Anda di halaman 1dari 27

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
A. Perilaku Asertif
1. Pengertian

Kata asertif berasal dan bahasa Inggris yaitu "to assert" yang berarti positif

yaitu menyatakan sesuatu dengan terus-terang atau tegas serta bersikap positif

(Fensterheim dan Baer dalam Syarani, 1995). Menurut Mallot, dkk (Prabana,

1997), “to assert” artinya sebagai cara menyatakan sesuatu dengan sopan

mengenai hal-hal yang menyenangkan maupun yang dirasa mengganggu atau

kurang berkenan sedangkan menurut Ramus dan Nevid (Yogaryjantono, 1991)

"to assert" berarti meminta seseorang untuk melakukan sesuatu dengan cara

yang akan menambah penghargaan atau mengurangi aversi (rasa enggan).

Perilaku asertif merupakan terjemahan dari assertif behavior yang mengandung

arti suatu tindakan atau perilaku yang dinyatakaan dengan sopan dan bermaksud

untuk meminta seseorang berbuat sesuatu agar melakukan apa yang

dikehendaki, meminta sesuatu pada orang lain disertai dengan sikap yang sopan,

sesuai dengan norma, tenang, dewasa, dan masuk akal.

Definisi-definisi perilaku asertif atau asertivitas berdasar pendapat para ahli

adalah sebagai berikut, menurut Davis (1981), perilaku asertif adalah perilaku

yang mengarah langsung kepada tujuan, jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan

teguh pendiriannya. Sedangkan menurut Mulvani (1989) perilaku asertif adalah

perilaku pribadi menyangkut emosi yang tepat, jujur, relatif terus terang, tanpa

perasaan cemas pada orang lain.

7
Taubmaa (Retaaningsih, 1992) mengartikan assertiveness sebagai ekspresi

dari perasaan-perasaan keinginan-keinginan, dan kebutuhan-kebutuhan, belajar

bertindak atas dasar perasaan-perasaan, keinginan-keinginan, dan kebutuhan -

kebutuhan tersebut dan menghormati perasaan-perasaan, keinginan-keinginan,

dan kebutuhan-kebutuhan orang lain. Menurut Calhoun (1990) asertivitas berarti

bertahan pada hak-hak pribadi dan mengekspresikan pikiran-pikiran, perasaan-

perasaan, dan keyakinan secara langsung, lujur, dan tepat. Weaver (Susanto,

1997) mengartikan asertivitas sebagai kemampuan untuk mengungkapkan apa

yang ada dalam pikiran dan perasaan dengan yakin. Perilaku asertif seseorang

pada hakekatnya mencakup tiga klasifikasi umum perilaku, yaitu tepat dalam

cara menolak permintaan orang lain, ekspresi yang tepat dari pikiran-pikiran dan

perasaan - perasaan serta ekspresi yang tepat dari keinginan-keinginan yang

dimiliki (Wood dan Mallinekrodt dalam Prabana, 1997).

Di dalam perilaku asertif terkandung perilaku kesanggupan untuk

bermasyarakat, berempati, dan berkomunikasi baik verbal maupun non verbal

(Arsanti, 1985). Jadi terbentuknya perilaku asertif diperkuat dengan adanya

hubungan timbal-balik antar siswa, masyarakat, lingkungan keluarga, dan

lingkungan sekolah. Menurut Rathus (Retaaningsih, 1992) menggambarkan

perilaku asertif sebagai perilaku yang mengandung keberanian dalam

mengekspresikan perasaan yang sesungguhnya, berani membela hak – hak asasi

serta berani menolak permintaan-permintaan yang tidak beralasan keinginan,

dan kebutuhan individu pada orang lain serta untuk mendapatkan penghargaan

8
lebih khusus lagi, Kanfer dan Goldstein (Syarani, 1995) menyatakan bahwa

orang yang asertif akan dapat membela diri ketika diperlakukan secara tidak

adil, memberi tanggapan terhadap masalah yang mempengaruhi kehidupannya,

dan mampu menyatakan cintanya terhadap orang yang berarti dalam

kehidupannya. Domikus (1988) menyebutkan bahwa orang yang mempunyai

percaya diri yang baik akan lebih dapat berperilaku asertif.

Orang yang asertif akan memberikan respon yang lebih bersifat terbuka,

jujur, penuh penghargaan serta pertimbangan terhadap orang lain (Agustin

dalam Syarani, 1993) karena respon asertif lebih bersifat akomodatif daripada

respon pasif maupun respon agresif di dalam menghadapi situasi-situasi tertentu.

Alberti dan Emmons, dkk (Retnaningsih, 1992) menyatakan bahwa orang asertif

diasumsikan memiliki konsep diri yang positif yaitu salah satu cirinya adalah

harga diri mereka tinggi. Bloom, dkk (Yogaryjantono, 1991) mengemukakan

bahwa perilaku asertif merupakan tengah-tengah antara perilaku agresif di salah

satu sisi dan perilaku pasif di sisi lain.

Dari beberapa pengertian tentang asertif, maka dapat disimpulkan bahwa

asertivitas atau tegas sering disebut pula dengan ketegasan diri dalam

mengungkapkan pendapat, pikiran, perasaan, ide, gagasan kepada orang lain.

