunia ini ataupun sesudah kematiannya nanti. Ayat tersebut tidak berarti bahwa kita dilarang mengejar untuk memperoleh harta benda dunia, baik berupa ilmu, pangkat, harta, ataupun lainnya, selama hal tersebut digunakan untuk dapat meningkatkan amal saleh/karya kita. Bahkan Alquran menyuruh kita untuk mengejar dan memperolehnya sebanyak mungkin, sehingga dengan perantaraannya, kita akan dapat unggul, mengalahkan umat lain di dalam berlomba-lomba untuk berbuat baik dan beramal saleh (surat 2 ayat 148 dan surat 5 ayat 48). Dalam kehidupan orang-orang yang beriman, apa pun rezeki yang Allah berikan kepada mereka, baik ilmu, harta, pangkat, anak-anak, ataupun yang lainnya, maka semuanya itu harus dijadikan alat untuk dapat meningkatkan di dalam beramal saleh/berkarya, sehingga manfaatnya untuk kemanusiaan akan lebih luas jangkauannya (surat 2 ayat 3, surat 8 ayat 3, surat 22 ayat 35, surat 28 ayat 54, surat 32 ayat 16, surat 42 ayat 38, dan lain-lain). Dan tentang hakikat orang-orang yang beriman kepada Allah, dapat dilihat dalam Bab: Beriman Kepada Allah/ . Surat 9 ayat 55 dan ayat 85 di atas tidak dapat diartikan dengan arti Harta benda yang banyak itu tidak penting, anak-anak yang berhasil memperoleh gelar ini dan gelar itu juga tidak penting. Semuanya itu adalah urusan dunia dan apabila manusia mati, semuanya tidak akan dibawa, manusia di dunia ini hanyalah sebentar, seperti orang yang mampir ngombe/singgah di rumah orang untuk minta minum, dan lain-lain yang sejenisnya. Yang penting dalam dunia ini adalah mengejar urusan akhirat, sehingga nanti bisa masuk surga yang kenikmatannya akan abadi selama-lamanya dan lain-lain sejenisnya. Arti dan ulasan terhadap ayat tersebut sepintas memang kelihatan benar, tetapi apabila ditinjau lebih dalam

80

yang sesuai dengan jiwa Alquran, maka arti dan ulasan tersebut adalah keliru besar. Hal ini disebabkan karena kalau seseorang dengan jalan halal dapat memperoleh harta yang banyak, dan harta itu dimanfaatkan untuk kepentingan kemanusiaan, baik untuk kepentingan keluarganya, masyarakat sekitarnya, ataupun bangsanya, maka harta yang seperti itu akan menjadi amal saleh baginya. Dan nilai amal saleh yang berasal dari harta tersebut itulah yang akan dia bawa mati untuk disuguhkan dihadapan Allah, sehingga Allah akan senang/rida kepadanya. Terhadap orang yang sukses seperti yang tersebut, kita wajib kagum dan angkat topi dan mengucapkan salam kepadanya. Begitu juga kalau seseorang selalu tekun dan gigih di dalam mendidik anak-anaknya, sehingga anak-anaknya dapat meraih gelar ini dan gelar itu, pangkat ini dan pangkat itu, yang karenanya anak-anaknya tersebut dapat beramal saleh/ berkarya yang bermanfaat banyak bagi kemanusiaan alias menjadi anak-anak yang saleh, maka nilai kebaikan yang berasal dari jabatan atau pangkatnya itulah yang akan dibawa mati olehnya. Dan di saat itu, kedua orang tuanya akan mendapatkan bagian kebaikan yang berasal dari amal saleh anaknya itu. Anakanak yang seperti inilah yang dimaksudkan Nabi saw. sebagai anak yang saleh yang akan menjadi amal jariah bagi kedua orang tuanya. Dan terhadap kedua orang tua yang dapat berhasil mencetak anak-anaknya menjadi anak-anak yang saleh seperti tersebut, maka kita wajib kagum, angkat topi dan mengucapkan salam kepadanya, dengan harapan kita akan dapat meniru jejaknya.

81

35. Di Masa Rasulullah saw., Orang-Orang Arablah yang Paling Sangat Kekufurannya dan Kemunafikannya/ Dalam surat 9 ayat 97, Allah berfirman:

Artinya: Adapun orang-orang Arab itu adalah yang paling sangat kekufurannya dan kemunafikannya .... Di dalam sejarah Islam, yang terbukti paling sangat dan luar biasa kekufuran dan kemunafikannya adalah bukan orang-orang Arab Badwi, tetapi justru orangorang Arab bangsawan yang tinggal di kota-kota. Sebagaimana hal itu kita ketahui, bagaimana kekufuran Abu Jahal dan Abu Lahab dan kawan-kawannya yang sangat meluap-luap itu. Sehingga dengan perantaraan mana, mereka sebagai penggerak utama untuk menghancurkan kaum Muslimin, dan akhirnya terjadilah perang Badar, perang Uhud dan perang Khandak (surat 111 ayat 1 s/d 5). Dan juga bagaimana kemunafikan dari Abdulah bin Ubay bin Salul dan kawan-kawannya, sampaisampai mereka selalu menghalang-halangi agar orang lain tidak berjuang untuk membela kepentingan Islam, bahkan mereka berani mengatakan, Muhammad adalah manusia yang paling hina dan Abdullah bin Ubay bin Salul adalah manusia yang paling mulia (surat 63 ayat 7 s/d 8). yang di dalam berbagai kamus Arab biasa Jadi, kata diterjemahkan dengan orang-orang Arab Badwi, mohon ahli sejarah dan ahli bahasa meneliti kembali, apa sebab dan kapan timbulnya, sehingga kata itu diartikan dengan arti khusus seperti itu? Apakah lantaran ada ayat yang mengatakan, Bahwasanya mereka adalah orang-orang yang paling sangat kafirnya dan munafiknya? Sehingga ayat itu akan membebani dan menurunkan derajat itu diartikan dengan orang-orang Arab secara mereka kalau kata umum. Padahal, dalam ayat sesudahnya, yakni ayat 99 disebutkan dengan tegas, itu banyak orang-orang yang beriman kepada Allah Sebagian mereka/ dan hari akhir, dan mereka selalu mengorbankan apa saja yang ada pada mereka untuk kepentingan Islam, dan mereka selalu memberikan berbagai dukungan terhadap visi dan misi Rasulullah saw., sehingga mereka benar-benar dimasukkan oleh Allah ke dalam rahmat-Nya/surga-Nya. Bahkan dalam ayat sesudahnya lagi, yakni ayat 100 dijelaskan dengan tegas, Sebagian orang-orang Arab/ itu adalah orang-orang Muhajirin dan Anshar yang paling dahulu dan yang paling pertama yang menerima Islam, sehingga mereka diridai oleh Allah dan mereka pun rida terhadap Allah, dan Allah pun menyediakan berbagai surga untuk mereka dan mereka pun kekal di dalamnya. Apakah predikat agung yang diberikan oleh Allah kepada sebagian seperti yang ada dalam ayat-ayat itu, mereka

82

tidak mau menerimanya? Dan lantas mereka mengatakan, Predikat itu hanyalah untuk orang-orang Arab Badwi saja. Tentu jawaban ini tidak mungkin. , dalam ayat itu kalau diterjemahkan dengan Adapun kata Orang-orang Arab secara umum, maka barangkali akan membebani terhadap mereka itu. Hal tersebut telah disinggung dalam kamus Arab yang bernama Lisaanul-Arob al-Muhiith. Padahal, berdasarkan ayat-ayat sebagaimana yang diuraikan di atas, tidaklah begitu.

83

36. Sifat Berserah Diri/ Terhadap Ketetapan-Ketetapan Allah Akan Membuahkan Kehidupan yang Damai lagi Sejahtera/Surga/

Dalam surat 14 ayat 23 Allah berfirman:

Artinya: Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dimasukkan oleh Allah ke dalam surga yang dari bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dengan izin Allah, adapun penghidupan mereka di dalamnya adalah kedamaian/kesejahteraan. Tentang kata dalam ayat itu yang diterjemahkan dengan penghidupan, penjelasannya dapat dilihat dalam Bab: Seruan untuk Menghidupkan dan Mengembangkan Bantuan dari Orang Lain/ . Dalam ayat tersebut ditegaskan, Penghidupan mereka di dalam surga adalah sesuatu kedamaian/salaamun. Kata diterjemahkan dengan kedamaian, karena kedamaian tersebut berasal dari tindakan yang pasrah mutlak-mutlakan terhadap ketentuan-ketentuan Allah, atau dengan kata lain /berserah diri terhadap ketetapankedamaian tersebut berasal dari sifat ketetapan-Nya. Dan sifat pasrah inilah yang merupakan penghidupan bagi orangorang yang ada di dalam surga. Yang dengan perantaraannya kedamaian yang hakiki akan menampakkan kesempurnaannya, di mana mereka akan senantiasa tinggal di dalamnya. Sehingga, dalam surat 6 ayat 127 dikatakan, Kehidupan yang bahagia lagi damai/surga itu adalah sebagai /rumah, kampung atau negeri kedamaian. Yang mana dia itu akan diperuntukkan bagi orang-orang yang senantiasa beramal saleh yang merupakan buah dari keimanan dan kepatuhannya/islamnya terhadap ketetapan-ketetapan Allah. Dan tentang penjelasan itu, dapat dilihat dalam Bab: Kampung/Negeri Kedamaian/Surga/ di Dunia dan di Akhirat.

84

37. Tanda-Tanda Akidah/Keimanan yang Benar/ Tanda Akidah/Keimanan yang Tidak Benar/

dan Tanda-

Dalam surat 14 ayat 24 s/d ayat 27, Allah telah membuat perumpamaan atau permisalan tentang akidah yang benar dan akidah yang tidak benar yang kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Tidakkah engkau perhatikan terhadap perumpamaan yang dikemukakan oleh Allah, yakni bahwasanya akidah atau keimanan yang benar itu tidak ubahnya seperti pohon yang baik lagi sehat yang akarnya kokoh, dan sangat rimbun, yang setiap saat dapat mendatangkan buahnya/hasilnya. Allah membuat perumpamaan ini untuk manusia, supaya mereka dapat mengambil pelajaran darinya. Dan adapun akidah atau keimanan yang tidak benar alias menyimpang itu, tidak ubahnya seperti pohon yang jelek lagi kering kerontang yang akarnya telah dicabut dari tanah, sehingga dia tidak menancap lagi. Allah akan mengokohkan kepada orang-orang yang beriman dengan akidah atau keimanan yang benar lagi kokoh itu, baik di dalam kehidupan dunia ini ataupun di dalam kehidupan akhirat. Dan Dia/Allah akan menyesatkan kepada orang-orang yang zalim dan Allah akan memperbuat pada apa-apa yang Dia kehendaki. Jadi, akidah atau keimanan yang benar itu pasti akan menghasilkan amal saleh di mana pun dan kapan pun, sehingga dengan perantarannya seseorang ataupun kaum akan memperoleh kemuliaan dan kejayaan, baik di dunia ini ataupun sesudah kematian nanti. Dan akidah atau keimanan yang tidak benar itu pasti akan melahirkan berbagai pola pikir dan tingkah laku yang tidak benar pula, yang dengan perantaraan mana seseorang ataupun kaum akan terkalahkan, terpecah belah, terhina, tidak punya wibawa, disepelekan, dan akhirnya dikuasai oleh umat lain. Dari perumpamaan yang dikemukakan oleh Allah tersebut, nyatalah bahwa iman/akidah yang benar itu pasti akan membuahkan amal saleh/karyakarya yang bermanfaat, atau dengan kalimat lain iman seseorang itu dikenal karena amal salehnya, seperti pohon dikenal karena buahnya. Perumpamaan apa pun yang dikemukakan oleh Allah dalam Alquran, tujuannya adalah agar dijadikan pelajaran yang berharga bagi kehidupan kita sehari-hari. Dan di dalam surat 29 ayat 43 telah ditegaskan, hanya orang-orang yang berpengetahuanlah yang akan dapat memikirkan dan akhirnya dapat mengambil pelajaran yang berharga dari berbagai perumpamaan yang dikemukakan oleh Allah itu. Tetapi sebaliknya, bagi orang-orang yang tidak berpengetahuan, alias tidak mau menggunakan akal sehatnya, maka perumpamaan itu hanya berhenti di perumpamaan, tidak mau memikirkannya dan tidak mau menghubungkannya dengan kehidupan manusia sehari-hari. Perumpamaan itu bagi mereka tidak ubahnya seperti patung. Padahal yang sebenarnya, dalam setiap

85

perumpamaan itu ada suatu pesan penting, seperti perumpamaan yang ada di surat 14 ayat 24 s/d ayat 27 tersebut. Di antara pesan pentingnya adalah seperti yang sudah dikemukakan tersebut di atas. Jadi sekali lagi, bahwa keimanan/akidah yang benar dari seseorang itu pasti akan melahirkan amal-amal saleh/karya-karya yang bermanfaat sesuai dengan bidang masing-masing. Jika tidak demikian, maka keimanannya tersebut adalah keimanan yang tidak benar, alias palsu yang akan mendatangkan murka Allah baginya (surat 61 ayat 2). Dan untuk penjelasan tentang masalah iman/ akidah yang benar dan iman/akidah yang tidak benar itu, dapat dilihat dalam Bab: Beriman Kepada Allah/ .

86

38. Allah Menundukkan Kapal untuk Manfaat Manusia/ Dalam surat 14 ayat 32 disebutkan:

Artinya: Dan Allah telah menundukkan bahtera/kapal untuk kepentingan kamu, supaya kapal itu berjalan di lautan dengan perintah-Nya, dan juga Dia telah menundukkan sungai-sungai itu untuk kepentingan kamu. Bagaimanakah proses yang dilakukan oleh Allah di dalam menundukkan sesuatu bahtera/kapal, sehingga bahtera itu dapat berlayar di lautan dengan perintah Dia? Adapun prosesnya adalah dengan perantaraan ilmu pengetahuan yang diberikan oleh Allah kepada para pakar tertentu, sehingga para pakar tersebut dapat membikin berbagai bahtera yang berstandar dan layak untuk berlayar, yang hal tersebut adalah untuk manfaat manusia. Tetapi sebaliknya, kalau seseorang itu tidak mempunyai ilmu pengetahuan di dalam pembuatan bahtera/ kapal, lantas dia berani membuat kapal yang kemudian diluncurkannya ke laut, maka kapal itu pun akan segera tenggelam, atau dengan kata lain, kapal itu tidak akan dapat berlayar dengan perintah Allah. Karena perintah Allah itu akan dapat muncul ke permukaan sehingga kapal tersebut dapat berlayar dengan baik, adalah disebabkan ilmu pengetahuan yang diberikan oleh Allah kepada seseorang tertentu yang pakar dalam bidang itu. Jadi, dengan perantaraan berbagai ilmu pengetahuan yang seperti itu, maka Allah telah menundukkan segala sesuatu yang ada di alam ini, apa pun bentuknya, yang kesemuanya itu adalah untuk manfaat manusia (surat 22 ayat 65, surat 31 ayat 20, surat 45 ayat 12, ayat 13, dan lain-lain). Perlu diberi tanda petik, bahwa banyak ciptaan Allah di alam ini yang tanpa perantaraan ilmu pengetahuan yang diberikan oleh Allah kepada manusia sudah secara langsung ditundukkan oleh Allah untuk dapat mendatangkan manfaat bagi manusia, seperti udara, air, sinar matahari, sungai-sungai, lautan, gunung-gunung, dan lain-lain. Tetapi semua itu, manfaatnya akan dapat lebih dikembangkan/dibudidayakan lagi dengan perantaraan ilmu-ilmu pengetahuan yang diberikan oleh Allah kepada para pakar tertentu, sehingga dengan perantaraan mana, manfaatnya akan lebih banyak lagi, yang jangkauannya akan lebih luas untuk kepentingan umat manusia; seperti umpamanya dengan perantaraan ilmu-ilmu pengetahuan yang diberikan oleh Allah kepada para pakar tertentu, maka berbagai mineral yang terkandung di dalam bumi dapat digali, ditambang, dan dibudidayakan, yang akhirnya dijadikan berbagai barang industri yang bermanfaat banyak bagi kepentingan umat manusia di dalam hidup di dunia ini. Yang dengan perantaraan mana, orangorang yang beriman akan dapat meningkatkan amal salehnya yang jangkauan

87

manfaatnya akan lebih luas lagi. Sehingga berbagai manfaat itu akan dapat dirasakan oleh berbagai penduduk bumi ini dari berbagai kelompok dan penganut agama mana pun. Dengan perantaraan amal-amal saleh yang seperti inilah, maka wibawa kaum Muslimin akan menjadi agung lagi mengagumkan, dan akhirnya akan dapat menarik simpati dari umat yang beragama lain, sehingga mereka mau menerima visi dan misi Islam. Oleh karena itu, kaum Muslimin haruslah rajin di dalam menuntut ilmu pengetahuan, yang dengan perantaraan mana mereka akan dapat beramal saleh sesuai dengan bidangnya masing-masing (surat 20 ayat 114 dan surat 6 ayat 135), agar mereka dapat memperoleh derajat yang tinggi, baik di sisi Allah ataupun di sisi manusia, baik di dunia ini ataupun sesudah kematian nanti (surat 58 ayat 11, surat 2 ayat 201, dan lain-lain).

88

39. Ayat-Ayat yang Muhkamaat/ Mutasyaabihaat/

dan Ayat-Ayat yang

Berdasarkan surat 3 ayat 7, ayat-ayat Alquran itu dibagi menjadi dua: 1. Ayat-ayat yang Muhkamaat dan 2. ayat-ayat yang Mutasyaabihaat. Ayat-ayat yang Mutasyaabihaat dalam Alquran itu banyak sekali. Adapun ia itu seperti karet bisa ditarik ke sana ke mari pengertiannya, sesuai dengan kebutuhan dan kemajuan zaman. Sehingga karenanya bisa mempunyai banyak arti. Tetapi walaupun begitu, di dalam mengambil pengertian yang lebih tepat dan benar dari ayat-ayat Mutasyaabihaat itu, tetap tidak boleh bertentangan dengan ayat-ayat yang diputuskan dengan tegas/tidak bisa dibelokkan pengertiannya, yakni ayat-ayat Muhkamaat. Yang mana ia itu selaku induk dari kitab Suci. Jadi, di dalam mengartikan ayat-ayat yang Mutasyaabihaat itu, kita harus selalu berinduk kepada ayat-ayat yang Muhkamaat, adakah bertentangan dengannya atau tidak? Tetapi, yang lebih penting dan mendasar dari itu adalah hati/jiwa kita harus dibersihkan, sehingga dapat merdeka, tidak terbelenggu oleh berbagai kepentingan yang sempit, oleh paham-paham lama yang salah dan tidak mendasar, supaya dengan perantaraan mana kita dapat memperoleh pengertian (surat yang benar dari ayat-ayat Mutasyaabihaat tersebut, 56 ayat 79). Bahkan di dalam surat 11 ayat 1, disebutkan:

Artinya: Adapun Alquran ini adalah sesuatu kitab yang ayat-ayatnya telah diputuskan (dengan tegas), kemudian ayat-ayat itu diperinci dari sisi Allah Yang Maha Memutuskan lagi Yang Maha Mengkabarkan. Sehingga karenanya, Allah akan memberikan hikmah/pemahaman yang benar kepada siapa yang Dia kehendaki (surat 2 ayat 269). Yang dengan perantaraan mereka itulah pengertianpengertian yang benar dari ayat-ayat Alquran itu akan diturunkan, dimunculkan dari perbendaharaan-perbendaharaan Allah sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan kemajuan zaman (surat 15 ayat 21). Tetapi, kebanyakan manusia dari berbagai penganut suatu agama itu biasanya selalu berpegang teguh hanya kepada pengertian-pengertian dan pemahaman-pemahaman lama yang ditinggalkan oleh nenek-moyang mereka yang ada dalam berbagai kitab keagamaan (surat 2 ayat 170). Yang akhirnya, mereka selalu mempermain-mainkan dan menolak terhadap berbagai pengertian dan pemahaman yang baru yang datangnya dari Allah (surat 21 ayat 2), dengan mengatakan, Pemahaman dan pengertian yang baru seperti itu tidak tercantum dalam kitab-kitab tafsir yang dikarang oleh para ulama besar yang terdahulu. Dengan jawaban yang seperti itu, memangnya Alquran itu benda

89

mati yang tidak bisa mengalirkan ilmu-ilmu baru yang sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan kemajuan zaman? Tidak, sekali-kali tidak begitu; ilmu-ilmu Alquran sesuai dengan kondisi, kebutuhan, dan kemajuan zaman, akan selalu dialirkan oleh Allah seiring-sejalan dengan berkembangnya science-technology dan berbagai penemuan baru. Di situlah kehebatan Alquran, kenapa dia adalah Satu-satunya kitab petunjuk bagi seluruh umat manusia untuk sepanjang zaman. Sekali lagi, masing-masing dari perbendaharaan itu, baik perbendaharaanperbendaharaan ilmu-ilmu Alquran (selaku petunjuk bagi manusia di dalam menjalani kehidupannya), ataupun perbendaharaan-perbendaharaan sciencetechnology dan berbagai penemuan baru (selaku ayat-ayat Kauniat), akan selalu dialirkan oleh Allah sesuai dengan ukuran yang pantas menurut Allah untuk dialirkan/dimunculkan (surat 15 ayat 21).

90

40. Alquran Diturunkan oleh Allah dan Akan Dijaga oleh-Nya

Surat 15 ayat 9 ini, kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Sesungguhnya Kami telah menurunkan Alquran dan sesungguhnya Kami pula lah yang akan menjaganya. Menurut ayat ini, Alquran pasti akan dijaga oleh Allah, baik lahirnya ataupun batinnya, baik secara harfiyah ataupun secara manawiyah. Adapun yang secara harfiyah, kita sama-sama tahu bahwa Alquran dari mulai diturunkan sampai sekarang tidak pernah mengalami perubahan, baik hurufhurufnya, kata-katanya sampai susunan-susunan kalimatnya. Semuanya itu persis seperti yang ada dalam Alquran sekarang. Dan adapun yang secara manawiyah yang akan selalu dijaga oleh Allah, penjelasannya secara sepintas dapat dilihat dalam Bab: Ayat-Ayat yang Muhkamaat/ dan Ayat-Ayat yang Mutasyaabihaat/ . Sedangkan dijaga secara manawiyah oleh Allah, mekanismenya adalah Allah akan senantiasa membangkitkan para penyaksi/syahiidan di tengah-tengah umat yang dapat menunjukkan kesalahan-kesalahan umatnya di dalam memahami ajaran-ajaran yang ada dalam kitab Suci-Nya/Alquran (surat 18 ayat 89). Dan sekaligus para penyaksi tersebut menjadi juru peringat/nadziir yang berfungsi untuk memberikan peringatan terhadap berbagai pola pikir, akidah, dan tingkah laku umatnya yang sudah banyak menyimpang dari ajaran kitab Suci-Nya itu. Para penyaksi dan juru peringat itulah yang dapat memahami secara tepat terhadap ayat-ayat yang ada dalam kitab Suci/Alquran sesuai dengan kadar ilmu yang Allah berikan kepada masing-masingnya. Karena mereka ini adalah orangorang yang sudah dibersihkan oleh Allah/muthohharuun dari pemahamanpemahaman yang keliru yang sudah mentradisi dan mendarahdaging di tengahtengah masyarakat (surat 56 ayat 79). Jadi, dengan perantaraan para penyaksi dan nadziir yang seperti itulah, Allah swt. akan selalu menjaga kandungan makna yang ada dalam kitab SuciNya, sehingga makna-makna dan pemahaman-pemahaman yang keliru terhadapnya dapat disingkirkan dan dikalahkan (surat 17 ayat 81, surat 21 ayat 18).

91

41. Hijrah karena Allah/

Menurut Alquran

Berhijrah karena Allah, menurut definisi Alquran dalam surat 16 ayat 41 dan ayat 42 adalah meninggalkan/pindah dari tempat lama ke tempat yang baru, dengan maksud untuk memperoleh kemerdekaan/kebebasan supaya dapat menyampaikan kebenaran yang diamanatkan oleh Allah dengan seluas-luasnya. Dan akhirnya, dari perjuangan yang penuh kegigihan dan ketawakalannya kepada Allah itu dapat membuahkan kemenangan dan kejayaan di kemudian hari. Tentang hijrah yang seperti ini telah diteladankan oleh Rasulullah saw. dan para sahabatnya dan juga telah diteladankan oleh kaum Muslimin di masa-masa yang lalu, yang mana mereka semua akhirnya memperoleh keberhasilan dan kejayaan di kemudian hari. Dari definisi Alquran tentang berhijrah karena Allah ini, dapat ditarik kesimpulan, bahwa: Kalau ada orang-orang yang mengatakan, berhijrah karena Allah, tetapi buah dari berhijrah itu tidak mereka dapat, yakni mereka akhirnya tidak mendapatkan kemenangan dan kejayaan di kemudian hari, maka berarti apa-apa yang mereka perjuangkan selama itu bukanlah sesuatu kebenaran yang berasal dari Allah. Karena bagaimanapun berdasarkan kenyataan yang ada, seseorang itu dapat saja meyakini barang yang batil diyakininya sebagai barang yang benar yang dibelanya dengan semangat yang menggebu-gebu, bahkan sampai berani mengorbankan harta dan jiwa (surat 8 ayat 32 dan surat 35 ayat 42-43). Dan di samping itu, hawa nafsu mereka juga dapat memperlihatkan indah pada apa-apa yang batil yang selama itu mereka perjuangkan, sehingga barang yang batil itu nampak sebagai sesuatu yang benar (surat 8 ayat 48). Kelompok orang-orang yang model begini, biasanya punya sikap mau menang sendiri, merasa benar sendiri, meremehkan orang lain, merasa akan masuk surga sendiri, kelompok lain jelas salah dan akan masuk neraka, dan lain-lain. Dari sikap yang seperti ini, akan lahirlah sikap yang tercela lainnya, yakni tidak mau menggunakan akal sehatnya, marah-marah kalau dinasihati/dikritik, tuli, tidak mau mendengarkan pendapat orang lain, dan lain-lain. Dan akhirnya mereka tetap saja begitu seperti batu besar, tidak mau beranjak dari tempat semula, tetap saja berada dalam kebatilan yang selama itu dianggapnya sebagai suatu kebenaran. Dan akhirnya, orang-orang yang seperti itu di kemudian hari dan di hari kemudian sesudah kematiannya akan menyesal seumur-umur, karena ditimpa suatu kesengsaraan hidup/neraka dengan mengatakan, Kalau seandainya kami dahulu mau mendengarkan kritikan, mau mendengarkan pendapat orang lain, dan mau menggunakan akal sehat, niscaya kami tidak mengalami penderitaan seperti ini (surat 67 ayat 10). Dari surat 67 ayat 10 ini, dapat ditarik kesimpulan, Kalau kita ingin hidup bahagia di kemudian hari dan di hari kemudian, maka kita harus banyak-banyak mendengarkan terhadap nasihat/kritikan dan berbagai pendapat dari pihak lain

92

dan mencernaknya dengan akal sehat, sehingga dengan perantaraannya, hal-hal yang keliru/batil yang ada pada kita, baik berbentuk pola pikir, akidah, ataupun tingkah laku dapat terkoreksi dan akhirnya dapat merubahnya ke arah yang benar.

93

42. Hakikat Berkah/

Menurut Alquran

Surat 6 ayat 155 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Dan adapun ini Alquran adalah suatu kitab yang diberkati yang Kami telah turunkan, maka hendaklah kamu mengikutinya dan hendaklah kamu bertakwa supaya kamu dirahmati/dikasih sayangi. Adapun maksud bahwa Alquran itu adalah kitab yang diberkati adalah kalau ajaran-ajaran Alquran yang ada di dalamnya diikuti dengan sepenuh hati, maka hal itu akan banyak mendatangkan manfaat dalam berbagai segi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal mana seperti para pemimpinnya tidak akan mementingkan diri sendiri dan kelompoknya, mereka akan selalu berusaha untuk kesejahteraan rakyatnya secara umum, para ilmuwan dan teknokrat dalam segala kegiatannya selalu berorientasikan untuk manfaat dan kesejahteraan manusia, masing-masing orang akan bekerja sesuai dengan bidangnya, tidak ada orang yang syok pintar, syok tahu, syok berkuasa, dan syok-syok yang lainnya, alam lingkungan akan terjaga dari pengrusakan, keamanan terjamin, hukum berjalan dengan baik, masing-masing orang tidak ada yang merasa dirugikan atau diambil/dicuri haknya oleh pihak lain. Dan akhirnya, dari berbagai manfaat/ keberkatan itu semua, maka masyarakat benar-benar akan menjadi masyarakat yang damai, sejahtera, aman sentosa lagi tenteram dengan negeri yang gemahripah loh jinawi. Jadi, istilah berkah dalam Alquran itu adalah identik dengan sesuatu rezeki, apa pun bentuknya yang banyak mendatangkan berbagai manfaat, baik lahir ataupun batin, karena di dalam menggunakannya selalu mengikuti petunjuk Allah. Umpamanya, kalau rezeki kita itu diberkati oleh Allah swt. sebagaimana yang kita minta di dalam doa, maka rezeki tersebut akan selalu mendatangkan berbagai manfaat bagi kemanusiaan, baik lahir ataupun batin, apa pun bentuknya rezeki tersebut; berbentuk ilmukah?, hartakah?, anak cucukah?, pangkatkah?, dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam surat 7 ayat 96 telah disebutkan, Syarat agar setiap rezeki yang diberikan oleh Allah itu selalu diberkati oleh-Nya, maka si penerima rezeki itu harus benar-benar menjadi orang-orang yang beriman dan bertakwa sejati. Karena, masing-masing orang sesuai dengan rezeki dan profesi yang diberikan oleh Allah itu akan dapat beramal saleh, yang amal saleh mana adalah merupakan buah dari keimanan dan ketakwaannya yang sejati kepada Allah. Dan mereka akan selalu hati-hati, agar setiap tingkah lakunya tidak ada satu pun yang akan merugikan orang atau pihak lain. Karena mereka menyadari bahwa hal tersebut adalah buah dari kekufuran kepada Allah. Dua hal tersebut, mereka selalu mengingat-ingatnya dalam setiap kesempatan dengan penuh kesadaran.

94

Jika hal itu ada pada penduduk suatu negeri, maka negeri tersebut benarbenar akan aman sentosa, gemah ripah, loh jinawi. Tetapi sebaliknya, jika hal itu tidak ada pada penduduk suatu negeri, maka apa pun rezeki dan profesi yang semula diberikan oleh Allah itu tidak akan mendatangkan berkat, bahkan sebaliknya akan mendatangkan maksiat terhadap Allah, yang darinya akan melahirkan berbagai musibah dan bencana yang mengerikan, baik di bidang politik, ekonomi, budaya, alam lingkungan, dan lain-lain. Yang mana semuanya itu adalah merupakan azab dari Allah karena tingkah laku kufur mereka (akhir ayat 96 s/d ayat 99 dari surat 7).

95

43. Orang-Orang Bani Israil Dilaknat oleh Allah karena Melanggar terhadap Pesan Nabi Daud a.s. dan Nabi Isa a.s. Dalam surat 5 ayat 78 disebutkan:

Ayat ini kalau diterjemahkan secara harfiyah, maka artinya: Telah dilaknat (siapa) orang-orang yang mereka telah kufur dari Bani Israil atas lisan Daud dan Isa putra Maryam. (adapun) (yang demikian) Itu (adalah) disebabkan apa-apa yang mereka telah menyanggah (pada dia/maa) dan mereka telah ada (adalah) mereka bersikap permusuhan. Adapun yang dimaksud dengan kalimat telah dilaknat orang-orang yang mereka telah kafir dari Bani Israil atas lisan Daud dan lisan Isa putra Maryam, adalah mereka dilaknat/dihukum oleh Allah karena mereka sudah banyak melanggar terhadap pesan-pesan/risalah yang disampaikan oleh Nabi Daud a.s. dan Nabi Isa a.s., sehingga pola pikir, akidah, dan tingkah laku mereka makin hari-makin jauh dari peraturan-peraturan yang ada dalam kitab Taurat. Karena penyimpangan mereka dari ketentuan-ketentuan Taurat sudah begitu parah dan mencapai puncaknya dan mereka tidak sadar tentang hal itu, maka akhirnya mereka benar-benar dilaknat oleh Allah swt. dengan jalan, Allah membangkitkan tentara Nebokatnesar dari Babilon untuk menyerbu pusat kota mereka yakni Yerusalem. Tentara tersebut mengubrak-abriknya dan memusnahkan pusat peribadatan mereka yang begitu megah yang dahulunya dibangun oleh Nabi Sulaiman a.s., sehingga rata dengan tanah, dan alim ulama mereka banyak yang dibunuh di pusat-pusat kota, dan sebagian lagi diboyong ke Babilon beserta pemuda-pemuda Israil yang cerdas untuk dijadikan hamba-hamba mereka. Peristiwa yang mengerikan/kutukan Allah itu terjadi pada tahun 586 sebelum Nabi Isa lahir, atau sekitar 400 tahun sesudah Nabi Daud a.s. Jadi itulah yang dimaksud dengan, Orang-orang yang kafir dari Bani Israil dilaknat oleh Allah atas lisan Daud a.s.. Dan setelahnya peristiwa itu, mereka sadar sesadar-sadarnya bahwa: mereka mendapatkan kutukan Allah tersebut, karena mereka sudah menyimpang jauh dari ketentuan-ketentuan kitab Taurat dan seterusnya dan seterusnya. Akhirnya mereka pun betobat dan memperbaiki diri, sehingga pola pikir, akidah, dan tingkah laku mereka sesuai dengan ketentuan-ketentuan Taurat. Kemudian secara evolusi mereka pun bangkit dan jaya kembali, dan di saat itulah pusat peribadatan mereka yang sudah hancur itu dibangun kembali sebagaimana semula. Dan setelah kejayaannya yang menyilaukan itu, mereka jadi lengah dan akhirnya

96

tanpa disadari mereka pun makin hari makin menyimpang lagi dari ketentuanketentuan Taurat. Dan kemudian secara bertahap mereka pun kehilangan kekuasaan sebagaimana bertahapnya penyimpangan mereka. Maka klimaksnya, mereka kehilangan kejayaan dan kekuasaan sama-sekali, sehingga kerajaan Romawi bisa menguasai mereka. Dan di saat itulah, Nabi Isa datang untuk mereformasi pola pikir, akidah, dan tingkah laku mereka yang sudah sangat menyimpang dari ketentuan-ketentuan Taurat. Tetapi, pesan-pesan/risalah yang disampaikan oleh Nabi Isa a.s. kepada mereka, ditolaknya, malahan mereka menuduh kepada Nabi Isa a.s. dengan bermacam-macam tuduhan, yang di antaranya dituduh sebagai Nabi palsu, merubah Taurat, menghujat Tuhan dan lain-lain dan seterusnya dan seterusnya. Akibatnya, pada tahun 70 M mereka dilaknat/dihukum oleh Allah swt. dengan jalan dihancurleburkan berbagai tempat di kota Yerusalem dan kota-kota lainnya oleh tentara Romawi di bawah pimpinan jenderal Titus. Dan di saat itu pula pusat peribadatan mereka di Yerusalem yang dahulunya pernah hancur dan dibangun kembali itu, dihancurkan dan diratakan dengan tanah oleh mereka. Dan setelahnya itu, mereka bertebaran ke manamana untuk mencari perlindungan. Peristiwa tragis inilah yang dimaksud dengan ayat yang berbunyi, Orang-orang kafir dari Bani Israil dilaknat oleh Allah atas lisannya Isa putra Maryam. Dan di dalam surat 17 ayat 4 s/d 8, secara garis besar dikatakan, Allah telah menetapkan pada Bani Israil di dalam sebuah kitab ketentuan, bahwa mereka akan berbuat kerusakan di bumi dua kali, yang karenanya hukuman dua kali pun akan menimpa mereka. Dan hal itu sudah terjadi sebagaimana dua peristiwa tragis yang merupakan kutukan Allah yang pernah dialami oleh mereka, karena mereka itu melanggar terhadap pesan-pesan/risalah Nabi Daud a.s. dan Nabi Isa a.s., seperti yang disebutkan di atas. Dari dua peristiwa kutukan Allah terhadap Bani Israil yang disebutkan oleh Alquran tersebut, maka kita kaum Muslimin yang mempunyai kitab petunjuk Alquran, dapat mengambil pelajaran dari dua peristiwa yang mengerikan itu, yakni Apabila pola pikir, akidah, dan tingkah laku kita itu, sudah menyimpang jauh dari petunjuk Alquran, maka kita pun akan mengalami peristiwa yang sama yang pernah dialami oleh mereka-mereka itu. Hal tersebut sudah terbukti dan menjadi kenyataan sejarah, di mana kita sama-sama mengetahui, bagaimana ngerinya tatkala pusat Islam di Bagdad dihancurleburkan oleh tentara Hulaku khan dari Mongol tahun 1258 M, dan bagaimana tragisnya tatkala pusat Islam di Spanyol dijatuhkan oleh kerajaan Kristen, dan juga bagaimana memperihatinkannya saat-saat menjelang keruntuhannya kekuasaan Islam di Turki, sampai akhirnya tahun 1928 kekuasaan Islam di bawah khilafat Islamiyah benarbenar dimusnahkan dan dicampakkan. Dan dari peristiwa yang sudah menjadi kenyataan sejarah ini, hendaklah kita, kaum Muslimin di saat-saat sekarang dapat mengambil pelajaran, sehingga dapat introspeksi diri; sudahkah pola pikir, akidah, dan tingkah laku kita selama ini sesuai dengan petunjuk-petunjuk Allah yang ada

97

dalam Alquran? Kalau kita menjawab, Sudah, maka akan timbul pertanyaan yang maha penting Kenapa di saat-saat ini kita mengalami nasib yang selalu dapat dikalahkan oleh pihak lain, sehingga mereka bisa menguasai kita? Kalau kita menjawab, Belum, maka akan timbul pertanyaan yang maha penting pula Di manakah pola pikir, akidah, dan tingkah laku kita yang selama ini tidak sesuai dengan petunjuk Allah yang ada dalam Alquran? Sebagai jawabannya, penulis berusaha menjawabnya dengan jawaban-jawaban sebagaimana yang ada dalam buku ini.

98

44. Manusia, Malaikat, dan Apa-Apa yang di Bumi dan di Langit Sujud Kepada Allah

Surat 13 ayat 15 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Manusia yang di langit dan yang di bumi semuanya sujud terhadap Allah, baik mereka suka ataupun tidak suka. Maksud sujud di sini bukan sujud seperti dalam salat, tetapi sujud dalam arti mereka tidak akan dapat menolak terhadap kehendak dan rencana serta janji Allah, yakni apabila Allah hendak menjadikan mereka sebagai alat sehingga dengan perantaraannya, rencana dan janji Allah tersebut akan terbukti kebenarannya. Seperti umpamanya, Tentara Nebokatnesar dari Babilon yang musyrik itu telah dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk menghukum orang-orang Bani israil yang sudah menyimpang jauh dari kitab Taurat. Kita sama-sama tahu tentang sejarah Bani Israil pada tahun sekitar 586 sebelum Masehi, bagaimana bengisnya tentara Nebokatnesar dari Babilon yang membunuh orang-orang Bani israil dengan begitu keji, dan mengubrak-abrik kota Yerusalem yang di dalamnya ada rumah ibadah yang begitu megah yang dibangun oleh Nabi Sulaiman dahulunya. Tentang sekilas peristiwa ini, dapat dilihat dalam Bab: Orang-Orang Bani Israil Dilaknat oleh Allah karena Melanggar terhadap Pesan Nabi Daud a.s. dan Nabi Isa a.s.. Sehingga di dalam surat 17 ayat 5, tentara Nebokatnesar yang musyrik lagi begitu bengis itu disebut oleh Allah sebagai hamba-hamba Allah. Yang maksudnya di situ adalah Allah memakai mereka sebagai alat untuk menghukum Bani Israil yang sudah jauh menyimpang itu. Yang dalam hal tersebut mereka tidak bisa menolak, benar-benar sujud, benar-benar menjadi hamba Allah dalam hal tersebut. Yang walaupun begitu, semuanya itu masih tetap berada dalam ruang lingkup hukum sebab akibat yang berhubungan dengan kebaikan dan kejahatan masing-masing orang atau kelompok. Dan masih banyak contoh-contoh lain, yang mana masing-masing orang atau kelompok itu tidak akan dapat menolak, baik suka ataupun tidak suka, terpaksa menghambakan/sujud kepada Allah apabila Allah menjadikan mereka sebagai alat agar janji Allah itu terbukti kebenarannya, baik janji siksaan untuk orangorang yang berbuat jahat ataupun janji kebahagian untuk orang-orang yang berbuat baik. Hal tersebut sudah banyak terjadi, akan terjadi, dan akan berjalan terus. Dan di samping itu, bukan hanya manusia atau kelompok manusia saja yang sujud dan akan sujud kepada Allah sebagaimana yang sudah diuraikan, tetapi apa-apa saja selain dari manusia pun sujud dan akan sujud terhadap Allah apabila masing-masingnya itu digunakan dan akan digunakan oleh Allah untuk hal-hal yang seperti tersebut di atas. Sebagaimana firman-Nya dalam surat 16 ayat 49:

99

Kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Apa-apa yang di langit-langit dan di bumi semuanya sujud kepada Allah, dan begitu juga para malaikat yang mereka itu tidak pernah takabur. Dari kebenaran penegasan ayat ini, maka kita telah banyak menyaksikan dalam berbagai peristiwa, di mana Allah telah menjadikan alat terhadap bendabenda mati dan benda-benda hidup dan juga para malaikat, yang dengan perantaraan alat mana seseorang atau kelompok tertentu hidupnya menjadi bahagia dan sengsara, menang dan kalah, berkuasa dan dikuasai, dan lain-lain. Tentang hal tersebut, kita ambil berbagai contoh: Dalam peperangan Khandak, bagaimana Allah menjadikan angin topan sebagai alat untuk mengubrakabrik kemah-kemah tentara kafir, sehingga mereka lari terpontang-panting, tunggang langgang meninggalkan medan peperangan. Dalam peperangan Badar, bagaimana Allah menjadikan hujan lebat sebagai alat untuk memadatkan tanah pasir di mana tentara Islam berada, dan untuk melicinkan tanah liat di mana tentara kafir berada. Sehingga tentara Islam itu akan termudahkan olehnya untuk mengatur gerak, dan tentara kafir akan mengalami kesulitan di dalam mengatur gerakan mereka untuk melawan tentara Islam. Dan juga bagaimana Allah menjadikan alat terhadap para malaikat yang diturunkan dari langit dalam berbagai peristiwa peperangan itu, sehingga para malaikat itu nampak di mata tentara kafir sebagai pasukkan Islam yang sangat banyak, yang membikin mereka menjadi gentar dan lain-lain sebagainya, sehingga tentara Islam dapat menang dan tentara kafir dapat dikalahkan. Jadi, pekerjaan-pekerjaan dan kekuatankekuatan Allah yang gaib seperti itu, akan diberikan dan diperbantukan terhadap orang-orang yang beriman secara benar menurut Allah. Oleh karena itu, kalau kita, kaum Muslimin dalam posisi yang benar dalam pandangan Allah, maka apa pun yang ada di bumi dan di langit ini akan dapat dijadikan oleh Allah sebagai alat yang dengan perantaraaan alat mana, kita kaum Muslimin akan memperoleh kebahagian, kemenangan, dan kejayaan, baik di dunia ini ataupun sesudah kematian nanti (sebagaimana janji Allah). Tetapi sebaliknya, kalau kondisi kaum Muslimin dalam posisi yang tidak benar dalam pandangan Allah, maka apa pun yang ada di bumi dan di langit, termasuk jalan pikiran mereka sendiri akan dapat dijadikan alat oleh Allah yang dengan parantaraan alat mana, hidup mereka akan sengsara, dikalahkan dan akhirnya dikuasai (sebagaimana janji Allah).

100

45. Hakikat Tasbih/

Menurut Alquran

Artinya: Apa-apa yang di langit dan di bumi, masing-masingnya telah bertasbih terhadap Allah. Dan Dia adalah Maha Perkasa lagi Yang Maha menghakimi. Dalam surat 57 ayat 1 ini, telah ditegaskan, Apa-apa yang di langit dan apa-apa yang di bumi, masing-masingnya telah bertasbih terhadap Allah. Adapun maksudnya adalah pergerakan masing-masingnya itu akan selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah atasnya, alias tidak pernah menyimpang sedikit pun darinya. Sehingga dalam surat 16 ayat 49, disebutkan, Apa-apa yang di langit dan apa-apa yang di bumi itu, masing-masingnya adalah sedang sujud terhadap Allah. Maksudnya adalah sama, yakni Masing-masingnya itu akan selalu bergerak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang Allah tetapkan atasnya, alias tidak akan pernah menyimpang sedikit pun darinya. Oleh karena itu, dalam Alquran banyak sekali ayat yang memerintahkan agar kita selalu bertasbih, yang maksudnya adalah agar pergerakan kita di dalam setiap kegiatan selalu mengikuti ketentuan-ketentuan dan petunjuk-petunjuk Allah yang ada dalam Alquran. Perlu diketahui, bahwa fiil Mutaaddi itu, di samping mempunyai arti mensucikan/bertasbih, bisa juga mempunyai arti menggerakkan/ menggerakkan diri, karena dia adalah fiil Mutaaddi dari fiil Lazim , yang di dalam surat 21 ayat 33 dan surat 36 ayat 40 disebutkan diartikan dengan fiil Lazim, yang di situ diartikan dengan bahwa kata arti mereka/benda-benda itu (semuanya) bergerak/beredar . Yang fiil Lazim tersebut Masdarnya adalah dan , yang Masdar dalam Alquran disebut sebanyak dua kali (surat 73 ayat 7 dan surat 79 ayat 3), dan yang dalam Alquran disebut sebanyak empat puluh satu kali. Dan yang fiil Mutaaddi, Masdarnya adalah , yang kata ini dalam Alquran disebut sebanyak dua kali (surat 24 ayat 41 dan surat 17 ayat 44). Untuk menguatkan bahwa kata itu dapat berarti bergerak, maka baiklah di sini dikemukakan sebuah contoh lagi dalam surat 73 ayat 7 yang berbunyi: Terjemahan bebasnya: Sesungguhnya engkau mempunyai pergerakan/kegiatan yang panjang di siang hari. Jadi, kalau fiil Lazim , artinya bergerak, maka fiil Mutaaaddi , artinya menjadi menggerakkan/ menggerakkan diri. Oleh karena itu, surat 57 ayat 1 tersebut di atas dapat juga

101

diartikan dengan arti apa-apa yang di langit dan di bumi, masing-masingnya telah menggerakkan dirinya terhadap ketetapan Allah. Sehingga di dalam Alquran, Allah berulang-ulang memerintahkan kita dengan firman-Nya yang berbunyi: Yang arti pertamanya, Dan hendaklah engkau bertasbih dengan memuji Rabb engkau! Dan arti yang keduanya, Dan hendaklah engkau menggerakkan diri engkau (dalam segala kegiatan) dengan (mengikuti) ketetapan-ketetapan Rabb engkau! , yang diartikan dengan ketetapan-ketetapan Adapun kata Rabb engkau, maka hal itu bisa saja terjadi dalam ilmu Balaghoh dalam bab Majaz, karena pujian/ yang dimiliki oleh Allah itu akan diberikan kepada siapa saja yang mau mengikuti ketentuan-ketentuan-Nya. Oleh karena itu, agar kita dapat melaksanakan perintah Allah tersebut, maka kita tidak cukup hanya mengucapkan kalimat tasbih dengan bibir belaka, tetapi hendaklah ucapan bibir itu dijadikan alat agar hati kita selalu mau tunduk terhadap ketentuan-ketentuan/petunjuk-petunjuk Allah, sehingga tingkah laku kita tidak akan pernah menyimpang darinya.

