Anda di halaman 1dari 35

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Asertif 1 Pengertian Asertivitas Kata asertif berasal dan bahasa Inggris yaitu "to assert" yang berarti positif yaitu menyatakan sesuatu dengan terus-terang atau tegas serta bersikap positif (Fensterheim danBaer dalam Syarani, 1995). Menurut Mallot, dkk (Prabana, 1997), "toassert11 artinya sebasai cara menyatakan sesuatu dengan sopan mengenai hal-hal yang menyenangkan maupun yang dirasa mengganggu atau kurang berkenan Sedangkan menurut Ramus dan Nevid (Yogaryjantono, 1991) "to assert" betatti meminta seseorang untuk melakukan sesuatu dengan cara yang akan menambah penghargaan atau mengurangi aversi (rasa enggan). Perilaku asertif merupakan terjemahan dari assertifbehavior yang mengandung art suatu tindakan atau perilaku yang dinyatakaa dengan sopan dan mams untuk meminta seseorang berbuat sesuatu agar melakukan apa yang dikehendaki, meminta sesuatu pada orang lain disertai dei^an sikap yang sopan, sesuai dengan norma, tenang, dewasa, dan tnasuk akal. Definisi-definisi perilaku asertif atau asertivitas berdasar pendapat par a ahli adalah sebagai berikut, menurut Davis (1981), perilaku asertif adalah perilaku yang mengarah langsung kepada tujuan, jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya. Sedangkan menurut Mulvani (1989) perilaku asertif adalah perilaku pribadi menyangkut emosi yang tepat, jujur, relatif terus terang, tanpa perasaan cemas pada orang lain.

Taubmaa (Retaaningsih, 1992) mengartikan assertiveness sebagai ekspresi dari perasaan-perasaatL keinginan-keinginan, dan kebutuhan-kebutuhan, belajar bertindak atas dasar perasaan-perasaan, keinginan-keinginan, dan kebutuhan-kebutuhan tersebut dan menghormati perasaan-perasaan, keinginan-keinginan, dan kebutuhan-kebutuhan orang lain Menurut Calhoun (1990) asertivitas berarti bertahan pada hak-hak pribadi dan mengekspresikan pikiran-piMran, perasaan-perasaan, dan keyakinan secara langsung, lujur, dan tepat. Weaver (Susanto, 1997) mengartikan asertivitas sebagai kemampuan untuk mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran dan perasaan dengan yakin dan manipu. Perilaku asertif seseorang pada hakekatnya mencakup tiga klasifikasi umum perilaku, yaitu tepat dalam car a menolak permintaan orang lain, ekspresi yang tepat dari pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan seria ekspresi yang tepat dari keinginan-keinginan yang dimiliki (Wood dan Mallinekrodt dalam Prabana, 1997). Kelley (Prabana, 1997) mengatakan bahwa asertif adalah sikap seseorang dalam mengekspresikan dirinya dengan landasan hak pribadinya sendiri ianpa menyakiti atau menyinggung hak pribadi orang lain Perilaku asertif merupakan ekspresi yang tepat dari beberapa emosi selain kecemasan kepada orang lain (Wolpe dalam Yogaryjantono, 1991). Di dalam perilaku asertif terkandung perilaku kesanggupan untuk bermasyarakat, berempati, dan berkomumkasi baik verbal maupun non verbal (Arsanti, 1985). Jadi terbentuknya perilaku asertif diperkuat dengan adanya hubungan timbal-balik antar siswa, masyarakat, lingkungan keluarga, dan lingkungan sekolah. Menurut Rathus (Retaaningsih, 1992) menggambarkan perilaku asertif sebagai perilaku yang mengandung keberanian dalam mengekspresikan perasaan yang sesungguhnya, berani membeia hak-

habiva yang sail serta berani menolak permintaan-permintaan yang tidak beraiasan. Kcrliey (Ismayudha, 1993) asertivitas adalah kemampuan untuk menyatakan perasaan, keinginan, dan kebutuhan individu pada orang lain serta untuk mendapatkan

penghargaan Lebih khusus lagi, Kanfer dan Goldstein (Syarani, 1995) menyatakan bahwa orang yang asertif akan dapat membela diri ketika diperlakukan secara tidak adil, manipu memberi tanggapan terhadap masalah yang mempengaruhi kehidupannya, dan mampu menyatakan cintanya terhadap orang yang berarti dalam kehidupannya. Domikus (1988) menyebutkan bahwa orang yang mempunyai percaya diri yang baik akan lebih dapat berperilaku asertif Menurut Rimm dan Master (Susanto, 1997) perilaku asertif yaitu suatu perilaku interpersonal yang berupa pernyataan perasaan yang bersifat jujur dan relatif langsung. Asertivitas seseorang secara tidak langsung akan membuat orang lain merasa dituntut untuk menghargai atau tidak meremehkan keberadaannya. Orang yang asertif tidak mengabaikan hak-haknya dan tidak membiarkan orang lain melanggar hak-haknya tersebut Dengan sikap asertif seseorang memandang keinginan, kebutuhan, dan hakhaknya sama dengan keinginan, kebutuhan, dan hak-hak orang lain (Lloyd dalam Syarani, 1991). Orang yang asertif akan memberikan respon yang lebih bersifat terbuka, jujur, iitii mng dengan penuh penghargaan serta pertimbangan terhadap orang lain (Agustin dalam Syarani, 1993) karena respon asertif lebih bersifat akomodatif daripada respon pasif maupun respon agresif di dalam menghadapi situasi-situasi tertentu. Alberti dan Emmons, dkk (Retnaningsih, 1992) menyatakan bahwa orang asertif diasumsikan memiliki konsep diri yang positif yaitu salah satu cirinya adalah harga diri mereka tinggi.

Bloom, dkk (Yogaryjantono, 1991) mengemukakan bahwa perilaku asertif merupakan yoide* mean'" atau di tengah-tengah antara perilaku agresif di salu sisi dan perilaku pasif di sisi lain Maksud perilaku asertif adalali perilaku untuk berkomunikasi secara langsung dan terbuka, sedangkan perilaku agresif adalali untuk rnendominasi, untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dengan mengorbankan orang lain. Sedangkan perilaku pasif merupakan perilaku yang tidak menyatakan perasaan, gagasan, dan kebutuhannya dengan tepat serta mengabaikan hak-haknya sendiri. Perilaku pasif ini biasanya bersifat emosional, tidak jujur dan tidak langsung, terhambat dan menolak diri sendiri. Individu yang pasif akan membiarkan or ang lain menentukan apa yang harus dilakukannya dengan sering berakhir dengan perasaan cemas, kecewa terhadap din sendiri, bahkan kemungkinan akan berakhir dengan kemarahan dan perasaan tersinggung. Sedangkan asertivitas menurut Graham, Rees, dan Townend (Reputrawati, 1996) adalah perilaku kontinum yang berada di antara perilaku agresif dan perilaku pasif Perilaku agresif merupakan perilaku yang ekspresif tetapi umumnya bersifat defensive, bennusuhan serta merusak diri dan orang lain yang sering berakhir dengan rasa ftustasi dankesepian Sementara itu perilaku pasif adalali per ilaku atau sikap menghar gai konflik dengan orang lain dengan cara mendapatkan feeingman-keinginannya sendiri di bawali keinginan-keinginan orang lain atau lebih mendahulukan keinginan dan kebutuhan orang lam serta mengorbankan keinginan sendiri karena takut dan kurang percaya diri. Selain diwujudkan dengan komunikasi langsung, asertivitas juga dapat diwujudkan dengan komunikasi non verbal atau body language yang rneliputi mimik, gerak tubuh, postur, nada, dan tekanan suara, serta k ^ a n harus tertawa dengan tepat (Bloom dkk dalam Retnanin^ih, 1992). Kontak mata langsung yang menunujukkan ekspresi

sutigguh-sungguh, postur tubuh yang tegap dan menghadap lawan bicara akan menambah pengaruh pes an yang disampaikan, gerakan isyarat yang tepat, ekspresi wajah serta tekanan dan volume suara yang dirnodulasi yang akan rnenimbulkan kesan yang meyakinkan, semua itu eontoh dari asertivitas non verbal. Kelley (Syarani, 1993) menyatakan bahwa orang yang asertif mampu

