Anda di halaman 1dari 12

Memperkenalkan Spiritualpreneur Pyramid

Ketika Spiritualitas menjadi Etos Kerja Awas!


Jika Anda membaca habis tulisan ini, akan terjadi LEDAKAN KUANTUM, Ini adalah Ledakan Spiritual yang menyentuh setiap sendi kehidupan Anda. Ingin mencoba?

Victor Alexander Liem, C.Ht, M.CH, Penulis Buku Laris Using No Way as Way!

Satu bidang keilmuan lain yang mulai mengambil spiritualitas secara lebih serius adalah bisnis. (Daniel H. Pink, Penulis A Whole New Mind) Telah lama saya ingin menulis tentang penggunaan filsafat spiritual pada dunia kerja. Saya pernah membaca topik spiritual dan bisnis, namun sayang sekali spiritualitas hanya dipahami sebatas etika. Sementara ada hal mendasar yang berbeda dengan pembahasan saya ini. Filsafat spiritual juga sering dianggap sebagai topik yang terlalu serius, sehingga dihindari dan jarang memiliki peminat yang banyak. Tugas saya disini adalah membumikan filsafat spiritual menjadi etos kerja, hal keseharian yang bisa menjadi bagian dari pekerjaan profesional kita. Spiritualitas adalah kemampuan menghadapi ketidakpastian dalam hidup. Spiritualitas juga tentang kebahagiaan itu sendiri.

Memahami Spiritualitas Spiritualitas adalah hal baik yang sudah ada pada diri kita. Ketika hal yang dari dalam ini terwujud dalam perilaku dan aktivitas, maka etika secara alami akan selalu baik. Happiness philosophy yang sudah saya bahas pada tulisan sebelumnya sudah menjelaskan semua hal ini. Spiritualitas itu sendiri adalah kebahagiaan. Inti dari happiness philosophy bahwa kebahagiaan itu sudah ada dan bukan kita yang menciptakannya. Yang murni ciptaan kita adalah kesenangan dan penderitaan yang bercampur baur menjadi konflik diri yang rumit. Ketika kerumitan itu hilang, maka yang tersisa adalah keadaan apa adanya, yang tidak lain adalah kebahagiaan itu sendiri. Jika seseorang benar-benar bahagia, maka dia tidak akan membuat masalah bagi orang lain. Aturan moral dibutuhkan ketika orang belum memahami jantung spiritualitas. Jika kita perhatikan, etika itu dibuat agar konflik internal tidak melebar dan menjadi konflik eksternal. Seseorang yang baik diluar, bukan berarti dia sudah terbebas dari konflik internal. Apa itu Spiritualpreneur? Saya akan mengkombinasi konsep entrepreneur dengan filsafat spiritual. Beberapa tahun belakangan saya banyak menggali entrepreneurship, karena saya tertarik dengan kesiapan mental yang dimiliki seorang entrepreneur. Secara ringkas entrepreneur bisa dimengerti dalam dua pokok pemikiran sederhana ini. Entrepreneur, adalah orang yang bertanggungjawab dan mengendalikan resiko operasi bisnis dengan ekspektasi keuntungan profit. Entrepreneur juga seorang inovator, orang yang mengembangkan produk baru, pasar baru, atau hal-hal baru untuk mempertahankan hidupnya.