102

46. Arti Millah Ibrahim/

dan Hakikatnya Menurut Alquran

Surat 16 ayat 123 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Kemudian Kami telah mewahyukan kepada engkau/Muhammad agar engkau mengikuti pada ajaran-ajaran pokok/millah Ibrahim, yang mana beliau selaku yang sangat setia/penyetia terhadap Allah dan tiadalah beliau tergolong orangorang yang musyrik. Berdasarkan ayat ini dan juga surat 3 ayat 95, surat 4 ayat 125, dan lainlain, Rasulullah saw. dan kaum Muslimin disuruh mengikuti millah Ibrahim. Dari ayat-ayat tersebut timbul pertanyaan: apakah millah Ibrahim itu? Adapun inti dari millah Ibrahim itu berdasarkan surat 3 ayat 67, surat 6 ayat 79, dan lain-lain adalah kesetiaan dan kepasrahan yang mutlak terhadap Allah dan tidak musyrik, atau dengan kata lain . Kata millah/ diartikan dengan ajaran-ajaran pokok, karena dalam Alquran, surat 2 ayat 120 dikatakan bahwa orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani itu punya millah/ . Dan tentang kata , berdasarkan ilmu Nahwu-Sorof adalah suatu kata yang mengikuti wazan/timbangan Amtsilatul-Mubaalaghoh/ , yakni suatu bentuk kata yang mempunyai arti sangat, mutlak, banyak, dan sebangsanya. yang merupakan sifat dari Nabi Ibrahim a.s. itu, diartikan Jadi, kata penyetia/orang yang sangat setia terhadap Allah. Kalau seseorang sudah sangat setia terhadap Allah, maka akhirnya dia akan pasrah/berserah diri/islam mutlakmutlakan/ terhadap-Nya, sehingga karenanya tidak mungkin dia akan jatuh musyrik/ . Hal inilah yang menjadi ajaran-ajaran pokok/millah Ibrahim, di mana Rasulullah saw. dan kita kaum Muslimin disuruh mengikutinya. Di samping itu, dalam surat 60 ayat 4 telah ditegaskan lagi, Di dalam pribadi Ibrahim dan pengikut setianya ada sesuatu teladan yang indah/baik yang harus diikuti oleh kaum Muslimin, yakni tentang kesetiaan dan kepasrahan mereka yang mutlak-mutlakan terhadap Allah, baik dalam menjalani kehidupan seharihari ataupun dalam menyampaikan visi dan misi yang telah diamanatkan oleh Allah kepada mereka. Cuma ada satu hal yang tidak boleh diikuti oleh kaum Muslimin, yakni Meminta perbaikan/pengampunan terhadap Allah untuk kesalahan-kesalahan bapaknya yang musyrik itu. Yang hal tersebut pernah dilakukan oleh Nabi Ibrahim a.s.. Dan memang, dalam Alquran surat 4 ayat 48 dengan tegas disebutkan, Dosa-dosa atau kesalahan-kesalahan yang diakibatkan

103

oleh kemusyrikan itu tidak akan mungkin diperbaiki/diampuni oleh Allah swt.. Tentang hal ini, penjelasannya dapat dilihat dalam Bab: Dosa-Dosa Kemusyrikan tidak Akan Diampuni oleh Allah swt.. Dan tentang liku-liku Nabi Ibrahim di dalam berdakwah kepada umatnya yang musyrik itu, penjelasannya dapat dilihat dalam Bab: Nabi Ibrahim a.s. Sama Sekali tidak Pernah Jatuh Dalam Kemusyrikan.

104

47. Wajib Berlaku Adil Walaupun Terhadap Kaum yang Membenci Kita

Kalimat yang ada dalam surat 5 ayat 8 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya akan menjadi janganlah kamu sampai terpedaya oleh kebencian kaum kepadamu, sehingga kamu tidak dapat berlaku adil; berlaku adillah kamu, karena berlaku adil itu akan dapat meningkatkan ketakwaan. Ayat itu tidak boleh diterjemahkan dengan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum dan seterusnya, karena dua hal: 1. Karena kata , adalah faail dari fiil . Hal ini dapat dilihat dalam kitab Iroobul-Quraanil-Kariim (10 jilid), karangan Muhyiddin Addirwisy. 2. Karena dalam ayat tersebut yang dipanggil adalah orang-orang yang beriman, sedangkan orang-orang yang beriman itu dilarang membenci kepada umat lain (surat 2 ayat 256 dan surat 10 ayat 99). Karena kebencian itu sendiri akan menyebabkan orang tidak dapat berlaku adil, bahkan orang-orang yang beriman dituntut harus selalu menjadi rohmatan lil-aalamiin bagi mereka sebagaimana Rasulnya. Jadi, pesan yang ada dalam ayat tersebut adalah orang-orang mukmin dituntut agar selalu berlaku adil dalam situasi dan kondisi apa pun, yakni harus adil di dalam ucapan, adil di dalam menilai, adil di dalam memutuskan dan adil di dalam tindakan, sekalipun kaum lain membenci dan berlaku tidak adil dan melakukan berbagai tindakan jahat kepada mereka. Dan memang, berlaku adil dalam situasi yang seperti itu sangat sulit sekali. Tetapi walaupun begitu demi untuk keindahan visi dan misi Islam, maka orang-orang yang beriman dituntut dengan benar-benar agar dapat melakukannya, sebagaimana hal yang sulit itu pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. beserta para sahabatnya dan pengikutpengikutnya yang setia, sehingga mereka memperoleh kemenangan dan kejayaan yang begitu gemilang sebagaimana yang kita saksikan dalam sejarah kejayaan Islam di masa lalu. Dan dalam surat 4 ayat 58 ditegaskan lagi, terutama untuk para pejabat/ pemimpin dalam sebuah pemerintahan, baik yang ada di eksekutif, yudikatif ataupun legislatif, mereka ini benar-benar dituntut untuk menjalankan amanah rakyat dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. Dan juga tidak kalah pentingnya bagi para penegak hukum, seperti para polisi, jaksa, pengacara, saksi sampai kepada para hakim, baik di tingkat bawah ataupun di tingkat atas, semuanya dituntut agar mereka di dalam menilai dan menimbang dan juga memutuskan sesuatu perkara, selalu dapat jujur dan adil, sehingga tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena kecurangan salah satu

105

dari mereka-mereka itu. Dan hendaklah masing-masingnya takut dengan ancaman Allah yang berbunyi celaka bagi orang yang curang dalam menimbang/ , yakni kalau untuk kepentingan dirinya sendiri atau kelompoknya, maka ingin ditimbang dengan penuh dan ingin dinilai dengan baik terus walaupun kenyataannya salah. Dan kalau untuk kepentingan orang lain atau kelompok lain (apalagi yang sudah dibencinya), maka ingin menimbangnya dengan curang dan menilainya jelek terus/salah semua walaupun kenyataannya ada yang baik dan yang benar. Oleh karena itu dengan peringatan Allah tersebut, maka hendaklah kita, kaum Muslimin agar selalu adil dan jujur di dalam menimbang dan menilai apa saja, dan menjauhkan diri dari sifat curang. Sehingga karenanya kita, kaum Muslimin dalam kejujuran dan keadilan kadarnya akan lebih tinggi jika dibanding dengan umat lain. Karena hal itu adalah merupakan syarat bagi kepercayaan umat lain kepada kita yang dengan perantaraan mana, wibawa akan meningkat, disegani di mana-mana, didengar suaranya, yang akhirnya kaum Muslimin di masa-masa yang akan datang akan memperoleh kejayaan yang gemilang sebagaimana yang telah diperoleh oleh Rasulullah saw. dan para sahabatnya dan juga yang diperoleh oleh kaum Muslimin di masa-masa kejayaan mereka dahulu.

106

48. Arti Wasilah/

dan Hakikatnya Menurut Alquran

Surat 5 ayat 35 ini kalau diterjemahkan berdasarkan Nahwu-Sorof, maka artinya: Wahai mana-manakah orang-orang yang mereka telah mempercayakan, hendaklah kamu menginsafi/bertakwa (pada) Allah dan hendaklah kamu mencari (untuk sampai) kepada Dia/Allah (pada) (sesuatu) (amal) yang (dapat) mengantarkan/wasilah/perantara, dan hendaklah kamu selalu berjuang di dalam jalan Dia/Allah, supaya (adapun) kamu (adalah) kamu akan memenangkan. Dan ayat itu kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu bertakwa kepada Allah dan hendaklah kamu mencari amal perantara/wasilah yang dapat menyampaikan kamu kepada Allah, dan berjuanglah kamu di jalan Allah, supaya kamu akan dapat memenangkan. , yang diterjemahkan dengan amal yang dapat Kata mengantarkan/wasilah/perantara, yang mana orang-orang yang beriman disuruh untuk mencarinya itu, maksudnya adalah hendaklah masing-masing orang mencari amal-amal yang dapat mengantarkan dirinya kepada Allah, sehingga dia dapat berjumpa dengan Allah. Dan dalam surat 18 ayat 110, dikatakan, Barang siapa yang ingin berjumpa Rabbnya, maka hendaklah dia beramal saleh dan janganlah melakukan tindakan musyrik di dalam beribadah kepada-Nya. Dan di dalam surat 6 ayat 135, surat 2 ayat 286, dan di dalam surat 65 ayat 7, dikatakan, Hendaklah masing-masing orang beramal saleh sesuai dengan bidang dan profesinya, dan Allah tidak akan membebani seseorang untuk beramal saleh di luar bidang/profesi dan wawasannya. dalam ayat tersebut yang kita disuruh mencarinya supaya Jadi, kita sampai kepada Allah itu, bukan berarti kita bebas mencari dan mengamalkan amalan-amalan yang bukan ditentukan oleh Allah, tetapi kita harus mencarinya yang sesuai dengan bidang dan profesi kita masing-masing sebagaimana yang dianjurkan oleh Allah. Sehingga melalui amalan-amalan mana, kita akan dapat beramal saleh, dan dengan perantaraan mana kita dapat berjumpa dengan Allah (bukan perjumpaan lahir). Karena dalam surat 28 ayat 77, kita disuruh mencari di dalam apa-apa yang Allah berikan kepada kita apa pun bentuknya, sehingga dengan perantaraannya, kita akan mendapatkan kebahagian di kemudian hari. Kalau Allah memberikan seseorang kedudukan dan pangkat yang tinggi, harta yang banyak, keahlian dalam ilmu-ilmu tertentu, keahlian dalam bidang ini dan bidang itu, ataupun yang lain-lainnya, maka hendaklah masing-masingnya

107

memanfaatkannya sebaik-baiknya untuk manfaat kemanusiaan, sehingga apa-apa yang Allah berikan kepadanya itu bisa berbentuk amal saleh bagi dirinya atau /perantara yang dapat mengantarkan dengan kata lain dapat menjadi dirinya kepada Allah. Untuk dapat melakukannya itu semua, maka seseorang diwajibkan untuk beribadah kepada Allah/berhamblumminallah dengan baik yang tidak dinodai dengan kemusyrikan sedikit pun.

108

49. Rasulullah saw. tidak Pernah Membelenggu Kaumnya

Surat 3 ayat 161 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Dan tidak mungkin bagi seseorang nabi itu membelenggu kaumnya. Dan siapa saja yang membelenggu terhadap orang lain, maka dia akan datang di hari kiamat dengan pembelengguan yang telah dilakukannya; kemudian setiap orang akan dibalas sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukannya, sedangkan mereka tidak akan digelapkan hak-haknya/dizalimi. Kalimat Dan tidak mungkin bagi seseorang nabi itu membelenggu . Berdasarkan surat 5 ayat kaumnya adalah terjemahan dari 64, maka kata adalah fiil Mutaaddi, karena di dalam ayat tersebut /isim Maful, dan ada kata /fiil Madli Majhul. ada kata dan kata dalam surat 3 ayat 161 ini Kenapa kata diterjemahkan dengan membelenggu? Karena kata itu berdasarkan surat 7 ayat 43, surat 15 ayat 47, dan surat 59 ayat 10 adalah berasal dari Masdar/kata pokok , yang di dalam surat 7 ayat 157, surat 13 ayat 5, surat 34 ayat 33, surat 36 ayat 8, surat 40 ayat 71, dan surat 76 ayat 4 disebutkan kata jamak dari kata itu adalah , dengan arti pembelengguan-pembelengguan/belenggubelenggu. Adapun maksud dari bahwa seseorang nabi/rasul itu tidak akan mungkin membelenggu pada siapa pun adalah bahwa semua nabi/rasul, lebihlebih Rasulullah saw. akan selalu berlapang dada, selalu bertoleransi, tidak pernah memaksakan kehendak, tidak otoriter, akan selalu menyampaikan kebenaran kepada pihak lain dengan berbagai argumen yang unggul lagi agung. Karena, setiap nabi/rasul itu akan selalu menyadari bahwa dirinya itu hanyalah sebagai (surat 5 ayat 92 dan ayat 99, penyampai yang menerangkan/ surat 16 ayat 35 dan 82, surat 36 ayat 17, dan lain-lain ayat yang jumlahnya lebih dari sepuluh ayat). Jadi, kalau ada hadis-hadis palsu yang memberikan kesan bahwa Rasulullah saw. adalah seseorang yang tidak berlapang dada, tidak bertoleransi, suka memaksakan kehendak, sewenang-wenang, menindas, bengis dan yang sebangsanya, maka jelaslah hadis-hadis tersebut bukanlah berasal dari beliau saw. alias hadis palsu yang dibikin oleh orang-orang tertentu karena kepentingankepentingan tertentu pula. Ada pelajaran yang maha penting dari surat 3 ayat 161 tersebut di atas, yakni kalau kita, kaum Muslimin menduduki jabatan atau menguasai daerah tertentu, maka kita dilarang melakukan tindakan

109

pembelengguan-pembelengguan seperti tersebut di atas terhadap orang-orang yang kita kuasai. Kalau larangan itu kita langgar, maka kekuasaan yang kita dapatkan itu akan cepat lenyap. Dalam hal ini sudah banyak terbukti di masa-masa yang lalu dan juga di masa-masa yang sekarang.

110

50. Nabi Isa a.s. tidak Dihukum Salib Tapi Beliau Disalib yang ada dalam surat 4 Kalimat ayat 157 diterjemahkan dengan padahal tiadalah mereka (orang-orang Yahudi) itu membunuh pada dia/Isa dan tiadalah mereka menghukum salib (pada) dia/Isa dan tetapi dia/Isa telah diserupakan terhadap mereka. Dan kata di situ Naa`ibul Faailnya adalah dia yang kembali kepada Isa, dan kata yang ada pada adalah mereka/orang-orang Yahudi, karena memang dari permulaan ayat tersebut, ungkapan yang ada hanyalah orangorang Yahudi dan Isa. Tetapi walaupun begitu, di dalam kitab Iroobul-QuraanilKariim wa bayaanuhu, karangan Muhyidin Addirwisy dikatakan, bahwa yang , bukanlah dia/Isa, tetapi adalah menjadi Naa`ibul Faail dari fiil Majhul atau /yang dibunuh, karena bukan Isa yang diserupakan tetapi orang lain. Penguraian iroob seperti ini timbul, karena yang bersangkutan memahami bahwa yang disalib itu orang lain yang diserupakan dengan wajah Isa dan seterusnya dan seterusnya. Tetapi kami penulis tidak menyetujui hal itu, dengan beberapa alasan: jelas-jelas hanya disebut 1. Karena dalam ayat 157 tersebut sebelum kata orang-orang Yahudi dan Isa dan dlomir mereka selalu kembali kepada orang-orang Yahudi dan dlomir dia selalu kembali kepada Isa. 2. Dalam ayat tersebut tidak pernah disebut-sebut orang lain selain keduanya. 3. Orang-orang Yahudi tidak pernah berhasil di dalam hendak menghukum salib pada Nabi Isa, karena yang namanya Hukum Salib adalah mensalib seseorang sampai mati. Jadi, kalau seseorang dipenteng/dipalangkan di palang salib, tetapi tidak sampai mati, maka dia tidak kena hukum salib, seperti itulah halnya Nabi Isa. Orang-orang Yahudi, karena tidak percaya/kufur kepada Isa Al masih sebagai nabi, maka mereka berdaya upaya sekuat tenaga untuk dapat membunuh Nabi Isa, baik melalui hukum salib ataupun lainnya, dengan tujuan kalau mereka berhasil membunuhnya, berarti pada waktu itu sekaligus mereka dapat membuktikan bahwa Isa itu adalah nabi palsu. Karena menurut kitab mereka dalam ulangan 18 ayat 20 ditegaskan, Nabi palsu itu matinya pasti dengan jalan mati terbunuh. Dan Nabi Isa itu sendiri menyadari benar terhadap daya upaya jahat mereka itu. Sehingga dalam surat 3 ayat 55, Allah swt. menghibur Nabi Isa bahwa daya upaya jahat mereka itu akan gagal dan kematianmu bukan di tangan mereka, tetapi di tangan-Ku dengan wahyu-Nya Wahai Isa, sesungguhnya Aku-lah yang akan mematikan engkau (secara wajar) dan Aku-lah yang akan mengangkat (derajat) engkau kepada-Ku, dan Aku-lah yang akan membersihkan engkau (dari tuduhan-tuduhan jahat) dari orang-orang yang mengufuri (pada engkau), dan Aku-

111

lah yang akan menjadikan orang-orang yang mengikuti pada engkau di atas/melebihi orang-orang yang mengufuri (pada engkau) sampai hari kiamat. Di dalam surat 3 ayat 54, yakni sebelum ayat yang isinya Allah menghibur Nabi Isa tersebut di atas, maka di situ dikatakan orang-orang Yahudi berdaya upaya (untuk membunuh Nabi Isa dengan tujuan seperti yang diutarakan di atas) dan Allah pun berdaya upaya pula (untuk melindungi dan menjaga Nabi Isa), dan Allah-lah yang sebaik-baik dari pada orang-orang yang berdaya upaya (atau dengan kata lain daya upaya mereka akan gagal dan daya upaya Allah-lah yang akan terwujud). Dan Allah di dalam hendak menyelamatkan Nabi Isa dari daya upaya jahat mereka adalah sangat bijaksana, sangat halus, dan rapi. Oleh karenanya sesuatu hal yang mustahil bagi Allah kalau Dia tidak bijaksana di dalam hendak menyelamatkan Nabi Isa dari kematian terkutuk itu, dengan jalan mencari orang lain yang rupa dan bentuknya diserupakan dengan rupa dan bentuknya Nabi Isa. Dengan jalan yang seperti ini, apakah Allah swt. di dalam hendak menyelamatkan Nabi Isa itu sudah kehabisan daya upaya? Nauudzubillaahi min dzaalik. Bagaimanakah caranya Allah swt. dengan daya upaya-Nya yang sangat bijaksana, halus, dan rapi di dalam hendak menyelamatkan Nabi Isa itu? Yakni dengan jalan: Untuk sementara waktu, sesuai dengan rahasia Allah, orang-orang Yahudi dengan bantuan tentara Romawi dapat menangkap dan menaikan Nabi Isa di kayu salib, sesuai rahasia Allah pula, pada waktu itu adalah hari Jumat sore menjelang malam hari Sabtu, hari yang dianggap suci oleh orang-orang Yahudi. Di saat Nabi Isa pingsan di kayu salib, orang-orang Yahudi menyangkanya mati, di saat itulah Allah Yang Maha bijaksana, Maha halus dan Maha rapi di dalam daya upaya-Nya sedang bekerja untuk menyelamatkan Nabi Isa dari kematiannya di kayu salib; Nabi Isa dipingsankan oleh Allah, pikiran dan hati orang-orang Yahudi pada waktu itu dikaburkan oleh Allah, sehingga melihat Nabi Isa yang pingsan itu disangkanya mati, sehingga mereka merasa puas telah berhasil membuktikan bahwa Nabi Isa adalah Nabi palsu. Karena mereka menyangkanya sudah mati, dan menurut peraturan agama mereka, bahwa malam hari Sabat, hari yang dianggap suci oleh mereka itu, adalah tidak boleh ada orang yang masih berada di tiang salib, maka mereka datang kepada murid-murid Nabi Isa sambil mengejek, dan mereka mengatakan uruslah bangkai dari gurumu itu, padahal pada waktu itu Nabi Isa belum mati, dan hal itu disadari oleh murid-muridnya yang lantas mereka menurunkan Nabi Isa dari kayu salib, dan kemudian mereka mengurusnya dengan baik, dan Yusuf Arimatea beserta Nekodemos selaku tabib terkenal dan juga selaku murid setia Nabi Isa, mengobati bekas luka-lukanya sehingga sembuh dan seterusnya dan seterusnya. Dari peristiwa tidak matinya Nabi Isa di kayu salib, yang hal mana diakui juga oleh kitabnya orang-orang Kristen dalam perjanjian baru, maka dengan

112

sendirinya akan batal dan gugurlah dua keyakinan pokok yang dimiliki oleh orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani, yaitu: 1. Akan batal dan gugurlah keyakinan orang-orang Yahudi yang berkeyakinan bahwa Nabi Isa itu adalah Nabi palsu. Karena dia terbukti tidak mati dikayu salib. 2. Akan batal dan gugurlah keyakinan orang-orang Nasrani/Kristen yang berkeyakinan bahwa Nabi Isa mati di kayu salib adalah untuk menebus dosa umat manusia. Padahal sesuai dengan kitab mereka sendiri sebagaimana peristiwa yang disebutkan di atas, bahwa Nabi Isa itu tidak mati di kayu salib. Dari perselisihan antara orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani tentang masalah Isa tersebut, maka Alquran menyelesaikan dan memutuskannya dengan kalimat: padahal tiadalah mereka/Yahudi membunuh pada dia/Isa dan tiadalah mereka menghukum salib/menyalib sampai mati pada dia/Isa, dan tetapi dia/Isa diserupakan (waktu pingsan seperti mati) kepada mereka/Yahudi. Dan sesungguhnya orang-orang yang masih juga memperselisihkan tentang masalah Isa itu (yang satunya menganggapnya nabi palsu, dan yang satunya lagi menganggapnya nabi benar, yang lantas dianggapnya dia mati di kayu salib untuk menebus dosa umat manusia, yang lantas lagi dianggapnya sebagai Tuhan), maka mereka-mereka itu sebenarnya dalam keraguan dan tiada pengetahuan yang pasti tentang hal itu, dan benar-benar mereka/Yahudi tidak membunuhnya secara yakin, tetapi Allah mengangkat (derajatnya) Nabi Isa kepada-Nya dan Allah adalah Maha Perkasa lagi Yang Maha memutuskan (surat 4 ayat 157 dan ayat 158).

113

51. Kisah Dua Anak Manusia, Habil dan Qabil, dan Pelajaran yang Terkandung di Dalamnya Dalam surat 5 ayat 27 s/d 31, telah dikisahkan tentang dua orang anak manusia/Adam, yang satunya adalah anak yang baik/Habil, dan yang satunya lagi adalah anak yang jahat/Qabil. 1. Adapun ciri-ciri pokok dari anak yang baik, di situ dijelaskan adalah: bertakwa, selalu berhasil, selalu menang dalam berbagai persaingan yang sehat, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi selalu berusaha untuk damai. 2. Adapun ciri-ciri pokok dari anak yang jahat, di situ dijelaskan adalah: tidak bertakwa, selalu dengki terhadap keberhasilan orang lain, selalu gagal, selalu kalah dalam berbagai persaingan yang sehat, dan selalu bersikap permusuhan, sehingga melakukan segala macam cara untuk dapat membunuh, menjatuhkan, dan mengalahkan lawannya. Dan akhirnya, di kemudian hari dia menyesal. Dari kisah permisalan ini, menunjukan bahwa anak manusia secara umum akan bercorak dengan dua macam corak tersebut. Yang ciri-ciri pokoknya dapat dikenal seperti yang telah disebutkan. Dan dari kisah permisalan ini juga, dapat dijadikan pelajaran oleh kita, kaum Muslimin agar supaya kita berhati-hati dalam hidup ini, sehingga akan dapat selalu mempunyai sifat-sifat mulia sebagaimana yang dianjurkan oleh Alquran, dan menjauhi sifat-sifat yang tidak terpuji yang dibenci oleh Allah swt.. Karena kisah apa pun, baik kisah baik ataupun kisah buruk yang ada dalam Alquran, gunanya adalah untuk supaya kita dapat mengambil pelajaran darinya, dengan kata lain, yang baik kita tiru dan yang jelek/buruk kita jauhi. Karena menurut Alquran, Allah telah mengadakan berbagai permisalan/lambang di dalam Alquran itu agar supaya manusia dapat mengambil pelajaran darinya (surat 30 ayat 58 dan surat 39 ayat 27). Kisah dua macam corak anak manusia itu juga dapat dijadikan pelajaran bagi berbagai kelompok/golongan yang ada dalam berbagai agama, bahkan juga dapat dijadikan pelajaran bagi berbagai bangsa yang ada di jagat ini; suatu kelompok atau golongan, bahkan lebih-lebih lagi suatu bangsa, kalau mereka ingin mendapatkan keberhasilan dan kejayaan yang sejati, maka mereka harus memiliki keimanan dan ketakwaan terhadap Allah yang dapat melahirkan sifatsifat dan tingkah laku yang terpuji. Tetapi sebaliknya, kalau mereka itu kufur terhadap Allah alias keimanannya palsu dengan bukti banyaknya melakukan kejahatan, banyaknya melanggar peraturan-peraturan Allah, maka di kemudian hari dan di hari kemudian sesudah kematiannya, benar-benar mereka tidak akan berhasil dan tidak memperoleh kejayaan, selalu gagal dan gagal dan akhirnya hanya penyesalanlah yang ada.

114

Dua corak kelompok atau bangsa yang seperti itu telah disebutkan juga dalam surat 11 ayat 24 dengan permisalan sebagai berikut perumpamaan dua golongan, yakni golongan orang-orang yang kafir itu dimisalkan seperti orangorang yang buta dan tuli. Sedangkan golongan orang-orang yang beriman, dimisalkan seperti orang-orang yang tajam pandangan dan pendengarannya. Lantas di akhir ayat ada pertanyaan dari Allah apakah sama dua permisalan itu? Lantas kenapa kamu tidak mau mengambil pelajaran dari permisalan tersebut?

115

52. Pelajaran yang Terkandung Dalam Kisah Maryam dan Nabi Isa a.s. dengan Orang-Orang Yahudi, Terutama Alim Ulamanya Dalam surat 19 ayat 16 s/d ayat 40, telah dikisahkan tentang Siti Maryam (sang Ibu) dan Nabi Isa (sang Putra) dengan orang-orang Yahudi, terutama alim ulamanya. Dalam ayat 16 ada kalimat hendaklah engkau mengingat kisah Maryam di dalam kitab Alquran! Maksudnya adalah, pesan yang ada dalam kisah tersebut supaya dijadikan pelajaran yang bermanfaat untuk kita. Dan dalam ayat 19-nya dikatakan, Anak yang akan lahir/Isa itu adalah seseorang anak yang sangat suci kepribadiannya, bahkan dalam surat 3 ayat 48 dikatakan, Nabi Isa akan diajari oleh Allah tentang berbagai ketetapan, isi/jiwa Taurat, hikmah/kebijakan dan Injil. Sehingga karenanya, Nabi Isa dalam usia yang sangat relatif muda (istilahnya masih dalam buaian/ayunan) sudah melakukan berbagai kegiatan dakwah dengan berbagai argumen yang brilian kepada khalayak ramai, terutama kepada alim ulama Yahudi yang jago-jago lagi tersohor yang usianya jauh di atas beliau (surat 3 ayat 46 dan surat 5 ayat 110). Dengan bantuan Ruh Kudus, maka dakwah Nabi Isa a.s. mempunyai daya tarik atau magnet yang sangat luar biasa, sehingga banyak dari antara mereka yang tertarik dan simpati yang akhirnya menerima dakwah beliau itu. Dalam menghadapi hal ini, para alim ulama Yahudi yang sudah kehabisan hujah, akhirnya mereka mendatangi ibunya Nabi Isa, yakni Siti Maryam dan mereka mengatakan kepadanya Wahai saudara perempuan Harun/wahai Maryam, kalau dilihat dari asal usul bapakmu dan ibumu dan seterusnya, bukanlah orang-orang yang membikin onar/pengacau/pembangkang dan lain-lain. Karena hal tersebut menyangkut dakwah yang dilakukan oleh Nabi Isa a.s., maka sang Ibu mempersilahkan kepada mereka untuk langsung saja menanyakan kepada Nabi Isa., kemudian mereka menjawab bagaimana kami harus berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan/buaian? Istilah ini digunakan oleh mereka, karena mereka merasa lebih tahu tentang isi kitab Taurat, lebih tua, lebih pintar, lebih tersohor, lebih banyak pengikut, dan lebih-lebih lainnya, yang karenanya mereka menganggap/mengistilahkan bahwa Nabi Isa itu adalah anak yang masih ingusan, anak kecil yang masih dalam ayunan. Adapun pesan yang terkandung dalam kisah antara kedua belah pihak itu adalah jangan sampai sifat-sifat jelek dari alim ulama Yahudi itu ditiru oleh alim ulama dalam Islam. Dan alim ulama dalam Islam diharuskan menjauhkan diri dari sifat-sifat sombong seperti itu di dalam menghadapi berbagai persoalan dakwah yang disampaikan oleh pihak lain yang walaupun dalam ukuran mereka pihak lain tersebut tidak memenuhi kriteria sebagai seorang juru dakwah dan seorang ulama. Bukankah Allah akan memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki?, dan memberikan kebenaran kepada siapa yang Dia kehendaki?, dan juga memberikan kepahaman tentang agama kepada siapa yang Dia

116

kehendaki? (bukan menurut kehendak dan ukuran manusia) (surat 2 ayat 269, surat 10 ayat 35, surat 24 ayat 35 dan ayat 46, dan lain-lain). Dan tentang bagaimana keadaan dan sikap orang-orang Yahudi, terutama alim ulamanya tatkala Nabi Isa datang di tengah-tengah mereka, maka penjelasannya dapat dilihat dalam Bab: Nabi Isa tidak Dihukum Salib Tetapi Beliau Disalib. Sebagai catatan yang perlu direnungkan tentang istilah bayi yang masih dalam ayunan/buaian yang digunakan untuk Nabi Isa a.s. itu bukanlah dalam arti yang hakiki, tetapi dalam arti majaz/kiasan. Karena, kalau diartikan dengan arti yang hakiki, yakni bayi benar-benar yang masih dalam ayunan, maka suatu hal yang mustahil, dan dibantah keras oleh ayat 30-nya yang mengatakan bahwa pada waktu itu Nabi Isa sudah diberi kitab Injil oleh Allah dan juga sudah menjadi nabi.

117

53. Gelar Kafir, Zalim dan Fasik bagi Siapa Saja yang tidak Menghukum dengan Hukum yang Diturunkan oleh Allah Dalam surat 5 ayat 44, ayat 45 dan ayat 47 disebutkan:

Ketiga ayat ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Dan siapa saja yang tidak menghukum dengan hukum yang diturunkan oleh Allah, maka mereka adalah orang-orang yang kafir, orang-orang yang zalim dan orangorang yang fasik. Adapun tentang orang-orang yang menghukum dengan hukum yang bukan berasal dari Allah siapa pun orangnya, maka mereka disebut orang-orang yang kafir/kufur, maksudnya adalah mereka di saat itu telah mengufuri terhadap hukum-hukum Allah, karena memunculkan dan memakai hukum-hukum yang bertentangan dengan hukum-hukum-Nya. Dan di saat itu pula berarti mereka telah mengufuri terhadap perintah Allah yang menyuruh mereka supaya mereka memakai hukum-hukum Allah. Tentang hakikat kafir/kufur ini dapat dilihat . dalam Bab: Beriman Kepada Allah/ Dan tentang orang-orang yang menghukum dengan hukum yang bukan berasal dari Allah siapa pun orangnya, maka mereka disebut orang-orang yang menggelapkan/zalim, maksudnya adalah mereka di saat itu telah menggelapkan/ menzalimi terhadap hukum-hukum Allah, karena memunculkan dan memakai hukum-hukum yang bertentangan dengan hukum-hukum-Nya. Dan di saat itu pula berarti mereka telah menggelapkan/menzalimi terhadap perintah Allah yang menyuruh mereka supaya mereka memakai hukum-hukum Allah. Dan tentang orang-orang yang menghukum dengan hukum yang bukan berasal dari Allah siapa pun orangnya, maka mereka disebut orang-orang yang durhaka/fasik, maksudnya adalah mereka di saat itu telah mendurhakai terhadap hukum-hukum Allah, karena memunculkan dan memakai hukum-hukum yang bertentangan dengan hukum-hukum-Nya. Dan di saat itu pula berarti mereka telah mendurhakai terhadap perintah Allah yang menyuruh mereka supaya mereka memakai hukum-hukum Allah. Dan adapun yang dimaksud dengan hukum-hukum Allah dalam ayatayat tersebut, maksudnya adalah bersifat umum. Karena hukum-hukum Allah itu artinya keputusan-keputusan/ketentuan-ketentuan Allah, baik keputusankeputusan-Nya yang menyangkut perkara hukum pidana dan perdata ataupun yang menyangkut hal-hal lain yang berhubungan dengan bagaimana kita harus berpola pikir, berakidah, berkemauan, dan bertingkah laku.

118

54. Hukum Orang yang Murtad Menurut Alquran

Surat 5 ayat 54 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya Wahai orang-orang yang beriman, siapa saja yang murtad/tertolakkan dari antara kamu dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan kaum lain yang Dia mencintainya dan mereka pun mencintai pada Allah, yang mana mereka sangat merendah sesama orang-orang yang beriman dan sangat perkasa terhadap orangorang yang kafir, yang mana mereka selalu berjuang/berjihad di jalan Allah, serta keadaan mereka tidak khawatir terhadap celaan orang yang mencela. Yang demikian itu adalah kelebihan yang berasal dari Allah yang diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah adalah Yang Maha meluasi (lagi) Yang Maha Pengetahu. dalam ayat tersebut diterjemahkan dengan dia tertolakkan/ Kata yang lantas dia mengikuti wazan/ murtad, karena dia berasal dari kata , maka dia menjadi dan orang yang timbangan yang artinya orang yang tertolakkan. melakukan perbuatan itu disebut Adapun yang dimaksud dengan orang yang tertolakkan/murtad dari agama Allah adalah orang-orang yang berbagai pola pikir, akidah, kemauan, dan tingkah lakunya banyak yang sudah bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Allah, atau dengan kata lain sudah banyak yang tidak islami, maka di saat itu orang tersebut akan tertolakkan dari agama Allah yang dia peluk. Dan kadar kemurtaddannya seseorang itu tergantung dari banyak dan sedikitnya ketentuanketentuan Allah yang dia langgar. Sehingga Rasulullah saw. bersabda: Tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janjinya. Jadi, orang yang tidak menepati janji di saat itu, dia akan tertolakkan dari agama Allah yang dia peluk, karena agamanya memerintahkan supaya dia menepati janji apabila telah berjanji. Dan Rasulullah saw. bersabda juga: Agama itu adalah keindahan budi pekerti. Jadi, orang yang mengaku beragama tetapi akhlaknya bejat, banyak peraturanperaturan Allah yang dilanggar, maka dia akan tertolakkan dari agama Allah yang dia peluk, atau dengan kata lain hakikatnya dia bukan orang yang beragama. Dan perbuatan-perbuatan yang melanggar peraturan-peraturan Allah tersebut yang menyebabkan seseorang menjadi murtad, atau pernyataan seseorang yang menyatakan secara total keluar dari agama Islam, maka hal itu tidak sekalikali akan merugikan, atau membahayakan pada Allah sedikit pun (surat 3 ayat

119

176 dan ayat 177), dan juga tidak akan merugikan atau membahayakan pada orang-orang yang berada di atas petunjuk Alquran lagi bertakwa (surat 5 ayat 105 dan surat 3 ayat 120). Dan akhirnya dari itu semua, Allah akan mendatangkan kaum lain yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai Allah sebagaimana yang ada dalam surat 5 ayat 54 itu. Jadi, kalau ada hadis yang mengatakan, Orang yang murtad itu harus dibunuh fisiknya, maka jelaslah bahwa hadis tersebut adalah hadis yang maudhu/hadis yang dibikin-bikin oleh orang-orang tertentu, karena kepentingan tertentu pula. Karena Rasulullah saw. selaku pembawa dan pengamal Alquran, tidak mungkin mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan risalah yang beliau bawa dan amalkan itu.

120

55. Menurut Sunatullah Manusia itu tidak Akan Dapat Berubah Secara Fisik Menjadi Kera

Surat 2 ayat 65 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Dan sungguh benar-benar kamu/orang-orang Yahudi telah mengetahui terhadap orangorang di antara kamu yang telah melanggar di dalam hari Sabat. Lalu Kami mengatakan terhadap mereka Hendaklah kamu menjadi kera-kera yang membelalak. Kata diterjemahkan dengan yang membelalak, karena dalam surat 67 ayat 4, kata itu dihubungkan dengan pandangan/ selaku sifatnya. dalam ayat itu adalah jamak Mudzakkar Salim, sesuatu kata Dan kata jamak yang dipergunakan hanya untuk yang berakal/manusia. Jadi, kata kera dalam ayat ini bukan berarti kera benar-benar alias monyet, tetapi kera/ kera-kera dalam arti majas, yakni manusia yang mempunyai sifat-sifat/ karakter seperti kera. Dan kalau yang dimaksud dalam ayat itu kera benar-benar bukan . pasti akan disifati dengan kata Bahkan dalam surat 5 ayat 60, di samping mereka dijadikan kera-kera, mereka juga dijadikan babi-babi oleh Allah, maksudnya juga babi-babi dalam arti majas. Perlu ditambahkan di sini, sifat-sifat jelek yang ada pada kera dan babi itu di antaranya; suka merusak tanaman, rakus, bahkan si babi kalau didorong maju dia malah mundur. Seperti itulah manusia-manusia yang punya karakter seperti kera dan babi; suka bikin kerusakan, rakus pada harta, menghalalkan segala cara dan kalau disuruh patuh terhadap peraturan-peraturan Allah, mereka malah melanggar. Dan di dalam sunatullah, manusia itu tidak akan dapat berubah secara fisik menjadi kera dan babi benar-benar, dan memang sunatullah itu tidak akan pernah mengalami pergeseran dan penggantian (surat 35 ayat 43). Memang Allah Maha Kuasa, tetapi kemahakuasaan Allah tidak akan pernah melanggar pada ketetapan-ketetapan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri. Dan di samping itu, Allah adalah Maha Bijaksana. Kalau di dalam menjalankan kekuasaan-Nya, Dia melanggar ketetapan-ketetapan-Nya sendiri, berarti dia tidak bijaksana. Nauudzubillah min dzaalik! Sifat-sifat babi dan kera seperti yang tersebut itu bisa terjadi pada penganut agama mana pun, termasuk penganut agama Islam. Hal ini seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw., Di umat Islam nantinya akan terjadi ketidak tenteraman (fazatun), yang di saat mana, manusia-manusia akan mencari perlindungan ke alim ulama mereka, padahal alim ulamanya pada waktu itu adalah babi-babi

121

(khonaaziir) dan kera-kera (qirodatan).. Babi-babi dan kera-kera dalam hadis ini jelas bukan babi-babi dan kera-kera beneran, tetapi sifat mereka yang seperti babi-babi dan kera-kera. Hal ini dikarenakan pola pikir, akidah, dan tingkah laku mereka sudah banyak yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan Alquran; hidupnya sudah banyak yang bergelimangan dengan dosa; memperkaya diri dengan tidak mempedulikan kepentingan umat; mereka benar-benar sudah tidak menjadi pewaris para nabi; benar-benar hakikat mereka sudah mengabdi pada thaghut. Sehingga kedudukan mereka pada waktu itu adalah sejahat-jahatnya manusia dikolong langit (surat 5 ayat 60, dan hadis Nabi).

122

56. Penganut Agama Mana pun Yang Beriman Kepada Allah dan Hari Akhir Serta Beramal Saleh, Maka Mereka Akan Mendapatkan Pahala Dari Sisi Allah dan Akan Mengalami Kehidupan Yang Damai

Surat 2 ayat 62 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari yang kemudian dan dia mengerjakan amal yang baik, maka mereka akan mendapatkan pahala dari sisi Rabb mereka dan rasa khawatir tidak akan menimpa pada mereka dan tidak pula mereka akan berdukacita. Ayat yang seperti ini juga tercantum dalam surat 5 ayat 69, cuma susunan kalimatnya agak sedikit berbeda, tetapi intinya sama. Dari dua ayat tersebut, jelaslah bahwa Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari yang kemudian dan mengerjakan amal-amal yang baik, mereka akan mendapatkan balasan pahala dari Allah, baik orang-orang yang sudah beriman pada Rasulullah saw., ataupun orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, orang-orang Shabiin, dan lain-lain, sehingga mereka dalam kehidupannya tidak akan pernah mengalami rasa khawatir dan tidak pernah pula berdukacita/hidup mereka akan tenteram. Adapun tentang orang-orangYahudi, orang-orang Nasrani, orang-orang Shabiin, dan lain-lain, yang mana dakwah Islam yang benar belum pernah sampai kepada mereka, tetapi di dalam kehidupannya, mereka beriman kepada Allah/tidak musyrik, beriman kepada hari yang kemudian dan mengerjakan amalamal yang baik, maka mereka-mereka itu akan mendapatkan balasan pahala dari sisi Allah, sehingga mereka dalam kehidupannya tidak akan pernah mengalami rasa khawatir dan tidak pernah pula berdukacita/hidup mereka akan tenteram, baik di dunia ini ataupun sesudah kematian nanti. Dan adapun tentang orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, orangorang Shabiin, dan lain-lain, yang mana dakwah Islam yang benar telah sampai kepada mereka, tetapi karena keangkuhannya, mereka menolaknya, maka mereka akan mendapatkan dosa/dampak-dampak negatif dari penolakannya itu. Dan mengenai seberapa besar dosa yang diperoleh mereka, maka hal itu akan tergantung dari seberapa banyak kebenaran-kebenaran ajaran Islam yang mereka tolak, karena kebenaran-kebenaran ajaran Islam itu jumlahnya ratusan bahkan ribuan. Dan dosa-dosa yang disebabkan oleh penolakan mereka itu, akhirnya akan ditimbang bersama dengan kebaikan-kebaikan yang mereka lakukan. Dan kalau hasilnya timbangan amal-amal kebaikannya lebih berat jika dibanding dengan

123

timbangan dosa-dosanya, maka mereka akan berada dalam kehidupan yang senang. Tetapi sebaliknya, kalau timbangan amal-amal kebaikannya lebih ringan jika dibanding dengan timbangan dosa-dosanya, maka mereka akan berada dalam kehidupan yang serba susah dan sengsara/dalam gejolak api yang panas (surat 101 ayat 6 s/d ayat 11). Perlu diberi tanda petik bahwa berapa banyak dari penganut sesuatu agama, baik Islam ataupun Yahudi, Nasrani, Shabiin, dan lain-lain, yang mana mereka memeluk agamanya karena tradisi nenek-moyang dan lingkungan, bukan didasarkan atas dasar ilmu. Sehingga, apabila mereka dilahirkan dalam lingkungan keluarga dan masyarakat yang sudah mayoritas Islam, maka mereka dengan sendirinya akan menjadi orang-orang yang beragama Islam. Begitu pula mereka akan menjadi orang-orang yang beragama Yahudi, beragama Nasrani, beragama Shabiin, dan lain-lain, kalau seandainya mereka dilahirkan dalam keluarga dan lingkungan masyarakat yang mayoritas beragama dengan agama-agama tersebut. Oleh karena itu, masing-masing dari pemeluk agama-agama itu perlu menjawab pertanyaan di bawah ini: Kenapa mereka memeluk agamanya dan kenapa pula mereka menolak agamaagama yang lain? Kalau masing-masingnya menjawab karena agama kamilah yang paling baik, maka akan timbul pertanyaan ajaran-ajaran yang manakah yang paling baik dari agama Anda itu? Dan ajaran-ajaran agama lain yang manakah yang Anda katakan kurang baik atau salah itu? Kalau masing-masing dari mereka tidak bisa menjawab dengan baik, maka berarti mereka itu memeluk agamanya karena tradisi nenek-moyang dan lingkungan, bukan karena didasarkan atas ilmu yang dapat mendatangkan kesadaran. Tetapi sebaliknya, kalau masingmasing mereka bisa menjawabnya dengan baik dengan menunjukkan ini yang baik, ini yang lebih baik dan itu yang jelek, itu yang kurang baik, maka berarti mereka memeluk agamanya bukan karena tradisi nenek-moyang, tetapi karena ilmu/pengetahuan yang benar, sehingga mereka dapat memilah-milah. Dalam Islam, kita dilarang mengikuti sesuatu, apa pun bentuknya, terutama ajaran-ajaran yang tanpa di dasari oleh ilmu (surat 17 ayat 36), karena hanya dengan perantaraan ilmu/pengetahuan yang benar itulah kesadaran seseorang akan timbul dan akhirnya akan melahirkan perbuatan-perbuatan yang baik dan terhindar dari perbuatan-perbuatan yang keji, yang jahat dan yang mungkar. Untuk masing-masing penganut agama-agama, termasuk penganut agama Islam, maka juga berlaku pertanyaan di bawah ini: Kalau Anda menolak sesuatu agama lain, maka ajaran-ajaran manakah yang berasal dari agama tersebut yang sudah sampai kepada anda yang akhirnya anda tolak? Kalau mereka bisa menjawab dengan baik dengan menunjukkan alasannya yang benar, maka berarti mereka telah menerima dan menolak sesuatu berdasarkan atas ilmu/pengetahuan yang benar.

