Anda di halaman 1dari 9

A.

KRITERIA CAUSALITAS MENURUT BREVORT HILL Kriteria ini merupakan perluasan dari kriteria yang ditawarkan sebelumnya dalam landmark surgeon generals report on smoking and health, yang pada gilirannya didahului oleh aturan induksi oleh John Stuart Mill dan aturan yang diberikan oleh Hume.Hill menyatakan bahwa aspek-aspek berikut tentang hubungan yang digunakan dalam usaha untuk membedakan hubungan kausa dari nonkausa : !" strength#kekuatan, $" konsistensi, %" spesi&itas, '" temporalitas, (" biologi)al gradient, *" plausibilitas dapat diterima akal", +" koherensi#keselarasan, ," bukti eksperimental dan, -" analogi. Kriteria tersebut diambil dari induk aslinya, namun membutuhkan pembahasan yang lebih spesi&ik mengenai kegunaannya masing-masing. !. Strength. .rgumen Hill pada dasarnya bahwa hubungan#asosiasi yang kuat lebih bersi&at kausa dibanding karena asosiasi yang lemah, /ika asosiasi ini dapat di/elaskan melalui beberapa &aktor lainnya, maka e&ek dari &aktor itu harus lebih kuat dibanding asosiasi yang diamati dan sehingga akan men/adi terbukti. .sosiasi yang lemah, pada sisi yang lain, lebih dapat di/elakan melalui bias yang tidak terdeteksi. 0ntuk memperluasnya, ini merupakan argumen yang baik tetapi, menurut Hill sendiri, &akta bahwa suatu asosiasi yang lemah tidak mengesampingkan adanya hubungan kausa#sebab-akibat. 1ontoh yang umumnya digunakan adalah hubungan antara merokok sigaret dan penyakit kardio2askuler : suatu pen/elasan yang membuat hubungan men/adi lemah adalah bahwa penyakit kardio2askuler adalah umum, sehingga beberapa rasio pengukuran dari e&ek yang se)ara komparati& ke)il dibandingkan dengan rasio pengukuran untuk penyakit yang kurang umum. Meski demikian, merokok sigaret tidak diragukan se)ara serius sebagai penyebab penyakit kardio2askulet. 1ontoh lainnya adalah perokok pasi& dan kanker paru-paru, suatu asosiasi yang lemah bahwa sedikit pertimbangan men/adi nonkausa. 1ontoh dari asosiasi yang kuat tetapi nonkausa /uga tidak sulit ditemukan3 beberapa studi dengan peran)u kuat mengilustrasikan &enomena tersebut. Sebagai )ontoh, hubungan kuat tetapi nonkausal antara Down syndrome dan urutan kelahiran, yang diran)ukan oleh hubungan antara Down syndrome dan usia ibu. 4entu sa/a, bila ditemukan &aktor tersebut, maka hubungan ini diminimalisir dengan penyesuaian &aktor. 1ontoh-)ontoh ini mengingatkan kita bahwa hubungan yang kuat baik itu hubungan sebab-akibat necessary causa maupun sufficient causa, ataupun hubungan lemah dari necessary causa maupun sufficient causa untuk meniadakan hubungan sebab-akibat. Selain itu, baik risiko

relati& maupun pengukuran lain dari suatu asosiasi adalah suatu gambaran yang konsisten#tetap se)ara biologis dari suatu asosiasi3 seperti yang di/elaskan di atas, asosiasi pengukuran seperti itu ditandai dari populasi yang ada yang tergantung pada pre2alensi relati& dari kausa lainnya dalam populasi itu. Hubungan yang kuat hanya ada untuk mengesampingkan hipotesa bahwa hubungan yang se)ara keseluruhan berkaitan dengan &aktor peran)u yang lemah yang tidak diukur atau sumber lainnya dari bias yang tinggi.
2. Konsistensi. Konsistensi meru/uk pada obser2asi yang berulang dari suatu asosiasi