m ngekspresikan emosi secara tepat tanpa adanya kecemasan terhadap orang lain. Orang vms asertif sebagai orang yang dapat mewujudkan perasaannya yang asli, menegakkan hak-hak pribadi masing-masing, dan menolak permintaan-permintaan dari orang lain yang tidak tnasuk akal dengan cara yang tidak menghina, tidak mengancam, dan tidak metemehkan orang lain (Rathus dalam Reputrawati, 1996). Dan uraian pendapat para ahli tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku asertif adalah sikap atau perilaku ailar pribadi yang menyangkut ekspresi keinginan-keinginan, kebutuhan-kebutuhan, serta perasaan-perasaan secara tepat. jujur, relatif terbuka, dan langsung mengarah ke tujuan. Adapun ciri-ciri dari perilaku asertif adalali penuh percaya diri dan teguh pada pendiriannya serta tanpa adanya perasaan cemas terhadap orang lain, tanpa mengesampingkan, menyakiti ataupun mengecilkan arti crang lain, dan taiija melanggar hak-hak orang lain baik melalui gerakan-gerakan tubuh seperti mimik, postur tubuh, gerak tubuh, nada dan tekanan suara, serta tindakan tanpa perasaan cemas dan mencemaskan orang lain. Orang-orang yang asertif tidak merasa malu dalam suatu pertemuan, dapat menjalin hubungan yang baik dengan orang yang beium dikenalnva dan juga menmijukkan perasaan yang positif terhadap sesuatu maupun pada orang lain, dengan demikian perilaku asertif selain bersifat langsung juga harus memperhatikan dan menghor mati keadaan orang lain, serta memberikan rasa per caya diri

pada seseorang seperti pujian. serta d^pat mengkomunikasikan sesuatu pada orang Iain. Jadi asertivitas merupakan kemampuan yang d ^ a t dimiliki oleh setiap individu. ^ 2. Menurut Radius (Reputrawati, 1996) aspek-aspek asertivitas adalali: a. Menolak hal-hal yang tidak sesuai dengan dirinya seperti permintaan dan gagasan b Mampu mengekspresikan perasaan positif dengan baik c. Jujur, terbuka, dan memberikan penghargaan pada orang lain tanpa menyakiti atau mengesampingkan ataupun mengecilkan arti orang lain d. Percaya din (Self confidence) e. Mampu berkomunikasi atau berbicara ) Mengai ukan permintaan dan bantuan pada orang lain tanpa rasa enggan.

11 Asertif 3. Perilaku < Pembentukan " " ' ' * * "

Menurut Rees dan Graham (Reputrawati, 1996), munculnya perilaku asertif karena adanya unsur-unsur a. Kejujuran (Honesty) Perilaku asertif akan suiit diwujudkan jika seseorang tidak jujur karena dengan kejujuran, orang lain akan mengerti, memahami, dan menghormati apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh orang yang bersangkutan. b. Tangguiig Jawab (Responsibility) Hal im berarti seseorang bertanggung jawab atas pililian-pilihannya atau keputusannya tanpa rnenyalahkan orang lain atas apa yang terjadi pada dirinya. Dengan rasa tanggung jawab terhadap apa yang akan ter jadi pada dirinya. maka ia akan dapat merubah hal-hal yang tidak diinginkannya.

c. Kesadaran diri (Self-awareness) Ketika seseorang akan belajar asertif; sebelumnya ia hams lebih dulu mengenal dirinya sendiri, agar lebih mernperhatikan perilaku yang dimuneuikan dan memikirkan cara-cara yang diinginkannya. d Percaya diri (Self confident) Menurut Bandura (Martani dan Adiyanti, 1991) percaya diri adalali sebagai suatu keyakinan seseorang untuk mampu berperilaku sesuai dengan yang diharapkan dan diinginkan. Seseorang yang memiliki rasa percaya diri yang rendah akan nienghambat perilaku asertifnya karena ada perasaan atau anggapan bahwa halhal yang negatif akan terjadi jika ia melakukan sesuatu sehmgga tidak yakin bahwa perilaku tersebut justru akan membawa pada perubahan yang positif. Orang asertif, dengan percaya diri yang dimtlikinya akan merasa yakin bahwa perilakunya akan membawa perubahan positif yang diinginkannya. Wolpe (Prabana, 1997), perilaku asertif merupakan suatu tmdakan untuk mempertahankan hak-hak seseorang oleh dirinya sendiri, dalam rangka mempertahankan hak-hak tersebut karena terdapat kondisi efektif meiiputi: a. Mengetahui akan hak-haknya b. Berbuat sesuatu untuk mendapatkan hak-hak tersebut c. Melakukan hak tersebut untuk rnencapai kebebasan emosional (emotional freedom).

4. Ciri-ciri orang asertif Untuk berperilaku asertif, seseorang harus terlebih dahulu mengetahui akan hakhaknya (Rees dan Graham dalam Reputrawati, 1996). Hak-hak asertif manusia tersebut meliputi: a. Hak bertindak yang tidak melanggar hak-hak orang lain b. Hak rnenjadi asertif atau tidak asertif c. Hak menentukan pilihan d. Hak berubah e. Hak mengontrol badan, waktu, dan kepemilikan f Hak menyatakan pendapat dan keper cayaan g. Hak berpikiran baik terhadap diri sendiri h. Hak mengajukan permintaan i. Hak menyatakan hal-hal yang menyangkut seksualitas j. Hak memiliki kebutuhan dan keinginan k. Hak berfantasi 1. Hak memiliki atau memperoleh infbrmasi m. Hak memperoleh barang ataupelayanan yang telah dibeli n. Hak untuk tidak tergantung dan hidup menyendiri o. Hak mengatakan "tidak" p. Hak diperlakukan dengan hot mat Orang asertif adalah orang yang penuh semangat, menyadari si apa dirinya, dan apa yang diinginkannya (Fensterheim dan Baer, 1980). Selanjutnya dikatakan bahwa pribadi yang asertif memiliki ciri-ciri:

a. Merasa bebas untuk mengemukakan dirinya, artinya ia bebas menyatakan perasaan dan pikirannya. b. Dapat berkomunikasi dengan sernua orang, artinya dengan orang yang telah maupun dengan yang belum dikenalnya. c. Mempunyai pandangan aktif tentang hidupnya, artinya berusaha untuk mendapatkan apa yang diinginkannya d. Bertmdak dengan cara yang dihormatinya, artinya dengan menerima

keterbatasannya sehingga kegagalan tidak membuatnya kehilangan harga diri. Bower dan Bower (Prabana, 1997), orang asertif akan dapat melakukan: a. Dapat mengekspresikan kesenangan-kesenangan dan minat pribadi secara spontan b. Membicarakan dirinya pada orang lain (prestasi atau keiebihan) pada saat yang diperlukan tanpa melakukan monopoli. c. Bersikap ramah dan bersahabat pada orang lain (dapat menyapa dengan sikap riiigan tanpa malu-malu). d. Menerima pujian dengan cara yang ramah. e. Menggunakan ekspresi wajah dan perubahan nada suara sesuai dengan kata-kata yang disampaikan f Dapat menyatakan ketidaksetujuan secara hahis misalnya dengan mengangkat alis, menggelengkan kepala atau mengubali topik pembicaraan. g. Berani meminta penjelasan atas petunjuk ataupenjelasan yang niernbingungkan. h. Ber ani nienanyakan alasan pada permintaan seseorang yang kurang masuk akal atau kurang beralasan.