124

Tetapi kalau ajaran-ajaran dari agama lain tersebut belum sampai kepada Anda, karena lemahnya dakwah mereka, maka apakah Anda akan menolak terhadap sesuatu yang belum sampai kepada Anda? Kalau hal ini Anda lakukan, maka berarti Anda telah menerima agama Anda dan menolak agama lain karena tradisi dan lingkungan yang membelenggu Anda. Dari situasi dan kondisi yang terakhir semacam inilah yang umumnya ada pada kebanyakan berbagai penganut agama yang ada. Yang hal tersebut karena keterbatasan kemampuan berpikir mereka, maka Allah pun memaklumi dan memaafkan keterbatasan mereka itu (surat 23 ayat 62, surat 65 ayat 7 dll.). Dan akhirnya, Allah akan tetap memberikan balasan kepada mereka, kalau toh mereka benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir dan mengerjakan amal-amal kebajikan sebagaimana yang ada dalam surat 2 ayat 62 itu. Tetapi di samping itu, dari masing-masing penganut berbagai agama itu pasti akan muncullah orang-orang yang jujur/objektif, selalu berpikir, selalu merenung, selalu menuntut ilmu, dan selalu mengembangkan wawasannya, sehingga mereka-mereka ini akhirnya akan bertemu dalam berbagai titik persamaan kebenaran/kalimatin sawaa` yang mereka temukan di dalam agama mereka masing-masing. Jika situasi dan kondisi seperti ini ada pada mereka, maka satu sama-lain dari mereka akan menjadi saling pengertian, saling menghormati, saling rukun, saling mau mendengar, saling mau mengambil dan memberi walaupun masing-masing mereka berbeda agama. Dengan perantaraan merekamereka yang sudah terkeluarkan dari tradisi nenek-moyang seperti itulah, maka kerukunan antar umat beragama akan dapat terwujud. Dan hal ini telah terwujud di masa-masa yang lalu, yakni dalam masa-masa kejayaan dan kegemilangan Islam, baik di Kufah, Bagdad, Persia, Mesir, Spanyol, ataupun Turki dan lainlain.

125

57. Rasulullah saw. tidak Mengetahui yang Gaib, Kecuali yang Allah Beritahukan Kepadanya

Surat 6 ayat 50 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Hendaklah engkau (Muhammad) mengatakan Aku tidak akan mengatakan kepadamu bahwa perbendaharaan-perbendaharaan Allah itu ada di sisiku, dan aku tidak mengetahui kegaiban, dan aku tidak mengatakan kepadamu bahwa aku adalah seorang malaikat. Aku tidak akan mengikuti kecuali kepada apa-apa yang diwahyukan kepadaku. Hendaklah engkau mengatakan Adakah akan tersamakan antara orang yang buta dan orang yang memandang? Apakah lantas kamu tidak menggunakan pikiran/bertafakkur? Dalam ayat tersebut dengan jelas dikatakan, bahwa Rasulullah saw. itu tidak dapat mengetahui terhadap hal-hal yang gaib, kecuali yang Allah beritahukan kepadanya (surat 72 ayat 26-27). Dan beliau hanya mengikuti kepada apa-apa yang telah diwahyukan kepadanya. Jadi, amat salahlah kalau kita menempatkan Rasulullah saw. dalam posisi yang serba tahu terhadap hal-hal yang gaib, termasuk hal-hal yang akan terjadi di masa yang akan datang, yang jauh sesudah beliau saw.. Karena memang, banyak hadis-hadis yang menceritakan tentang kejadiankejadian yang akan datang yang konon diramalkan oleh beliau saw., padahal yang sebenarnya Rasulullah saw. tidak pernah meramalkannya, atau dengan kata lain ramalan-ramalan tersebut hanya dibikin-bikin oleh orang-orang tertentu yang datang kemudian dengan kepentingan tertentu, yang lantas dikatakan bahwa beliau saw.-lah. yang meramalkannya (hadis-hadis yang model begini disebut hadis maudhu/hadis yang dibikin-bikin). Tetapi di samping itu,Rasulullah saw. sebagai penerima dan pengamal Alquran, tentunya beliau akan mengetahui terhadap kejadian-kejadian yang akan datang yang tersirat di dalam ayat-ayat tertentu. Dan setelahnya itu, baru beliau saw. mengatakannya (hadis-hadis yang beginilah yang dapat diyakini sebagai sabda beliau saw.). Bahkan dalam surat 7 ayat 188 lebih ditegaskan lagi, bahwa beliau saw. disuruh oleh Allah mengatakan, Aku tidak menguasai untuk dapat mendatangkan manfaat dan mudarat bagi diriku kecuali apa-apa yang Allah kehendaki. Dan andaikan aku mengetahui terhadap hal-hal yang gaib, niscaya aku akan memperoleh kebaikan sebanyak-banyaknya, dan niscaya hal-hal yang jelek tidak akan menimpa kepadaku. Aku ini hanyalah juru peringat dan pembawa kabar gembira bagi kaum yang mereka akan mau beriman.

126

Jadi, sekali lagi amat salahlah bagi orang-orang yang berlebih-lebihan di dalam memuji-muji beliau saw., sehingga menempatkan beliau saw. dalam posisi yang serba tahu terhadap hal-hal yang gaib, yang seakan-akan perbendaharaanperbendaharaan Allah itu ada di tangan beliau semuanya.

127

58. Manusia-Manusia Tertentu Dapat Dijadikan Tuhan-Tuhan yang Disembah

Surat 6 ayat 56 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Hendaklah engkau mengatakan, Sesungguhnya aku telah dilarang untuk mengabdi/beribadah kepada orang-orang yang kamu selalu menyeru pada mereka selain Allah. Hendaklah engkau mengatakan, Aku tidak akan mengikuti hawa nafsu-hawa nafsu kamu. Kalau aku mengikutinya, niscaya aku akan sesat dan aku akan tergolong orang-orang yang tidak mendapat petunjuk. Berdasarkan ayat ini, maka yang bisa dijadikan tuhan-tuhan untuk disembah itu bukan hanya terbatas pada patung-patung berhala saja, tetapi yang /orang-orang/manusia itu pun dapat dijadikan tuhan-tuhan yang namanya mabuud, bahkan tuhan-tuhan yang semacam inilah yang kebanyakan disembah oleh kebanyakan penganut agama-agama yang ada. Untuk hal tersebut, penjelasannya dapat dilihat dalam Bab Hakikat Musyrik dan BentukBentuknya Menurut Alquran. Dan berhala yang berbentuk manusia seperti itulah yang lebih berbahaya daripada berhala yang berbentuk batu, kuburan, matahari, bintang-bintang, dan sejenisnya. Karena berhala-berhala ini tidak dapat berbicara dan menulis sebuah buku yang di dalamnya ada pesan-pesan yang menyimpang dari ketentuanketentuan Allah. Tetapi, berhala yang berbentuk manusia itu dapat melakukan hal itu yang lantas pesan-pesannya diikuti oleh pengabdi-pengabdi/penyembahpenyembahnya. Dan manusia yang dapat dijadikan berhala yang mabud/disembah itu ada dua macam bentuknya, yang secara garis besarnya adalah: Bentuk yang pertama: seperti kalau ada penguasa yang zalim, entah dia sebagai presiden, raja, perdana menteri, dan lain-lain, kemudian perintah-perintah dan berbagai kebijakannya diikutinya dan didukung sedemikian rupa, padahal jelasjelas semuanya itu bertentangan dengan aturan-aturan Allah. Yang mana semuanya itu tidak tampak di mata hati mereka, karena mereka sudah banyak mendapatkan berbagai kebaikan lahiriah dari penguasa zalim tersebut, yang lantas di samping itu, penguasa yang sebenarnya zalim itu dipuji-pujinya setinggi langit, didoakannya sedemikian rupa supaya kekuasaannya yang penuh dengan kezalimannya itu dapat langgeng dan lain dan lain sebagainya. Maka tindakantindakan yang seperti itu adalah suatu tindakan yang mencerminkan pengabdian seseorang yang mutlak-mutlakan kepada penguasa yang zalim, karena dia menganggap hidup dan mati mereka, jaya dan bangkrut mereka, berpangkat dan

128

tidak berpangkatnya mereka tergantung di tangan penguasa yang zalim tersebut. Bentuk pengabdian yang mutlak-mutlakan semacam itulah identik dengan mereka menjadikan para penguasa yang zalim itu sebagai sesuatu yang disembah, atau dengan kata lain mereka sudah tidak menyembah Allah lagi, karena tindakan-tindakannya itu sudah terlalu banyak yang melanggar terhadap aturan-aturan Allah, yang walaupun di dalam sehari-hari, mereka selalu rukuk dan sujud di dalam salat, padahal salat itu sendiri bertujuan agar si pelakunya di dalam bermasyarakat dan berbangsa dapat terhindar dari tindakan-tindakan keji tersebut. Dan Rasulullah saw. sendiri di dalam suatu riwayat menyabdakan bahwa, yang dimaksud dengan menjadikan seseorang tertentu sebagai tuhan-tuhan selain dari Allah adalah mengikuti segala perintahnya yang tidak diperintahkan oleh Allah, dan menjauhi larangannya yang tidak dilarang oleh Allah, walaupun mereka tidak rukuk dan sujud kepada seseorang yang dipatuhi dengan mutlak-mutlakan tersebut. Bentuk yang kedua: kalau ada seseorang yang menganggap mutlak benar terhadap apa saja yang ada dalam berbagai kitab yang dikarang oleh seseorang ulama atau mujtahid tertentu, yang lantas apa pun perintahnya akan selalu diikutinya yang walaupun perintah tersebut tidak diperintahkan oleh Allah, dan apa pun larangannya akan selalu dijauhinya, yang walaupun larangan tersebut tidak dilarang oleh Allah, maka hal tersebut berarti mereka telah menjadikan para alim ulama mereka sebagai tuhan-tuhan selain dari Allah. Tentang keterangan hal ini secara agak terperinci dapat dilihat dalam MUQODDIMAH di depan yang menerangkan tentang Berpegang Teguh pada Tradisi Nenek-Moyang yang Keliru. Jadi, kata yang ada dalam kalimat: (yang banyak disebutkan dalam Alquran), yang mana kita dilarang menyekutukan/ menserikatkannya dengan Allah, maksudnya adalah kita dilarang menyekutukan atau memadukan berbagai ajaran yang datang dari mereka-mereka itu dengan ajaran-ajaran Allah yang ada dalam Alquran. Yang mana ajaran-ajaran dari mereka itu bertentangan dengan ajaran-ajaran Allah, atau dengan kata lain, kita dilarang menyekutukan/menserikatkan dengan . Adapun bahaya dari tindakan kemusyrikan tersebut adalah: berakhir dengan tidak tampaknya ajaran-ajaran murni yang ada dalam Alquran, dan yang akan tampak hanyalah ajaran-ajaran palsu tersebut. Yang tak ubahnya seperti tembaga dilapiskan pada emas murni, yang akhirnya tembaganya yang nampak, dan emas murninya tak kelihatan sedikit pun. Lain halnya Kalau emas murni yang dilapiskan pada tembaga, maka yang akan nampak di situ emas murninya bukan tembaganya. Jadi, kalau seseorang sudah paham dengan baik terhadap ajaran-ajaran murni yang ada dalam Alquran, kemudian dia melihat ajaran-ajaran

129

lain, maka ajaran-ajaran lain yang tidak benar, dengan sendirinya akan terhapus dan dikalahkan oleh ajaran-ajaran murni tersebut. Tetapi sebaliknya, kalau seseorang tidak paham dengan baik dan benar terhadap ajaran-ajaran Allah yang ada dalam Alquran karena memang kurang menekuninya, bahkan dia malah menekuni ajaran-ajaran yang di luar Alquran yang ada dalam berbagai kitab, sehingga pola pikir dan akidahnya dibentuk olehnya, yang lantas pemahaman dan akidahnya itu dibawa untuk memahami Alquran yang memang kurang ditekuninya, maka akhirnya ketika itu yang nampak hanyalah ajaran-ajaran palsu yang di luar Alquran tersebut, dan ajaran-ajaran Allah yang ada dalam Alquran tidak bisa dipahaminya dengan baik dan benar, bahkan terhapus oleh ajaran-ajaran palsu yang sudah mendarahdaging itu, karena memang hal itu dipelajarinya dengan setekun-tekunnya. Itulah rahasianya kenapa kita dilarang menyekutukan/ memadukan suatu ajaran apa pun dengan ajaran Allah. tidak dapat diterjemahkan dengan Jadi, kalimat janganlah kamu menyekutukan/menserikatkan-Nya/Allah dengan sesuatu yang lain. Kalau diterjemahkan demikian akan menyalahi kaidah Nahwu karena akhirnya kata Allah di situ akan menjadi Maful, padahal Mafulnya di situ adalah kata , dan dlomir yang ada pada dalam susunan kalimat seperti yang tersebut, selalunya akan kembali kepada Dia/Allah, bukan kepada yang lain. Dan di samping itu juga, akan menyalahi maksud yang dituju oleh kalimat tersebut sebagaimana yang sudah dijelaskan dengan perumpamaan tersebut di atas. Dijelaskannya hal tersebut dari segi Nahwu dan juga dari segi maksud dari itu, karena dalam Alquran susunan kalimat yang kalimat seperti itu akan banyak kita jumpai. Oleh karena itu, agar kita dapat terhindar dari perbuatan musyrik yang dosanya tidak akan pernah diampuni oleh Allah itu, makanya kita harus selalu menomorsatukan Alquran dengan jalan menekuninya dengan setekun-tekunnya, sebagaimana Rasulullah saw. bersabda: Sebaik-baik kamu/yang paling terpilih di antara kamu adalah orang-orang yang mempelajari/menekuni Alquran dan mengajarkannya kepada orang lain.

130

59. Nabi Ibrahim a.s. Sama-Sekali tidak Pernah Jatuh ke Dalam Kemusyrikan Bagaimana liku-liku dan cara-cara yang digunakan oleh Nabi Ibrahim a.s. di dalam berdakwah kepada kaumnya yang musyrik untuk dibawa kepada tauhid yang murni? Dalam surat 6 ayat 74 s/d ayat 83 telah disebutkan secara global tentang, bagaimana liku-liku dan berbagai cara yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim a.s., agar beliau dapat menyadarkan kaumnya, termasuk keluarga dekat beliau sendiri dari berbagai kekeliruan dan kesalahan yang ditimbulkan oleh kemusyrikan, yang pada waktu itu sudah mendarahdaging dalam masyarakat Mesopotamia/Irak. Pada waktu beliau menjalankan dakwah itu, beliau sudah mempunyai keyakinan yang sempurna terhadap Allah dan beliau sudah mengetahui dan memahami dengan sempurna, yakni dari A sampai Z tentang seluk-beluk kemusyrikan kaumnya pada waktu itu, karena memang beliau dilahirkan di tengah-tengah masyarakat tersebut. Dalam ayat 76 s/d ayat 78 ada kalimat-kalimat yang salah ditafsiri oleh sebagian orang, sehingga mereka mengatakan, Nabi Ibrahim a.s. di dalam pengembaraan untuk mencari Tuhannya, pernah jatuh dalam kemusyrikan, pernah menyembah bintang, bulan, dan matahari. Hal ini dibantah dengan keras oleh Alquran, yakni oleh ayat 75 yang ada sebelumnya, yang mengatakan bahwa Nabi Ibrahim a.s. di dalam menjalankan dakwahnya, beliau sudah sempurna keyakinannya kepada Allah. Padahal kalimat-kalimat dalam tiga ayat tersebut maksudnya adalah Nabi Ibrahim a.s. memperagakan keyakinan kaumnya yang musyrik yang ternyata setelah diperagakan, keyakinan tersebut adalah salah dan tidak terbukti, yakni bintang, bulan, dan matahari itu bukanlah Tuhan. Masing-masingnya itu tidak mempunyai kekuatan untuk dapat menentukan nasib baik dan buruk bagi seseorang, malahan masing-masingnya itu hanyalah ciptaan Tuhan yang pergerakannya diatur oleh hukum sebab akibat yang ada padanya. Jadi, kalimat: tatkala malam gelap gulita, Nabi Ibrahim melihat bintang, lantas dia mengatakan Apakah ini bintang adalah tuhanku? Dan tatkala Ibrahim melihat bulan, beliau mengatakan Apakah ini bulan adalah tuhanku? Dan tatkala Ibrahim melihat matahari, beliau mengatakan Apakah ini matahari adalah tuhanku?, dia ini adalah yang lebih besar? Kalimat-kalimat pertanyaan ini ditujukan kepada kaumnya yang berkeyakinan musyrik seperti itu. Dan setelah masing-masingnya itu tenggelam, maka dengan nada menyindir, Nabi Ibrahim mengatakan kepada kaumnya Aku tidak akan mencintai kepada tuhan yang dapat tenggelam. Kalau seandainya jauh-jauh hari aku tidak ditunjuki oleh Allah, niscaya aku akan menjadi orang yang sesat (seperti kalian). Wahai kaumku, aku berusaha dengan keras untuk dapat membebaskan kamu dari berbagai kemusyrikan itu. Dan akhirnya, beliau a.s. mengatakan Sesungguhnya aku telah menghadapkan

131

perhatianku terhadap Allah Yang menyusun berbagai langit dan bumi, aku adalah orang yang sangat setia kepada Allah dan sama-sekali aku bukanlah orang yang musyrik. Jadi, perjalanan dakwah beliau a.s. yang cukup panjang, rumit, penuh liku-liku dan penuh tantangan itu, tujuan terakhirnya adalah hendak membawa kaumnya yang musyrik itu kepada tauhid yang murni sebagaimana yang telah diungkapkannya itu. Cara-cara dakwah Nabi Ibrahim a.s. tersebut yang penuh dengan sindiran, yang lantas secara rasional dan faktual sanggup membuktikan berbagai kesalahan dan kekeliruan yang ada pada kaumnya itu adalah merupakan suatu teladan dakwah yang indah/uswatun hasanah yang harus ditiru oleh kaum Muslimin di dalam menyampaikan dakwahnya kepada umat lain (surat 60 ayat 4). Untuk itu, maka para juru dakwah Islam dituntut untuk mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan wawasannya dalam bidang-bidang tertentu sesuai dengan profesinya masing-masing, sehingga mereka dapat mengetahui dengan sempurna terhadap berbagai permasalahan, berikut berbagai kelemahan dan kesalahan yang ada dalam berbagai sistem di luar Islam yang ada selama ini, baik itu sistem kapitalisme, komunisme, sekularisme, nasionalisme yang sempit, dan lain-lain. Dan setelahnya itu, baru mereka menyampaikan dakwah Islam kepada umat lain dengan mengemukakan bahwa berbagai sistem dalam Islam adalah jauh lebih unggul dan indah, jika dibanding dengan sistem-sistem lain di luar Islam, baik sistem ekonominya, sosial politiknya, hukumnya dan lain-lain. Untuk dapat menjalankan tugas dakwah tersebut secara efektif, maka para pakar Muslim sesuai dengan bidangnya masing-masing, sekali lagi dituntut untuk dapat mengembangkan ilmu dan wawasannya seluas mungkin, sehingga dengan perantaraannya, mereka dapat mengetahui dengan sempurna yakni dari A sampai Z tentang permasalahan dari sistem-sistem di luar Islam itu, dan dengan berbagai sindiran mereka harus sanggup menunjukkan secara rasional dan faktual terhadap berbagai kelemahan dan kesalahannya disana-sini, baik melalui berbagai seminar, tulisan ataupun lainnya. Dan setelahnya itu mereka harus sanggup pula menunjukkan secara rasional dan faktual tentang berbagai keunggulan dan keindahan dari sistem-sistem Islam yang bersumber dari Allah Yang Satu. Jika cara-cara dakwah seperti itu tidak dilakukan, maka jangan diharap dakwah kita akan bisa berhasil, jangan diharap sistem-sistem di luar Islam dapat dikalahkan dan ditundukkan oleh sistem-sistem Islam, dan jangan diharap umat di luar Islam dapat tertarik kepada Islam dan lain-lain. Walhasil kalau kita ingin berhasil dalam dakwah kita, maka kita harus meniru terhadap teladan dakwah yang telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim a.s. tersebut. Yang dengan mengikuti teladan dakwah mana, maka kaum Muslimin di masa lalu memperoleh keberhasilan dan kejayaan, baik kejayaan di Madinah, di Mekah, di Kufah, di Baghdad, di Mesir, di Spanyol, di Turki, dan lain-lain. Sehingga pada masa-masa

132

kejayaan itu banyak negeri-negeri lain yang jatuh hati kepada Islam, dan akhirnya mereka dengan sukarela mau diatur dan dikuasai oleh kaum Muslimin.

133

60. Hindarkanlah Sifat Mencaci Maki di Dalam Berdakwah

Kalimat yang ada dalam surat 6 ayat 108 itu kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya Janganlah kamu mencaci maki kepada orang-orang yang dijadikan tuhan-tuhan selain Allah, yang mana mereka yang musyrik itu selalu menyeru kepada tuhan-tuhan itu, maka akibatnya mereka yang musyrik itu akan mencaci Allah karena sikap permusuhannya yang tanpa ilmu. Sebagaimana dijelaskan dalam Bab: Hakikat Musyrik dan BentukBentuknya Menurut Alquran, bahwa sesuatu yang dapat disembah itu /orang-orang yang/ bentuknya ada tiga macam, yang di antaranya adalah: manusia, baik dia sebagai ulama, mujtahid, orang-orang suci, orang-orang yang terhormat, para penguasa, ataupun lain-lainnya. Di dalam kita berdakwah kepada mereka yang menjadikan /orangorang yang/manusia itu sebagai tuhan-tuhan selain Allah, maka kita dilarang mencaci maki kepada sesembahan-sesembahan mereka itu, karena nantinya mereka akan mencaci maki kepada Islam dan kepada Alquran. Yang mana Alquran itu sendiri adalah sebagai alat dakwah kita untuk menyadarkan mereka. Dan di waktu itu berarti mereka sama saja mencela Allah yang menurunkan Alquran. Oleh karena itu, di dalam kita berdakwah kepada mereka, kita harus cukup bijaksana dan pandai-pandai mengambil hati mereka, jangan sampai mereka merasa disakiti, dicaci, dihina, dan lain-lain. Bahkan kita harus sanggup dalam segala keadaan menjadi rohmatan lil aalamiin bagi mereka, sehingga mereka merasa dihargai, dikasih sayangi, dihormati, dan lain-lain. Cara-cara dakwah yang cukup bijaksana inilah yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw., para sahabatnya, dan kaum Muslimin di masa lalu sehingga mereka berhasil dan memperoleh kejayaan yang begitu gemilang yang tiada taranya dalam sejarah kemanusiaan. Dan dalam surat 16 ayat 125 s/d ayat 128, Allah telah menerangkan, bagaimana cara-cara dakwah yang baik lagi bijaksana, sehingga dengan perantaraan mana orang-orang yang berjiwa baik dan jujur dapat tertunjuki kepada berbagai kebenaran sesuai dengan yang digariskan oleh Allah, yaitu dengan jalan: a. Dengan cara-cara yang cukup bijaksana, yang dengan perantaraan mana, pihak yang didakwahi tidak merasa dibenci, tidak merasa dipojokkan, tidak merasa dijelekkan, bahkan mereka merasa dihormati, dan dikasih sayangi. b. Dengan memilih materi-materi dakwah yang sangat indah lagi efektif yang sesuai dengan kondisi dari masing-masing yang didakwahi.

134

c. Kalau terpaksa harus dilakukan dialog atau perdebatan tentang materi yang bersangkutan, hendaklah dengan cara dialog/perdebatan yang seindahindahnya, dan jangan sampai dialog dilakukan dengan jalan emosi yang meluap-luap, sehingga kebenaran yang mestinya dapat diterima oleh merekamereka yang berhati jujur itu menjadi terhalang karenanya. d. Jika kita diserang dengan berbagai serangan, apa pun bentuknya, maka kita harus membalasnya sesuai dengan yang seumpamanya; seperti umpamanya kalau agama Islam atau Nabi Muhammad saw. diserang atau dijelek-jelekan melalui tulisan atau karangan, maka hendaklah kita menyanggahnya melalui cara yang sama dengan jalan menunjukkan keunggulan dan keagungan dari ajaran-ajaran Islam itu sendiri. e. Di dalam kita berdakwah, kita harus tetap gigih/sabar, bertahan di atas ketetapan-ketetapan Allah yang ada, jangan sampai menyimpang darinya. f. Kita dilarang bersedih hati dan sempit dada karena ulah dari serangan-serangan mereka itu, sehingga karenanya kita melampiaskan hawa nafsu kita untuk merusak apa saja yang dimiliki oleh mereka, apalagi sampai kita berusaha mencelakakan dan membunuh mereka, padahal mereka ini tidak menyerang kita secara fisik. Dan akhir dari semuanya itu, di dalam berdakwah kita harus bermodalkan takwa dan akhlak-akhlak yang luhur, karena hanya dengan perantaraan mana, maka dakwah kita akan dapat mencapai hasil yang baik, atau dengan kata lain Allah akan menyertai kita di dalam berdakwah (surat 16 ayat yang terakhir).

135

61. Derajat dan Martabat Seseorang karena Amal Salehnya

Surat 6 ayat 132 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Dan setiap orang atau kaum itu akan memperoleh derajat sesuai dengan amal perbuatannya. Dan Allah tidak akan pernah lengah dari apa-apa yang mereka perbuat. Seseorang atau kaum yang perbuatannya jahat, maka derajatnya atau martabatnya akan jatuh. Tetapi sebaliknya, seseorang atau kaum yang perbuatannya dan karya-karyanya bermanfaat (amal saleh), maka derajat dan martabatnya akan dinaikkan oleh Allah. Karena memang Allah tidak akan pernah lengah untuk memberikan balasan-balasan terhadap mereka, yang perbuatannya jahat akan dibalas dengan kejahatan/siksa, dan yang perbuatannya baik (beramal saleh) akan dibalas dengan kebaikan/kebahagian. Perlu diberi tanda petik bahwa amal saleh yang menyebabkan derajat dan martabat seseorang dinaikkan oleh Allah itu sifatnya adalah umum, tidak hanya terbatas pada amal-amal saleh atau ibadah-ibadah vertikal yang berhubungan dengan Allah, tetapi juga amal-amal saleh, karya-karya nyata yang bermanfaat bagi kemanusiaan. Karena memang, Allah memerintahkan kepada masing-masing orang agar mereka berkarya/beramal saleh sesuai dengan bidang dan wawasannya masing-masing (surat 6 ayat 135, surat 11 ayat 93, surat 2 ayat 286, dan lain-lain). Derajat seseorang/kaum ditentukan oleh amal perbuatannya. Kalimat pendek yang ada dalam ayat tersebut yang penuh dengan seribu arti inilah yang menyebabkan kaum Muslimin di masa lalu berusaha dan berjuang sekeras mungkin untuk menuntut ilmu sebanyak-banyaknya supaya mereka dapat beramal saleh sebanyak mungkin yang jangkauan manfaatnya bisa dirasakan oleh banyak pihak. Dan di samping itu, dalam surat 58 ayat 11 menegaskan, Allah akan mengangkat derajatnya orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan. Yang dengan perantaraan ilmu mana, orang-orang yang beriman itu dapat beramal saleh sebanyak-banyaknya. Perlu diberi tanda petik bahwa ilmu yang dengan perantaraan mana seseorang atau kaum akan diangkat derajatnya oleh Allah itu, sifatnya adalah umum, tidak hanya terbatas pada ilmu-ilmu yang berhubungan dengan hablumminallah, tetapi juga ilmu-ilmu pengetahuan umum yang dengan perantaraan mana seseorang atau kaum akan dapat berkarya/beramal saleh sebanyak mungkin. Derajat seseorang karena ilmu dan amal salehnya seperti yang ada dalam dua ayat tersebut itulah yang mendongkrak kaum Muslimin di masa lalu, sehingga mereka saling berlomba-lomba di dalam menuntut ilmu pengetahuan

136

dan berlomba-lomba di dalam berkarya/beramal saleh. Yang dengan perantaraan mana, mereka memperoleh simpati dari kaum lain, dan banyak dari mereka yang tertarik dan menggabungkan diri kepada visi dan misi Islam. Hal-hal yang seperti itulah yang menyebabkan kaum Muslimin di masa lalu memperoleh keberhasilan dan kejayaan yang begitu gemilang di dalam sejarah kemanusiaan.

137

62. Ada Pelajaran Penting bagi Kita di Dalam Sejarah Bangsa-Bangsa yang Telah Dibinasakan oleh Allah

Surat 7 ayat 4 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Dan berapa banyak negeri yang Kami telah membinasakannya? Lantas siksaan Kami telah menimpa mereka di malam hari atau di saat mereka sedang beristirahat di siang hari. Adapun ayat Berapa banyak negeri yang Kami telah membinasakannya? seperti yang ada dalam ayat itu, maka kita akan banyak menjumpainya di dalam Alquran. Dan maksud dari ayat-ayat yang seperti itu adalah Agar kita mau belajar sejarahnya bangsa-bangsa yang telah dibinasakan oleh Allah akibat perbuatan-perbuatan jahat mereka. Pola pikir-pola pikir dan perbuatan-perbuatan jahat apa saja yang ada pada mereka di waktu itu, sehingga mereka dibinasakan oleh Allah? . Kita pelajari dengan teliti . Setelah kita menemukan, akhirnya kita dapat mengambil pelajaran darinya, sehingga kita tidak akan meniru terhadap pola pikir-pola pikir dan perbuatan-perbuatan jahat mereka itu. Karena, hukum sebab akibat yang terjadi pada bangsa-bangsa itu akan senantiasa berlaku di mana pun dan kapan pun, dan selamanya tidak pernah mengalami pergeseran dan perubahan. Bahkan dalam surat 3 ayat 137 dengan jelas dan tegas, Allah telah memerintahkan kita, terutama para pakar dalam bidang sejarah, agar mau mempelajari dan meneliti berbagai hukum sebab akibat yang pernah terjadi pada berbagai bangsa di bumi ini di masa yang lalu, baik hukum sebab akibat yang datang dari Allah, yang menyebabkan sesuatu bangsa memperoleh kejayaan, ataupun yang menyebabkan suatu bangsa dihinakan dan dibinasakan oleh Allah swt.. Karena di dalam sejarah mereka-mereka itu ada pelajaran penting bagi kita. Dan di dalam surat 3 ayat 27, ada kalimat yang menyebutkan, Allah mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan Allah mengeluarkan yang mati dari yang hidup. Kalau dilihat dari ayat sebelumnya, maka maksudnya, Seseorang atau sesuatu bangsa yang mendapatkan kekuasaan dan kemuliaan dari Allah itu adalah bagaikan sesuatu yang hidup. Di mana, kekuasaan dan kemuliaan yang seperti itu, mereka peroleh dengan perjuangan yang penuh dengan kegigihan. Karena sebelumnya mereka itu adalah sebagai suatu bangsa/umat yang tertindas, mundur, dan terpecah-belah bagaikan sesuatu yang sudah mati. Dalam keadaan yang serba mundur tersebut, mereka menyadari bahwa di dalam diri dan intern mereka pasti ada berbagai kesalahan yang menyebabkan kemunduran dan kematian tersebut terjadi. Sehingga, dengan kesadaran dan keinsafan yang begitu tinggi, maka akhirnya mereka meneliti dan mengkaji terhadap berbagai kesalahan

138

yang ada pada mereka. Dan kesadaran serta keinsafan yang seperti itu, adalah merupakan awal untuk terjadinya sesuatu perubahan. Kemudian mereka mengadakan reformasi besar-besaran terhadap berbagai pola pikir dan tingkah laku yang salah atau menyimpang dari ajaran-ajaran Allah. Akhirnya, secara evolusi, mereka dapat berubah dari suatu bangsa yang mundur lagi mati menjadi suatu bangsa yang hidup dinamis, berjaya, berkuasa lagi mulia. Akan tetapi sebaliknya, apabila mereka merubah lagi terhadap nasibnya yang sudah hidup dinamis dan berkuasa itu dengan jalan berpola pikir dan bertingkah laku yang menyimpang dari ajaran-ajaran Allah, maka secara evolusi pula, mereka pun akan dikeluarkan oleh Allah dari nasib yang hidup dinamis lagi berkuasa itu menjadi suatu bangsa yang mundur, mati/statis lagi hina. Seperti inilah keadaan orang-orang atau bangsa-bangsa yang telah dibinasakan oleh Allah di masa lalu dan juga di masa sekarang dan di masa-masa yang akan datang.

139

63. Ada Pelajaran Penting bagi Kita di Dalam Kisah Sujudnya Malaikat Kepada Adam dan Pembangkangannya Iblis

Surat 7 ayat 11 ini, kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Dan sungguh benar-benar Kami telah menciptakan kamu dan Kami telah membentuk kamu dengan sempurna, kemudian Kami mengatakan kepada para malaikat, Hendaklah kamu sujud pada Adam/manusia, maka mereka pun bersujud, kecuali iblis. Dia/iblis itu tidak termasuk mereka yang bersujud. Dalam surat 7 ayat 11 ini, sebelum Allah memerintahkan malaikat untuk sujud kepada Adam, ada kalimat yang menyebutkan, Allah telah menciptakan dan telah membentuk kamu sekalian (manusia secara umum). Dari sini jelaslah bahwa, di waktu Allah memerintahkan malaikat untuk sujud kepada Adam, tatkala itu manusia (secara umum) telah sempurna di dalam proses perkembangan penciptaannya, yakni dengan bentuk dan rupa yang sudah sempurna pula, baik lahir ataupun rohaninya. Dan adapun dialog antara Allah dengan malaikat, dengan iblis/setan, dan dengan Adam, sebagaimana yang ada dalam ayat 11 ini s/d ayat 25, maka kita tidak boleh menganggap dan mengartikan bahwa dialog tersebut adalah seperti, dialognya manusia dengan manusia yang lain yang berhadap-hadapan. Karena Allah itu di dalam berkata, bertanya, berdialog, berbuat, dan lain-lain sifat yang dilakukan oleh-Nya, masing-masingnya tidak bisa disamakan dengan apa yang , surat 112 ada pada manusia/makhluk-Nya (surat 42 ayat 11/ ayat 4/ dan lain-lain). Sehingga, dalam ilmu Kalam/Teologi Islam dikatakan Allah itu berlainan/berbeda dengan makhlukNya, baik zat ataupun sifat-Nya. Dan dalam surat 15 ayat 28 s/d ayat 40, dan dalam surat 38 ayat 71 s/d ayat 83, susunan ayat-ayat dan isinya hampir serupa dengan ayat-ayat yang ada pada surat 7 ayat 11 s/d ayat 25 tersebut di atas. Dan kalau kita amati dengan teliti tentang susunan dan isi dari ayat-ayat yang ada dalam tiga tempat tersebut, maka darinya kita akan dapat mengambil pelajaran, bahwa manusia secara keseluruhan mempunyai konstruksi dan keadaan yang sama, baik lahir ataupun batinnya, yakni di dalam diri manusia itu ada potensi-potensi kebaikan yang bersumber dari kekuatan malaikat dan potensi-potensi kejahatan yang bersumber dari kekuatan iblis. Dua kekuatan tersebut sengaja diadakan oleh Allah, yang perkembangan keduanya akan seiring sejalan dengan proses perkembangan diciptakannya manusia, dan seterusnya akan seiring sejalan juga dengan

140

perkembangan manusia itu sendiri setelah lahir, selaku jabang bayi. Dan setelah dewasa, manusia dengan kekuatan akal sehatnya dan juga kekuatan hatinya, oleh Allah disuruh berjuang untuk mengalahkan kekuatan iblis dan memunculkan kekuatan malaikat, sehingga dengan perantaraannya potensi-potensi kebaikan yang ada pada dirinya bisa dimunculkan dan mengalahkan potensi-potensi kejahatan yang bersumber dari iblis itu. Dan di saat itulah, manusia senantiasa dihadapkan terhadap dua pilihan tersebut, sehingga di dalam batin manusia itu sendiri akan selalu terjadi dialog sebagaimana yang dilambangkan dalam ayat-ayat tersebut di atas. Di dalam ayat-ayat yang ada pada tiga tempat tersebut di atas disebutkan bahwa: 1. Iblis telah ditetapkan/ditakdirkan oleh Allah dengan pekerjaan untuk selalu menggoda manusia, sehingga apabila manusia mengikutinya, maka mereka akan selalu berbuat jahat. Tetapi orang-orang yang sudah bangkit kesadarannya dan orang-orang yang ikhlas, maka mereka tidak akan bisa digoda olehnya. 2. Malaikat atau Ruh Kudus ditetapkan dengan pekerjaan untuk selalu menimbulkan atau memunculkan potensi-potensi kebaikan yang ada pada diri manusia. Adapun maksud bahwa malaikat sujud dan merendahkan diri terhadap Adam adalah potensi-potensi kebaikan yang ada pada manusia yang berasal darinya itu, apabila dikehendaki oleh manusia dengan tulus, maka potensi-potensi kebaikan tersebut tidak bisa membangkang, dan akhirnya patuh dan bertekuklutut pada kehendak manusia yang tulus itu. Tetapi sebaliknya, apabila potensi-potensi kebaikan itu tidak dipilih dan dikehendaki oleh manusia karena kekotoran pikiran dan hatinya, maka akan munculah potensi-potensi kejahatan yang berasal dari iblis yang ada pada dirinya, sehingga menimbulkan berbagai pembangkangan, ketakaburan, merasa paling hebat dan terhormat, merendahkan orang lain dan akhirnya banyak perbuatan jahat yang dilakukannya. Yang dari dua keadaan tersebut, maka akan muncullah: yang pertama, Orang-orang yang baik, akan tenteram di dalam kehidupan yang bahagia/surga di dunia ini. yang kedua, Orang-orang yang jahat yang apabila kejahatannya sudah terbongkar di masyarakat, maka mereka akan selalu berusaha menutup-nutupinya dengan berbagai macam-macam cara, termasuk dengan cara berpura-pura berbuat baik. Tetapi walaupun begitu, mereka akan tetap dijatuhkan dan dihinakan oleh Allah dalam neraka Jahannam dunia. Tetapi kalau mereka itu mau bertobat dan mengikuti petunjuk Allah dengan selalu memperbaiki diri, maka mereka pun akan dapat keluar dari neraka Jahannam dunia tersebut. Dan bagi seseorang yang sudah ada di dalam kebahagian/surga dunia, maka mereka pun akan dapat dikeluarkan

141

juga darinya, kalau mereka itu mengikuti bujukan/godaan iblis yang ada pada dirinya dan seterusnya dan seterusnya. Dari keadaan dua corak manusia tersebut dan berbagai liku-likunya, maka oleh ayat-ayat Alquran diungkapkan dalam bentuk dialog (maaf, bukan dialog fisik) antara Allah dengan malaikat, iblis dan Adam/manusia. Perlu diketahui, bahwa potensi-potensi kebaikan dan kejahatan yang ada pada manusia yang bersumber dari malaikat dan iblis itu sengaja diadakan oleh Allah swt., supaya manusia selalu berjuang dan berjuang dan selalu memilih dan memilih terhadap dua potensi yang berasal dari keduanya itu. Oleh karena itulah adanya pahala dan dosa, surga dan neraka. Yang secara kasarnya, kalau tidak ada malaikat, maka tidak perlu ada dosa dan neraka, karena manusia di saat itu tidak bisa memilih dan berjuang, karena yang ada pada dirinya hanyalah dorongan/ desakan alami untuk berbuat jahat. Begitu pula kalau tidak ada iblis, maka tidak perlu ada pahala dan surga, karena manusia tanpa berjuang, dengan sendirinya akan selalu didorong/didesak secara alami untuk berbuat baik. Jadi kesimpulannya, dua kekuatan tersebut di atas sengaja diadakan oleh Allah di dalam diri manusia secara umum, supaya mereka dengan kekuatan akal sehatnya dan kekuatan nuraninya dapat berjuang... dan berjuang..., sehingga mereka dapat memilih dan memilih.... Kemudian barulah Allah memberikan balasan sesuai dengan hasil pilihannya. Tambahan penting: Kata Adam dalam Alquran disebutkan sebanyak 25 kali. Kalau kita cermati dengan teliti, maka nyatalah bahwa istilah Adam yang disebutkan dalam Alquran itu dibagi menjadi dua: Yang pertama, kata Adam yang diperuntukkan untuk sebutan/nama seseorang yang dipilih oleh Tuhan untuk menjadi nabi, yakni Nabi Adam, seperti yang ada dalam surat 3 ayat 33, surat 19 ayat 58, dan surat 3 ayat 59. Yang kedua, kata Adam yang diperuntukkan untuk sebutan/peristilahan seluruh manusia, seperti yang ada dalam surat 7 ayat 11 yang jalan cerita selanjutnya sudah diuraikan tersebut di atas. Jadi, ayat-ayat Alquran yang ada kata Adam yang jalan ceritanya seperti yang ada dalam surat 7 ayat 11 s/d ayat 25 itu, maka istilah Adam tersebut jelas tertuju kepada Adam dalam arti seluruh manusia.

142

64. Meninggalkan Dosa Lahir dan Dosa Batin

Surat 6 ayat 120 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Dan hendaklah kamu meninggalkan dosa lahir dan dosa batin. Sesungguhnya orang-orang yang mengusahakan dosa itu, mereka akan dibalas dengan apa-apa yang mereka kerjakan. Yang dimaksud dosa lahir adalah sesuatu perbuatan lahir yang jelasjelas dilarang atau diharamkan oleh Allah swt., seperti berbuat musyrik, bicara bohong, tidak menepati janji, tidak menjalankan amanat, mengambil hak orang lain, berzina, berjudi, meminum minuman yang memabukan, dan seribu satu hal lainnya yang dilarang oleh Allah swt.. Adapun yang dimaksud dengan dosa batin adalah niat-niat yang tidak baik yang ada di dalam hati seseorang apa pun coraknya. Sehingga Rasulullah saw. bersabda, Adapun dosa batin itu adalah unek-unek yang tidak baik yang ada di dalam hati seseorang, yang apabila orang lain tahu, yang bersangkutan tidak senang. Dari ayat tersebut, nyatalah kepada kita, bahwa dua bentuk dosa itu apabila kita melakukan, maka kita akan mendapatkan dosa, atau dengan kata lain dampakdampak negatif dari keduanya akan memberikan pengaruh jelek terhadap diri kita, baik secara lahir ataupun batin. Jadi, amat salahlah sesuatu anggapan yang mengatakan, Niat-niat yang tidak baik, apabila belum dilaksanakan oleh perbuatan lahir, maka tidaklah berdosa. Karena dari fakta yang ada, apabila seseorang punya unek-unek atau niat-niat yang tidak baik dengan sendirinya potensi-potensi kebaikan yang ada dalam hatinya akan tergelapi dan tertutup olehnya. Lain halnya, kalau seseorang sadar dan insaf terhadap niat-niatnya yang tidak baik, yang lantas dia membuang dan mengusirnya, sehingga tidak bercokol lagi di dalam hatinya. Tentu hal tersebut sudah tidak berdosa lagi baginya, karena sudah terhapus oleh kesadaran dan keinsafannya itu. Hal ini diperjelas oleh sabda Rasulullah saw. yang menyabdakan, Di dalam diri manusia itu ada hati tempat bersemayamnya niat. Kalau hati tersebut sehat, tidak berpenyakit, maka akan baik niat seseorang itu, yang lantas darinya akan lahir amal-amal saleh. Dan apabila hati tersebut tidak sehat alias berpenyakit, maka akan tidak baik niat seseorang itu, yang lantas darinya akan lahir berbagai amal yang jahat. Karena dalam surat 2 ayat 8 s/d ayat 16 disebutkan, Orang yang suka bohong dan menipu hati nuraninya itu adalah orang-orang yang hatinya berpenyakit, yang darinya akan timbul lah niat-niat jahat, yang lantas dari niat-

143

niat yang jahat itu akan melahirkan berbagai kejahatan dan kerusakan. Karena penyakit hatinya makin hari makin bertambah, bahkan sampai ke tingkat penyakit kronis, maka kesadaran mereka benar-benar tertutup rapat. Dan di saat itu yang terbuka hanyalah pintu-pintu lebar yang ada dalam hatinya, yang melalui pintu mana, iblis-iblis sangat leluasa untuk keluar masuk. Dari sebab orang-orang yang seperti inilah, sesuatu keluarga, masyarakat, dan bangsa menjadi rusak dan berantakan dalam lingkaran setan.

144

65. Bagi Setiap Umat Mempunyai Ajal/Tempo/Batasan Waktu

Surat 7 ayat 34 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Bagi setiap umat itu ada ajal/batasan waktu masing-masing, yang mereka itu tidak bisa memundurkan dan memajukannya. Jadi, ajal baik ataupun ajal buruk yang didapat atau menimpa sesuatu kaum itu ditentukan/dibentuk oleh pola pikir, akidah, dan tingkah lakunya sendiri. Dan masing-masingnya itu ada akibatnya, yang baik berakibat baik dan yang buruk berakibat buruk. Adapun ajal/batasan waktu dari berbagai balasan amal itu, akan selalu diterima oleh seseorang atau kaum sesuai dengan pola pikir, akidah, dan tingkah lakunya. Dan waktu yang tepat sehingga ajal/batasan waktu tersebut dijatuhkan, maka semuanya itu adalah menurut ukuran Allah. Dan surat 7 ayat 34 di atas itu, lebih tertuju kepada jatuhnya ajal yang tidak baik/buruk yang telah dan akan menimpa pada orang-orang yang pola pikir dan tingkah lakunya banyak yang menyimpang dari ketetapan-ketetapan dan peraturan-peraturan Allah. Kalau diperhatikan sejarahnya mereka-mereka yang dibinasakan lagi dihinakan oleh Allah itu, maka benar-benar mengerikan dan menyedihkan. Ajal yang buruk yang menimpa mereka-mereka itu benar-benar sesuai dengan rencana Allah, tepat waktu, sehingga mereka tidak bisa sama-sekali mengundurkannya barang sedetik pun. Baiklah kita lihat: - Bagaimana kaumnya Nabi Nuh dan Nabi Luth dibinasakan Allah? Benar-benar mengerikan dan menyedihkan. Banjir bandang dan berbagai gempa bumi telah melanda mereka. - Bagaimana Firaun di zaman Nabi Musa a.s. telah dibinasakan oleh Allah beserta para pengikutnya? Mereka itu dalam saat yang tepat telah ditenggelamkan oleh Allah di sebuah selat yang ada di Laut Merah. Allah adalah benar-benar Maha Penggerak terhadap alam ciptaan-Nya, termasuk hatinya Firaun yang congkak itu, sehingga masing-masingnya bergerak menuju kepada sempurnanya janji-janji Allah untuk kebinasaan orang-orang yang jahat. - Bagaimana nasib buruk yang menimpa Bani Israil di tahun 586 sebelum Masehi, tatkala negeri mereka diserbu habis-habisan oleh tentara Nebokatnesar dari Babilon, sampai-sampai tempat ibadah mereka yang begitu megah yang dahulunya dibangun oleh Nabi Sulaiman itu dihancurleburkan oleh tentara tersebut, dan alim ulama mereka, banyak yang dibunuh secara kejam? Ajal buruk itu ditimpakan oleh Allah kepada Bani Israil, karena pola pikir, akidah, dan tingkah laku mereka pada waktu itu sudah sangat banyak yang menyimpang dari peraturan-peraturan Allah yang ada dalam kitab Taurat.

