Anda di halaman 1dari 15

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT PADA BAHAN BASIS GIGITIRUAN RESIN Rama Krishna Alla1, Suresh Sajjan2, Venkata Ramaraju

Alluri2, Kishore Ginjupalli3,Nagaraj Upadhya3 ABSTRAK pelayanan perawatan yang lebih baik yang akan memperpanjang kehidupan manusia dengan peningkatan jumlah golongan lansia dalam beberapa dekade terakhir. Kehilangan gigi adalah salah satu manifestasi dari penuaan. Gigitiruan dan implan adalah piranti prostetik utama yang diberikan untuk mengembalikan fungsi psikologis dan estetis dari jaringan rongga mulut pada pasien edentulus sebagian atau penuh. Basis gigitiruan sebagian dan penuh dengan komposisi polimer adalah bahan basis paling populer karena biaya implan dan gigitiruan kerangka logam yang lebih mahal. Diantara semua polimer, poly (methyl methacrylate) (PMMA) adalah bahan yang paling sering digunakan untuk pembuatan basis. Meskipun PMMA tidak ideal dalam semua aspek, tetapi bahan ini memiliki beberapa sifat baik sehingga banyak digunakan. Salah satu kerugian yang dipertimbangkan dari bahan ini adalah sifat mekanis yang rendah. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengatasi masalah pada sifat mekanis yang rendah. Pada umumnya, ada tiga cara yang telah diteliti untuk meningkatkan sifat mekanis dari basis gigitiruan; mencari atau mengembangkan bahan alternatif dari PMMA; modifikasi kemis dari PMMA, dan memperkuat bahan PMMA. Artikel ini adalah tinjauan dari jenis penambahan serat pada gigitiruan dan pengaruhnya terhadap sifat mekanis dari gigitiruan. Kata Kunci : Poly (Methyl methacrylate); Metallic Fillers; Serat; Modulus Elastis; Kekuatan impak; Fraktur
Kemajuan ilmu kedokteran bersamaan dengan perkembangan pesat pada

1. Pendahuluan

Ilmu dekade

tentang dan

biomaterial memberikan

fungsi.

Meskipun perhatian

implan besar

telah dengan

berkembang dengan pesat dalam beberapa terakhir kontribusi besar pada peningkatan harapan hidup manusia. Penelitian pada bahan kedokteran gigi melibatkan modifikasi dari bahan yang telah ada atau pengembangan dari bahan baru dan yang lebih baik untuk aplikasi prostetik dan restoratif. Tujuan dari beberapa penelitian yang telah dilakukan adalah untuk menggantikan atau mengembalikan struktur gigi yang rusak atau hilang untuk kepuasaan estetis dan
1

mendapatkan

tingkat keberhasilan yang tinggi untuk perawatan edentulus sebagian dan penuh, gigitiruan masih menjadi pilihan piranti prostetik yang populer. Basis gigitiruan resin yang terdiri dari komposisi polimer populer karena memiliki estetis yang baik dan karakteristik mekanis yang sesuai pada kebanyakan kondisi klinis. Bahan dasar yang ideal dari gigitiruan harus memiliki biokompatibilitas terhadap jaringan oral, estetis yang baik, sifat mekanis yang

Departmen Ilmu Material , Fakultas Kedokteran Gigi Vishnu, Bhirnavaram, India. 2Departemen Prostodonsia & Implantologi, Fakultas Kedokteran Gigi Vishnu , Bhirnavaram, India. 3Departemen Ilmu Material, Fakultas Ilmu Kedokteran Gigi Manipal, Manipal, India

unggul

terutama daya

modulus ikat yang

elastisitas, adekuat

masih

menjadi

bahan

yang

paling

kekuatan impak, kekuatan flexural, dan kekerasan, terhadap anasir gigi dan bahan pelapis, mudah diperbaiki dan dimanipulasi serta keakuratan dimensional.1

diutamakan sebagai pilihan, baik untuk gigitiruan sebagian atau penuh. PMMA populer sebagai bahan basis gigitiruan karena bahan tersebut mudah diproses, murah, ringan, memiliki sifat estetis yang baik,4-6 kelarutan dan penyerapan air yang rendah dan diperbaiki dengan mudah. Meskipun, konduktivitas termal rendah, kekuatan mekanikal yang rendah, kerapuhan, koefisiensi expansi termal yang tinggi dan modulus elastisitas rendah menjadikannya lebih rentan pada kegagalan saat kerja klinis.1,2,5

2. Latar Belakang Sejarah dari gigitiruan penuh untuk perawatan edentulus dimulai sejak tahun 700 sebelum masehi. Sejak saat itu berbagai bahan seperti tulang, kayu, gading, dan karet vulkanis dimanfaatkan untuk membuat gigitiruan penuh. Sejak awal tahun 1900 polivinyl chloride, vinyl acetate, modifikasi Bakelite dan plastik selulosa telah digunakan.1,2 Pada tahun 1937, "Walter Wright" memperkenalkan bahan poly (metilmetakrilat) (PMMA) sebagai bahan basis gigitiruan bahan dan ditemukan bahwa tersebut Bahan

