Anda di halaman 1dari 97

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan adalah proses mengubah sikap dan perilaku seseorang atau

sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran

pelatihan. Jadi dalam hal ini pendidikan adalah proses atau perbuatan

mendidik. Dalam hidup anak pendidikan memiliki tempat dan peran yang

amat penting. Melalui pendidikan, anak dibantu dan distimulir menumbuh

kembang dirinya menuju kedewasaan secara menyeluruh. Begitu juga dalam

kehidupan beragama dan beriman pendidikan iman mempunyai peran dan

tempat yang utama. Meski perkembangan hidup beriman pertama-tama

merupakan karya Allah sendiri yang menyapa dan membimbing anak menuju

kesempurnaan hidup berimannya, namun manusia bisa membantu

perkembangan hidup beriman anak dengan menciptakan situasi yang

memudahkan semakin erat dan mesranya hubungan Allah dengan anak.

Dengan demikian pendidikan iman tidak dimaksudkan untuk mencampuri

secara langsung perkembangan hidup beriman anak yang merupakan suatu

misteri, tetapi untuk menciptakan situasi dan nuansa kehidupan yang

membantu serta memudahkan perkembangan hidup beriman anak.

Pendidikan pada umumnya, termasuk pendidikan iman, merupakan hak

dan kewajiban utama dan pertama orangtua. Dalam membantu orangtua

menjalankan hak dan kewajiban yang utama dan pertama itu mereka dibantu

oleh Negara dan lembaga pendidikan. Terkait dengan pendidikan iman, hal

1
itu berarti bahwa orangtualah yang memiliki hak dan kewajiban pertama dan

utama dalam memberikan pendidikan iman kepada anak-anaknya. Pendidikan

iman dimulai dan dilaksanakan di rumah. Pendidikan yang dimulai di rumah

dikembangkan lebih lanjut dengan bantuan pastor, katekis dan guru agama.

Negara mempunyai kewajiban untuk menjaga dan memfasilitasi agar

pendidikan iman bisa terlaksana dengan baik sesuai dengan iman masing-

masing.

Salah satu bentuk dan pelaksanaan pendidikan iman adalah pendidikan

iman yang dilaksanakan secara formal dalam konteks sekolah yang disebut

pelajaran agama. Dalam konteks Agama Katolik pelajaran agama di sekolah

dinamakan Pendidikan Agama Katolik (PAK) yang merupakan salah satu

realisasi tugas dan perutusannya untuk menjadi pewarta dan saksi Kabar

Gembira Yesus Kristus. PAK peserta didik dibantu dan dibimbing agar

semakin mampu memperteguh iman terhadap Tuhan sesuai dengan agama

Katolik dengan tetap memperhatikan dan mengusahakan penghormatan

terhadap agama dan kepercayaan lain. Hal ini dimaksudkan untuk

menciptakan hubungan antar umat beragama yang harmonis dalam

masyarakat Indonesia yang plural demi terwujudnya persatuan nasional.

Dengan kata lain PAK bertujuan membangun hidup semakin beriman peserta

didik. Membangun hidup beriman Kristiani berarti membangun kesetiaan

pada Injil Yesus Kristus yang memiliki keprihatinan tunggal terwujudnya

Kerajaan Allah dalam hidup manusia. Kerajaan Allah merupakan situasi dan

peristiwa penyelamatan, yaitu situasi dan perjuangan untuk perdamaian dan

2
keadilan, kebahagiaan dan kesejahteraan, persaudaraan dan kesatuan,

kelestarian lingkungan hidup yang dirindukan oleh setiap orangdari pelbagai

agama dan kepercayaan.

Secara umum, pendidikan agama di sekolah bukan sekedar menjadikan

siswa untuk beriman saja tetapi juga menjadikan siswa sebagai orang yang

dapat mempertanggung jawabkan imannya dengan pengetahuan yang

dimilikinya. Pembelajaran akan berjalan secara efektif dan efesien jika

menggunakan bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa, mendukung

kompetensi yang hendak dicapai, memiliki uraian sistematis, tes yang standar

serta strategi pembelajaran yang cocok dalam setiap pembelajaran di kelas.

Selain itu Salah satu kunci untuk mewujudkan pendidikan yang demikian

adalah adanya motivasi yang tinggi dan terpelihara dalam diri peserta didik.

Namun suasana pembelajaran yang ideal seperti di atas anak memiliki

motivasi belajar yang tinggi dan tetap terpelihara tidaklah setiap saat dapat

kita alami. Berdasarkan hasil observasi proses pembelajaran Pendidikan

Agama Katolik di sekolah hanya mengandalkan buku paket yang terkesan

sulit dipahami oleh siswa karena materi yang terdapat dalam buku paket

sangat terbatas. Di sisi lain, guru belum banyak yang membuat bahan ajar

untuk membantu siswa mudah belajar mandiri. Kita berharap anak dapat

mencapai prestasi secara optimal, namun yang kita jumpai adalah anak

dengan prestasi dan semangat belajar yang rendah. Rendahnya motivasi

belajar siswa merupakan masalah yang perlu disikapi secara serius oleh

seorang guru dalam proses pendidikan di sekolah. Peserta didik menganggap

3
pelajaran Agama Katolik merupakan pelajaran yang membosankan. Selain itu

jam pelajaran yang terjadi pada siang hari. Hal ini membuat anak semakin

jenuh dalam menerima pelajaran. Ditambah lagi dengan model pembelajaran

yang digunakan adalah model konvensional.

Hasil belajar siswa Kelas X Bahasa SMA Negeri 2 Nubatukan dirasakan

belum optimal. Hal itu dapat dilihat dari hasil ulangan harian yang diperoleh

siswa yang masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Tabel 1.1 Ketuntasan Belajar PAK Siswa Kelas X Bahasa SMA Negeri 2
Nubatukan pada KD 3.11 dan KD 4.11
Banyak Siswa yang Banyak Siswa
Mendapat Nilai Diatas Mendapat Nilai
Materi Pelajaran atau sama dengan KKM Dibawah KKM

Jumlah Persentase Jumlah Persenta


siswa siswa se
Tritunggal Mahakudus 9 42,85% 12 57,14 %
Peran Roh Kudus bagi 10 47,61 % 11 52,38 %
Gereja
Rerata persentase 45,23 % 54,76 %

Berdasarkan tabel di atas, dari 21 siswa kelas X Bahasa yang mendapat

nilai di atas atau sama dengan KKM pada materi Tritunggal Mahakudus

sebanyak 9 siswa, sedangkan siswa yang tidak mencapai KKM sebanyak

57,14%. Kemudian pada materi Peran Roh Kudus bagi Gereja 10 siswa

mencapai KKM atau sebanyak 52,38% siswa tidak mencapai KKM. Banyak

faktor yang menyebabkan hasil nilai siswa rendah, salah satunya model

pembelajaran yang digunakan belum sesuai dengan materi ajar. Hasil

observasi terkait pembelajaran Agama Katolik memberikan gambaran bahwa

model yang digunakan guru dalam proses pembelajaran adalah model

4
konvensional. Guru lebih banyak aktif sedangkan siswa hanya pasif dalam

menerima materi ajar. Hal ini juga membuat matoivasi siswa dalam belajar

menjadi rendah. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah yang harus

dilakukan oleh guru Pendidikan agama Katolik agar pembelajaran menjadi

efesien dan juga efektif dengan menerapkan model pembelajaran diharapkan

sesuai dengan materi ajar dan kebutuhan siswa. Salah satu model

pembelajaran yang sesuai dengan materi adalah pendekatan CTL.

Pembelajaran dengan pendekatan CTL (contextual teaching and

learning) adalah konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan

antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata. Hal ini mendorong

siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dalam penerapan

kehidupan mereka sehari-hari. Tujuh komponen utama pendekatan

kontekstual adalah: konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat

belajar,, pemodelan, penilaian sebenarnya. (Trianto, 2007: 103).

Berdasarkan latar belakang di atas diperlukan solusi untuk mengatasi

permasalahan pembelajaran. Salah satu alternatif solusi yaitu melalui

pendekatan CTL dengan materi Tritunggal Mahakudus. Pendekatan ini

membantu siswa memahami pengertian dasar Tritunggal Mahakudus.

Mengingat materi ini merupakan pintu masuk untuk memahami dasar iman

kristiani. Diharapkan pendekatan kontekstual ini akan memberikan kontribusi

langsung pada peningkatan kualitas pembelajaran Pendidikan Agama Katolik

dan Budi Pekerti sehingga motivasi dan hasil belajar siswa dapat

ditingkatkan.

5
1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, peneliti dapat

mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul sebagai berikut.

1. Hasil belajar Pendidikan Agama dan Budi Pekerti belum optimal yaitu

45,23 % siswa kelas X Bahasa belum mencapai KKM pada Tritunggal

Mahakudus dan Peran Roh Kudus bagi Gereja

2. Pembelajaran Pendidikan agama Katolik dan budi pekerti berlangsung

lebih banyak dengan model konvensional

3. Banyak siswa yang tidak memperhatikan pelajaran PAK

4. Siswa kurang termotivasi ketika sedang mempelajari pelajaran PAK

1.3 Batasan Masalah

Sebagaimana deskripsi yang telah diuraikan dalam latar belakang

masalah, maka peneliti akan menilai bahwa kegiatan penelitian ini akan

membahas berkenan Peningkatan Motivasi dan Prestasi Belajar PAK Siswa

Kelas X Bahasa Melalui Pendekatan CTL

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah

dikemukakan di atas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian

ini adalah bagaimana motivasi dan prestasi belajar PAK siswa kelas X Bahasa

melalui Pendekatan CTL?