2. Aspek-aspek Perilaku Asertif

Adapun aspek-aspek dari perilaku asertif menurut Alberti dan Emmons (2002),

berikut aspek-aspek perilaku asertif :

9
a) Kontak Mata

Saat berbicara individu yang asertif menunjukkan kontak mata dengan

menatap langsung lawan bicaranya, sehingga akan membantu dalam

mengkomunikasikan ketulusan, menunjukkan perhatian dan penghormatan

kepada orang lain serta meningkatkan kelangsungan pesan yang

disampaikan.

b) Sikap Tubuh

Sikap tubuh yang ditunjukkan oleh individu yang asertif adalah sikap tubuh

yang aktif dan tegak. Sikap berdiri yang membungkuk dan pasif

menandakan kurangnya keasertivan seseorang.

c) Jarak atau Kontak Fisik

Individu yang asertif mempunyai kemampuan dalam menjaga jarak ketika

berinteraksi dengan orang lain. Kedekatan di antara orang-orang yang

terlibat pembicaraan akan memiliki dampak yang cukup besar dalam

komunikasi. Akan tetapi apabila terlalu dekat mungkin dapat menyinggung

perasaan orang lain.

d) Ekspresi Wajah

Isyarat yang ditunjukkan oleh individu yang asertif dapat menambah

ketegasan, keterbukaan, kehangatan, rasa percaya diri dan spontanitas dalam

berkomunikasi dengan orang lain.

10
e) Mendengarkan

Individu yang asertif mempunyai kemampuan untuk mendengarkan dengan

seksama ketika lawan bicaranya sedang berbicara, sehingga mampu

menahan diri untuk tidak mengekspresikan diri sesaat.

f) Isi

Individu yang asertif mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan dengan

memilih kalimat yang tepat dalam berkomunikasi dengan orang lain.

Sedangkan menurut Kelly (dalam Hapsari,2012) aspek-aspek asertif antara lain

yaitu:

a) Permintaan yaitu kemampuan individu dalam mengemukakan haknya

sendiri, meminta pertolongan dan tanggungjawab orang lain tentang suatu.

b) Penolakan yaitu kemampuan individu untuk menolak keinginan, ajakan dan

saran yang tidak sesuai dengan diri sendiri.

c) Pengekspresian diri yaitu kemampuan individu untuk berani

mengekspresikan perasaan dan pikiran secara tepat.

d) Pujian yaitu kemampuan individu dalam memberikan pujian atau

penghargaan secara tulus pada orang lain serta sikap individu yang

sewajarnya dalam menerima pujian dari orang lain.

e) Berperan dalam pembicaraan yaitu kemampuan individu untuk memulai atau

berinisiatif dalam pembiacaraan, ikut serta atau terlibat sekaligus dapat

mempertahankan pembicaraan.

11
3. Pembentukan Perilaku Asertif

Menurut Rees dan Graham (Reputrawati, 1996), munculnya perilaku asertif

karena adanya unsur-unsur sebagai berikut :

a) Kejujuran (Honesty)

Perilaku asertif akan suiit diwujudkan jika seseorang tidak jujur karena

dengan kejujuran, orang lain akan mengerti, memahami, dan menghormati

apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh orang yang bersangkutan.

b) Tanggung Jawab (Responsibility)

Hal ini berarti seseorang bertanggung jawab atas pililian-pilihannya atau

keputusannya tanpa rnenyalahkan orang lain atas apa yang terjadi pada

dirinya. Dengan rasa tanggung jawab terhadap apa yang akan ter jadi pada

dirinya. maka ia akan dapat merubah hal-hal yang tidak diinginkannya.

c) Kesadaran diri (Self-awareness)

Ketika seseorang akan belajar asertif; sebelumnya ia paham lebih dulu

mengenal dirinya sendiri, agar lebih mernperhatikan perilaku yang

dimunculkan dan memikirkan cara-cara yang diinginkannya.

d) Percaya diri (Self confident)

Menurut Bandura (Martani dan Adiyanti, 1991) percaya diri adalah sebagai

suatu keyakinan seseorang untuk mampu berperilaku sesuai dengan yang

diharapkan dan diinginkan. Seseorang yang memiliki rasa percaya diri yang

rendah akan menghambat perilaku asertifnya karena ada perasaan atau

anggapan bahwa hal – hal yang negatif akan terjadi jika ia melakukan

12
sesuatu sehingga tidak yakin bahwa perilaku tersebut justru akan membawa

pada perubahan yang positif. Orang asertif, dengan percaya diri yang

dimtlikinya akan merasa yakin bahwa perilakunya akan membawa

perubahan positif yang diinginkannya.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi asertivitas

a) Jenis Kelamin

Menurut Arsante dan Gudykunst (Syarani, 1995) menyatakan bahwa pada

umumnya pria banyak memiliki sifat-sifat maskulin yaitu kuat, asertif,

kompetitif, dan ambisius. Penelitian Bee (Yogaryjantono, 1991)

menambahkan laki-iaki cenderung lebih mandiri, tidak mudah terpengaruh

dan lebih tenang, perempuan lebih mudah terpengaruh dan lebih bersifat

mendidik. Budiman (Widodo, 1998) memperkuat pendapat Bee dengan

mengatakan bahwa laki-laki lebih aktif dan lebih rasional sedangkan

perempuan lebih pasif, lebih emosional, dan lebih submisif.

b) Harga diri

Alberti dan Emmons (Hidayati, 1987) mengatakan bahwa orang-orang yang

asertif diasumsikan memiliki konsep diri yang positif Orang yang memiliki

konsep diri positif dengan sifat-sifat penerimaan diri, evaluasi diri yang

positif dan harga diri yang tinggi akan membuat mereka merasa aman.