3. Penyebab Kegagalan Gigitiruan dari PMMA Kegagalan klinis dari gigitiruan penuh atau gigitiruan sebagian lepasan yang dibuat dari PMMA kemungkinan besar adalah fraktur karena fatigue atau dampak dari tekanan pengunyahan.7,8 tiruan yang Fatigue flexural dari gigi

sering terjadi yaitu fraktur midline adalah konsentrasi tekanan di sekitar daerah terbentuknya retak mikro pada bahan disebabkan aplikasi tekanan kecil yang berkelanjutan. Gaya pengunyahan yang berulang mempercepat terjadinya retak yang melemahkan basis gigitiruan dan akhirnya gigitiruan terjadi karena fraktur.1,9-11 dampak Fraktur kekuatan

merupakan bahan paling unggul di antara semua bahan basis gigitiruan. tersebut kemudian menjadi populer pada tahun 1940 dan hampir semua gigitiruan dibuat dengan bahan basis akrilik.3 Walaupun beberapa bahan baru seperti polystyrene dan light-activated urethane dimethacrylate diperkenalkan, PMMA

disebabkan oleh aplikasi gaya secara tiba-

tiba pada gigitiruan. Fraktur seperti ini sering terjadi karena terjatuhnya gigitiruan pada saat pasien membersihkannya. perhatian dan beberapa upaya
1

5. Penguat Basis Gigitiruan PMMA

Fraktur gigitiruan telah menjadi telah dilakukan untuk meningkatkan kelenturan dan kekuatan dari PMMA. Penelitian ini bertujuan untuk memodifikasi komposisi atau memperkuat PMMA dengan bahan yang lebih kuat dan mengembangkan bahan-bahan baru dengan sifat yang lebih baik.12

5.1. Metallic Fillers Penguatan bahan dasar gigitiruan akrilik untuk memperbaiki kekuatan mekanisnya telah menjadi fokus penelitian untuk beberapa waktu. Bahan penguat seperti kawat kobalt-kromium, kawat metalik, berbagai filler seperti bubuk perak, tembaga, aluminium dan keramik telah ditambahkan pada matriks PMMA untuk bubuk meningkatkan Tujuan tembaga termal perak, compressive penambahan dan dan / atau untuk

4.

Modifikasi

Kimia

PMMA

dan

Polimer Alternatif untuk PMMA Upaya untuk mengubah komposisi bahan PMMA basis menyebabkan akrilik graft rubber ini dengan Bahan yang copolymer dengan menunjukkan konvensional.
14

strength.1,3,16,17,18

aluminium adalah untuk meningkatkan konduktivitas mengurangi penyusutan dan penyerapan air.17 Penambahan bahan-bahan tadi tidak berhasil karena kurangnya ikatan antara filler logam dan matriks resin. Upaya seperti sand blasting dari permukaan logam dan penggunaan metal primers telah dilaporkan dapat mencapai ikatan permukaan antara logam dan resin.19

perkembangan digunakan butadiene PMMA.3,13 dengan

dampak kekuatan tinggi. adalah styrene Bahan

kekuatan lentur yang rendah dibandingkan resin akrilik Meskipun, berbagai bahan dengan dasar polyamides, epoxy resins, polystyrene, vinyl acrylics, light-activated urethane dimethacrylate, rubber graft copolymers dan polycarbonate diperkenalkan kekurangan mekanis dan nilon telah untuk mengatasi namun PMMA,

5.2. Serat Perkembangan pesat dari teknologi komposit menyebabkan penggunaan fiber sebagai bahan penguat (reinforcement).3,20,21 Beberapa tipe serat

bahan-bahan ini juga tidak lebih bagus dibandingkan PMMA.


14,15

seperti serat karbon, serat kaca, dan ultrahigh modulus polyethylene fibers telah digunakan serat untuk memperkuat dilakukan perbaikan basis resin dengan dari gigitiruan PMMA.22 Beberapa penelitian terhadap telah memperlihatkan untuk memperkuat

oksigen, sehingga menghasilkan rantai atom karbon, dan dengan demikian terbentuklah serat karbon.12,26 Serat karbon terutama digunakan untuk meningkatkan tahanan terhadap fatigue dan kekuatan. Serat karbon kering sulit dimanipulasi dan harus dibasahi dengan monomer untuk mendapatkan serat yang basah.12 Serat basah dapat diletakkan berdampingan dan tertutup dalam lembaran tipis PMMA untuk membentuk prepeg, yang secara signifikan dapat meningkatkan kekuatan transversal dan mengurangi fraktur gigitiruan dibandingkan dengan resin akrilik tanpa penguat (reinforcement).12,27 Serat harus dilapisi dengan silane coupling agent untuk memberikan adhesi antara serat dan resin PMMA. Orientasi yang berbeda dari serat karbon termasuk strand form, woven mat form, layered fibers, random, longitudinal dan tegak lurus terhadap kekuatan yang diterima. Resin yang mengandung layered fibers atau orientasi yang spesifik mempunyai resistensi yang lebih tinggi terhadap tekanan yang diberikan dan meningkat secara signifikan terhadap flexural fatigue resistence dari penguat serat akrilik.12 Isa dkk (2011) telah melakukan penguat basis penelitian gigitiruan dengan dengan membandingkan sifat flexural dari bahan

