Anda di halaman 1dari 4

Q.

S Al-Baqarah: 284-286
Q.S Al-Baqarah: 284 (artinya), Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendakiNya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S Al-Baqarah: 284) Tafsir Singkat: 1. Allah Taala berfirman, Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di Bumi. Di sini menunjukkan Allah benar-benar pemilik, pengatur dan pemelihara langit berserta bumi dan segala apa yang ada di dalamnya, Allah pun tak pernah mengantuk dan tidur. Ia pun menyatakan hal ini dalam firmanNya di ayat yang lain, Dan pada sisi Allah-lah kuncikunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz.)" (Q.S Al-Anaam: 59). Maka hal yang ada di dalam hati kita baik yang kita tampakkan ataupun hati terdalam yang kita sembunyikan Allah pun tahu. 2. Allah Taala berfirman, Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ini merupakan ayat yang berat dan penuh resiko. Maka dalam sebuah hadits melalui sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu, beliau berkata, Ketika turun ayat ini, para sahabat Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam merasa berat. Mereka datang dan mereka mendatangi Rasulullah Muhammad Shalallahu alaihi wasallam seraya berkata, Wahai Rasulullah kami diberi beban amalan (sholat, puasa, zakat, jihad) oleh Allah dan kami mampu. Tapi tatkala Allah menurunkan ayat ini (bahwa isi hati dihisab) kami merasa tidak mampu wahai Rasulullah. Lalu Rasulullah Muhammad Shalallahu alaihi wasallam menyatakan, Apakah kalian akan mengucapkan seperti ucapannya ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) dimana mereka menyatakanShamina waashoina (kami dengar dan kami langgar). Kamu menurut saja kepada Allah dan ucapkanlah, Kami dengar dan kami taati, serta kami mohon ampunan kepadaMu dan hanya kepadaMu kami kembali. Lalu para sahabat pun menuruti Beliau seraya mengatakan apa yang Beliau perintah. (H.R Muslim). Kemudian turunlah ayat berikutnya.

Q.S Al-Baqarah: 285 (artinya): Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasulNya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat." (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali." Tafsir Singkat: 1. Di Q.S Al-Baqarah Ayat 285 ini menggambarkan ketundukan dan ketaatan para sahabat dan katundukan mereka, akan tetapi mereka masih meminta ampun. Inilah keunggulan para Salaf ash shalih (orang-orang jaman dahulu yang shalih, yaitu para sahabat, tabiin dan tabiut tabiin). Hal ini sebagai bentuk penggambaran ketaatan para sahabat Rasulullah Muhammad Shalallahu alahi wasallam dan keutamaan para sahabatnya. 2. Allah Taala berfirman, Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman.. Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam telah mengimani wahyu yang diturunkan kepada Beliau. Begitupula orang-orang yang beriman, telah mengimani Al-Quran dan As-Sunnah. 3. Allah Taala berfirman, Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. Ini merupakan perician iman, bahwa dikatakan beriman bila kita beriman kepada yang disebutkan pada ayat ini dengan konsekuensi keimanan. Maka devinisi iman dijabarkan menjadi dua pembagian besar: (1) menurut bahasa adalah percaya; dan (2) menurut syariat ada lima, yaitu: (a) diucapkan dengan lisan; (b) diyakini dengan hati; (c) mengamalkan dengan perbuatan; (d) bisa bertambah dengan ketaatan kepada Ar-Rahman; dan (e) bisa berkurang dengan ketaatan kepada setan. 4. Allah Taala berfirman, Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya. Utusan-utusan Allah adalah orang-orang yang kita iman kepada mereka semuanya sebagai pembawa risalah tauhid. Kita mengingkari satu rasul sama dengan mengingkari semua rasul, sebagaimana Allah berfirman, Dan sesungguhnya penduduk-penduduk kota Al Hijr telah mendustakan rasul-rasul. (Al-Hijr: 80). Mereka mendustakan satu rasul akan tetapi dinyatakan oleh Allah dengan kata jamak yang menyeluruh. Begitupula Yahudi dan Nasrani yang mengingkari kerasulan Muhammad ibn Abdillah Shalallahu alaihi wasallam berarti sama dengan mendustakan Nabi Musa dan Isa alaihimusallam yang telah menyatakan bahwa akan ada nabi setelah mereka bernama Ahmad/Muhammad. Sehingga mereka telah menyimpang dari ajaran nabi mereka sendiri dan mendustakan seluruh rasul yang telah mengabarkan kabar gembira ini. Maka, tanah Palestina yang diklaim Yahudi (dan dahulu Nasrani) adalah tidak berhak bagi musuh-musuh Allah dan pembangkang para rasul.