pada populasi yang berbeda pada keadaan yang berbeda. 4idak adanya konsistensi, bagaimanapun, tidak mengabaikan hubungan kausa#sebab akibat, karena beberapa e&ek diasilkan oleh kausa-nya masing-masing hanya pada kenyataan yang biasanya. 5ebih tepatnya, e&ek dari agen kausa tidak dapat ter/adi ke)uali ada komponen kausa pelengkap, atau siap digunakan, untuk menyempurnakan sufficient cause. Kondisi-kondisi seperti ini tidak selalu di/umpai. 6engan demikian, trans&usi dapat menyebabkan in&eksi H78 tetapi in&eksi itu tidak selal ter/adi: 2irus /uga harus ada. 9enggunan tampon dapat menyebabkan shock toxic syndrom, tetapi /arang, namun pada kondisi yang tidak diketahui, keadaan ini dapat ter/adi. Konsistensi hanya mun)ul setelah semua yang berkaitan dengan mekanisme kausa dipahami, yang dikatakan sangat /arang. Selan/utnya, meskipun studi mengenai &enomena yang persis sama dapat diharapkan untuk menghasilkan hasil sederhana yang berbeda karena metode dan random error yang berbeda. Konsistensi hanya mengesampingkan hipotesa bahwa asosiasi dihubungkan pada beberapa &aktor yang berbeda. Salah satu kesalahan dalam implementasi kriteria konsistensi yang begitu umum yaitu konsistensi mendapatkan sebutan khusus. Kadang diklaim bahwa suatu literatur atau seperangkat hasil inkonsisten yang sederhana karena beberapa hasil adalah signi&ikasi se)ara statistik dan kadang-kadang tidak. :2aluasi sema)am ini adalah kesalahan yang komplit meskipun bila seseorang menerima penggunanan metode pengu/ian signi&ikansi : hasil estimasi e&ek" dari studi dapat diidenti&ikasi meski bila banyak yang signi&ikan dan banyak pula yang tidak, maka perbedaan dalam signi&ikansi mun)ul dengan sendirinya karena perbedaan pada standar error atau ukuran studi. Selain itu, kesalahan ini tidak dieliminasi dengan estimasi yang distandarisasi.

3. Spesifitas. Kriteria yang memerlukan spesi&itas yaitu suatu kausa yang

menimbulkan satu e&ek, bukan banyak e&ek. 9endapat ini sering digunakan untuk menyangkal interpretasi kausa dari eksposur untuk menghubungkan banyaknya e&ek yang mun)ul ; sebagai )ontoh, dengan men)ari alasan untuk membebaskan merokok sebagai penyebab kanker paru-paru. Sayang sekali, kriteria ini tidak 2alid sebagai aturan umum. Kausa-kausa dari suatu e&ek yang mun)ul tidak dapat diharapkan untuk meniadakan semua e&ek yang lain. 6alam kenyataannya, pengalaman sehari-hari menga/arkan kepada kita se)ara berulang-ulang yaitu satu peristiwa atau kondisi yang mempunyai banyak e&ek. Merokok adalah )ontoh yang paling baik3 merokok menyebabkan banyak e&ek bagi perokok, pada sebagian karena merokok menyebabkan eksposur yang luas. .danya satu e&ek dari suatu eksposur tidak dapat memperke)il kemungkinan adanya e&ek yang lain. 6i sisi lain, <eiss dengan argumen yang meyakinkan bahwa spesi&itas dapat digunakan untuk membedakan beberapa hipotesis kausa dari hipotesis nonkausa, sementara hipotesis kausa memprediksi hubungan dengan satu hasil tetapi tidak ada hubungan dengan hasil yang lainnya. 6engan demikian, spesi&itas mempunyai peran bila spesi&itas disimpulkan se)ara logis dari pertanyaan hipotesis kausa.
4. Temporalitas.

4emporalitas menga)u pada perlunya suatu kausa untuk

mendahului mun)ulnya suatu e&ek. Kriteria ini tidak dapat dibantah, sepan/ang obser2asi kausa apapun yang diklaim harus melibatkan kausa putati2e 1 yang mendahului e&ek putati& 6. =agaimanapun hal itu tidak ter/adi, seiring ber/alannya waktu agar suatu bukti menolak hipotesis bahwa 1 dapat menyebabkan 6. Melainkan, obser2asi dimana 1 diikuti 6 hanya menun/ukkan bahwa 1 tidak dapat disebabkan oleh 6 pada )ontoh ini3 4idak ada bukti untuk menolak hipotesis bahwa 1 dapat menyebabkan 6 pada )ontoh ini dimana 1 mendahului 6.
5. Biological gradient. =iologi)al gradient menga)u pada adanya kur2a yang se)ara