karakteristik mekanis. Kemampuan serat tergantung pada sifat serat dan matriks resin, adhesi serat ke matriks, volume serat dalam komposit matriks; orientasi serat dan lokasi dari serat dalam gigitiruan.20,23,24 5.2.1. Serat Nilon Serat nilon adalah serat poliamida dan mempunyai rantai alifatik. Keuntungan utama dari nilon terletak pada ketahanan terhadap getaran dan tekanan berulang. Sifat penyerapan air mempengaruhi sifat mekanis dari nilon. Basis gigitiruan yang diperkuat serat nilon menunjukkan resistensi fraktur yang lebih tinggi dari PMMA.25 5.2.2. Serat Karbon Penggunaan serat karbon untuk meningkatkan kekuatan basis gigitiruan dilaporkan oleh Larson dkk. pada tahun 1991. Sebagian besar serat karbon dibuat dengan memanaskan poliakrilonitril pada temperatur 200 C - 250 C diikuti dengan pemanasan pada 1200 C, yang menghilangkan hidrogen, nitrogen dan

menggunakan karbon, aramid dan serat kaca, dimana semua bahan ini disusun dalam aksis yang panjang dan ditemukan bahwa kekuatan flexural bahan polimer penguat basis gigitiruan dengan menggunakan serat karbon adalah lebih tinggi dibandingkan dengan bahan serat lainnya.28 Uzun dkk (1999) telah mengamati kelebihan dalam kekuatan impak dan modulus elastisitas dari penguat basis gigitiruan serat akrilik woven dengan carbon.3 menggunakan

menyebabkan masalah. Ada kemungkinan spesimen dari bahan penguat basis gigitiruan karbon dapat menyebabkan iritasi pada kulit.12,26,30 Ekstrand dkk(1987) telah mengevaluasi sitotoksisitas elemen dari serat karbon-grafit tergantung pada perawatan pada permukaan yang berbeda dengan menggunakan teknik overlay dan didapati bahwa serat dengan permukaan yang bersih bersifat kurang toksik dibandingkan dengan serat yang tidak dibersihkan.31 Serat karbon tidak digunakan

Didapati bahwa strand form dari penguat serat karbon memiliki kekuatan transversal yang lebih superior dari woven mat form.12,26 Serat yang disusun secara longitudinal menunjukkan peningkatan

secara luas pada saat ini karena kesukaran dalam teknik penanganannya, susah untuk dipoles, estetik yang kurang karena warna kehitaman dari serat karbon dan berpotensi toksik.12,26,29,30,32,33 5.2.3 Serat Aramid Nama komersial untuk serat aramid adalah kevlar dan secara kimia merupakan senyawa organik seperti polyparaphenylene terepthalamide dengan formula kimia (-CO-C6H4-CO-NH-C6H4NH-)n.12 Serat kevlar populer karena

flexural fatigue resistance dibandingkan dengan penyusunan serat secara acak. Orientasi serat karbon yang disusun secara tegak tekanan lurus terhadap diberikan arah darimana menghasilkan

kombinasi yang paling baik terhadap peningkatan resistensi terhadap kelenturan dan fatigue flexural. Kekuatan dari serat penguat karbon basis gigitiruan akrilik dapat ditingkatkan dengan menambah panjang serat dan konsentrasi dalam matriks polimer.29 Evaluasi dievaluasi biologis meluas dari bahan

memiliki sifat mekanis yang unggul dibandingkan dengan nilon dan serat Eglass. Serat poliramid memiliki keunggulan wettability yang lebih tinggi dibandingkan dengan serat karbon dan

penguat basis gigitiruan karbon tidak secara meskipun sitotoksisitas dari serat karbon dapat

tidak memerlukan aplikasi coupling agent. Kerusakan basis gigitiruan lebih rendah apabila menggunakan serat kevlar. Serat kevlar dapat memperbaiki kekuatan tensil dan modulus elastisitas dari basis gigitiruan. Bahan penguat resin akrilik dengan serat sebanyak 2% dan dengan orientasi satu arah secara signifikan dan menunjukkan kekuatan impak

Serat polyethylene ditambah dalam resin PMMA dalam untuk arah menghasilkan Kombinasi sifat basis ini yang gigitiruan dengan modulus yang baik aksial. berbagai menghasilkan

menguntungkan seperti dapat digunakan sebagai penguat pada basis gigitiruan seperti ductility yang tinggi, warna yang netral, densitas yang rendah dan biokompatibilitas yang baik. Adhesi serat dan resin PMMA dapat ditingkatkan dengan menggunakan perawatan plasma listrik dengan mengetsa permukaan serat dimana resin dapat beradhesi secara mekanis pada fase resin.36 Konsentrasi, orientasi dan panjang dari high serat memberi pengaruh yang signifikan pada sifat mekanis dari Ultramoleculer weight polyethylene reinforced PMMA resins. Konsentrasi serat yang kurang dari 3% yang diberikan plasma listrik 1% dapat dapat meningkatkan Pada meningkatkan kekuatan secara signifikan.37,38 konsentrasi

resistansi fatigue yang lebih tinggi.34 Kekuatan dari serat penguat aramid basis gigitiruan gigitiruan dapat berkurang serat dengan aramid peningkatan konsentrasi serat.29 Penguat menggunakan bersifat lebih biokompatibilitas dan tidak ada bukti terjadinya toksisitas.29 Serat aramid tidak lagi digunakan secara meluas pada saat ini karena warnanya kekuningan dan pemaparan serat pada permukaan resin yang susah literatur kasar untuk yang menyebabkan dipolis.12,29 lebih Terdapat

mengatakan bahwa serat dan akrilik menyebabkan adhesi yang kurang baik.35 Bagaimanapun, serat ini masih digunakan secara meluas dalam pembuatan bulletproof vests, ban mobil, boat hulls dan pesawat.12 5.2.4 Ultra High Molecular Weight Polyethylene Serat polyethylene dipercaya dapat meningkatkan sifat fisik dari resin akrilik.