i. Berani secara aktif menyatakan ketidaksetujuan yang telah diyakini sebelumnya pada pendapat seseorang. j. Berani rnenuntut hak dan untuk diperlakukan adit tanpa disertai kemarahan bila merasa kurang diperlakukan adil. k. Bila mempunyai keluhan, berani memperjuangkan dengan gigih sampai memperoleh kepuasan. 1. Mampu untuk memberikan alasan pada setiap pendapat yang bertujuan untuk mendebat, bila hal tersebut tidak mengenakkan. Menurut Townend (Reputrawati, 1996) asertivitas ditandai dengan kepercayaan diri, memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri maupun orang lain, dan perilakunya dinyatakan dengan jujur dan langsung. Tidjan (1995) orang asertif adalah orang yang memiliki harga diri dan pendirian mereka teguh. Menurut Ranter dan Goldstein (Syarani, 1995) menyebutkan ciri-ciri dari perilaku asertif adalah sebagai berikut: a. Dapat menguasai diri yaitu dengan her sikap bebas dan menyenangkan. b. Dapat merespon hal-hal yang sangat disukai dan wajar. c. Dapat menyatakan kasih sayang dan cintanya pada seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya. Sedangkan Lazarus (Yogaryjantono, 1991), ciri-ciri asertif adalah sebagai berikut: a. Kemampuan memulai, melanjutkan, dan mengakhiri suatu pembicaraan dengan sukses.
!

b. Kemampuan mengatakan "tidak" terhadap sesuatu yang tidak disetujui.

c. Kemampuan mengajukan permintaan atau bariuan kapada orang lain, jika memang membutuhkan bantuan. d. Kemampuan menyatakan perasaan baik perasaan yang menyenangkan maupun yang kurang menyenangkan. Menurut Andu (1993), ciri-ciri individu yang asertif adalah (1) dapat menguasai diri dan bersikap menyenangkan tanpa menyakiti orang lain, (2) mampu mengajukan pertanyaan atau per mintaan bantuan terhadap orang lain, (3) dapat merespon hal-hal yang disukamya dengan wajar, (4) berani mengekspresikan perasaan yang sesungguhnya (positif atau negatif), (5) bebas menyatakan dirinya sendiri (hal yang dipikiikan, diinginkan, serta siapa dirinya), (6) dapat berkomunikasi dengan orang lain dari semua tingkatan secara terbuka, jujur, dan langsung sesuai dengan situasinya, bark dengan orang yang tidak dikenal maupun sahabat, (7) berani menialin hubungan dengan orang-orang barn dan tidak menjauhkan dari pertemuan-pertemuan, (8) berani membela hak-haknya yang sah, (9) mempunyai pandangan yang aktif tentang hidup (berusaha ketas mevvujudkan keinginan atau cita-cita), (10) menghormati diri sendiri, bertindak dengan cara yang dihormatinya sendiri, selalu menerima keterbatasan-keterbatasannya dan tidak akan menderita, terancam, ataupun merasa kecil atas perbuatannya Asertivitas seseorang secara tidak langsung akan membuat orang lain merasa dituntut untuk tidak meremehkan dan menghargai keberadaannya. Hai ini dengan bersikap asertif, seseorang rnemandang keinginan, kebutuhan, dan hak orang lain sama dengan keinginan, kebutuhan, dan hak-haknya sendiri. Orang yang asertif tidak mengabaikan hak-haknya dan tidak membiarkan orang lain melanggar hak-haknya. Demikian juga ia mampu rnengungkapkan perasaan-perasaan negatifnya, misalnya

menyatakan rasa tidak setuiu dan rasa tidak enaknya kepada orang lain saraa seperti kemampuannya menyatakan perasaan-perasaan positifhya misalnya menyampaikan rasa cmtanya, penghargaan dan pujian. Orang asertif juga tidak akan merasa menderita, teraneam atau merasa keeil atas perbuatannya, tidak menjauhkan diri dari pertemuanpertemuan, berani menjalin hubungan dengan orang bam, serta mampu mengekspresikan perasaan suka atau cinta. Orang yang tidak asertif adalah orang yang tidak mampu mengekspresikan perasaan-perasaan serta harapan-harapannya karena takut orang lain tidak -akan menyukainya lag;, sebagai gantinya orang tersebut lebih memilih berdiam diri, dan kadang-kadang perasaannya diekspresikan dengan cara yang tidak langsung (Andu. 1993). Dikemukakan juga oleh Domikus (1988) bahwa tingkah laku orang yang tidak asertif adalah orang yang merasa tidak bebas untuk mengemukakan perasaannya, sukat untuk mengadakan komunikasi dengan orang lain, mempunyai pandangan hidup yang kurang aktif dan kurang dapat menghargai dirinya sendiri. Dai uraian diatas dapat disimpulkan bahwa orang yang asertif dicirikan dengan adanya rasa percaya diri vang tinggi dan mau rnenerima diri sendiri sebagaimana adanya artinya mampu rnenerima kelebihan dan kekurangan tanpa perlu merasa rendah diri, sehingga tidak ada kecemasan dan merasa bebas untuk menyatakan dirinya dengan begitu. komunikasi dapat berlangsung secara efektif Dengan demikian orang yang memiliki tingkah laku asertif adalah orang yang percaya pada diri sendiri, punya harga diri, dan punya pandangan aktif

5. Faktor-faktor w i g mempengaruhi asertivitas a. Jems Kelamin Menurut Arsante dan Gudykunst (Syarani, 1995) menyatakan bahwa pada umumnya pria banyak memiliki sifat-sifat maskulin yaitu kuat, asertif, kompetitif, dan ambisius. Penelitian Bee (Yogaryjantono, 1991) menambahkan laki-iaki cenderung lebih mandiri, tidak ffludah terpengaruh, dan lebih tenang, perempuan lebih mudahterpengaruh dan lebih bersifat mendidik. Budiman (Widodo, 1998) memperkuat pendapat Bee, dengan raengatakan bahwa laki-laki lebih aktif dan lebih rasiona! sedangkan perempuan lebih pasif, lebih emosional, dan lebih submisif. Masalali emosionalnya, dibandingkan dengan wanita, pria sering tidak belajar mengenai kejujuran emosional karena mereka diajarkan sejak dini untuk tidak emosional, wanita sering membesar-besarkan respon emosional terhadap situasi yang dihadapi (Lloyd dalam Syarani, 1995). Jenis kelamin yang dianggap mempunyai pengaruh terhadap perilaku asertif biasanya berhubungan dengan pola asuh, budaya yang melingkiyi, serta stereotip yang ada. Berdasar uraian tersebut dapat diduga bahwa laki-laki lebih asertif daripada per empuan. b. Harga diri Alberti dan Emmons (Hidayati, 1987) mengatakan bahwa orang-orang yang asertif diasumsikan memiliki konsep diri yang positif Orang yang memiliki konsep diri positif dengan sifat-sifat penerimaan diri, evaluasi cfiri yang positif dan harga din yang tinggi, akan merabuat mereka merasa aman dan memiliki rasa percaya diri yang tinggi dalam kaneah sosial. Konsep diri berkor elasi positif dengan perilaku asertif, karena harga diri merupakan bagian dari konsep diri artinya seseorang yang harga dirinya rendah maka konsep dirinya rendah (Retnaningsih, 1992). Rasa percaya diri pada orang yang memiliki

konsep diri positif akan memherikan kebevanian untuk menyampaikan pikiran dan perasaan yang sebenamya kepada orang lain taqpa disertai kecemasan, mampu rnenerima pikiran dan perasaan orang lain Bloom, dkk (Retnaningsih, 1992) mengemukakan bahwa antara harga diri dengan asertivitas mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling kait-mengkart. Individu yang mempunyai har ga diri tinggi akan mampu berperilaku asertif dan kemampuannya dalam berperilaku asertif akan meningkatkan pula harga dirinya. Jadi orang yang konsep dirinya positif biasanya lebih berani mengekspresikan dirinya sendiri, berani menyatakan pendapat tanpa takut dicela sedangkan orang yang konsep dirinya rendah akan cenderung merasa tidak arnan, tertekan, dan kurang percaya diri sehingga ia akan cemas. Keadaan tersebut akan membuat seseorang menjadi sulit dalam menyampaikan ide, perasaanperasaan, dan pikiran-pikiran kepada orang lain, yang akibatnya ia tidak memiliki keberanian untuk menyampaikan pikiran dan perasaan yang sebenarnya kepada orang lain, ini yang menjadikan seseorang itu menjadi tidak asertif c. Pola asuh orang tua dan lingkungan Kuahtas perilaku asertif seseorang sangat dipengarahi pengalaman masa kanakkanaknya (Andu, 19934- Pengalaman tersebut, yang kebanyakan berupa interaksi dengan orang tua maupun anggota keluarga lainnya, sangat menentukan pola respon seseorang dalam mengliadapi berbagai masalah setelah ia menjadi dewasa kelak. Seorang anak yang selaiu mendapat larangan setiap kali melakukan sesuatu, rnaka akan membuatnya takut untuk mencoba bertindak atau berbuat lainnya. Adanya larangan yang terus-menerus akan menjadikan seorang anak terlalu berhati-hati dan tidak spontan dalam