tidak langsung menghubungkan dosis;respon. Kita sering mengharapkan seperti adanya hubungan nonoton. Sebagai )ontoh, banyak merokok berarti lebih terpapar karsinogen dan lebih merusak /aringan, sehingga lebih berpeluang karsinogenesis. Hubungan sebab-akibat bagaimanapun, memperlihatkan satu lon)atan treshold" yang lebih baik dibanding monoton3 )ontohnya adalah hubungan antara 6:S dan adeno)arsinoma 2agina. 9en/elasan yang mungkin adalah dosis 6:S yang diberikan )ukup besar untuk menghasilkan e&ek maksimum dari 6:S. 6ari hipotesis ini, bagi mereka yang terpapar 6:S, perkembangan penyakit tergantung

seluruhnya pada komponen kausa lainnya. Konsumsi alkohol dan mortalitas adalah )ontoh yang lain. .ngka kematian lebih tinggi diantara bukan peminum dan diantara peminum sedang, tetapi lebih tinggi lagi pada peminum berat. .da perdebatan yang patut dipetimbangkan tentang bagian yang mana dari kur2a dosis-respon yang berbentuk-J J-sha2e" yang se)ara kausa berhubungan dengan konsumsi alkohol dan bagian yang mana dari nonkausa yang menghalangi dari &aktor peran)u atau bias lainnya. =eberapa studi yang ada hanya memperlihatkan hubungan yang meningkat antara konsumsi alkohol dan mortalitas, mungkin karena kategori konsumsi alkohol terlalu luas untuk membedakan tingkat mortalitas diantara peminum sedang dan bukan peminum. .sosiasi yang memperlihatkan ke)enderungan monoton pada &rekuensi penyakit dengan meningkatnya le2el eksposur adalah bukan necessary causa3 &aktor peran)u dapt menimbulkan hubungan monoton antara &aktor risiko nonkausa dan penyakit /ika &aktor peran)u itu sendiri memperlihatkan biological gradient dalam hubungannya dengan penyakit. Hubungan nonkausa antara urutan kelahiran dan Down syndrom yang disebutkan pada bagian ! di atas memperlihatkan biological gradient yang hanya men)erminkan hubungan progresi& antara usia ibu dan Down syndrome. 1ontoh ini menun/ukkan bahwa adanya hubungan monoton baik necessary causa maupun sufficient causa. Hubungan yang tidak monoton hanya menolak hipotesis kausa yang )ukup spesi&ik untuk memprediksi kur2a dosis-respon yang monoton.
6. Plausibilitas. 9lausibilitas diterima akal" adalah hipotesis yang masuk akal se)ara

biologis, suatu perhatian yang penting namun /auh dari ob/ekti&itas atau absolut. Sartwell, menekankan poin ini, mengutip pernyataan 1hee2er !,*!, dalam the etiology of typhus before its mode of transmission (via body lice) : =oleh /adi tidak lagi menggelikan bagi orang asing yang bepergian malam hari dalam geledek kapal dari serangan ti&us, dimana dia mendekam, bersama tikus dengan badan sakit karena terin&eksi. Suatu kausa yang adekuat, seharusnya membenarkan ke/adian yang tidak disenga/a dari pengalaman sederhana. .pa yang di/elaskan oleh 1hee2er sebagai hal yang tidak masuk akal ternyata men/adi pen/elasan yang benar, karena memang benar tikus yang menyebabkan in&eksi ti&us. 9roblema seperti itu dapat diterima akal3 adalah terlalu sering tidak didasarkan pada logika atau data, tetapi hanya keper)ayaan sebelumnya. Hal ini tidak untuk mengatakan bahwa pengetahuan biologi harus dibuang ketika menge2aluasi hipotesis baru, namun hanya sekedar menun/ukkan kesulitan dalam aplikasi ilmu pengetahuan.