Konsep diri berkorelasi positif dengan perilaku asertif, karena harga diri

merupakan bagian dari konsep diri artinya seseorang yang harga dirinya

rendah maka konsep dirinya rendah (Retnaningsih, 1992). Rasa percaya diri

13
pada orang yang memiliki konsep diri positif akan memberikan keberanian

untuk menyampaikan pikiran dan perasaan yang sebenamya kepada orang

lain tanpa disertai kecemasan, mampu rnenerima pikiran dan perasaan orang

lain. Bloom, dkk (Retnaningsih, 1992) mengemukakan bahwa antara harga

diri dengan asertivitas mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling kait

- mengkait. Individu yang mempunyai harga diri tinggi akan mampu

berperilaku asertif dan kemampuannya dalam berperilaku asertif akan

meningkatkan pula harga dirinya.

c) Pola asuh orang tua dan lingkungan

Kualitas perilaku asertif seseorang sangat dipengarahi pengalaman masa

anak – anaknya (Andu, 1993). Pengalaman tersebut berupa interaksi dengan

orang tua maupun anggota keluarga lainnya sangat menentukan pola respon

seseorang dalam menghadapi berbagai masalah setelah ia menjadi dewasa

kelak. Seorang anak yang selalu mendapat larangan setiap kali melakukan

sesuatu, rnaka akan membuatnya takut untuk mencoba bertindak atau

berbuat lainnya. Adanya larangan yang terusmenerus akan menjadikan

seorang anak terlalu berhati-hati dan tidak spontan dalam mengemukakan

perasaannya. Menurut Rathus dan Domikus (Prabana, 1997) tingkah laku

asertif berkembang secara bertahap sebagai hasil mteraksi antara anak dan

orang tua serta orang – orang dewasa lain disekitarnya karena semenjak anak

- anak, peran pendidikan perempuan dan laki-laki telah dibedakan oleh

masyarakat artinya sejak kecil anak laki-laki dibiasakan tegas dan

14
kompetitif. Hasil penelitian Sari (1989) dibuktikan bahwa anak laki – laki

lebih tegas, mandiri, tidak begitu tergantung pada kelompok bermainnya

maupun pada bantuan orang dewasa, dan mereka lebih berani menghadapi

situasi-situasi yang menakutkan daripada anak perempuan. Keadaan tersebut

menurut Berzonsky (Prabana,1997) lebih disebabkan karena perbedaan sikap

orang tua terhadap anak perempuan dan anak laki-laki. umumnya orang tua

bersikap lembut terhadap anak perempuan dalam berbagai segi. Terhadap

kesalahan atau kenakalan biasanya anak perempuan dihadapi dengan

ekspresi wajah tidak suka atau dimarahi secara verbal sedangkan pada anak

laki – laki lebih banyak dikenai hukuman fisik. Hal ini menyebabkan anak

perempuan lebih memperhatikan perasaan orang lain sedangkan anak laki-

laki lebih agresif

d) Tingkat pendidikan

Caplow (Yogaryiantono, 1991) mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang akan semakin ada kecenderungan untuk sukses dalam

bekerja. Semakin orang berpendidikan akan semakin mengenal dirinya

secara lebih baik, termasuk kelebihan dan kekurangannya, sehingga mereka

cenderung mempunyai rasa percaya diri. Dengan pengalaman pendidikan

formal yang dialami individu akan berakibat besar terhadap sikap, konsepsi,

dan cara berpikir. Dalam bertingkah laku, lebih fleksibel lebih terbuka

terhadap pembaharuan, serta ingatan dan perasaannya lebih luas, ini akan

15
membawa seseorang menjadi percaya diri yang orientasi segala perilakunya

lebih dititik beratkan pada keputusannya sendiri (Yogaryjantono, 1991).

5. Manfaat Perilaku Asertif

Corey (1991) dalam Gunarsa (2004: 220), mengemukakan bahwa latihan asertif

bisa bermanfaat untuk dipergunakan dalam menghadapi mereka yang :

a) Tidak bisa mengekspresikan kemarahan atau perasaaannya yang

tersinggung.

b) Mengalami kesulitan untuk mengatakan “tidak”.

c) Terlalu halus (sopan) yang mmbiarkan orang lain mengambil keuntungan

dari keberadaannya.

d) Mengalami kesulitan untuk mengeskpresikan afeksi (perasaan yang kuat dan

respons-respons lain yang positif.

e) Merasa tidak memiliki hak untuk mengekspresikan pikiran, kepercayaan dan

perasaannya.