mengemukakan perasaannya Sehingp anak terbiasa untuk berperilaku tidak asertif

Sedangkan menurut Rathus dan Domikus (Prabana, 1997) tingkah laku asertif beikembang secara bertahap sebagai hasil mteraksi antara anak dan orang tua serta orangorang dewasa lain disekitarnya karena semenjak anak-anak, per an pendidikan perempuan dan laki-laki telali dibedakan oleh masyarakat artinya sejak kecil anak laki-laki dibiasakan tegas dan kompetitif Hasil penelitian Sari (1989) dibuktikan bahwa anak lakilaki lebih tegas, mandiri, tidak begitu tergantung pada kelornpok bermainnya maupun pada bantuan orang dewasa, dan mereka lebih berani menghadapi situasi-situasi yang menakutkan daripada anak perempuan. Keadaan tersebut menurut Berzonsky (Prabana, 1997) lebih disebabkan karena perbedaan sikap orang tua terhadap anak perempuan dan anak laki-laki. umumnya orang tua bersikap lembut terhadap anak perempuan dalam betbagai segi. Terhadap kesalahan atau kenakalan biasanya anak perempuan dihadapi dengan ekspresi wajah tidak suka atau dimaralu secara verbal sedangkan pada anak lakilaki lebih banyak dikenai hukuman fisik. Hal ini menyebabkan anak perempuan lebih raemperhatikan perasaan orang lain sedangkan anak laki-laki lebih ag-esif dan asertif. Selain itu, dalam kehidupan bermasyarakat yang menunjukkan bahwa asertivitas bukan milik semua orang karena masyarakat mengajarkan asertivitas kurang sesuai untuk anak perempuan dan adanya tuntutan masyarakat yang menjadikan laki-laki lebih agresif mandiri, dan kompetitif, sehingga anak perempuan lebih pasif terhadap hal-hal yang kurang berkenan dihatmya, tergantung, dan konfhrmis (Yogaryjantono, 1991). Sehingga lingkungan memang cukup besar peranannya pada perkembangan individu (Walgito, 1997), terutama pada perilaku individu. Kimble (Retnaningsih, 1992) mengemukakan bahwa anak laki-laki lebih tegas dan dominan daripada anak per empuan baik verbal maupun non verbal, ha! ini ditunjukkan

jika mereka bersama-sama dalam satu situasi, pada keadaan heterogen tersebut akan tampak bahwa anak perempuan lebih tidak asertif jika dibandingkan anak laki-laki. Anak perempuan akan asertif jika mereka dalam satu situasi dengan sesama jenisnya. Sementara itu Kaplan dan Sedney (Hidayati, 1987) menemukan bahwa untuk laki-laki cenderung asertif daripada perempuan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa cara pola asuh dan lingkungan berperan dalam menentukan perkembangan perilaku asertif seseorang d Kebuflayaan Setiap kebudayaan mempunyai aturan yang berbeda-beda, perbedaan ini dapat mempengaruhi pembentukan pribadi masing-masing individu terutama dalam perilaku asertifiiya. Prihatin (1987) hasil penelitiannya mengemukakan bahwa mahasiswa Batak lebih asertif dari pada mahasiswa Jawa. Sue, dkk (Reputr awati, 1996) mengatakan bahwa mahasiswa Amerika keturunan Asia pada umumnya lebih introvert., tidak asertif dan pasif jika dibandingkan dengan mahasiswa Amerika keturunan Eropa. Arsante dan Gudykunis (Retnaningsih, 1992) mengemukakan bahwa dalam negara-negara yang mempunyai nilai-nilai kebudayaan maskulin seperti Jepang, Australia, Venezuela, Italia, Meksiko, Inggris, dan Jerman, kompetisi dan perilaku asertif lebih dipentingkan, sebaliknya pada negara-negara yang mempunyai nilai-nilai feminin seperti Swedia, Beianda, Denmark, Chile, Portugal, dan Muangthai lebih mengutamakan siMnurturance (pemeliliaraan) dan belas kasihan Kebudayaan Jawa menganut dua kaidali atau ptinsip yang menentukan pola pergaulan dalam masyarakat, yaitu prinsip kerukunan dan prinsip hormat (Suseno, 1985 ). Sikap orang Jawa yang mengutamakan kepentingan umum atau masyarakat juga

difenamkam rasa malu, sungkan, dan takut sebagai sikap horraatnya pada orang lain juga untuk menghindan pertikaian atau konflik, bila dikaitkan dengan perilaku asertif, kebudayaan Jawa tersebut kurang mendukung asertivitas masyarakatnya. Di sanding itu, sejak kecil anak dididik untuk malu, takut dan sungkan sehingga dapat membentuk rasa percaya diri yang rendah, kurang imsiatif tidak spontan, kurang ekspresif takut untuk mengemukakan pendapatnya maupun perasaannya serta ide-idenya sehingga anak menjadi tidak maju dan kurang berkembang. Dari uraian kebudayaan Jawa khususnya, pendidikan dan lingkungan budaya Jawa terutama Jawa Tengah cenderung menghasilkan masyarakat yang kurang asertif Di lingkungan sekolah SMU Negeri I Kebumen kebanyakan para siswa kebudayaannya adalah Jawa. e. Tingkat pendidikan Caplow (Yogaryiantono, 1991) mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang akan semakin ada kecenderungan untuk sukses dalam bekerja. Semakin orang berpendidikan akan semakin mengenal dirinya secara lebih baik, termasuk kelebihan dan kekurangannya, sehingga mereka cenderung mempunyai rasa percaya din. Dengan pengalaman pendidikan formal yang dialami individu akan berakibat besar terhadap sikap, konsepsi, dan cara berpikir. Dalam bertingkah laku, lebih mm fleksibeL lebih terbuka terhadap pembaharuan, serta ingatan dan perasaannya lebih luas, ini akan membawa seseorang menjadi percaya diri yang orientasi segala perilakunya lebih dititikberatkan pada keputusannya sendiri (Yogaryjantono, 1991). Diperkuat dengan hasil penelitian Domikus (1988) menyebutkan bahwa orang yang mempunyai percaya diri yang baik akan lebih dapat berperilaku asertif Selain itu juga didukung oleh Firth

daii Snyder (Prabana 1997) faktor umut dan tingkat pendidikan memiliki pengaruh teihadap perkembangan asertivitas. f Jenis peketjaan dan lama kerja Peneiitian Kiecolt dan Mc Grath (Prabana 1997) menyimpulkan balrna jenis pekerjaan berpengaruh terhadap asertivitas individu artinya jenis peketjaan yang banyak melibatkan individu dengan orang lain akan berpengaruh positif terhadap kemampuan seseorang dalam berperilaku asertif karena banyaknya hubungan interpersonal yang dilakukan. Peneiitian tersebut didukung oleh Koentjoro (1987) yang menyatakan bahwa beberapa hal yang diduga mempengaruhi seifasertiveness adalali pekerjaan yang banyak menuntut hubungan interpersonal. Seiain itu peneiitian Windiatti (Yogaryjantono, 1991) bahwa ada perbedaan tingkat asertivitas wanita karier dengan karakteristik pekerjaan yang berbeda Lama kerja juga bisa berpengaruh terhadap asertivitas seseorang. Masa kerja yang semakin lama akan menambah pemahaman tentang pekerjaan, tnenambah keiancaran tugas, dan menambali tanggung jawab. Dengan bertambah kemampuannya tersebut, akan mempunyai perasaan puas terhadap pekerjaannya karena menghasilkan peketjaan dengan hasil baik dan mendatangkan sikap positif terhadap pekerjaannya. Hal itu sejalan dengan peneiitian yang dilakukan Fensterheim dan Baer (Susanto, 1997) menyatakan bahwa semakin seseorang memiliki tingkah laku asertif dalam hubungannya dengan peketjaan dan semakin bersedianya untuk menunjukkan dirinya, rnakin besat pula kepuasan yang akan diperoleh.