Ada keterkaitan pemahaman entrepreneur seperti itu dengan kemampuan spiritual. Spiritualitas bisa juga dipahami sebagai kemampuan menghadapi ketidakpastian dalam hidup. Prinsip hidup adalah bisa mempertahankan diri dalam arus perubahan. Jika demikian, maka kita semua ini adalah seorang entrepreneur, walaupun mungkin kita tidak berkecimpung langsung dalam bisnis. Spiritualpreneur adalah konsep spiritual yang saya maksudkan penerapannya dalam dunia kerja, khususnya pada upaya kesuksesan dan melayani orang lain dalam hidup. Saya tidak pernah membahas spiritualitas dalam bingkai agama tertentu yang bersifat eksklusif. Spiritualitas juga akan menjawab tentang kebahagiaan. Jika penderitaan adalah masalah universal yang dijumpai dan dirasakan siapapun juga terlepas dari suku, latar belakang, atau agama, maka resep kebahagiaan tentu juga harus universal. Berpedoman pada prinsip spiritualitas universal, saya mencari titik temu antara teori-teori pengembangan diri, manajemen, dan lain sebagainya, namun semua itu dilakukan dengan kesadaran spiritual. Saya memahami bahwa faktor bahagia (happy factor) adalah hal mendasar yang paling baik untuk merancang bangunan kesuksesan di atasnya. Jika orang bisa hidup bahagia dalam proses pencapaian kesuksesan, maka kesuksesan justru bisa diraih dalam waktu yang lebih cepat dengan cara-cara yang lebih efektif. Jika kita tidak menghabiskan waktu dengan mengeluh, frustasi, ataupun aktivitas tak berguna yang mengumbar energi, maka kita akan memiliki energi cadangan yang jauh lebih bermanfaat digunakan untuk mencapai visi. Kesadaran, menurut sifatnya, adalah menyembuhkan. (Fritz Perls, Pendiri Gestalt Therapy) Yang perlu digarisbawahi bahwa kebahagiaan itu tidak harus pada saat tujuan kesuksesan tercapai. Kebahagiaan bisa hadir selama proses pencapaiannya. Jadi, faktor bahagia adalah ciri khas perilaku spiritual dalam kehidupan profesional seperti apapun juga.

Latar Belakang Spiritualpreneur Pyramid Siapa yang tidak mengenal Abraham Maslow? Abrahaman Maslow adalah salah seorang psikolog Amerika yang terkemuka. Maslow terkenal dengan ajaran tentang hierarki kebutuhan, yang dimulai dari kebutuhan fisik, rasa aman, kebutuhan akan rasa cinta, kebutuhan akan harga diri atau status (self esteem), dan aktualisasi diri. Disebutkan bahwa kebutuhan tertinggi adalah aktualisasi diri, yang akan terpenuhi jika kebutuhankebutuhan dibawahnya tercukupi. Saya tidak akan banyak menjelaskan ulang tentang teori Maslow ini, mengingat hal ini sudah dipelajari secara umum dalam ilmu manajemen, maupun disiplin ilmu lainnya.

Happiness Philosophy membuat saya justru memutarbalik piramida Maslow tersebut. Dengan riset yang saya lakukan, maka saya menampilkan Spiritualpreneur Pyramid.

Memahami Spiritualpreneur Pyramid Seperti apa Spiritualpreneur Pyramid? Secara ringkas dalam bentuk ilustrasi yang paling mudah dipahami, Spiritualpreneur Pyramid adalah seperti ini.

Bagian paling bawah piramida adalah Happy. Happy adalah fondasi, dan hal itu sudah ada dalam pikiran kita. Pada bagian atasnya ada Vision, Interest, Learning, Creative, dan Invention. Penjelasannya adalah seperti ini. Visi (vision) yang baik di bangun melalui minat (interest). Sulit rasanya seseorang membuat visi yang bukan menjadi minat. Banyak kisah orang sukses berjuang pada bidang yang diminatinya. Jika seseorang bisa sukses pada bidang yang tidak diminati, itu sungguh luar biasa. Tapi saya sangat jarang sekali bertemu orang seperti itu. Seandainya ada orang bekerja pada bidang yang tidak disukainya dan bisa sukses, maka dia akan selalu meluangkan waktu di luar pekerjaannya pada hal-hal yang disukainya. Yang ingin saya jelaskan disini bahwa minat itu membuat segala tantangan dan masalah menjadi lebih mudah untuk dihadapi. Saya tidak memiliki kelebihan khusus, saya hanya sangat ingin tahu. (Albert Einstein) Minat akan membuat proses pembelajaran (learning) lebih mudah. Proses belajar ini bukan hanya mengenai keterampilan, tapi juga termasuk pembelajaran emosi. Saya tidak akan banyak menjelaskan pembelajaran emosi. Saya batas lebih dulu pada pembelajaran otak kiri dan kanan secara umum. Banyak buku-buku yang meremehkan pembelajaran intelektual setelah psikologi 4

modern menemukan pentingnya otak kanan. Tapi pemberdayaan otak kanan dengan mengabaikan otak kiri adalah kesalahan yang fatal. Ide-ide kreatif dari otak kanan hanya akan bekerja ketika mendapat bahan dan data yang cukup dari otak kiri. Ide selalu muncul diiringi dengan kesimpulan-kesimpulan baru dari proses pembelajaran otak kiri sebelumnya. Jadi kreativitas tidak bisa berdiri sendiri. Inilah yang disebut sebagai efek jembatan (bridge effect), yang berfungsi menjembatani antara otak kanan dan kiri.