6
1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui dan mendeskripsikan motivasi dan prestasi hasil belajar

PAK siswa setelah diterapkannya pendekatan CTL.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini di harapkan dapat memberikan hasil yang bermanfaat bagi

semua pihak, antara lain:

1. Bagi guru mempunyai gambaran tentang pembelajaran PAK yang

menyenangkan serta adanya inovasi baru bagi pendidik tentang dan

metode pembelajaran

2. Bagi siswa, membantu untuk yang berkesulitan dalam memahami

pelajaran khususnya PAK dan mengembangkan daya nalar serta berpikir

lebih kreatif, sehingga siswa mudah termotivasi untuk mengikuti proses

pebelajaran

3. Bagi sekolah, menjadi masukan yang berharga untuk mensosialisasikan

perlunya pengembangan pendekatan Contextual Teaching and Learning

(CTL) sebagai model pembelajaran alternatif mata pelajaran PAK SMA

Negeri 2 Nubatukan.

7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Motivasi Belajar

1. Pengertian Motivasi

Pengertian Motivasi Belajar Motif dalam bahasa Inggris adalah motive

berasal dari kata “motion” yang berarti gerak atau sesuatu yang bergerak.

Berawal dari kata motif itu motivasi dapat diartikan sebagai daya

penggerak yang telah menjadi aktif. Motif dapat menjadi aktif pada saat-

saat tertentu terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat

diperlukan.

Ngalim Purwanto (2006 : 70-71) berpendapat, bahwa setiap motif itu

bertalian erat dengan suatu tujuan dan cita-cita. Makin berharga tujuan itu

bagi yang bersangkutan, makin kuat pula motifnya sehingga motif itu

sangat berguna bagi tindakan atau perbuatan seseorang.

Fungsi dari motif-motif itu adalah:

a. Motif itu mendorong manusia untuk berbuat atau bertindak. Motif itu

berfungsi sebagai penggerak atau sebagai motor yang memberikan

energi (kekuatan) kepada seseorang untuk melakukan suatu tugas.

b. Motif itu menentukan arah perbuatan yakni ke arah perwujudan suatu

tujuan atau cita-cita. Motivasi mencegah penyelewengan dari jalan yang

harus ditempuh untuk mencapai tujuan itu. Makin jelas tujuan itu,

makin jelas pula terbentang jalan yang harus ditempuh. Motif

menyeleksi perbuatan kita. Artinya menentukan perbuatan-perbuatan

8
mana yang harus dilakukan, yang serasi, guna mencapai tujuan itu

dengan menyampingkan perbuatan yang tak bermanfaat bagi tujuan itu.

Menurut Mc. Donald yang di kutip oleh Sardiman (2003: 198),

motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai

dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap

adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan Mc. Donald ini

mengandung tiga elemen penting yaitu; (1) bahwa motivasi itu mengawali

terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia, (2) motivasi

ditandai dengan munculnya rasa dan afeksi seseorang, (3) motivasi akan

dirangsang karena adanya tujuan.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi

adalah sesuatu yang menyebabkan terjadinya suatu perubahan dalam diri

individu yang mempengaruhi gejala kejiwaan, perasaan, dan emosi untuk

melakukan sesuatu yang didorong oleh adanya tujuan, kebutuhan atau

keinginan.

Menurut Thursan Hakim (2000) yang dikutip Winastwan Gora dan

Sunarto (2010:16), belajar adalah suatu proses perubahan-perubahan

didalam manusia, ditampakan dalam bentuk peningkatan kualitan dan

kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap,

kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir dan lain-lain. Jadi dalam

kegiatan belajar terjadinya adanya suatu usaha yang menghasilkan

perubahan-perubahan itu dapat diamati secara langsung maupun tidak

langsung. Hal ini juga dikemukakan oleh Dimyati Mahmud (1989:121-

9
122) yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku

baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara langsung

dan terjadi dalam diri seseorang karena pengalaman.

Dari beberapa pendapat di atas dapat di simpulkan, belajar dapat

diartikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk

memperoleh perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku baik yang

dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara langsung dan terjadi

sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.

Motivasi belajar adalah sesuatu yang mendorong, menggerakan dan

mengarahkan siswa dalam belajar (Endang Sri Astuti, 2010 : 67). Motivasi

belajar sangat erat sekali hubungannya dengan perilaku siswa disekolah.

Motivasi belajar dapat membangkitkan dan mengarahkan peserta didik

untuk mempelajari sesuatu yang baru. Bila pendidik membangkitkan

motivasi belajar anak didik, maka meraka akan memperkuat respon yang

telah dipelajari (TIM Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007 : 141).

Motivasi belajar yang tinggi tercermin dari ketekunan yang tidak mudah

patah untuk mencapai sukses meskipun dihadang oleh berbagai kesulitan.

2. Ciri-ciri Motivasi Belajar

Motivasi yang ada pada diri siswa sangat penting dalam kegiatan

belajar. Ada tidaknya motivasi seseorang individu untuk belajar sangat

berpengaruh dalam proses aktivitas belajar itu sendiri. Seperti

dikemukakan oleh Sardiman AM (2003 : 83) motivasi memiliki ciri-ciri

sebagai berikut:

10
a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu

yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai)

b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan

dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas

dengan prestasi yang telah dicapai).

c. Mewujudkan minat terhadap bermacam-macam masalah untuk orang

dewasa. (misalnya masalah pembangunan, agama, politik, ekonomi,

keadilan, pemberantasan korupsi, penentangan terhadap setiap tindak

kriminal, amoral dan sebagainya).

d. Lebih senang bekerja mandiri

e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat

mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).

f. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu)

g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu

h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal

Jika ciri-ciri tersebut terdapat pada seorang siswa berarti siswa

tersebut memiliki motivasi belajar yang cukup kuat yang dibutuhkan

dalam aktifitas belajarnya. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan

bahwa siswa yang memiliki motivasi tinggi dalam belajar akan

menunjukan hal-hal sebagai berikut:

1. Keinginan mendalami materi

2. Ketekunan dalam mengerjakan tugas

3. Keinginan berprestasi

11
4. Keinginan untuk maju

3. Jenis-jenis motivasi belajar

Dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah merupakan hal

yangpenting setidaknya para siswa memiliki motivasi untuk belajar karena

kegiatan akan berhasil baik apabila anak yang bersangkutan mempunyai

motivasi yang kuat. Sri Hapsari (2005:74) membagi motivasi membagi dua

jenis yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik dengan

mendefinisikan kedua jenis motivasi itu sebagai berikut yaitu Motivasi

instrinsik adalah bentuk dorongan belajar yang datang dari dalam diri

seseorang dan tidak perlu rangsangan dari luar. Sedangkan motivasi

ekstrinsik adalah dorongan belajar yang datangnya dari luar diri seseorang.

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi terdiridari dua

macam yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik.

Berkenaan dengan kegiatan belajar motivasi instrinsik mempunyai

sifat yang lebih penting karena daya penggerak yang mendorong

seseorangdalam belajar dari pada motivasi ekstrinsik. Keinginan dan usaha

belajaratas dasar inisiatif dirinya sendiri akan membuahkan hasil belajar

yangmaksimal, sedang motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang

mendorongbelajar itu timbul dari luar dirinya. Apabila keinginan untuk

belajarhanya dilandasi oleh dorongan dari luar dirinya maka keinginan

untukbelajar tersebut akan mudah hilang.

12
a. Motivasi Intrinsik

Menurut Singgih (2008 : 50), motivasi intrinsik merupakan dorongan

yang kuat berasal dari dalam diri seseorang. Sedangkan John W Santrock

(2003:476) mengatakan motivasi intrinsik adalah keinginan dari dalam

diri seseorang untuk menjadi kompeten, dan melakukan sesuatu demi

usaha itu sendiri. Thursan (2008:28) mengemukakan motif intrinsik

adalah motif yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu

kegiatan.

Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan motivasi

intrinsik adalah motivasi yang kuat berasal dari dalam diri individu tanpa

adanya pengaruh dari luar yang mendorong seseorang untuk melakukan

sesuatu kegiatan. Semakin kuat motivasi intrinsik yang dimiliki, semakin

memperlihatkan tingkah laku yang kuat untuk mencapai tujuan (Singgih,

2008 :50).

Menurut Thursam (2008:29), seorang siswa yang memiliki motivasi

intrinsik akan aktif belajar sendiri tanpa disuruh guru maupun orang tua.

Motivasi intrinsik yang dimiliki siswa dalam belajar akan lebik kuat lagi

apa bila memiliki motivasi eksrtrinsik.

Menurut Sri Hapsari (2005:74) faktor yang mempengaruhi motivasi

intrinsik pada umumnya terkait dengan faktor intelegensi dan bakat

dalam diri siswa. Sri Esti berpendapat, bahwa motivasi intrinsik

dipengaruhi oleh faktor pribadi seperti kepuasan. Singgih (2008:50-51),

mengemukakan bahwa motivasiintrinsik dipengaruhi oleh faktor

13
endogen, faktor konstitusi, faktor dunia dalam, sesuatu bawaan, sesuatu

yang telah ada yang diperoleh sejak dilahirkan. Selain itu, motivasi

intrinsik dapat diperoleh dari proses belajar. Seseoran yang meniru

tingkah orang lain, yang menghasilkan sesuatu yang menyenangkan

secara bertahap, maka dari proses tersebut terjadi proses internalisasi dari

tingkah laku yang ditiru tersebut sehingga menjadi kepribadian dari

dirinya.