30 g. Kondisi sosial ekonomi dan intelegensi Faktor sosial dan intelegensi seseorang mempengaruhi tinggi rendahnya asertivitas se - jorarig- Ditunjukkan oleh hasil peneiitian Sehartz dan Gottman (Retnaningsih, 1992) menunjukkan bahwa individu yang memiliki status sosial ekonomi dan intelegensi yang tinggi pada umumnya tinggi pula nilai asertivitasnya. Johandar (1980) menambahkan baliwa antara intelegensi dan prestasi belajar memiliki korelasi yang positif artinya jika intelegensi semakin tinggi semakin tinggi pula prestasi belajaraya. Ditmjau dari iurusan yang ada di SMU terutama jurusan EPA dan jurusan IPS maka jurusan berkaitan dengan intelegensi. Hal itu karena untuk memilih jurusan disesuaikan dengan kemampuan. Kemampuan seseorang melibatkan intelegensi dan prestasi belajar. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan baliwa asertivitas seseorang tidak muncul dengan sendirinya atau sekedar perilaku yang dial-ami yang dibawa sejak laliir. Lloyd (Syarani, 1995) mengatakan bahwa walaupuan bersifat alamiah, teiapi perilaku asertii bukan sekedar perilaku alamiah, perilaku asertif dipelajari dan dikembangkan karena faldor-faktor yang mempengaruhi asertivitas seseorang. Faktor-faktor tersebut adalah harga diri pola asuh dan lingkungan, kebudayaan, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan -j dan lama kerja, serta kondisi sosial ekonomi dan intelegensi. 6. Manfaat perilaku asertif Keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam menjalin hubungan dengan orang lain sangat ditentukan oleh sikap dan tingkah laku individu yang bersangkutan Oleh karena itu, perilaku asertif tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang. Kegagalan dalam hubungan sosial sering disebabkan karena seseorang tidak bisa berperilaku asertif, dalam arti tidak mampu mengekspresikan perasaan yang sesungguhnya.

B E ; ,p

Sebagai makhiuk sosial disepanjang hidupnya, manusia selalu berhubungan dengan orang lain kemampuan untuk berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lam dalam bergaul bersama orang lain untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkannya Dari beberapa pendapat dan peneiitian para ahli, dapat diketahui besarnya manfaat perilaku asertif dalam memberikan sumbanganbagi kehidupan manusia Menurut Rimm dan Masters (1974), perilaku asertif dapat menambah perasaan sehat dan memungkinkan seseorang untuk memperoleh penghargaan sosial serta rasa senang seperti ia rnenerima penghargaan berupa materi, dengan perilaku asertif ia dapat membantu seseorang untuk memperoleh kepuasan hidup yang lebih besar. Agustin (1993) menambahkan bahwa perilaku asertif dapat membantu seseorang untuk mengkomunikasikan secara jelas dan tegas atas kebutuhan-kebutuhan, keinginan, dan perasaan orang lain. Orang yang tidak asertif sering menyalahkan diri sendiri. Peneiitian Massong, dkk (Hidayati, 1987) menyebutkan adanya perbedaan mekanisme pertahanan diri yang dipakai oleh kelompok asertif dan tidak asertif. Kelompok asertif lebih banyak mernakai intelektualisasi, rasionanilasi dan isolasi alek yang menandakan bahwa mereka lebih mampu mengatasi konflik dan kecemasan dengan cara yang efektif dan dapat diterima oleh lingkungan Pada kelompok tidak asertif cenderung menggunakan mekanisme pertahanan diri yangprimitif, tidak efektif dan tidak adaptif yaitu proyeksi, denial, represi, reaksi fbrmasi, tidak melakukan sesuatu, dan kompensasi berupa perusakan objek atau perusakan diri sendiri. Kanfer dan Goldstein (Reputrawati, 1996) dengan penyesuaian sosial yang baik dengan sendirinya akan membawa seseorang pada kualitas hidup yang baik pula, karena dengan perilaku asertif akan meningkatkan penyesuaian sosial yang baik Di samping itu perilaku asertif akan

mengurangi kemungkinan seseorang untuk ierserang hipertensi (Keane dkk dalam Susanto, 1997). Perilaku asertif dapat pula membantu seseorang dalam mernenuhi kebutuhan aktualisasi diri. Hal ini disebabkan dalam proses aktualisasi dibutuhkan keterbukaan, kesadaran diri, kemampuan menyesuaikan diri, dan perhatian terhadap hak-hak orang lain (Goddard dalam Prabana, 1997). Hasil peneiitian Sanchez dan Lewinsohn (Retnaningsih, 1992) menemukan bahwa semakin tinggi kemampuan seseorang dalam berperilaku asertif akan makin tidak mudah fcerbawa dalam kondisi depresi. Menurut Kelley (Prabana, 1997} menyatakan bahwa perilaku asertif tidak hanya ditampilkan atau diperlukan untuk merespon situasi fcertentu saja tetapi dapat juga digunakan dalam berbagai macam situasi antara lain situasi fceluarga, hubungan interpersonal, dan situasi kerja. Selanjutnya Wolpe (Yogaryjantono, 1991) menerangkan bahwa dengan bertindak asertif, individu dapat mengurangi atau menghilangkan kecemasan dalam mengungkapkan perasaannya kepada orang lain dan perilaku asertif merupakan pen laku yang penuh keyakinan diri yang dianggap sebagai perayataan emosi yang tepat terhadap orang lain. Perilaku asertif akan membantu meningkaikan perasaan sejahtera, bebas dar i rasa tertekan, serta menghambat munculnya kecemasan. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, akan bermanfeat jika seseorang berperilaku asertif semakin asertif seseorang akan semakin besar pula kepuasan kerja yang diperolelmya (Fensterheim dan Baer dalam Syarani, 1995). Menurut Townend (Susanto, 1997) seseorang yang berperilaku asertif berarti dapat berkomunikasi dengan or ang lain secar a efektif karena orang yang asertif cenderung terbuka dengan orang lain maupun fcndaiigan-pandangannya.

Selain itu asertivitas juga menguntungkan bagi perkembangan motivasi berprestasi seseorang, karena motivasi berprestasi membutuhkan iklim yang mendukung, saiah satunya perilaku asertif (Susanto, 1991). Dilihat dari sudut caraberkomunikasi, menurut De Vito (Retnaningsih, 1992) orang yang asertif akan mampu berkomumkasi, biasanya terbuka, dominan dan intensitasnya tinggi, tidak cemas, dalam bertanya dengan orang lain tanpa perasaan takut, mampu beragumentasi, dan tidak mudah dipengaruhi. Sebahknya orang yang tidak asertif, akan mengalami hambatan dalam komunikasi karena tidak mampu mengatakan apa yang sebenarnya diinginkan (Susanto, 1997). Dari beberapa pendapat dan hasil peneiitian dapat disimpulkan bahwa perilaku asertif sangat berguna bagi kehidupan manusia. Dengan kemampuan asertif, seseorang akan terhindar dari hipertensi, depresi, mekanisme pertahanan diri yang primitif sehingga memungkinkan seseorang memperoleh kepuasan dalam pekerjaannya dan membantu dalam mewujudkan aktualisasi diri sehingga memungkinkan tercapainya kualitas hidup yang lebih baik. Selain itu, asertivitas sangat bermanfaat bagi penyesuaian sosial dalam lingkungan manapun dimana terjadi interaksi atau hubungan dengan orang lain. Penyesuaian sosial yang baik akan membawa pribadi yang sehat dan mental yang sehat. Dengan perilaku asertif, komunikasi dengan orang lain dapat berlangsung secara efektif dan tidak terhambat karena tidak ada perasaan cemas dan takut serta mendukung perkembangan motivasi berprestasi seseorang, sehingga memudahkan seseorang untuk meneapai tujuan-tujuan yang diinginkan

