Anda di halaman 1dari 21

-

Keluhan Utama Demam sudah 2 hari yang lalu. Riwayat Penyakit Sekarang Demam sempat menghilang lalu kemudian naik lagi disertai menggigil, berkeringat, sakit kepala, dan mual-mual. Dan sudah berobat pada dokter Puskesmas serta di beri obat, tapi gejala-gejalanya tidak berkurang.

Riwayat Penyakit Dahulu Tidak ada. Riwayat Pribadi Tidak ada Riwayat Sosial Ekonomi Pasien selama ini tinggal di Jakarta dan baru 1 bulan pindah ke Papua.

Pemeriksaan Pemeriksaan Fisk Pada pemeriksaan fisik terhadap penderita dapat ditemukan: suhu 39oC atau demam lebih dari 37,5oC, Respiratory Ritme (RR) = 18 kali/menit, lalu pada Heat Ritme (HR) = 98 kali/menit dimana nadi cepat dan lemah, serta di dapatkan Tekanan Darah (TD) = 120/80 mmHg masih normal. Ini semua merupakan gejala-gejala demam tetapi, masih belum menujukkan gejala yang begitu kronis dari suatu penyakit. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dapat berdasarkan pemeriksaan laboratorium dengan beberapa cara, yaitu: Sebelum melakukan pemeriksaan mikroskop, maka kita akan membuat sediannya terlebih dahulu. Pengamatan menggunakan mikroskop sinar terhadap sedian darah yang pada awalnya diwarnai dengan zat warna Romanovsky, sekarang lebih sering digunakan dengan pewarnaan Giemsa.1 Langkah awal, pembuatan sediaan darah dengan cara mengambil darah pada darah kapiler yang diambil dengan penusuk jari atau menggunakan darah vena dengan menggunakan spuit (semprit). Pengambilan pada darah kapiler diambil

dengan penusuk jari, sebelumnya bersihkan gelas objek dengan alkohol 70-90%, keringkan. Jari tengah atau jari manis yang akan ditusuk dibersihkan dengan alkohol 70% biarkan kering. Tusuk ujung jari pada orang dewasa dan pada anak bayi yang ditusuk adalah tumitnya. Hapus tetesan pertama darah dengan kapas, dibuang. Sentuh tetesan berikutnya dengan gelas objek bersih, ulangi dengan gelas objek lain untuk membuat sedikitnya 2 sediaan tetes tebal dan 2 sediaan hapusan tipis darah. Lalu, juga dapat digunakan pengambilan darah vena dengan spuit. Yaitu bersihkan daerah pengambilan darah dengan alkohol 70%, lalu keringkan. Ambil darah dengan spuit, masukkan ke dalam tabung vakum yang mengandung antikoagulan (EDTA), kocok baik-baik. Buat dengan segera 2 sediaan tetes tebal dan 2 sediaan hapus darah tipis.1 Langkah kedua yaitu, membuat thick smear dan thin smear. Pembuatan Hapusan Darah Tipis (thin films), dimana gelas objek penyebar yang bersih dipegang dengan sudut 45o terhadap tetesan darah yang ada pada gelas objek sediaan. Tunggulah sampai darah menyebar sepanjang tepi lebar gelas objek penyebar. Dengan posisi sudut 45o dorong ke depan gelas objek penyebar dengan cepat dan hati-hati. Lalu, pembuatan Tetes Tebal (thick smear) dengan sudut gelas objek yang bersih, buatlah tetesan darah lalu dicampur dan di aduk-aduk selama 20-30 detik, dibuat dalam bentuk bulat dengan garis tengah 1-2 cm. Tetesan darah tidak boleh terlalu tebal. Hapusan darah dan tetes tebal ditunggu sampai benar-benar kering sebelum diwarnai. Fiksasi hapusan darah (thin smear) dengan methanol absolut 100% dan tunggu sampai benar-benar kering sebelum diwarnai.1 Langkah ke tiga yaitu fiksasi dan pewarnaan, hal yang harus dikerjakan dahulu yaitu fiksasi sediaan darah pada Hapusan tipis ( thin films) dilakukan dengan pemanasan dan kontak dengan larutan methanol. Kontak dengan methanol dilakukan sekitar 10-20 detik. Sediaan tetes tebal tidak boleh terkena methanol maupun uapnya. Selanjutnya proses pewarnaan sediaan darah dapat dilakukan pewarnaan Giemsa, Field, dan Leishman. Pewarnaan Giemsa paling sering digunakan karena mudah dilakukan dan tahan lama disimpan, terutama di daerah tropis. Sebagai pelarut pewarna Giemsa sebaiknya digunakan air suling atau air deion (awaion) untuk membuat larutan penyangga (buffer) pada pH 7,2. Larutan pewarna Giemsa diproses dengan larutan buffer A perbandingan 1:10 (untuk hapusan tipis) dan 1:20 (untuk