Dari berbagai pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor

yang mempengaruhi motivasi intrinsik antara lain : keinginan diri,

kepuasan, kebiasaan baik dan kesadaran.

b. Motivasi ekstrinsik

Menurut Supandi (2011:61), motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang

timbul manakala terdapat rangsangan dari luar individu. Menurut Thomas

(2010: 39) motivasi ekstrinsik adalah motivasi penggerak atau pendorong

dari luar yang diberikan dari ketidak mampuan individu sendiri. Menurut

John W Santrock (2003 : 476), motivasi ekstrinsik adalah keinginan untuk

mencapai sesuatu didorong karena ingin mendapatkan penghargaan

eksternal atau menghindari hukuman eksternal. Motivasi ekstrinsik adalah

dorongan untuk berprestasi yang diberikan oleh orang lain seperti semangat,

pujian dan nasehat guru, orang tua, dan orang lain yang dicintai.

14
Dari berbagai pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa

motivasi ektrinsik dipengaruhi atau dirangsang dari luar individu. Faktor-

faktor yang mempengaruhi motivasi ekstrinsik antara lain: pujian, nasehat,

semangat, hadiah, hukuman, dan meniru sesuatu.

4. Fungsi motivasi belajar

Motivasi berhubungan erat dengan suatu tujuan. Dengan demikian

motivasi dapat mempengaruhi adanya kegiatan. Dalam kaitannya dengan

belajar motivasi merupakan daya penggerak untuk melakukan belajar.

Sardiman AM (2003 : 85), mengemukakan bahwa motivasi mempunyai

fungsi sebagai berikut:

a. Mendorong manusia untuk berbuat. Jadi motivasi sebagai penggerak atau

motor yang melepaskan energi motivasi dalam hal ini merupakan motor

penggerak yang akan digerakkan.

b. Menentukan arah perbuatan yakni kearah tujuan yang akan dicapai. Jadi

motivasi dapat memberi arah kegiatan yang harus dikerjakan agar sesuai

dengan tujuannya.

c. Menyeleksi perbuatan yakni menentukan perbuatan yang harus

dikerjakan yang sesuai untuk mencapai tujuan dengan menyisihkan

perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Ngalim purwanto

(2006 :70-71) berpendapat bahwa setiap motif itu bertalian erat dengan

suatu tujuan dan cita-cita. Makin berharga tujuan itu bagi yang

bersangkutan, makin kuat pula motifnya sehingga motif itu sangat

berguna bagi tindakan atau perbuatan seseorang.

15
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pada

dasarnya fungsi motivasi dalam belajar adalah sebagai pendorong

danpengarah seseorang atau siswa pada aktifitas mereka dalam

pencapaian tujuan belajar.

2.2 Prestasi Belajar

1. Pengertian Prestasi

Prestasi dalam bahasa Inggris adalah kata “achievement”. Tetapi kata

tersebut berasal dari kata “to achieve” yang berarti mencapai maka dapat

juga kita artikan sebagai pencapaian atau apa yang dicapai. Menurut

Depdiknas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 895), prestasi

diartikan sebagai yang telah dicapai (telah dilakukan, dikerjakan dan

sebagainya).

Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa prestasi merupakan hasil

usaha yang telah dicapai oleh seseorang setelah ia melakukan suatu kegiatan

sedang prestasi belajar adalah hasil yang dapat dicapai oleh seseorang

setelah melakukan kegiatan belajar dalam kurun waktu tertentu.

2. Pengertian Belajar

Ada beberapa pendapat para ahli tentang definisi tentang belajar.

Cronbach dalam bukunya Sardiman A. M (2003:20) memberikan definisi :

“Learning is shown by a change in behavior as a result of experience”.

“Belajar adalah memperlihatkan perubahan dalam perilaku sebagai hasil

dari pengalaman”. Harold Spears dalam bukunya Sardiman A. M (2003:20)

memberikan batasan: “Learning is to observe, to read, to initiate, to try

16
something themselves, to listen, to follow direction”. Belajar adalah

mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri, mendengarkan,

mengikuti petunjuk/arahan. Geoch dalam bukunya Sardiman A. M (2003 :

20), mengatakan : “Learning is a change in performance as a result of

practice”. Belajar adalah perubahan dalam penampilan sebagai hasil

praktek.

Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa belajar itu senantiasa

merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian

kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru

dan lain sebagainya. Juga belajar itu akan lebih baik kalau si subyek belajar

itu mengalami atau melakukannya, jadi tidak bersifat verbalistik. Belajar

sebagai kegiatan individu sebenarnya merupakan rangsangan-rangsangan

individu yang dikirim kepadanya oleh lingkungan. Dengan demikian

terjadinya kegiatan belajar yang dilakukan oleh seorang individu dapat

dijelaskan dengan rumus antara individu dan lingkungan.

Menurut Mustaqim (2001:34) : “Belajar adalah perubahan tingkah laku

yang relatif tetap yang terjadi karena latihan dan pengalaman. Dengan kata

lain yang lebih rinci belajar adalah : (a) suatu aktivitas atau usaha yang

disengaja, (b) aktivitas tersebut menghasilkan perubahan, berupa sesuatu

yang baru baik yang segera nampak atau tersembunyi tetapi juga hanya

berupa penyempurnaan terhadap sesuatu yang pernah dipelajari, (c)

perubahan-perubahan itu meliputi perubahan keterampilan jasmani,

kecepatan perceptual, isi ingatan, abilitas berfikir, sikap terhadap nilai-nilai

17
dan inhibisi serta lain-lain fungsi jiwa (perubahan yang berkenaan dengan

aspek psikis dan fisik), (d) perubahan tersebut relative bersifat konstan”.

Menurut Winarno Surakmad (1982 : 74-75) belajar dapat diartikan : a)

sebagai produk atau hasil, b) sebagai proses, dan c) sebagai fungsi. Sebagai

produk terutama yang dilihat dalam bentuk akhir dari berbagai pengalaman

interaksi edukatif, seperti dalam bentuk keterampilan, kosep-konsep dan

sikap. Adapun belajar sebagai proses terutama yang dilihat adalah apa yang

terjadi selama siswa menjalani pengalaman edukatif untuk sesuatu tujuan,

dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah pola-pola perubahan tingkah

laku, selama pengalaman berlangsung. Sedang belajar sebagai fungsi dapat

menyebabkan terjadinya aspek-aspek yang dapat menyebabkan terjadinya

perubahan tingkah laku di dalam pengalaman edukatif.

Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan

kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan instruksional yang ingin

dicapai. Untuk meningkatkan prestasi belajar yang baik perlu diperhatikan

kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal adalah kondisi atau situasi

yang ada dalam diri siswa, seperti kesehatan, keterampilan, kemampuan dan

sebagainya. Kondisi eksternal adalah kondisi yang ada di luar diri pribadi

manusia, misalnya ruang belajar yang bersih, sarana dan prasaran belajar

yang memadai.

18
3. Pengertian Prestasi Belajar

Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilansiswa

dalam memperoleh prestasi. Untuk mengetahui berhasil tidaknyaseseorang

dalam belajar maka perlu dilakukan suatu evaluasi, tujuannyauntuk

mengetahui prestasi yang diperoleh siswa setelah proses belajarmengajar

berlangsung.

Adapun prestasi dapat diartikan hasil diperoleh karena adanyaaktivitas

belajar yang telah dilakukan. Memahami pengertian prestasibelajar secara

garis besar harus bertitik tolak kepada pengertian belajar itusendiri. Untuk

itu para ahli mengemukakan pendapatnya yang berbeda-beda sesuai dengan

pandangan yang mereka anut. Namun dari pendapatyang berbeda itu dapat

kita temukan satu titik persamaan.

Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai selama mengikutipelajaran

pada periode tertentu dalam suatu lembaga pendidikan dimanahasilnya

dinyatakan dengan melalui penilaian yang dapat diwujudkandengan angka

atau simbol yang lain. Menurut Winarno Surakmad (1982 :25) menilai

bahwa hasil belajar siswa bagi kebanyakan orang berartiulangan, ujian atau

tes dan maksud ulangan tersebut adalah untukmemperoleh suatu indeks

dalam menentukan berhasil tidaknya siswadalam belajar. Bercermin dari

pandangan ini maka keberhasilan belajarsiswa dapat dilihat dalam bentuk

indeks prestasi yang dicapainya terhadapberbagai mata pelajaran yang di

ikutinya.

19
Menurut Winkel (1984 : 23) yang dimaksud dengan “Prestasiadalah bukti

keberhasilan usaha yang dapat dicapai, dan belajaradalah suatu aktivitas

mental psikis yang belangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan

yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,

keterampilan dan nilai sikap”. Dari teori-teori tersebut dapat diambil

kesimpulan mengenai prestasi belajar. Prestasi belajar atau hasil belajar

merupakan kemampuan belajar individu melalui berbagai perubahan

tingkah laku yang diperoleh dari usaha-usaha, latihan dan pengalaman

dalam kegiatan belajar mengajar.