6. Cara untuk Mengembangkan Perilaku Asertif

Dengan memperhatikan beberapa uraian diatas, dapat diketahui antara lain

asertif merupakan sikap yang diperoleh manusia dari bawaan atau keturunan,

namun asertif merupakan sikap yang diperoleh dari belajar dan latihan yang

dibiasakan. Untuk itu selain dengan bantuan konselor, kita juga dapat

melatihnya sendiri.

16
Rini (dalam Sunardi, 2010:5) menguraikan beberapa tips agar kita bisa

bersikap asertif yaitu sebagai berikut :

a) Bersikap pasti.

Tentukan sikap yang pasti, apakah ingin menyetujui atau tidak. Jika merasa

belum yakin dengan suatu pilihan, maka bisa minta kesempatan berpikir

sampai mendapatkan kepastian. Jika sudah merasa yakin dan pasti akan

pilihan sendiri, maka akan lebih mudah menyatakannya dan juga merasa

lebih percaya diri.

b) Bertanya.

Jika belum jelas dengan apa yang diungkapkan/dikatakan/ dijelaskan orang

lain, maka bertanyalah untuk mendapatkan kejelasan atau klarifikasi.

c) Berikan penjelasan atas penolakan secara singkat, jelas, dan logis.

Penjelasan yang panjang lebar hanya akan mengundang argumentasi pihak

lain.

d) Gunakan kata-kata yang tegas. Seperti secara langsung mengatakan “tidak”

untuk penolakan, dari pada “sepertinya saya kurang setuju. sepertinya saya

kurang sependapat. saya kurang bisa”.

e) Sikap tubuh mengekspresikan atau mencerminkan “bahasa” yang sama

dengan pikiran dan verbalisasi. Seringkali orang tanpa sadar menolak

permintaan orang lain namun dengan sikap yang bertolak belakang, seperti

tertawa-tawa dan tersenyum.

17
f) Gunakan kata-kata “Saya tidak akan...” atau “Saya sudah memutuskan

untuk...” dari pada “Saya sulit...”. Karena kata-kata “saya sudah memutuskan

untuk...” lebih menunjukkan sikap tegas atas sikap yang Anda tunjukkan.

g) Mengalihkan

Jika berhadapan dengan seseorang yang terus menerus mendesak padahal

sudah berulang kali menolak, maka alternatif sikap atau tindakan yang dapat

dilakukan adalah : mendiamkan, mengalihkan pembicaraan, atau bahkan

menghentikan percakapan.

h) Tidak perlu meminta maaf atas penolakan yang di sampaikan (karena

berpikir hal itu akan menyakiti atau tidak mengenakkan buat orang lain).

Sebenarnya, akan lebih baik mengatakan dengan penuh empati seperti :

“saya mengerti bahwa berita ini tidak menyenangkan bagimu, tapi secara

terus terang saya sudah memutuskan untuk ...”

i) Janganlah mudah merasa bersalah. Apabila seseorang sudah melakukan hal

yang baik di mata orang lain, maka dia tidak perlu untuk merasa bersalah

kepada orang lain. Karena orang lain tidak merasa dirugikan atas perbuatan

atau sikap yang telah dilakukannya.

j) Bisa bernegosiasi dengan pihak lain agar kedua belah pihak mendapatkan

jalan tengahnya, tanpa harus mengorbankan perasaan, keinginan dan

kepentingan masing-masing.

18
B. Layanan Konseling Kelompok Teknik Home Room
1. Hakikat Layanan Bimbingan Kelompok

Di awal abad ke-21 ini dunia pendidikan di Indonesia mulai memasuki era

profesional. Hal ini ditandai dengan penegasan bahwa “pendidik merupakan

tenaga profesional” (UU No.20 Tahun 2003 Pasal 39 Ayat 2), dan “profesional

adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan seseorang dan menjadi sumber

penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan

yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan

profesi” (UU No.14 Tahun 2005 Pasal 1 Butir 4).

Guru pembimbing atau konselor sekolah, yang adalah pendidik (UU No.20

Tahun 2003 Pasal 1 Butir 6) , sebagai tenaga professional dituntut untuk

menguasai dan memenuhi trilogi profesi dalam bidang pendidikan, khususnya

bidang konseling, yaitu:

1) Komponen Dasar Keilmuan : Ilmu Pendidikan

2) Komponen Substansi Profesi : Proses pembelajaran terhadap pengembangan

diri/ pribadi individu melalui modus pelayanan konseling.

3) Komponen Praktik Profesi : Penyelenggaraan proses pembelajaran terhadap

sasaran pelayanan melalui modus pelayanan konseling.

Bimbingan konseling merupakan layanan yang diberikan kepada siswa oleh

guru pembimbing yang terdapat dalam pola 17 plus yang terdiri dari enam

bidang bimbingan, sembilan layanan, dan enam layanan pendukung. Diantara

pemberian layanan tersebut adalah layanan bimbingan kelompok yang

dilaksanakan oleh guru pembimbing untuk menangani sejumlah masalah siswa.

19
Bimbingan Kelompok merupakan kegiatan untuk mencegah masalah- masalah

perkembangan. Di dalamnya terdapat informasi tentang pendidikan, karier,

pribadi, agama, sosial dan keluarga. Pelaksanaan bimbingan kelompok dapat

dilakukan di luar jam sekolah, misalnya setelah pulang sekolah. Penjelasan teori

tentang bimbingan kelompok dimulai dari pengertian bimbingan kelompok,

tujuan layanan bimbingan kelompok, fungsi bimbingan kelompok, asas-asas

bimbingan kelompok, pelaksanaan bimbingan kelompok, operasional layanan

bimbingan kelompok dan penilaian bimbingan kelompok.