Kreativitas (creativity) dan pembelajaran akan menghasilkan penemuan (invention). Dunia yang selalu berubah menempatkan kreativitas dan penemuan menjadi penting. Penemuan itu adalah nilai lebih (added value), sebuah alasan mengapa harus dipertahankan. Howard Gardner pernah menyebutkan dua macam kecerdasan yang perlu diperhatikan pada zaman sekarang ini. Yang pertama adalah kecerdasan laser. Kecerdasan laser adalah penguasaan sebuah bidang ilmu termasuk segala aspeknya. Kecerdasan ini pada umumnya dominan di kalangan akademisi. Yang kedua, adalah kecerdasan lampu sorot. Kecerdasan ini melibatkan bidang ilmu lain. Inti dari kecerdasan lampu sorot adalah kemampuan melihat hubungan antara ilmu yang satu dengan yang lain. Melihat keterkaitan akan menghasilkan cara berpikir baru, dan itulah menjadi benih dari nilai lebih selanjutnya. Pada akhirnya, satu-satunya trend yang dapat diramalkan adalah perubahan yang tiada henti. (Linda A. Tsantis, PhD, dalam Creating the Future)

Mengapa kesuksesan kini identik dengan penemuan? Penemuan adalah bentuk kreativitas yang bisa digunakan dan bermanfaat bagi banyak orang. Alasan kesuksesan identik dengan penemuan, itu karena kian disadari bahwa dunia ini selalu berubah. Perkembangan teknologi juga menunjukkan adanya kecepatan perubahan. Rumus pasti kesuksesan menjadi tidak bisa bertahan lama. Jika boleh jujur tidak akan pernah ada kiat sukses dengan pola-pola keberhasilan yang sama. Produk yang sukses selalu bersifat situasional. Sukses pada zaman tertentu, tidak akan terulang pada zaman berikutnya. Karena itu penemuan sebagai solusi dari keadaan yang berubah adalah keharusan. Penemuan itu adalah hasil dari puncak kinerja (peek performance). Telah banyak orang yang hanya terkagum-kagum tak berdaya dengan kemampuan orang yang sukses. Saya memandang bahwa kepiawaian orang itu muncul lewat minat dan proses pembelajaran yang tidak sebentar. Ada akumulasi pembelajaran yang membuat minat menjadi kuat, dan kita hanya melihat hasil akhir dari mereka yang sukses itu. Jika kita perhatikan lagi, kesuksesan seseorang pada umumnya hanya pada bidang tertentu saja, bukan semua bidang. Dan bidang itu adalah sesuatu yang menjadi minat terbesarnya. Hal penting yang diketahui bahwa kerja keras tanpa minat mungkin bisa mengalami kemajuan, tapi kemajuan itu tidak akan pernah pada pencapaian yang maksimal. Batas standar bisa diraih, namun untuk mencapai kinerja puncak, butuh akumulasi pembelajaran yang didorong oleh minat yang besar.

Pentingnya Happy Hal yang menjadi dasar dari pembahasan saya disini adalah tentang happy. Mengapa harus melibatkan happy? Happy akan semakin terasa jika pikiran tidak dalam konflik. Pikiran yang bahagia memudahkan seseorang mengetahui visi hidup dan mengetahui apa yang telah menjadiminatnya. Namun bukankah bisa tanpa happy, visi bisa tercapai? Itulah yang membedakan spiritualprenuer dengan yang tidak. Spiritualprenuer memiliki energi yang lebih positif. Orang dengan ambisi dan tujuan-tujuan kesenangan sesaat mungkin bisa bekerja dan tetap bersemangat dalam mencapai tujuan, namun energi negatif bersifat destruktif. Hal itu nampak ketika tujuan dihalangi, maka yang terjadi adalah kekecewaan dan keadaan diri yang terluka. Apakah kita harus menunggu happy dulu baru take action? Secara praktis, kita tidak bisa menjadi orang yang pasif denganmenunggu kebahagiaan. Penantian yang terlalu panjang sering berubah menjadi kegelisahan dan ketidaknyamanan. Bagaimanapun lebih baik orang bisa senang [terlebih dulu] daripada hidup dalam lembah depresi. Karena itu penting bagi seseorang berfokus pada orientasi berpikirnya, yaitu melakukan hal yang menjadi minatnya. Belajar happy bisa dilakukan ketika kita sedang menjalankan apa yang menjadi minat. Walaupun langkah awal ini belum pada penemuan happy yang sempurna, tapi prosesnya memang seperti itu, sebelum kita bisa menemukan the real happiness. Perbandingan Cara mencapai Sukses Saya akan tunjukkan perbedaan cara mencapai sukses bagi mereka yang menggunakan prinsip spiritual dan mereka yang tidak. Sebelumnya kita sudah menyinggung bahwa seseorang bisa sukses tanpa melibatkan faktor bahagia. Perbandingan berikut akan membuat kita lebih jelas.