145

- Bagaimana nasib buruk yang telah menimpa orang-orang kafir Quraisy setelah mereka menentang terhadap Rasulullah saw. dan risalahnya? Benar-benar pada waktu itu mereka dihinakan sehina-hinannya oleh Allah swt.. - Bagaimana ngerinya kerajaan Islam di Spanyol tatkala dikalahkan oleh orangorang Kristen? Dan bagaimana pula ngerinya tatkala pusat Khilafat Islam di Baghdad diserbu dan dihancurleburkan oleh tentara Hulaku khan dari kerajaan Mongol? Yang di saat itu (tahun 1258 M), kejadiannya sangat mengerikan dan menyedihkan, sampai-sampai kaum Muslimin dan para alim ulamanya, termasuk keluarga Khilafat dibantainya secara keji dengan jumlah korban yang konon sampai mencapai di atas satu juta orang. Masing-masingnya itu adalah sejarah masa lampau yang jauh dari masa kita sekarang ini. Terhadap ajal-ajal buruk yang telah ditimpakan oleh Allah kepada mereka-mereka itu, maka Allah memerintahkan berulang-ulang kali kepada kita melalui Alquran dengan kalimat Maka hendaklah kamu memperhatikan sejarahnya orang-orang/kaum yang ada di bumi, lantas setelahnya itu perhatikan bagaimana orang-orang/kaum yang mendustakan terhadap peraturan-peraturan Allah itu dibinasakan oleh-Nya (berpuluh-puluh ayat, di antaranya dalam surat 7 ayat 137, surat 30 ayat 42). Di samping kita memperhatikan sejarahnya orang-orang/kaum di masa lalu yang masanya jauh dari masa kita sekarang ini, seperti yang sudah disebutkan, maka tidak kalah pentingya kita juga harus memperhatikan sejarahnya orangorang, terutama para pemimpin negeri yang dihinakan dan dibinasakan oleh Allah di masa-masa yang tidak jauh dari kita sekarang ini, seperti bagaimana nasib buruk dari para pemimpin sebuah negeri yang mana mereka berlaku zalim dan otoriter terhadap rakyatnya? Tragis dan sangat mengerikan bukan? Kejadiankejadian tragis yang menimpa masing-masingnya itu telah banyak kita saksikan dengan mata kepala kita sendiri, baik melalui media masa elektronik ataupun cetak. Kejadian-kejadian seperti itu telah banyak terjadi, baik di negeri kita tercinta ini, ataupun di negeri-negeri lain, baik penduduknya yang mayoritas umat Islam ataupun umat yang bukan Islam. Terhadap kejadian-kejadian yang seperti itu, yang dari hari ke hari dan dari tahun ke tahun selalu kita saksikan, maka sekali lagi hendaklah diperhatikan oleh kita dengan cermat dan penuh tafakur, terutama oleh para pemimpin sebuah negeri, agar kita semua segera dapat memperbaiki pola pikir dan tingkah laku kita yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan Allah swt.. Yang akhirnya dapat terhindar dari ajal buruk yang akan didatangkan oleh-Nya, Amin!

146

66. Penghuni Neraka Dapat Bercakap-Cakap dengan Penghuni Surga

Surat 7 ayat 50 ini, kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Penghuni neraka memanggil pada penghuni surga Hendaklah kamu menuangkan sebagian dari air itu kepada kami atau sebagian dari apa-apa yang Allah telah merezekikan kepada kamu! Penghuni surga menjawab: Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya atas orang-orang yang kafir. Ayat ini menunjukkan, bahwa penghuni neraka itu dapat bercakap-cakap dengan penghuni surga, bahkan mereka dapat melihat terhadap nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada penghuni surga itu, malahan mereka mengharapkannya dengan sangat. Dari sini jelaslah, bahwa neraka dan surga itu bukanlah suatu tempat secara fisik, tetapi sesuatu keadaan rohani yang tidak dibatasi oleh batasanbatasan fisik, melainkan dibatasi oleh batasan-batasan keadaan yang berbeda. Bahkan di dalam surat 3 ayat 133 dan surat 57 ayat 21 disebutkan, bahwa surga itu tidak ada batasnya, meliputi luas langit dan bumi. Kita ambil sebuah contoh dua keadaan yang berbeda yang terjadi di dunia ini, baik dalam taraf orang-per orang, masyarakat-per masyarakat dan negara-per negara, seperti: Kita sering mendengar seseorang, suatu masyarakat, atau penduduk suatu negara yang hidupnya miskin lagi sengsara/dunianya tidak hasanah yang disebabkan oleh pola pikir dan tingkah lakunya yang tidak benar, mereka itu merengek-rengek minta bantuan kepada seseorang, kepada masyarakat lain, atau kepada negara lain yang hidupnya tenteram dan bahagia/dunianya hasanah, seraya mereka mengatakan, Kapan kita dapat menjadi seperti mereka; betapa enaknya hidup tenteram dan bahagia seperti mereka; mereka dimuliakan dan dihormati di mana-mana, namanya harum dan lain dan lain sebagainya. Ungkapan-ungkapan dari penghuni neraka dunia seperti ini yang secara tidak langsung ditujukan kepada penghuni surga dunia, maka akan dengan sendirinya akan dijawab secara tidak langsung oleh mereka, Semua kepandaian, kemajuan, keamanan, kebahagiaan, dan ketenteraman itu tidak pantas untuk kamu sekalian, karena kamu selama itu tidak amanah, tidak jujur, tidak disiplin, tidak adil, tidak bekerja keras dan tidak tidak lainnya. Yang semuanya itu mencerminkan kekufuran dan pelanggaran kamu kepada peraturan-peraturan Allah. Contoh-contoh dari dua keadaan yang berbeda seperti itu, yang samasama kita saksikan dalam kehidupan ini adalah sebagai permisalan-permisalan yang diadakan oleh Allah, supaya kita dapat mengambil pelajaran darinya, sehingga minimal, kita dapat memahami walaupun sekecil mungkin terhadap

147

ungkapan-ungkapan Allah dalam Alquran tentang berbagai kehidupan sesudah kematian (surat 30 ayat 57, surat 39 ayat 27, dan surat 17 ayat 85).

148

67. Penghuni Neraka yang Terdiri dari Para Penganut Berbagai Agama

Surat 7 ayat 50 dan ayat 51 ini, kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Penghuni neraka memanggil pada penghuni surga Hendaklah kamu menuangkan sebagian dari air itu kepada kami, atau sebagian dari apa-apa yang Allah telah merezekikan kepada kamu! Penghuni surga menjawab, Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya atas orang-orang yang kafir, yang mereka/orang-orang yang kafir itu adalah orang-orang yang melalaikan dan mempermainkan ajaran-ajaran agama mereka, dan mereka telah terpedayakan oleh kehidupan dunia. Maka di hari mereka masuk neraka ini, Kami melupakan mereka seperti mereka dahulunya melupakan pada perjumpaan di hari mereka ini, dan seperti apa-apa yang mereka dahulunya mengingkari terhadap ayat-ayat Kami. Dalam ayat 51-nya itu menjelaskan: Siapakah orang-orang yang kafir yang akhirnya mereka menjadi penghuni neraka seperti yang ada dalam ayat 50 sebelumnya? Ayat 51 di atas menjelaskan, bahwa mereka itu adalah orang-orang yang beragama dengan agama Allah, tetapi banyak peraturan-peraturan Allah yang ada dalam agama tersebut yang mereka lalaikan dan permainkan. Dan mereka telah menjadikan agamanya itu sebagai permainan dan kuda tunggangan untuk tujuan tercapainya kepentingan-kepentingan pribadi dan kelompoknya demi mengejar kesenangan-kesenangan duniawi sesaat. Jadi, amat salahlah pemahaman dan ungkapan yang mengatakan, Orangorang yang kafir itu hanyalah tertuju kepada orang-orang yang tidak beragama atau orang-orang yang di luar agama Islam. Berdasarkan ayat 50 dan ayat 51 tersebut, ternyata orang-orang yang beragama, baik yang beragama Islam ataupun lainnya itu bisa mendapat predikat orang-orang yang kafir, jika mereka banyak melalaikan dan mempermainkan terhadap peraturan-peraturan Allah yang ada di dalam agamanya. Di dalam Alquran surat 29 ayat 61, surat 29 ayat 63, surat 31 ayat 25, surat 39 ayat 38, surat 43 ayat 9, dan surat 43 ayat 87, dan masih banyak lagi ayat yang mengatakan dengan jelas, Orang-orang yang kafir itu bukan berarti mereka tidak percaya kepada Allah dan sifat-sifat-Nya. Mereka itu percaya kepada-Nya

149

dan sifat-sifat-Nya, tetapi tingkah lakunya banyak yang bertentangan dengan ketetapan-ketetapan Allah/banyak melanggar peraturan-peraturan-Nya. Dari situ jelaslah, bahwa hakikat kufur kepada Allah itu dapat terjadi pada orang-orang di luar agama Islam, dan juga dapat terjadi pada orang-orang yang beragama Islam itu sendiri. Oleh karena itu, kaum Muslimin di dalam menjalankan nilai-nilai yang islami yang jumlahnya ratusan itu, minimal di dalam persentasenya harus lebih banyak jika dibandingkan dengan orang-orang yang di luar agama Islam. Jangan sampai terbalik, karena kalau terbalik, maka kaum Muslimin akan lebih kafir dari mereka, dan mereka akan lebih islami dari kaum Muslimin. Nauudzubillahhi min dzaalik!

150

68. Pelajaran Penting Dalam Kisah Firaun yang Otoriter dengan Nabi Musa a.s. Dalam surat 7 ayat 103 s/d ayat 155 disebutkan secara garis besar tentang kisah Nabi Musa berhadapan dengan Firaun, dan peristiwa-peristiwa lainnya yang dialami oleh Nabi Musa di dalam mendidik kaumnya sesudahnya itu. Di mana dalam kisah tersebut, Nabi Musa dibangkitkan semangatnya oleh Allah selaku Rasul-Nya untuk sesuatu tugas yang maha berat, yakni: yang pertama: untuk mengajak Firaun dan kaumnya kepada ajaran Allah, dan yang kedua: untuk memboyong Bani Israil yang sudah lama diperlakukan semenamena dan ditindas oleh Firaun di Mesir. Di saat itu Nabi Musa berusaha dengan sembunyi-sembunyi untuk dapat menyadarkan Bani Israil, bahwa mereka adalah suatu bangsa yang punya potensi (sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah kepada nenek-moyang mereka) untuk menjadi suatu bangsa yang besar lagi berkuasa. Setelah bertahun-tahun usaha itu dilakukan, maka banyaklah orang-orang Bani Israil yang sadar tentang hal itu, dan mereka pun dengan pimpinan Nabi Musa mengatur strategi agar mereka dapat mengkoordinir dengan rapi, sehingga orang-orang Bani Israil dapat diboyong untuk dibawa menuju ke tanah nenek-moyang mereka yang ada di Kanaan. Dan setelah segala sesuatunya untuk rencana itu dapat diatur dengan baik dengan berbagai dukungan dari orang-orang Bani Israil yang cerdik pandai yang menduduki jabatan-jabatan penting dalam kerajaan Firaun di Mesir, maka Nabi Musa pun yang dibantu oleh Nabi Harun, secara resmi datang menghadap pada Firaun untuk menyampaikan rencananya itu, yang sekaligus pada waktu itu beliau telah diangkat oleh Allah sebagai Rasul-Nya. Akhirnya, terjadilah adu argumen antara Nabi Musa dengan Firaun; berbagai orang-orang yang cerdik pandai dari pengikut-pengikut setia Firaun dikumpulkan untuk dapat menjatuhkan dan mengalahkan argumen-argumen Musa. Tetapi usaha mereka itu gagal, karena argumen-argumen Musa yang datang dari Allah itu maha cemerlang lagi memukau dan punya kekuatan yang maha hebat yang dapat mempengaruhi pola pikir orangorang yang berhati bersih. Sehingga pengaruhnya itu dapat menjalar ke manamana, yang akhirnya dapat mengalahkan/menelan terhadap argumen-argumen yang dikemukakan oleh para cerdik pandai dari pengikut setia Firaun. Bahkan para cerdik pandai (yang berhati bersih) dari pengikut setia Firaun itu sendiri, setelah mereka kalah dalam beradu argumentasi, maka mereka pun banyak yang mengaku kalah dan langsung menyatakan beriman kepada Allah, Rabbnya Musa dan Harun. Akhirnya setelah Firaun melihat keadaan yang tidak diharapkannya itu, maka dia pun melakukan ancaman-ancaman kepada mereka-mereka yang sudah terpengaruh oleh keterangan dan argumen Musa yang sangat memukau itu, lebihlebih lagi terhadap mereka yang sudah menyatakan beriman kepada Rabbnya

151

Musa dan Harun. Mereka itu diancam akan dilepas dari kedudukannya, akan diboikot, sehingga benar-benar mereka akan mengalami nasib yang terpaku di atas kesengsaraan. Tetapi mereka pun tidak gentar, dan menyerahkan segala urusannya kepada Allah yang sudah mereka imani itu, mereka tetap beriman kepada-Nya, dan mereka selalu berdoa kepada Allah agar selalu tabah di dalam menghadapi ancaman-ancaman Firaun itu. Keadaan di seantero kerajaan Firaun pada waktu itu, masyarakatnya benarbenar sudah terpecah menjadi dua, yang memihak dan yang simpati pada Musa dan mengakui bahwa dia adalah Rasul Allah, dan yang satu lagi tetap membandel dan memihak lagi selalu menjilat kepada Firaun. Bahkan pihak yang terakhir ini selalu menghasut Firaun dengan berbagai macam hasutan agar Firaun bertindak tegas kepada mereka-mereka itu, dan Firaun pun termakan oleh hasutan-hasutan itu sehingga dia mengatakan, Nanti kami akan benar-benar bunuh anak-anak lelaki mereka dan akan kami beri hidup pada perempuan-perempuan mereka dan kami sangat berkuasa untuk itu. Berdasarkan kisah Firaun dan Musa, sesuai dengan urutannya yang ada dalam ayat 103 s/d ayat 155 itu, ada yang perlu diberi tanda petik, bahwa ancaman Firaun ini dikatakan olehnya setelah dia kalah berargumen di dalam menghadapi Musa dan Harun seperti yang sudah dijelaskan. Jadi ancamannya, bahwa anak-anak lelaki benar-benar akan dibunuh dan para perempuan akan benar-benar dibiarkan hidup itu adalah bukan di saat Nabi Musa belum lahir, sebagaimana cerita-cerita yang sering kita dengar selama ini. Adapun ancaman tersebut merupakan penegasan/pengukuhan ulang terhadap berbagai kebijakannya yang sudah-sudah. Karena Firaun selama berkuasa selalu melakukan kebijakan-kebijakan yang absolut lagi otoriter, tidak memberi peluang terhadap kemerdekaan berpikir dan kemerdekaan mengeluarkan pendapat, tidak mau menerima kritik, mereka-mereka yang berpendapat lain disikatnya habishabisan, atau dengan istilah Alquran diungkapkan dengan anak-anak lelaki dibunuh oleh dia dan oleh para pengikutnya yang suka menjilat kepadanya. Dan sebaliknya, Firaun dan para pengikutnya yang setia lagi suka menjilat kepadanya, selalu mengembangkan budaya-budaya; asal Firaun senang, asal atasan senang, suka memuji-muji, suka menjilat, suka mencari muka dan lain-lainnya, yang semuanya itu diibaratkan menurut istilah Alquran dengan ungkapan mereka memberi/membiarkan hidup terhadap para perempuan mereka. Tetapi, kebijakan-kebijakan Firaun yang jahat lagi terkutuk itu, akhirnya tidak membuahkan hasil sebagaimana yang dia kehendaki, dan seterusnya dan seterusnya . Sehingga Bani Israil dengan pimpinan Musa dapat diboyong dari Mesir menuju ke tanah Kanaan. Dan Firaun beserta pengikutnya ditenggelamkan dalam sebuah selat yang ada di Laut Merah.

152

Perlu diperhatikan, bahwa cerita seseorang penguasa yang seperti Firaun dengan berbagai karakter jahat seperti yang diungkapkan dalam Alquran itu, adalah menunjukkan, bahwa di masa-masa yang akan datang akan banyak muncul di dunia ini penguasa-penguasa yang absolut lagi otoriter semacam dia. Oleh sebab itu, semua cerita tentang penguasa-penguasa yang jahat dan berbagai hukumannya yang diceritakan dalam Alquran itu, semuanya adalah sebagai peringatan dan pelajaran penting agar karakter-karakter jahat mereka itu tidak ada pada kita apabila kita menjadi seseorang pemimpin atau penguasa. Sehingga dengan perantaraannya, kita dapat mengambil pelajaran darinya, dan akhirnya kita dapat sadar, bahwa kalau karakter-karakter jahat itu kita tiru, maka akhirnya kita pun akan dibinasakan oleh Allah seperti mereka (surat 30 ayat 57, surat 39 ayat 27, dan lain-lain).

153

69. Kitab Taurat dan Injil Telah Mengkabargaibkan Kedatangan Rasulullah saw.

Surat 7 ayat 157 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Orang-orang yang beriman dan bertakwa yang diberi rahmat oleh Allah itu adalah mereka yang mengikuti rasul, nabi yang ummi yang mereka mendapatinya selaku yang ditulis/dikabargaibkan di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang dia/nabi itu memerintah mereka untuk mengerjakan yang maruf dan mencegah mereka dari perbuatan yang mungkar dan dia menghalalkan berbagai yang baik untuk mereka dan dia mengharamkan berbagai yang jelek terhadap mereka dan dia telah melenyapkan beban dan berbagai belenggu yang selama itu telah membelenggu mereka. Maka adapun orang-orang yang beriman dan memuliakan serta menolong kepada nabi itu dan mereka mengikuti pada cahaya/ Alquran yang telah diturunkan bersamanya, maka mereka-mereka itu adalah orangorang yang memenangkan. Di dalam surat 7 ayat 157 ini dengan jelas disebutkan, Tentang kedatangan Rasulullah saw., Nabi Muhammad, Nabi yang ummi itu. Di mana kedatangannya itu telah dikabarkan oleh kitab Taurat dan kitab Injil. Di dalam kitab Taurat tercantum, di antaranya dalam kitab Ulangan pasal 18 ayat 18 s/d 19 yang berbunyi Seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau ini; Aku akan menaruh firmanKu dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya. Orang yang tidak mendengarkan segala firmanKu yang akan diucapkan nabi itu demi namaKu, dari padanya akan Kutuntut pertanggungjawaban. (Alkitab terbitan lembaga Alkitab Indonesia, Tahun 1985/1986). Dan dalam kitab Injil tercantum dalam kitab Yohanes pasal 16 ayat 12 s/d 13 yang berbunyi Masih banyak hal yang harus Kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya. Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh ruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengarNya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu halhal yang akan datang. (Al Kitab terbitan LEMBAGA AL KITAB INDONESIA, Tahun 1985/1986, ditulis sesuai dengan aslinya).

154

Dari kedua kitab tersebut, nyatalah bahwa Nabi yang dikabarkan akan datang itu adalah Rasulullah saw., Nabi yang ummi yang kepadanya telah diturunkan Alquran, dengan beberapa alasan: Yang pertama (dalam Taurat): dalam wahyu Allah kepada Nabi Musa itu disebutkan, Nabi tersebut bukan berasal dari Bani Israil, tetapi berasal dari saudara Bani Israil, yakni berasal dari Bani Ismail. Bukankah Nabi Ismail itu adalah saudara dari Nabi Ishak, yang Nabi Ishak tersebut mempunyai anak bernama Nabi Yakub, yang Nabi Yakub bergelar Israil, sehingga anak cucunya disebut Bani Israil. Yang kedua (dalam Taurat): nabi yang dikabarkan akan datang itu adalah seperti Musa, yakni sama-sama membawa kitab induk syariat; Taurat untuk Nabi Musa a.s., dan Alquran untuk Nabi Muhammad saw.. Hal ini disebutkan dalam Alquran surat 73 ayat 15 yang artinya Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kamu seorang rasul (Nabi Muhammad saw.) yang dia sebagai saksi atas kamu seperti Kami telah mengutus Musa kepada Firaun. Yang ketiga (dalam Taurat): apa yang dikatakan oleh nabi yang akan datang itu selalu bersumber dari wahyu Allah. Hal ini disebutkan dalam Alquran surat 53 ayat 3 dan 4, yang artinya Dan Muhammad itu tiadalah akan mengatakan sesuatu dari kemauannya sendiri, melainkan apa-apa yang diwahyukan kepadanya itulah yang dia katakan. Yang keempat (dalam Taurat): bahwa wahyu-wahyu yang diterimanya itu adalah akan senantiasa dikatakan olehnya atas nama Allah, atau dengan kata lain semuanya diawali dengan bismillaahirrohmaanirrohiim, sebagaimana setiap surat yang ada dalam Alquran selalu diawali dengan kalimat tersebut. Yang kelima (dalam Injil): roh kebenaran atau nabi yang akan datang itu akan mempunyai syariat yang sempurna. Hal ini disebutkan dalam Alquran, surat 5 ayat 3, yang artinya Di hari ini Aku telah menyempurnakan untuk kamu agama kamu dan Aku telah menamatkan nikmat-Ku atas kamu dan Aku telah meridai Islam selaku agama untuk kamu. Yang keenam (dalam Injil): seperti yang ada di nomor keempat (dalam Taurat). Yang ketujuh (dalam Injil): nabi yang akan datang itu akan banyak mengkabarkan hal-hal gaib yang akan terjadi di masa yang akan datang dengan petunjuk wahyu dari Allah yang ada dalam Alquran. Jadi kesimpulannya: Ketujuh macam ciri yang disebutkan oleh dua kitab tersebut yang akan ada pada nabi yang dikabarkan akan datang itu, adalah masingmasingnya ada pada Rasulullah saw., Nabi yang ummi yang kepadanya telah diturunkan Alquran.

155

70. Risalah Rasulullah saw. Adalah untuk Seluruh Umat Manusia

Surat 7 ayat 158 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Hendaklah engkau (Muhammad) mengatakan, Wahai manusia, sesungguhnya aku adalah Rasul/utusan Allah kepada kamu semua, yang kekuasaan langit dan bumi adalah milik-Nya, yang tidak ada Tuhan kecuali Dia Yang menghidupkan dan Yang mematikan, maka hendaklah kamu beriman kepada Allah dan RasulNya itu, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kalimat-kalimat-Nya, dan hendaklah kamu mengikuti pada Rasul itu supaya kamu mendapat petunjuk. Dari surat 7 ayat 158 ini, dengan tegas disebutkan, Rasulullah saw. dengan risalahnya Alquran itu adalah untuk seluruh umat manusia; semua orang diperintahkan oleh Allah agar mereka beriman kepada-Nya dan kepada RasulNya itu agar mereka dapat memperoleh petunjuk yang benar. Sebagaimana keuniversalan petunjuk Alquran yang harus diikuti oleh seluruh umat manusia itu, maka Alquran memerintahkan kepada kaum Muslimin, sesuai dengan bidang dan profesinya masing-masing, agar mereka berjuang/ berjihad, berdakwah menyampaikan kebenaran ayat-ayat Alquran kepada manusia mana pun yang ada di jagad ini, sehingga tidak ada satu manusia pun di jagad ini yang akan terjerumus karena petunjuk Alquran belum sampai kepada mereka (surat 25 ayat 52, surat 6 ayat 70, dan lain-lain). Jadi kesimpulannya: Hendaklah masing-masing kaum Muslimin sesuai dengan bidang dan profesinya, baik dia sebagai seorang scientist, ilmuwan/ penemu, ustaz, ekonom, politikus, filosof, seniman, dan lain-lain, agar berjihad dan berdakwah, menyampaikan kebenaran ayat-ayat Alquran, yang ayat-ayat mana berhubungan dengan kepakarannya masing-masing kepada seluruh umat manusia, sehingga para pakar di luar Islam akan tertarik dan terbimbing di dalam berkarya oleh petunjuk-petunjuk Alquran. Perlu diberi tanda petik bahwa ada ayat-ayat Alquran yang isinya merupakan petunjuk secara umum bagi setiap manusia yang mana pun, seperti: manusia harus beriman, harus bertakwa, harus jujur, harus adil, harus amanah, harus bersih, harus disiplin, harus kerja keras, harus gigih, dan lain-lain. Tetapi, ada juga ayat-ayat Alquran yang isinya merupakan petunjuk dasar bagi bidangbidang tertentu, seperti bidang hukum alam yang ada pada ciptaan Allah yang mencakup berbagai segi dan manfaatnya, dan juga bidang-bidang lainnya yang kesemuanya itu hanya bisa dimengerti, diterangkan, dan akhirnya dibuktikan oleh para pakar tertentu yang berhubungan dengan bidang-bidang tersebut.

156

Dan Alquran itu sendiri melalui berbagai ayat-ayatnya telah memberikan petunjuk kepada kita, bahwa, seseorang itu tidak boleh menerangkan dan menekuni terhadap apa-apa bidang yang bukan bidangnya. Bahkan sebaliknya, Alquran memberikan petunjuk kepada kita melalui ayat-ayatnya, bahwa seseorang itu harus bekerja sesuai dengan bidangnya masing-masing, yang dengan perantaraan bidang mana yang sudah diterangkan dan dihasilkannya itu, akhirnya akan membuahkan manfaat yang besar di kemudian hari dan di hari kemudian (surat 17 ayat 36, surat 6 ayat 135, surat 11 ayat 93, surat 65 ayat 7, surat 2 ayat 286, surat 28 ayat 77, dan lain-lain). Jadi, di dalam menafsirkan Alquran seseorang mufasir harus berkoordinasi dengan mufasir-mufasir lain dan juga harus berkoordinasi dengan para pakar di bidang-bidang tertentu yang berhubungan dengan ayat-ayat yang menyangkut bidang-bidang tersebut. Dan berdasarkan petunjuk ayat-ayat Alquran tersebut di atas seseorang mufasir tidak boleh syok tahu, yang akhirnya beraniberani menerangkan dan mengomentari terhadap ayat-ayat yang menyangkut bidang-bidang, yang bidang mana adalah bukan bidang dia. Kalau hal yang tercela ini dilakukan, maka akan menodai citra Islam dan mengotori kesucian dan keagungan Alquran itu sendiri. Dan maksimal yang harus dilakukan oleh para mufasir yang tidak paham terhadap ayat-ayat yang menyangkut bidang yang bukan bidangnya itu adalah para mufasir tersebut di dalam tafsirnya hendaklah mempersilahkan dengan hormat kepada para pakar yang ahli dalam bidang tersebut untuk menerangkan ayat-ayat yang bersangkutan.

157

71. Fitrah dan Kodrat Manusia, Semuanya Telah Bersaksi Bahwa Allah Adalah Rabbnya

Surat 7 ayat 172 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Dan (hendaklah kamu mengingat) tatkala Rabb engkau menjadikan keturunan anak-anak Adam/manusia dari punggung-punggung/sulbi-sulbi mereka, dan Allah telah membikin persaksian pada jiwa-jiwa manusia itu dengan mengatakan, Apakah Aku ini bukan Rabb kamu? Manusia pun menjawab, Benar, kami menyaksikan bahwa Engkau adalah Rabb kami. (Hal ini Kami lakukan) agar supaya kamu tidak mengatakan di hari kiamat, Sesungguhnya keadaan kami tentang hal ini adalah orang-orang yang lengah. Dari surat 7 ayat 172 ini, maka jelaslah bahwa tatkala manusia telah diciptakan oleh Allah dan diberi bentuk dengan sempurna, maka Allah pun membikin persaksian pada jiwa-jiwa mereka dengan mengatakan, Apakah Aku ini bukan Rabb kamu? Manusia pun menjawab, Benar, kami menyaksikan bahwa Engkau adalah Rabb kami . Pertanyaan Allah kepada manusia, yang lantas dijawab olehnya seperti itu, bukanlah dalam arti dialog fisik yang berhadaphadapan, seperti dialognya antara manusia dengan manusia yang lain. Tetapi, hal itu menunjukkan terhadap sesuatu keadaan dari manusia itu sendiri setelah diciptakan dan dibentuk dengan sempurna oleh Allah, maka pada waktu itu juga fitrah/kodratnya mengakui bahwa Allah adalah Rabbnya. Keadaan fitrah/ kodrat dari manusia yang seperti itu telah diungkapkan dalam Alquran dalam bentuk, pertanyaan Allah kepada manusia yang lantas dijawab olehnya dengan jawaban yang seperti itu. Jadi, kesimpulannya, bahwa fitrah dan kodrat semua manusia di jagad ini adalah mengakui bahwa Allah itu adalah Rabbnya. Pengertian yang lebih luas dari surat 7 ayat 172 itu, mohon dihubungkan dengan surat 7 ayat 11 s/d ayat 25, surat 15 ayat 28 s/d ayat 40, dan surat 38 ayat 71 s/d ayat 83. Di dalam tiga surat tersebut telah disebutkan bahwa, setelah Allah menyempurnakan kejadian manusia dalam perut ibu, maka di saat itu Allah telah meniupkan ruh yang berasal dari Ruh-Nya ke dalamnya. Dan melalui ruh yang berasal dari Ruh-Nya itu kesaksian manusia muncul terhadap Rabbnya. Dan di dalam ruh itulah, nurani manusia bertempat, yang nurani mana suaranya adalah berasal dari kekuatan malaikat yang ada dalam ruh tersebut. Jika manusia setelah lahir yang lantas berkembang dan menjalani kehidupannya itu, mau membukakan lebar-lebar suara nuraninya yang berasal dari kekuatan malaikat, maka di saat

158

itu, potensi-potensi kejahatan yang ada dalam tubuh jasmani yang berasal dari kekuatan iblis, akan dapat dibelenggu dan ditutup rapat-rapat. Dua kekuatan tersebut sengaja diadakan oleh Allah dalam diri manusia, agar manusia tersebut senantiasa berjuang dan berjuang untuk memunculkan potensi-potensi kebaikan yang berasal dari kekuatan malaikat itu, dan selalu mengekang dan tidak memberi kesempatan terhadap potensi-potensi kejahatan yang berasal dari kekuatan iblis. Jika tidak ada perjuangan ke arah itu, maka manusia akan dikuasai oleh hawa nafsunya yang senantiasa melahirkan berbagai kejahatan. Dalam dua hal tersebut, manusia selalu dihadapkan kepada dua pilihan yang senantiasa bertentangan satu sama lain. Dan sebelum memilih antara yang baik dan yang buruk, dalam diri manusia selalu terjadi dialog di dalam dirinya, yakni memilih yang baik-kah, atau memilih yang buruk? Maka setelahnya itu, berbahagialah manusia yang memilih pada hal-hal yang baik, dan celakalah bagi mereka yang memilih hal-hal yang buruk lagi jahat (surat 91 ayat 7 s/d ayat 10). Untuk lebih jelasnya hal tersebut di atas, maka baiklah dilihat dalam Bab: Ada Pelajaran Penting bagi Kita di Dalam Kisah Sujudnya Malaikat Kepada Adam dan Pembangkangannya Iblis.

159

72. Alquran Adalah Pendeteksi yang Jitu

Kalimat yang ada dalam surat 7 ayat 203 ini, kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya Adapun ini/Alquran adalah pendeteksi-pendeteksi dari Rabb kamu dan juga petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. diartikan dengan pendeteksi-pendeteksi, karena kata itu Kata adalah kata jamak yang tunggalnya adalah (surat 12 ayat 108), yang kata ini mengikuti wazan/timbangan Amtsilatul-Mubaalaghoh, suatu bentuk kata tersebut berasal yang mempunyai arti tetap, sangat, banyak dll. Kata dari fiil Madli , yang menurut surat 20 ayat 96 dan kamus Lisanul Arob itu diartikan dengan memandang/melihat, atau dengan kata lain kata mendeteksi. Jadi, kata yang mengikuti wazan Amtsilatul-Mubaalaghoh itu diartikan dengan pendeteksi-pendeteksi yang kata pe-nya di sini menunjukan kepada makna tetap. Dalam ayat tersebut dikatakan, Alquran adalah sebagai pendeteksipendeteksi. Maksudnya adalah kalau kita mau menekuni Alquran dengan niat yang tulus dan kerendahan hati sehingga jiwa Alquran sudah mewarnai/ menshibghoh jiwa kita, maka kita akan memperoleh pengetahuan-pengetahuan, yang dengan perantaraan pengetahuan-pengetahuan yang berasal dari Alquran itu, kita akan dapat mendeteksi dan memantau berbagai macam persoalan dengan setepat-tepatnya, mana yang benar dan mana yang salah, sehingga kita akan dapat selalu menyimpulkan dan menyelesaikan berbagai persoalan tersebut dengan mudah (surat 65 ayat 4). Dan di samping itu, kita juga akan dapat memprediksi tentang kemungkinan berbagai hal yang akan terjadi di masa-masa yang akan datang. Tetapi sebaliknya, kalau jiwa Alquran tidak mewarnai jiwa kita, karena kita kurang mempelajari dan menekuninya, maka kita akan dibingungkan oleh berbagai hal yang terjadi, sehingga kita tidak bisa mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, dan akhirnya prediksi kita terhadap kemungkinan berbagai hal yang akan terjadi di masa-masa yang akan datang, akan selalu selip, meleset, dan tidak tepat. Oleh karena itulah, berbagai prediksi kaum Muslimin di masa lalu senantiasa tepat, sehingga hari demi hari, tahun demi tahun, mereka selalu berhasil dalam perjuangannya, dan akhirnya memperoleh kejayaan dan kemuliaan. Karena memang, mereka pada waktu itu di dalam melihat sesuatu hal apa saja, mereka melihatnya dengan pakai kaca mata Alquran. Tetapi sebaliknya, setelah kaum Muslimin berpaling dari Alquran, maka pandangan mereka terhadap berbagai hal, jadi berbeda-beda, yang darinya timbulah berbagai prediksi yang tidak tepat dan sering meleset, dan perpecahan di kalangan kaum Muslimin pun tidak dapat

160

dihindari, bahkan makin menjadi-jadi, dan akhirnya hilang kepercayaan diri, merugi dalam segala segi, selalu dikalahkan di mana saja mereka berdomisili. Hal-hal yang negatif itu sering terjadi, yang disebabkan karena tidak mengikuti petunjuk Ilahi (Alquran).

161

73. Ketetapan-Ketetapan yang Bertentangan dengan Alquran Harus Didiamkan/Tidak Boleh Diikuti

Surat 7 ayat 204 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Dan apabila Alquran telah dibacakan (kepada kamu), maka hendaklah kamu mendengarkannya dan hendaklah kamu mendiamkan (pada ketetapan-ketetapan lain yang bertentangan dengan Alquran) supaya kamu mendapat rahmat. Kata diterjemahkan dengan hendaklah kamu mendiamkan (pada ketetapan-ketetapan lain yang bertentangan dengan Alquran). Yang di dalam ayat itu mafulnya dibuang, karena kata itu adalah fiil Mutaaddi yang berasal . Hal ini dapat dilihat dalam berbagai kamus dari fiil Lazim , artinya Arab termasuk kamus Lisaanul-Arob al-Muhiith! Jadi, kata diam, dan kata , artinya mendiamkan dan fiil Amernya , artinya hendaklah kamu mendiamkan. Adapun maksud dari hendaklah kamu mendiamkan pada ketetapanketetapan lain yang bertentangan dengan Alquran, adalah apabila ketetapanketetapan Alquran sudah kita dengar dan kita ketahui, maka kita harus mengikutinya. Dan pada waktu itu pula, kita harus membuang jauh-jauh ketetapanketetapan lain yang sudah mendarahdaging di masyarakat yang ternyata ketetapanketetapan tersebut bertentangan dengan Alquran. Jadi, kata mendengarkan dan mendiamkan dalam ayat itu, adalah bukan hanya sekedar mendengarkan dengan telinga, dan bukan hanya sekedar diam dengan tidak berbicara pakai mulut, tetapi mendengar dan diam dengan seribu arti/makna. Karena dengan perantaraan mana, seseorang akan mendapatkan rahmat dari Allah dalam berbagai segi kehidupannya. Oleh karena itu, kalau kaum Muslimin di awal abad ke-21 ini ingin mendapatkan rahmat dari Allah, maka hanya ada satu jalan, yakni kembali kepada kitab Suci-Nya/Alquran untuk didengar suaranya, sehingga dapat mengetahui berbagai ketetapan-ketetapan dan undang-undangnya, yang hanya dengan perantaraan mana, kita, kaum Muslimin akan dapat mendeteksi mana-mana saja peraturan-peraturan dan undang-undang yang dibikin oleh manusia itu yang isinya bertentangan dengan peraturan-peraturan dan undang-undang Alquran. Dalam Islam, manusia itu sesuai dengan perkembangan dan kemajuan zaman telah dibolehkan, bahkan diharuskan membikin peraturan-peraturan dan undang-undang baru yang berhubungan dengan kemaslahatan manusia dan lingkungan yang tidak ada perinciannya di dalam Alquran, tetapi isinya harus senantiasa sesuai dengan undang-undang dasar Alquran, tidak boleh bertentangan dengan jiwa dari undang-undang dasar tersebut. Dan jika memang sesuai, maka

162

boleh diikuti dan dijalankan. Dan di saat itu, berarti telah mengikuti dan menjalankan jiwa dari undang-undang Alquran. Oleh karena itu, di dalam tubuh kaum Muslimin harus muncul sebanyakbanyaknya para pakar di berbagai bidang hukum, sehingga dengan perantaraan mereka-mereka itu, maka akan dapat dibikin berbagai hukum dan ketetapanketetapan, yang lantas diundangkan, yang tentunya isinya tidak boleh bertentangan dengan jiwa undang-undang dasar Alquran.

163

74. Sikap Berkepala Batu dan Merasa Benar Sendiri

Surat 8 ayat 32 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Dan (hendaklah kamu mengingat) ketika mereka mengatakan, Wahai Allah, jika ini Alquran adalah kebenaran dari sisi Engkau, maka hendaklah Engkau menghujani kami dengan batu-batu dari langit atau hendaklah Engkau mendatangkan azab yang pedih pada kami. Kalimat tersebut mengungkapkan terhadap suatu sikap berkepala batu dari orang-orang yang menganggap bahwa Alquran itu bukanlah suatu kebenaran yang datang dari Allah. Di mana setelah Alquran itu disampaikan kepada mereka, maka mereka pun tetap kukuh menganggap bahwa Alquran itu bukanlah suatu kebenaran yang datang dari Allah. Hal ini terjadi karena mereka tidak mau menggunakan akal sehatnya di dalam menanggapi argumen-argumen Alquran. Pikiran dan hati mereka sudah terbelenggu sedemikian rupa oleh tradisi pemikiran dan keyakinan lama. Yang dengan perantaraan mana, mereka tetap kukuh dalam keyakinan bahwa Alquran itu bukanlah suatu kebenaran yang datang dari Allah, sampai-sampai karena kekukuhannya yang begitu keras, maka mereka pun pada waktu itu berani menanggung resiko untuk dihujani batu dari langit dan diazab oleh Allah. Dari ungkapan yang ada dalam ayat tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa seseorang itu sangat mungkin akan berani membela matimatian terhadap sesuatu keyakinannya yang mereka anggap benar yang walaupun kenyataannya salah. Karena kenyataannya salah dari suatu keyakinan yang mereka anggap benar tersebut, baru akan dapat dilihat oleh mereka yang mau menggunakan akal sehatnya. Dan dalam surat 8 ayat 22, dan dalam surat 39 ayat 18, jelas-jelas dikatakan, Hanya orang-orang yang mau menggunakan akal sehatnya-lah, yang akan diberi petunjuk oleh Allah, sehingga mereka dapat mendengar dan melihat dengan baik terhadap suatu kebenaran yang datang kepada mereka. Jika tidak, maka mereka pun akan diberi gelar oleh Alquran orangorang yang peka/tuli, orang-orang yang bisu, dan orang-orang yang buta, mereka seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi (surat 2 ayat 18, surat 7 ayat 179, dan lain-lain). Dari kesimpulan tersebut, kita dapat mengambil pelajaran darinya, sehingga Kita akan senantiasa mau menggunakan akal sehat kita di dalam menanggapi argumen-argumen orang lain yang lebih benar dan lebih tepat menurut ukuran Alquran dan kita harus sanggup membebaskan diri kita dari tradisi pemikiran dan keyakinan lama yang salah yang selama ini membelenggu kita. Yang dengan perantaraan mana kita akhirnya bisa mendengar, melihat dan berbicara dengan

164

sebaik-baiknya menurut ukuran Alquran. Tentang penjelasan hal ini secara agak detail dapat dilihat dalam Bab: Berpegang Teguh pada Tradisi NenekMoyang yang Keliru yang ada di dalam MUQODDIMAH di depan.

165

75. Memerangi Kemusyrikan dengan Senjata Alquran

Kalimat dalam surat 8 ayat 39 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Hendaklah kamu memerangi pada mereka, sehingga tidak akan ada fitnah (yang masuk ke dalam agama Allah) dan yang akan ada hanyalah agama Allah (yang murni) yang setiap ajarannya adalah kepunyaan/berasal dari Allah. Kata memerangi di sini tidak hanya diartikan perang dengan pedang/ senjata secara fisik sebagaimana perang yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. dan para sahabatnya terhadap orang-orang kafir yang memulai dahulu memeranginya di masa lalu. Karena di masa sekarang ini kemusyrikan sudah merajalela di dalam penganut berbagai agama, termasuk di dalam penganut agama Islam itu sendiri, sehingga banyak ajaran-ajaran dari berbagai agama tersebut yang sudah dicampuri oleh kemusyrikan, maka untuk membersihkannya, kita hanya punya satu senjata, yakni senjata Alquran. Karena, Alquran itu sendiri merupakan senjata yang paling ampuh, maka kita harus menggunakannya sebagai alat untuk berjuang/berjihad dan memerangi mereka-mereka yang senantiasa memadukan/menserikatkan ajaran-ajaran palsu dengan ajaran-ajaran Allah yang murni. Sehingga dengan perantaraan mana, ajaran-ajaran palsu yang telah menindih terhadap ajaran-ajaran Allah yang murni itu akan segera terdeteksi sedini mungkin. Yang akhirnya di saat itu yang nampak hanyalah agama Allah , sebagaimana firman-Nya dalam surat 39 ayat 3, yang yang murni/ yang artinya Ketahuilah bahwasanya agama yang berbunyi: murni/tidak bercampur dengan kemusyrikan itulah yang milik Allah. Itulah atau rahasianya dari ayat yang berbunyi: yang ada dalam berbagai ayat Alquran. Dan kalimatkalimat ini selalu didahului oleh perintah Allah yang menyuruh kita berdoa dan beribadah kepada-Nya; yang maksudnya, kalau kita berdoa dan beribadah kepada Allah, kita harus mengikuti peraturan-peraturan Allah yang ada di dalam agamaNya yang murni dalam Alquran, tidak boleh mengikuti peraturan-peraturan yang bertentangan dengannya. Jadi, kalau kita berjihad dengan Alquran untuk memerangi kemusyrikan sebagaimana yang diperintahkan oleh-Nya dalam surat 25 ayat 52, maka jihad tersebut termasuk beribadah kepada Allah dalam rangka memurnikan ajaran-ajaran Allah yang sudah tertindih dan ternodai oleh berbagai kemusyrikan yang ada. atau yang tersebut, selalu mempunyai Oleh karena itu, kata maful kata , yang sebelum kata itu ada kata , yang maksudnya adalah . Kata atau itu, diartikan selaku orang-orang yang

166

memurnikan, karena kata itu berasal dari fiil Mutaaddi

, yang

artinya memurnikan. Dan fiil Mutaaddi ini berasal dari fiil Lazim yang artinya murni, sehingga dalam Alquran surat 16 ayat 66 ada ungkapan artinya susu yang murni. Untuk lebih jelasnya tentang berjihad dengan Alquran untuk memerangi berbagai kemusyrikan, maka penjelasannya dapat /Jihad Dalam Alquran Bukan Berarti dilihat dalam Bab: Kata Perang. Dan Bab: Hakikat Musyrik dan Bentuk-Bentuknya Menurut Alquran di bagian bentuk kemusyrikan yang ketiga bagian kedua!