tetes tebal), dengan komposisi 1-2 tetes Giemsa per ml larutan buffer. Untuk setiap sediaan diperlukan 5 ml larutan pewarna. Larutan Giemsa dituangkan pada sediaan sehingga terendam, biarkan 30-40 menit, tergantung iklim setempat. Sesudah itu buanglah larutan pewarna hati-hati dengan mencucinya dengan buffer air suling, lalu keringkan sediaan pada kertas saring dan biarkan kering di udara. Jika diperlukan diagnosis cepat, sediaan tetes tebal dipanasi sampai 50 oC atau disinari langsung matahari, lalu diwarnai selama 8 menit dengan 2 ml larutan Giemsa 10%. Sesudah itu sediaan di cuci dan dikeringkan.1 Pada metode pewarnaan Field hanya berlangsung dalam waktu kurang dari 1 menit ini hanya dilakukan untuk mewarnai sediaan tetes tebal saja. Terdapat dua larutan, yaitu larutan Field A dan larutan Field B, mula-mula sediaan di celup pada larutan A selama 3 detik, keringkan dengan ujung kertas saring dan cuci dengan buffer air suling (3 detik), rendam di dalam larutan Field B (1 detik) dan akhirnya cuci dengan air suling untuk menghilangkan zat warna yang berlebihan. Sebelum diperiksa, sediaan ditiriskan dan dikeringkan lebih dahulu. Lalu, ada metode pewarnaan Leishman yang tinggi kualitas hasil pewarnaannya ini hanya digunakan untuk pewarnaan sediaan tipis (thin smears). Sebanyak 7-10 tetes larutan pewarna diteteskan pada sediaan, lalu biarkan selama 20 detik. Sesudah itu teteskan 10-15 tetes larutan buffer air suling di atas sediaan, campur baik-baik dengan zat pewarna dengan cara mengoyang-goyangkannya. Diamkan selama 20-30 menit, lalu cuci dengan larutan buffer, dan sesudah di keringkan baru diperiksa di bawah mikroskop. Setelah langkah ini semua selesai baru diteliti di dalam sel darah merah terdapat bakteri/mikroba yang terkandung, baru kita bisa tentukan pasien menderita penyakit yang ia derita.1 Diagnosis Differential Diagnosis Berbagai penyakit infeksi baik infeksi bakterial maupun infeksi virus dapat menimbulkan gejala-gejala klinis dan keluhan mirip malaria, yaitu:2 Demam Tifoid (demam lebih dari 7 hari, sakit kepala, sakit perut, obstipasi, lidah kotor, bradikardi relatif, roseola, leukopenia, limfositosis relatif, aneosinofilia, test

widal positif bermakna, biakkan empedu positif). Demam Dengue (demam tinggi 2-7 hari, sakit kepala, nyeri tulang, nyeri uluhati, muntah, uji tourniquet positif, trombosit menurun, hemoglobin, dan hematokrit meningkat, tes serologi inhibisi heamaglutinasi positif, IgM atau IgG anti dengue positif). ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut): Batuk beringus, nyeri telan, sakit kepala, napas cepat/sesak, dinding dada tertarik ke dalam, stridor. Leptospirosis (demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, muntah, konjungtiva merah, nyeri betis berat, tes Leptodipstik positif). Infeksi Virus akut lainnya. Malaria (demam yang berulang, menggigil, nyeri sendi, sakit kepala dan muntahmuntah. Working Diagnosis Dari beberapa diagnosis, dapat diambil penyakit malaria, dikarenakan gejalagejala di atas hampir menyerupai pada gejala malaria dan gejala-gejala ini masih merupakan endemis pada daerah/geografis bagian timur Indonesia. Malaria yang berat dan mengalami komplikasi dapat terjadinya gagal ginjal, hipoglikemia, anemia, edma paru. syok, dan koma yang dapat menimbulkan kematian penderita. Maka dari itu, untuk memperkuat dugaan penyakit malaria, maka harus ditegakkan diagnosis yang baik. Dalam hal ini untuk menegakkan diagnosis yang baik maka diperlukan beberapa hasil dari pemeriksaan Laboratorium. Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat ditegakkan dengan diagnosis yang baik ada dua, yaitu : Pemeriksaan Mikroskop, Rapid Diagnostic Test (RDT), Derajat Parasitemia, dan Pemeriksaan QBC.1,2 1. Pemeriksaan Mikroskop Diagnosis malaria melalui pemeriksaan mikroskop masih merupakan standar emas untuk mendeteksi dan mengidentifikasi parasit malaria serta menetukan spesies Plasmodium. Pada tahap pemeriksaan mikroskop, yang dilakukan ialah pemeriksaan sediaan darah tebal dan tipis untuk menetukan adanya parasit malaria, jenis spesies dan stadium parasit malaria, serta kepadatan parasit. Pemeriksaan 5

dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu secara semi kuantitatif dan kuantitatif. Permeriksaan kepadatan parasit semi kuantitatif menunjukkan nilai (-): tidak ditemukan pada 100 LPB (Lapang Pandang Besar).1 (+) Positif 1 : ditemukan 1-10 parasit per 100 LPB (++) Positif 2 : ditemukan 11-100 parasit per 100 LPB (+++) Positif 3 : ditemukan 1-10 per 1 LPB (++++) Positif 4 : ditemukan lebih dari 10 parasit per 1 LPB. Dan ada cara Kuantitatif, dilakukan melalui pemeriksaan tetes tebal ( per leukosit) atau sediaan darah tipis (per eritrosit) jumlah parasit dihitung per L darah. Contoh : Pada pemeriksaan darah tebal ditemukan 1.000 parasit per 200 leukosit. Jika jumlah leukosit penderita 8000/L, maka jumlah parasit = 8.000/200x100 = 40.000 parasit/L.1 2. Rapid Diagnostic Test (RDT) Rapid Diagnostic Test (RDT), dilakukan berdasar deteksi antigen parasit malaria dengan imunokromatografi dalam bentuk dipstick. Tes ini digunakan di UGD (Unit Gawat Darurat), pada waktu terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) atau untuk memeriksa malaria di daerah terpencil yang tidak tersedia sarana laboratorium atau untuk melakukan survei tertentu. Terdapat 2 jenis Rapid Diagnostic Test, yaitu: Single Rapid Test dan Combo Rapid Test. Single Rapid Test yaitu untuk mendeteksi hanya Plasmodium falciparum. Sedangkan, Combo Rapid Test yaitu untuk mendeteksi infeksi semua spesies Plasmodium. Rapid Diagnostic Test yang digunakan sebaiknya memiliki sensitivitas lebih dari 95% dan specificity lebih dari 95%. Bahan rapid test harus disimpan di lemari es (refrigerator) bukan di freezer. Rapid test yang tersedia di pasaran saat ini adalah HRP-2 (Histidin Rich Protein-2) yang dihasilkan oleh trofozoit, skizon, dan gametosit muda Plasmodium falciparum. Dan juga terdapat p-LDH (parasite Lactate Dehydrogenase) dan Alsolase yang diproduksi oleh parasit bentuk seksual dan aseksual semua spesies Plasmodium. Pemeriksaan RDT sangat bermanfaat jika dilakukan pada keadaan: Populasi penduduk sering berpindah tempat, dimana pemeriksaan mikroskop tidak dapat dilakukan dan penderita tidak dapat di rujuk ke Puskesmas; mencegah dan menangani malaria berat; pada situasi darurat, misalnya