B, Siswa IP A dan Siswa IPS Program pengajaran khusus diselenggarakan di kelas III inulai tahun ajar an 1996/1997 dan dipilih oleh siswa sesuai dengan kemanipuan dan minatnya. Program pengkhususan ini dimaksudkan untuk mempersiapkan siswa melanjutkan pendidikan pada jenjang-jenjang tinggi dalam bidang pendidikan akademik maupun pendidikan profesional dan mempersiapkan siswa secara langsung atau tidak langsung untuk bekerja di masyarakat. Program pengajaran khusus terdiri dari program Bahasa, program Ilmu Pengetahuan Alam, dan pr ogr am Ilmu Pengetahuan Sosial (Mardiyah, 1993). Jenis mata pelajaran umum dan jumlah jam pelajat an masing-masing matapelajaran umum pada setiap program khusus adalah sama. Dalam hal im, penulis hanya membicarakan siswa program IP A dan siswa program IPS. 1. Pengertian siswa program IP A dan siswa program IPS a. Siswa program IP A Boediono (1994) menyebutkan bahwa IP A adalali Ilmu Pengetahuan Alam. Mata pelajaran khusus di program IP A adalah Fisika, Biologi, Kimia, dan Matematika. Sedangkan mata pelajaran umum berupa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Indonesia, Sejarali Nasional dan Sejarah Umum, Bahasa Inggris, dan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Siswa adalali orang yang sedang belajar pada suatu lembaga pendidikan Jadi siswa program IP A adalah orang yang sedang belajar pada suatu lembaga pendidikan yang khusus menipelajati kelompok mata pelajaran IP A Fungsi pelajaran IPA yaitu untuk mengembangkan pengertian dan minat siswa terhadap masalali-masalali yang ada pada alam dengan cara menanamkan konsep-konsep

Ilmu Pengetahuan Alam. Pelajaran IP A relatif mempunyai ketentuan-ketentuan yang sudah pasti, membutuhkan ketepatan clan ketelitian (Chriswatie, 1978). Pada kelompok siswa IPA memiliki kebutuhan untuk berprestasi dan menguasai (Anam, 1979). b. Siswa pr ogr am IPS IPS adalali Ilmu Pengetahuan Sosial. Emu Pengetahuan ini cenderung

membicarakan kegiatan-kegi atari hidup manusia dalam lingkungan hidupnya dan masyarakat. Jadi kegiatan hidup manusia merupakan obyek studi kelompok IPS. Program IPS menekankan pada mata pelajaran Ekonomi. Sosiologi, Tata Negar a, dan Antropologi. Siswa program IPS adalali orang yang sedang belajar pada suatu lembaga pendidikan yang khusus mempelajari kelompok mata pelajaran IPS. PS mempunyai ketentuanketentuan yang bersiiat umum dan membutuhkan bahasa yang relatif lebih tinggi (Chriswatie, 1978). Pada kelompok siswa IPS memiliki kebutuhan untuk memberikan bantuan dan penghargaan (Anam, 1979). Mata pelajaran umum yang diterima memiliki kesamaan dengan yang diterima di kelas jurusan IPA. 2. Proses penjurusan IPA dan IPS Sekolah dalam melakukan penjurusan biasanya dengan melihat nilai raport Untuk bisa masuk jurusan IPA, yang dijadikan norma adalah kelompok mata pelajaran IPA harus mendapat nilai rata-rata minimal enam. Demikian juga dengan siswa yang ingin masuk jurusan IPS, nilai rata-rata kelompok mata pelajaran IPS minimal harus enam. Setelah langkah pertama tersebut dilakukan kemudian langkah selanjutnya para guru akan mengadakan rapat untuk memutuskan siapa-siapa yang masuk ke jurusan IPA dan IPS.

3. Kriteria dan tujuan penjurusan Kriteria penjurusan yang dilakukan di sekolah-sekolah untuk menentukan siswa masuk jurusan IPA atau IPS (Boediono, 1994) adalah sebagai berikut: a. Masuk jurusan atau program IPA bila nilai bidang studi PPKn, Bahasa dan Sastra Indonesia, serta Pendidikan Agama minimal enam dengan hanya nilai lima pada bidang studi Maternatika atau Bahasa Inggris atau Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Dengan rata-rata minimal enam b. Masuk jurusan atau pr ogram IPS bila nilai bidang studi PPKn, Bahasa dan Sastra Indonesia, serta Pendidikan Agama minimal enam dengan hanya nilai lima pada salah satu kelompok mata pelajaran IPS atau pada Bahasa Inggris atau Pendidikan Jasmani dan Kesehatan atau Maternatika. Ketentuan lain. a. Siswa yang mencapai nilai melebihi minimum, penentuan jurusan ditentukan sekolah dengan memperhatikan jumlah nilai bidang studi jurusan yang tertinggi. b. Siswa yang mencapai nilai di bawah kriteria minimum, ditetapkan oleh sekolah dengan memperhatikan jumlah nilai bidang studi jurusan yang terdekat dari kriteria minimum penjurusan. Jadi penjurusan dilakukan hanya dengan melihat pada mata pelajaran pokok sebagai persyaratan untuk naik ke jurusan IPA atau jurusan IPS. Dari hal-hal tersebut, maka seorang siswa dimungkinkan tidak akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan nilai yang sudah distandarkan pada masing-masing jurusan. Penjurusan sangat berkaitan dengan masa depan anak dan masa depan bangsa, dengan demikian tujuan dilakukannya penjurusan (Jauhari, 1977) antara lain.

a. Untuk membantu anak didik menemukan minat, bakat, dan kemampuannya. b. Memberikan kesempatan anak didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya semaksimal mungkin. Dengan sendirinya setelah anak didik dijuruskan diharapkan ia akan mempelajari mata pelajaran jurusannya dengan lebih r aj in daripada sebelumnya. e. Mempermudah para guru memberikan materi pendidikan, contoh. Anak yang mempunyai bakat, minat, dan kemampuan di jurusan IPA, maka bagi anak tersebut akan lebih mudah rnenerima mata pelajaran EPA. Sehingga hal tersebut akan mempermudah tugas par a guru IPA. 4. Pelajaran-pelajaran yang diberikan pada masing-masing jurusan Di kelas IPA akan diberikan pelajaran-pelajaran yang berkaitan dengan penjurusannya beserta jumlah waktu untuk setiap pelajaraimya dalam satu Minggu (Mardiyah, 1993) adalah sebagai berikut. a. Mata pelajaran umum meliputi: Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (2 jam), Pendidikan Agama (2 jam), Bahasa dan Sastra Indonesia (3 jam), Sejarah Nasional dan Sejarah Umum (2 jam), Bahasa Inggris (5 jam), Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (2 jam). b. Mata pelajaran Khusus meliputi: Fisika (7 jam), Biologi (7 jam), Kimia (6 jam), dan Maternatika (8 jam). Untuk kelas IPS akan memperoleh pelajaran-pelajaran setiap minggunya adalah sebagai berikut: a. Mata pelajaran umum meliputi: Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (2 jam), Pendidikan Agama (2 jam), Bahasa dan Sastra Indonesia (3 jam),