2. Pengertian Bimbingan Kelompok

Menurut Kirby dalam Shetzer & Stone (1980:361), “incremental group

guidance refers to a group process whereby the participants (group members)

approach the topics or problems presented for group consideration on the-

herenow level, without necessarily having full knowledge nor even seeking full

information about the individual or ultimate goal”. Berdasarkan pendapat Kirby

bimbingan kelompok mengacu pada proses yang dilakukan secara berkelompok

untuk membahas suatu topik yang menjadi perhatian dan merupakan kondisi

nyata yang terjadi di sekitar individu sehingga dapat memberikan pengetahuan

dan informasi kepada individu.

Gazda dalam Wibowo (2002:161) mengemukakan bahwa “bimbingan

kelompok di sekolah merupakan kegiatan memberikan informasi kepada

sekelompok siswa untuk membantu mereka menyusun rencana dan keputusan

yang tepat”. Bimbingan kelompok diselenggarakan untuk memberikan informasi

20
yang bersifat personal, vokasional, dan sosial. Berbagai informasi berkenaan

dengan orientasi siswa baru, pindah program dan peta sosiometri siswa serta

bagaimana mengembangkan hubungan antar siswa dapat disampaikan dan

dibahas dalam bimbingan kelompok.

Menurut Winkel (2004:71) “bimbingan adalah proses membantu orang

perorang dalam memahami dirinya sendiri dan lingkungannya, selanjutnya

dinyatakan bahwa kelompok berarti kumpulan dua orang atau lebih”. Dalam

layanan bimbingan kelompok, siswa diajak bersama-sama mengemukakan

pendapat tentang topik-topik yang dibicarakan dan mengembangkan bersama

permasalahan yang dibicarakan pada kelompok, sehingga terjadi komunikasi

antara individu di dalam kelompoknya kemudian siswa dapat mengembangkan

sikap dan tindakan yang diinginkan dapat terungkap di kelompok (Mugiharso

dkk, 2007:66).

Bimbingan kelompok tidak hanya difokuskan pada pemberian informasi

kepada sekelompok individu (siswa) saja. Dalam bimbingan kelompok juga

sangat diperlukan adanya dinamika kelompok. Dinamika kelompok adalah

analisis dari hubungan hubungan kelompok sosial yang berdasarkan prinsip,

bahwa tingkah laku dalam kelompok itu adalah hasil dari interaksi yang dinamis

antara individu-individu dalam situasi sosial. Anggota yang secara langsung

terlibat dan menjalani dinamika kelompok dalam bimbingan kelompok juga

akan dapat mencapai tujuan ganda, yaitu mendapat kesempatan untuk

mengembangkan diri untuk memperoleh kemampuan-kemampuan sosial seperti

21
kemampuan beradaptasi, dan segi lain diperoleh berbagai informasi, wawasan,

pemahaman, nilai dan sikap, serta berbagai alternatif yang akan memperkaya

pengalaman yang dapat mereka pratikkan dalam kehidupan sehari- hari.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan

kelompok merupakan proses suatu bantuan yang diberikan pemimpin kelompok

kepada anggota kelompok untuk memperoleh informasi yang bermanfaat yang

dapat digunakan untuk menyusun rencana, mengambil keputusan yang tepat dan

dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya. Dimana dalam layanan

bimbingan kelompok tersebut diperlukan adanya dinamika kelompok untuk

meningkatkan interaksi antara pemimpin kelompok dan anggota kelompok.

3. Tujuan Bimbingan Kelompok

Tujuan bimbingan kelompok berdasarkan pendapat Shertzer & Stone yaitu

memberikan informasi mengenai bidang belajar, karier, pribadi dan sosial pada

siswa, memungkinkan siswa untuk mendiskusikan dan terlibat dalam

perencanaan karier dan kegiatan pengembangan pribadi, dan memberikan siswa

kesempatan untuk menyelidiki dan membahas masalah yang sedang menjadi

perhatian, tujuan pembahasan topik tersebut dan solusinya.

Menurut Prayitno (1995:178) tujuan bimbingan kelompok yaitu agar setiap

anggota 1) Mampu berbicara di muka orang banyak 2) Mampu mengeluarkan

pendapat, ide, saran, tanggapan, perasaan kepada banyak orang 3) Belajar

menghargai pendapat orang lain 4) Bertanggung jawab atas pendapat yang

dikemukakannya 5) Mampu mengendalikan diri dan menahan emosi (gejolak

22
kejiwaan yang bersifat negatif) 6) Dapat bertenggang rasa 7) Menjadi akrab satu

sama lainnya 8) Membahas masalah atau topik-topik umum yang dirasakan atau

menjadi kepentingan bersama.