167

76. Alquran Sebagai Alat Penjinak dan Pemersatu Umat Manusia

Surat 8 ayat 63 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Andaikan engkau membelanjakan apa-apa yang ada di bumi semuanya, niscaya engkau tidak dapat mempersatukan hati-hati mereka, tetapi Allah-lah yang dapat mempersatukan hati-hati mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Perkasa lagi Yang Maha menghakimi/memutuskan. Dari ayat tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa cara-cara yang bukan berasal dari Allah, apa pun bentuknya, tidak akan dapat menjinakkan atau mempersatukan hati-hati manusia. Tetapi, cara-cara yang datangnya dari Allah-lah yang akan dapat menjinakkan atau mempersatukan hati-hati manusia. Yang tentunya cara-cara tersebut barangnya ada dalam Alquran. Jadi, kalau kita, kaum Muslimin ingin bersatu dan menjalin ukhuwah islamiah yang sejati, maka hanya ada satu jalan, yaitu Kita masing-masing harus segera menekuni dan menadaburi Alquran, sehingga pola pikir, akidah, kemauan dan tingkah laku kita akan segera dapat diwarnai dengan warna yang berasal dari Allah yang ada dalam Alquran. Karena dalam surat 2 ayat 138, telah disebutkan dengan tegas, Kita manusia, khususnya kaum Muslimin, telah diperintahkan agar kita mewarnai diri kita dengan warna/shibghoh yang berasal dari Allah, karena tidak ada warna yang lebih indah kecuali warna yang berasal dari Allah, yang barangnya ada dalam Alquran. Dengan demikian, jika pola pikir, pemahaman, akidah, dan tingkah laku kaum Muslimin sudah tidak diwarnai dengan warna yang berasal dari Alquran, maka di antara mereka sudah saling tidak jinak, bermusuh-musuhan, berpecah belah, yang karenanya keadaan mereka terpuruk seperti yang selama ini terjadi. Oleh karena itu, kalau kita, kaum Muslimin ingin mengentaskan diri dari keadaan terpuruk tersebut, maka kaum Muslimin berdasarkan surat 3 ayat 103, harus segera berpegang teguh pada ketetapan-ketetapan Alquran. Karena hanya dengan perantaraannya, kaum Muslimin di mana pun berada akan dapat menjalin ukhuwah islamiyah yang sejati. Yang ukhuwah islamiyah mana sudah pernah terjadi di masa Rasulullah saw. dan para sahabatnya dan juga di masa-masa kaum Muslimin memperoleh kajayaan yang gemilang di masa-masa yang lalu. Tetapi sebaliknya, kalau kaum Muslimin tidak mau melakukan hal itu, bahkan menjadikan Alquran sebagai sesuatu yang ditinggalkan dan disingkirkan (surat 25 ayat 30), maka kaum Muslimin akan berada di dalam jurang kehancuran yang mustahil akan dapat diselamatkan (surat 3 ayat 103), bahkan dari hari ke hari dan dari tahun ke tahun keadaannya makin bertambah parah, saling bermusuhan satu sama

168

lain, saling berebut kedudukan dan jabatan, saling menjatuhkan, saling mengejar kekayaan materi dengan tidak mempedulikan kepentingan umat, saling menjilat kepada penguasa yang zalim lagi otoriter, dan saling-saling lainnya yang sungguh amat memprihatinkan. Dari ini semua, akhir bin akhirnya, kaum Muslimin mengalami kekalahan dan kehinaan di mana-mana. Dan di saat yang serba memprihatinkan itu, akhirnya kaum Muslimin menjadi makanan empuk umat lain. Hal yang seperti inilah yang dikhawatirkan oleh Rasulullah saw., sehingga beliau pernah bersabda Akan datang suatu zaman di mana Alquran hanya tinggal tulisan dan bacaannya saja, Islam tinggal namanya/bangga dengan simbul Islam, tetapi jauh dari nilainya, dan ulama-ulama Islam pada waktu itu adalah sejahatjahat manusia di kolong langit, karena mereka satu sama-lain saling memfitnah demi untuk mengejar materi, jabatan dan kedudukan. Mudah-mudahan keadaan yang seperti ini yang selama ini terjadi, kita, kaum Muslimin segera sadar dan akhirnya mau menjadikan Alquran sebagai kitab petunjuk satu-satunya dalam menjalani kehidupannya, Amin!

169

77. Falsafah Doa Menurut Alquran

Terjemahan bebasnya: Ingatlah ketika kamu memohon pertolongan/ beristighotsah pada Rabb kamu, maka Dia minta jawaban terhadap kamu, dan setelah kamu menjawabnya, maka Dia berfirman kepadamu, Sesungguhnya Aku akan membantu kamu dengan seribu malaikat yang akan segera didatangkan (surat 8 ayat 9). Dari ayat ini dapat diambil pelajaran yang sangat penting; kalau kita mendoa kepada Allah meminta sesuatu, maka Allah pun akan minta jawaban/ bertanya terhadap kita tentang: bagaimana sikap kita terhadap berbagai peraturanperaturan Allah, adakah kita sudah mematuhinya dengan baik lagi tulus? Kalau sikap kita menjawab sudah, maka Allah pun akan mengabulkan permintaanpermintaan kita yang bermanfaat, bahkan Allah akan memberikan sesuatu yang jauh melebihi dari pada apa yang kita minta itu, seperti yang ada dalam surat 8 ayat 9 tersebut. Dalam ayat tersebut, kaum Muslimin di zaman Rasulullah saw. telah dikabulkan doa-doanya dan diberi pertolongan dengan didatangkannya seribu malaikat (bantuan-bantuan gaib) untuk membantu mereka dalam melawan musuhmusuhnya, sehingga mereka dapat mengalahkannya. Bantuan-bantuan gaib yang seperti itu akan selalu diberikan kepada mereka-mereka yang senantiasa mematuhi peraturan-peraturan Allah dengan baik lagi tulus. Oleh karena itu, kalau kita kaum Muslimin ingin doa-doanya dikabulkan oleh Allah dan ingin mendapatkan bantuan-bantuan gaib yang seperti itu, sehingga kita akan dapat mengalahkan musuh-musuh kita, maka kita harus tanya pada diri kita sendiri, sudahkah kita mematuhi peraturan-peraturan Allah dengan baik lagi tulus? Kalau jawanbannya sudah, maka doa kita pun akan dikabulkan oleh Allah dan akan dibantu olehNya dengan bantuan-bantuan gaib seperti yang ada dalam surat 8 ayat 9 tersebut. Dan kalau jawabannya belum, maka doa-doa kita pun akan ditolak oleh Allah dan bantuan-bantuan gaib yang seperti itu tidak akan diberikan kepada kita, dan akhirnya kita akan selalu kalah di dalam berbagai kompetisi dengan lawan-lawan kita. dalam surat 8 ayat 9 tersebut. Itulah rahasia dari kalimat Dan di samping itu dalam surat 2 ayat 186, Allah telah menegaskan, Bahwa Dia akan menjawab/mengabulkan doanya seseorang hamba apabila hamba tersebut mau minta jawaban/bertanya kepada Allah/Alquran tentang bagaimana syarat-syarat dikabulkannya doa itu menurut Allah/Alquran. Dan setelah hamba tersebut mengetahui syarat-syaratnya dan menjalankannya sebagaimana yang dijelaskan dalam Alquran itu, maka sekali lagi doa-doanya

170

tersebut akan dikabulkan oleh Allah. Jadi kesimpulannya: kalau kita berdoa kepada Allah meminta sesuatu, maka Allah pun bertanya/minta jawaban terhadap kita ), bagaimana sikap kita terhadap peraturan-peraturan Allah, ( sudahkah kita mematuhinya dengan baik dan tulus? Kalau jawaban dari kita sudah, karena kita sudah mengetahui jawaban dari Alquran tentang syarat-syarat dikabulkan doa sebagaimana yang kita tanyakan kepada-Nya itu ( ) dan kita sudah menjalankannya, maka Allah pun akan mengabulkan doa-doa kita dan memberikan berbagai bantuan gaib-Nya kepada kita, seperti yang diungkapkan dalam surat 8 ayat 9 s/d ayat 18-nya, sehingga kita akan selalu menang dan tak terkalahkan oleh siapa-pun (surat 3 ayat 120, surat 3 ayat 139, surat 5 ayat 105 dan lain-lain). Itulah rahasianya kalimat dan kalimat dan sejenisnya yang ada dalam Alquran, di mana kata diartikan dengan minta jawaban/bertanya. Jadi antara hamba yang berdoa dan Allah yang kepada-Nya doa itu ditujukan, akan terjadi saling bertanya, yakni Allah akan bertanya kepada orang yang berdoa dengan pertanyaan sudahkah kamu mengetahui syarat-syarat dari doa-doa yang dikabulkan? Kalau kamu sudah mengetahuinya dan menjalankannya dengan baik, maka doa-doa kamu yang bermanfaat untuk diri kamu niscaya Aku akan kabulkan. Oleh karena itu hamba yang berdoa pun, dia harus berusaha untuk mengetahui dengan jalan bertanya kepada Allah melalui Alquran tentang syarat-syarat dari doa yang dikabulkan oleh-Nya. Dan sesudah dia mengetahuinya, maka dia harus berusaha untuk menjalankannya sebaik mungkin agar doanya dikabulkan. Tentang hal ini kita ambil beberapa contoh ringan: kalau seseorang mendoa kepada Allah ingin diberi atau ditambah ilmu, maka syarat yang ditentukan oleh Allah adalah dia harus rajin belajar; kalau dia ingin diberi harta atau kekayaan yang halal dia harus rajin bekerja dan jujur; kalau dia ingin dijauhkan dari sesuatu bahaya yang mengakibatkan ketidakbaikkan bagi dirinya di kemudian hari, maka syaratnya dia harus berhati-hati di dalam sepak terjang kehidupannya. Dan lagi kalau seandainya seseorang mendoakan untuk orang lain agar orang lain tersebut dapat diselamatkan oleh Allah dan akhirnya memperoleh kemenangan, maka orang yang mendoakan tersebut harus mengetahui secara tepat tentang keadaan dari orang yang didoakan itu, apakah dia di dalam hidupnya mematuhi terhadap ketetapan-ketetapan Allah ataukah sebaliknya? Jika yang didoakan itu adalah seorang pemimpin yang ternyata zalim, banyak menindas rakyat, banyak melanggar hak-hak asasi manusia, memperkaya diri dan lain-lain walaupun dia seseorang yang beragama Islam, maka doa tersebut akan ditolak mentah-mentah oleh Allah. Oleh karena itu, kaum Muslimin harus waspada dan berhati-hati di dalam mendoakan orang lain atau kelompok lain, terutama doadoa yang dipanjatkan di tempat-tempat ramai dan terbuka/istighotsah. Di mana mereka harus berhati-hati dan mengetahui secara tepat menurut Alquran tentang

171

orang lain atau kelompok lain yang didoakan itu! Apakah mereka itu di dalam hidupnya sudah benar-benar mematuhi terhadap ketetapan-ketetapan Allah? Jika sudah mematuhinya, maka silahkan berdoa untuk keselamatan dan kemenangan mereka, niscaya Allah akan mengabulkannya. Dan jika mereka yang didoakan itu di dalam hidupnya dipenuhi dengan pelanggaran-pelanggaran terhadap ketetapanketetapan Allah, maka jangan diharap Allah akan mengabulkan doa tersebut walaupun doa/istighotsah itu diadakan berulang-ulang di berbagai lapangan terbuka. Dan jika doa seperti yang tersebut tetap saja dipanjatkan dan akhirnya akan tetap tidak dikabulkan oleh Allah, maka hal tersebut akan menjadi citra buruk di mata umat lain. Dalam hal ini, mereka yang doanya tidak dikabulkan itu hendaklah berpikir dan bertanya seribu kali terhadap Allah melalui Alquran, kenapa kenapa doa mereka tidak dikabulkan? Di saat itu niscaya Alquran akan menjawabnya dengan jelas sebagaimana yang sudah dijelaskan seperti yang tersebut.

172

78. Fungsi Utama Masjid Menurut Alquran Sebagaimana dalam surat 9 ayat 108 ini telah ditegaskan, Fungsi utama masjid adalah agar manusia yang ada di dalam masjid itu selalu mengutamakan dan meningkatkan keinsafan/ketakwaannya kepada Allah/ , dan agar mereka dapat meningkatkan kebersihan di dalam berpola pikir dan berakidah/ , sehingga dengan perantaraan mana akan lahirlah berbagai amal saleh dari mereka. Oleh karena itu dalam ayat 107-nya dikatakan, Kalau ada sebuah masjid yang di dalamnya dipakai untuk ceramah-ceramah, khotbah-khotbah dan pengajian-pengajian yang isinya menyebabkan seseorang atau golongan melakukan berbagai tindakan kufur/ lagi beringas yang selalu membahayakan/ dan merugikan orang lain , dan juga digunakan dan menyebabkan kaum Muslimin terpecah belah/ , untuk mencari-cari kesalahannya orang-orang yang beriman dan bertakwa/ maka kesemuanya itu hanyalah mencerminkan bahwa mereka-mereka itu adalah . mendustai/memerangi visi dan misi Allah dan Rasul-Nya/ Yang walaupun dalam hal itu, mereka itu memakai ayat-ayat Alquran dan hadis nabi, tetapi ayat-ayat Alquran dan hadis nabi tersebut sudah dimanipulasi dan didramatisir untuk kepentingan kelompok mereka dan menjatuhkan lawannya. Yang dengan perantaraan mana, mereka itu berkeyakinan bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah kebaikan, karena memakai ayat-ayat Alquran dan hadis nabi. Padahal kenyataannya mereka adalah orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya, karena Allah dan Rasul-Nya selalu mengajarkan ketakwaan, kasih sayang, persatuan dan kepatuhan untuk melakukan amal-amal saleh yang bermanfaat bagi kemanusiaan secara umum. Oleh karena itu, kalau ada sebuah masjid yang digunakan untuk hal-hal tercela seperti yang ada dalam ayat 107 tersebut di atas, maka dalam ayat 108nya kita telah dilarang untuk kukuh/kekeh di dalamnya dan ikut-ikutan terhadap mereka itu. Karena keadaan mereka itu diumpamakan seperti seseorang yang membangun masjid di tepi jurang yang mau runtuh, yang akhirnya tidak bisa bertahan lama dan mereka pun akan ikut runtuh bersamanya ke dalam kesengsaraan hidup/Jahannam (surat 9 ayat 109). Jadi itulah pelajaran penting yang dapat kita petik dari firman Allah yang ada dalam surat 9 ayat 107, ayat 108, dan ayat 109, sehingga kita akan dapat selalu menggunakan masjid sesuai dengan fungsi utamanya, yakni untuk menjadikan para jemaahnya menjadi manusia-manusia yang bertakwa. Dan tentang takwa, penjelasannya dapat dilihat dalam Bab: Bertakwa Kepada . Tetapi sebaliknya, kalau kaum Muslimin tidak dapat mengambil Allah/ pelajaran penting tersebut, maka akhirnya mereka tidak akan dapat menggunakan masjid-masjid yang mereka miliki sesuai dengan fungsi utamanya

173

itu. Dan jika hal yang seperti ini terjadi, maka akhirnya mereka tidak akan berhasil di dalam dakwahnya, bahkan mereka akan menghadapi berbagai persoalan yang rumit yang berkaitan dengan penguasa setempat dan akhir bin akhirnya, kelompok mereka itu dapat diruntuhkan dan dibubarkan oleh penguasa tersebut bersama ide-ide mereka yang tidak islami itu. Sehingga kelompok mereka itu dalam sejarah di kemudian hari akan lenyap dengan sendirinya dan akan terkubur bersama puingpuing kebatilan yang selama itu mereka perjuangkan dengan mati-matian.

174

79. Bagi Setiap Umat Pasti Kedatangan Rasul atau Nadzir

Surat 10 ayat 47 dan surat 35 ayat 24 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Dan bagi setiap umat itu mempunyai rasul dan apabila rasul telah datang di tengah-tengah mereka, niscaya (perkara) di antara mereka diputuskan dengan adil dan mereka tidak akan dizalimi . Dan tidak ada satu umat pun melainkan telah ada nadzir di tengah-tengah mereka. Dalam surat 10 ayat 47 ini disebutkan, bahwa setiap umat pasti pernah kedatangan seorang rasul. Dan dalam surat 35 ayat 24 itu disebutkan, bahwa setiap umat pasti pernah kedatangan seseorang juru peringat/nadziir. Oleh karena itu, hendaklah para ulama Islam memberikan batasan yang tepat menurut Alquran, yakni batasan dari sesuatu umat yang dimaksudkan oleh Alquran tersebut; apakah umat dalam batasan suku atau suku bangsa atau kelompok manusia yang lebih luas lagi yang mencakup berbagai rumpun bangsa dan kawasan? Dan dalam surat 35 awal ayat 24 disebutkan, setiap rasul pasti nadziir/ . Dan apakah setiap nadziir itu mesti rasul...? Dan kalau sang nadziir itu belum tentu rasul, maka apakah nadziir yang bukan rasul itu masih bisa datang sewaktu-waktu di tengah-tengah umat sesuai dengan kehendak dan ukuran Allah? Dan tentang kedatangan rasul dan nadziir di dalam setiap umat itu; apakah dalam arti, bahwa orang-orang yang ada pada umat tersebut sezaman dan bertemu dengan rasul dan nadziir yang dimaksud? Ataukah hanya risalah-nya saja, walaupun tidak sezaman dan tidak bertemu dengannya. Sehingga hal tersebut dianggap bahwa seseorang rasul dan nadziir itu telah datang di mereka? ataukah bagaimana? Hal ini, mohon para alim ulama Islam yang sejati dapat menjelaskannya sesuai dengan petunjuk Alquran! Di samping itu, mohon mereka menjelaskan ayat-ayat Alquran yang berhubungan dengan kerasulan dan kerisalahan, yang di antaranya seperti ayatayat di bawah ini: 1. Wahai anak cucu Adam/manusia, jika rasul-rasul dari antara kamu benar-benar datang, yang rasul-rasul tersebut mengkisahkan ayat-ayat-Ku kepada kamu, maka barang siapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan, maka kekhawatiran tidak akan menimpa mereka dan mereka tidak akan berdukacita. Sedangkan orang-orang yang mereka telah mendustakan pada ayat-ayat-Ku itu dan mereka takabur (tidak menerima) terhadapnya, maka mereka-mereka itu adalah penghuni neraka yang akan kekal di dalamnya (surat 7 ayat 35-36).

175

2. Allah adalah yang lebih mengetahui di mana lagi kapan Dia akan menjadikan risalah-Nya (surat 6 ayat 124). 3. Allah akan memilih rasul-rasul-Nya, baik rasul/utusan yang berbangsa malaikat ataupun yang berbangsa manusia. Sesungguhnya Allah adalah Yang Maha Pendengar lagi Yang Maha Pemandang (surat 22 ayat 75). 4. Alangkah besarnya penyesalan yang akan menimpa hamba-hamba itu, karena setiap rasul datang di tengah-tengah mereka, mereka selalu memperolokolokkannya (surat 36 ayat 30). Dan masih banyak lagi ayat-ayat Alquran yang semakna dengan ayatayat yang tersebut. Mohon sekali lagi para alim ulama Islam yang warotsatul anbiyaa`, agar sudi menjelaskannya yang sesuai dengan ketentuan Alquran.

176

80. Ahlu Bait Menurut Alquran

Surat 2 ayat 124 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Dan ketika Allah telah menguji pada Ibrahim dengan berbagai kalimat, maka Nabi Ibrahim pun menyempurnakannya. Berkatalah Allah kepadanya Sesungguhnya Aku akan menjadikan engkau sebagai imam/pemimpin bagi manusia. Berkatalah Ibrahim kepada-Nya Mudah-mudahan anak cucuku juga Engkau akan jadikan imam/pemimpin. Allah menjawab Janji-Ku tadi tidak . akan berlaku bagi anak cucumu yang zalim/ Kalimat janji-Ku tadi tidak akan berlaku bagi anak cucumu yang zalim adalah terjemahan bebas dari kalimat . Dari ayat itu jelaslah bahwa di dalam Islam tidak ada jaminan bahwa keturunan orang-orang yang suci itu mesti akan menjadi orang-orang yang suci pula. Keturunan dari siapa pun, baik dari Nabi Ibrahim ataupun dari nabi-nabi yang lain, termasuk keturunan dari Nabi Muhammad saw, kalau mereka itu menyimpang dari ketetapan-ketetapan wahyu Allah yang ada dalam kitab Suci, sehingga pola pikir, akidah, dan tingkah laku mereka berseberangan dengannya, maka mereka-mereka itu secara rohani tidak bisa dikatakan keluarga/ahli bait dari nabi-nabi tersebut. Yang hal mana tak ubahnya seperti dalam surat 11 ayat 46, di mana di situ dikatakan oleh Allah, anak kandung Nabi Nuh itu adalah bukan dari keluarga beliau a.s./ , karena tingkah lakunya bukan tingkah laku orang yang saleh/ . Jadi, dari penegasan ayat-ayat tersebut, akan jelaslah bahwa keturunan dari siapa pun, termasuk dari keturunan nabi-nabi sekali pun, kalau mereka itu zalim dan tingkah lakunya tidak mencerminkan tingkah lakunya orang-orang yang saleh, maka mereka-mereka itu secara rohani tidak bisa dikatakan sebagai ahlu bait/keluarga dari nabi-nabi tersebut. Mereka-mereka yang zalim seperti itu di dalam dunia ini hidupnya akan selalu sengsara, lagi hina dan tidak akan pernah dapat menjadi pemimpin/imam bagi masyarakatnya dan bangsanya, bahkan mereka itu akan selalu ditindas, dijajah, dikuasai dan dipermainkan oleh bangsa/ umat lain. Memang, dalam surat 33 ayat 33 di situ dikatakan, Allah akan menghilangkan kekotoran/dosa-dosa dari ahlu bait dan akan membersihkan pada mereka dengan sebersih-bersihnya. Di sini maksudnya (untuk umat Islam) adalah, mereka-mereka yang Ahli Quran, yakni mereka-mereka yang selalu menekuni dan menadaburi Alquran, sehingga pola pikir, akidah dan tingkah laku mereka akan selalu mencerminkan tingkah lakunya orang-orang yang saleh sesuai dengan

177

petunjuk Alquran. Dan memang, Alquran itu sendiri adalah merupakan rumah Allah/Baitullah yang kita harus selalu mengelilingi/thowaf di sekelilingnya. Makanya, orang yang melakukan ibadah Haji diwajibkan untuk mengelilingi Kabah, yang Kabah mana merupakan simbol dari Alquran/Baitullah. Jadi, sepulangnya orang-orang yang pergi haji, hidup dan tingkah laku mereka tidak boleh jauh dari ; Alquran yang merupakan tuntunan hidup satu-satunya/ mereka harus selalu memenuhi dan menyambut panggilan-panggilan Allah yang ada dalam Alquran. Sehingga di dalam melakukan ibadah Haji mereka diingatkan kembali dengan kalimat Talbiyah yang sering mereka ucapkan yakni: , yang artinya: Aku sambut panggilanMu ya, Allah dengan setia dan siap menerima perintah-Mu, tiada penyekutu samasekali bagi Engkau, sekali lagi aku sambut panggilan-Mu.

178

81. Laknat Allah, Laknat Malaikat dan Laknat Manusia Terhadap Penguasa yang Sangat Kufur/Pekufur

Surat 2 ayat 161 kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Sesungguhnya orang-orang yang mereka telah kafir dan mereka mati dalam keadaan yang sangat kafir, maka mereka-mereka itu akan dilaknat oleh Allah, oleh para malaikat, dan oleh manusia semuanya. Laknat dari Allah, laknat dari para malaikat, dan laknat dari manusia yang ditimpakan kepada para pekufur itu maksudnya adalah lebih tertuju kepada para penguasa yang tingkah lakunya banyak melanggar terhadap ketetapanketetapan Allah, seperti sewenang-wenang, otoriter, memperkaya diri dengan jalan korupsi, kolusi, nepotisme, dan lain-lain. Yang kesemuanya ini, adalah berbagai tingkah laku yang mencerminkan sesuatu kekufuran yang sangat kepada Allah. Dan akibatnya, rakyat banyak dirugikan dan disengsarakan karena tingkah laku mereka yang sangat kufur itu. Karena kesengsaraan mereka ini sudah mencapai puncaknya, maka rakyat selaku pihak yang dizalimi itu menjerit yang seoalah-olah mereka mengadukan halnya kepada Allah. Dan akhirnya jeritan/ doa mereka pun didengar oleh-Nya, yang kemudian Allah dengan tangan-Nya yang perkasa menurunkan balasan setimpal kepada para penguasa yang sangat kufur itu, karena memang menurut perhitungan-Nya, hari pembalasan bagi mereka bagi seseorang di dunia sudah jatuh tempo. Apabila hari pembalasan/ sudah tiba, maka usaha apa pun yang dilakukan olehnya atau oleh orang lain tidak akan berguna sedikit pun. Dan pada waktu itu yang berlaku hanyalah keputusan Allah untuk mengazab mereka (surat 82 ayat 18 dan 19). Jadi, para penguasa yang mengalami nasib tragis seperti yang tersebut itu adalah sebagai tanda dan bentuk mereka dilaknat oleh Allah, yakni Allah memberikan hukuman dan azab yang setimpal pada mereka. Dan dilaknat oleh malaikat, karena malaikat telah bekerja sesuai dengan hukum sebab akibat yang digerakkan oleh Allah, atau dengan kata lain malaikat hanya menjalankan perintahNya yang dengan perantaraan mana, hukuman dan azab harus terjadi pada para pekufur itu. Dan juga dilaknat oleh manusia, karena mereka selaku pihak yang dizalimi telah mencap kepada para penguasa itu dengan cap sebagai penjahat bangsa. Dan generasi manusia sesudahnya pun melakukan tindakan yang sama alias sejarah mencap mereka sebagai manusia laknat. Kalau kita perhatikan dari hari ke hari dan dari tahun ke tahun melalui media masa, maka para penguasa/pemimpin yang sudah mendapatkan laknat seperti itu telah banyak kita saksikan. Benar-benar mereka-mereka itu adalah

179

orang-orang yang hina dina dan terkutuk. Keadaan para penguasa/pemimpin yang terkutuk seperti itu sering terjadi, baik di negeri kita tercinta ini, ataupun di negeri-negeri lain, baik penduduknya yang mayoritas beragama Islam ataupun yang bukan beragama Islam. Terhadap kejadian-kejadian yang sudah sering terjadi seperti itu, maka para penguasa atau pemimpin yang belum terlanjur dan berlarut-larut dalam melakukan berbagai kejahatan, hendaklah segera takut terhadap laknat Allah dan segera sadar, dan akhirnya cepat-cepat bertobat kepada-Nya! Karena jika tidak, maka mereka pun akan mengalami nasib yang sama dengan mereka, para pekufur itu.

180

82. Orang yang Tidak Mau Menggunakan Akal, Maka Hatinya Akan Menjadi Kotor

Surat 10 ayat 100 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Dan tidak akan ada manusia yang akan beriman kecuali dengan izin Allah. Dan Allah akan menjadikan kekotoran atas hatinya orang-orang yang tidak mau menggunakan akal. Oleh karena itu, dalam Alquran banyak sekali ayat yang menyuruh kita (surat 2 ayat 73, surat 2 supaya kita mau menggunakan akal/ ayat 242, dan lain-lain). Dan sesudahnya itu, banyak ayat yang menanyakan kepada kita yang tidak mau menggunakan akal sehatnya, dengan kalimat kenapa kamu tidak mau menggunakan akal/ ? (surat 2 ayat 44, surat 2 ayat 76, surat 3 ayat 65, dan lain-lain). Dan dalam surat 10 ayat 100 ini ditegaskan, Orang yang tidak mau menggunakan akal sehatnya, maka hatinya akan menjadi kotor. Dan orang tersebut akhirnya tidak akan dapat beriman. Karena dengan jalan menggunakan akal sehatlah seseorang itu akan dapat beriman dengan izin Allah. Dan tentang izin Allah, penjelasannya dapat dilihat dalam bab Hakikat Izin Allah/ Menurut Alquran. Adapun hati yang kotor yang disebabkan karena tidak mau menggunakan akal sehatnya itu, maka akhirnya akan menimbulkan ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan yang kotor yang ditujukan kepada orang-orang yang meyampaikan kebenaran kepada mereka, seperti mudah menuduh dengan tuduhan-tuduhan yang tidak ada dasarnya, menyangka yang bukan-bukan, memfitnah, mengumpat, mencari-cari kesalahan, dan lain-lain. Hal yang seperti ini tidak akan mungkin terjadi apabila mereka mau menggunakan akal sehatnya dengan baik. Keadaan yang seperti itu sering terjadi dalam kehidupan masyarakat se hari-hari, terutama sekali dilakukan oleh orang-orang yang selalu berpegang teguh pada tradisi yang ada atau umum, baik tradisi tersebut menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan adat-adat budaya ataupun yang berhubungan dengan adatadat pemahaman keagamaan. Sedangkan adat-adat yang berhubungan dengan dua hal tersebut, tidak semuanya benar jika ditinjau dari ajaran-ajaran sejati dari agama itu sendiri. Mereka yang berpegang teguh mutlak-mutlakan terhadap tradisi tersebut, biasanya apabila diluruskan akan marah-marah alias tidak mau menggunakan akal sehatnya, mereka tidak mau menerima sesuatu yang lain, asalkan beda dengan apa-apa yang ada pada tradisi mereka, mereka tolak mentahmentah tanpa berpikir terlebih dahulu. Padahal yang seharusnya mereka lakukan

181

tatkala dikritik atau diluruskan itu, adalah mereka harus mau mendengar dan menggunakan akal sehatnya lagi berpikir secara jernih dan objektif, dan setelahnya baru mengambil sikap, menerima atau menolak berdasarkan hati nurani yang ada. Sikap yang seperti inilah sikapnya orang-orang yang berhati bersih karena akal sehatnya. Dan terhadap orang-orang yang seperti inilah Allah akan memberikan petunjuk dan bimbingan-Nya, sehingga mereka dalam segala hal selalu dalam kebenaran dan dapat perlindungan dari-Nya dari kebatilan. Tetapi sekali lagi, jika sebaliknya, maka mereka pun akan sulit untuk dapat petunjuk atau bimbinganNya seperti sulitnya unta masuk lubang jarum.

182

83. Pelajaran Penting Dalam Kisah Nabi Yusuf

Dalam Surat Yusuf Ayat 1 dan ayat 2 ini dikemukakan, bahwa Alquran adalah sesuatu kitab yang ayat-ayatnya adalah berbahasa Arab, supaya kita mau menggunakan akal untuk menganalisa dan merenungkannya, sehingga pesan/ pelajaran yang terkandung di dalamnya, kita akan dapat mendapatkan manfaat darinya. Dan dalam ayat yang terakhir dalam surat Yusuf ini ditegaskan, bahwa berbagai cerita, khususnya cerita Nabi Yusuf yang terkandung dalam Alquran itu, hendaklah dijadikan pelajaran bagi kita dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, . dan bernegara/ Adapun Pesan/pelajaran penting yang terkandung di dalam cerita Nabi Yusuf itu adalah: kita tidak boleh iri hati dan dengki melihat keberhasilan seseorang, terutama keberhasilan dari saudara-saudara kita. Karena keberhasilan seseorang yang bersifat abadi itu tentunya adalah karena hubungannya yang dekat dengan Allah, sehingga menimbulkan kebersamaan Allah di dalam setiap langkahnya. Terhadap orang yang seperti ini, usaha apa pun yang dilakukan oleh orang-orang yang dengki dan membencinya, pasti tidak akan berhasil. Bahkan berbagai usaha jahat dari mereka itu justru menjadi penyebab datangnya berbagai kebaikan dan keberhasilan terhadapnya. Oleh karena itu, di dalam surat 113 ayat 3, ayat 4, dan ayat 5, kita disuruh berlindung kepada Allah dari perbuatan gelap mata dan dari sifat dengki apabila kita melihat orang lain berhasil. Karena bagaimanapun setiap orang itu akan memetik buah dari tanaman yang telah dia tanam, atau dengan kata lain, akan mendapatkan balasan dari perbuatan yang dilakukannya, baik perbuatan itu berbentuk kebaikan, ataupun berbentuk kejahatan (surat 41 ayat 46, surat 45 ayat 15, surat 36 ayat 54, dan lain-lain). Jadi, melalui ayat-ayat yang seperti itu, kita tidak perlu untuk iri hati, dengki, apalagi melakukan tindakan-tindakan jahat untuk menjatuhkan orang lain. Semuanya itu tidak akan bermanfaat untuk kita, bahkan kita yang akan merugi sendiri, yang pertama: kita akan rugi waktu dan energi, karena waktu dan energi yang mestinya kita gunakan untuk memikirkan dan melakukan hal-hal yang positif akan terbuang percuma. Dan kerugian yang kedua: kita tidak akan mungkin berhasil dari usaha-usaha jahat itu, karena Allah sudah menetapkan melalui hukum sebab akibat yang tidak pernah mengalami perubahan itu, yakni bahwa setiap orang itu pasti akan memetik buah dari tanaman yang dia tanam, atau akan mendapatkan balasan dari setiap perbuatannya, baik yang baik ataupun yang buruk. Adapun kedengkian dan usaha-usaha jahat yang dilakukan oleh orang

183

yang iri hati dan dengki betapa pun hebat dan kekuatannya itu tidak akan mungkin dapat merubah ketetapan Allah tersebut. Hal ini dijelaskan dengan tegas dalam surat 99 ayat 7 dan ayat 8, surat 45 ayat 15, surat 10 ayat 107, dan lain-lain. Dalam ayat-ayat tersebut, dengan tegas disebutkan, Barang siapa yang berbuat amal kebaikan sekecil apa pun, maka dia akan memtik buahnya, dan barang siapa yang berbuat kejahatan sekecil apa pun, maka dia akan memetik buahnya. Dan barang siapa berbuat amal kebaikan, maka manfaatnya adalah untuk dirinya, dan barang siapa yang berbuat kejahatan, maka kerugiannya akan menimpa dirinya. Dan jika Allah menimpakan bahaya atau kejelekan pada seseorang, maka tidak ada satu pun kekuatan yang dapat menyingkirkannya kecuali Allah sendiri, dan jika Allah memberi kebaikan pada seseorang, maka tidak ada satu pun kekuatan yang dapat menolaknya. Karena semuanya itu berjalan sesuai dengan hukum sebab akibat yang telah ditetapkan oleh Allah, baik yang berhubungan dengan perbuatan baik seseorang ataupun yang berrhubungan dengan perbuatan jahatnya.

184

84. Tujuh Pelajaran Penting yang Ada Dalam Kisah Nabi Yusuf a.s. Yang pertama: Nabi Yusuf dilemparkan oleh saudara-saudaranya ke dalam dasar sumur/ . Di dalam sejarah bangsa-bangsa, barapa banyak para pahlawan kebenaran dan kemerdekaan yang dibuang dan diisolasi oleh para penguasa ke tempat-tempat terpencil yang sulit dijangkau, dengan tujuan agar para pahlawan tersebut tidak dapat berhubungan dan tidak dapat menyampaikan visi dan misinya terhadap masyarakat. Karena para penguasa itu beranggapan, kalau para pahlawan tersebut dibiarkan, mereka akan dapat mempengaruhi dan menarik simpati dari masyarakat, sehingga mereka akan kehilangan pengaruhnya. Usaha-usaha yang seperti ini bagaimanapun hebatnya, akhirnya juga tetap tidak akan berhasil, karena visi dan misi yang benar akan selalu dapat mengalahkan terhadap visi dan misi yang batil (surat 17 ayat 81 dan surat 21 ayat 18). Usaha-usaha jahat seperti yang tersebut itulah yang pernah dilakukan oleh saudara-saudara Nabi Yusuf kepadanya, karena mereka merasa tersaingi dan kalah pengaruh oleh kecemerlangan dan kejeniusan lagi kejujuran yang dimiliki oleh Nabi Yusuf. Hal itu diungkapkan oleh Alquran dengan bahasa istiaaroh dan kinayah/bukan dalam arti harfiyah dalam kalimat saudara-saudara Yusuf mencampakkan beliau ke dalam dasar . sumur/ Yang kedua:

Kalimat singkat dalam surat 12 ayat 18 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Dan saudara-saudara Yusuf datang kepada ayahnya, Yakub dengan membawa baju Yusuf yang disertai dengan darah dusta/palsu . Adapun pesan yang terkandung di dalam ayat tersebut adalah kita harus menghindari dari mengemukakan sesuatu alasan-alasan dan tuduhan-tuduhan dusta/palsu kepada pihak lain seperti yang pernah dilakukan oleh saudara-saudara Nabi Yusuf terhadapnya. Hal mana diungkapkan oleh Alquran dengan bahasa istiaaroh dan kinaayah/bukan dalam arti harfiyah dalam kalimat dan saudarasaudara Yusuf datang kepada ayahnya, Yakub dengan membawa baju Yusuf yang disertai dengan darah dusta/palsu . Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, pesan tersebut ditujukan kepada semua orang, lebih-lebih lagi kepada pihak penegak hukum, apakah dia seorang polisi, jaksa, pengacara, saksi dan hakim; masing-masing orang diminta untuk mengatakan yang benar, karena hanya dengan jalan ini persoalan akan segera dapat diselesaikan dengan tepat, sehingga tidak ada satu pun pihak yang dirugikan (surat 4 ayat 9, surat 33 ayat 70, dan lain-lain).

185

Yang ketiga:

Kalimat dalam surat 12 ayat 24 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Dan sungguh benar-benar wanita itu berhasrat pada Yusuf. Dan andaikan sebelumnya Yusuf tiada melihat pada alasan dari Rabbnya, niscaya dia pun berhasrat pada wanita itu. Dalam terjemahan bebas ini kalimat syaratnya didahulukan, dan jawab syaratnya diakhirkan. Sedangkan asli kalimat ayatnya dibalik, yakni jawab syaratnya didahulukan, dan kalimat syaratnya diakhirkan. Hal seperti ini biasa terjadi dalam susunan kalimat di dalam ayat-ayat Alquran, seperti (surat 12 ayat 103 dan surat 25 ayat 42). Jadi, sebelum peristiwa itu, Nabi Yusuf sudah menjadi orang yang sadar benar-benar terhadap kehadiran Allah di dalam dirinya. Melalui kesadaran dan keinsafan yang begitu mendalam/haqqo tuqootihi, Nabi Yusuf pun sadar, kalau dia melayani nafsu birahi dari wanita itu, berarti dia akan khianat, (a) khianat kepada Allah yang selalu menyertainya dalam segala tindakannya, dan (b) khianat kepada majikannya yang merupakan suami dari wanita itu. Kalau bukan karena dua alasan tersebut, niscaya Nabi Yusuf pun akan melayani ajakan nafsu birahi dari wanita itu. Dan alasan itulah yang dia lihat dengan hati nuraninya yang benarbenar jernih yang timbul dari kesadaran/keinsafan alias ketakwaannya yang begitu tinggi kepada Allah. Sehingga karenanya dia tidak berhasrat sedikit pun terhadap ajakan birahi dari wanita itu. Jadi, ayat itu tidak bisa diartikan dengan arti: Asalnya Nabi Yusuf mau malayani ajakan nafsu birahi dari wanita itu, karena sebelum melakukannya, dia melihat ayahnya, Nabi Yakub yang diperlihatkan oleh Allah sedang memukul dadanya yang lantas keluarlah syahwat Nabi Yusuf dari sela-sela jarinya, maka akhirnya baru dia tidak berhasrat lagi. Kalau diartikan seperti ini sebagaimana yang ada di dalam berbagai tafsir, termasuk tafsir Jalaalain, maka hal itu akan menodai terhadap kesucian Nabi Yusuf. Di mana Nabi Yusuf di saat sebelumnya peristiwa itu, dia sudah menjadi manusia yang benar-benar sadar/insaf, takwa kepada Allah, yang tentunya dia sudah dapat melihat dampak-dampak negatif atau dosa-dosa yang akan diterimanya dari Allah apabila dia melakukan hal yang keji lagi terkutuk itu. Bahkan ada cerita dalam suatu riwayat, bahwa pada waktu itu Nabi Yusuf sudah membuka celananya dan duduk di atas paha wanita itu, kemudian setelah dia melihat api neraka yang menganga yang hendak menerkamnya, maka Nabi Yusuf pun mengurungkan niat jahatnya itu. Tentang riwayat-riwayat yang model begini, maka jelaslah hal itu tidak mungkin berasal dari Rasulullah saw., alias cerita yang dibuat-dibuat untuk sajian bagi orang-orang yang tidak mau menggunakan akalnya. Karena cerita-cerita yang model begitu akan menodai

186

kesuciannya para nabi termasuk Nabi Yusuf dalam cerita tersebut. Dalam hal ini penulis mengucapkan Nauudzubillah min dzaalikka, seribu kali. Dari kesucian Nabi Yusuf dalam cerita tersebut, maka ada pelajaran penting yang dapat kita ambil, yakni kalau kita mendapatkan sesuatu kepercayaan dari orang lain dan akhirnya kita dipercaya untuk menduduki suatu jabatan yang cukup lumayan, maka kepercayaan/amanah tersebut jangan kita nodai dengan tingkah laku yang keji lagi mesum yang berhubungan dengan wanita. Kalau kita dapat jujur dan dapat menghindari hal yang keji itu sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Nabi Yusuf a.s., insyaallah kepercayaan dari masyarakat akan bertambah-tambah yang akhirnya jabatan kita pun akan meningkat pula. Tetapi sebaliknya, kalau kita tidak dapat menghindari hal-hal yang keji lagi mesum itu, yang darinya akan dapat melahirkan kejahatan-kejahatan yang lain, niscaya dalam waktu yang tidak lama, kita pun akan jatuh tersungkur dari jabatan yang sudah kita peroleh itu dengan menanggung rasa hina dan malu di tengah-tengah masyarakat. Hal inilah yang sering terjadi, karena memang godaan-godaan wanita itu akan lebih meningkatkan volumenya terhadap mereka-mereka yang duduk dalam berbagai jabatan penting/publik figur. Dan hanya orang-orang yang mendapat kasih sayang Allah-lah yang dapat menghindarkan diri darinya (surat 12 ayat 53). Yang keempat:

Kalimat yang ada dalam surat 12 ayat 33 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Nabi Yusuf mengatakan, Penjara itu lebih aku sukai dari pada aku harus mengiyakan terhadap tuduhan-tuduhan mereka itu kepadaku . Adapun pesan yang ada dalam ayat tersebut adalah: seseorang yang mempertahankan kebenaran yang ada pada dirinya, apa pun bentuknya, ada kemungkinan seseorang tersebut dimasukan ke dalam penjara oleh penguasa di masanya. Tetapi, karena kebenaran yang dipertahankannya itu sifatnya mutlak benar, maka seiring dengan waktu serta keadaan yang berjalan terus sesuai dengan kehendak Allah, akhirnya seseorang tersebut dikeluarkan dari penjara. Karena ternyata memang dia tidak bersalah. Dan akhir bin akhirnya, dia berada di pihak yang benar, di pihak yang menang dan berkuasa. Dan lawan-lawannya yang menjadi penyebab dia dipenjarakan itu adalah berada di pihak yang dipermalukan lagi dikalahkan. Jadi, kalau ada pihak-pihak yang mengaku berjuang demi kebenaran, yang lantas mereka dipenjarakan oleh penguasa, maka mereka ini baru bisa mengatakan bahwa mereka adalah di pihak yang benar, apabila akhirnya mereka dikeluarkan dari penjara itu, karena memang mereka terbukti tidak bersalah, dan pihak yang

187

menyebabkan mereka masuk penjara akhirnya minta maaf padanya. Dan sesudahnya itu mereka akan menduduki jabatan-jabatan penting karena penguasa tersebut butuh sama mereka, baik ide-ide dan program-programnya yang bermanfaat untuk kepentingan rakyat ke depan, atau bahkan bisa jadi mereka akan menggantikan penguasa lama sebagai penguasa baru yang dikehendaki oleh masyarakat banyak. Jika syarat-syarat yang ada sebagaimana yang ada dalam cerita Nabi Yusuf tersebut, tidak ada pada seseorang yang menganggap dirinya sebagai pejuang kebenaran yang walaupun dia pernah dipenjarakan, maka seseorang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai pejuang kebenaran, atau dengan kata lain kebenaran yang diperjuangkannya itu masih perlu dipertanyakan; apakah memang yang diperjuangkannya itu adalah sesuatu yang benar atau salah? Dan cerita Nabi Yusuf dan liku-likunya itu dikatakan oleh Alquran sebagai seindahindahnya cerita, yang mana kita harus pandai-pandai mengambil pelajaran dan iktibar darinya. Yang kelima: Dalam surat Yusuf ayat 47 s/d ayat 49, telah disebutkan tentang bagaimana tepatnya prediksi Nabi Yusuf tentang perekonomian negeri Mesir di masa-masa yang akan datang. Dari kisah tersebut dapat diambil pelajaran penting yakni: seseorang tertentu yang selalu dekat/takwa pada Allah dan disertai olehNya, seperti halnya Nabi Yusuf, maka dia di dalam memprediksi keadaan perekonomian negeri di masa-masa yang akan datang akan selalu tepat sebagaimana prediksi Nabi Yusuf tersebut, karena dia melihat dengan kaca mata Allah. Hal yang seperti ini tidak akan mungkin dapat dilihat/diprediksi oleh penguasa mana pun yang tidak ada kedekatan dan hubungannya dengan Allah. Dengan prediksi-prediksi yang tepat seperti itulah, maka kaum Muslimin di masa lalu, selalu mendapatkan simpati dari masyarakat banyak dan selalu berhasil di dalam dakwahnya, sehingga mereka memperoleh kemenangan yang begitu gemilang di dalam sejarah kemanusiaan. Yang keenam:

Surat 12 ayat 92 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Di hari ini kamu tidak akan dicela karena kesalahan-kesalahan kamu yang sudahsudah (karena kamu sudah insaf akan hal itu), mudah-mudahan Allah akan memperbaiki kesalahan-kesalahan kamu di masa-masa yang akan datang. Hal ini adalah merupakan sikapnya Nabi Yusuf yang sangat agung yang diperlihatkan kepada saudara-saudaranya, yang mana mereka dahulunya selalu menyusahkan dan menyengsarakan beliau a.s.. Dan sikap yang sangat agung tersebut juga

188

diperagakan oleh Rasulullah saw. di waktu beliau memperoleh kemenangan atas musuh-musuhnya pada waktu kota Mekah ditaklukkan. Perlu diberi tanda petik bahwa sifat dendam dan melampiaskan kedendaman terhadap musuh-musuh yang telah dikalahkan adalah tidak dibenarkan di dalam ajaran Islam, karena hal tersebut akan mempersulit bagi mereka yang sudah menang/berkuasa di dalam hendak membangun dan menata kehidupan masyarakat di masa-masa yang akan datang. Jadi dalam ajaran Islam, pihak yang dikalahkan itu tidak perlu dipermalukan, tidak perlu dihina, tidak perlu dicaci maki, tidak perlu disakiti, dan lain-lain. Bahkan sebaliknya, mereka harus disadarkan dari kesalahankesalahannya yang sudah-sudah dengan cara yang cukup bijaksana. Dan jika mereka sudah sadar benar-benar dari kesalahan-kesalahannya, baru mereka diberi pekerjaan dan diberi kedudukan sesuai dengan profesi/bidangnya masing-masing. Dengan jalan inilah bagi penguasa baru akan terbantu di dalam hendak membangun dan menata kehidupan masyarakat di masa-masa yang akan datang. Untuk memperoleh gambaran secara jelas tentang hal itu, dapat dilihat dalam sejarah Rasulullah saw., yakni bagaimana beliau memperlakukan musuhmusuhnya di waktu kota Mekah ditaklukkan! Hal tersebut sudah sama-sama maklum adanya. Yang ketujuh:

Surat 12 ayat 101 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: (Nabi Yusuf mengatakan), Wahai Rabbku, benar-benar Engkau telah memberikan kekuasaan kepadaku dan Engkau telah mengajari takwil berbagai cerita/hal kepadaku. Wahai yang menyusun langit-langit dan bumi, Engkau adalah pimpinanku, baik di dunia ini ataupun di akhirat, hendaklah Engkau mewafatkan aku selaku orang yang berserah diri kepada-Mu dan hendaklah Engkau memasukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh. Di dalam ayat ini ada suatu pesan di mana seseorang apabila memperoleh sesuatu jabatan dan kekuasaan yang terhormat, maka dia harus ingat kepada Allah yang memberikan kekuasaan itu. Yang dengan perantaraan mana, dia akan selalu menjalankan amanat kekuasaannya itu dengan mengikuti petunjuk-petunjuk-Nya/ . Dan dia tidak henti-hentinya mendoa kepada Allah, agar dia di dalam menjalankan kekuasaannya selalu bersikap sebagai seorang

189

muslim yang sempurna, dan dapat diwafatkan dalam keadaan berserah diri kepada , dan akhirnya dapat dikenang dengan tinta emas di dalam Allah/ sejarah kemanusiaan sebagai orang yang saleh/ .