9endekatan =ayesian pada in&erensi usaha untuk mengatasi problema ini melalui perlunya kuantitas, pada skala probabilitas >-!", tentunya bahwa salah satu harus diyakini sebelumnya, sebagaimana dalam hipotesis baru. Kuanti&ikasi ini memainkan peran dogma atau membuka ingatan tentang analisis pada pertun/ukan publik, dengan angka tertentu yang mendekati ! atau > memperlihatkan komitmen yang kuat dari analisis atau menolak suatu hipotesis. 9endekatan =ayesian /uga memberikan suatu )ara mengu/i kuanti&itas yang diyakini tersebut untuk menolak hipotesis baru. Meski demikian, pendekatan =ayesian tidak dapat merubah plausibilitas men/adi suatu kriteria kausa ob/ekti&.
7. Koherens 6iambil dari the surgeon generals report on smoking and health ,

istilah koherens berarti bahwa interpretasi kausa-e&ek pada suatu asosiasi yang tidak bertentangan dengan apa yang diketahui dari se/arah alami dan biologi suatu penyakit. 1ontoh-)ontoh Hill yang memberikan koherensi, seperti e&ek histopatologi merokok terhadap epitelium bronkial dalam a)uan hubungan antara merokok dan kanker paru-paru" atau perbedaan insiden kanker paru-paru menurut /enis kelamin, dapat di/adikan )ontoh yang baik dari plausibilitas seperti koherens3 perbedaan tampak seperti men/adi satu. Hill menekankan bahwa tidak adanya in&ormasi yang bertalian, seperti perbedaan, tampaknya, dari adanya in&ormasi yang bertentangan, tidak harus di/adikan sebagai bukti menolak suatu asosiasi yang dianggap kausa. 9ada sisi yang lain, adanya in&ormasi yang bertentangan mungkin memang benar menolak suatu hipotesis, tetapi satu hal yang harus diingat bahwa in&ormasi yang bertentangan mungkin keliru atau salah interpretasi.
8. Experimental evidence.

=elum /elas apa yang dimaksudkan Hill dengan

e?perimental e2iden)e. Mungkin menga)u pada bukti dari eksperimen laboratorium pada binatang, atau bukti dari per)oban manusia, bagaimanpun, /arang tersedia bagi kebanyakan pertanyaan-pertanyan penelitian epidemiologi, dan bukti binatang )oba berhubungan dengan spesies yang berbeda dan biasanya dengan le2el eksposur yang /auh berbeda dari manuasia. 6ari )ontoh Hill, tampak bahwa apa yang dia maksudkan dengan e?perimental e2iden)e adalah hasil pemindahan dari eksposur yang berbahaya dalam suatu program inter2ensi atau pen)egahan, lebih baik dari pada hasil eksperimen laboratorium. 4idak adanya ketersediaan bukti seperti itu akan menyulitkan dalam men/adikan kriteria ini sebagai in&erensi. Se)ara logis, e?perimental e2iden)e bukanlah suatu kriteria namun suatu tes dari hipotesis kausa, suatu tes yang sederhana yang tidak ada

pada kenyataan yang sebenarnya. Meskipun u/i eksperimental dapat men/adi lebih kuat dibanding u/i lainnya, namun sering tidak se/alan dengan pikiran, karena sulit diintrepretasikan. Sebagai )ontoh, kita dapat men)oba melakukan u/i hipotesis bahwa malaria disebabkan oleh gas rawa melalui pengairan rawa pada suatu daerah dan tidak pada daerah yang lain untuk melihat apakah malaria diantara penduduk dipengaruhi oleh pengairan. Seperti yang diprediksikan melalui hipotesis, maka angka malaria akan turun pada daerah dimana rawa diberi pengairan. Seperti penekanan 9opper, bagaimanapun, selalu banyak pen/elasan alternati& untuk haasil dari setiap eksperimen. 6alam )ontoh ini, satu alternati&, dimana peristiwa men/adi benar, yaitu nyamuk merupakan penyebab transmisi malaria.
9. Analog. 9engertian yang lebih luas sekalipun dapat diturunkan dari analogi yang