kekuatan impak secara signifikan. Akan tetapi, konsentrasi yang lebih tinggi dari 3% dari serat dalam fungsi resin menjadi PMMA tidak menyebabkan

optimal. Uzun dkk (1999) menyatakan bahwa serat penguat woven polyethylene dapat meningkatkan kekuatan impak dan modulus Proses elastisitas pengetsaan, secara signifikan. dan preparasi

penempatan lapisan dari serat anyaman mungkin tidak praktis untuk pekerjaan di laboratorium dental.3 5.2.5 Serat Kaca Kelemahan serat karbon dan serat aramid seperti kesulitan pemolesan dan penampilan yang tidak estetis, diperlukan bahan alternatif untuk memperkuat basis. Sebab utama serat kaca penguat mendapat perhatian adalah karena penampilan estetis yang bagus, sifat mekanis yang baik dan biokompabilitas. Serat kaca digunakan dalam berbagai bentuk untuk memperkuat continuous polimer dental, termasuk

kaca

penguat

potongan

kecil

juga

memberikan pengaruh perawatan yang sama dan dapat digunakan dengan mudah dengan teknik compression Serat penguat molding batang konvensional.47

mempunyai modulus flexural yang tinggi dan kekuatan transversal yang lebih tinggi daripada serat penguat anyaman.48,49 Sifat mekanis serat kaca penguat PMMA bergantung terhadap kekuatan adhesi antara serat kaca dengan matriks resin akrlik, serat kaca umumnya akan ditambahkan silane coupling agent sebelum dimasukkan ke dalam matriks resin akrilik. Beberapa penelitian telah menyimpulkan bahwa serat penguat akrilik yang ditambahkan silane mempunyai kekuatan transversal yang lebih tinggi dan resisten terhadap fraktur yang lebih tinggi dibandingkan dengan serat kaca penguat akrilik yang tidak ditambahkan silane.16,21,29,42,50,51 Pada sisi yang lain, Kanie dkk tidak menemukan perbedaan yang signifikan pada kekuatan kelenturan antara kedua bahan tersebut.32 Uzun dkk. dan Hari Prasad dkk. melaporkan bahwa serat kaca penguat kekuatan anyaman impak dapat secara meningkatkan

fibers seperti anyaman, batang, batang yang dianyam, dan serat kaca potongan kecil.21,29,42-47 Serat kaca tidak resisten terhadap gaya impak tetapi kekuatannya dapat ditingkatkan dengan menggunakan serat kaca berbentuk batang yang disusun dalam arah yang sama dengan jumlah yang banyak atau yang menggunakan serat kaca
40

anyaman (stick net). menggunakan

Banyak penelitian continuous fibers

karena dapat memberikan kekuatan yang tinggi dan dapat memberikan arah yang sejajar dengan serat secara konstan.48 Serat tersebut sulit untuk dikonstruksikan dan sulit untuk diorientasikan continuous fibers pada daerah lemah pada basis

signifikan.3,51 Vojdani dkk melaporkan bahwa kekuatan transversal lebih tinggi apabila serat kaca penguat disusun dalam arah yang sama dibandingkan dengan susunan anyaman.16 Unalan dkk

gigitiruan saat proses pembuatan. Serat

melaporkan bahwa kekuatan transversal lebih tinggi pada serat kaca penguat anyaman dibandingkan dengan serat kaca penguat yang disusun dalam satu arah.52 Vojvodic dkk membandingkan sifat basis penguat dental grade (serat kaca yang disilanisasi) dengan industrial grade (serat kaca yang tidak disilanisasi).53 Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa serat kaca industri memberikan kekuatan kelenturan yang lebih baik dan harga yang lebih murah dibandingkan dengan serat kaca dental grade. Posisi dan konsentrasi serat kaca dan serat kaca penguat potongan kecil yang terdapat dalam kekuatannya polimer secara mempengaruhi

panjang

spesimennya.28

Jumlah

serat

penguat mempengaruhi kelenturan dan kekuatan impak basis gigitiruan polimer. Semakin kecil jumlah serat penguat, semakin tinggi kelenturan dan kekuatan impak.32 Serat penguat yang lebih daripada 20% mempunyai efek terhadap sifat doughing. Selain itu, distribusi serat yang tidak homogen pada matriks dapat terjadi waktu penekanan pada mold yang dapat mengakibatkan penyebaran serat dalam matriks polimer ke arah lateral.12 Stipho (1998) melaporkan bahwa resin PMMA yang diperkuatkan dengan 1% serat kaca potongan kecil memberikan kekuatan kelenturan yang lebih tinggi dibandingkan dengan resin yang diperkuatkan dengan 5% serat kaca batang pendek. Hal ini disebabkan kecenderungan serat untuk menggumpal dicampurkan menyebabkan resin.21 bersama dengan polimer porositas teknik apabila dan akibat injection-

signifikan. Menempatkan serat dalam arah sama dengan kekuatan pengunyahan dapat meningkatkan kekuatannya.52-54 Goguta dkk melaporkan bahwa PMMA yang diperkuat dengan serat kaca (anyaman dan batang) dapat meningkatkan kekuatan impak secara signifikan.
40

terbentuknya ruang kosong dalam matriks Penggunaan molding dan bubuk partikel akrilik yang halus dapat mengurangi pembentukan ruang kosong dan dapat meningkatkan kekuatan kelenturan secara signifikan.46 Nakamura dkk melaporkan bahwa lebih baik menggunakan bubuk partikel PMMA penguat yang lebih kecil dan konsentrasi serat kaca potongan kecil yang lebih tinggi.47