pada anggota militer dan pekerja tambang yang bertugas di daerah endemis malaria, diagnosis sendiri (self-diagnosis) turis yang memasuki daerah endemis malaria; dan konfirmasi diagnosis malaria di Rumah Sakit atau Klinik Kedokteran.1 3. Derajat Parasitemia Derajat parasitemia dapat dinyatakan sebagai persentase dari eritrosit yang terinfeksi parasit atau dinyatakan sebagai jumlah parasit yang ditemukan per mikroliter darah. Adanya bentuk parasit matang ( mature parasite forms) misalnya jika lebih dari 20% parasit berbentuk trofozoit stadium akhir dan skizon, atau jika lebih dari 5% neutrofil mengandung pigmen malaria. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyakit malaria telah berjalan lanjut dengan prognosis yang buruk. Suatu hapusan darah yang negatif dapat mengaburkan diagnosis malaria, termasuk malaria yang berat. Karena itu pemeriksaan hapusan darah sebaiknya diulang setiap 6-12 jam dalam waktu 48 jam jika malaria secara klinis masih tetap diduga. Darah untuk pemeriksaan malaria dapat diambil dari vena, tusukkan jari atau dari cuping telinga. Pada bidang obstetri, darah talipusat dan plasenta dapat digunakan untuk memeriksa adanya parasit malaria. Pada penderita yang meninggal dunia, hapusan post-mortem atas bagian abu-abu otak (cerebral grey matter) yang diperoleh dengan jarum nekropsi melalui foramen magnum, superior orbital fissure, sinus etmoid melalui hidung atau melalui fontanel anak kecil/bayi dapat digunakan sebagai pengganti hapusan darah.1 Kadang-kadang dengan hapusan darah tepi penderita tidak ditemukan parasit malaria, meskipun penderita menunjukkan gejala klinis malaria berat. Hal ini dapat terjadi jika penderita sebelumnya telah mendapatkan pengobatan antimalaria atau karena parasit memasuki jaringan pembuluh darah yang lebih dalam. Dalam hal ini parasit malaria atau pigmen malaria dapat ditemukan di dalam cairan sumsum tulang belakang. Diagnosis malaria juga dapat ditetapkan jika dapat ditemukan pigmen malaria di dalam neutrofil dan monosit darah.1 4. Pemeriksaan QBC Quantitative Buffy Coat (QBC) merupakan modifikasi dari penggunaan

mikroskop sinar untuk diagnosis malaria. Pada pemeriksaan QBC digunakan tabung mikrohematokrit yang telah dilapisi (coated) dengan pewarna fluoresensi acridine orange untuk menemukan dengan mudah parasit malaria. Dengan pemusingan, parasit malaria terkonsentrasi pada satu tempat yang telah diprakirakan. Keuntungan pemeriksaan QBC adalah hanya diperlukan sedikit latihan untuk mendiagnosis parasit malaria dibanding pemeriksaan Giemsa. Selain itu, pemeriksaan QBC lebih cepat hasilnya dan lebih sensitif dibandingkan dengan pemeriksaan Giemsa. Kerugian pemeriksaan QBC adalah bahwa peralatan listrik QBC tidak selalu tersedia di lapangan dan diagnosis spesies Plasmodium sukar dipastikan.1 Etiologi Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium. Parasit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles yang merupakan vektor malaria, yang terutama menggigit manusia malam hari mulai maghrib (dusk) sampai fajar (dawn). Terdapat empat spesies parasit penyebab malaria pada umumnya yaitu: Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale. Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax merupakan penyebab malaria terbanyak, Plasmodium falciparum adalah penyebab kematian paling utama. Selain itu manusia juga dapat terinfeksi Plasmodium knowlesi yang hospes alaminya adalah kera. Taksonomi Plasmodium (Brian E. Keas, 1999) yaitu; Kingdom : Protista, Subkingdom : Protozoa, Phylum : Apicomplexa, Class : Sporozoasida, Order : Eucoccidiorida, Family : Plasmodiidae, dan Genus : Plasmodium. Di dalam sel darah merah Plasmodium dapat ditemukan dalam bentuk cincin, trofozoit, skizon, dan bentuk gametosit yang memiliki ciri-ciri khas tertentu. Eritrosit yang terinfeksi parasit ini juga mengalami bentuk yang berbeda sesuai dengan bentuk parasit yang menginfeksinya.3

Plasmodium falciparum Beberapa tahapan pada siklus hidup Plasmodium falciparum, yaitu:3

Plasmodium falciparum bentuk cincin (ringform) Pada parasit malaria, stadium bentuk cincin terdapat di dalam darah. Bentuk cincin mempunyai sitoplasma yang halus dan terdapat 1-2 bintik kromatin kecil. Kadang-kadang ditemukan bentuk applique (acole). Bentuk eritrosit normal, lebih sering ditemukan infeksi lebih dari satu parasit di dalam sebuah sel darah merah (multiple infection) dibanding spesies Plasmodium lainnya. Pada beberapa pewarnaan dapat ditemukkan celah (Maurers clefts).