berdasar pada daya ima/inasi para ilmuwan yang dapat menemukan analogi dimana sa/a. Sebaiknya, analogi memberikan suatu sumber hipotesis-hipotesis yang lebih seksama tentang asosiasi-asosiasi dalam studi3 tidak adanya analogi seperti itu hanya men)erminkan tidak adanya ima/inasi atau pengalaman, bukan kepalsuan dari hipotesis. Manfaat kriteria causa: Se)ara /elas, bukti standar epidemiologi yang ditawarkan oleh Hill disandarkan pada reser2asi#penerimaan dan penolakan. Hill sendiri menentang kegunaan dari sudut pandang ini beliau tidak memakai kata kriteria dalam makalahnya". 6i sisi yang lain, Hill bertanya, pada keadaan yang bagaimana kita dapat melewati hubungan obser2asi ini pada suatu keputusan memilih kausa@. Meski demikian disamping menyatakan putusan, Hill tidak menyetu/ui bahwa hard-and-&ast rules o& e2iden)e diwu/udkan dengan penentuan kausa : Kesimpulan ini meru/uk pada pandangan Hume, 9opper dan yang lainnya bahwa in&erensi kausa tidak dapat men)apai deduksi logika se)ara pasti. Meskipun beberapa ilmuwan melan/utkan penyebaran kriteria kausa sebagai penolong dalam penarikan kesimpulan, namun argumen lainnya yaitu benar-benar merugikan dalam menghalangi proses in&erensi dengan mempertimbangkan da&tar kriteria. Kelompok pertengahan, men)ari pendekatan pembuktian kesalahan untuk merubah kriteria ke dalam u/i dedukti& dari hipotesis kausa. 9endekatan seperti itu men)egah godaan untuk menggunakan kriteria kausa sederhana untuk mendukung teori, dan sebagai gantinya para epidemiologis &okus pada e2aluasi teori perbandingan kausa menggunakan obser2asi kritis.

B. DOSE RES ON Hu!un"an #$sis%res&$n' atau%(u!un"an &a&aran res&$ns' men/elaskan perubahan yang berlaku pada suatu organisme yang disebabkan oleh perbedaan tingkat eksposur atau dosis " ke stressor biasanya bahan kimia " setelah waktu pemaparan tertentu. Hal ini mungkin berlaku untuk indi2idu misalnya: se/umlah ke)il tidak berpengaruh diamati, se/umlah besar sangat &atal", atau untuk populasi misalnya: berapa banyak orang atau organisme yang terpengaruh pada berbagai tingkat eksposur". Mempela/ari respon dosis, dan mengembangkan model respon dosis, merupakan pusat untuk menentukan aman AdanA berbahaya Ale2elA dan dosis untuk obat-obatan , potensi polutan, dan Bat lain yang manusia atau organisme yang terkena. =eberapa kesimpulan ini sering men/adi dasar bagi kebi/akan publik. Harus disadari bahwa dosis-respons hubungan umumnya akan tergantung pada waktu pemaparan, mengukur respon setelah waktu eksposur yang berbeda mengarah pada hubungan yang berbeda dan mungkin kesimpulan yang berbeda mengenai dampak dari stressor dalam pertimbangan. Keterbatasan ini disebabkan oleh si&at deskripti& pendekatan. Kur)a res&$ns #$sis adalah sederhana gra&ik CD yang berkaitan besarnya suatu stressor misalnya konsentrasi polutan, /umlah suhu, obat, intensitas radiasi" untuk respon dari reseptor misalnya organisme yang diteliti". 4anggapan mungkin respon &isiologis atau biokimia, atau bahkan kematian mortalitas". Se/umlah e&ek lainnya atau endpoint" dapat dipela/ari. 6osis terukur biasanya dalam miligram , mikrogram , atau gram per kilogram berat badan" umumnya diplot pada sumbu C dan respon diplot pada sumbu D. 0mumnya, itu adalah logaritma dari dosis yang diplot pada sumbu C, dan dalam kasus seperti kur2a biasanya sigmoidal , dengan bagian )uram di tengah. 4itik pertama sepan/ang gra&ik mana respon atas nol ter)apai biasanya disebut sebagai ambang batas dosis . 0ntuk obat yang paling menguntungkan atau rekreasi, e&ek yang diinginkan ditemukan pada dosis sedikit lebih besar dari dosis ambang. 9ada dosis yang lebih tinggi, e&ek samping yang tidak diinginkan mun)ul dan tumbuh kuat dengan meningkatnya dosis. Substansi tertentu yang lebih kuat, kur2a ini akan lebih )uram. 6alam situasi kuantitati&, D-sumbu biasanya ditun/uk oleh persentase, yang menga)u pada persentase pengguna menda&tarkan respon standar yang mungkin kematian, seperti dalam 56 dosis respon dengan respon kontinu.
(>

".