Romlah (2001:13) mengemukakan tujuan bimbingan kelompok adalah

sebagai berikut: 1) Memberikan kesempatan- kesempatan pada siswa belajar

hal- hal penting yang berguna bagi pengarahan dirinya yang berkaitan dengan

masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan sosial. 2) Memberikan layanan-

layanan penyembuhan melalui kegiatan kelompok dengan mempelajari masalah-

masalah manusis pada umumnya, menghilangkan ketegangan- ketegangan emosi

menambah pengertian mengenai dinamika kelompok dan mengarahkan kembali

energi yang terpakai untuk memecahkan masalah- masalah tersebut dalam

suasana yang permisif. 3) Untuk mencapai tujuan- tujuan bimbingan secara lebih

ekonomis dan efektif daripada melalui kegiatan bimbingan individual. 4) Untuk

melasanakan layanan konseling secara lebih efektif. Dengan mempelajari

masalah- masalah yang umum dialami oleh individu dan dengan meredakan atau

menghilangkan hambatan- hambatan emosional melalui kegiatan kelompok,

maka pemahaman terhadap masalah individu menjadi lebih mudah.

Sedangkan menurut Wibowo (2002:162) “layanan bimbingan kelompok

dimaksudkan untuk membantu mencegah berkembangnya masalah atau

kesulitan pada diri peserta didik, mengubah sikap dan perilaku peserta didik

melalui penyajian informasi yang teliti atau menekankan dorongan untuk

berfungsinya kemampuan-kemampuan kognitif atau intelektif”. Tujuan yang

23
ingin dicapai melalui layanan bimbingan kelompok yaitu pengembangan

pribadi, dan pembahasan masalah atau topik-topik umum secara luas dan

mendalam yang bermanfaat bagi para anggota.

Melalui layanan bimbingan kelompok peserta didik dapat diajak untuk

bersama-sama mengemukakan pendapat tentang sesuatu dan membicarakan

topik-topik penting, mengembangkan nilai-nilai tentang hal tersebut, dan

mengembangkan langkah-langkah bersama untuk menangani permasalahan yang

dibahas di dalam kelompok.

Dari tujuan yang telah dipaparkan oleh beberapa ahli di atas dapat

disimpulkan, tujuan umum bimbingan kelompok yaitu berkembangnya

kemampuan bersosialisasi siswa, khususnya kemampuan komunikasi peserta

layanan dan tujuan khususnya yaitu membahas topik- topik tertentu

mengandung permasalahan aktual dan menjadi perhatian peserta dengan topik -

topik itu mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi tingkah laku

yang lebih efektif.

4. Fungsi Layanan Bimbingan Kelompok

Layanan bimbingan kelompok bertujuan untuk memungkinkan siswa secara

bersama- sama memperoleh berbagai bahan atau informasi (terutama dari guru

pembimbing) yang bermanfaat untuk kehidupan sehari- hari baik sebagai

individu maupun sebagai siswa, anggota keluarga dan masyarakat. Dengan

layanan bimbingan kelompok siswa diajak bersama-sana mengemukakan

pendapat tentang topik-topik yang dibicarakan dan mengembangkan bersama

24
permasalahan yang dibicarakan pada kelompok sehingga terjadi

komunikasiantara individu di kelompoknya kemudian siswa dapat

mengembangkan sikap dan tindakan yang diinginkan dapat terungkap di

kelompok.

Menurut Wibowo (2002:163) “fungsi utama bimbingan dan konseling yang

didukung oleh layanan bimbingan kelompok ialah fungsi pemahaman dan

pengembangan”. Fungsi pemahaman yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang

akan menghasilkan pemahaman peserta didik terhadap diri sendiri dan

pemahaman terhadap lingkungan sosial peserta didik. Pemahaman yang baik

tentang hal-hal tersebut akan memungkinkan peserta didik menjalani kehidupan

di sekolah dan di luar sekolah secara baik sebagaimana yang dikehendaki.

Fungsi pengembangan yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan

menghasilkan terpelihara dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi

positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan

berkelanjutan.

C. Bimbingan Kelompok Teknik Home Room


1. Pengertian

Pietrofesa (dalam Tatiek Romlah, 2006: 123), homeroom adalah teknik

untuk mengadakan pertemuan dengan sekelompok siswa diluar jam-jam

pelajaran dalam suasana kekeluargaan, dan dipimpin oleh guru atau konselor.

Yang ditekankan dalam pertemuan homeroom adalah terciptanya suasana yang

penuh kekluargaan seperti suasana rumah yang menyenangkan. Dengan suasana

yang menyenangkan dan akrab, siswa merasa aman dan diharapkan dapat

25
mengungkapkan masalah-masalah yang tak dapat dibicarakan dalam kelas pada

waktu jam pelajaran bidang studi.

Nana Sy. Sukmadinata (dalam Tatiek Romlah, 2006), menjelaskan

homeroom adalah suatu program pembimbingan siswa dengan cara menciptakan

situasi atau hubungan bersifat kekeluargaan. Sedangkan menurut Nursalim

(2002), homeroom adalah suatu kegiatan bimbingan kelompok yang dilakukan

dalam ruangan atau kelas dalam bentuk pertemuan antara konselor atau guru

dengan kelompok untuk membicarakan beberapa hal yang dianggap perlu

terutama hal-hal atau masalah-masalah yang berhubungan dengan pelajaran,

masalah sosial, masalah tata tertib dan moral, cara berpakaian, atau masalah-

masalah lain di luar sekolah.