190

85. Dilarang Membenci Terhadap Orang-Orang yang Belum Beriman

Surat 10 ayat 99 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Dan jika Allah menghendaki, niscaya telah beriman semua orang yang ada di bumi. Apakah lantas engkau akan membenci manusia sampai mereka mau beriman? Bahkan dalam surat 11 ayat 118-119 dikatakan, Dan seandainya Allah menghendaki, niscaya manusia semuanya dijadikan umat yang satu, dan senantiasa mereka berselisih kecuali orang yang diberi rahmat oleh Allah,

Dari dua ayat tersebut, ada pertanyaan Mungkinkah Allah menjadikan manusia yang ada di dunia ini beriman semuanya, lantas menjadi umat yang satu dalam keimanan? Jawabannya berdasarkan Alquran adalah tidak mungkin, karena Alquran merupakan petunjuk bagi manusia di dalam kehidupan di dunia ini. Sedangkan, di dalam ayat-ayat Alquran itu sendiri, banyak perintah dari Allah supaya orang-orang yang beriman berjuang/berjihad untuk menghadapi orangorang yang kafir, orang-orang yang munafik, orang-orang yang musyrik, dan lain sebagainya. Dengan demikian, kalau manusia yang ada di bumi ini semuanya beriman dan menjadi umat yang satu dalam keimanan, maka bagaimanakah dengan ayat-ayat Alquran tersebut di atas? Jadi, menurut Alquran dengan tegas dikatakan, Di dunia ini, orang-orang yang kafir mesti ada, orang-orang yang munafik mesti ada, orang-orang yang musyrik mesti ada, orang-orang yang berselisih mesti ada, sesuatu yang batil mesti ada, setan pun mesti ada, dan lain-lain. Dengan adanya itu semua, maka orang-orang yang beriman dapat berjuang/berjihad untuk menghadapinya, yang dengan perantaraan mana mereka akan dapat pahala dari Allah. Tetapi di samping itu, kalau ada pertanyaan Mampukah Allah menjadikan manusia yang ada di bumi ini beriman semuanya, sehingga mereka menjadi umat yang satu dalam keimanan? Maka menurut Alquran jawabanya adalah mampu sebagaimana yang ada dalam dua ayat tersebut di atas. Kalau toh hal itu harus dilaksanakan, maka tentunya Allah akan merubah struktur alam semesta ini, termasuk merubah susunan manusia, yang di dalam diri manusia mana ada kekuatan yang berasal dari iblis/setan. Yang tentunya dalam rangka perubahan itu, setan pun harus ditiadakan, sehingga yang ada hanyalah kekuatan yang berasal dari malaikat, yang dari kekuatan mana, manusia pun akhirnya akan menjadi baik semua, beriman semua, bersatu semua, dan menjadi umat yang satu(?) (wallahu alamu). Tetapi di samping hal-hal yang berhubungan dengan pertanyaan

191

tersebut di atas, maka ada hal yang sangat penting yang terkandung dalam dua ayat tersebut di atas: Yang pertama: agar kita tidak membenci manusia yang setelah kita peringatkan berkali-kali, mereka tetap tidak mau beriman. Karena hanya dengan izin Allahlah seseorang itu akan dapat beriman (surat 3 ayat 145). Yang kedua: agar kita berjuang/berjihad dengan Alquran, yang dengan perantaraan mana perselisihan mereka dapat diputuskan dengan adil, sehingga orang yang mendapat rahmat dari Allah akan dapat menerimanya. Karena memang Alquranlah sebagai hakim yang paling adil lagi bijaksana (surat 25 ayat 52, surat 36 ayat 2 dll.).

192

86. Setiap Umat Mempunyai Syariat yang Berasal dari Allah

Surat 5 ayat 48 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Bagi setiap umat dari antara kamu, Kami telah menjadikan syariat dan penunjuk jalan. Dan seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia akan menjadikan kamu menjadi umat yang satu, tetapi (hal itu tidak dilakukan) agar Allah menguji kamu di dalam apa-apa yang Allah berikan kepadamu, maka dari itu hendaklah kamu berlombalomba melakukan berbagai kebaikan . Dari ayat ini jelaslah, bahwa setiap umat itu pasti mempunyai syariat dan penunjuk jalan yang berasal dari Allah, baik umat Yahudi, umat Nasrani, umat Shabiin, ataupun umat Islam, dan lain-lain. Yang dengan perantaraan masingmasing syariat dan penunjuk jalan itu, tujuannya adalah agar manusia mengetahui jalan yang benar menurut ukuran Allah dalam menjalani kehidupannya di dunia ini, dan akhirnya dapat melakukan berbagai kebaikan sesuai dengan bidang dan profesinya masing-masing/ .... Oleh karena itu, di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang masyarakatnya terdiri dari penganut berbagai agama, maka hendaklah masingmasing berlomba-lomba untuk dapat melakukan kebaikan/amal saleh yang sebanyak-banyaknya, sesuai dengan keyakinannya masing-masing yang bersumber dari syariat dan ketetapan-ketetapan Allah yang masih asli yang ada dalam kitab mereka masing-masing. Sehingga dalam surat 2 ayat 62 disebutkan, Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari yang kemudian dan dia mengerjakan amal yang baik, maka mereka akan mendapatkan pahala dari sisi Rabb mereka, dan rasa khawatir tidak akan menimpa pada mereka, dan tidak pula mereka akan berdukacita. Ayat yang seperti ini juga tercantum dalam surat 5 ayat 69, cuma susunan kalimatnya agak sedikit berbeda, tetapi intinya sama. Dari dua ayat tersebut jelaslah, bahwa siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari yang kemudian dan mengerjakan amal-amal yang baik, mereka akan mendapatkan balasan pahala dari Allah, baik orang-orang yang sudah beriman pada Rasulullah saw., ataupun orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, orangorang Shabiin, dan lain-lain, sehingga mereka dalam kehidupannya tidak akan pernah mengalami rasa khawatir dan tidak pernah pula berdukacita/hidup mereka akan tenteram. Adapun tentang orang-orangYahudi, orang-orang Nasrani, orang-orang Shabiin, dan lain-lain yang mana dakwah Islam yang benar belum pernah sampai

193

kepada mereka, tetapi di dalam kehidupannya, mereka beriman kepada Allah/ tidak musyrik, beriman kepada hari yang kemudian dan mengerjakan amal-amal yang baik, maka mereka-mereka itu akan mendapatkan balasan pahala dari sisi Allah, sehingga mereka dalam kehidupannya tidak akan pernah mengalami rasa khawatir dan tidak pernah pula berdukacita/hidup mereka akan tenteram, baik di dunia ini ataupun sesudah kematian nanti. Dan adapun tentang orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, orangorang Shabiin, dan lain-lain, yang mana dakwah Islam yang benar telah sampai kepada mereka, tetapi karena keangkuhannya mereka menolaknya, maka mereka akan mendapatkan dosa/dampak-dampak negatif dari penolakannya itu. Dan mengenai seberapa besar dosa yang diperoleh mereka, maka hal itu akan tergantung dari seberapa banyak kebenaran-kebenaran ajaran Islam yang mereka tolak, karena kebenaran-kebenaran ajaran Islam itu jumlahnya ratusan bahkan ribuan. Dan dosa-dosa yang disebabkan oleh penolakkan mereka itu, akhirnya akan ditimbang bersama dengan kebaikan-kebaikan yang mereka lakukan. Dan kalau hasilnya timbangan amal-amal kebaikannya lebih berat jika dibanding dengan timbangan dosa-dosanya, maka mereka akan berada dalam kehidupan yang senang. Tetapi sebaliknya, kalau timbangan amal-amal kebaikannya lebih ringan jika dibanding dengan timbangan dosa-dosanya, maka mereka akan berada dalam kehidupan yang serba susah dan sengsara/dalam gejolak api yang panas (surat 101 ayat 6 s/d ayat 11). Perlu diberi tanda petik, Berapa banyak dari penganut sesuatu agama, baik Islam ataupun Yahudi, Nasrani, Shabiin, dan lain-lain, yang mana mereka memeluk agamanya karena tradisi nenek-moyang dan lingkungan, bukan didasarkan atas dasar ilmu? Sehingga, apabila mereka dilahirkan dalam lingkungan keluarga dan masyarakat yang sudah mayoritas beragama Islam, maka mereka dengan sendirinya akan menjadi orang-orang yang beragama Islam. Begitu pula mereka akan menjadi orang-orang yang beragama Yahudi, beragama Nasrani, beragama Shabiin, dan lain-lain, kalau seandainya mereka dilahirkan dalam keluarga dan lingkungan masyarakat yang mayoritas beragama dengan agama-agama tersebut. Oleh karena itu masing-masing dari pemeluk agama-agama itu perlu menjawab pertanyaan di bawah ini: Kenapa mereka memeluk agamanya dan kenapa pula mereka menolak agamaagama yang lain? Kalau masing-masingnya menjawab karena agama kamilah yang paling baik, maka akan timbul pertanyaan: ajaran-ajaran yang manakah yang paling baik dari agama anda itu?, dan ajaran-ajaran agama lain yang manakah yang anda katakan kurang baik atau salah itu? Kalau masing-masing dari mereka tidak bisa menjawab dengan baik, maka berarti mereka itu memeluk agamanya karena tradisi nenek-moyang dan lingkungan, bukan karena didasarkan atas ilmu yang dapat mendatangkan kesadaran. Tetapi sebaliknya, kalau masingmasing dari mereka bisa menjawabnya dengan baik dengan menunjukkan ini

194

yang baik, ini yang lebih baik dan itu yang jelek, itu yang kurang baik, maka berarti mereka memeluk agamanya bukan karena tradisi nenek-moyang, tetapi karena ilmu/pengetahuan yang benar, sehingga mereka dapat memilah-milah. Dalam Islam, kita dilarang mengikuti sesuatu apa pun bentuknya, terutama ajaran-ajaran yang tanpa di dasari oleh ilmu (surat 17 ayat 36). Karena hanya dengan perantaraan ilmu/pengetahuan yang benar itulah, kesadaran seseorang akan timbul, dan akhirnya akan melahirkan perbuatan-perbuatan yang baik dan terhindar dari perbuatan-perbuatan yang keji, yang jahat, dan yang mungkar. Untuk masing-masing penganut agama-agama itu, termasuk penganut agama Islam, maka juga berlaku pertanyaan di bawah ini: Kalau anda menolak sesuatu agama lain, maka ajaran-ajaran manakah yang berasal dari agama tersebut yang sudah sampai kepada anda yang akhirnya anda tolak? Kalau mereka bisa menjawab dengan baik dengan menunjukkan alasannya yang benar, maka berarti mereka telah menerima dan menolak sesuatu berdasarkan atas ilmu/pengetahuan yang benar. Tetapi, kalau ajaran-ajaran dari agama lain tersebut belum sampai kepada anda, karena lemahnya dakwah mereka, maka apakah anda akan menolak terhadap sesuatu yang belum sampai kepada anda? Kalau hal ini anda lakukan, maka berarti anda telah menerima agama anda dan menolak agama lain karena tradisi dan lingkungan yang membelenggu anda. Dari situasi dan kondisi yang terakhir semacam inilah, yang umumnya ada pada kebanyakan berbagai penganut agama yang ada. Yang hal tersebut karena keterbatasan kemampuan berpikir mereka, maka Allah pun memaklumi dan memaafkan keterbatasan mereka itu (surat 23 ayat 62, surat 65 ayat 7 dll.). Dan akhirnya, Allah akan tetap memberikan balasan kepada mereka, kalau toh mereka benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir dan mengerjakan amal-amal kebajikan sebagaimana yang ada dalam surat 2 ayat 62 itu. Tetapi di samping itu, dari masing-masing penganut berbagai agama itu, pasti akan muncullah orang-orang yang jujur/objektif, selalu berpikir, selalu merenung, selalu menuntut ilmu, dan selalu mengembangkan wawasannya. Sehingga mereka-mereka ini akhirnya satu sama lain akan dapat bertemu dalam berbagai titik persamaan kebenaran/kalimatin sawaa` yang ada dalam berbagai agama itu. Yang mana hal itu mereka temukan di dalam agama mereka masingmasing. Jika situasi dan kondisi seperti itu ada pada mereka, maka satu sama-lain dari mereka akan menjadi saling pengertian, saling menghormati, saling rukun, saling mau mendengar, saling mau mengambil dan memberi walaupun masingmasing mereka berbeda agama, dan saling mau melakukan hal-hal yang positif lainnya yang dianjurkan oleh agama mereka masing-masing/fastabiqul-khoiroot, dan juga mereka saling menjauhi hal-hal yang negatif yang dilarang oleh agamaagama mereka itu.

195

Dengan perantaraan mereka-mereka yang sudah terkeluarkan dari tradisi nenek-moyang seperti itulah, maka kerukunan antar umat beragama yang sejati akan dapat terwujud. Dan hal ini telah terwujud di masa-masa yang lalu, yakni dalam masa-masa kejayaan dan kegemilangan Islam, baik di Kufah, Bagdad, Persia, Mesir, Spanyol, ataupun Turki, dan lain-lain.

196

87. Menjalin Hubungan Silaturahmi dengan Siapa Saja dan Golongan Mana Saja, Agar Dapat Menyampaikan Visi dan Misi Islam

Surat 13 ayat 21 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: (Sifat-sifat mulia yang dimiliki oleh orang-orang yang berakal sehat, di antaranya) adalah mereka selalu menjalin hubungan silaturahmi (dengan siapa pun dan kelompok mana pun), dan mereka takut kepada Rabb mereka dan mereka khawatir (kalau tidak patuh kepada Allah), mereka akan ditimpa hisab yang buruk/jahat. Perlu diberi tanda petik, Menjalin hubungan silaturahni dengan siapa pun dan kelompok mana pun itu adalah merupakan cirinya orang-orang yang berakal sehat (surat 13 ayat 18). Karena dengan perantaraan mana, seseorang muslim dapat menyampaikan visi dan misi Islam pada mereka, di samping dapat mengambil berbagai informasi yang penting tentang mereka. Jadi, dalam ajaran Islam tidak ada larangan bagi seseorang muslim untuk menjalin hubungan dengan orang di luar Islam, apakah mereka orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, orang-orang Komunis, orang-orang Kapitalis, ataupun lainnya. Bahkan sebaliknya, ajaran Islam berkali-kali menyuruh agar kita, kaum Muslimin dapat menjalin hubungan dengan mereka-mereka itu, sehingga visi dan misi Islam dapat disampaikan kepada mereka. Dan hal inilah yang dilakukan oleh Rasulullah saw. dan para sahabatnya, dan juga oleh kaum Muslimin di masa lalu, sehingga mereka dapat menaklukkan negerinegeri lain dengan perantaraan visi dan misi Islam yang maha agung itu. Bahkan di dalam surat 25 ayat 52, Allah memerintahkan, agar kita berjuang menghadapi orang-orang kafir dengan pakai senjata Alquran, karena perjuangan tersebut adalah suatu jihad yang besar menurut Allah. Dan lagi di dalam surat 9 ayat 73 dan surat 66 ayat 9, ada ayat yang bunyinya sama yakni:

Artinya: Wahai Nabi, hendaklah engkau berjihad/berjuang terhadap orang-orang yang kafir dan munafik (dengan senjata Alquran) dan hendaklah engkau kokoh di dalam menghadapi mereka. Bahkan lagi dalam surat 6 ayat 70 ada perintah, agar kita, kaum Muslimin selalu menyampaikan peringatan Alquran kepada siapa pun dan kelompok mana pun, sehingga tidak ada satu pun orang yang terjerumus karena perbuatan-perbuatan jahatnya. Bahkan juga dalam surat 16 ayat 125 ada perintah, agar kita berdakwah kepada penganut agama lain. Perintah-perintah jihad dan dakwah tersebut, tidak mungkin akan dapat dilaksanakan tanpa adanya jalinan silaturahmi kepada mereka, baik mereka orang-

197

orang Yahudi, orang-orang Nasrani, orang-orang Komunis, orang-orang Kapitalis, ataupun lainnya. Jadi sekali lagi, menjalin hubungan silaturahmi kepada siapa pun dan kelompok mana pun itu adalah sesuatu yang sangat penting yang diperintahkan oleh Allah swt. dalam kitab Suci-Nya.

198

88. Kapan Saja Malaikat Dapat Diturunkan oleh Allah Kepada Siapa Saja yang Dikehendaki-Nya

Surat 16 ayat 2 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Allah akan menurunkan para malaikat dengan membawa ruh yang berasal dari perintah-Nya untuk diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari antara hamba-hamba-Nya, yakni Hendaklah kamu memperingatkan, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku. Kata ruh yang senantiasa akan diturunkan oleh Allah dengan perantaraan malaikat dalam ayat ini, di samping berarti wahyu, bisa juga berarti semangat, yakni semangat untuk menyampaikan kebenaran, semangat untuk melawan kebatilan, semangat untuk berjuang, semangat untuk menegakan tauhid , semangat untuk menginsafkan/menyadarkan manusia kepada murni/ , dan semangat-semangat lainnya yang dianjurkan oleh Allah. Dan Allah/ di samping itu juga, kata ruh itu bisa berarti inspirasi-inspirasi yang benar dalam hal apa saja yang Allah berikan dengan perantaraan malaikat kepada orangorang tertentu yang dikehendaki-Nya. Tentang akan turunnya para malaikat dengan membawa ruh seperti yang telah disebutkan itu, telah banyak disebutkan oleh Alquran, yang di antaranya dalam surat 41 ayat 30 dan 31, surat 78 ayat 38, surat 97 ayat 4. Yang terjemahan bebas dari masing-masingnya adalah sebagai berikut: - Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, Rabb kami adalah Allah (dalam arti yang luas), kemudian mereka beristiqomah/konsisten dengan ucapannya itu, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan, Janganlah kamu khawatir dan jangan pula berdukacita dan hendaklah kamu menggembirakan dirimu dengan surga yang telah dijanjikan kepada kamu. Kami adalah pemimpin-pemimpin kamu, baik di dalam kehidupan dunia ataupun akhirat, dan kamu akan mendapatkan di dalam surga itu apa-apa yang diinginkan oleh diri-diri kamu dan juga akan mendapatkan apa-apa yang kamu minta. - Pada hari di mana ruh dan para malaikat akan kukuh/berdiri dengan bershoff/ berbaris, yang mana mereka/para malaikat itu tidak akan berbicara kecuali kepada seseorang yang diizinkan oleh Allah Yang Maha Pengasih itu, dan seseorang tersebut akan mengatakan terhadap berbagai kebenaran yang berasal dari malaikat itu.

199

- Dari setiap perkara/urusan yang ada, malaikat dan ruh akan turun di dalam malam Lailatul-Qodar dengan izin Rabb mereka. - Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang semakna dengan ayat-ayat yang tersebut. Jadi, amat bertentangan dengan Alquran, sesuatu anggapan yang mengatakan, Malaikat itu sudah pensiun alias tidak mungkin diturunkan oleh Allah lagi.

200

89. Seseorang Setelah Meninggal Dunia Akan Langsung Masuk Surga atau Masuk Neraka Lebih Dahulu

Surat 16 ayat 32 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: (Orang-orang yang bertakwa itu) adalah orang-orang yang akan diwafatkan oleh malaikat selaku orang-orang yang baik keadaannya. Malaikat itu menyambutnya dengan mengatakan, Adapun kesejahteraan itu adalah atas kamu/ , maka hendaklah kamu memasuki pada surga itu disebabkan apa-apa yang telah kamu kerjakan. Berdasarkan ayat ini, orang-orang yang bertakwa itu setelah meninggal dunia akan langsung masuk surga, tanpa menunggu lama-lama. Dan berdasarkan surat 16 ayat 28 dan ayat 29 ditegaskan, Orang-orang yang kafir, orang-orang yang zalim dan orang-orang yang takabur pun akan langsung masuk neraka lebih dahulu, tanpa menunggu lama-lama juga. Memang dalam surat 23 ayat 15 dan ayat 16 dan juga dalam ayat 100, ada disebutkan, Orang-orang yang mati itu akan dibangkitkan di hari kiamat, dan juga di belakang orang-orang yang mati itu ada (alam) barzah/dinding sampai hari mereka akan dibangkitkan. Di situ maksudnya, adalah kalau seseorang sudah mati, maka di hari itu juga hari kiamat bagi dia sudah datang. Karena di saat itu setiap orang akan mendapatkan balasan di akhirat sesuai dengan amalnya masing-masing, yang dengan perantaraan mana seseorang akan bangkit sesuai dengan amalnya tersebut. Sehingga, apabila seseorang yang mati dalam keadaan di mana dia harus masuk neraka, maka saat itu di balik/belakang dia ada dinding pembatas/barzah. Yang dengan perantaraan dinding pembatas mana, dia tidak akan bisa masuk surga, sampai pada suatu hari di mana mereka layak untuk bangkit sebagai penghuni surga, karena hukuman nerakanya sudah habis. Memang, banyak ayat-ayat Alquran yang mengatakan, Penghuni neraka itu akan kekal di dalamnya. Maksudnya adalah kekekalannya itu sesuai dengan kejahatannya pada waktu di dunia. Hal ini berdasarkan ketentuan-ketentuan Allah yang ada dalam ayat-ayat Alquran, yang mengatakan, Orang-orang yang berbuat jahat itu tidak akan dibalas/dihukum kecuali dengan yang seumpamanya/sebanding dengan perbuatan jahatnya, tidak lebih (surat 6 ayat 160, surat 10 ayat 27, surat 40 ayat 40 dan lain-lain). Jadi, kalimat kekal di dalam neraka selamanya/ , maksudnya adalah mereka kekal di dalam hukuman neraka selama hukumannya belum habis. Dan kalau belum habis masa hukumannya, usaha apa pun yang dilakukan oleh mereka untuk keluar dari neraka itu, tidak akan bisa/ . Tetapi kalau sudah habis, maka mereka pun akan keluar dari neraka dan bangkit untuk mengawali kehidupan surga. Dan di samping itu, ada kalimat Orang-orang yang ada di dalam neraka

201

itu akan kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi. Maksud kalimat Kinayah/ Istiaaroh selama ada langit dan bumi itu adalah mereka di dalam neraka sangat lama sekali, karena perbuatan-perbuatan jahatnya yang sangat terlalu pada waktu di dunia. Tetapi walaupun begitu, mereka pun akan tetap keluar dari hukuman neraka kalau toh hukuman neraka yang sebanding dengan kejahatannya itu sudah habis dijalaninya. Tetapi sebaliknya, penghuni surga itu akan kekal di dalam surga selamanya dengan tanpa ada batas. Karena di dalam surga itu, seseorang akan mencari kesempurnaan cahaya yang datang dari Allah (surat 66 ayat 8). Sedangkan cahaya yang berasal dari Allah itu tidak akan ada habis-habisnya, dan akan terusmenerus diberikan oleh-Nya kepada para penghuni surga. Yang hal mana merupakan pemberian Allah yang tiada putus-putusnya, yang oleh Alquran disebut (surat 11 ayat 108). Yang mana kalimat ini diletakkan sesudah kalimat /kecuali apa-apa yang dikehendaki oleh Rabb engkau. Yang sebelum kalimat itu ada kalimat bahwa penghuni surga itu kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi. Sehingga kalimat yang ada dalam surat 11 ayat 108 itu mengisyaratkan, Penghuni surga itu kekal selama-lamanya dengan tanpa ada batas. Tetapi sebaliknya, dalam surat 11 ayat 107 tentang penghuni neraka yang mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, setelahnya itu dan kemudian disambung dengan kalimat disebutkan kalimat /sesungguhnya Rabb engkau akan memperbuat terhadap apa yang Dia inginkan. Sehingga kalimat yang ada dalam surat 11 ayat 107 itu mengisyaratkan, Penghuni neraka itu akhirnya akan keluar dari hukuman neraka dan akan bangkit mengawali kehidupan surga sebagaimana yang sudah dijelaskan. Dan kesimpulan ini bukan berdasarkan atas akal semata, tetapi berdasarkan atas akal yang sudah diwarnai dengan ayat-ayat Alquran yang sudah disebutkan di atas, yang menegaskan, Seseorang itu tidak akan dihukum melainkan akan dihukum dengan hukuman yang setimpal dengan perbuatan jahatnya. Untuk lebih jelasnya dua hal tersebut, maka baiklah di sini disebutkan dua ayatnya secara lengkap untuk diteliti:

202

90. Semua yang Ada di Alam ini Diadakan dan Diciptakan Melalui -nya Allah

Surat 16 ayat 40 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Kalau Kami menginginkan sesuatu, Kami tinggal mengatakan, Hendaklah engkau ada/jadi, maka dia pun akan ada/jadi. Adapun tentang perkataan Allah terhadap sesuatu yang diinginkanNya itu supaya terjadi, maka perkataan Allah itu tidak bisa disamakan dengan perkataan manusia terhadap sesuatu yang diinginkannya/ . Kalimat yang artinya Hendaklah engkau ada/jadi, maka dia akan ada/jadi itu adalah keinginan/iroodah mutlak Allah yang tidak ada satu kekuatan pun yang dapat menghalanginya. Hal itu adalah hak mutlak hanya milik Allah, maksudnya keinginan/iroodah Allah itu sesuai dengan ketetapanketetapan-Nya pasti akan terjadi dan tidak ada satu kekuatan pun yang dapat menghalanginya, sehingga keinginan-Nya tersebut tidak akan terjadi atau tidak akan terlaksana. Dan hak mutlak yang hanya dimiliki oleh Allah ini jangan sampai disalahartikan dengan arti Allah di dalam berkeinginan hendak mengadakan/menciptakan sesuatu itu tanpa melalui proses sunatullah yang sudah ditetapkan-Nya sendiri. Jadi, hak mutlak yang dimiliki oleh Allah itu tetap melalui proses hukum sebab akibat yang telah ditetapkan oleh-Nya di dalam kitab Suci-Nya; karena dengan tegas Allah mengatakan, Sunatullah itu tidak akan pernah mengalami pergeseran dan perubahan/penggantian (surat 33 ayat 62, surat 35 ayat 43, surat 48 ayat 23, dan lain-lain). Dan perlu diberi tanda petik, bahwa semua yang ada di alam semesta ini, apa pun bentuknya, telah diadakan, diciptakan, dan dijadikan oleh Allah swt. nya Allah yang merupakan iroodah-Nya yang telah melalui dikatakan-Nya. Sehingga semuanya itu ada dan terjadi sebagaimana yang samasama kita saksikan di alam ini. Yang masing-masingnya itu telah melalui proses yang cukup rumit dan panjang dan kadang-kadang gaib yang dikendalikan oleh hukum sebab akibat yang datang dari Allah/Sunatullah. Sebagai contoh, Bagaimana prosesnya yang cukup panjang dan rumit lagi gaib, sehingga bumi dan langit itu ada secara terpisah? Dan bagaimana prosesnya kejadian manusia itu sendiri, sehingga manusia itu lahir dari rahim ibu selaku jabang bayi, kemudian berproses menjadi anak-anak, menjadi dewasa dan akhirnya menjadi tua renta dan meninggal dunia? Dan begitu juga ciptaan-ciptaan yang lain yang senantiasa akan berproses sesuai dengan kadar dan ukurannya masing-masing yang telah ditentukan oleh Allah (surat 25 ayat 2, surat 87 ayat 1 s/d ayat 3 dan lain-lain).

203

Semuanya itu tidak dapat dilepaskan dari pengetahuan Allah yang meliputi setiap ciptaan-Nya, baik yang telah ada ataupun yang akan ada/ (surat 65 ayat 12). Dan tidak dapat dilepaskan dari kursi/ (surat 2 daulah Allah yang meliputi langit-langit dan bumi/ ayat 255). Dan juga tidak dapat dilepaskan dari Singgasana atau Arsy-Nya yang ada di dalam air/ (surat 11 ayat 7). Sehingga semua ciptaan-Nya yang hidup, baik yang telah ada ataupun yang akan ada, semuanya dijadikan dari air oleh-Nya/ (surat 21 ayat 30).

204

91. Perumpamaan Orang yang Tidak Merdeka dan Orang yang Merdeka

Surat 16 ayat 75 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Allah telah membuat perumpamaan (untuk dijadikan pelajaran), yakni perumpamaan seseorang hamba yang dikuasai, yang mana dia tidak bisa berbuat apa-apa dan seseorang yang telah diberi rezeki yang indah oleh Allah, yang mana dia ini selalu membelanjakannya, baik secara rahasia ataupun secara terus terang. Adakah mereka itu akan tersamakan? (tentu tidak). Segala puji bagi Allah. Bahkan kebanyakan mereka adalah tidak mengetahui. Dalam surat 16 ayat 75 ini, Allah telah membikin sesuatu perumpamaan antara seseorang hamba yang dikuasai oleh orang lain dengan seseorang yang merdeka. Di situ disebutkan, bahwa seseorang yang dikuasai oleh orang lain itu tidak akan dapat berbuat banyak, berbeda halnya dengan seseorang yang merdeka yang mempunyai berbagai kemampuan untuk melakukan berbagai kebaikan. Dari perumpamaan ini dapat diambil pelajaran, bahwa seseorang, masyarakat, ataupun bangsa, apabila dikuasai oleh pihak lain/tidak merdeka (dalam arti yang luas), maka mereka itu tidak akan dapat berbuat banyak. Bahkan mereka itu dalam ayat 76-nya diibaratkan seperti seseorang yang bisu dalam arti suaranya tidak didengar oleh majikannya atau oleh yang menguasainya walaupun mohon ini dan mohon itu. Hal ini terjadi karena berbagai kelemahan yang ada pada mereka, terutama kelemahan dari segi kejujuran, ilmu pengetahuan, dan karya-karya yang bermanfaat/amal saleh. Tetapi sebaliknya, bagi seseorang, masyarakat, ataupun bangsa yang merdeka (dalam arti yang luas), maka mereka itu akan dapat berbuat banyak kebaikan. Hal ini terjadi karena mereka mempunyai berbagai kelebihan, terutama kelebihan dari segi kejujuran, ilmu pengetahuan, dan berbagai karya yang bermanfaat untuk kemanusiaan. Oleh karena itu, kalau sesuatu bangsa ingin dapat melakukan berbagai kebaikan yang lebih luas, maka mereka harus dapat menjadi bangsa yang merdeka dalam arti yang luas. Untuk tercapainya kemerdekaan tersebut, maka sesuatu bangsa harus mempunyai berbagai kelebihan dari umat lain, terutama dari segi kejujuran, ilmu pengetahuan dan berbagai karya yang bermanfaat/amal saleh. Karena hanya dengan jalan ini, keterikatan dan ketergantungan terhadap bangsa lain yang lebih maju sedikit demi sedikit akan bisa terlepaskan, dan akhirnya

205

akan menjadi bangsa yang merdeka secara penuh (surat 58 ayat 11, surat 6 ayat 132, surat 46 ayat 19 dan lain-lain). Oleh karena itu, dalam surat 103 telah disebutkan dengan tegas, bahwa: Sesungguhnya seseorang atau sesuatu bangsa itu akan benar-benar merugi kecuali mereka yang beriman dan beramal saleh dan selalu menggalakkan untuk melakukan kebenaran dan kegigihan dalam perjuangan. Dan dalam surat 58 ayat 11, dan surat 6 ayat 132 disebutkan dengan lebih tegas lagi, Allah akan mengangkat derajatnya orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan yang dapat melahirkan amal-amal saleh/amal yang bermanfaat bagi kemanusiaan. Jika masing-masingnya itu ada pada kaum Muslimin, maka mereka pasti akan unggul derajatnya melebihi umat lain. Dan jika tidak ada, maka mereka akan menjadi suatu umat/bangsa yang tidak merdeka, yang kaki tangannya terikat oleh kepentingan umat lain yang lebih maju.

206

92. Dalam Setiap Umat Pasti Ada Seorang Penyaksi/ Selalu Dibangkitkan oleh Allah swt.

yang Akan

Surat 16 ayat 89 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Dan (hendaklah kamu selalu ingat) pada suatu hari, di mana Kami akan membangkitkan seorang penyaksi di tengah-tengah setiap umat. Yang mana penyaksi itu berasal dari golongan mereka sendiri. Dan Kami telah mendatangkan engkau/Muhammad selaku Penyaksi untuk semuanya, dan Kami telah menurunkan Alquran kepada engkau selaku keterangan bagi setiap sesuatu dan selaku petunjuk dan rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri/islam (kepada Allah). Dari surat 16 ayat 89 ini, dengan jelas ditegaskan, bahwa di dalam setiap umat itu pasti akan selalu dibangkitkan oleh Allah penyaksi-penyaksi kecil yang berasal dari umat masing-masing. Tugas mereka adalah menunjukkan berbagai kesalahan dari berbagai pola pikir, akidah, dan tingkah laku yang selama itu sudah menyimpang jauh dari petunjuk Allah yang ada dalam kitab Suci masingmasing. Dan Rasulullah saw. sendiri dalam ayat tersebut dikatakan sebagai penyaksi yang telah didatangkan oleh Allah untuk manusia semuanya, karena beliau membawa kitab Suci Alquran yang sempurna, yang isinya dapat mendeteksi terhadap berbagai kesalahan yang ada, baik kesalahan itu yang ada pada berbagai kitab Suci yang sudah mengalami perubahan di sana-sini, ataupun yang ada pada penganut dari berbagai agama itu sendiri. Jadi, dari ayat tersebut dengan tegas dinyatakan, Penyaksi-penyaksi kecil akan selalu dibangkitkan di tengah umat masing-masing (lebih-lebih lagi di tengahtengah umat Islam), yang penyaksi-penyaksi mana berasal dari golongannya sendiri. Tugas para penyaksi/pembaharu itu adalah menunjukkan kesalahankesalahan yang ada di umatnya masing-masing. Yang kesalahan mana pada waktu itu sudah dianggap oleh umum sebagai sesuatu kebenaran, maka karenanya para penyaksi/pembaharu itu akan dicacimaki, diolok-olok, dan dipermainkan oleh kebanyakan mereka itu. Hal ini seperti yang pernah dialami oleh rasul-rasul mereka yang membawa kitab Sucinya masing-masing (surat 15 ayat 11, surat 36 ayat 30, surat 21 ayat 2, dan lain-lain). Surat 16 ayat 89 tersebut di atas, isinya hampir sama dengan surat 35 ayat 24 yang menyebutkan, Rasulullah saw. diutus oleh Allah selaku pembawa kabar gembira/basyiir, dan selaku juru peringat/nadziir. Dan setiap umat pasti

207

telah ada juru peringatnya. Oleh karena itu, untuk lebih jelasnya tentang fungsi alias tugas dari para penyaksi/syahiid dan para juru peringat/nadziir itu, maka baiklah dilihat dalam Bab: Bagi Setiap Umat Pasti Kedatangan Rasul atau Nadziir. Dan Bab: Alquran Diturunkan oleh Allah dan Akan Dijaga oleh-Nya. Dan juga Bab: Setiap Umat Mempunyai Syariat dari Allah.

208

93. Pahala Amal-Amal Saleh Akan Kekal di Sisi Allah

Kalimat singkat yang ada dalam surat 16 ayat 96 itu kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Apa-apa yang ada di sisi kamu, dia itu akan lenyap dan apa-apa yang ada di sisi Allah, dia itu akan kekal/baqoo`. Dalam kalimat ini disebutkan, Apa-apa yang ada di sisi Allah, dia itu akan baqoo`/tetap. Dan dalam surat 18 ayat 46, dan dalam surat 19 ayat 76 itulah barangnya, yakni dia inilah yang disebutkan, bahwa pahalanya akan tetap/baqoo` di sisi Allah. Apakah hakikat dari menurut Alquran? Dari segi bahasa Albaaqiyaat artinya beberapa yang tinggal. Kata jamak itu adalah isim Faail/pelaku dari kata kerja Baqiya-yabqoo. Dan Ash shoolihaat artinya beberapa yang baik. Kata jamak ini adalah isim Faail dari kata kerja Sholuha yashluhu. Dua kata yang digandengkan itu, menurut istilah Alquran adalah amal-amal atau karya-karya yang baik lagi produktif yang diwariskan (ditinggalkan) oleh seseorang, yang manfaat dan kegunaannya dapat dirasakan oleh orang lain secara berkelanjutan surat 18 ayat 46, surat 19 ayat 76, surat 3 ayat 110, surat 21 ayat 107, dan sebagainya. Begitulah arti istilah Al-baaqiyaat Ash-shoolihaat menurut Alquran. Karena memang, kata Ash shoolihaat di dalam Alquran itu disebutkan sebanyak 62 kali, dan hampir semuanya didahului oleh kata amiluu/mereka berbuat/berkarya dan aamanuu/mereka mempercayakan diri/beriman. Dalam surat 18 ayat 46 dan surat 19 ayat 76, kata Al-baaqiyaat Ash-shoolihaat disebutkan bahwa ia itu adalah sebaik-baik imbalan/pahala, sebaik-baik harapan/cita-cita, dan sebaik-baik benteng. Dari situ dapat disimpulkan bahwa: a. Tidak ada suatu imbalan/pahala yang lebih baik bagi seseorang, ataupun kelompok, melainkan imbalan/pahala yang ditimbulkan oleh Al-baaqiyaat Ash-shoolihaat. b. Tidak ada suatu harapan atau cita-cita yang lebih baik bagi seseorang, ataupun kelompok, melainkan harapan atau cita-cita untuk dapat melakukan Albaaqiyaat Ash-shoolihaat. c. Tidak ada suatu benteng yang kokoh yang lebih baik bagi seseorang, ataupun kelompok yang dapat membentengi mereka dari hal-hal yang negatif, melainkan benteng yang kokoh yang berbentuk Al-baaqiyaat Ash-shoolihaat. Berdasarkan tiga segi positif tersebut, maka manusia secara umum, terutama para pakar muslim di bidangnya masing-masing didorong dengan sangat, agar mereka selalu berusaha, berlomba-lomba untuk berbuat dan mewariskan sesuatu yang agung tadi yang berbentuk Al-baaqiyaat Ash-shoolihaat.

209

Di dalam usaha dan perlombaan itu, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, karena masing-masingnya beriman kepada Allah, berpegang kepada prinsip dasar yang Dia tetapkan, yakni suatu prinsip bahwa semua yang dilakukan dan dihasilkan oleh mereka itu digunakan untuk manfaat bagi kemanusiaan, termasuk untuk dirinya sendiri dan keluarganya, surat 2 ayat 29, surat 45 ayat 13, surat 3 ayat 110, surat 66 ayat 6, surat 28 ayat 77, dan sebagainya. Ada peribahasa mengatakan Gajah mati meninggalkan gading dan Manusia mati meninggalkan ? Kita masih sering mendengarkan khotbah-khotbah, ceramah-ceramah, dan pengajian-pengajian, terutama yang ada di kampung-kampung yang mengatakan, Kita hidup di dunia ini cuma sebentar; apalah artinya hidup di dunia ini yang diibaratkan seperti orang yang mampir ngombe (mampir untuk minta minum); kampung akhiratlah yang lebih kekal dan lebih penting; dunia ini sama-sekali tidak ada artinya jika dibanding dengan kampung akhirat; kita tidak perlu mencintai dunia yang fana ini; harta benda, pangkat, dan tetek bengek lainnya itu, apabila kita mati tidak akan kita bawa, yang akan kita bawa adalah amal ibadah kita, yakni yang berbentuk salat lima waktu, puasa ramadhan, wirid, berdoa yang sebanyak-banyaknya, pergi haji, dan memotong hewan kurban, dan lain sebagainya. Amal-amal inilah yang akan kita bawa nanti ke hadirat Allah; pokoknya, mencintai dunia dan terlalu sibuk dalam urusan-urusan dunia adalah sumber dari segala kejahatan; dunia ini dilaknat dan bangkai yang menjijikkan; dunia ini penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir, dan lain sebagainya, begitulah kata mereka. Kalimat-kalimat itu apabila tidak diramu, atau dijelaskan dengan kalimatkalimat yang lain secara tepat, maka ia akan dapat menjadikan umat Islam ini menjadi beku, statis, lengah, terbius dan tidak objektif lagi. Hal ini tak ubahnya seperti Seseorang yang memakan bahan kimia sebagai obat tanpa petunjuk seorang dokter. Sedangkan bahan kimia itu sendiri apabila diramu dengan bahanbahan yang lain dengan ukuran tertentu, maka dia akan dapat berfungsi sebagai obat yang bermanfaat bagi kesehatan seseorang, sehingga seseorang tersebut akan menjadi sehat dan bertambah giat untuk melakukan dan menghasilkan sesuatu perbuatan-perbuatan dan karya-karya yang baik yang bermanfaat bagi kehidupan manusia/Al-baaqiyaat Ash-shoolihaat. Oleh karena itu, tak ubahnya seperti di negara-negara maju, akan selalu ada sebuah buku standar obat yang menguraikan bahan obat-obatan, bahan kimia dalam obat dan sifat-sifatnya, khasiat-khasiatnya dan dosis yang dilazimkan (farmakope). Semestinya, dalam tubuh kaum Muslimin ini harus ada semisal Farmakope ajaran-ajaran Islam, yang dengan perantaraannya, buku-buku ajaran Islam yang banyak beredar dapat dikontrol dan disensor secara tepat dan pas. Sehingga buku-buku yang sifatnya merusak generasi umat, atau hadis-hadis palsu yang kebanyakannya dimuat dalam bukubuku tersebut, akan segera dapat dikesan atau diketahui oleh masyarakat,

210

khususnya umat Islam. Hal yang sangat penting ini adalah merupakan tugas utama bagi para ulama Islam yang sejati dan para Cendekiawan muslim yang sejati. Pola dan cara berpikir umat yang salah seperti yang disebutkan di atas itulah yang harus dirubah, dan yang lain-lain semuanya akan mengikut secara khusyu. Karena pola pikir yang benar, akan menelorkan akidah yang benar, dan dari akidah/keimanan yang benar itu pasti akan menelorkan berbagai tindakan yang benar/amal saleh/Al-baaqiyaat Ash-shoolihaat. Yang akhirnya, dari semuanya itu akan menghasilkan kemajuan dan kekuasaan bagi kaum Muslimin, surat 14 ayat 24, surat 24 ayat 55, surat 3 ayat 139, dan lain-lain. Kembali ke masalah pokok yang sedang diulas yang ada dalam ayat di atas, yakni Al-baaqiyaat Ash-shoolihaat. Bagaimana caranya, sehingga kaum Muslimin dapat menghasilkan Al-baaqiyaat Ash-shoolihaat yang kadar mutunya lebih tinggi, jika dibanding dengan karya-karya yang ada pada umat lain? Karena hanya dengan perantaraannya lah, kaum Muslimin akhirnya akan dapat menjadi penguasa di bumi ini, surat 24 ayat 55. Adapun cara yang harus ditempuh menurut Alquran, sehingga hal itu dapat tercapai adalah mencerdaskan umat, khususnya umat Islam, dengan jalan mengajarkan ayat-ayat Alquran dengan pemahaman dan pengertian yang tepat lagi benar, dan menjauhkan dari pemahaman dan pengertian yang kurang tepat lagi salah yang ditimbulkan oleh ajaran-ajaran menyimpang, terutama oleh hadishadis palsu. Karena bagaimanapun jiwa dari ayatayat Alquran dan hadis-hadis yang benar-benar datang dari Rasulullah saw. itu intinya adalah menggalakan seseorang agar dapat berpola pikir, berakidah dengan benar, yang dengan perantaraan mana, seseorang atau kelompok akhirnya akan dapat menghasilkan amal-amal saleh/Al-baaqiyaat Ash-shoolihaat. Jadi kesimpulannya, Al-baaqiyaat Ash-shoolihaat itulah yang akan kekal/baqoo` di sisi Allah, yang pahalanya akan senantiasa diberikan kepada si pelakunya, terutama dalam kehidupan sesudah kematiannya nanti. Dan tentang hal ini, penjelasannya yang agak luas dapat dilihat dalam bab Dunia Adalah . Kesenangan yang Dapat Memperdaya/

211

94. Thaghut Adalah Manusia yang Melampaui Batas

Surat 2 ayat 257 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Allah adalah pemimpin bagi orang-orang yang beriman, yang Dia akan mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya. Sedangkan orang-orang yang kafir, pemimpin mereka adalah Thaghut, yang dia akan mengeluarkan mereka dari cahaya kepada berbagai kegelapan. Mereka-mereka itu adalah penghuni neraka dan kekal di dalamnya. Kata , yang kata jamaknya adalah , adalah berasal dari kata kerja yang artinya menurut kamus Arab adalah yang melewati/ (Lisaanul-Arob). Kata melampaui ketentuan dan batas/ dalam ayat ini, maksudnya adalah orang-orang yang membikin sesuatu ajaran yang bertentangan dan melampaui batas terhadap ketetapan-ketetapan Allah. Jadi, siapa pun orangnya, baik dia yang dijuluki sebagai pemimpin agama/ ulama, ataupun pemimpin bangsa, kalau mereka itu dengan sengaja membikin sesuatu ajaran yang bertentangan dan melampaui batas terhadap ketetapanketetapan Allah, suka menambah dan berlebih, maka mereka itulah yang disebut yang harus kita jauhi. sebagai thaghut/ Karena tersebut, dapat diimani oleh seseorang (surat 4 ayat 51), dapat dijadikan pemimpin (surat 2 ayat 257), dapat dijadikan rujukan di dalam pengambilan hukum (surat 4 ayat 60), dapat disembah/dijadikan mabuud (surat 5 ayat 60 dan surat 39 ayat 17), maka Allah dengan tegas melarang kita untuk tidak beribadah/mengabdi kepada mereka-mereka itu (surat 6 ayat 56 dan surat 40 ayat 66). Kalau kita mengabdi kepada mereka, maka di saat itu kita telah jatuh ke lembah kemusyrikan yang dosanya tidak dapat diperbaiki dan diampuni oleh Allah (surat 4 ayat 48). Sebagaimana yang sudah dijelaskan dalam Bab: Hakikat Musyrik dan Bentuk-Bentuknya Menurut Alquran, maka bentuk kemusyrikan itu ada tiga macam, dan yang mengabdi kepada tagut itu termasuk bentuk kemusyrikan yang ketiga. Di mana di situ disebutkan, bahwa para penguasa yang zalim lagi otoriter itu dapat dijadikan mabuud/sesuatu yang disembah, karena merekamereka itu selalu membikin peraturan-peraturan untuk mengekalkan kekuasaannya dengan peraturan-peraturan yang melewati batas dan menyimpang dari peraturanperaturan Allah, yang lantas diikuti mutlak-mutlakan oleh para pengikut dan pendukungnya. Mohon dilihat dalam Bab tersebut!