Prestasi belajar di bidang pendidikan adalah hasil dari pengukuran

terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor

setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan

instrumen tes atau instrumen yang relevan. Untuk mencapai prestasi belajar

siswa sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa

faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain; faktor yang terdapat

dalam diri siswa (faktor intern), dan faktor yang terdiri dari luar siswa

(faktor ekstern). Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri anak bersifat

biologis sedangkan faktor yang berasal dari luar diri anak antara lain adalah

faktor keluarga, sekolah, masyarakat dan sebagainya.

20
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

a.Faktor Intern

Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri,

adapun yang dapat digolongkan ke dalam faktor intern yaitu

kecedersan/intelegensi, bakat, minat dan motivasi.

1) Kecerdasan/intelegensi

Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk

menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Kemampuan ini

sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya intelegensi yang normal selalu

menunjukkan kecakapan sesuai dengan tingkat perkembangan sebaya.

Adakalanya perkembangan ini ditandai oleh kemajuan-kemajuan yang

berbeda antara satu anak dengan anak yang lainnya, sehingga seseorang

anak pada usia tertentu sudah memiliki tingkat kecerdasan yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kawan sebayanya. Oleh karena itu jelas

bahwa faktor intelegensi merupakan suatu hal yang tidak diabaikan

dalam kegiatan belajar mengajar.

Kecerdasan merupakan salah satu aspek yang penting, dan sangat

menentukan berhasil tidaknya studi seseorang. Menurut Femi Olivia,

(2009:15). Keberhasilan dalam belajar 50% ditentukan oleh faktor

kecerdasan. Menurut Henderson dan Dweck (1990) dalam bukunya

Jhon W Santrock (2003:478) siswa yang yakin dengan intelejensi dan

kemampuannya lebih berprestasi daripada yang tidak yakin akan

intelejensi dan kemampuannya. Dari pendapat di atas jelaslah bahwa

21
intelegensi yang baik atau kecerdasan yang tinggi merupakan faktor

yang sangat penting bagi seorang anak dalam usaha belajar.

2) Bakat

Menurut Conny Semiawan (1997:11) bakat adalah kemampuan

yang merupakan sesuatu yang “inhern” dalam diri seseorang sejak lahir

dan terikat dengan struktur otak. Bakat adalah kemampuan yang dibawa

sejak lahir, jika kemampuan tersebut dikembangkan dengan belajar

maka akan menjadi kecakapan yang nyata (Rudi Mulyatiningsih, dkk,

2004: 91).

Dari pendapat di atas jelaslah bahwa tumbuhnya keahlian tertentu

pada seseorang sangat ditentukan oleh bakat yang dimilikinya

sehubungan dengan bakat ini dapat mempunyai tinggi rendahnya

prestasi belajar bidang-bidang studi tertentu. Dalam proses belajar

terutama belajar keterampilan, bakat memegang peranan penting dalam

mencapai suatu hasil akan prestasi yang baik. Apalagi seorang guru

atau orang tua memaksa anaknya untuk melakukan sesuatu yang tidak

sesuai dengan bakatnya maka akan merusak keinginan anak tersebut.

3) Minat

Minat adalah kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk

merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu dan merasa senang

berkecimpung dalam bidang itu (Winkel, 1984:30). Selanjutnya

Witherington (1985:35), mengatakan bahwa minat merupakan

kesadaran suatu obyek, seseorang, suatau hal situasi yang mendukung

22
sangkut paut dengan dirinya. Prestasi belajar secara umum dapat

dipengaruhi beberapa faktor, yang salah satunya adalah minat belajar.

Hal ini sesuai pendapat Sumadi Suryabrata (1983 : 10-11), yang

mengatakan bahwa kalau seseorang tidak berminat pada sesuatu, maka

tidak dapat dihasilkan belajar yang baik.

Berdasarkan pendapat di atas, jelaslah bahwa minat besar

pengaruhnya terhadap belajar atau kegiatan. Bahkan pelajaran yang

menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan disimpan karena minat

menambah kegiatan belajar. Untuk menambah minat seorang siswa di

dalam menerima pelajaran di sekolah siswa diharapkan dapat

mengembangkan minat untuk melakukannya sendiri. Minat belajar

yang telah dimiliki siswa merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi hasil belajarnya. Apabila seseorang mempunyai minat

yang tinggi terhadap sesuatu hal maka akan terus berusaha untuk

melakukan sehingga apa yang dinginkannya dapat tercapai sesuai

dengan keinginannya. Keberadaan minat selalu bertalian dengan

hadirnya motif dan perhatian, menurut Skiner bahwa minat merupakan

motif yang menunjukan arah perhatian individu pada obyek yang

menarik (Skiner dalam Nurdjito, 1989 : 6).

Motif sebagai daya penggerak dari dalam individu untuk

melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya tujuan.

Sedangkan perhatian merupakan pemusatan kesadaran individu

terhadap suatu obyek. Individu yang secara sadar menaruh perhatian

23
terhadap suatu obyek tetapi tidak disertai dengan lahirnya kekuatan

dari dalam dirinya yang mendorong untuk melakukan aktivitas-aktivitas

guna mencapai tujuan, belum dikatakan bahwa individu tersebut

mempunyai minat terhadap obyek yang diperhatikan.

4) Motivasi

Motivasi adalah sesuatu yang menggerakan seseorang atau

kelompok untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (Anton

Iranto, 2005:53). Motivasi dalam belajar merupakan faktor yang

penting, karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong

keadaan siswa untuk melakukan belajar. Persoalan mengenai motivasi

dalam belajar adalah bagaimana cara mengatur agar motivasi dapat

ditingkatkan. Demikian pula dalam kegiatan belajar mengajar seorang

anak didik akan berhasil jika mempunyai motivasi untuk belajar.

b. Faktor Ekstern

Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi

belajar yang sifatnya di luar diri siswa, yaitu beberapa pengalaman-

pengalaman, keadaan keluarga, lingkungan sekitarnya dan sebagainya.

Pengaruh lingkungan ini pada umumnya bersifat positif dan tidak

memberikan paksaan kepada individu.

Menurut Thursam Hakim (2008:17) faktor ekstern yang dapat

mempengaruhi belajar adalah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,

lingkungan masyarakat, dan faktor waktu.

24
1) Keadaan Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat

seseorang dilahirkan dan dibesarkan. Keluarga yang sehat besar artinya

untuk pendidikan kecil, tetapi bersifat menentukan dalam ukuran besar

yaitu pendidikan bangsa, negara dan dunia.

Thursam Hakin (2008:17) mengatakan, faktor lingkungan rumah atau

keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam menentukan

perkembangan pendidikan seseorang dan merupakan faktor utama dan

pertama pula dalam menentukan keberhasilan belajar seseorang. Oleh

karena itu orang tua hendaknya menyadari bahwa pendidikan dimulai dari

keluarga. Sedangkan sekolah merupakan pendidikan lanjutan. Peralihan

pendidikan informal ke lembaga-lembaga formal memerlukan kerjasama

yang baik antara orang tua dan guru sebagai pendidik dalam usaha

meningkatkan hasil belajar anak. Jalan kerjasama yang perlu ditingkatkan,

dimana orang tua harus menaruh perhatian yang serius tentang cara belajar

anak di rumah. Perhatian orang tua dapat memberikan dorongan dan

motivasi sehingga anak dapat belajar dengan tekun karena anak

memerlukan waktu, tempat dan keadaan yang baik untuk belajar.

2) Keadaan Sekolah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat

penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa, karena itu

lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong untuk belajar yang lebih

giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan

25
guru dengan siswa, alat-alat pelajaran dan kurikulum. Hubungan antara

guru dan siswa kurang baik akan mempengaruhi hasil-hasil belajarnya.

Menurut Thursan Hakim (2008 : 18) mengemukakan yang dapat

mempengaruhi kindisi belajar di sekolah adalah adanya guru yang baik

dan jumlahnya memadai, sesuai dengan jumlah bidang studi yang ada,

adanya teman yang baik dan adanya keharmonisan hubungan antara semua

personil di sekolah.

3) Lingkungan Masyarakat

Di samping orang tua, lingkungan juga merupakan salah satu faktor

yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa dalm proses

pelaksanaan pendidikan. Karena lingkungan alam sekitar sangat besar

pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi anak, sebab dalam

kehidupan sehari-hari anak akan lebih banyak bergaul dengan lingkungan

dimana anak itu berada.

Lingkungan yang dapat menunjang keberhasilan belajar yaitu

lembaga-lembaga pendidikan nonformal yang melaksanakan kursus-

kursus tertentu seperti kursus bahasa asing, bimbingan tes dan lain-lain,

sedangkan yang dapat yang dapat menghambat keberhasilan belajar adalah

tempat hiburan tertentu yang mengutamakan hura-hura seperti bioskop,

tempat perbelanjaan dan lain-lain, (Thursan Hakim, 2008 : 19).

26
4) Faktor waktu

Waktu sangatlah berpengaruh dalam keberhasilan belajar seseorang

(Thursan Hakim, 2008 :20). Banyak siswa yang sulit mengatur waktu

sebaik-baiknya dalam belajar, seluruh waktu luang tidak hanya digunakan

untuk bermain tetapi digunakan pula untuk belajar. Sehingga terjadi

keseimbangan antara belajar dan bermain.

2.3 Pendekatan Kontekstual

1. Pengertian pembelajaran Kontekstual

Adalah konsep belajar yang membantu guru dalam mengkaitkan antara

materi yang dipelajarinya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong

siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dengan melibatkan tujuh

komponen pembelajaran efektif (Nurhadi, 2005:5).