Gambar A Gambar A adalah tentang orang yang tidak happy. Atau sebut saja orang dengan sangat sedikit happy, saya simbolkan dengan garis putus-putus. Gambar 7

tersebut menunjukkan bahwa cahaya kebahagiaan hanya bisa menembus sedikit karena terhalang oleh konflik diri. Visi yang dimiliki orang tersebut sangat sedikit bersinggungan dengan happy. Lalu, Apa yang terjadi? Sebenarnya tanpa happy, hanya kesenangan itu bisa memberikan minat, dan proses belajar bergulir, hingga akhirnya bisa menciptakan sesuatu yang menjadi aset kesuksesannya. Tapi seperti yang saya sebutkan sebelumnya, tanpa happy, energi kesuksesan itu bersifat destruktif. Energi itu akan merusak siapapun yang menjadi penghalang. Ada dua kemungkin bagi orang yang memiliki energi negatif. Jika dia berhasil mengatasi masalah, dia bisa sukses, namun tetap saja dia tidak menjadi pribadi yang bahagia. Ada ketakutan kehilangan puncak kesuksesan. Seandainya dia gagal di tengah jalan, sering hal itu pada akhirnya menyakiti dirinya sendiri. Stres, depresi, dan ketegangan adalah umpan balik dari energi negatif. Baik sukses maupun gagal, semuanya tidak membahagiakan. Energi negatif juga menyesatkan. Energi negatif membuat mudah bereaksi pada hal-hal sesaat. Sering saya perhatikan orang yang tidak bahagia juga mengalami ketidakjelasan visi. Dia tahu dengan minat tapi mudah terpancing pada kesenangan yang membuatnya lupa dengan visi. Iri hati, ingin lebih hebat, lebih berkuasa, hal itu muncul ketika melihat pesaing. Reaksi jangka pendek yang dilakukan adalah bersaing dalam bidang yang tidak searah dengan minat dan visinya. Visinya menjadi terdistorsi, dan dia kehilangan fokus. Kebahagiaan semakin tertutup oleh awan gelap yang membuatnya tidak bisa melihat dalam ketenangan. Minat terabaikan, proses pembelajaran tidak efektif, dan akhirnya semua itu menutup adanya kreativitas dan penemuan. Gambar B Gambar B adalah tentang orang yang mulai memahami kebahagiaan. Garis putus-putus lebih renggang dan kebahagiaan bisa memancar lebih banyak dan mempengaruhi visi, minat, pembelajaran, kreativitas, dan penemuan. Apabila orang itu sudah memiliki visi dan misi, faktor bahagia akan membantunya pada pencapaian visi dengan energi yang lebih positif. Energi penyembuhan akan jauh lebih efektif dan terfokus pada tujuan hidup yang membahagiakan. Lalu, apa yang terjadi pada orang yang belum menemukan visi dan misi? Anggap saja orang itu berkutat pada masalah. Lalu suatu saat dia memahami apa arti kebahagiaan. Apa yang membedakan selanjutnya? Pada saat orang itu menjumpai masalah dalam hidup, dia tidak menambah masalah baru dengan memberi reaksi secara berlebihan dengan menolak atau menghindar. Artinya orang itu belajar bersahabat dengan keadaan dirinya. Penerimaan adalah awal yang sangat baik, hal itu membuat konflik akan jauh berkurang. Ketika pikiran terbiasa untuk lebih tenang, maka akan terjadi kepekaan. Kepekaan itulah yang menuntunnya untuk menemukan visinya.