Seperti kur2a disebut sebagai kur2a dosis respon Euantal, yang membedakannya dari kur2a

.nalisis statistik kur2a dosis-respons dapat dilakukan dengan metode regresi seperti model probit atau logit model , atau metode lain seperti metode Spearman-Karber. Kur2a dosis-respons dapat digunakan untuk plot hasil dari berbagai /enis per)obaan. SumbuC plot konsentrasi suatu obat atau hormon. Sumbu plot respon-D, yang bisa hampir apa sa/a. Sebagai )ontoh, respon mungkin akti2itas enBim, akumulasi dari kedua pesan intraselular, potensial membran, sekresi tingkat, /antung hormon atau kontraksi otot. 7stilah AA dosis sering digunakan se)ara luas. 7stilah dosis ketat hanya berlaku untuk u/i )oba yang dilakukan dengan hewan atau orang, di mana .nda mengelola berbagai dosis obat. .nda tidak tahu yang sebenarnya konsentrasi obat - .nda tahu 6osis yang diberikan. Famun, istilah AKur2a respons dosisA /uga digunakan lebih luas untuk menggambarkan dalam per)obaan in vitro mana .nda menerapkan dikenal konsentrasi obat. 7stilah Akonsentrasi Kur2a responsA adalah label yang lebih tepat untuk hasil per)obaan tersebut. 7stilah Adosisrespons kur2aA kadang-kadang digunakan bahkan lebih longgar untuk meru/uk pada per)obaan di mana .nda ber2ariasi tingkat dari beberapa 2ariabel lain, seperti suhu atau tegangan. Agonis adalah sebuah obat yang menyebabkan tanggapan respon". Jika .nda mengelola berbagai konsentrasi agonis yang, di-respon kur2a dosis akan menan/ak sebagai .nda pergi dari kiri konsentrasi rendah" ke kanan konsentrasi tinggi". Sebuah agonis penuh adalah obat yang mun)ul mampu menghasilkan respon /aringan penuh. Sebuah agonis parsial adalah obat yang menimbulkan respon, tetapi respon maksimum kurang dari respon maksimum untuk suatu agonis penuh. antagonis adalah sebuah obat yang tidak mempro2okasi respon itu sendiri, tapi blok-dimediasi tanggapan agonis. Jika .nda mem2ariasikan konsentrasi antagonis di hadapan konsentrasi tetap agonist", maka kur2a dosis-respons akan ber/alan menurun. C. UKURAN% UKURAN DALAM E IDEMIOLO*I Ukuran +rekuensi en,akit Daitu mengukur ke/adian penyakit, )a)ad ataupun kematian pada populasi. Merupakan dasar dari epidemiologi deskripti&. Grekuensi ke/adian yang diamati diukur dengan menggunakan 9re2alens dan 7n)idens. -. re)a/ensi Merupakan proporsi indi2idu dalam populasi yang mengalami penyakit atau kondisi lainnya pada suatu periode waktu tertentu. Man&aat pre2alensi :

Mendeskripsikan beban penyakit pada populasi Mendeskripsikan status penyakit pada populasi Menaksir &rekuensi paparan Menaksir kebutuhan pelayanan kesehatan untuk indi2idu-indi2idu yang terkena penyakit 0. Insi#ence menggambarkan /umlah kasus baru yang ter/adi dalam satu periode tertentu. a. Cu1u/ati)e insi#ence : 1en"ukur risik$ untuk sakit

9robabilitas dari seorang yang tidak sakit untuk men/adi sakit selama periode waktu tertentu, dengan syarat orang tersebut tidak mati oleh karena penyebab lain. Hisiko ini biasanya digunakan untuk mengukur serangan penyakit yang pertama pada orang sehat tersebut. Misalnya : 7nsidens penyakit /antung mengukur risiko serangan penyakit /antung pertama pada orang yang belum pernah menderita penyakit /antung.

!. Insi#ence rate 2insi#ence #ensit,. : 1en"ukur kece&atan untuk sakit

7nsidens rate dari ke/adian penyakit adalah potensi perubahan status penyakit per satuan waktu, relati2e terhadap besarnya populasi indi2idu yang sehat pada waktu itu Menyatakan suatu /umlah kasus baru per orang-waktu Jumlah orang yang berpindah status dari tidak sakit ke status sakit selama periode waktu tertentu merupakan hasil paduan antara tiga &aktor, yaitu ukuran besarnya populasi, lama periode pengamatan, kekuatan penyebaran penyakit morbidity. &or)e o&

OLEH : 3INDA RIMADANI E0A4450-6 RE*ULER 0' 0445 +KM UNDI

Anda mungkin juga menyukai