Plasmodium falciparum bentuk skizon Bentuk ini jarang ditemukan di dalam darah tepi. Di dalam sel darah merah skizon yang matang mempunyai 8-24 merozoit berukuran kecil yang mengumpul menjadi satu massa dan mempunyai pigmen yang berwarna hitam.

Plasmodium falciparum bentuk gamtosit Gametosit Plasmodium falciparum yang terdapat di dalam darah tepi penderita mempunyai bentuk yang khas, seperti bulan sabit atau mirip sosis atau bentuk seperti pisang. Mempunyai kromatin yang terkumpul dalam bentuk satu massa (makrogametosit) atau tampak difus pada mikrogametosit. Selain itu dapat di jumpai adanya massa pigmen.

Plasmodium vivax Beberapa tahapan pada siklus hidup Plasmodium vivax, yaitu:3 Plasmodium vivax bentuk cincin Bentuk cincin parasit ini memliki sitoplasma yang besar ukurannya, kadangkadang berbentuk amuboid. Pada bentuk trofozoit juga di dapatkan bintik kromatin. Sel darah merah yang terinfeksi parasit malaria ini berukuran normal atau bisa membesar sampai 1,25 kali ukuran normalnya. Kadang-kadang tampak adanya bintik Schuffner (Schuffners dots). Sebutir sel darah merah tidak jarang mengalami infeksi dengan lebih dari satu parasit (multiple infection).

Plasmodium vivax bentuk trofozoit

Pada bentuk ini, sitoplasma yang berukuran besar berbentuk amuboid dengan kromatin yang berukuran besar. Selain itu juga ditemukan pigmen berwarna coklat kekunigan. Sel darah merah yang terinfeksi parasit mempunyai ukuran sebesar antara 1,5 sampai dua kali ukuran normalnya, yang bentuk dapat mengambil distorsi. Pada trofozoit tampak jelas adanya bintik Schuffner. Plasmodium vivax bentuk skizon Skizon Plasmodium vivax berukuran besar sehingga tampak mengisi penuh sel darah merah. Skizon yang matang mempunyai 12-24 merozoit, berwarna coklat kekuningan, dan mempunyai kumpulan pigmen. Plasmodium vivax bentuk gametosit Gametosit parasit ini berbentuk bulat atau lonjong, tampak kompak dan mengisi hampir seluruh bagian sel darah merah. Terdapat kromatin yang kompak yang letaknya di bagian tepi (eksentris) pada makrogametosit atau difus pada mikrogametosit. Pigmen berwarna coklat tampak bertebaran di beberapa tempat (scatterd). Plasmodium ovale Beberapa tahapan pada siklus hidup Plasmodium ovale, yaitu:3 Plasmodium ovale bentuk cincin Bentuk cincin parasit ini mempunyai sitoplasma yang besar dan kromatin yang juga berukuran besar. Eritrosit yang terinfeksi Plasmodium ovale berukuran normal atau lebih besar, berbentuk bulat atau lonjong dan kadang-kadang mempunyai rumbai-rumbai (fimbriae). Kadang-kadang ditemukan bintik Schuffner dan tidak jarang ditemukan juga eritrosit yang di infeksi oleh banyak parasit (multiple infection). Plasmodium ovale bentuk trofozoit Bentuk trofozoit tampak kompak, mempunyai kromatin berukuran besar dan pigmen berwarna coklat tua. Sel darah merah yang terinfeksi parasit ini berukuran normal atau sedikit lebih besar (sampai 1,25x) dan berbentuk bulat atau lonjong, sebagian di antaranya menunjukkan adanya fimbrie. Bintik Scuffner juga mungkin terlihat. 10

Plasmodium ovale bentuk skizon Skizon matang mempunyai 6-14 merozoit yang besar intinya, yang dikelilingi oleh kumpulan pigmen yang berwarna coklat tua. Eritrosit berukuran normal atau agak membesar, berbentuk bulat atau lonjong. Beberapa eritrosit mempunyai fimbrie dan juga terdapat bintik Schuffner.

Plasmodium ovale gametosit Parasit berbentuk bulat atau lonjong, padat dan mengisi hampir semua bagian dari sel darah merah. Terdapat kromatin yang padat yang terletak di bagian tepi (eksentrik) pada makrogametosit atau lebih difus pada mikrogameosit. Juga dapat terlihat adanya pigmen coklat yang tersebar di berbagai tempat. Eritrosit berukuran normal atau agak lebih besar, berbentuk bulat atau lonjong, sebagian mempunyai fimbrie dan tampak adanya bintik Schuffner.

Plasmodium malariae Beberapa tahapan pada siklus hidup Plasmodium malariae, yaitu:3 Plasmodium malariae bentuk cincin Bentuk cincin (ringform) ini mempunyai sitoplasma yang jelas dan kromatin yang berukuran besar. Sel darah merah yang terinfeksi parasit ini berukuran normal atau lebih kecil, sekitar 0,75 kali ukuran normal. Plasmodium malariae bentuk trofozoit Sitoplasma trofozoit berbentuk padat, mempunyai kromatin berukuran bulat besar, dengan sitoplasma padat tidak mempunyai vakuol. Pada trofozoit yang matang, sitoplasma memanjang melintasi sel eritrosit berbentuk seperti pita (bandforms) atau berbentuk lonjong dengan vakuol membentuk seperti keranjang (basketforms). Juga dapat ditemukan pigmen kasar yang berwarna coklat tua. Eritrosit yang terinfeksi parasit berukuran normal atau lebih kecil. Dengan pewarnaan khusus, mungkin dapat ditemukan bintik-bintik Ziemann.