Serat penguat

berbentuk batang dapat meningkatkan kekuatan impak secara signifikan apabila serat kaca diposisikan sejajar dengan aksis panjang spesimen dan tegak lurus terhadap arah kekuatan impak. Isa dkk melaporkan bahwa serat kaca mempunyai kekuatan lentur yang lebih rendah dibandingkan dengan karbon dan serat aramid penguat yang diposisikan searah dengan aksis

Kurangnya kelembapan serat kaca dalam resin akrilik dough dan pengerutan dapat polimerisasi akrilik

disusun

dalam

arah

yang

sama

menggunakan serat kaca elektrikal (Eglass).59 Kekuatan tertinggi serat komposit dapat dicapai dengan mengorientasikan serat dalam satu arah. Total fiber bentuk reinforcement terdapat dalam

mengurangi kekuatan ikatan serat dan menyebabkan pembentukan ruang kosong dalam matriks resin.43 Pengerutan polimerisasi campuran MMA dapat PMMA yang diminimalisasikan -metil berlebihan pengerutan metakrilat dapat

anyaman yang disusunkan dalam berbagai arah dan menunjukkan kekuatan yang lebih rendah daripada partial fiber reinforcement yang disusun dalam satu arah.3 Salah satu masalah yang ditemukan pada serat yang disusunkan dalam berbagai arah adalah serat tersebut dapat naik ke atas permukaan gigitiruan dan menyebabkan iritasi jaringan.58 Ozen dkk. menilai sitotoksik resin akrilik polimerisasi panas yang ditambah dengan bahan penguat lebih tinggi daripada akrilik konvensional.30 Sebuah sistem penambahan serat yang baru telah dikembangkan oleh Vallittu dan Narva (1997). Sistem ini menggunakan kombinasi dari dua serat berbeda seperti serat kaca dan serat aramid yang kemudian ditanam dalam matriks resin.60 serat Salah kaca satu keuntungan berpengaruh dari pada kombinasi ini adalah bahwa penambahan tidak penyerapan dan solubilitas dari resin PMMA.61 5.2.6 Serat Jute Kondo dkk. memperkuat gigitiruan

dengan menambahkan serat ke dalam (MMA).3 Tetapi penggunaan monomer meningkatkan polimerisasi

yang dapat mengakibatkan perubahan dimensi pada basis gigitiruan. Selain itu, proses tersebut juga dapat menyebabkan lebih banyak monomer residual dibebaskan dari basis gigitiruan akrilik yang diperkuat dengan serat kaca sehingga dapat menyebabkan masalah biokompatibilitas. 55-57 Vallittu (1997) memperkenalkan konsep total fiber reinforcement (TFR) dan partial fiber reinforcement (PFR) untuk basis gigitiruan yang diperkuatkan dengan menggunakan serat kaca.58 Serat yang diperkuat secara lengkap melibatkan penyebaran agen penguat ke seluruh bahan matriks secara rata, serat yang diperkuat sebagian melibatkan penempatan agen penguat pada daerah yang lemah pada basis gigitiruan. Sifat mekanis gigitiruan penuh dan gigitiruan sebagian dapat ditingkatkan secara signifikan dengan menggunakan serat penguat sebagian yang

10

dengan

potongan

serat

jute

untuk

lebih

lanjut efek

diperlukan biologis

untuk dari

meningkatkan bending strength. Tidak ada peningkatan signifikan pada sifat flexural yang diamati, Kondo dkk. menyarankan penelitian lebih lanjut pada permukaan perlakuan dan perbandingan rasio dari serat jute.
62

melihat

penambahan bahan ini. REFERENSI


1. T. R. Meng and M. A. Latta., Physical Properties of Four Acrylic Denture Base Resins, Journal of Contem- porary Dental Practice, Vol. 6, No. 4, 2005, pp. 93-100. 2. R. W. Phillips, Skinners Science of Dental Materials, 10th Edition, W.B. Saunders, Philadelphia, 1996, pp. 237-300. 3. G. Uzun, N. Hersek and T. Tiner, Effect of Five Woven Fiber Reinforcements on the Impact and Transverse Strength of a Denture Base Resin, Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 81, No. 5, 1999, pp. 616-620. doi:10.1016/S00223913(99)70218-0 4. M. Vojdani, M. Sattari, Sh. Khajehoseini and M. Farzin, Cytotoxicity of Resin-Based Cleansers: An in Vitro stu- dy, Iranian Red Crescent Medical Journal, Vol. 12, No. 2, 2010, pp. 158-162. 5. R. G. Craig and J. M. Power, Restorative Dental Materi- als, 11th Edition, Mosby, St. Louis, 2002, pp. 87-99. 6. M. H. El-Mahdy, W. E. El-Gheriani, B. A. Idris and A.-H. A. Saad, Effect of Coupling Agents on the Important Physico-Mechanical Properties of Acrylic Resin Rein- forced with Ceramic Filler, Ainshams Dental Journal, Vol. 8, No. 2, 2005, pp. 243-254. 7. U. R. Drabar, R. Huggett and A. Harrison, Denture Frac-tureA Survey, British Dental Journal, Vol. 176, 1994, pp. 342-345. doi:10.1038/sj.bdj.4808449 8. A. Arikan, Y. K. Ozkan, T. Arda and B. Akaln, Effect of 180 Days of Water Storage on the Transverse Strength of Acetal Resin Denture Base Material, Journal of Prosthodontics, Vol. 19, No. 1, 2010, pp. 47-51. doi:10.1111/j.1532849X.2009.00495.x 9. Y. Hirajima, H. Takahashi and S. Minakuchi, Influence of a Denture Strengthener on the Deformation of Com- plete Denture, Dental Materials Journal, Vol. 28, No. 4, 2009, pp. 507512. doi:10.4012/dmj.28.507