212

95. Berdakwah dengan Cara-Cara yang Bijaksana

Ayat yang ada dalam surat 16 ayat 125 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Hendaklah engkau berdakwah/mengajak manusia kepada jalan Allah dengan kebijaksanaan dan dengan pengajaran yang indah, dan hendaklah engkau berdialog dengan mereka dengan cara-cara yang sangat indah s/d ayat 128. Dalam surat 16 ayat 125 s/d ayat 128 itu, Allah telah menerangkan bagaimana cara-cara dakwah yang baik lagi bijaksana, sehingga dengan perantaraan mana, orang-orang yang berjiwa baik dan jujur dapat tertunjuki kepada berbagai kebenaran sesuai dengan yang digariskan oleh Allah, yaitu dengan jalan: a. Dengan cara-cara yang cukup bijaksana, yang dengan perantaraan mana pihak yang didakwahi tidak merasa dibenci, tidak merasa dipojokkan, tidak merasa dijelekkan, bahkan mereka merasa dihormati, dan dikasih sayangi. b. Dengan memilih materi-materi dakwah yang sangat indah lagi efektif yang sesuai dengan kondisi dari masing-masing yang didakwahi. c. Kalau terpaksa harus dilakukan dialog atau perdebatan tentang materi yang bersangkutan, hendaklah dengan cara dialog/perdebatan yang seindahindahnya, dan jangan sampai dialog dilakukan dengan jalan emosi yang meluap-luap, sehingga kebenaran yang mestinya dapat diterima oleh merekamereka yang berhati jujur itu, menjadi terhalang karenanya. d. Jika kita diserang dengan berbagai serangan, apa pun bentuknya, maka kita harus membalasnya sesuai dengan yang seumpamanya, seperti umpamanya, kalau agama Islam atau Nabi Muhammad saw. diserang atau dijelek-jelekkan melalui tulisan atau karangan, maka hendaklah kita menyanggahnya melalui cara yang sama dengan jalan menunjukkan keunggulan dan keagungan dari ajaran-ajaran Islam itu sendiri. e. Di dalam kita berdakwah, kita harus tetap gigih/sabar, bertahan di atas ketetapan-ketetapan Allah yang ada, jangan sampai menyimpang darinya. f. Kita dilarang bersedih hati dan sempit dada karena ulah dari serangan-serangan mereka itu, sehingga karenanya kita melampiaskan hawa nafsu kita untuk merusak apa saja yang dimiliki oleh mereka, apalagi sampai kita berusaha mencelakakan dan membunuh mereka, padahal mereka ini tidak menyerang kita secara fisik.

213

Dan akhir dari semuanya itu, di dalam berdakwah kita harus bermodalkan takwa dan akhlak-akhlak yang luhur. Karena hanya dengan perantaraan mana, maka dakwah kita akan dapat mencapai hasil yang baik, atau dengan kata lain Allah akan menyertai kita di dalam berdakwah (surat 16 ayat yang terakhir).

214

96. Setiap Orang di Dunia ini Mempunyai Kitab/Catatan Amal yang Wajib Dibaca dengan Teliti

Surat 17 ayat 14 ini, terjemahan bebasnya adalah: Hendaklah kamu membaca kitab/catatan amalmu, cukuplah dirimu sendiri di hari ini yang dapat mengkalkulasikan dengan tepat. Dalam surat 17 ayat 15, dan surat 45 ayat 15, telah disebutkan, Siapa pun yang berbuat baik, maka manfaatnya untuk dirinya, dan siapa pun yang berbuat jahat, maka mudaratnya akan menimpa dirinya. Dalam surat 83 ayat 7 s/d ayat 9 dan ayat 18 s/d 20 disebutkan, Setiap orang yang jahat pasti memiliki sebuah kitab yang merupakan hasil rekaman (kitab Marqum) dari perbuatan-perbuatan yang telah dilakukannya. Dan begitu pula setiap orang yang berbuat baik. Dalam kehidupan sekarang (di dunia ini) balasan amal yang baik dan yang buruk pasti akan ditampakkan oleh Allah (surat 10 ayat 64 dan surat 13 ayat 33-34). Sebelum hukuman dunia/hari pembalasan dunia jatuh tempo bagi orang yang berbuat jahat, maka dia diperintahkan untuk membaca dengan teliti terhadap kitabnya, yang di dalam kitab mana telah tertulis dengan lengkap apa-apa yang dilakukannya selama itu, karena hanya dia sendirilah yang tahu secara persis apa-apa saja yang tertulis di dalamnya (surat 17 ayat 14). Yang dengan perantaraan membacanya, seseorang akan dapat mengoreksi dan lantas memperbaiki manamana perbuatan yang tidak baik? Apabila perintah untuk membaca kitabnya itu dilakukan dengan baik, maka dia akan dapat terhindar dari hukuman Allah akibat perbuatan-perbuatan jahatnya yang telah diperbaikinya itu. Tetapi sebaliknya, apabila dia tidak mau membaca kitabnya dengan baik, maka akhirnya dia pun akan menerima hukuman Allah, baik di dunia ini, ataupun sesudah kematian nanti. Hukuman Allah yang telah diterimanya itu karena perbuatan-perbuatan jahatnya yang tak terkoreksi tadi. Dan apabila hukuman Allah/hari pembalasan dunia yang seperti itu sudah jatuh tempo/tiba, maka dia pun tetap diperintahkan oleh Allah untuk membaca kitabnya dengan baik. Sehingga dengan perantaraan mana, dia dapat mengetahui perbuatan-perbuatan jahat apa saja yang menyebabkan mereka mendapatkan hukuman itu. Dan dengan perantaraan mana pula, mereka diharapkan agar segera dapat sadar dan bertobat sebelum kematiannya. Dalam surat 17 ayat 13 dan ayat 14, disebutkan, bahwa: Allah akan mengeluarkan kitab yang terbuka bagi seseorang di hari kiamat, yang lantas dia disuruh membacanya dengan teliti. Kitab terbuka dalam ayat ini maksudnya adalah kitab yang dapat dibaca dengan baik oleh si pemiliknya. Karena apabila hari kiamat dunia/hari dikukuhkannya hukuman amal kejahatan bagi seseorang telah tiba di dunia ini, maka biasanya seseorang itu mudah untuk menyadari

215

terhadap perbuatan-perbuatan jahat yang telah dilakukannya. Hal ini terbukti dari kenyataan yang ada, seperti kalau ada seseorang penguasa yang hari kiamat dunianya telah datang padanya karena perbuatan-perbuatan jahatnya, maka di saat itu baru dia menyadari akan kesalahan-kesalahannya yang sudah-sudah semasa berkuasa dan lain-lain. Lain halnya bagi seseorang yang hari kiamat dunianya belum datang padanya, di saat tersebut dia sulit untuk membacanya karena seakan-akan kitabnya belum terbuka, yang karenanya dia akan sulit untuk sadar. Jadi, istilah kitab yang bisa dibaca (bukan kitab yang terdiri dari kertas), hari kiamat/yaumul-qiyaamah, hari pembalasan/yaumiddiin, hari perhitungan/yaumul hisaab, neraka/naar, dan lain-lain istilah yang seperti itu, maka masing-masingnya bisa ada dan dapat terjadi pada diri seseorang atau bangsa/ kaum di dunia ini juga. Jadi, kalau hari kiamat dunia sudah datang pada seseorang atau bangsa/ kaum, maka di saat itu kitabnya pun telah datang secara terbuka, dan hari pembalasannya pun telah datang juga. Karena di hari itu telah dibalas perbuatanperbuatan jahatnya sesuai dengan yang tercatat dalam kitabnya itu, dan juga di hari itu hari perhitungan/yaumul hisabnya pun telah datang pula, karena di hari itu telah dihitung/dihisab secara sempurna perbuatan-perbuatan jahatnya. Dan akhir dari semuanya itu, maka mereka pun mendekam di dalam neraka/naar. Sebagai catatan penting: Apa saja yang disebutkan dalam Alquran seperti: hari pembalasan/yaumiddiin, hari kiamat/yaumul-qiyaamah, hari perhitungan/yaumul hisaab, catatan amal/kitab, neraka/naar, jahim, jahannam dan macam-macam siksaan, surga/jannah dan macam-macam nikmat, dan sebagainya itu sudah berlaku, dan akan berlaku pada seseorang, atau bangsa dalam kehidupan di dunia ini, dan seterusnya sudah kematian nanti. Dan masing-masingnya itu yang terjadi dalam dunia ini adalah sebagai misal/percontohan, yang darinya manusia akan dapat mengambil pelajaran, dan akhirnya dapat meyakini yang hakiki dari masing-masingnya itu yang akan terjadi kelak sesudah kematiannya (surat 39 ayat 27). Dan Alquran itu sendiri diturunkan agar dijadikan petunjuk (hudan) bagi manusia yang hidup dalam kehidupan di dunia ini (surat 2 ayat 185).

216

97. Orang yang Memubazirkan Adalah Teman Setan

Surat 17 ayat 27 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Sesungguhnya orang-orang yang memubazirkan itu adalah teman-teman setan, dan setan itu sangat kufur terhadap Rabbnya. Mubazir dalam ayat ini maksudnya adalah umum, yakni Apa saja yang ada di kita ataupun di lingkungan kita, yang apabila kita menggunakannya tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah, maka masing-masingnya itu akan menjadi mubazir adanya. Dan mubazir yang seperti itulah produk dari setan. Kita ambil contoh, sebagaimana perintah yang ada dalam ayat sebelumnya: kalau seandainya ada kerabat dekat kita, atau anak-anak miskin dan juga ibnu sabil di lingkungan kita, yang mana otak mereka cerdas lagi jujur, karena tidak ada biaya untuk melanjutkan pendidikan mereka, maka akhirnya mereka terhenti, sehingga tidak dapat memanfaatkan kemampuannya itu semaksimal mungkin. Pada waktu itu bagi orang-orang kaya yang mestinya mampu untuk membantu mereka, tetapi mereka tidak mau membantunya, maka mereka-mereka itu berarti telah memubazirkan barang yang berharga yang ada di lingkungan mereka. Dan di saat itulah orang-orang kaya yang bakhil itu menjadi teman-teman setan. Tetapi sebaliknya kalau masing-masing yang mampu dari kaum Muslimin itu mau mengikuti petunjuk yang ada dalam dua ayat tersebut di atas, maka kita bisa membayangkan betapa hebatnya kekuatan kaum Muslimin di masa-masa yang akan datang. Hal itu karena SDM-nya benar-benar siap berkompetisi dengan umat lain. Dan akhirnya, kaum Muslimin akan selalu di depan dalam menghasilkan amal-amal saleh yang manfaatnya bisa dirasakan di mana-mana dengan jangkauan yang universal. Oleh Karena itu, kami menghimbau terhadap masjid-masjid yang ada, agar para pengurusnya memfokuskan terhadap tugas mulia itu, dengan cara: mengkoordinir jemaah masjid, sehingga masyarakat yang ada di lingkungan masjid masing-masing, tidak ada satu pun kemampuan yang ada di masyarakat itu yang termubazirkan/tidak termanfaatkan. Di samping kemampuan-kemampuan yang ada di masyarakat sekitar kita itu dapat termubazirkan sebagaimana yang tersebut, maka yang lebih sering terjadi adalah memubazirkan waktu yang ada dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Sedangkan Alquran mengecam hal itu, sebagaimana yang tercantum dalam surat 103 ayat 1 s/d ayat 3 yang menyebutkan, Bagi manusia yang tidak bisa memanfaatkan waktu dengan baik, maka benar. Karena waktu itu harus dimanfaatkan sebaik benar dia dalam kerugian/ mungkin, sehingga seseorang dapat melakukan amal-amal yang bermanfaat/ bagi kemanusiaan, dan dapat menyampaikan ide-ide

217

yang benar/ . Sehingga seseorang dari lapisan masyarakat mana pun akan dapat beramal saleh dan selalu gigih dalam usaha-usaha itu/ . Jika umat Islam di dalam memanfaatkan waktu tersebut kadarnya tidak lebih tinggi dari umat lain, maka jangan diharap umat Islam akhirnya bisa mengungguli dan menguasai umat lain. Jadi tentang mubazir yang ada dalam ayat itu jangan diartikan secara sempit, seperti sisa makan yang tidak dihabiskan, baju yang masih bagus tidak dipakai lagi, dan lain-lain yang sejenisnya.

218

98. Adil dan Jujur Dalam Menimbang dan Menilai Dalam Kondisi Apa pun

Surat 17 ayat 35 ini, terjemahan bebasnya adalah: Apabila kamu menakar, maka hendaklah kamu menggenapkan takaran itu menurut semestinya, dan hendaklah kamu menimbang dengan ukuran yang lurus/adil. Cara yang demikian itu adalah sebaik-baik dan seindah-indahnya cara yang awal (untuk kebaikan semuanya). Dalam surat 17 ayat 35 ini, dan dalam surat 55 ayat 9, kita disuruh menggenapkan takaran dengan sempurna dan kita disuruh menimbang dengan timbangan yang adil, dan sangat dilarang kita melakukan kecurangan. Menakar dan menimbang di sini maksudnya adalah umum, yakni menimbang apa saja, barangkah, informasikah, pengaduankah, tuduhankah dan lain-lain. Oleh karena itu umpamanya, kalau ada informasi yang menyangkut kedua belah pihak, atau banyak pihak, maka kita harus check and re-check/tabayyun terhadap berbagai pihak itu, sehingga akhirnya kita akan dapat menyimpulkan dan memutuskan dengan seadil-adilnya. Dari perintah Alquran ini, kita, kaum Muslimin diperintahkan untuk menginformasikan apa saja kepada masyarakat dengan seadiladilnya, sesuai dengan fakta yang ada, tidak berat sebelah alias curang. Karena dalam surat 83 ayat 1 s/d ayat 3, Allah mengancam, Orang yang curang di dalam menimbang itu dia akan celaka, baik di dunia ini, ataupun sesudah kematian nanti. Dalam hal mana, apabila menimbang untuk dirinya sendiri atau kelompoknya, maka dia menimbangnya dengan penuh lagi adil, bahkan kadangkadang minta lebih. Tetapi sebaliknya apabila menimbang atau menilai yang menyangkut kepentingan orang lain, maka dia berlaku curang, tidak adil, tidak sesuai dengan fakta dan mengada-ada. Dari ayat-ayat ini, maka semua pihak, terutama kaum Muslimin yang bergerak di bidang media masa, baik cetak, ataupun elektronik dituntut untuk berlaku adil di dalam menginformasikan berbagai hal apa saja yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak. Dan perlu diberi tanda petik, Rusaknya suatu tatanan masyarakat di dalam berbangsa dan bernegara adalah karena masing-masing pihak mudah menyimpulkan dan memutuskan dari berita yang ada untuk kepentingannya sendiri-sendiri sebelum melakukan check and re-check. Dan kemudian kesimpulan dan keputusan dari masing-masing itu diinformasikan seluas-luasnya di tengah-tengah masyarakat, maka akhirnya kacau balaulah keadaan suatu negeri. Dan juga tidak kalah pentingnya bagi para penegak hukum, seperti para polisi, jaksa, pengacara, saksi sampai kepada para hakim, baik di tingkat bawah,

219

ataupun di tingkat atas, semuanya dituntut agar mereka di dalam menilai dan menimbang dan juga memutuskan sesuatu perkara, selalu dapat jujur dan adil, sehingga tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena kecurangan salah satu dari mereka-mereka itu. Dan hendaklah masing-masingnya takut dengan ancaman Allah yang berbunyi Celaka bagi orang yang curang dalam menimbang/ . Dalam hal mana, kalau untuk kepentingan dirinya sendiri, atau kelompoknya, maka ingin ditimbang dengan penuh dan ingin dinilai dengan baik terus walaupun kenyataannya salah. Dan kalau untuk kepentingan orang lain atau kelompok lain (apalagi yang sudah dibencinya), maka ingin menimbangnya dengan curang dan menilainya jelek terus/salah semua walaupun kenyataannya ada yang baik dan yang benar. Oleh karena itu, dengan peringatan Allah tersebut, maka hendaklah kita, kaum Muslimin agar selalu adil dan jujur di dalam menimbang dan menilai apa saja, dan menjauhkan diri dari sifat curang. Sehingga kita, kaum Muslimin dalam kejujuran dan keadilan kadarnya akan lebih tinggi jika dibanding dengan umat lain. Karena hal ini adalah merupakan syarat bagi kepercayaan umat lain kepada kita. Yang dengan perantaraan mana, wibawa akan meningkat, disegani di mana-mana, didengar suaranya, yang akhirnya kaum Muslimin di masa-masa yang akan datang akan memperoleh kejayaan yang gemilang sebagaimana yang telah diperoleh oleh Rasulullah saw. dan para sahabatnya dan juga yang diperoleh oleh kaum Muslimin di masa-masa kejayaan mereka dahulu.

220

99. Proses Kehendak Allah Sehingga Seseorang Akan Dikasih Sayangi atau Disiksa oleh-Nya

Surat 17 ayat 54 ini, terjemahan bebasnya adalah: Adapun Rabb kamu adalah Yang lebih mengetahui tentang keadaan kamu masing-masing. Jika Dia berkehendak, niscaya Dia akan mengasihsayangi kamu, atau jika Dia berkehendak, niscaya Dia akan menyiksa kamu. Dan tiadalah Kami mengutus engkau selaku pewakil atas mereka. Adapun proses kehendak Allah bahwa Dia akan merahmati/ mengasihsayangi, atau menyiksa seseorang itu tidak dapat dipisahkan dari peraturan-peraturan dan ketetapan-ketetapan-Nya yang ada dalam Alquran. Bagaimanakah peraturan-peraturan Allah itu, sehingga seseorang itu akan dirahmati, atau akan disiksa oleh-Nya? Semuanya itu diatur dan dijelaskan olehNya di dalam kitab Suci Alquran. Setiap rahmat atau siksaan yang dijanjikan akan diterima oleh seseorang itu telah ditetapkan oleh peraturan-peraturan-Nya yang begitu rapi, yang satu sama lain tidak akan mungkin bertentangan. Jadi amat salahlah ungkapan yang mengatakan, Allah itu berkuasa untuk melakukan apa saja yang Dia kehendaki, termasuk Allah itu berkuasa merahmati orang-orang yang kafir dan memasukkannya ke dalam surga, dan juga berkuasa menyiksa orang-orang yang bertakwa dan memasukkannya ke dalam neraka. Karena hal ini akan bertentangan dengan ketetapan-Nya sendiri, yakni yang menetapkan, Orang-orang yang kafir itu akan disiksa dan akan dimasukkan ke dalam neraka, baik di dunia ini ataupun sesudah kematian nanti (surat 3 ayat 56, surat 39 ayat 71 dan lain-lain). Dan akan bertentangan dengan ketetapan-Nya yang menetapkan, Orang-orang yang bertakwa itu akan dirahmati dan akan dimasukkan ke dalam surga (surat 4 ayat 129, surat 39 ayat 73 dan lain-lain). Di samping itu banyak ketetapan-ketetapan Allah yang ada dalam Alquran yang menetapkan, apa-apa yang telah dijanjikan oleh Allah melalui ketetapanketetapan-Nya yang ada dalam Alquran itu pasti akan terjadi (surat 10 ayat 55), dan tidak mungkin akan diperselisihi oleh-Nya atau tidak menjadi kenyataan (surat 13 ayat 31). Sedangkan peraturan-peraturan Allah yang menyebutkan bahwa seseorang itu akan dirahmati/dikasih sayangi oleh-Nya itu banyak sekali, di antaranya adalah: 1. Mengikuti Allah dan Rasul/risalahnya (surat 3 ayat 132, surat 6 ayat 155 dan surat 7 ayat 204). 2. Mengukuhkan makna salat dan membayar zakat (surat 24 ayat 56).

221

3. Banyak minta perbaikan/pengampunan pada Allah (surat 27 ayat 46). 4. Mengikuti para juru dakwah yang menyampaikan peringatan Alquran dengan pemahaman yang benar (surat 7 ayat 63). 5. Selalu memperhatikan dan merenungkan terhadap berbagai kejadian dan peristiwa yang ada di lingkungannya, baik lingkungan yang dekat, ataupun yang jauh, terutama peristiwa-peristiwa tragis yang telah terjadi dan sedang terjadi yang menimpa pada orang-orang yang jahat (surat 36 ayat 45). 6. Menjauhi niat-niat dan tindakan-tindakan jahat (surat 40 ayat 9). 7. Menjauhi perselisihan dan permusuhan, dan menjalin ukhuwah islamiyah yang sejati (surat 11 ayat 118-119). Itulah peraturan-peraturan Allah yang harus kita jalankan, yang dengan perantaraannya, maka kehendak Allah akan muncul ke permukaan untuk merahmati/mengasihsayangi kita. Tetapi sebailiknya kalau peraturan-peraturan itu kita langgar, maka kehendak Allah pun akan muncul ke permukaan untuk menyiksa kita. Itulah di antara maksud surat 17 ayat 54 tersebut di atas.

222

100. Hak Asasi dan Kewajiban Asasi Dalam Islam

Surat 17 ayat 81 ini, terjemahan bebasnya adalah: Dan hendaklah engkau mengatakan, Telah datang kebenaran itu dan telah lenyap kebatilan itu, sesungguhnya kebatilan itu pasti akan lenyap. Dalam surat 17 ayat 81 ini, kita disuruh oleh Allah untuk menyampaikan kebenaran kepada pihak lain agar kebenaran itu sampai di mereka, sehingga dengan perantaraan mana kebatilan-kebatilan yang selama itu ada pada mereka bisa terusir karenanya. Kalau kita meyakini Alquran itu sebagai suatu kebenaran yang datang dari Allah, maka kita harus menyampaikannya kepada pihak lain. Dan begitu juga kalau kita mempunyai pemahaman-pemahaman yang benar terhadap ayatayat Alquran, maka kita pun wajib menyampaikan kepada pihak lain yang selama itu memahami ayat-ayat Alquran dengan pengertian yang tidak benar. Karena dengan perantaraan mana, maka pemahaman-pemahaman yang tidak benar itu, akan terusir karenanya. Hal ini telah ditegaskan lagi oleh surat 21 ayat 18 yang berbunyi:

Terjemahan bebasnya adalah: Bahkan Kami akan melontarkan kebenaran untuk menghantam kebatilan, maka kebenaran itu akan menghancurkannya, lantas kebatilan itu akan benar-benar lenyap. Dalam surat 103 ayat 1 s/d ayat 3 ditegaskan Bahwa orang-orang yang mendapatkan kebenaran tidak mau menyampaikan kepada pihak lain, maka benar-benar dia akan merugi. Dari ayat-ayat tersebut, nyatalah, bahwa hak untuk menyampaikan kebenaran kepada pihak lain itu adalah hak asasi bagi setiap orang. Tetapi di samping hak asasi di mana seseorang bebas untuk menyampaikan apa saja yang dianggap dan diyakini sebagai suatu kebenaran, maka baginya ada kewajiban asasi yang wajib dilakukannya, yaitu mau mendengar pendapat orang lain, senang hati kalau dikritik dan dinasihati, sebagaimana firman Allah dalam surat 39 ayat 17, dan ayat 18 yang mengatakan, Hendaklah engkau memberi kabar gembira pada hamba-hamba-Ku, yang mana mereka mau mendengarkan berbagai pendapat orang lain, lantas mereka mengikuti yang paling baik/benar dari sekian pendapat-pendapat itu. Mereka-mereka itu adalah orangorang yang telah ditunjuki oleh Allah, dan mereka-mereka itu adalah orang-orang yang mempunyai akal sehat. Dari ayat ini jelaslah, bahwa petunjuk Allah itu akan datang pada seseorang apabila seseorang tersebut mau menggunakan akalnya dengan baik, dan mau mendengarkan berbagai pendapat orang lain. Adapun petunjuk Allah itu

223

banyak macamnya, yang di antaranya adalah petunjuk Allah terhadap seseorang, sehingga seseorang tersebut mendapatkan pemahaman yang benar dalam bidangbidang tertentu yang selama itu dia tidak tahu. Karena bagaimanapun, berdasarkan kenyataan yang ada, bahwa manusia itu pada saat-saat tertentu dapat meyakini barang yang batil dengan diyakininya sebagai suatu kebenaran yang dibelanya mati-matian, karena memang pada waktu itu, yang benar/hak belum datang padanya. Tetapi, karena dia mau menjalankan kewajiban asasi, seperti yang ada dalam ayat tersebut di atas, maka akhirnya barang yang batil yang diyakininya sebagai suatu kebenaran itu akan terkoreksi, dan akhirnya dia sadar, lantas membuang jauh-jauh keyakinannya yang ternyata salah itu. Kesadaran yang seperti itulah, merupakan petunjuk dari Allah dalam bidang yang dimaksud. Tetapi sebaliknya, bagi orang yang merasa dirinya dan kelompoknya yang paling benar, maka akhirnya dia tidak mau mendengarkan pendapat orang lain yang bukan dari kelompoknya. Orang yang model begini, walaupun dia rajin di dalam menyampaikan apa yang diyakininya itu benar, maka kesalahankesalahannya tidak akan pernah dapat terkoreksi, sehingga barang yang batil yang diyakininya sebagai suatu kebenaran itu akan tetap batil, dan akhirnya dari keadaan ini dia tidak akan pernah mendapatkan petunjuk dari Allah untuk mendapatkan kebenaran yang hakiki. Jadi kesimpulannya: barang yang benar/hak itu dapat menghancurkan, atau melenyapkan barang yang batil seperti yang ada dalam ayat-ayat tersebut di atas, maksudnya, Jika yang benar/hak itu dapat dipertemukan dengan barang yang batil di dalam diri seseorang, dan kalau sudah bertemu, maka keduanya akan bertempur dan berproses di dalam diri seseorang, dan kalau seseorang tersebut jujur, tidak ada kepentingan ini dan kepentingan itu, maka di saat itu yang hak dapat mengalahkan yang batil, sehingga yang batil itu dengan sukarela akan permisi keluar. Tetapi sebaliknya, kalau keduanya tidak bertemu, atau dengan kata lain kebenaran belum datang, maka yang batil tetap batil, walaupun secara turun temurun dan berabad-abad, barang-barang yang batil tersebut diyakininya sebagai suatu kebenaran. Untuk lebih jelaslah hal tersebut, dapat dilihat dalam bab Berpegang Teguh pada Tradisi Nenek-Moyang yang Keliru yang ada dalam MUQODDIMAH di depan.

224

101. Nabi Yahya Adalah Pelanjut Visi dan Misi Nabi Zakariya dan Beliau a.s. Tidak Mati Dibunuh Dalam surat 19 ayat 2 s/d ayat 15 telah dikisahkan, tentang Nabi Zakariya (sang Ayah), dan Nabi Yahya (sang Putra). Di dalam ayat-ayat tersebut telah dijelaskan, bahwa Nabi Yahya adalah Putra dan sekaligus pelanjutdari visi dan misi Nabi Zakariya. Dan dalam ayat 12 dan ayat 13, Allah menegaskan, Nabi Yahya telah diberi oleh-Nya hikmah/kecerdasan akal dan kesucian jiwa yang luar biasa dalam usia yang masih cukup muda/ (bukan waktu bayi). Sehingga beliau benar-benar dapat memahami kandungan kitab Taurat dengan sebaik-baiknya sebagaimana Ayahnya, Nabi Zakariya. Dan dalam ayat 15-nya ada isyarat, bahwa kematian Nabi Yahya itu bukan dibunuh oleh musuh. Karena banyak cerita yang mengatakan, bahwa beliau itu matinya adalah dibunuh oleh musuh, seperti cerita yang ada dalam kitab Perjanjian baru, Matius 14 ayat 10 s/d ayat 12 dan hadis-hadis palsu yang berasal dari cerita israiliyyat tersebut. Hal tersebut berdasarkan ayat 15-nya yang berbunyi:

Artinya: Adapun kesejahteraan/keselamatan adalah atas Yahya di waktu dia dilahirkan dan di waktu dia meninggal dan di waktu dia akan dibangkitkan. Dari ayat ini dengan tegas dikatakan, Nabi Yahya kematiannya bukan di tangan musuh. Kalau kematiannya di tangan musuh, sebagaimana cerita yang /keselamatan lazim didengar itu, maka tidak mungkin Allah mengatakan adalah atas Nabi Yahya di waktu dia akan/sedang mati. Dan di samping itu, dalam surat 40 ayat 51, Allah berjanji, bahwa Dia akan menolong rasul-rasulNya di dalam kehidupan di dunia ini. Sebagaimana telah disebutkan dalam ayat 12 dan ayat 13, Allah menegaskan, Nabi Yahya telah diberi oleh-Nya hikmah/kecerdasan akal, dan kesucian jiwa yang luar biasa dalam usia yang masih cukup muda/ . Kata yang biasa diartikan dengan anak kecil/bayi, dalam Alquran disebutkan sebanyak dua kali, yang pertama untuk Nabi Yahya a.s. itu sendiri, dan yang kedua untuk Nabi Isa a.s.. Kedua kata itu dalam Alquran dipakai dalam arti kinayah/kiasan, bukan dalam arti anak kecil yang masih bayi. Karena pada waktu itu, Nabi Yahya sudah diberi oleh Allah hikmah, kecerdasan, dan kesucian jiwa yang luar biasa. Bahkan pada waktu itu, Nabi Yahya a.s. sudah bisa berbakti kepada kedua orang tuanya (surat 19 ayat 12 s/d ayat 14). Sedangkan untuk Nabi Isa a.s., pada waktu itu beliau sudah diberi kitab oleh Allah dan sudah dijadikan Nabi (surat 19 ayat 29 dan ayat 30). Hal inilah yang menjadi alasan/

225

qoriinah, sehingga kata itu tidak dapat diartikan dalam arti yang hakiki/ benar-benar anak kecil yang masih bayi. Dan memang, banyak sekali kata-kata atau kalimat kinayah/kiasan yang digunakan di dalam ayat-ayat Alquran. Kalau kita tidak hati-hati, maka kita akan terjebak, sehingga kita akan mengartikannya dengan arti yang hakiki. Jika hal ini terjadi, maka akan kacau-balaulah pengertian-pengertian ayat-ayat Alquran, sehingga akan nampak bertentangan satu sama lain. Sehingga karenanya, ada celah-celah dan kesempatan yang empuk bagi musuh-musuh Islam untuk mencemooh dan menghina Alquran. Padahal hal itu semestinya tidak harus terjadi, jika seandainya ayat-ayat Alquran itu dapat dipahami, dimengerti, dan diterangkan sesuai dengan kehendak Allah itu sendiri, sebagaimana firman-Nya dalam surat 4 ayat 82: Kenapa mereka tidak mau merenungkan Alquran dengan baik? Kalau seandainya Alquran (dengan pengertian-pengertiannya yang benar) itu bukan berasal dari Allah, niscaya mereka akan menjumpai perselisihan/pertentangan yang banyak di dalamnya. Jadi, kalau ada musuh-musuh Islam berkesempatan menunjukkan pertentangan-pertentangan yang banyak yang ada dalam Alquran, maka hal itu disebabkan: karena yang mereka anggap bertentangan itu sebenarnya bukan pengertian yang benar yang dimaksudkan oleh Alquran. Hal ini dapat terjadi disebabkan: karena mereka sendiri yang salah di dalam mengartikan ayat-ayat Alquran, atau karena mereka mendapatkan pengertian-pengertian yang salah dari ayat-ayat Alquran yang berasal dari umat Islam itu sendiri, seperti yang ada dalam sebagian kitab-kitab tafsir. Yang lantas darinya mereka berkesempatan untuk menunjukkan pertentangan-pertentangan yang ada dalam Alquran. Hal yang seperti ini bukan karena salahnya ayat-ayat Alquran, tetapi salahnya mereka sendiri, yang tidak dapat memahami Alquran dengan benar dan tepat. Dan hal yang seperti ini jugalah yang berlaku pada diri Rasulullah saw. selaku pembawa dan pengamal Alquran, sehingga beliau dicela, dicemooh, dikatakan suka wanita, dikatakan porno, dikatakan kejam, dan lain-lain oleh mereka (nauudzubillah min dzaalik). Oleh karena itu, kita, kaum Muslimin mempunyai tugas yang sangat berat, yakni membersihkan pengertian-pengertian yang tidak benar dari ayat-ayat Alquran yang sudah banyak disalahpahami dan ditafsiri, dan juga membersihkan sejarah Rasulullah saw. dari cerita-cerita yang tidak benar dan diada-ada yang ditimpakan kepada beliau saw..

226

102. Pesan Penting Dalam Kisahnya Siti Maryam dan Sikapnya Orang-Orang Yahudi terhadap Nabi Isa a.s. Dalam surat 19 ayat 16 s/d ayat 40 telah dikisahkan, tentang Siti Maryam (sang Ibu), dan Nabi Isa (sang Putra) dengan orang-orang Yahudi, terutama alim ulamanya. Dalam ayat 16 ada kalimat Hendaklah engkau mengingat kisah Maryam di dalam kitab Alquran! Maksudnya adalah pesan yang ada dalam kisah tersebut supaya dijadikan pelajaran yang bermanfaat untuk kita. Dan dalam ayat 19-nya dikatakan, Anak yang akan lahir/Isa itu adalah seseorang anak yang sangat suci kepribadiannya. Bahkan dalam surat 3 ayat 48 dikatakan, Nabi Isa akan diajari oleh Allah tentang berbagai ketetapan, isi/jiwa Taurat, hikmah/kebijakan dan Injil. Sehingga karenanya, Nabi Isa dalam usia yang sangat relatif muda (istilahnya masih dalam buaian/ayunan) sudah melakukan berbagai kegiatan dakwah dengan berbagai argumen yang brilian kepada khalayak ramai, terutama kepada alim ulama Yahudi yang jago-jago lagi tersohor yang usianya (surat 3 ayat 46 dan surat 5 ayat 110). jauh di atas beliau/ Dengan bantuan Ruh Kudus, maka dakwah Nabi Isa a.s. itu mempunyai daya tarik, atau magnet yang sangat luar biasa, sehingga banyak dari antara mereka yang tertarik dan simpati, yang akhirnya menerima dakwah beliau itu. Dalam menghadapi hal itu, para alim ulama Yahudi yang sudah kehabisan hujah, akhirnya mereka mendatangi ibunya Nabi Isa, yakni Siti Maryam, dan mereka mengatakan kepadanya Wahai saudara perempuan Harun/wahai Maryam, kalau dilihat dari asal usul bapakmu dan ibumu dan seterusnya, bukanlah orangorang yang membikin onar, pengacau, pembangkang, dan lain-lain/ Karena hal tersebut menyangkut dakwah yang dilakukan oleh Nabi Isa a.s., maka sang Ibu mempersilahkan kepada alim ulama itu untuk langsung saja menanyakan kepada Nabi Isa/ . Kemudian mereka menjawab, Bagaimana kami harus berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan/ buaian/ ? Istilah kinayah ini digunakan oleh mereka, karena mereka merasa lebih tahu tentang isi kitab Taurat, lebih tua, lebih pintar, lebih tersohor, lebih banyak pengikut, dan lebih-lebih lainnya, yang karenanya mereka mengistilahkan dengan bahasa kinayah/kiasan bahwa Nabi Isa itu adalah anak yang masih ingusan, anak kecil yang masih dalam ayunan. Adapun pesan yang terkandung dalam kisah antara kedua belah pihak itu adalah jangan sampai sifat-sifat jelek dari alim ulama Yahudi itu ditiru oleh alim ulama dalam Islam. Dan alim ulama dalam Islam diharuskan menjauhkan diri dari sifat-sifat sombong seperti itu di dalam menghadapi berbagai persoalan dakwah yang disampaikan oleh pihak lain, yang walaupun dalam ukuran mereka pihak lain tersebut tidak memenuhi kriteria sebagai seorang juru dakwah dan

227

seorang ulama. Bukankah Allah akan memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki, dan memberikan kebenaran kepada siapa yang Dia kehendaki, dan juga memberikan kepahaman tentang isi kitab Suci kepada siapa yang Dia kehendaki (bukan menurut kehendak dan ukuran manusia) (surat 2 ayat 269, surat 10 ayat 35, surat 24 ayat 35 dan ayat 46, dan lain-lain). Dan tentang bagaimana keadaan dan sikap orang-orang Yahudi, terutama alim ulamanya tatkala Nabi Isa datang di tengah-tengah mereka, maka penjelasannya dapat dilihat dalam Bab: Nabi Isa Tidak Dihukum Salib Tetapi Beliau Disalib.

228

103. Mencari Kebahagian di Kemudian Hari dan di Hari Kemudian dengan Perantaraan Rezeki yang Diberikan oleh Allah

Kalimat singkat dalam surat 28 ayat 77 ini, terjemahan bebasnya adalah: Hendaklah kamu mencari kebahagian di kampung akhirat dengan perantaraan apa-apa rezeki yang Allah berikan kepada kamu, dan janganlah kamu melupakan kebahagian nasib kamu di dunia ini/di waktu dini. Biasanya ayat ini diartikan: Janganlah kamu hanya beribadah saja kepada Allah dengan tanpa bekerja dan berusaha untuk mencari dunia. Kalau hal ini kamu lakukan, berarti kamu telah mengejar kebahagian di akhirat dan melupakan kebahagianmu di dunia. Pengertian yang seperti ini tidak bisa dibenarkan, karena seseorang yang hanya beriman dan beribadah kepada Allah saja, tetapi tidak membuktikan keimanannya itu dengan melakukan amal-amal saleh di tengahtengah masyarakat, maka orang tersebut akan dimurkai oleh Allah dan akan ditimpa kehinaan di mana saja mereka berada (surat 3 ayat 112, surat 61 ayat 2 dll.). Tentang masalah keimanan dan beribadah kepada Allah, mohon dilihat dalam Bab: Beriman Kepada Allah/ , dan Bab: Beribadah . Kepada Allah/ Sesuai dengan ayat yang sebelumnya, dan sesuai dengan susunan kalimat dalam ayat itu sendiri, maka maksudnya, Hendaklah masing-masing orang mencari kebahagian di kemudian hari (di dunia ini) dan di hari kemudian (sesudah kematiannya nanti) dengan perantaraan rezeki apa saja yang diberikan oleh Allah kepadanya. Dan untuk mencapainya itu, jangan sampai melupakan kebahagian di awal-awalnya. Karena menurut surat 87 ayat 17, dan surat 93 ayat 4 disebutkan, Kebahagian yang terjadi di kemudian hari dan di hari kemudian itu akan lebih baik dan lebih kekal, jika dibanding dengan kebahagian yang terjadi di awalnya/ di masa dini. Untuk lebih jelasnya maksud ayat tersebut, baiklah di sini dikemukakan sebuah contoh: Kalau umpamanya seseorang pemuda mempunyai modal harta dari orang tuanya, maka modal tersebut harus dimanfaatkannya dengan sebaik mungkin untuk biaya pendidikannya demi kebahagiannya di kemudian hari/ . Karena dengan pendidikan itu, dia akan mendapatkan ilmu-ilmu yang sesuai dengan bidang yang ditempuhnya, yang dengan perantaraan mana dia akan bisa berkarya dan beramal saleh di tengah-tengah masyarakat sesuai dengan bidangnya itu. Dan dengan perantaraan hal tersebut, maka kehidupan dia di saat itu benar-benar bahagia/hasanah, dan dia senantiasa berada dalam keadaan yang penuh kebahagiaan itu. Sehingga keadaan tersebut menurut istilah ayat di yang baik/hasanah, atas, disebut dengan istilah kampung akhirat/

229

karena dia senantiasa tinggal atau berdiam di dalamnya. Jika keberadaan dia di dalamnya itu berlangsung dengan baik sampai dia meninggal dunia, maka dia pun dengan sendirinya akan langsung berada dalam kampung akhirat/ yang lebih baik, yang lebih hasanah, dan lebih kekal adanya. Tetapi sebaliknya, kalau dia itu setelah berhasil memperoleh jabatan penting karena ilmu-ilmu yang didapatnya dengan susah payah itu, kemudian dia tidak menggunakan jabatan itu dengan baik, bahkan dia menyalahgunakannya dengan sewenang-wenang, maka dia pun akhirnya di kemudian hari akan mengalami nasib yang celaka. Yang keadaan ini oleh Alquran disebut neraka Jahannam, karena dia akan selalu tinggal di dalamnya. Dan jika keadaan tersebut berlangsung terus sampai dia meninggal dunia, maka dia pun akan langsung masuk neraka Jahannam sesudah kematiannya itu. Jika perintah dalam ayat tersebut di atas dijalankan oleh pemerintahan negeri kita tercinta ini, maka kita bisa membayangkan betapa subur makmur dan gemah ripah loh jinawinya negeri ini di kemudian hari/akhirat yang hasanah. Karena pemerintahan di saat itu akan memanfaatkan rezeki Allah yang berupa sumber daya alam yang maha kaya ini untuk manfaat dan kebahagian rakyatnya, baik dalam jangka pendeknya, ataupun lebih-lebih lagi untuk jangka panjangnya. Jika hal ini terjadi pada pemerintahan kita yang tercinta ini, niscaya dengan sendirinya kejahatan-kejahatan yang akan muncul di tengah-tengah masyarakat, baik di tingkat bawah, ataupun di tingkat atas pasti akan dapat dienyahkan. Adapun maksud dari janganlah kamu melupakan kebahagian nasib kamu di dunia ini adalah di dalam mengejar kebahagian-kebahagian tersebut di atas itu, kita dilarang melupakan kebahagian-kebahagian di awalnya/di masa dini, yakni jangan sampai keperluan-keperluan yang primer yang dibutuhkan oleh kita di masa dini itu, kita lupakan dan kita abaikan. Untuk lebih jelasnya tentang makna dan , maka penjelasannya dapat dilihat dalam Bab: Hasanah di Dunia dan di . Akhirat/

230

104. Hari Perhitungan/Yaumul Hisaab Dunia Telah Hampir Tiba bagi Orang-Orang yang Berbuat Jahat

Surat 21 ayat 1 ini, terjemahan bebasnya adalah: Masa diperhitungkannya perbuatan-perbuatan jahat manusia itu telah hampir tiba, sedangkan mereka dalam keadaan berpaling di dalam kelengahan. Ayat ini, di masa Rasulullah saw. tertuju kepada orang-orang kafir musyrik Mekah, di mana pada waktu itu beliau diberi kabar oleh Allah dengan ayat tersebut, bahwa kejatuhan dan kekalahan mereka sudah hampir tiba. Dan ternyata dalam jangka waktu yang begitu singkat, ayat tersebut terbukti kebenarannya, yakni mereka dikalahkan dalam peperangan Badar dan peperangan-peperangan lainnya, sampai kota Mekah bisa ditaklukkan. Dan di saat itulah Hari perhitungan/yaumil hisaab dunia untuk mereka telah datang dan terbukti kebenarannya dengan sempurna. Di mana di saat tersebut, telah dibalas amal-amal kejahatan mereka terhadap kaum Muslimin, atau dengan kata lain hari pembalasan/yaumiddin dunia telah datang pada mereka. Tentang yaumul hisaab dunia dan hari pembalasan dunia, penjelasannya dapat dilihat dalam Bab: Setiap Orang di Dunia ini Mempunyai Kitab/ Catatan Amal yang Wajib Dibaca dengan Teliti. Dari ayat tersebut dengan berbagai kenyataannya yang ada, maka di masa sekarang ini, kita tidak perlu khawatir dan bersedih hati di dalam menghadapi mereka-mereka yang menolak dan melawan terhadap kebenaran Islam. Karena bagaimanapun dalam waktu yang tidak lama, mereka akan segera mengalami nasib seperti orang-orang kafir musyrik Mekah tersebut. Hal ini akan terbukti kebenarannya dengan syarat: jika pola pikir, akidah, dan tingkah laku kita dan juga apa yang kita sampaikan pada mereka-mereka itu adalah sesuatu yang benar menurut ukuran Allah dalam Alquran. Tetapi sebaliknya, kalau pola pikir, akidah, dan tingkah laku kita dan juga apa yang kita sampaikan kepada mereka itu sesuatu yang tidak benar menurut ukuran Allah dalam Alquran, maka kita pun akan selamanya dikalahkan oleh mereka. Perlu diberi tanda petik bahwa yaumul hisab seperti yang tersebut itu bisa terjadi pada penganut berbagai agama, termasuk penganut agama Islam. Dan kenyataan ini selalu kita saksikan dengan mata kepala sendiri, baik melalui media masa elektronik, cetak ataupun yang lainnya. Maka dari itu, hendaklah kita waspada dan selalu menjaga agar pola pikir, akidah, dan tingkah laku kita benarbenar sesuai dengan ketetapan-ketetapan dan peraturan-peraturan Allah yang ada dalam kitab Suci Alquran. Kalau tidak, maka kita pun akan kedatangan yaumul hisab yang mengakibatkan kita akan menjadi hina dan sengsara, baik di dunia ini, ataupun sesudah kematian nanti.

231

Tentang hal tersebut, penjelasannya dapat dilihat dalam Bab: Iman yang Sejati Merupakan Syarat Mutlak untuk Mencapai Keunggulan/ , dan Bab: Orang-Orang/ Kelompok yang Ada di Atas Petunjuk Alquran, Tidak Akan Dapat Dikalahkan oleh Siapa pun dan Kelompok Mana pun.