Gambar C Apa yang terjadi jika kebahagiaan bisa memancar tanpa halangan? Itu adalah keadaan orang seperti yang saya ilustrasikan pada gambar C. Kebahagiaan itu memberi ketenangan. Ketenangan akan memudahkan pada penemuan visi hidup. Apa itu visi hidup yang baik? Ada banyak literatur dan riwayat hidup tokoh dunia yang saya pelajari tentang hal ini. Maslow pernah melakukan sebelumnya. Orang-orang semacam itu digolongkan dalam piramida puncak Maslow sebagai orang yang mengalami aktualisasi diri. Piramida Maslow adalah tentang hierarki motivasi. Aktualisasi diri bisa dikatakan sebagai motivasi yang bukan motivasi. Dikatakan demikian, karena kenyataannya kepentingan diri tidak menjadi patokan utama. Yang ada adalah pelayanan, sebuah dedikasi yang melampaui dirinya. Psikologi Transpersonal yang berkembang belakangan setelah psikologi humanistik Maslow memperjelas bahwa ada suatu kemampuan spiritual yang melampaui dirinya. Karena itu disebut sebagai transpersonal. Pada zaman Maslow, transpersonal sudah menjadi bahan diskusi walaupun masih sebatas wacana filsafat. Namun belakangan, hal itu menjelma menjadi psikologi transpersonal. Visi hidup yang baik, atau dalam bahasa Maslow adalah aktualisasi diri, berada dibawah, bagian yang paling dasar yang menopang semuanya, bukan puncak. Aktualisasi diri adalah singgungan antara happy dengan vision. Jika mau menggunakan istilah yang lebih bertenaga, itu adalah ledakan kuantum, reaksi kimia sempurna yang menciptakan ledakan spiritual yang akan mempengaruhi perilaku, dan tentu saja termasuk aktivitas profesional Anda. So long as sentient beings remain, so long as space remains, I will remain in order to serve, or in order to make some small contribution for the benefit of others. (Shantideva, dalam Guide to the Bodhisattva Way of Life)

Visi yang Altruistik Ada sebuah ciri yang menegaskan visi yang baik. Yaitu: altruistik. Apakah altruistik itu? Altruistik berasal dari sebuah kata altrui dalam bahasa Perancis, yang berarti bagi atau untuk orang lain. Pertama kali kata ini digunakan oleh Auguste Comte, filosof Perancis abad ke-19. Secara teoritis, etika altruisme adalah lawan dari egoisme yang adalah segala pemikiran yang berpusat pada kepentingan diri. Sehubungan dengan visi hidup, saya mengartikan altruistik sebagai ketulusan dalam beraktivitas baik pada waktu proses maupun setelah mencapai visi tersebut. Ketulusan ini akan ada dengan sendirinya jika kita tidak lagi banyak berkutat pada kepentingan diri, sebuah ciri utama dari aktualisasi diri.

Altrustik adalah sebuah cara pandang yang melampaui kepentingan diri, yang tidak tergantung apakah tujuan hidup itu tercapai atau tidak. Jika kita mengamati biografi orang-orang besar, seperti: Bunda Theresa, Mahatma Gandhi, Dalai Lama, Abraham Lincoln, Nelson Mandela, dan lain-lain, mereka semua memiliki sifat altrustik. Karena itu mereka selalu tampak tenang dan bahagia, dan bukan hanya itu, mereka bermanfaat bagi orang lain. Upaya mencapai kesuksesan perlu dipahami dalam konteks visi hidup seperti yang telah saya jelaskan ini. Ibarat kita menanam sebuah pohon. Tanggungjawab kita hanyalah menggali lubang untuk menaruh benih, menanaminya dengan benar, menyiraminya, memberi pupuk dan menjaganya dari serangan hama dan serangga. Apakah pohon itu tumbuh atau tidak, itu terserah padanya. Itu bukanlah urusan kita. Bahkan upaya untuk menariknariknya, meregangkannya dengan membuatnya mampu tumbuh lebih cepat adalah sama sekali tidak berguna. Visi altruistik akan menjadi karakter (attitude), tingkah laku (behaviour), kebiasaan (habit), dan jika berdampak pada kehidupan sosial, semua itu akan menjadi budaya (culture) dan nasib bersama (collective destiny). Saya yakin bahwa kesadaran spiritual akan memberikan dampak positif yang begitu besar, bukan bagi diri sendiri, tapi juga bagi kehidupan bermasyarakat. Tidak ada dalam kehidupan ini yang perlu ditakuti. Semua hanya perlu dipahami. (Marie Curie) Sudut Pandang Baru tentang Masalah Pada bagian sebelumnya, saya menjelaskan minat dalam arti sempit yaitu bidang keilmuwan atau pekerjaan yang disenangi. Ada satu hal lain yang perlu saya sampaikan bahwa minat itu bisa memiliki arti yang lebih luas. Minat itu juga bisa berarti pada kemauan untuk mengarahkan segala hal termasuk masalah menjadi bagian dari visi. Dalam pemahaman yang lebih luas, minat adalah totalitas visi. Minat akan membuat masalah menjadi tantangan. Yang terjadi bukan mengenai hilangnya masalah. Masalah itu selalu ada dan menjadi bagian dari hidup. Yang berbeda di sini adalah kemampuan menghadapi masalah. Minat yang menjadi totalitas visi akan membuat masalah sebagai bahan bakar untuk visi. Dalam bahasa spiritual, perjalanan itu sendiri menjadi visi, jadi disini sudah tidak lagi membicarakan visi sebagai tujuan. Apabila Anda melihat tujuan sebagai hasil, maka Anda akan melupakan prosesnya. Anda harus menganggap bahwa diri Anda berada dalam sebuah perjalanan yang jauh lebih besar. (James J. Mapes, Penulis Quantum Leap Thinking)