5. Allah Taala berfirman, dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat." (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali." Disinilah letak kelupaan manusia, bahwa manusia itulah yang selalu lupa dan penuh kekurangan. Maka ditekankan kepada kita untuk meminta ampunan kepada Allah atas apa yang kita lakukan dalam amalan kita bila ada kekurangan. Memohon ampunan bila telah berdosa dan berbuat kesalahan, dan hanya kepada Allah-lah semua urusan akan dikembalikan. Yaitu sebagaimana kesalahan-kesalahan kita diharpkan bisa diampuni oleh Allah tatkala hari persidangan pada Yaumil Akhir, karena hanya Dialah Yang Maha Pengampun.

Q.S Al-Baqarah: 286 (artinya): Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orangorang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." Tafsir Singkat: 1. Allah Taala berfirman, Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. Ini merupakan bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-hambaNya, yaitu Dia tidak menghisab apa yang dalam hati dan lintasan-lintasan buruknya. Ibnu Katsir rahimahullah Taala mengatakan (artinya), Allah memaafkan kita sebuah kata hati (yang belum diperbuat/diucapkan) dan Allah menulisnya dari yang telah mereka perbuat/ucapkan. Islam ini pada dasarnya adalah mudah, lurus dan tidak berbelit. Islam menjadi repot dan ruwet karena adanya pendapat-pendapat yang berdasarkan akal dan logika semata, baik itu untuk memperjelas sesuatu hukum atau mengingkari sebagian ayat-ayat Allah (baik qauliyyah maupunKhauniyyah). 2. Allah Taala berfirman, Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. Ini merupakan sebuah bentuk penghapusan (nasakh) dari ayat sebelumnya (lihat Q.S AlBaqarah: 284). Sekarang bukan hati lagi yang dihisab, akan tetapi amalan perbuatan. Allah berfirman kasabat orang yang berbuat buruk dinyatakan iktasabat.

Artinya Kasabat artinya sekedarnya saja, maka sekedar berbuat baik dia sudah mendapatkan kebaikan itu. Akan tetapi iktasabat adalah benar-benar melakukan (bersungguh-sungguh) dalam melakukan, artinya mereka dicatat keburukan bila benar-benar mengamalkan keburukan itu dan merencanakannya serta upaya yang kuat untuk melakukannya. Ini merupakan bentuk kemurahan Allah Taala, sebagaimana haddits sahih yang diriwayatkan oleh Imam Nawawi (Lihat Kitab Hadits Arbain, disusun oleh Imam Nawawi). Apabila orang yang berpikir untuk berbuat baik, Allah telah mencatatnya sebuah kebaikan dan Allah akan mencatat kebaikan yang sempurna bila melakukan kebaikan. Sebaliknya bila keburukan yang dilakukan, Allah hanya mencatat satu keburukan dan bukan keburukan yang sempurna. Sungguh beruntung kita memiliki Allah Yang Maha Pengasih. 3. Allah Taala berfirman, Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Allah tak akan menghukum manusia yang terlupa, sehingga ia bertaubat dan kembali kepada jalan Allah. 4. Allah Taala berfirman, Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Kita diberikan amalan-amalan yang ringan. Padahal umat-umat terdahulu apabila mereka berbuat dosa langsung dihukum oleh Allah. Dikisahkan Bani Israil, bila berbuat dosa di depan pintunya tertulis sebuah tanda. Umat terdahulu bila pakaiannya terkena najis, maka mensucikannya harus dibakar dan ghainmah perang langsung dilenyapkan oleh api yang dikirim Allah untuk melenyapkannya. 5. Allah Taala berfirman, Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Kita memohon kepada Allah untuk tidak diberikan ujian yang kita tidak sanggup memikulnya berupa musibah, ujian dan apapun. Maka dari itu orang yang menyerah dengan ujian kehidupan ini, berarti telah mengingkari ayat ini. Dan orang yang bunuh diri berarti ia telah mengingkari ayat ini dan kufur terhadapnya, maka nerakalah tempat kembalinya. 6 Allah Taala berfirman, Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." Maka dari ayat ini terdapat tiga kategori: (1) permintaan maaf; (2) permintaan ampunan; (3) permintaan rahmat. Dengan maaf dan ampunan berarti kita selamat dari semua keburukan, dan dengan rahmat kita mendapatkan semua kebaikan. Ibnu Katsir menyatakan, Maafkan kami, artinya dosa antara kita dengan Allah. Ampunilah kami artinya dosa antara kita dengan sesama. Dan Rahmatilah kami adalah permohonan untuk diberikan kebaikan untuk kedepannya. Para ulama berkata bahwa memang manusia membutuhkan ketiga permohonan ini, yaitu, Agar Allah mengampuni dan menghapus dosa kita; agar Allah menutupi dosa kita; dan agar Allah memberikan kebaikan pada masa mendatang dan mencegah kita dari berbuat keburukan seperti itu lagi.

Anda mungkin juga menyukai