232

105. Setiap Kebenaran yang Datang Pasti Selalu Ditentang oleh Umum di Awalnya

Surat 21 ayat 2 ini, terjemahan bebasnya adalah: Setiap peringatan/ pelajaran baru yang berasal dari Allah yang didatangkan di tengah-tengah mereka, maka mereka selalu mempermain-mainkannya. Dalam ayat ini, dengan tegas telah dikabarkan, bahwa setiap diturunkannya ayat-ayat Alquran di masa Rasulullah saw., maka orang-orang yang kafir itu selalu mempermain-mainkannya. Dari ayat tersebut dapat diambil pelajaran, bahwa demikian juga halnya kalau pengertian-pengertian baru dari ayat-ayat Alquran yang didatangkan oleh Allah melalui orang-orang tertentu, seperti melalui para penyaksi/syahiid ataupun juru peringat/nadziir, maka pengertian-pengertian yang benar tersebut akan selalu dilecehkan dan dipermainkan oleh mereka-mereka yang di dalam beragama tidak mau menggunakan akal sehatnya, dan selalu berpegang teguh kepada tradisi nenekmoyangnya. Tentang hal ini dapat dilihat dalam Bab: Ayat-Ayat yang Muhkamaat/ dan Ayat-Ayat yang Mutasyaabihaat/ . Dan di dalam Bab: Berpegang Teguh pada Tradisi NenekMoyang yang Keliru yang ada dalam MUQODDIMAH di depan. Dan juga dalam Bab: Alquran Diturunkan oleh Allah dan Akan Dijaga olehNya. Perlu diberi tanda petik, bahwa peringatan/pelajaran/ yang berasal /sesuatu yang diadakan baru. dari Allah dalam ayat itu disifati dengan kata itu adalah isim Maful dari fiil Madli , yang kata mana biasa Kata diartikan dengan sesuatu yang baru yang sebelumnya tidak dikenal dan tidak ada contohnya. Karena kata itu adalah isim Nakiroh/kata yang sifatnya umum, maka ayat itu maksudnya adalah umum, sebagaimana yang sudah disebutkan. Jadi, baik ayat-ayat Alquran itu sendiri di masa Rasulullah saw., ataupun pengertian-pengertian baru dan pemahaman-pemahaman baru yang bersifat benar tentang maksud ayat-ayat Alquran sebagaimana yang sudah disebutkan, maka semuanya itu menurut ayat tersebut di atas, pasti akan mengalami nasib yang sama, yakni dipermain-mainkan dan diolok-olok oleh mereka-mereka yang di dalam beragama tidak mau menggunakan akal sehatnya dan selalu berpegang teguh pada tradisi nenek-moyangnya yang ternyata keliru.

233

106. Berbagai Arti Sholawaat Menurut Alquran Surat 33 ayat 43 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Allah-lah yang memberikan dukungan/support kepada kamu, begitu juga para malaikat-Nya agar Dia/Allah mengeluarkan kamu dari berbagai kegelapan kepada cahaya. Adapun dukungan yang paling agung yang berasal dari Allah itu ada bentuknya secara nyata, yakni dia adalah Alquran itu sendiri yang dibawa oleh malaikat kepada Rasulullah saw.. Yang dengan perantaraan Alquran itulah, maka Allah akan mengeluarkan manusia dari berbagai kegelapan kepada sinar petunjuk. Kemudian setelah orang-orang yang beriman mengikuti petunjuk Alquran, maka akan datang berbagai dukungan/sholawaat yang berasal dari Allah kepada mereka (surat 2 ayat 157). Yang tentunya menurut Alquran, dukungan itu akan berbentuk dukungan lahir, ataupun gaib, karena memang Allah itu Maha Penggerak terhadap kedua ciptaan-Nya itu. Kata adalah jamak dari kata tunggal atau , yang mana . Dalam Alquran kata disebutkan dia ini adalah Masdar dari fiil sebanyak 5 kali, yang pertama dalam surat 2 ayat 238, yang kata di situ tertuju kepada arti salat/sembahyang yang ada syarat dan rukunnya itu, yang kedua dalam surat 2 ayat 157, yang kata di situ tertuju kepada arti berbagai dukungan, yang ketiga dalam surat 9 ayat 99, yang kata di situ tertuju kepada arti berbagai dukungan, yang keempat dalam surat 22 dalam ayat ini tertuju kepada arti tempat-tempat ayat 40, yang kata dalam ayat ibadah, dan yang kelima dalam surat 23 ayat 9, yang kata ini tertuju kepada arti salat/sembahyang. yang berarti salat/sembahyang dalam Alquran Jadi, kata disebutkan sebanyak 2 kali, yang arti ini tidak perlu dikomentari karena sudah maklum adanya. yang berarti berbagai dukungan, dalam Alquran Sedangkan kata disebutkan sebanyak 2 kali, yang hal ini perlu dikomentari: 1. Dalam surat 2 ayat 157, di situ dikatakan, Orang-orang yang gigih/sabar di dalam menghadapi berbagai cobaan, dan mereka selalu mengembalikan urusannya kepada Allah, maka mereka-mereka itulah yang mendapatkan dan rahmat dari Rabb mereka, dan merekaberbagai dukungan/ mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. Jadi kalau seandainya mereka-mereka yang diuji dengan berbagai cobaan yang sangat berat itu tidak mendapatkan berbagai dukungan/bantuan dan kasih sayang/rahmat dari Allah, maka akan mustahil mereka akan dapat gigih/sabar. 2. Dalam surat 9 ayat 99, di situ ada kalimat yang artinya berbagai dukungan terhadap Rasulullah, maksudnya: orang-orang yang

234

beriman mengurbankan pada apa-apa yang ada pada mereka itu, tujuannya adalah untuk memberikan berbagai dukungan/support terhadap Rasulullah saw. demi tegaknya visi dan misi Islam. Kesemuanya itu dilakukan oleh mereka, agar mereka lebih dapat mendekatkan diri kepada Allah. yang berarti tempat-tempat Sedangkan yang satu lagi kata ibadah, seperti yang ada pada surat 22 ayat 40, yang kata di situ diartikan dengan arti tempat-tempat ibadah, karena tempat-tempat ibadah itu merupakan sarana pendukung bagi orang-orang yang melakukan ibadah di dalamnya, agar mereka dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah. Dan yang lebih penting dari itu, dalam surat 33 ayat 56, Allah telah menyuruh orang-orang yang beriman agar mereka bersolawaat kepada Nabi, maksudnya adalah agar orang-orang yang beriman selalu memberikan dukungan kepada Nabi saw. agar visi dan misi Islam dapat tegak di bumi. Untuk masa sekarang ini, hal tersebut dapat dilakukan dengan jalan Kita harus menghidupkan kembali visi dan misi Islam yang ada dalam Alquran yang merupakan peninggalan Nabi itu, sehingga benar-benar visi dan misi tersebut dapat tegak di bumi ini. Tetapi sebaliknya, dalam surat 9 ayat 84, Allah telah melarang orangorang yang beriman untuk memberikan sholawaat/dukungan kepada orang yang mati dalam kekafiran dan kedurhakaan, dan mereka juga dilarang berdiri kukuh di atas kuburnya, maksudnya adalah Orang-orang yang beriman dilarang memberikan dukungan dan menghidup-hidupkan kembali ajaran-ajaran dari orangorang yang sudah mati yang mana mereka telah mengufuri dan durhaka terhadap Allah, dan mereka juga dilarang menghidup-hidupkan namanya. dalam surat 9 ayat 84 itu tidak Kalimat bisa diartikan dengan arti janganlah engkau salat/sembahyang atas seorang dari berdasarkan surat 33 mereka yang telah mati selamanya karena kata ayat 43, surat 33 ayat 56, dan surat 9 ayat 103, dan juga berdasarkan berbagai kamus Arab,termasuk kamus Lisaanul Arob, maka kata itu tidak dapat diartikan dengan arti salat/sembahyang, tetapi kata itu harus diartikan dengan arti bersholawaat/mendukung.

235

107. Allah Akan Menguji Kita dengan Berbagai Keburukan dan Kebaikan

Dalam surat 21 ayat 35 ini telah ditegaskan, Setiap manusia itu pasti akan mengalami kematian. Allah akan menguji kita dengan kejelekan dan kebaikan yang keduanya selaku cobaan untuk kita, dan kita semua akan kembali kepadaNya. Kata kejelekan dan kebaikan itu sifatnya umum. Jadi, apa saja yang secara lahiriah jelek dan kita tidak menyukainya, maka hal itulah yang dimaksud dengan kejelekan oleh ayat itu. Dan sebaliknya, apa saja yang secara lahiriah baik dan kita menyukainya, maka hal itulah yang dimaksud dengan kebaikan dalam ayat tersebut. dalam ayat itu yang artinya Kami/Allah menguji yang Kata-kata kata pokok/Masdarnya , maka maksudnya adalah dengan perantaraan halhal yang jelek dan hal-hal yang baik yang kita terima, maka di situlah Allah hendak menguji kita, sehingga dengan perantaraannya, kita akan dapat diketahui oleh-Nya, bagaimana sikap kita terhadap dua hal tersebut. Kalau kita di dalam menghadapi hal-hal yang jelek, kita bersikap positif, baik sangka kepada Allah, selalu gigih/sabar, tetap beramal saleh, maka hal itu akan dinilai baik oleh Allah. Tetapi sebaliknya, kalau kita di dalam menghadapinya itu, kita selalu bersikap negatif, buruk sangka kepada Allah, berputus asa, mengeluh dan akhirnya melakukan hal-hal yang masa bodoh, maka hal itu akan dinilai tidak baik oleh Allah. Dan kalau kita di dalam bersikap terhadap hal-hal yang baik yang kita terima, kita mau menghargainya/mensyukurinya, dengan jalan memanfaatkan kebaikan-kebaikan tersebut untuk lebih dapat meningkatkan di dalam beramal saleh, maka hal itu akan dinilai baik oleh Allah. Tetapi sebaliknya, kalau sikap kita terhadapnya, kita tidak memanfaatkannya dengan baik, malahan dengan perantaraannya, volume kejahatan kita meningkat, sehingga pihak lain banyak yang dirugikan, maka hal tersebut akan dinilai tidak baik oleh Allah. Jadi kesimpulannya: dinilai baik dan dinilai tidak baik oleh Allah itu tergantung dari bagaimana sikap kita terhadap dua hal tersebut, seperti yang sudah dijelaskan. Dan dengan perantaraan dua hal tersebutlah, maka kualitas/jati diri kita yang sebenarnya akan dapat diketahui oleh Allah, dan akhirnya oleh masyarakat. Karena dengan tanpa dua hal tersebut, maka jati diri kita yang sebenarnya, tidak dapat diketahui/masih tersembunyi/masih terahasiakan. /ujian dalam surat 86 ayat 9, diartikan dengan menampakkan Sehingga, kata sesuatu yang sebelumnya masih rahasia/ , karena memang, fungsi dua hal tersebut tujuannya adalah untuk menguji kita, sehingga dengan

236

perantaraannya, kualitas dan jati diri kita yang sebenarnya akan dapat diketahui dengan baik/tidak tersembunyi dan tidak terahasiakan lagi. Sehingga, di dalam surat 47 ayat 31, lebih ditegaskan lagi, bahwa Allah akan selalu menguji kita dengan berbagai macam ujian, sehingga akan dapat diketahui oleh-Nya, siapasiapa di antara kita yang terus gigih berjuang di dalam menegakkan visi dan misi Islam, sehingga karenanya keadaan mental atau jati diri kita yang sebenarnya akan dapat diketahui oleh Allah. Jika kita lulus di dalam menghadapi berbagai ujian itu, maka kita pun akan mendapatkan berbagai pertolongan/dukungan dan rahmat dari Allah, dan akhirnya kita dicatat sebagai orang-orang yang selalu mendapat petunjuk dari Allah (surat 2 ayat155 s/d ayat 157).

237

108. Hakikat Baiat/ ...

Menurut Alquran

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang menjual kesetiaan/berjanji setia kepada engkau/Muhammad adalah hakikatnya mereka itu sama halnya mereka berjanji setia kepada Allah, Tangan Allah adalah di atas tangan-tangan mereka . Dalam surat 48 ayat 10 ini, ada kalimat yang diterjemahkan dengan menjual kesetiaan/berjanji setia, karena kata itu asal-asalnya berasal dari kata , yang artinya menjual lawan kata dari , yang artinya membeli (kamus Lisanul Arob). Di dalam surat 48 ayat 10 itu, disebutkan, Bahwa orang-orang yang menjual kesetiaan/berjanji setia kepada Rasulullah saw., maka hakikatnya adalah mereka itu sama halnya menjual kesetiaan kepada Allah. Karena mereka itu hakikatnya telah menjual/mengurbankan jiwa dan harta mereka yang telah dibeli oleh Allah dengan surga/ (surat 9 ayat 111). Jadi, di masa Rasulullah saw. orang-orang yang beriman telah menjual kesetiaan/berjanji setia kepada Rasulullah saw. untuk mengurbankan jiwa dan harta mereka demi tegaknya visi dan misi Islam yang ada dalam Alquran. Sehingga di dalam surat 9 ayat 111 itu, ada kalimat yang berbunyi hendaklah kamu . bergembira dengan penjualan kamu itu/ Kalimat ini ditujukan kepada orang-orang yang beriman yang menyempurnakan dengan baik terhadap perjanjiannya itu. Dalam kalimat itu ada kata dan , yang kata ini adalah fiil Madli, yang fiil Mudlore-nya yang ada di surat 48 ayat 10 tersebut di atas. Jadi, antara surat 9 ayat 111 dan surat 48 ayat 10 ini, satu sama lain saling berhubungan, yang satu membeli dan yang satu menjual, yakni Allah membeli jiwa dan hartanya orang-orang yang beriman untuk diganti dengan surga, dan orang-orang yang beriman pun menjualnya/mengurbankannya dengan mendapatkan ganti surga yang penuh dengan kegembiraan itu. Jadi kesimpulannya: Hakikat baiat/ menurut Alquran adalah, seperti yang telah disebutkan oleh kedua ayat itu. Dengan demikian, orang-orang yang beriman di kelompok mana pun mereka berada, maka mereka dapat melakukan baiat yang seperti itu dengan syarat kelompok/jemaah tersebut, visi dan misinya mengajak umat kepada Allah, atau dengan kata lain jemaah tersebut hendak menegakkan visi dan misi Islam yang ada dalam Alquran (surat 3 ayat 104 dan surat 41 ayat 33).

238

109. AS-Saaah itu Tidak Hanya Tertuju pada Hari Kiamat Sesudah Kematian

Surat 54 ayat 1 ini, terjemahan bebasnya: As-saaah/saat kehancuran itu telah hampir tiba untuk mereka dan telah terbelahlah bulan itu. Ayat ini senada dengan surat 21 ayat 1, yang berbunyi:

yang terjemahan bebasnya: Masa diperhitungkannya perbuatan-perbuatan jahat manusia itu telah hampir tiba, sedangkan mereka dalam keadaan berpaling di dalam kelengahan dari peringatan-peringatan Alquran. Kedua ayat itu di masa Rasulullah saw. tertuju, terutama terhadap orangorang kafir musyrik Mekah yang menolak dan menentang beliau saw.. Di mana pada waktu itu beliau diberi kabar oleh Allah dengan ayat tersebut, bahwa Assaaah/saat kehancuran bagi orang-orang yang menolak dan menentang beliau saw. itu sudah hampir tiba. Dan ternyata dalam jangka waktu yang begitu singkat, ayat tersebut terbukti kebenarannya, yakni mereka dikalahkan dalam peperangan Badar dan peperangan-peperangan lainnya sampai kota Mekah bisa ditaklukkan. Dan di saat yang terakhir itulah as-saaah/saat kehancuran dan hari perhitungan/yaumil hisaab dunia untuk mereka telah datang dan terbukti kebenarannya dengan sempurna (benar-benar bulan telah terpecahkan, di mana bulan merupakan simbol dari kekuasaan kaum musyrikin Mekah). Di mana di saat itu telah diperhitungkan dengan matang oleh Allah, dan akhirnya dibalas amal-amal kejahatan mereka terhadap kaum Muslimin. Sehingga pada waktu itu, as-saaah/saat kehancuran bagi mereka itu telah tiba/jatuh tempo, atau dengan kata lain hari pembalasan/yaumiddiin dunia telah datang pada mereka. Dan tentang kata , yang diartikan dengan as-saaah/saat kehancuran itu dalam Alquran disebutkan sebanyak 40 kali. Perlu diberi tanda petik, bahwa kata itu jangan hanya dipahami dan tertuju kepada , dalam arti hari kiamat yang terjadi sesudah kematian nanti, bahkan kata yang disebutkan berulang-ulang dalam Alquran itu justru sering tertuju pada saat kehancuran/hari-H yang naas, yang di dalam hari-H mana, Allah telah memperhitungkan dan memutuskan untuk membalas/menghukum terhadap orang-orang yang menolak kebenaran itu, baik terhadap orang-orang yang menolak kebenaran di zaman dahulu, ataupun di zaman sekarang, dan di masa-masa yang akan datang.

239

Dan di masa kaumnya nabi-nabi yang dahulu, as-saaah/saat kehancuran itu telah terjadi, seperti yang terjadi pada kaumnya Nabi Nuh, kaum Aad, kaum Tsamud, Firaun dan kaumnya, kaum Bani Israil yang menentang nabi-nabi mereka, dan kaum Musyrikin di masa Rasulullah saw., dan juga pada kaum/bangsa-bangsa, termasuk di dalamnya kaum Muslimin yang pola pikir dan tingkah lakunya sudah jauh menyimpang dari petunjuk Alquran, seperti yang telah terjadi di dalam berbagai peristiwa kejatuhan/kekalahan kaum Muslimin di Bagdad (1258 M) dan di Spanyol, di Palestina, dan di tempat-tempat lain dan seterusnya dan seterusnya. Hal yang seperti itu sedang terjadi di mana-mana (sebagaimana yang sama-sama kita saksikan), dan akan terus terjadi terhadap siapa saja dan bangsa mana saja yang menolak terhadap peringatan-peringatan Allah dalam Alquran. Karena, hal itu telah dijanjikan oleh Allah secara pasti terhadap mereka. Oleh karena itu Allah memerintahkan berkali-kali terhadap orang-orang atau bangsabangsa, termasuk kita kaum Muslimin agar mau mempelajari dan merenungkan baik-baik terhadap berbagai sejarahnya bangsa-bangsa atau umat-umat yang terdahulu yang telah dijatuhkan dan dibinasakan oleh Allah dengan firman-Nya yang berbunyi:

Yang artinya: Maka hendaklah kamu berjalan di bumi, lantas hendaklah kamu memperhatikan bagaimana akibat siksaan/saat kehancuran yang dialami oleh orang-orang yang mendustakan peringatan-peringatan Allah itu (surat 3 ayat 137). Ayat yang seperti ini diulang berkali-kali dalam Alquran, yang di antaranya di dalam surat 6 ayat 11, surat 16 ayat 36, surat 27 ayat 69, dan lain-lain. Dalam ayat-ayat tersebut, manusia, termasuk kita, kaum Muslimin disuruh mempelajari, memperhatikan dan merenungkan dengan baik-baik terhadap sejarahnya bangsa-bangsa atau umat-umat yang terdahulu dari kita yang telah dibinasakan dan dihancurkan oleh Allah swt.. Jadi yang diperintahkan oleh Allah di sini adalah agar kita memperhatikan as-saaah/saat kehancuran yang dialami oleh mereka-mereka itu. Bagaimana dahsyat dan pedihnya hal itu telah dialami oleh mereka. Sehingga dengan memperhatikan dan merenungkan hal tersebut, kita akan dapat berhati-hati di dalam menjalani kehidupan ini dan selalu mentaati peraturan-peraturan Allah di mana pun dan kapan pun dan dalam situasi apa pun, dan akhirnya kita akan dapat terhindar dari as-saaah/saat kehancuran seperti itu. Tetapi sebaliknya, bagi orang-orang yang kafir dan terus menerus menolak terhadap perintah dan peringatan Allah itu, bahkan mereka malah minta supaya as-saaah/saat kehancuran itu segera didatangkan kepada mereka (surat 42 ayat 18), yang hal itu terbukti dari sikap mereka yang tidak henti-hentinya di dalam

240

menolak berbagai peringatan yang telah sampai kepada mereka dan melakukan berbagai kejahatan yang makin hari makin menjadi-jadi, maka saat kehancuran yang dijanjikan kepada mereka itu pun, makin hari makin mendekati kepada (surat 21 ayat 97). mereka/

241

110. Prosedur untuk Menegakkan Syariat Islam Menurut Alquran Perlu diberi tanda petik bahwa untuk menegakkan syariat Islam dalam sebuah negara itu bukanlah suatu hal yang mudah. Karena yang namanya syariat Islam itu jumlahnya sangat banyak sekali, tidak hanya terbatas pada hukumhukum pidana dan hukum-hukum perdata belaka, tetapi menyangkut peraturanperaturan dan berbagai ketetapan Allah yang harus dilakukan dan dijauhi oleh umat manusia, khususnya oleh umat Islam, baik oleh pikiran, hati dan perbuatan mereka. Yang masing-masingnya itu barangnya ada dalam kitab Suci Alquran. Sehingga definisi syariat menurut kamus-kamus Arab dikatakan,

yang artinya: Syariat itu adalah apa-apa yang saja yang telah disyariatkan oleh Allah untuk hamba-hamba-Nya, baik dia berbentuk perbuatan-perbuatan dan ketetapan-ketetapan lain yang harus dijalankan dan dijauhi oleh mereka. Untuk menegakkan syariat Islam dalam sebuah negeri yang demokratis lagi islami, maka mekanismenya adalah kaum Muslimin harus mempunyai wakilwakilnya di badan legislatif yang dapat menyuarakan suara Alquran, sehingga hukum-hukum, baik pidana, ataupun perdata, ataupun peraturan-peraturan lainnya yang disuarakan oleh Alquran akan dapat disuarakan oleh mereka dalam badan tersebut. Dan akhirnya dapat menjadi undang-undang yang wajib dilaksanakan oleh pihak eksekutif, yang dengan perantaraannya, penduduk negeri tersebut dalam segala aspek kehidupannya dapat menjalankan syariat Islam. Jadi itulah mekanismenya yang harus ditempuh dalam sebuah negeri yang demokratis lagi islami, sebuah negeri yang segala urusannya harus diputuskan atas dasar musyawarah dari berbagai penduduknya/wa amruhum syuuro bainahum. Oleh karena itu, jika kaum Muslimin ingin agar syariat Islam dapat dilaksanakan di negeri Indonesia tercinta ini, maka prosedur dan tahap pertama yang harus ditempuh oleh kaum Muslimin adalah menunjukkan akhlak-akhlak yang mulia di tengah-tengah masyarakat negeri ini, sehingga dengan perantaraan akhlak mana, mayoritas penduduk negeri ini, baik yang Muslim, ataupun yang non-Muslim akan simpati pada mereka. Dan akhirnya pada waktu pemilihan umum, mereka akan memilih partai Islam yang benar-benar islami. Yang dengan perantaraannya, mayoritas anggota badan legislatif tersebut akan dapat dikuasai oleh merekamereka yang sanggup menyuarakan suara Alquran. Sehingga suara-suara yang disuarakan Alquran, baik yang menyangkut soal hukum ataupun peraturanperaturan lainnya akan dapat menjadi undang-undang yang disahkan. Jadi kesimpulannya, soal syariat Islam itu dapat dilaksanakan di negeri ini atau tidak, itu tergantung dari orang-orang Islam itu sendiri. Kalau mereka sanggup menunjukkan akhlak-akhlak yang mulia di tengah-tengah masyarakat,

242

maka dengan sendirinya hukum Islam atau syariat Islam itu akan bisa dilaksanakan di negeri ini sebagaimana yang sudah dijelaskan. Sehingga karenanya Rasulullah saw. bersabda, Hanya dengan akhlak-akhlak yang mulialah, kamu akan dapat mempengaruhi masyarakat, sehingga mereka akan simpati dan tertarik pada kamu. Dan beliau juga bersabda, Aku diutus oleh Allah agar manusia mempunyai akhlak yang mulia. Dan hakikat agama Islam itu intinya adalah akhlak yang mulia/keindahan budi pekerti. Akhlak-akhlak yang mulia ini, terutama yang menyangkut enam hal sebagaimana yang Rasulullah saw. jelaskan, yakni: a. Kalau bicara harus benar dan jujur dalam keadaan apa pun (dalam arti luas), b. kalau berjanji harus menepati (dalam arti luas), c. kalau diberi amanat, apa pun bentuknya harus dilaksanakan dengan baik. (dalam arti luas), d. mencegah diri dari melakukan tindakan-tindakan yang dapat merugikan orang lain, baik yang menyangkut hak milik seseorang dan masyarakat, ataupun hak-hak asasi manusia secara umum, e. menjalani kehidupan ini dengan penuh kehormatan dengan jalan menjauhi hal-hal negatif yang ditimbulkan oleh mata, dan f. menjauhi perbuatan-perbuatan keji yang berhubungan dengan perempuan (bagi lelaki) dan sebaliknya. Enam hal tersebut erat kaitannya dengan masalah keimanan. Yang mana hal itu telah dijelaskan dalam Bab: Beriman Kepada Allah/ . Jika dalam hal akhlak mulia yang terdiri dari enam perkara tersebut, kaum Muslimin dapat mengungguli kuantitas dan kualitasnya atas umat yang lain, maka kaum Muslimin akan dengan mudah menegakkan syariat Islam di negara mana pun di mana mereka tinggal. Tetapi sebaliknya jika enam hal tersebut, mereka tidak mau melakukan dengan baik, maka jangan diharap syariat Islam bisa ditegakkan oleh mereka walaupun mereka berusaha sekeras apa pun dan sebengis apa pun. Jika dalam enam hal itu saja, mereka tidak dapat melaksanakan dengan baik (malahan kalah dengan umat lain), maka bagaimana mungkin syariat Islam dapat ditegakkan. Karena pada waktu itu mereka telah meninggalkan dasardasar syariat Islam. Dan pada waktu itu pula, hakikat islam dan hakikat iman sudah lepas dari mereka, dan yang ada hanya kemurkaan Allah untuk mereka (surat 61 ayat 2 dan ayat 3, dan hadis-hadis Nabi). Di sinilah rahasianya kenapa kaum Muslimin di masa lalu memperoleh kemenangan dan kejayaan yang begitu gemilang yang tiada taranya di dalam sejarah kemanusiaan, baik kemenangan dan kejayaan mereka di Madinah, di Mekah, di Kufah, di Bagdad, di Mesir, di Spanyol, di Turki, dan lain-lain. Tetapi sebaliknya tatkala akhlak-akhlak yang mulia itu lepas dari mereka, dan akhlakakhlak yang tidak islami menjangkiti mereka, maka akhirnya mereka pun menjadi

243

kelompok-kelompok dan partai-partai Islam yang terpecah belah, yang masingmasingnya bukan menyuarakan suara Alquran, tetapi mereka menyuarakan suarasuara untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Jika hal ini terjadi di negeri kita tercinta ini, maka sekali lagi jangan diharap bahwa syariat Islam itu akan dapat dilaksanakan di negeri ini.

244

111. Nabi Adam a.s. Bukan Manusia Pertama

Terjemahan bebasnya: Adakah telah datang sesuatu waktu dari masa yang cukup lama atas keberadaan manusia, yang mana waktu tersebut tidak bisa diingat/ disebut lagi oleh sejarah kemanusiaan? Berdasarkan surat 76 ayat 1 ini, maka jelaslah, bahwa keberadaan manusia di jagad ini sudah lama ada dari waktu ke waktu sejak zaman dahulu kala, yang mana waktu tersebut sudah tidak dapat diingat lagi oleh sejarah kemanusiaan karena lamanya/ . Tetapi walau pun begitu tentang proses penciptaan manusia itu sendiri dari waktu ke waktu adalah sama, yakni melalui proses hubungan laki-laki dan perempuan (ayat 2-nya). Dan kepada generasi manusia mana pun yang berada dari waktu ke waktu itu, Allah selalu memberikan tuntunan-Nya melalui rasul-rasul-Nya. Di mana berbagai generasi itu silih berganti dari waktu ke waktu sampai ke generasi kita sekarang. Yang mana generasi kita ini diawali oleh suatu masyarakat yang merupakan sebagian sisa-sisa dari generasi sebelumnya yang telah dihancurkan oleh Allah karena kekufurannya. Dan dari masyarakat yang tersisa itulah, Allah telah memilih rasul-rasul-Nya yang di antaranya adalah Nabi Adam untuk menjadi pembimbing mereka, kemudian Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa (surat 3 ayat 33), dan lain-lainnya sampai kepada Rasulullah saw. yang membawa kitab petunjuk Alquran. Yang mana generasi kita saja apabila dihitung ke belakang dari waktu sekarang sampai kepada Nabi Adam kita itu sudah mencapai sekitar 6000 tahun lebih (?). Dan entah kapan generasi kita sekarang ini akan dihancurkan oleh Allah karena kekufurannya, kemudian Dia akan memulai lagi dengan generasi baru seperti yang sudah-sudah. Begitulah seterusnya sampai batas waktu yang dikehendaki oleh Allah. Dan di dalam ayat 3-nya dari surat 76 itu telah disebutkan, Tiap-tiap generasi yang ada dari waktu ke waktu itu selalu mendapat tuntunan dan bimbingan dari Allah dengan perantaraan rasul-rasul-Nya. Yang darinya, muncullah dua golongan manusia, yakni golongan yang mengufuri dan menentang terhadap risalah yang dibawa oleh rasul-rasul itu, dan golongan yang mengimani dan melaksanakan petunjuk-petunjuknya. Dan di dalam ayat 4-nya disebutkan, Golongan yang mengufuri dan menentangnya itu oleh Allah akan dibelenggu dengan berbagai kesulitan hidup, dan kemudian dimasukkan ke dalam neraka yang menyala. Sedangkan Golongan yang mengimani dan melaksanakan petunjukpetunjuknya, maka mereka akan mendapatkan berbagai kenikmatan, kesenangan, dan kebahagiaan hidup surgawi (ayat 5 s/d ayat 22 nya). Balasan neraka dan balasan surga yang dialami oleh dua golongan manusia tersebut sudah pernah terjadi di masa lalu, dan sedang terjadi di masa sekarang, dan akan terjadi di kemudian hari dan di hari kemudian sesudah kematian nanti.

245

Penjelasan hal tersebut dapat dilihat dalam Bab: Azab di Dunia dan di Akhirat/ . Berdasarkan surat 76 ayat 1 s/d ayat 22 tersebut, maka jelaslah bahwa Nabi Adam a.s. yang hidup sekitar 6000 tahun yang lalu itu, bukanlah manusia yang pertama, karena sejarah beliau a.s. tersebut masih bisa diingat oleh sejarah. Sedangkan di dalam surat 76 ayat 1 sebagaimana yang telah disebutkan bahwa keberadaan manusia di jagad ini sudah lama ada dari waktu ke waktu sejak zaman dahulu kala, yang mana waktu tersebut sudah tidak dapat diingat lagi oleh sejarah kemanusiaan karena lamanya/ . Di samping itu, tidak ada satu ayat pun dalam Alquran yang menyebutkan, Nabi Adam a.s. itu adalah manusia yang pertama. Bahkan dalam surat 3 ayat 33 ada isyarat langsung yang menyebutkan, Nabi Adam a.s. itu bukanlah manusia pertama. Di mana dalam ayat tersebut, dikatakan, Adam adalah seseorang yang dipilih oleh Allah untuk menjadi nabi sebagaimana Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa. Perlu diberi tanda petik tentang kalimat Allah memilih Adam ... dalam ayat 33 tersebut, yakni Allah memilihnya sebagai nabi. Kalau Adam yang dipilih oleh Allah sebagai Nabi itu adalah manusia yang pertama, tentu Allah tidak akan menggunakan kata memilih dalam ayat itu. Karena istilah memilih itu adalah memilih dari sekian banyak orang yang telah ada. Memang banyak cerita-cerita yang bersumber dari kitabkitab agama yang sudah tidak orsinil lagi, dan juga dari hadis-hadis israiliyat yang palsu yang mengatakan, bahwa Nabi Adam a.s. itu adalah manusia yang pertama. Tetapi semuanya itu tidak bisa dipertanggungjawabkan karena bertentangan dengan nas-nas Alquran dan juga bertentangan dengan fakta sejarah yang ada yang didukung oleh ilmu pengetahuan modern beserta berbagai penemuan-penemuan barunya, terutama penemuan-penemuan baru di bidang arkeologi. Kata Adam dalam Alquran disebutkan sebanyak 25 kali. Kalau kita cermati dengan teliti, maka nyatalah bahwa istilah Adam yang disebutkan dalam Alquran itu dibagi menjadi dua: Yang pertama, kata Adam yang diperuntukkan untuk sebutan/nama seseorang yang dipilih oleh Tuhan untuk menjadi nabi, yakni Nabi Adam, seperti yang ada dalam surat 3 ayat 33, surat 19 ayat 58, dan surat 3 ayat 59. Yang kedua, kata Adam yang diperuntukkan untuk sebutan/peristilahan seluruh manusia, seperti yang ada dalam surat 7 ayat 11 yang jalan ceritanya selanjutnya sebagaimana yang ada dalam surat 15 ayat 28 s/d ayat 40, dalam surat 38 ayat 71 s/d ayat 83, dan lain-lain. Jadi, ayat-ayat Alquran yang ada kata Adam yang jalan ceritanya seperti yang ada dalam ayat-ayat di bagian yang kedua itu, maka istilah Adam tersebut jelas tertuju kepada Adam dalam arti seluruh manusia.

246

112. Allah Tidak Layak Bersumpah dengan Ciptaan-Nya

Terjemahan bebasnya: Dengan Isimnya Allah, Yang Maha Pengasih lagi Yang Maha Penyayang. Yaa Siin. Dan dengan perantaraan Alquran yang maha menghakimi itu, maka sesungguhnya engkau benar-benar seorang rasul yang berada di atas tuntunan yang kukuh/tegak. Ayat-ayat tersebut kalau diterjemahkan berdasarkan Nahwu-Sorof, akan menjadi: Dengan Isimnya Allah Yang Maha Pengasih (lagi) Yang Maha Penyayang. 1. Yaa Siin. 2. Dan (dengan) Alquran yang maha memutuskan/menghakimi, 3. sesungguhnya (adapun) engkau (adalah) sungguh tergolong orang-orang yang diutus/rasul-rasul, 4. (yang ada) di atas (sesuatu) tuntunan yang minta pengukuhan/ kukuh. Kata (dengan) yang dikurung dalam terjemahan ayat 2 surat Yaasiin itu adalah terjemahan dari kata sambung yang dibuang/ , karena kata
sambung di situ adalah sebagai huruf Athaf/ yang artinya dan. Kalau kata sambung di situ diartikan sebagai huruf Qosam/ yang artinya demi, maka sesuatu hal yang mustahil kalau Allah bersumpah dengan Alquran atau dengan makhluk-makhluk-Nya yang lain, seperti bersumpah Demi langit , Demi bumi , Demi malam , Demi siang , dan lain-lain sebagaimana yang terdapat dalam berbagai kitab Tafsir. Dan di samping itu Rasulullah saw. melarang seseorang bersumpah dengan pakai nama yang bukan nama Allah. Karena yang namanya sumpah itu tak ubahnya, seperti rekomendasi. Dan yang namanya rekomendasi itu biasanya memakai atas nama , yang nama mana adalah lebih tinggi dan lebih dapat dipercaya dari orang yang diberi rekomendasi. Sehingga seseorang yang mendapatkan rekomendasi itu akan lebih dapat dipercaya dan akhirnya dikabulkan tentang maksud dan tujuan yang diharapkannya. Jadi sesuai dengan kemahabesaran dan kemahakayaan Allah, maka sesuatu hal yang mustahil bagi Allah kalau Allah bersumpah dengan ciptaanciptaan-Nya itu. Oleh karena itu setiap kata sambung dalam ayat-ayat Alquran yang biasa diartikan dengan arti demi dan yang mengucapkan kata demi itu adalah Allah, maka dia akan selalu diartikan dengan arti huruf Athaf yang /sesuatu yang diikuti artinya dan. Dan adapun yang diathafi/ adalah kata-kata sebelumnya. Seperti umpamanya dalam kalimat dalam surat Yaasiin tersebut, maka di situ kata kata yang ada pada yang hakikatnya sama dengan diathafkan/diikutkan pada diterjemahan dengan arti dan . Oleh karena itu, kalimat

247

dengan Alquran yang maha memutuskan/menghakimi. Maksudnya dengan perantaraan Alquran yang maha menghakimi itulah, maka jelaslah bahwa Muhammad yang menerima Alquran itu adalah Rasul Allah yang berada di atas suatu tuntunan yang kukuh/benar (ayat 3 dan ayat 4-nya). Adapun tentang kata sambung yang seperti itu yang oleh penulis diterjemahkan dengan arti dan (dengan), maka hal itu didasarkan pada pendapatnya dua orang ahli Nahwu terkenal yang bernama Imam Sibaweh dan Al Kholil. Dua orang jago Nahwu ini mengatakan, Kata sambung yang ada pada ayat yang berbunyi:

masing-masingnya adalah huruf-huruf Athaf, yang tentunya dengan pakai arti dan (dengan), bukan dengan arti demi. Pendapat dua orang jago ahli Nahwu ini, dapat dilihat dalam kitab Iroobul Quraanil Karim wa Bayaanuhu, karangan Muhyiddin Addirwisy jilid 8 di bab Fawaaid halaman 247.

248

113. Dua Macam Ayat-Ayat Allah

Terjemahannya berdasarkan Nahwu-Sorof: Dengan Isimnya Allah Yang Maha Pengasih (lagi) Yang Maha Penyayang. 1. Alif Laam Roo. (adapun) Itu (adalah) ayat-ayatnya Alkitab dan (ayat-ayatnya) (sesuatu) bacaan yang menerangkan. . Dalam terjemahan tersebut, kata itu adalah terjemahan dari kata ini asalnya adalah . Isim Isyaroh ini dimabnikan atas sukun yang Kata ada di huruf , kemudian sukun ini dibuang karena sesudahnya ada huruf yang bersukun juga. Dan huruf yang bersukun itulah yang menunjuk pada makna ini jauh/itu, sedangkan huruf nya adalah harfu Khithoob. Dan kata adalah isim Isyaroh untuk muannats/perempuan kebalikan dari isim Isyaroh (untuk mudzakkar/laki-laki). Isim Isyaroh juga dimabnikan atas sukun yang ada pada huruf , dan huruf nya juga menunjuk pada makna jauh/itu, dan huruf nya adalah harfu Khithoob. Dalam Terjemahan Alquran nanti, kata dan akan selalu diterjemahkan dengan itu bukan dengan ini, karena untuk kata ini Alquran menggunakan kata (untuk mudzakkar) dan (untuk muannats). Adapun kata dalam ayat di atas adalah menunjuk kepada ayat-ayat yang telah diturunkan oleh Allah yang ada dalam kitab Suci yang bisa dibaca dan direnungkan oleh siapa pun, dan juga ayat-ayat/bukti-bukti kebenaran dari apaapa yang telah ditetapkan oleh ayat-ayat yang ada dalam kitab Suci itu yang terjadi dalam kehidupan ini, baik hal itu yang menyangkut nasib bahagia/surga dunia yang dialami oleh orang-orang yang beriman, dan nasib sengsara/neraka dunia yang dialami oleh orang-orang yang kufur/mendustakan terhadap ayat-ayat tersebut, ataupun hal-hal lain yang terjadi di alam semesta ini. Karena apa pun yang terjadi di alam semesta ini, baik yang menyangkut manusia ataupun yang menyangkut di luar manusia adalah ayat-ayat/bukti atau tanda-tanda kebenaran dari apa-apa yang telah difirmankan oleh Allah yang ada dalam kitab Suci-Nya. Sehingga kejadian-kejadian tersebut, baik yang terjadi di masa lalu, ataupun di masa sekarang, dan juga di masa-masa yang akan datang, oleh Allah dikatakan sebagai ayat-ayat/tanda-tanda kebenaran dari /suatu bacaan yang menerangkan. Oleh karena itu Alquran (surat 96 ayat 1 s/d ayat 5) memerintahkan kepada kita agar selalu membaca terhadap kejadian-kejadian dan peristiwaperistiwa yang terjadi di alam ini, karena kejadian-kejadian tersebut adalah merupakan bahan bacaan yang dapat menerangkan kepada si pembacanya,

249

sehingga dengan perantaraannya, si pembaca tersebut akan memperoleh tandatanda kebenaran dari keberadaan Allah, kemahakuasaan Allah, janji-janji Allah, dan ketetapan-ketetapan-Nya yang ada dalam kitab Suci-Nya. Sehingga dengan perantaraannya juga, keimanan si pembaca tersebut akan selalu bertambah dari hari ke hari, yang akhirnya akan selalu mengikuti peraturan-peraturan Allah yang ada dalam kitab Suci-Nya. Itulah hakikat dari Beriman kepada Allah dan ayatayat-Nya. Tetapi sebaliknya orang-orang yang setelah membaca kejadian-kejadian tersebut, dan kemudian mereka tetap saja tidak dapat melihat ayat-ayat/tandatanda kebenaran dari firman Allah dan tidak dapat mengambil pelajaran darinya, dan mereka masih saja melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan peraturan-peraturan-Nya yang ada dalam kitab Suci/Alquran, maka mereka-mereka itu hakikatnya adalah Mengufuri dan mendustakan terhadap ayat-ayat Allah. Jadi, ayat-ayat Allah yang disebutkan dalam Alquran, yang mana kita disuruh untuk mengimaninya dan dilarang mendustainya itu, tidak hanya tertuju kepada ayat-ayat yang tertulis dengan kata-kata yang ada di dalamnya, tetapi juga tertuju kepada ayat-ayat Allah yang terjadi dalam alam semesta ini. Jadi kesimpulannya, Orang-orang yang melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan peraturan-peraturan Allah yang ada dalam kitab SuciNya, maka mereka-mereka itu akan sekaligus mengufuri dan mendustai terhadap ayat-ayat Allah, baik ayat-ayat-Nya yang ada dalam kitab Suci-Nya, ataupun ayatayat-Nya yang ada dalam berbagai peristiwa dan kejadian yang berlaku di alam semesta ini.

250

114. Hakikat Nasionalisme Menurut Alquran Dalam surat 2 ayat 126 s/d ayat 128, Allah dengan jelas telah mengajarkan Paham Nasionalisme yang mulia lagi luas. Maksudnya adalah Agar setiap manusia mencintai tanah airnya dengan kecintaan yang benar lagi mulia. Di mana mereka harus berusaha semaksimal mungkin, baik melalui pikirannya, ataupun tingkah lakunya agar negerinya di mana mereka tinggal akan dapat aman dan sejahtera/ . Untuk dapat terlaksananya hal tersebut, mereka harus membikin yang berlandaskan petunjuk-petunjuk Allah yang dasar-dasar konstitusi/ ada dalam kitab Suci-Nya/Alquran. Yang dari konstitusi mana, setiap penduduk negeri, terutama para pemimpinnya diharapkan dapat mematuhinya dengan sepenuh hati. Sehingga masing-masing dari penduduk negeri tersebut saling berlomba-lomba melakukan berbagai kebaikan/amal saleh sesuai dengan bidangnya masing-masing, dan menjauhi berbagai kejahatan. Karena masingmasingnya itu menyadari dan menginsafi, bahwa perbuatan baik itu akhirnya akan membuahkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup, baik untuk keluarganya, masyarakatnya dan bangsanya, dan mereka menyadari pula bahwa perbuatan jahat itu akhirnya akan membuahkan kesengsaraan dan malapetaka, baik untuk keluarganya, masyarakatnya dan bangsanya. Kesadaran dan keinsafan yang seperti itu lah yang disebut keimanan dan ketakwaan yang benar kepada Allah yang harus dimiliki oleh orang-orang yang mengaku punya rasa Nasionalisme yang tinggi lagi mulia. Tentang keimanan kepada Allah, penjelasannya dapat dilihat dalam bab Beriman Kepada Allah/ . Dan tentang Bertakwa kepada Allah, penjelasannya dapat dilihat dalam bab Bertakwa . Kepada Allah/ Jadi, kalau ada warga negara, siapa pun orangnya yang selalu menggembar-gemborkan paham Nasionalisme, tetapi pola pikir dan tingkah lakunya tidak mencerminkan keimanan dan ketakwaannya kepada Allah seperti yang telah disebutkan secara global, maka mereka itu adalah nasionalis-nasionalis palsu dan gadungan. Tentang hal tersebut, kita ambil sebuah contoh: Kalau ada pemimpin, baik yang ada di eksekutif, legislatif, yudikatif, ataupun yang ada di jabatan-jabatan non formal, yang mana mereka melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme dengan cara sehalus mungkin sampai mereka dapat terhindar dari jeratan hukum lahiriah, maka mereka-mereka itu adalah nasionalis-nasionalis palsu dan gadungan. Karena dengan perantaraan merekalah sesuatu negeri dapat rusak dan mengalami berbagai krisis yang berkepanjangan, sehingga persatuan bangsa dan ketahanan negeri benar-benar rapuh. Oleh karena itu yang namanya kebohongan, ketidak jujuran, kejahatan, dan kekejian sekecil apa pun yang dilakukan oleh seseorang itu adalah musuh dari paham Nasionalisme yang sejati.

251

Di samping itu paham Nasionalisme yang dibangun oleh Islam dalam Alquran adalah paham Nasionalisme yang tidak sempit, karena visi dan misi Islam adalah kasih sayang terhadap semua bangsa/rohmatan lil aalamiin (surat 21 ayat 107). Jadi kebijakan-kebijakan yang diambil oleh para pemimpin pemerintahan yang berpaham Nasionalisme yang sejati seperti yang dibangun oleh Islam itu, tidak akan mungkin merugikan dan menyengsarakan apalagi menindas bangsa lain. Kebijakan tersebut harus saling menguntungkan, saling mendapatkan manfaat antara bangsa-bangsa yang bersangkutan. Adapun kesimpulan terakhir dari pembahasan Nasionalisme yang sejati itu adalah Demi kesejahteraan keluarga, demi kesejahteraan masyarakat, demi kesejahteraan bangsa, dan demi kesejahteraan bangsa-bangsa yang ada di jagad ini, maka masing-masing orang, terutama para pemimpin bangsa-bangsa itu sendiri hendaklah mereka beriman dan bertakwa secara benar kepada Allah! Karena hanya dengan perantaraannyalah bangsa-bangsa tersebut akan mengalami kedamaian dan kesejahteraan yang hakiki. Tetapi sebaliknya jika mereka tidak mau melakukan hal itu, maka Allah pun akan menimpakan berbagai malapetaka kepada bangsa-bangsa itu (surat 7 ayat 96). Dan pembahasan ini kita akhiri dengan doa: Wahai Rabb kami, demi kesejahteraan bangsa ini dan juga bangsa-bangsa yang ada di jagad ini, maka hendaklah Engkau menjadikan kami dan anak cucu kami sebagai orang-orang yang selalu pasrah/islam terhadap ketentuan-ketentuan-Mu, yakni melakukan berbagai kebaikan dan menjauhi berbagai kejahatan. Dan selanjutnya perlihatkanlah kepada kami tentang apa-apa yang harus kami lakukan, yang dengan perantaraannya, kami akan dapat mengabdi secara benar kepada-Mu, dan akhirnya kami akan dapat melakukan hal-hal yang bermanfaat/amal saleh bagi kepentingan kemanusiaan. Dan hendaklah Engkau menerima pertobatan kami, sesungguhnya Engkau adalah Penerima tobat lagi Maha Penyayang (surat 2 ayat 128).

*******

Anda mungkin juga menyukai