Plasmodium malariae bentuk skizon

11

Bentuk skizon matang mempunyai 6-12 merozoit yang mempunyai inti berukuran besar yang kadang-kadang tersusun seperti rangkaian bunga ( rosette form) dan dikelilingi butiran kasar pigmen berwarna coklat. Plasmodium malariae bentuk gametosit Bentuk gametosit yang mengisi seluruh bagian sel darah merah ini berbentuk bulat atau lonjong. Terdapat kromatin yang padat yang pada makrogametosit terletak di bagian tepi atau tersebar (difus) pada mikrogametosit. Terdapat pigmen berwarna coklat yang tampak tersebar. Plasmodium knowlesi Beberapa tahapan pada siklus hidup Plasmodium knowlesi, yaitu:3 Plasmodium knowlesi bentuk cincin Stadium cincin parasit ini mempunyai sitoplasma halus dengan 1-2 bintik kromatin. Kadang-kadang terlihat berbentuk applique dimana parasit terletak di tepi dari sel darah merah. Sel darah merah terinfeksi parasit normal ukurannya, atau lebih kecil dari ukuran normalnya (sekitar 0,75 x). Di dalam satu sel darah merah tidak jarang ditemukan lebih dari satu parasit yang menginfeksinya. Plasmodium knowlesi bentuk trofozoit Sitoplasma trofozoit tampak padat dengan kromatin berukuran besar. Kadangkadang parasit berbentuk pita (mirip gambaran trofozoit Plasmodium malariae) dan terdapat pigmen kasar berwarna coklat tua. Di dalam sel darah merah jarang tampak bintik Sinton and Mulligan. Plasmodium knowlesi bentuk skizon Skizon matang mempunyai sampai 16 merozoit yang berinti besar yang tersusun mengelilingi masa kasar pigmen yang berwarna coklat tua. Kadangkadang ditemukan merozoit tersusun dalam bentuk roset. Merozoit yang matang (matur) tampak bersegmen dan pigmen berkumpul menjadi satu massa. Sel darah merah yang terinfeksi parasit berukuran normal atau berukuran lebih kecil. Meskipun dengan pewarnaan khusus, bintik Sinton and Mulligan jarang ditemukan. Plasmodium knowlesi bentuk gametosit 12

Gametosit Plasmodium knowlesi berbentuk bulat atau lonjong, dengan sitoplasma yang mengisi hampir semua bagian eritrosit. Pada bentuk ini kromatin tampak kompak pada makrogametosit yang letaknya eksentrik, sedangkan pada mikrogametosit susunan kromatin tampak lebih difus. Juga dapat terlihat pigmen coklat yang letaknya tersebar. Siklus Hidup Nyamuk Selama daur hidupnya (life cycle), terdapat empat stadium perkembangan nyamuk, yaitu: telur, larva, pupa dan nyamuk dewasa ( imago). Tiga stadium pertama nyamuk, yaitu: telur, larva, dan pupa hidup di dalam air (akuatik) berlangsung selama 5-14 hari (tergantung pada spesies dan suhu lingkungannya). Nyamuk dewasa betina di alam umumnya berumur kurang dari 2 minggu, namun nyamuk dewasa yang di pelihara di laboratorium dapat hidup lebih dari satu bulan.3 Telur Nyamuk Seekor nyamuk betina dapat mengeluarkan 50-200 butir telur setiap kali bertelur. Telur yang mempunyai pelampung di kedua sisinya berukuran 0,5 x 0,2 mm, di letakkan satu per satu secara langsung di permukaan air. Telur yang tidak tahan kekeringan ini akan menetas dalam waktu 2-3 hari pada musim panas begitu pula pada musim dingin.3 Larva Anopheles Larva atau jentik nyamuk Anopheles memiliki kepala yang tumbuh baik dilengkapi sikat mulut untuk makan, dada (thorax) yang besar dan abdomen yang terdiri dari Sembilan segmen perut. Larva tidak mempunyai kaki. Berbeda dari larva nyamuk lainnya, misalnya Aedes, Culex atau Mansonia. Larva nyamuk Anopheles tidak mempunyai sifon yang merupakan alat pernapasaan. Karena itu pada waktu mencari udara di permukaan air, larva Anopheles berada di posisi mendatar pada permukaan air. Larva menghisap udara melalui spirakel (lubang hawa) yang terdapat pada segmen abdomen ke-8 sehingga larva Anopheles harus sering menuju ke permukaan air unruk bernapas. Larva lebih sering berada di dekat permukaan air untuk mencari makanan berupa algae, bakteri, dan mikroorganisme lainnya. Hanya jika terganggu, larva akan menyelam ke bagian