2. Karakteristik pembelajaran kontekstual

Menurut Nurhadi (2002:20) bahwa ada beberapa karakteristik

pembelajaran berbasis kontekstual, yaitu:

a. Adanya kerja sama, sharing dengan teman dan saling menunjang

b. Siswa aktif dan kritis, belajar dengan bergairah, menyenangkan dan

tidak membosankan, serta guru kreatif

c. Pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber

d. Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa

misalnya: peta, gambar, diagaram, dll.

27
e. Laporan kepada orang tua bukan sekedar rapor akan tetapi hasil karya

siswa, laporan praktikum, dll.

Untuk memahami pembelajaran kontekstual maka ada kata kunci dalam

pembelajaran kontekstual yaitu:

1) Real world learning, mengutamakan pengalaman nyata

2) Berpusat pada siswa, siswa aktif, kritis, dan kreatif serta siswa ‘akting’

guru mengarahkan

3) Penegetahuan bermakna dalam kehidupan, dekat dengan kehidupan

nyata, serta adanya perubahan perilaku dan pembentukan ‘manusia’

4) Siswapraktek, bukan menghafal, Learning bukan

Teaching, pendidikan bukan pengajaran

5) Memecahkan masalah dan berpikir tingkat tinggi

6) Hasil belajar di ukur dengan berbagai cara bukan hanya dengan tes.

3. Komponen Pembelajaran Kontekstual

Menurut Nurhadi (2002:10) bahwa pendekatan pembelajaran

kontekstual memiliki tujuh komponen utama pembelajaran efektif yaitu:

a. Konstruktivisme (Constructivisme)

Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan

CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi

sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit)

dan tidak sekonyong-konyong, Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-

fakta, konsep-konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.

28
Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna

melalui pengalaman nyata.

Dengan dasar itu pembelajaran harus dikemas menjadi proses

‘mengkonstruksi’ bukan ‘menerima’ pengetahuan. Dalam proses

pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui

keterlibatan aktif dalm pross belajar mengajar. Siswa menjadi pusat

kegiatan bukan guru.

Landasan berpikir konstruktivisme agak berbeda dengan

pandangan kaum objektivis, yang lebih menekankan pada hasil

pembelajaran. Dalam pandangan konstruktivis ‘strategi memperoleh’

lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan

mengingat pengetahuan. Untuk itu tugas guru adalah memfasilitasi

proses tersebut dengan: a) Menjadikan pengetahuan bermakna dan

relevan bagi siswa, b) Memberi kesenpatan siswa menemukan dan

menerapkan idenya sendiri, c) Menyadarkan siswa agar menerapkan

strategi mereka sendiri dalam belajar.

b. Menemukan (inquiry)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajran

berbasis CTL. Pengetahuan dan ketrempailan yang diperoleh siswa

bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari

menemukan sendiri. Guru harus merancang kegiatan yang merancang

kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang

diajarkanya.

29
Langkah-langkah kegiatan menemukan (inkuiri):

1) Merumuskan masalah (dalam mata pelajaran apapun)

2) Mengamati atau melakukan observasidan menyajikan hasil dalam

tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainya

3) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca,

teman sekelas, guru atau audien yang lain.

c. Bertanya (Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki seseorang bermula dari ‘bertanya’.

Questioning (bertanya) merupakan strategi utama pembelajaran yang

berbasis CTL. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan

guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir

siswa.

Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya

berguna untuk:

1) Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis

2) Mengecek pemahaman siswa

3) Membangkitkan respon kepada siswa

4) Mengetahui sejauh mana keingin tahuan siswa

5) Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa

6) Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru

7) Untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa

8) Untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

30
d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran

diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari

‘Sharing’ antara teman, antar kelompok dan antara yang tahu dan yang

belum tahu. Di ruang ini, di kelas ini, di sekitar sini, juga orang-orang yang

ada di luar sana adalah anggota masyarakat belajar. Praktek

masyarakat belajar dalam pembelajaran terwujud dalam:

1) Pembentukan kelompok kecil

2) Pembentukan kelompok besar

3) Mendatangkan ‘ahli’ ke kelas (tokoh olahragawan, dokter perawat, polisi,

dsb)

4) Bekerja dengan kelas sederajat

5) Bekerja kelompok dengan kelas di atasnya

6) Bekerja dengan masyarakat

e. Pemodelan (Modelling)

Pemodelan maksudnya dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau

pengetahuan tertentu, ada model yang bisa di tiru. Model itu bisa berupa

cara mengoperasikan sesuatu, atau guru memberi contoh cara mengerjakan

sesuatu. Dlam pembelajaran CTL guru bukan satu-satunya model. Model

dapat di rancang dengan melibatkan siswa.

31
f. Refleksi (Reflection)

Releksi cara berpikir tentang apa yang baru di pelajari atau berpikir ke

belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Siswa

mengendapkan apa yang baru di pelajarinya sebagai struktur pengetahuan

yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan

sebelumnya. Refleksi merupakn respon terhadap kejadian, aktivitas atau

pengetahuan yang baru diterima. Guru atau orang dewasa membantu siswa

membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yangdimiliki sebelumnya

dengan pengetahuan yang baru. Dengan begitu siswa akan memperoleh

sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang dipelajarinya. Kunci

dari semua itu adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap ke benak

siswa.

g. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment)

Assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa

memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Data yang

dikumpulkan melalui kegiatan penilaian, bukanlah untuk mencari informasi

tenteng belajar siswa. Pembelajaran yang benar sudah seharusnya

ditekankan oada uoaya memebantu siswa agar mampu mempelajari, bukan

di tekankan pada diperolehnya sebanyak-banyak mungkin informasi di akhir

pembelajaran.

Data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang

diperoleh siswa pada saat melakukan proses pembelajaran.

Karakteristik penilaian yang sebenarnya:

32
1) Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung

2) Bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif

3) Yang di ukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta

4) Berkesinambungan

5) Terintegrasi

6) Dapat digunakan sebagai feed back

Selama ini pembelajaran dalam pendidikan di sekolah kurang produktif.

Guru hanya memberi materi ceramah dan guru sebagai sumberutama

pengetahuan, sementara siswa harus menghafal. Tetapi dalam kelas

kontekstual guru dituntut untuk menghidupkan kelas dengan cara

mengembangkan pemikiran anak agar lebih bermakna dengan bekerja

sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan

keterampilan barunya.

Tabel 2.1
Perbedaan pola pemberdayaan konvensional dan kontekstual
No Konvensional Kontekstual
1 Menyandarkan pada hafalan Menyandarkan pada memori
spasial
2 Pemiilhan informasi ditentukan oleh Pemilihan informasi berdasarkan
guru kebutuhan individu siswa
3 Cenderung terfokus pada satu bidang Cenderung mengintregasikan
(disiplin tertentu) beberapa bidang (disiplin)
4 Memberikan tumpukan informasi pada Selalu mengaitkan informasi
siswa dengan pengetahuan awal yang
telah dimiliki oleh siswa
5 Penilaian hasil belajar hanya melalui Menerapkan penilaian autentik
kegiatan akademik berupa ujian dan melalui penerapan praktis
ulangan dalam pemecahan masalah
(Sogoz, 2003)

33
Pada pembelajaran kontekstual siswa tidak harus menghafal fakta- fakta

yang hasilnya tidak tahan lama, tetapi sebuah strategi yang mendorong

siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuan mereka melalui keaktifan

dalam proses pembelajaran. Dengan begitu siswa belajar dari mengalami

sendiri.

Pembelajaran kontekstual mendorong pendidik memilih atau mendisain

lingkungan pembelajaran. Caranya dengan memadukan sebanyak mungkin

pengalaman belajar, seperti lingkungan sosial, lingkungan budaya, fisik dan

lingkungan psikologis dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

Penerapan CTL dalam kelas langkahnya adalah sebagi berikut:

a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna

dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi

sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.

b. Melaksanakan kegiatan inkuiri untuk semua toipk

c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya

d. Ciptakan ‘masyarakat belajar’ (belajar dalam kelompok-kelompok)

e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran

f. Lakukan refleksi di akhir pertemuan

g. Lakukan penilaian sebenarnya dengan berbagai cara.

34
2.3 Penerapan CTL dalam Pembelajaran Agama Katolik

Dalam pembelajaran agama Katolik lebih banyak disajikan teori dan

isinya yang lebih mengarahkan pada pengalaman-pengalaman siswa,

sehingga siswa dituntut untuk terus membaca. Hal tersebut tentu sangat

membosankan, terutama bagi siswa di usia sekolah sehinggga guru sebagai

aktor penting dalam pembelajaran perlu merancang model pembelajaran yang

menarik dan menerapkannya, sehingga proses pembelajaran tidak hanya

berfokus pada guru melainkan pada siswa (student centered).

Pelaksanaan Kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari model

pembelajaran yang digunakan. Dengan menerapkan model pembelajaran

yang tepat dan sesuai maka dapat meningkatkan keefektifan pencapaian

indikator suatu pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang menarik

untuk digunakan dalam pembelajarann agama Katolik adalah pendekatan

CTL. Dengan menerapkan pendekatan CTL pada materi bersikap kritis dan

bertanggung jawab terhadap pengaruh media massa siswa dapat mengkaitkan

antara materi yang dipelajarinya dengan situasi dunia nyata siswa dan

mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya

dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu, penerapan pendekatan CTL juga bertujuan untuk

meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran agar mampu meningkatkan

motivasi dan prestasi belajar siswa.