10

Penutup Ada sebuah pendapat dari Frank G. Goble yang perlu kita renungkan sejenak. Orang-orang yang gagal mengembangkan bakat-bakat mereka, yang menjalani hidup gersang tanpa gairah, yang tak pernah mampu mengembangkan cara-cara jitu untuk berhubungan dengan orang-orang lain, dengan setengah sadar tahu bahwa semua itu akibat kesalahan-kesalahan mereka sendiri. Jika Anda mengikuti pemaparan dari awal tulisan ini, nampak bahwa spiritualpreneur bermula dari pemahaman diri. Segala hal yang berhubungan dengan spiritualitas memang selalu berawal dari diri. Ketidakbahagiaan adalah hal yang membuat segala aktivitas menjadi kehilangan makna. Upaya kesuksesan dengan cara-cara yang menyehatkan adalah kebutuhan. Lebih dari itu, saya memahami bahwa upaya kesuksesan dengan prinsip spiritual adalah bagian dari terapi diri. Dalam hal ini, praktik meditasi dan hypnotherapy akan sangat membantu.

11

PROFIL PENULIS Victor Alexander Liem adalah kreator dan presiden dari Intuitive Wisdom Institute, yang memberikan jasa pelatihan, pengembangan, dan konsultasi pada bidang pengembangan diri yang berpusat pada Spiritual [R]Evolution melalui hypnosis dan meditasi. Pendekatan hypnosis dan meditasi yang digunakannya dikenal sebagai intuitive wisdom hypnosis, yang bertujuan untuk membuat diri bahagia agar proses pencapaian kesuksesan dapat lebih efektif. Victor Alexander Liem memiliki latar belakang teknik informatika, namun belakangan membuatnya tertarik pada psikologi terutama praktik meditasi dan hypnotherapy-- dari pada ilmu komputer. Ketertarikannya pada meditasi pada mulanya adalah upaya mencari solusi atas ketidakbahagiaan dalam hidup, terutama dalam krisis karir yang pernah dialaminya. Faktor bahagia yang dilatih dalam meditasi membuatnya mampu untuk menggali dan menentukan visi dan misi hidup. Setiap orang dilahirkan untuk memiliki visi dan misi dengan berbagi bagi sesama. Pengalamannya itu dituangkan dalam sebuah buku berjudul Using No Way as Way! yang mengenalkan praktik meditasi dari banyak sudut pandang, terutama: filsafat, psikologi, termasuk neuroscience, bahkan sedikit pemahaman lintas agama. Satu-satunya buku meditasi yang dibahas secara unik dengan simulasi dan ilustrasi yang kreatif. Ruang spiritualitas membawa manusia untuk memahami pikirannya yang tidak akan terlepas dari jati dirinya sebagai mahkluk spiritual. Spiritualitas bersifat universal dan tidak tergantung dari latar belakang tradisi maupun agama. KONTAK : victor_alx@yahoo.com : http://www.facebook.com/victor.a.liem?ref=profile : http://victoralexanderliem.blogspot.com

Email FaceBook Blog

Kini Buku Using No Way as Way! dapat dipesan melalui sms di 08122904625

PESAN SEKARANG JUGA!!!


12

Anda mungkin juga menyukai