6. Kesimpulan Poly (methyl methacrylate) akan terus menjadi bahan pilihan untuk pembuatan gigitiruan sebagian dan penuh. adalah Berbagai untuk upaya dari untuk bahan meningkatkan kekuatan

memperpanjang

daya tahan dari gigitiruan akrilik. Penambahan serat pada gigitiruan dengan berbagai fiber telah menunjukkan peningkatan yang signifikan dari kekuatan flexural, kekuatan impak dan daya tahan bahan. Perbedaan dengan dengan terlihat dental. dilakukan sifat serat yang signifikan dalam serat sulit pada bahan yang diberi penguat ditemukan literatur. Manipulasi basis gigitiruan penambahan lebih rumit dan oleh Meskipun

laboratorium peningkatan

sifat mekanis yang ditimbulkan oleh serat penguat merupakan sesuatu yang menarik, penelitian

11
10. P. K. Vallittu, Fracture Surface Characteristics of Dam-aged Acrylic-Resin-Based Dentures as Analysed by SEM-Replica Technique, Journal of Oral Rehabilitation, Vol. 23, No. 8, 1996, pp. 524529. doi:10.1111/j.1365-2842.1996.tb00890.x 11. H. W. A.Wiskott, J. I. Nicholls and U. C. Belser, Stress Fatigue: Basic Principles and Prosthodontic Implications, International Journal of Prosthodontics, Vol. 8, No. 2, 1995, pp. 105116. 12. D. C. Jagger, A. Harrison and K. D. Jandt, The Rein-forcement of Dentures, Journal of Oral Rehabilitation, Vol. 26, No. 3, 1999, pp. 185-194. doi:10.1046/j.1365-2842.1999.00375.x 13. R. A. Rodford, Further Development and Evaluation of High-Impact-Strength Denture Base Materials, Journal of Dentistry, Vol. 18, No. 3, 1990, pp. 151-157. doi:10.1016/03005712(90)90056-K 14. G. D. Stafford, J. F. Bates, R. Huggett and R. Handley, A Review of the Properties of Some Denture Base Poly- mers, Journal of Dentistry, Vol. 8, No. 4, 1980, pp. 292- 306. doi:10.1016/0300-5712(80)90043-3 15. Y. Katsumata, S. Hojo, N. Hamano, T. Watanabe, H. Ya- maguchi, H. Okada, T. Teranaka and S. Ino, Bonding Strength of Autopolymerizing Resin to nilon Denture Base Polymer, Dental Materials Journal, Vol. 8, No. 4, 2009, pp. 2409-2418. doi:10.4012/dmj.28.409 16. M. Vojdani and A. A. R. Khaledi, Transverse Strength of Reinforced Denture Base Resin with Metal Wire and E-Glass Fibers, Journal of Dentistry, Vol. 3, No. 4, 2006, pp. 167-172. 17. S. B. Sehajpal and V. K. Sood, Effect of Fillers on Some Physical Properties of Acrylic Resin, The Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 61, No. 6, 1989, pp. 746-751. doi:10.1016/S00223913(89)80055-1 18. T. Nejatian, A. Johnson and R. Van Noort, Reinforce- ment of Denture Base Resin, Advances in Science and Technology, Vol. 49, 2006, pp. 124-129. doi:10.4028/www.scientific.net/AST.49.124 19, No. 4, 1992, pp. 385-391. doi:10.1111/j.13652842.1992.tb01580.x 20. S. K. Garoushi, L. V. J. Lassila and P. K. Vallittu, Short Fiber Reinforced Composite: The Effect of Fiber Length and Volume Fraction, Journal of Contemporary Dental Practice, Vol. 7, No. 5, 2006, pp. 10-17. 21. H. D. Stipho, Effect of Glass Fibre Reinforcement on Some Mechanical Properties of Autopolymerizing Poly-methyl Methacrylate, Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 79, No. 5, 1998, pp. 580-584. doi:10.1016/S00223913(98)70180-5 22. I. H. Tacir, J. D. Kama, M. Zortuk and S. Eskimez, Flex- ural Properties of Glass Fibre Reinforced Acrylic Resin Polymers, Australian Dental Journal, Vol. 51, No. 1, 2006, pp. 52-56. doi:10.1111/j.1834-7819.2006.tb00401.x 23. P. K. Vallittu, Strength and Interfacial Adhesion, In: P. K. Vallittu, Ed., The Second International Symposium of Fibre Reinforced Plastics in Dentistry, University of Trk, Trk, 2002, pp. 2-28. 24. J. De Boer, S. G. Vermilyea and R. E Brady, The Effect of Carbon Fiber Orientation on the Fatigue Resistance and Bending Properties of Two Denture Resins, The Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 51, No. 1, 1984, pp. 119-121. doi:10.1016/S0022-3913(84)80117-1 25. R. Tandon, S. Gupta and S. K. Agarwal, Denture Base Materials: From Past to Future, Indian Journal of Dental Sciences , Vol. 2, No. 2, 2010, pp. 33-39. 26. N. Yazdanie and M. Mahood, Carbon Fiber Acrylic Re- sin Composite: An Investigation of Transverse Strength, Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 54, No. 4, 1985, pp. 543-547. doi:10.1016/0022-3913(85)90431-7 27 A. J. Bowman and T. R. Manley, The El imination of Breakages in Upper Dentures by Reinforcement with Car- bon Fibre, British Dental Journal, Vol. 156, 1984, pp. 87-89. doi:10.1038/sj.bdj.4805275 28. . Yndem, M. T. Ycel, F. Aykent and A. N. ztrk, Flexural Strength of Denture Base Resin Reinforced with Different Fibers, Journal of the SU Faculty of Den- tistry , Vol. 20, No. 1, 2011, pp. 15-20.