35
2.5 Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Srima Dewi (2014) dengan judul

“Peningkatan motivasi belajar PAI siswa melalui metode Contextual

Teaching and Learnig di SMP Bhakti Mulia Jakarta Timur”. Hasil

penelitian menunjukan bahwa metode CTL mampu meningkatkan motivasi

belajar siswa kelas VII SMP Bhakti Mulia Jakarta Timur.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Rizal Dedy (2011) dengan judul

“Peningkatan Motivasi Belajar IPA dengan Pendekatan Kontekstual Pada

Materi Rangka Manusia Siswa Kelas IV SDN 1 Pringamba Banjanegara.

Hasil penelitian menunjukan nilai rata-rata siklus 1 59 dengan nilai tertinggi

80 dan nilai terendah 30. Ketuntasan belajar 63,115%. Pada siklus 2

mengalami pengingkatan nilai rata-rata 68,95 nilai tertinggi 90 dan nilai

terendah 55, dengan ketuntasan belajar 89,47%. Dari hasil yang peroleh

dengan menggunakan model CTL pada Siswa Sekolah Dasar dapat

meningkatkan motivasi belajar siswa.

3. Choirul Mochamad Anam (2013). Dengan judul Peningkatan Hasil Belajar

pada Mata Pelajaran IPS Melalui Model Pembelajaran CTL Siswa Kelas IV

Madrasah Intidaiyah Nahdlatul Ulama Kalipare Malang. Hasil penelitian

menunjukan penerapan pendekatan CTL pada mata pelajaran IPS dapat

mengingkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terbukti pada pra tindakan rata-

rata hasil belajar siswa 64,6, siklus 1 rata-rata hasil belajar siswa 72,

sedangkan pada siklus II rata-rata hasil belajar meningkat menjadi 78,8.

36
2.6 Kerangka Berpikir Penelitian

Pendekatan CTL Adalah konsep belajar yang membantu guru dalam

mengkaitkan antara materi yang dipelajarinya dengan situasi dunia nyata

siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Penerapan CTL merupakan sebuah solusi karena selain mengatasi

kejenuhan siswa dalam menerima materi, pendekatan CTL juga dapat

meningkatakan motivasi belajar siswa. Selain itu juga siswa dapat

mengaitkan isi materi Tritunggal Mahakudus.

Sesuai dengan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti yang juga

merupakan guru mata pelajaran pendidikan agama Katolik pada siswa kelas

X Bahasa SMA Negeri 2 Nubatukan menunjukan bahwa motivasi belajar

siswa dalam mengikuti pembelajaran agama Katolik cenderung menurun dan

model pembelajaran yanng digunakan adalah model konvensional dimana

guru aktif memberikan materi sedangkan siswa pasif dalam menerima materi

sehingga dilaksanakan penelitian dengan gambaran karangka pikir penelitian

sebagai berikut :

Dan seterusnya
Gambar 2.1 Siklus PTK menurut Kurt Lewin

37
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan penelitian yang dilakukan

oleh guru di dalam kelas sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan

memperbaiki kinerja sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi

meningkat (Wardani, 2008:14). Sedangkan menurut Arikunto (2008:58),

penelitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan yang dilakukan di kelas

dengan tujuan memperbaiki/meningkatkan mutu praktek pembelajaran.

Penelitian tindakan ini menggunakan model tindakan Kurt Lewin yaitu

yang menyatakan bahwa dalam satu siklus terdiri dari empat langkah pokok

yaitu (1) Planning (rencana), (2) action (pelaksanaan), (3) observation

(pengamatan), (4) reflection (refleksi).

3.2 Setting Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMAN 2 Nubatukan, Kabupaten Lembata,

Provinsi Nusa Tengagara Timur

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan Maret

2019

38
3. Siklus Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan melalui 2 siklus untuk

melihat peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran

materi TritunggalMahakudus.

4. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian adalah siswa yang memiliki permasalahan

yang berkaitan dengan motivasi dan prestasi dalam pembelajaran materi

pendidikan Agama Katolik di kelas X Bahasa yang berjumlah 21 siswa.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah tes dan

observasi.

1. Tes

Pengumpulan data dengan teknik tes untuk mengungkapkan peningkatan

prestasi belajar siswa dengan menerapkan pendekatan CTL pada materi

Tritunggal Mahakudus.

2. Observasi

Observasi adalah teknik mengumpulkan data dengan cara mengamati

setiap kejadian yang sedang berlangsung dan mencatatnya dengan alat

observasi tentang hal-hal yang akan diamati atau diteliti. Pada penelitian ini,

observasi merupakan data primer yang digunakan untuk melihat kondisi

belajar siswa kelas X Bahasa pada mata pelajaran Pendidikan Agama

Katolik. Observasi diperoleh melalui lembar skala motivasi belajar dan

lembar observasi aktivitas guru serta siswa. Data observasi diperoleh

39
melalui lembar observasi dengan cara observer menilai sesuai kisi-kisi yang

telah ditetapkan dan disertai format observasi. Observasi ini digunakan

peneliti untuk mengamati aktivitas guru dan siswa.

3.4 Instrumen Penelitian

Menurut Wina Sanjaya (2009: 84), instrumen penelitian adalah alat yang

digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Instrumen penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah lembar skala motivasi belajar, lembar

observasi dan lembar hasil evaluasi.

1. Skala Motivasi Belajar

Skala adalah seperangkat nilai angka yang ditetapkan kepada subjek,

objek atau tingkah laku dengan tujuan mengukur sifat (Daryanto,

2011:79). Jenis skala motivasi belajar yang digunakan adalah skala Likert

yaitu sejumlah pernyataan positif mengenai suatu objek sikap. Skala

motivasi belajar pada penelitian ini digunakan untuk mendapatkan data

dari subjek penelitian tentang kecenderungan motivasi belajar dan tingkat

keberhasilan penggunaan pendekatan CTL dalam kegiatan pembelajaran

PAK

Kegiatan dalam pengisian butir-butir soal dalam skala sesuai dengan

penyusunan kisi-kisi instrumen yang dikembangkan dari indikator

motivasi belajar menurut Hamzah B.Uno (2010:23) yang dikategorikan

sebagai berikut :

40
a) Motivasi Intrinsik 1) Adanya hasrat dan keinginan berhasil. 2) Adanya

dorongan dan kebutuhan dalam belajar. 3) Adanya harapan dan cita-cita

masa depan.

b) Motivasi Ekstrinsik 1) Adanya penghargaan dalam belajar. 2) Adanya

kegiatan menarik dalam belajar. 3) Adanya lingkungan belajar yang

kondusif, sehingga memungkinkan seseorang siswa dapat belajar dengan

baik. Adapun dalam pengisian skala motivasi belajar pendidikan agama

Katolik, siswa diminta memilih jawaban yang telah disediakan dengan

memberi tanda centang di kolom yang telah disediakan. Kemudian

dilakukan skoring pilihan jawaban sesuai skala Likert. Skoring masing-

masing adalah sebagai berikut (Eko Putro Widoyoko, 2009: 115-116):

Tabel 3.1 Skor Pilihan Jawaban Skala Motivasi Belajar

Pilihan Jawaban
Skor Pernyataan Positip
Selalu 4
Sering 3
Jarangsekali 2
TidakPernah 1

2. Lembar observasi

a. Lembar Observasi Aktivitas Siswa

Lembar observasi untuk mengamati aktivitas siswa dalam tahapan

pembelajaran dengan menerapkan pendekatan CTL dikembangkan

dengan kisi-kisi pada tabel berikut:

41
Tabel 3.2
Kisi-kisi Aktivitas Belajar Siswa
Aspek yang
Indikator
diamati
Siswa memperhatikan saat guru memberikan
penjelasan
Siswa bersungguh-sungguh dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran yang diberikan.
Aktivitas Siswa senang mengikuti kegiatan pembelajaran
siswa saat Siswa berani dalam mengajukan pertanyaan.
pembelajaran Siswa berani menjawab pertanyaan yang diberikan
mata pada guru.
pelajaran Siswa membuat ringkasan saat guru memberikan
PAK di penjelasan
dalam kelas Siswa berpartisipasi dan bekerja sama dalam
kelompoknya
Siswa tekun mengerjakan tugas
Suasana pembelajaran yang kondusif dan
menyenangkan

Bentuk lembar observasi yang digunakan adalah berupa checklist,

yaitu centangan yang ada dalam kolom “ya” dan “tidak” serta kolom

keterangan untuk mengisi keterangan sesuai keadaan lapangan. Hasil

observasi yang diperoleh berupa data aktivitas guru dan aktivitas

siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

b. Lembar Observasi Aktivitas Guru

Lembar observasi aktivitas guru merupakan lembar pengamatan yang

digunakan oleh guru mata pelajaran atau teman sejawat yang bertugas

sebagai observer untuk melihat bagaimana kesesuaian penulis ketika

42
mengajar materi pembelajaran dengan menerapkan pendekatan CTL

dengan perencanaan (RPP) yang telah dibuat.