Sejarah Nasional dan Sejarah Umum (2 jam), Bahasa Inggris (5 jam), Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (2 jam). b. Mata pelajaran khusus meliputi: Ekonomi (10 jam), Sosiologi (6 jam), Tata Negara (6 jam), dan Antropologi (6 jam). 5. Manfeat nilai report Nilai raport dalam bentuk angka ini diyakim dapat dipergunakan untuk keperluan penjurusan, karena memiliki manfaat (Budiarto, 1977). Adapun manfaatnya adalah: a. Untuk memberikan umpan-balik {feed back) kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar-mengajar dan mengadakan "remedial program7' bagi siswa. b. Untuk menemukan kemajuan atau hasil belajar masing-masing siswa yang antar a lain diperlukan untuk pernberian laporan kepada orang tua, penentuan kenaikan kelas, dan penentuan penjurusan siswa c. Untuk menempatkan siswa dalam situasi belajar-mengajar yang tepat (misalnya dalam penentuan jurusan) sesuai dengan tingkat kemampuan atau karakteristik yang dimiliki siswa. d. Untuk matigenal latar belakang (psikologis, fisik, dan lingkungan) siswa yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar yang hasilnya dapat digunakan sebagai dasar dalam rnemecahkan kesulitan-kesulitan tersebut. 6. Hasil-hasil peneiitian tertang siswa PA dan siswa IPS Rahardjo (1982) mengemukakan bahwa ada perbedaan jurusan pada waktu SLTA terhadap prestasi belajar mahasiswa Fakultas Psikologi UGM artinya antar a mahasiswa lulusan SLTA jurusan IPA dengan mahasiswa lulusan SLTA jurusan IPS pada Fakultas

Fsikologi UGM, mahasiswa lulusan SLTA jurusan IPA lebih tinggi prestasi belajarnya secara sigmfikan Ditmjau dari minat, Budiarto (1977) mengatakan bahwa ada hubungan yang positif aiitara minat memilih jurusan IPA dan IPS dengan prestasi belajar artinya semakin besar minat seseorang di dalam memilih jurusan yang disenanginya maka akan semakin tinggi prestasi belajar yang dicapai. Untuk intelegensi ternyata antara jurusan IPA dan jurusan IPS ada perbedaan, hal itu d^?at diketahui dari hasil peneiitian Jauhari (1977) yang menyatakan bahwa ada perbedaan hasil tes SPM antara IPA dan IPS artinya siswa-siswa kelompok jurusan IPA lebih tinggi taraf intelegensinya daripada kelompok IPS di SMA Negeri Boyolali, hal ini diperkuat juga oleh hasil peneiitian Johandar (1980) bahwa ada perbedaan intelegensi dari hasil tes SPM antara siswa IPA dan siswa IPS pada SMA PIRI Yogyakarta, dimana siswa IPA intelegensinya lebih tinggi. Utari (1978) menemukan adanya hubungan kecemasan dengan prestasi belajar pada pelajar SMU jurusan IPA. Sedangkan peneiitian Purwati (1993) menyatakan ada hubungan positif antara persepsi terhadap situasi kompetitif, intelegensi, dan kecemasan terhadap kegagalan dengan prestasi belajar pada siswa Kelas II jurusan A-l dan A-2 (kelompok IPA) di SMA Negeri IV Yogyakarta, juga menyatakan ada hubungan yang positif antara persepsi terhadap situasi kompetitif dengan prestasi belajar pada siswa kelas 11 jurusan A-l dan A-2 (kelompok IP.A) di SMA Negeri IV Yogyakarta.

C. Hubungan antara Harga Dili dengan Perilaku Asertif Harga diri merupakan bagian dari konsep diri, artinya seseorang yang harga dirinya rendah maka konsep dirinya rendah Harga din adalah penilaian tentang keberartian diri

dan nilai seseorang yang didasarkan aias proses pembuatan konsep dan pengumpulan infbrmasi tentang din beserta pengalamannya (Johnson and Johnson dalam Helmi, 1995). Sedangkan konsep diri merupakan suatu bertuk kesadaran, persepsi kognitif, dan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri (Zebua dan Nurdjayadi, 2001). Selanjutnya dikatakan pula bahwa konsep diri bukan faktor bawaan namun merupakan hasil inieraksi dengan lingkungan, jadi konsep diri merupakan suatu konstrak yang dipelajari dan memegang peranan penting dalam hidup manusia karena menentukan tindakan atau perilaku individu Berkaiian dengan perilaku individu, konsep diri berkorelasi positif dengan perilaku asertif (Retnaningsih, 1992). Jadi harga diri mempengaruhi kemampuan asertif seseorang. Or ang yang memiliki harga diri rendah karena konsep dir i yang negatif akan cenderung merasa tidak aman, tertekan, dan kurang percaya diri sehingga cemas. Keadaan tersebut akan membuat seseorang menjadi tidak asertif Sedangkan orang yang konsep dirinya positif umumnya lebih berani mengekspresikan perasaannya tanpa takut dicela orang lain. Bloom (Yogaryjantono, 1991) menyatakan antara harga diri dengan asertivitas mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling kait-mengkait artinya individu yang punya harga diri tinggi akan manipu berperilaku asertif sehingga harga dirinya akan naik. Menurut Coleman (Martani Vlan Adiyanti, 1991) harga diri sangat penting bagi peikembangan remaja karena remaja yang memiliki harga diri akan memiliki kepercayaan diri sedangkan remaja yang harga dirinya rendah akan terisolir dan merasa tidak kompeten dalam hubungan sosialnya Dengan harga diri yang tinggi maka konsep diri yang dimiliki positif Konsep diri yang positif lahit pola perilaku komunikasi interpersonal yang positif pula yakni melakukan persepsi yang lebih cermat dan

mengungkapkan petunjuk-petunjuk yang membuat orang lain menafsirkan kita dengan cetmat pula. Komunikasi yang berkonsep diri positif adalah or ang yangtembus pandang (transparant) dan terbuka dengan orang lain (Jourard dalam Rakhmat, 1986). Mampu berkomunikasi dengan konsep diri yang positif ber arti rnampu berperilaku asertif kar ena dengan perilaku asertif mengandung sikap sanggup untuk berkomunikasi (Arsanti, 1985). Orang yang memiliki konsep diri yang positif akan memiliki sifat penerimaan diri, evaluasi diri yang positif dan harga diri yang tinggi, membuat mer eka merasa aman dan memiliki rasa percaya diri yang tinggi dalam kancah sosial karena dengan percaya diri yang dimiliki akan memberikan keberanian untuk menyampaikan pikiran dan perasaan yang sebenarnya kepada orang lain tanpa disertai kecemasan, mampu rnenerima pikiran dan perasaan orang lam. Dengan demikian orang yang asertif juga memiliki konsep diri yang positif (Hidayati, 1987). Sedangkan pada orang yang konsep dirinya rendah akan cenderung tidak aman, tertekan, kurang percaya diri, dan cemas sehingga ia akan sulit mengekspresikan pikiran dan perasaannya pada orang lain. Keadaan ini membuat ia jadi tidak asertif

D. Pengaruh Jenis Eelamra terhadap Perilaku Asertif \ Pria yang memiliki karakteristik mandiri, kuat, lebih berorientasi pada personal dan prestasi, logis, kompetitif; memungkinkan untuk memiliki rasa percaya diri yang lebih tinggi daripada wanita (Prabana, 1997). Masyarakat atau budaya juga mendukung dengan karakteristik pria tersebut. Pria juga memiliki kebebasan untuk menyatakan,

mendominasi lawan iemsnya, menjadi asertif dan kompetitif (Jersild dalam Prabana, 1997). Karakteristik-karakteristik kepribadian yang dimiliki pr ia, sesuai dengan tuntutan

budaya atau masyarakat sehingga dirmmgkinkan pria cenderung untuk berper ilaku asertif. Dengan berperilaku asertif akan mendapatkan rasa aman karena oleh budaya atau masyarakat mendapat dukungan, sedangkan pada wanita perilaku asertif mendapat tentangan dari masyarakat akibatnya wanita akan memperoleh rasa amannya dengan berper ilaku tidak asertif (Prabana, 1997). Ditinjau dari budaya, wanita secara signifikan memiliki kekhawatiran, kecemasan, menarik diri, dan terhambat sedangkan pria lebih tinggi untuk memiliki stabilitas emosi, dominasi, impulsivitas, keberanian, dan kepuasan diri (Hadjam, 1989). Dengan keadaan tersebut wanita menjadi perasa, tergantung, dan pasif sehingga membuat ia menjadi tidak asertif Dengan berperilaku tidak asertif, justru wanita akan mendapatkan dukungan sosial yaitu memperoleh nilai baik dari masyarakat (Prabana 1997). Diiihat dari pola asuh yaitu anak laki-laki yang dibiasakan tegas dan kompetitif, akan mempengaruhi ia dalam berinteraksi sosial karena dengan pola asuh demikian membuat anak menjadi tegas, mandiri, tidak tergantung, dan lebih berani dalam menghadapi situasi apapun. Selain itu, terhadap kesalahan dan kenakalan, anak laki-laki lebih banyak dikenai hukuman fisik Keadaan tersebut membuat an-ak laki-laki lebih agr esif dan asertif Kimble (Retnaningsih, 1992) mengen^ikakan bahwa laki-laki lebih tegas dan dominan baik verbal maupun non verbal pada situasi hefcerogen, perempuan akan asertif jika pada situasi homogen. Dengan demikian pria lebih mudah untuk mengjembangkan perilaku asertifhya dar ipada perempuan. Akhirnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa budaya dan pola asuh mer upakan iaktor untuk terbentuknya perilaku asertif Adanya dukungan sosial terhadap perilaku yang