19. P. K. Vallittu and V. P. Lassila, Effect of Metal Streng- thenerS Surface Roughness on Fracture Resistance of Acrylic Denture Base Material, Journal of Oral Reha- bilitation, Vol.

12
29. S. Y. Chen, W. M. Liang and P. S. Yen, Reinforcement of Acrylic Denture Base Resin by Incorporation of Vari- ous Fibres, Journal of Biomedical Materials Research, Vol. 58, No. 2, 2001, pp. 203-208. doi:10.1002/10974636(2001)58:2<203::AID-JBM1008>3.0.CO;2-G 30. J. Ozen, C. Sipahi, A. Caglar and M. Dalkiz, In Vitro Cytotoxicity of Glass and Carbon FiberReinforced Heat- Polymerized Acrylic Resin Denture Base Material, Turkish Journal of Medical Sciences, Vol. 36, No. 2, 2006, pp. 121126. 31. K. Ekstrand, I. E. Ruyter and H. Wellendorf, Carbon Graphite Fiber Reinforced Poly(methyl methacrylate): Properties under Dry and Wet Conditions, Journal of Biomedical Materials Research, Vol. 21, No. 9, 1987, pp. 1065-1080. doi:10.1002/jbm.820210902 32. T. Kanie, K. Fujii, H. Arikawa and K. Inoue, Flexural Properties and Impact Strength of Denture Base Polymer Reinforced with Woven Glass Fibres, Dental Materials, Vol. 16, No. 2, 2000, pp. 150-158. doi:10.1016/S01095641(99)00097-4 33. T. J. D. Kama, M. Zortuk and S. Eskimez, Flexural Pro- perties of Glass Fibre Reinforced Acrylic Resin Poly- mers, Australian Dental Journal, Vol. 51, No. 1, 2006, pp. 52-56. doi:10.1111/j.1834-7819.2006.tb00401.x 34. I. M. Berrong, R. M. Weed and J. M. Young, Fracture Resistance of kevlar-Reinforced Poly(methyl methacry- late) Resin: A Preliminary Study, International Journal of Prosthodontics, Vol. 3, No. 4, 1990, pp. 391-395. 35. A. M. H. Grave, H. D. Chandler and J. F. Wolfaardt, Denture Base Acrylic Reinforced with High Modulus Fibre, Dental Materials, Vol. 1, No. 5, 1985, pp. 185- 187. doi:10.1016/S01095641(85)80015-4 36. M. Braden, K. W. M. Davy, S. Parker, N. H. Ladizesky and I. M. Ward, Denture Base Poly(methyl methacrylate) Reinforced with UltraHigh Modulus Polyethylene Fi- bres, British Dental Journal, Vol. 164, 1988, pp. 109- 113. doi:10.1038/sj.bdj.4806373 37. D. L. Gutteridge, Reinforcement of Poly(methyl metha- crylate) with Ultra-HighModulus Polyethylene Fibre, Journal of Dentistry, Vol. 20, No. 1, 1992, pp. 50-54. doi:10.1016/03005712(92)90012-2 38. N. H. Ladizesky, Y. Y. Cheng and I. M. Ward, Acrylic Resin Reinforced with Chopped High Performance Poly Ethylene Fibre Properties and Denture Construction, Dental Materials, Vol. 9, No. 2, 1993, pp. 128-135. doi:10.1016/01095641(93)90089-9 39. D. L. Dixon and L. C. Breeding, The Transverse Strengths of Three Denture Base Resins Reinforced with Polyeth- ylene Fibres, Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 67, No. 3, 1992, pp. 417419. doi:10.1016/0022-3913(92)90261-8 40. L. Goguta, L. Marsavina, D. Bratu and F. Topala, Impact Strength of Acrylic Heat Curing Denture Base Resin Re- inforced with E-Glass Fibers, Temporomandibular Joint Disorders, Vol. 56, No. 1, 2006, pp. 88-91. 41. P. K. Vallittu and K. Ekstrand, In Vitro Cytotoxicity of Fibre-Polymethyl Methacrylate Composite Used in Den- tures, Journal of Oral Rehabilitation, Vol. 26, No. 8, 1999, pp. 666-671. doi:10.1046/j.1365-2842.1999.00431.x 42. G. S. Solnit, The Effect of Methyl Methacrylate Rein- forcement with Silane-Treated and Untreated Glass Fi- bres, Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 66, No. 3, 1991, pp. 310314. doi:10.1016/0022-3913(91)90255-U 43. P. K. Vallittu, The Effect of Void Space and Polymeri- zation Time on Transverse Strength of Acrylic-Glass Fi- bre Composite, Journal of Oral Rehabilitation, Vol. 22, No. 4, 1995, pp. 257-261. doi:10.1111/j.1365-2842.1995.tb00083.x 44. K. K. Narva, P. K. Vallittu, Helenius and A. Yli-Urpo, Clinical Survey of Acrylic Resin Removable Denture Repairs with Glass-Fibre Reinforcement, International Journal of Prosthodontics, Vol. 3, 2001, pp. 219-224. 45. O. Karacaer, T. N. Polat, A. Tezvergil, L. V. Lassila and P. K. Vallittu, The Effect of Length and Concentration of Glass Fibres on the Mechanical Properties of an Injec- tion- and a Compression-Molded Denture Base Polymer, Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 90, No. 4, 2003, pp. 385-393. doi:10.1016/S00223913(03)00518-3 46. A. K. Cizdemir and T. N. Polat, The Effect of Glass Fibre Distribution on the Transverse Strength and Surface Smoothness of Two Denture Resins, Dental Materials Journal, Vol. 22, No. 4, 2005, pp. 600-609. 47. M. Nakamura, H. Takahashi and I. Hayakawa, Rein- forcement of Denture Base Resin with Short-Rod Glass Fiber, Dental Materials Journal,