Tabel 3.3
Kisi-kisi Aktivitas Guru dalam Proses Pembelajaran
No Aspek yang diamati Skor
1 2 3 4 5

I Kegiatan Pendahuluan
1 Menyiapkan fisik dan psikis peserta didik dalam
mengawali kegiatan pembelajaran
2 Mengaitkan materi pembelajaran sekolah dengan
pengalaman peserta didik
3 Menyampaikan kompetensi, tujuan, dan rencana
kegiatan
II Kegiatan inti pembelajaran
1 Melakukan pretest
2 Materi pelajaran sesuai indikator materi
3 Menyiapkan strategi pembelajaran yang
mendidik
4 Menerapkan pembekalan pembelajaran saintifik
*)Menerapkan pembelajaran eksplorasi,
elaborasi, dan konfirmasi (EEK) *)
5 Memanfaatkan sumber/media pembelajaran
6 Melibatkan peserta didik dalam proses
pembelajaran
7 Menggunakan bahasa yang benar dan tepat
8 Berperilaku sopan dan santun
III Kegiatan penutup
1 Membuat kesimpulan dengan melibatkan peserta
didik
2 Melakukan posttest
3 Melakukan refleksi
4 Memberi tugas sebagai bentuk tindak lanjut
Jumlah Skor
Nilai =jumlah skor x 4 =
Skor total (75)
Kriteria Penskoran

Skor 5 : Sangat Baik, Jika aspek terlihat dan dinilai sangat baik

Skor 4 : Baik, jika aspek terlihat dan dinilai baik

43
Skor 3 : Cukup, jika aspek terlihat dan dinilai cukup

Skor 2 : Kurang, jika aspek terlihat dan dinilai kurang

Skor 1 : Sangat Kurang, Jika aspek tidak ada

3.5 Teknik Analisis Data

Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis data kualitatif dan

kuantitatif.

1. Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis data yang menunjukkan

proses yang memberikan pemaknaan secara kontekstual dan mendalam

sesuai dengan permasalahan penelitian yaitu tentang keaktifan dan hasil

belajar siswa. Data aktivitas siswa diperoleh dari hasil observasi dan

analisis menggunakan rumus :

Nilai Aktivitas Siswa = Σ𝑺𝒌𝒐𝒓𝑷𝒆𝒓𝒐𝒍𝒆𝒉𝒂𝒏x Standar Nilai (4)


Σ𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉𝑺𝒌𝒐𝒓𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍

2. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh dari

hasil belajar siswa setiap siklusnya. Analisis kuantitatif dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

a. Nilai hasil belajar siswa dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Skor Perolehan
PKS= × 100
Skor Maksimum

N = Nilai
Skor maksimum = 100
Sumber: Suci Nur Oktaviani (2017, hlm. 77)

b. Ketuntasan belajar siswa secara klasikal dihitung dengan

menggunakan rumus: Ketuntasan Klasikal =

44
Jumlah Siswa Tuntas Belajar
x 100
Jumlah Seluruh

(Sumber: Purwanto, 2008:102)

3.6 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan beberapa siklus, dan setiap siklus terdiri dari

empat tahap yakni perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Siklus

spiral dari tahap-tahap penelitian dalap dilihat pada gambar berikut:

Dan seterusnya

Dan seterusnya
Gambar 3.1 Prosedur Siklus Penelitian menurut Kurt Lewin

Secara rinci pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini meliputi langkah -

langkah sebagai berikut :

1. Siklus 1

a. Perencanaa (planning)

45
Dalam perencanaan siklus 1, peneliti menetapkan seluruh rencana

tindakan yang akan dilakukan untuk meningkatkan motivasi belajar PAK

pada materi Tritunggal Mahakudus dengan menerapkan pendekatan

CTL.

Dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Menyusun RPP dengan materi TritunggalMahakudus

2) Menyiapkan LKS

3) Menyiapkan lembar observasi siswa dan guru

4) Menyiapkan soal berjumlah 5 butir yang berupa uraian

b. Pelaksanaan (acting)

1) Guru menjelaskan kompetensi yang akan dicapai yaitu siswa dapat

memahami Allah TritunggalsebagaiKebenaran Iman Kristiani.

2) Guru memotivasi siswa untuk menyusun pengetahuan baru dengan

menemukan sendiri materi TritunggalMahakudus

3) Siswa dibentuk kelompok heterogen

4) Guru memberikan lembar kerja siswa pada setiap kelompok

5) Guru memotivasi siswa dalam kegiatan diskusi kelompok

6) Guru memotivasi siswa dalam diskusi kelompok

7) Guru membimbing siswa dalam pengisian LKS pada kelompok

8) Guru memotivasi siswa untuk menjadi model dalam kegiatan

presentasi

46
9) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai

materi yang dipelajari

10) Guru dan siswa membuat kesimpulan tentang materi yang sudah

dipelajari

11) Guru memberikan motivasi kepada siswa untuk mengerjakan tes

evaluasi

12) Guru mengumpulkan hasil kerja kelompok dan hasil evaluasi.

c. Pengamatan (Observing)

1) Mengamati motivasi belajar siswa saat pembelajaran yang dilakukan

observer

2) Mengamati aktivitas guru dalam memotivasi belajar siswa saat

pembelajaran yang dilakukan observer

d. Refkelsi (reflekting)

Refleksi merupakan bagian yang sangat penting untuk memahami dan

memberikan makna terhadap proses dan hasil pembelajaran yang terjadi

yang dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1) Mengevaluasi hasil observasi

2) Menganalisis hasil pembelajaran

3) Hasil belajar siswa belum mencapai KKM

4) Menyususn rencana tindakan berikutnya

2. Siklus II

a. Perencanaan (planning)

47
1) Menyusun rencana perbaikan pada siklus 1 yang belum tercapai

dengan cara memperbaiki pembelajaran

2) Memadukan hasil refleksi siklus 1 agar siklus II lebih efektif

3) Menyiapkan LKS

4) Menyiapkan lembar observasi

5) Menyiapkan soal evaluasi yang berjumlah 5 soal uraian

b. Pelaksanaan (acting)

1) Menjelaskan kompetensi yang akan dicapai yaitu siswa dapat

memahami Allah TritunggalsebagaiKebenaran Iman Kristiani

2) Guru memotivasi siswa untuk menyusun pengetahuna baru dengan

menemukan sendiri materi Allah TritunggalsebagaiKebenaran Iman

Kristiani

3) Siswa dibentuk kelompok secara heterogen

4) Guru memberikan lembar kerja siswa pada setiap kelompok

5) Guru mengarahkan kepada siswa dalak kegiatan diskusi kelompok

6) Guru memotivasi siswa dalam diskusi kelompok

7) Guru membimbing siswa dalam mempresentasikan hasil diskusi

8) Guru memberikan penguatan melalui pembahasan LKS yang sudah

dikerjakan

9) Guru dan siswa membuat kesimpulan tentang materi yang sudah

dipelajari

10) Guru memberikan soal berjumlah 5 uraian sebagai evaluasi

48
c. Pengamatan (observing)

1) Mengamati motivasi belajar siswa saat pembelajaran oleh observer

2) Mengamati aktivitas guru dalam memberikan motivasi belajar siswa

oleh observer

d. Refleksi (reflecting)

Refleksi terhadap hasil tindakan siklus I dilaksanakan setelah siklus II

selesai dengan menganalisis motivasi belajar siswa, aktivitas guru dalam

memotivasi siswa dan hasil belajar.

3.7 Indikator Keberhasilan

Pembelajaran pendidikan agama Katolik pada materi Tritunggal

Mahakudus dengan menerapkan pendekatan CTL dikatakan berhasil apabila

terdapat peningkatan motivasi belajar siklus 1 sampai siklus II dan

mencapai ≥ 75% Serta peningkatan prestasi belajar siswa dalam setiap

pembelajaran dari siklus 1 sampai siklus II mencapai nilai ≥ 75 dan jumlah

siswa yang tuntas minimal 70% dari jumlah siswa. Adapaun kriteria

indicator motivasi dan indikator peningkatan prestasi belajar siswa adalah

sebagai berikut:

1) Indikator Motivasi Belajar Melalui Aktivitas Siswa

< 50% = Kurang Sekali


50%-55% = Kurang
56%-65% = Cukup
66%-75% = Baik

49
> 75% = Baik sekali
2) Indikator Keberhasilan belajar, nilai:

< 50% = Kurang Sekali


50%-55% = Kurang
56%-65% = Cukup
66%-75% = Baik
> 75% = Baik sekali

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Berkaitan dengan penyajian data hasil penelitian, maka hal-hal yang dibahas

dalam penelitian ini adalah (1) hasil penelitian dan (2) pembahasan hasil

penelitian.

A. Hasil Pembahasan

Pada bab ini dipaparakan hasil penelitian tentang penerapan pendekatan

CTL dalam meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa kelas X Bahasa

di SMA Negeri 2 Nubatukan. Hasil penelitian tersebut diperoleh dari kegiatan

observasi, pengamatan terhadap aktivitas guru dan siswa dalam proses

pembelajaran Agama Katolik. Disamping itu dipaparkan juga hasil evaluasi

pembelajaran agama Katolik pada materi Tritunggal Mahakudus dengan

pendekatan CTL.