dimunculkan pria, dan adanya tentangan dari masyarakat untuk wanita khususnya pada perilaku asertifiiya menyebabkan asertivitas pria lebih tinggi. Di samping itu juga adanya perbedaan pola asuh yang diberikan pada pria dan wanita, menyebabkan pria juga lebih asertif; karena pria lebih cenderung untuk dibiasakan tegas dan berani juga adanya hukuman fisik yang diperoleh yang pada akhimya menjadi lebih asertif dan agresif.

E. Perbedaan Asertivitas antara Siswa IPA dan Siswa IPS Siswa adalali orang yang sedang belajar pada suatu lembaga pendidikan. Siswa IPA dan siswa IPS adalah orang yang sedang belajar pada suatu lembaga pendidikan sesuai dengan kebutuhan penjurusannya artinya jika siswa IPA berarti orang yang sedang belajar pada suatu lembaga pendidikan atau lembaga formal yang mempelajari suatu ilmu pengetahuan dimana ilmu-ilmu pengetahuan tersebut relatif mempunyai ketentuanketentuan yang pasti, membutuhkan ketepatan dan ketelitian Pelajaran-pelajaran khusus yang ada di jurusan IPA meliputi Fisika, Biologi, Kimia, dan Maternatika. Sedangkan siswa IPS adalah orang yang sedang belajar pada suatu lembaga pendidikan atau lembaga formal yang mata pelajararmya cenderung berhubungan dengan kegiatan-kegiatan hidup manusia dalam lingkungan hidupnya dan masyarakat. Pelajaran-pelajaran khusus program IPS adalah Ekonomi, Sosiologi, Tal$ Negara, dan Antropologi. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan setelah pulang dari sekolah, sebagian besar siswa IPS menyempatkan diri untuk duduk-duduk di depan sekolali, warung-wanmg kecil atau tenipat-tempat yang dianggap menyenangkan. Dengan kegiatan tersebut, secara tidak langsung mereka memiliki kemampuan untuk bermasyarakat. Mampu bermasyarakat berarti memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dan berkomunikasi. Adanya

kesanggupan bermasyarakat dan berkomunikasi maka mereka memiliki perilaku asertif (Arsanti, 1985). Kelompok siswa IPA lebih tinggi pada kebutuhan untuk berprestasi dan menguasai (Anam, 1979). Hal ini terbukti dari persaingan-persaingan mereka untuk menjadi yang terbaik dalam prestasi. Dorongan untuk bersaing dalam prestasi karena jumlah jam pelajaran-pelajaran yang ada di program IPA selama seminggu sebagian besar membutuhkan kemampuan berpikir atau kognitif sebab, sifatnya yang hitungan dan dianggap paling sulit Jumlah keseluruhan jam pelajaran yang membutuhkan kemampuan kognitif ada 21 jam dalam seminggu yaitu Fisika tujuh jam dalam seminggu, Kimia enam jam dalam seminggu, dan Maternatika delapan jam dalam seminggu (Mardiyah, 1993). Hal itu berbeda dengan pelajaran yang sifatnya hafaian karena dianggap mereka, itu mudah dilakukan dan semua orang bisa. Akibat persaingan itu, menyebabkan mereka menjadi bersifat egois, individual, dan ingin menguasai segala hal. Sifat-sifat tersebut cenderung pada perilaku agresif karena perilaku agresif adalah perilaku untuk mendominasi, untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dengan mengorbankan orang lain (Bloom dkk dalam Hidayati, 1984), atau perilaku yang bermusuhan (Graham dan Rees dalam Reputrawati, 1 996). Persaingan yang terjadi pada kelompok IPA menyebabkan situasi kelas menjadi situasi kompetitif artinya individu harus mendapatkan hasil yang lebih baik dari individu lain, juea harusfcerjuang untuk mencapai standar yang telah ditentukan dari tugas-tugas yang ada (Purwati, 1993). Situasi kompetitif rnendorong individu untuk berusaha memperoleh hasil yang bermantaat bagi dirinya, tetapi merusak tujuan orang lain yang menjadi teman persamgannya (Johnson dkk dalam Purwati, 1993). Diperkuat juga oleh Atkinson dan

Raynor (Purwati, 1993) menyatakan bahwa dalam situasi kompetitif, individu harus i menghadapi orang lain yang menghalangi tujuannya. Apabila kegagalan yang diperoleh | akan menyebabkan harga diri turun, sedangkan harga dir i itu merupakan salah satu taktor I dari asertivitas. Harga diri rendah maka ia akan sulit melakukan hubungan interpersonal I dengan individu lain, ini akan mengharnbat asertivitas (Arsanti, 1983). Kegagalan juga cenderung menyebabkan timbulnya konsep diri yang negatif, | konsep diri yang negatif akan membuat ia tidak asertif kar ena ia akan memiliki penilaian I yang negatif terhadap dinnya sendiri yang menyebabkan ia menjadi cemas, hal itu sejalan dengan hasil peneiitian yang dilakukan oleh Utari (1978) menemukan adanya hubungan ; kecemasan dengan prestasi belajar pada pelaj ar siswa SMU jurusan P A . Dengan demikian, kesimpulannya bahwa pada kelompok siswa IPA cenderung [ terjadi persaingan-persaingan dalam prestasi, seperti hasil peneiitian yang dilakukan oleh
1

Purwati (1993) yang menemukan baliwa ada hubungan positif antara persepsi terhadap

I situasi kompetitif dengan prestasi belajar pada siswa Kelas II jurusan A-l dan A-2 [ (kelompok IPA) di SMA Negeri IV Yogyakarta. Akibat ami persaingan-persaingan, tentu tidak lepas dari kegagalan yang dialami. Kegagalan akan mengakibalkan melemahnya f kepercayaan diri dan motivasi individu sehingga menjadi mudah tersinggung dan
1

membatasi diri (Purwati, 1993). Keadaan tersebut membuat seseorang menjadi tidak

[ asertif karena tidak mampu mengekspresikan perasaan-perasaannya dan adanya hambatan dalam hubungan interpersonal. Dengan begitu, kelompok PA lebih cenderung pada perilaku agresif karena persaingan-persaingan yang dilakukan oleh mereka dan perilaku tidak asertifnya karena melemahnya kepercayaan diri dan motivasi individu akibat dar i kegagalan dalam prestasinya.

Kelompok IPS lebih asertif karena memiliki kemampuan dan kesanggupan untuk bersosial, hal itu dapat diketahui dari aktivitas-aktivitas yang mereka lakukan setelah pulang dari sekolah dan untuk terjadi persamgan atau situasi kompetitif dalam prestasi relatif lebih keeil, sehingga turunnya harga diri akibat kegagalan prestasi jarang terjadi pada siswa IPS.

F, EBpo tests Berdasarkan tandasan teori yang telah diuraikan, maka hipotesis peneiitian mi adalali: 1. Ada perbedaan perilaku asertif antara siswa IPA dengan siswa IPS, siswa IPS lebih asertif daripada siswa IPA 2. Ada perbedaan asertivitas antara laki-laki dan perempuan, laki-laki lebih asertif daripada perempuan.

Anda mungkin juga menyukai