13

bawah permukaan air.3 Larva nyamuk berkembang melalui 4 bentuk tahapan atau instar. Pada akhir masa setiap instar, larva akan berganti kulit, melepaskan kerangka luar atau kulitnya, agar dapat tumbuh lebih leluasa. Panjang instar 1 adalah sekitar 1 mm, sedangkan instar 4 panjang badannya 5-8 mm. Sesudah instar 4 berakhir, larva akan mengalami metamorfosis dan berubah bentuk menjadi kepompong atau pupa.3 Pupa Anopheles Pupa Anopheles jika di lihat dari samping berbentuk koma. Kepala dan toraknya menyatu menjadi cephalothorax sedangkan abdomennya melengkung ke bawah. Pupa harus sering berenang menuju permukaan air untuk bernapas dengan menggunakan alat pernapasaan berbentuk terompet yang terdapat pada bagian cephalothorax. Beberapa hari dalam bentuk pupa kulit bagian dorsal cephalothorax akan terkelupas dan nyamuk dewasa akan ke luar dari kepompongnya.3 Nyamuk Dewasa Anopheles Perkembangan dari telur ke nyamuk dewasa membutuhkan waktu sekitar 5-14 hari tergantung pada suhu ambien. Di daerah tropis umumnya dibutuhkan waktu 10-14 hari. Nyamuk dewasa mempunyai bentuk tubuh yang langsing, dan terbagi menjadi 3 bagian yaitu kepala, thorax, dan abdomen. Anopheles dewasa dapat dibedakan dari nyamuk lainnya dengan melihat pulpus nyamuk. Anopheles yang panjangnya sama dengan panjang probosis. Selain itu, sayapnya mempunyai bercak sisik yang berwarna hitam putih. Kepala nyamuk terutama memiliki alatalat pemantau informasi sensorik dan perlengkapan untuk makan. Di bagian kepala terdapat mata dan sepasang antena yang panjang dan bersegmen-segmen. Antena berfungsi untuk mendeteksi bau badan hospes maupun bau tempat berkembang biak dimana nyamuk betina meletakkan telurnya. Kepala juga mempunyai probosis panjang dan menjulur ke depan yang digunakan untuk menghisap makanan. Selain itu di bagian kepala juga terdapat dua palpus peraba.3 Nyamuk jantan mudah dibedakan dari nyamuk betina dengan melihat antenanya. Nyamuk jantan mempunyai antena yang berbulu panjang ( pulmose)

14

sedangkan nyamuk betina mempunyai antena yang berbulu pendek (pilose). Toraks merupakan tempat beradanya alat pergerakkan, yaitu tiga pasang kaki untuk berjalan dan satu pasang sayap untuk terbang. Abdomen berfungsi khusus untuk pencernaan makanan dan perkembangan telur. Adanya segmentasi abdomen memungkinkan tubuhnya membesar pada waktu nyamuk betina mengisap darah. Darah yang dihisap nyamuk betina akan dicerna menjadi sumber protein untuk memproduksi telur yang secara bertahap dapat memenuhi isi abdomen. Nyamuk dewasa biasanya akan kawin beberapa hari sesudah keluar dari bentuk pupa dan perkawinan terjadi pada waktu sore hari.3 Gejala klinis atau Manifestasi klinis Masa inkubasi malaria berkisar antara 9- 30 hari. Gejala kliniknya dikenal sebagai trias malaria yang terdiri dari demam, anemia dan splenomegali.4 a. Demam Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang (sporulasi). Pada malaria tertiana (Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale), pematangan skizon tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3, sedangkan malaria kuartana (Plasmodium malariae) pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap serangan ditandai dengan beberapa serangan demam periodik. Demam khas malaria terdiri atas 3 stadium, yaitu menggigil (15 menit-1 jam), puncak demam (2-6 jam), dan berkeringat (2-4 jam). Demam akan mereda secara bertahap karena tubuh dapat beradaptasi terhadap parasit dalam tubuh dan ada respons imun.4 b. Splenomegali Splenomegali merupakan gejala khas malaria kronik. Limpa mengalami kongesti, menghitam, dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat yang bertambah.4 c. Anemia Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah anemia karena Plasmodium falciparum. Anemia disebabkan oleh:4

15

- Penghancuran eritrosit yang berlebihan. - Eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time). - Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sum-sum tulang (diseritropoesis). d. Ikterus Ikterus disebabkan karena hemolisis dan gangguan hepar. Malaria laten adalah masa pasien di luar masa serangan demam. Periode ini terjadi bila parasit tidak dapat ditemukan dalam darah tepi, tetapi stadium eksoeritrosit masih bertahan dalam jaringan hati.4 Epidemiologi Banyak faktor epidemi dan ekologi berperan penting dalam menimbulkan dan menyebarkan malaria pada manusia. Penyebaran malaria disebabkan oleh berbagai faktor antara lain:5 1. Perubahan lingkungan yang tidak terkendali dapat menimbulkan tempat perindukan nyamuk malaria. 2. Banyaknya nyamuk Anopheles sp yang telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria (17 spesies), dari berbagai macam habitat. 3. Mobilitas penduduk yang relatif tinggi dari dan ke daerah endemik malaria. 4. Perilaku masyarakat yang memungkinkan terjadinya penularan. 5. Semakin meluasnya penyebaran parasit malaria yang telah resisten terhadap obat anti malaria. 6. Terbatasnya akses pelayanan kesehatan untuk menjangkau seluruh desa yang bermasalah malaria, karena hambatan geografis, ekonomi, dan sumber daya. Dari penderita yang hidup di daerah endemis malaria, bayi, anak kecil dan perempuan hamil adalah kelompok penduduk yang berisiko tinggi terserang malaria. Kelompok lain yang juga berrisiko tinggi tertular malaria adalah orang-orang yang sering berpindah tempat, misalnya pekerja penebangan hutan, pekerja tambang emas, nelayan, pekerja konstruksi jalan dan industri. Di beberapa negara, etnik minoritas, pengungsi, turis, dan pengembara juga termasuk kelompok berisiko tinggi tertular malaria. Daerah berhutan dan daerah sejenis dengan kehutanan, merupakan daerah