13
Vol. 26, No. 5, doi:10.4012/dmj.26.733 2007, pp. 733-738. Used in Dentures, Bio- materials, Vol. 18, No. 2, 1997, pp. 181-185. 57. H. Yilmaz, C. Aydin, A. Caglar, et al., The Effect of Glass Fiber Reinforcement on the Residual Monomer Content of Two Denture Base Resins, Quintessence In- ternational, Vol. 34, No. 2, 2003, pp. 148-153. 58. P. K. Vallittu, Glass Fiber Reinforcement in Repaired Acrylic Resin Removeable Dentures: Preliminary Results of a Clinical Study, Quintessence International, Vol. 28, 1997, pp. 3944. 59. P. K. Vallittu, Dimensional Accuracy and Stability of Poly Methylmethacrylate Reinforced with Metal Wire or with Continuous Glass Fiber, Journal of Prosthodontics, Vol. 75, No. 6, 1996, pp. 617-621. doi:10.1016/S0022-3913(96)90246-2 60. P. K. Vallittu and K. Narva, Impact Strength of a Modi-fied Continuous Glass Fiber Poly Methylmethacrylate, International Journal of Prosthodontics, Vol. 10, 1997, pp. 142-148. 61. V. M. Miettinen and P. K. Vallittu, Water Sorption and Solubility of Glass Fiber-Reinforced Denture Polymethyl Methacrylate Resin, Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 76, 1996, pp. 531-534. 62. S. Kondo, Y. Nodasaka and H. Shimokoube, Bend Strength Properties of Jute Fiber-Reinforced Denture Base Material, IADR/AADR/CADR 87th General Session and Exhibition, Miami, 1-4 April 2009

48.P. K. Vallittu, Flexural Properties of Acrylic Resin Polymers Reinforced with Unidirectional and Woven Glass Fibers, Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 81, No. 3, 1999, pp. 318-326. doi:10.1016/S0022-3913(99)70276-3 49. M. Negrutiu, C. Sinescu, L. Goguta, F. Topala, M. Ro- mnu and A. G. Podoleanu, Different Types of Fiber Reinforced All Dentures Bases Evaluated by En-Face Optical Coherence Tomography and Numerical Simula- tion, World Academy of Science, Engineering and Technology, Vol. 53, 2009, pp. 1236-1241. 50. P. K. Vallittu, Curing of a Silane Coupling Agent and Its Effect on the Transverse Strength of Autopolymerizing Polymethylmetactylate-Glass Fibre Composite, Journal of Orthopaedic Research, Vol. 24, No. 2, 1997, pp. 124 130. doi:10.1046/j.1365-2842.1997.00464.x 51. P. Hari, A. Kalavathy and H. S. Mohammed, Effect of Glass Fiber and Silane Treated Glass Fiber Reinforce- ment on Impact Strength of Maxillary Complete Den- ture, Annals and Essences of Dentistry, Vol. 3, No. 4, 2011, pp. 712. doi:10.5368/aedj.2011.3.4.1.2 52. Unalan, I. Dikbas and O. Gurbuz, Transverse Strength of Poly-Methylmethacrylate Reinforced with Different Forms and Concentrations of EGlass Fibres, OHDMBSC, Vol. 9, No. 3, 2010, pp. 144-147. 53. D. Vojvodi, D. Komar, Z. Schauperl, A. elebi, K. Mehuli and D. abarovi, Influence of Different Glass Fiber Reinforcements on Denture Base Polymer Strength (Fiber Reinforcements of Dental Polymer), Medical Glass, Vol. 6, No. 2, 2009, pp. 227-234. 54. D. Galan and E. Lynch, The Effect of Reinforcing Fibres in Denture Acrylics, Journal of the Irish Dental Asso- ciation, Vol. 35, 1989, pp. 109-113. 55. P. K. Vallittu, Comparison of in Vitro Fatigue Resis- tance of Acrylic Resin Partial Denture Reinforced with Continuous Glass Fibres or Metal Wire, Journal of Pro- sthodontics, Vol. 5, No. 2, 1996, pp. 115-121. doi:10.1111/j.1532849X.1996.tb00285.x 56. V. M. Miettinen and P. K. Vallittu, Release of Residual Methyl Methacrylate into Water from Glass Fiber-Poly- Methl Methacrylate Composite

15

Anda mungkin juga menyukai