Teknik Homeroom teknik yang dilakukan konselor dalam membantu siswa

memecahkan masalah-masalah atau mengembangkan potensi siswa dalam

suasana yang menyenagkan melalui kegiatan kelompok yang dilakukan dengan

suasana yang menyenagkan sehingga timbul rasa nyaman dan terbuka

“Menurut Pietrofesa Homeroom adalah teknik penciptaan suasana

kekeluargaan yang digunakan untuk mengadakan pertemuan dengan

sekelompok siswa di luar jam- jam pelajaran dalam suasana kekeluargaan, dan

dipimpin oleh guru atau konselor”.

“Sedangkan menurut Nursalim Homeroom adalah suatu kegiatan bimbingan

kelompok yang dilakukan dalam ruang atau kelas dalam bentuk pertemuan

antara konselor atau guru dengan kelompok untuk membicarakan beberapa hal

26
yang dianggap perlu terutama hal- hal atau masalah- masalah yang berhubungan

dengan pelajaran, kegiatan sosial, masalah tata tertib dan moral, cara berpakaian,

atau masalah- masalah lain di luar sekolah”. Senada dengan pendapat yang di

atas, Anas Salahudin mengemukakan pendapatnya tentang pengertian teknik

Homeroom yaitu suatu program kegiatan yang dilakukan dengan tujuan agar

guru dapat mengenal peserta didiknya lebih baik, sehingga dapat membantunya

secra efisien”.

Dari penjelasan beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa teknik

homeroom adalah salah satu teknik bimbingan konseling kelompok yang

dilakukan diluar jam pelajaran dan dibentuk dengan suasana kekeluargaan yang

dipimpin oleh guru pembimbing. Dalam pertemuan homeroom yang ditekankan

adalah terciptanya suasana yang penuh kekeluargaan seperti suasana rumah yang

menyenangkan dan akrab, siswa merasa aman dan nyaman sehingga dapat

mengungkapkan masalah - masalah yang tak dapat dibicarakan dalam kelas pada

waktu jam pelajaran bidang studi.

2. Ciri-ciri dan Tujuan Teknik Homeroom

Terdapat Ciri-ciri dalam teknik Homeroom antara lain:

a) Besifat kekeluargaan

b) Bersifat terbuka

c) Bebas

d) Menyenangkan

e) Berkelompok

27
Tujuan dari pelaksanaan teknik Homeroom

a) Menjadikan peserta didik akrab dengan lingkungan

b) Untuk memahami diri sendiri ( mampu menerima kekurangan dan kelebihan

diri sendiri ) dan memahami orang lain dengan (lebih) baik

c) Siswa nyaman dengan dirinya sendiri

d) Untuk berpartisipasi dalam kegiatan kelompok

e) Untuk mengembangkan sikap positif

f) Untuk menjaga hubungan sehat dengan orang lain

g) Untuk mengembangkan minat

h) Sadar akan kepentingan sendiri.

3. Tahapan Pelaksanaan Bimbingan Kelompok Teknik Home Room

Secara umum, pelaksanaan bimbingan kelompok dengan menggunakan

teknik Homeroom hampir sama dengan pelaksanaan bimbingan kelompok pada

umumnya, yang membedakan hanya suasana kekeluargaan yang diciptakan.

Tahapan pelaksanaan bimbingan kelompok menurut Prayitno ada empat,

yaitu tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap pelaksanaan dan tahap

pengakhiran.

a) Tahap Pembentukan.

Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap

pemasukan diri ke dalam kehidupan suatu kelompok. pada tahap ini pada

umumnya melakukan perkenalan dan memaparkan tujuan, kontrak forum

dan harapan yang diinginkan setelah melakukan kegiatan tersebut. pada

28
tahap ini peranan utama pemimpin ialah merangsang dan memantapkan

keterlibatan sesuai suasana yang diinginkan kelompok tersebut, pemimpin

kelompok juga harus mampu menimbulkan sikap kebersamaan dan perasaan

sekelomppok. Maka tugas kelompok disini yaitu merangsang dan

menggairahkan seluruh anggota kelompok untuk mampu ikut serta secara

bertanggung jawab dalam kegiatan kelompok, ada beberapa teknik yang

dapat digunakan untuk dalam tahap ini 1) Teknik pertanyaan dan jawaban 2)

Teknik perasaan dan tanggapan 3) Teknik permainan kelompok.

b) Tahap Peralihan

Tahap kedua adalah ‘jembatan’ antara tahap pertama dan ketiga adakalanya

jembatan ditempuh dengan amat mudah dan lancar, artinya para anggota

kelompok dapat segera memasuki tahap ketiga dengan penuh kemauan dan

kesukarelaan. Adapun yang dilaksanakan dalam tahap ini yaitu :

1) Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya

2) Menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani

kegiatan pada tahap selanjutnya

3) Meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang pemimpin;

Menerima suasana yang ada secara sabar dan terbuka, tidak

mempergunakan cara cara yang bersifat langsung atau mengambil alih

kekuasaan, mendorong dibahasnya suasana perasaan, membuka diri

sebagai contoh dan penuh empati

29
c) Tahap Kegiatan

Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompok, maka aspek-aspek yang

menjadi isi dan pengiringnya cukup banyak, dan masing-masing aspek perlu

mendapat perhatian yang seksama dari pemimpin kelompok. Tahap ini ada

berbagai kegiatan yang dilaksanakan yaitu:

1) Masing-masing anggota secara bebas mengemukakan masalah atau topik

bahasan

2) Menetapkan masalah atau topik yang akan dibahas terlebih dahulu

3) Membahas topik atau masalah secara dalam dan tuntas

d) Tahap Pengakhiran

Ketika kelompok memasuki tahap pengakhiran hendaknya dipusatkan pada

pembahasan dan penjelajahan tentang apakah para anggota kelompok akan

mampu menerapkan hal hal yang mereka pelajari. Pada tahapan

pengakhiran bimbingan kelompok, pokok perhatian bukan pada berapa kali

kelompok itu harus bertemu, tetapi pada hasil yang telah di capai pada

kelompok itu. Ada beberapa hal yang dilakukan pada tahap ini, yaitu :

1) Pemimpin mengemukakan bahwa kegiatan akan segera berakhir

2) Pemimpin dan kelompok mengemukakan kesan dan hasil kegiatan

3) Membahas kegiatan lanjut

4) Mengemukakan pesan dan harapan

30
Focus pelaksanaan kegiatan pada dalam teknik home room ini dimulai

dengan perkenalan yang dilanjutkan dengan kontrak forum dan tujuan

dilaksanakan kegiatan teknik home room yakni meningkatkan perilaku

asertif siswa

D. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan adalah penelitian yang memiliki kaitan terhadap salah satu

atau beberapa variabel yang sedang diteliti. Terdapat beberapa

hasil penelitian terdahulu yang relevan atau berkaitan dengan penelitian ini yakni :

1) Tria Ratna Dewi & Drs. H. Sutijono, MM dalam penelitian yang berjudul

“Pelaksanaan Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Home Room

Untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa Dalam Bidang Akademik Di

SMK Kartika 2 Surabaya”. Hasil penelitian menunjukan setelah pelaksanaan

layanan bimbingan kelompok dengan teknik home room siswa mengalami

peningkatan kepercayaan diri dalam bidang akademik di SMK Kartika 2

Surabaya

2) Astia Visti Amaryani dalam penelitian yang berjudul “Peningkatan Kohesivitas

Kelompok Melalui Bimbingan Kelompok Teknik Home room Pada Siswa

Kelas VII D SMP Negeri 14 Yogyakarta. Hasil penelitan yang telah dilakukan

membuktikan bahwa bimbingan kelompok teknik homeroom dapat digunakan

untuk meningkatkan kohesivitas siswa. Pada setiap siklus terjadi peningkatan

untuk masing-masing aspek, yaitu aspek memiliki komitmen yang tinggi, aspek

kerjasama, aspek memiliki tujuan yang sama dan aspek ketertarikan

31
3) Syahbana dalam penelitian yang berjudul “ Meningkatkan Kemampuan Asertif

Melalui Layanan Penguasaan Konten Dengan Metode Diskusi Kelompok Dan

Bermain Peran Pada Siswa Kelas XII Bahasa SMA N 1 Ungaran Tahun Ajaran

2010/2011” Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum mendapatkan

perlakuan termasuk dalam kategori rendah dengan rata-rata persentase 52 % dan

sesudah mendapatkan perlakuan rata-rata persentasenya menjadi 72 % termasuk

dalam kategori tinggi, dengan demikian mengalami peningkatan sebesar 20 %.

Hasil uji wilcoxon menunjukkan bahwa nilai diperoleh Zhitung = 3, 81 >

Ztabel= 1,96 maka hasilnya signifikan, yaitu terdapat perbedaan yang signifikan

antara sebelum dan sesudah mendapatkan layanan penguasaan konten dengan

metode diskusi kelompok dan bermain peran, sehingga Ha di terima dan Ho

ditolak, sehingga menunjukkan adanya peningkatan kemampuan asertif pada

siswa antara sebelum dan sesudah diberikan perlakuan layanan penguasaan

konten dengan metode diskusi kelompok dan bermain peran, oleh karena itu

hipotesis yang diajukan dapat diterima. Berarti kemampuan asertif dapat

ditingkatkan melalui layanan penguasaan konten dengan metode diskusi

kelompok dan bermain peran.

E. Karangka Berpikir Penelitian

Taubmaa (Retaaningsih, 1992) mengartikan assertiveness sebagai ekspresi dari

perasaan-perasaan keinginan-keinginan, dan kebutuhan-kebutuhan, belajar bertindak

atas dasar perasaan-perasaan, keinginan-keinginan, dan kebutuhan - kebutuhan

32
tersebut dan menghormati perasaan-perasaan, keinginan-keinginan, dan kebutuhan-

kebutuhan orang lain.

Memberikan layanan bimbingan kelompok teknik home room berarti peneliti

berupaya memberikan variasi metode dalam pemecahan masalah rendahnya perilaku

asertif siswa kelas XII Bahasa I SMAN I Nubatukan dengan layanan bimbingan

kelompok teknik home room. Adapun skema kerangka berfikir dalam penelitian ini

digambarkan sebagai berikut :

33

Anda mungkin juga menyukai