16

malaria yang harus selalu diperhatikan, mengingat kawasan tersebut berhubungan dengan tingginya jumlah vektor/nyamuk yang efisien dalam menularkan malaria, penularan malaria oleh banyak vektor, iklim yang memungkinkan masa penularan berlangsung lama, dan adanya Plasmodium falciparum yang resisten serta perpindahan penduduk yang tidak terkendali. Hal ini menjadikan kawasan hutan merupakan kawasan yang sering menjadi daerah epidemi penyakit malaria.5 Indonesia merupakan salah satu negara yang masih berisiko terhadap malaria. Penyebaran malaria di Indonesia lebih tinggi di daerah perhutanan terutama di Indonesia bagian Timur, dimana sekitar 113 juta penduduk dari jumlah seluruh penduduk Indonesia (214 juta) berada di daerah berisiko tertular malaria. Di Indonesia, malaria terutama dilaporkan dari luar Jawa, yaitu di Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera. Di pulau Jawa dan Bali dimana 70% penduduk Indonesia hidup, hanya sedikit kasus malaria yang dilaporkan. Semua spesies malaria dapat ditemukan di Indonesia, dengan Plasmodium vivax dan Plasmodium falciparum merupakan penyebab utama. Plasmodium malariae dilaporkan dari propinsi Lampung, Nusa Tenggara Timur dan Papua, sedangkan Plasmodium ovale pernah dilaporkan dari Nusa Tenggara Timur dan Papua.5 Patofisiologi Daur hidup spesies malaria terdiri dari fase seksual eksogen (sporogoni) dalam badan nyamuk Anopheles dan fase aseksual (skizogoni) dalam badan hospes vertebra termasuk manusia.3 a. Fase aseksual Fase aseksual terbagi atas fase jaringan dan fase eritrosit. Pada fase jaringan, sporozoit masuk dalam aliran darah ke sel hati dan berkembang biak membentuk skizon hati yang mengandung ribuan merozoit. Proses ini disebut skizogoni praeritrosit. Lama fase ini berbeda untuk tiap fase. Pada akhir fase ini, skizon pecah dan merozoit keluar dan masuk aliran darah, disebut sporulasi. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, sebagian sporozoit membentuk hipnozoit dalam hati sehingga dapat mengakibatkan relaps jangka panjang dan rekurens. Fase eritrosit dimulai dan merozoit dalam darah menyerang eritrosit membentuk trofozoit. Proses berlanjut

17

menjadi trofozoit-skizon-merozoit. Setelah 2-3 generasi merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan masa tunas/inkubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam.3 b.Fase seksual Parasit seksual masuk dalam lambung betina nyamuk. Bentuk ini mengalami pematangan menjadi mikrogametosit dan makrogametosit dan terjadilah pembuahan yang disebut zigot (ookinet). Ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk dan menjadi ookista. Bila ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan dan mencapai kelenjar liur nyamuk.3 Prognosis Prognosis malaria berat, dipengaruhi oleh tepat dan cepatnya diagnosis dini malaria ditegakkan, dan tepat dan cepatnya pengobatan yang diberikan. Malaria berat yang tidak dikelola dengan baik mengakibatkan tingginya angka kematian pada anak (15%), pada orang dewasa (20%) dan pada kehamilan (50%). Jika terjadi kegagalan organ, maka makin banyak organ yang mengalami kegagalan makin buruk prognosis malaria. Jika terjadi kegagalan fungsi pada 3 organ, kematian penderita dapat mencapai lebih dari 50%, sedangkan jika 4 atau lebih fungsi organ yang mengalami kegagalan, angka kematian penderita malaria dapat menjadi lebih dari 75%. Prognosis malaria berat juga dipengaruhi oleh tingginya angka kepadatan parasit. Jika kepadatan parasit kurang dari 100.000 per L, angka kematian (mortalitas) kurang dari 1 %, jika kepadatan parasit lebih dari 100.000 per L, mortalitas dapat lebih dari 1%, dan jika kepadatan parasit lebih dari 500.000 per L, angka mortalitas bisa mencapai lebih dari 50%.5

Pengobatan Obat anti malaria dapat di kelompokkan atas dua golongan, yaitu alkaloid alami, misalnya kina dan antimalaria sintetik. Obat antimalaria sintetik adalah 9-aminoakridin

18

(mepakrin) misalnya atabrin, kuinakrin, 4-aminokuinolin (klorokuin, amodiakuin), 8aminokuinolin (pamakuin, primakuin), biguanid (proguanil, klorproguanil) dan pirimidin (pirimetamin). Obat antimalaria dapat diberikan dalam bentuk kombinasi misalnya perimetamin dan sulfadoksin yang dipasarkan sebagai fansidar.6 Obat anti malaria dapat juga diklasifikasi berdasar atas aktivitas antimalarianya dan pada strukturnya. Berdasar atas aktivitasnya, obat anti malaria dapat dibagi menjadi:6 a. Gametositosida. Obat-obatan ini membunuh bentuk seksual parasit yang ada di dalam darah sehingga dapat mencegah penularan infeksi parasit ke nyamuk. Klorokuin dan kuinin mempunyai aktivitas terhadap Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae tetapi tidak dapat memberantas Plasmodium falciparum. Primakuin memiliki kemampuan gametositosida dalam memberantas semua jenis Plasmodium termasuk Plasmodium falciparum. b. Sporontosida. Obat-obatan ini menghambat perkembangan ookista yang ada di dalam tubuh nyamuk sehingga menghentikan penularan malaria. Primakuin dan kloroguanid termasuk anti malaria golongan ini. c. Skizontisida jaringan untuk pencegahan. Obat-obatan ini bekerja pada plasmodium bentuk jaringan primer yang sesudah berkembang di dalam sel hati, akan berkembang menjadi bentuk atau stadium eritrositik. Dengan menghambat stadium ini perkembangan selanjutnya tidak terjadi. Tetapi karena sukar menduga adanya infeksi sebelum tampak gejala klinis, maka terapi pencegahan ini sulit dikerjakan. Obat anti malaria yang bekerja terhadap skizon yang ada di jaringan antara lain adalah primetamin dan primakuin. d. Skizontisida untuk mencegah kekambuhan (relaps). Pirimetamin dan primakuin yang termasuk golongan ini bekerja terhadap hipnozoit dari Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale yang ada di sel-sel hati yang menjadi penyebab terjadinya kekambuhan pada malaria vivax dan malaria ovale. e. Skizontisida darah. Obat-obatan ini bekerja pada bentuk parasit Plasmodium yang ada di dalam darah, sehingga akan menghentikan serangan klinis malaria. Golongan obat anti malaria ini merupakan golongan kemoterapi anti malaria yang paling penting. Obat anti malaria yang termasuk dalam kelompok ini adalah klorokuin,

19

kuinin, meflokuin, halofantrin, pirimetamin, sulfadoksin, sulfon, tetrasiklin, dan lainnya. Pencegahan Untuk mencegah penularan malaria oleh nyamuk Anopheles dilakukan pemberian kelambu berinsektisida (insecticide treated nets = ITN) dan penyemprotan insektisida residu (insecticide residual spray). Selain itu juga dilakukan Intermittent preventive treatment (IPT) terhadap ibu hamil di daerah malaria.7 Insecticide Treated Net (ITN) ITN merupakan proteksi perorangan terhadap gigitan Anopheles yang terjadi pertengahan malam dengan menggunakan insektisida piretroid. Penggunaan perorangan dalam komunitas yang besar dapat melindungi komunitas dari penularan parasit malaria melalui gigitan nyamuk Anopheles. Secara umum, penggunaan insektisida untuk ITN lebih kecil daripada IRS karena hanya digunakan pada area yang lebih terbatas (untuk kelambu yang lebih kecil dibandingkan dengan dinding rumah yang lebih luas). Lama penggunaan ITN tergantung pada jenis, dosis, pencucian dan kondisi penggunaan. Pencucian dengan sabun alkali dan pencucian yang kasar dapat menetralisir piretoid dan menghilangkan insektisida dari kelambu.7 Insecticide Residula Spray (IRS) Penyemprotan insektisida residu di dalam rumah akan berhasil baik jika di laksanakan dalam keadaan yang sesuai, yaitu:7 1. Penduduk tinggal di rumah yang dindingnya dapat disemprot 2. Spesies vektor lokal mencari makan di dalam rumah, lama beristirahat di dinding dalam rumah 3. Spesies vektor masih peka terhadap insektisida yang digunakan 4. Insektisda aman jika di gunakan di dalam rumah 5. 6. Jumlah rumah dan ruangan yang disemprot lebih dari 80% dari rumah dan ruangan yang menjadi target Faktor lingkungan, iklim, dan tropografi harus diteliti dan sesuai dengan target sasaran.

20

Intermittent Preventive Treatment (IPT) Pengobatan dan pencegahan pada perempuan hamil (Intermittent Preventive Treatment) dilakukan dengan memberikan obat anti malaria, sulfadoksinpirimetamin, sedikitnya diberikan dua kali selama masa kehamilan pada semua perempuan hamil baik yang menderita malaria maupun yang tidak sedang terinfeksi parasit malaria. IPTp diberikan pada waktu kunjungan rutin pada waktu hamil, di mulai pada trisemster kedua. Setiap dosis sebaiknya diberikan dengan waktu antara sedikitnya 1 bulan.7

Kesimpulan Untuk melakukan pengobatan yang baik terhadap beberapa penyakit yang krons diperlukanlah beberapa prosedur penting yaitu dimulai dengan tahap anamnesis yang berguna untuk mendapatkan semua informasi tentang penderita, lalu mulailah melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang. Pemeriksaan penunjang berguna untuk membuat ketepatannya diagnosis penyakit yang diderita oleh pasien dan diagnosis tentang kemungkinan yang lain dari pasien derita. Setelah semua itu, berjalan lancar. Maka mulailah kita menegakkan diagnosis kita sesuai penyakit yang diderita pasien, contohnya kasus malaria. Kasus ini dulunya termasuk kasus KLB karena banyak menelan jiwa. Bila tidak didiagnosa dengan baik maka pengobatannya juga tidak baik pula. Maka dari itu, kita harus mengerti bagaimana vektor itu berkembang dan cara memusnahkan penyakit ini dengan melakukan pengobatan yang teratur dan mengatur gaya hidup sehari-hari.

Daftar Pustaka 1. Soedarto. Malaria. Jakarta: Sagung Seto; 2011.h. 118-37. 2. DEPKES RI. Gebrak malaria, pedoman penatalaksanaan kasus malaria di Indonesia. Jakarta: DEPKES RI; 2008.h. 120-1.

21

3. Brown HW. Dasar parasitologi klinis. Jakarta: PT. Gramedia; 2001.h. 120-44. 4. Gunawan S. Epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis dan penanganan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2001.h.1-25. 5. Basri H. Spesies anopheles dan peranannya sebagai vektor malaria di lokasi transmigran. Salatiga: Badan Penelitian dan Pengembangan Vektor; 2002.h. 5677. 6. Hayes, Peter C. Buku saku diagnosis dan terapi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2001.h.53-5. 7. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku ajar parasitologi kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011.h.221-2

22

Anda mungkin juga menyukai