Paparan hasil penelitian diawali dengan penggambaran hasil tes

pratindakan, perencanaan tindakan, proses pelaksanaan pembelajaran, dan

evaluasi terhadap hasil tindakan. Tahapan kegiatan penelitian diawali dengan

50
observasi terhadap subjek penelitian. Untuk memperkuat data tentang

ketidakmampuan siswa dalam memahami materi Allah Tritunggal sebagai

kebenaran iman kristiani, dilakukan tes pratindakan. Setelah tes pratindakan

dilaksanakan, kegiatan berikutnya adalah berkolaborasi dengan guru mata

pelajaran agama Katolik, menyusun perencanaan pembelajaran, melaksanakan

pembelajaran, dan mengevaluasi hasil pembelajaran agama Katolik.

4.1 Deskripsi Hasil Tes Pratindakan

a. Perencanaan pratindakan

Dalam perencanaan pratindakan, peneliti melakukan perencanaan

kegiatan dan persiapan materi yang akan menjadi bahan pembelajaran siswa

selama pengambilan data. Peneliti melakukan observasi atau pengamatan

terhadap kegiatan pembelajaran. Adapun hal yang diobservasi adalah

aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung sebelum

menggunakan pendekatan CTL. Selanjutnya dilakukan tes. Tes pratindakan

yang dilaksanakan oleh peneliti sebelum memberikan tindakan untuk

mendapatkan gambaran awal tentang pengetahuan dasar yang telah dimiliki

oleh siswa.

b. Pelaksanaan Pratindakan

Kegiatan pembelajaran pada tahap pratindakan dimulai dengan salam

dari guru dan dilanjutkan berdoa bersama-sama. Pada awal kegiatan, guru

mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa sebagai apersepsi dan

dilanjutkan dengan penyampaian materi. Saat kegiatan pembelajaran

51
berlangsung, hasil observasi menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang

tidak memperhatikan guru ketika menjelaskan materi pelajaran, terutama

saat pembelajaran memasuki waktu siang hari. Siswa masih banyak yang

sibuk dengan kegiatan pribadi yang tidak ada kaitannya dengan pelajaran.

Metode pembelajaran yang diterapakan oleh guru masih berupa metode

ceramah, tanya jawab dan penugasan yang menyebabkan peserta didik

kurang fokus pada proses pembelajaran yang dilakukan.

c. Hasil Skala Motivasi Belajar Pratindakan

Skala motivasi belajar pratindakan dibagikan setelah kegiatan

pembelajaran pratindakan berakhir. Data awal pratindakan ini untuk

mengetahui motivasi awal belajar siswa sebelum tindakan dan sebagai

acuan untuk membandingkan hasil motivasi belajar siswa pada mata

pelajaran Pendidikan agama Katolik pada materi Tritunggal Mahakudus

sebelum diberikan tindakan dan sesudah diberikan tindakan dengan

menerapkan pendekatan CTL.

Adapun hasil perhitungan skor rata-rata dari 21 siswa secara

keseluruhan dalam satu kelas adalah sebagai berikut seperti yang

digambarkan dalam tabel 4.1 di bawah ini

Tabel 4.1
Motivasi Belajar Siswa Pratindakan
Jumlah
Kategori Persentasi
Siswa
Sangat Baik  -
Baik 6 28 %
Cukup 7 33 %

52
Kurang 5 23 %
Sangat Kurang 3 14%
21 100

Melalui tabel 4.1 di atas dapat diketahui motivasi belajar siswa kelas X

Bahasa SMA Negeri 2 Nubatukan sebagai berikut, tidak ada siswa yang

memiliki kategori motivasi belajar sangat baik, 6 siswa atau 28 % memiliki

motivasi belajar yang baik, 7 siswa atau 33 % memiliki motivasi belajar

yang cukup, 5 siswa atau 23 % memiliki motivasi kurang baik, serta 3 siswa

14 % memiliki motivasi belajar yang sangat kurang.

d. Hasil Belajar Pratindakan

Untuk mengetahui prestasi belajar pada tahap pratindakan maka peneliti

melakukan evaluasi melalui 6 nomor soal dan diperoleh hasil seperti yang

dipaparkan dalam tabel 4.2 di bawah ini:

Table 4.2
Hasil Belajar Pratindakan
No Kode Siswa Nilai Keterangan
Pratindakan
Tuntas Tidak
Tuntas
1 001 86 

2 70 
002
3 80 
003
4 50 
004
5 64 
005
6 52 
006
7 76 
007
8 62 
008

53
9 64 
009
10 70 
010
11 76 
011
12 66 
012
13 62 
013
14 58 
014
15 78 
015
16 60 
016
17 68 
017
18 74 
018
19 80 
019
20 52 
020
21 64 
021
Jumlah 1412
Nilai Rata –
67,2
Rata
Tuntas 6 28,57%
Tidak
15 71,42%
Tuntas

Tabel 4.3
Frekuensi Prestasi belajar Tahap Pratindakan
Rentang Frekuens
No Persetase
Nilai i
1 50 – 60 5 23 %
2 61 – 70 9 42 %
3 71 – 80 6 28 %
4 81 – 90 1 4%
5 91 - 100 - -
Jumlah 21 100

54
Berdasarkan data pada tabel 4.1 dan 4.2 di atas maka dapat diketahui

bahwa prestasi belajar siswa kelas X Bahasa SMAN 2 Nubatukan berada

pada kategori yang sangat rendah karena hanya terdapat 28 % atau sejumlah

6 siswa yang memenuhi kriteria ketuntasan minimal yang ditentukan

sedangkan 15 siswa lainya memperoleh hasil yang bervariasi antara terdapat

5 siswa atau 23 % yang memeperoleh nilai dengan rentang nilai dibawah 60,

sebanyak 9 siswa atau 42% yang memperoleh nilai dibawah 70 dan terdapat

6 siswa atau 28 % yang memperoleh nilai dalam rentang 71-80 dan hanya

terdapat 1 siswa atau 4 % yang mempeoleh nilai diatas 80.

Berdasarkan data pratindakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa

prestasi belajar siswa kelas X Bahasa SMAN 2 Nubatukan dalam

pembelajaran materi pendidikan agama Katolik pada tahap pratindakan

berada pada kategori yang sangat rendah sehingga perlu diberikan tindakan

pembelajaran dengan menerapkan pendekatan CTL untuk meningkatkan

prestasi belajar siswa.

4.2 Deskripsi Tindakan Siklus I

a) Perencanaan Tindakan

Berdasarkan permasalahan yang ditemukan pada tahap pratindakan

maka peneliti melakukan perencanaan tindakan pada siklus I untuk

mengatasi persoalan rendahnya minat dan prestasi belajar siswa kelas X

55
Bahasa SMAN 2 Nubatukan. Adapun yang dilakukan oleh peneliti antara

lain :

1) Menetapkan jadwal pelaksanaan penelitian tindakan kelas

2) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada materi

Tritunggal Mahakudus

3) Menyiapkan materi sesuai dengan Kompetensi Dasar yang dipelajari

yaitu Tritunggal Mahakudus, LKS, soal-soal

4) Menyiapkan lembar skala motivasi belajar dan lembar observasi

kegiatan guru dan siswa).

b) Pelaksanaan Tindakan Siklus I

Pelaksanaan tindakan siklus I pada pembelajaran agama Katolik

difokuskan pada materi tentang Tritunggal Mahakudus dengan desain

pembelajaran menerapkan pendekatan CTL. Adapun deskripsi

pelaksanaan tindakan siklus I adalah sebagai berikut :

Pertemuan I
 Pendahuluan
 Guru mengucapkan salam dan menyiapkan siswa untuk berdoa

 Guru mengecek kehadiran siswa dan menyiapkan kelas untuk

memulai pembelajaran

 Guru mengkondisikan kelas untuk tenang sebelum memulai

pembelajaran

56
 Guru melakukan apersepsi dengan memberikan pertanyaan tentang

pelajaran minggu lalu: Apa artinya Yesus disebut sebagai Tuhan,

Anak Allah & Juru Selamat?

 Guru memberikan pertanyaan motivasi :Mengapa Bapa, Putera &

Roh Kudus disebut TRITUNGGAL?

 Guru menjelaskan kompetensi yang akan dicapai yaitu

Menjelaskan beberapa kutipan Kitab Suci, yang mengungkapkan

pernyataan Yesus sendiri tentang kesatuan Bapa, Putera dan Roh

Kudus, Menjelaskan beberapa pernyataan Bapa Gereja tentang

ajaran Tritunggal Mahakudus, Menjelaskan isi dogma Tritunggal

Mahakudus menurut Katekismus Gereja Katolik, serta Menjelaskan

makna kata “hakekat/ kodrat” dalam upaya menjelaskan makna

Tritunggal

 Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok secara merata

dengan memperhatikan kemampuan siswa

 Guru memotivasi siswa agar lebih aktif dalam pembelajaran dan

mengajak setiap kelompok untuk berbincang-bincang mendalami

isi/pesan cerita tersebut di atas.

 Melalui bimbingan Guru dapat menuntun para peserta didik secara

berkelompok dengan pertanyaan-pertanyaan berikut:

 Bagaimana tanggapanmu terhadap cerita di atas?

 Apa yang menarik dari ketiga orang di atas?

57
 Apakah mereka memiliki pengetahuan yang banyak tentang

Tritunggal?

 Apa yang menyebabkan mereka tetap bangga dan bertahan

dalam kekristenan?

 Apakah kalian selama ini sudah memahami tentang Allah

Tritunggal Mahakudus?

 Bagaimana kalian menjelaskan tentang Tritunggal?

 Setiap kelompok diajak membaca beberapa kutipan berikut, serta

menjelaskan isinya berkaitan dengan Allah Tritunggal: Yoh 10:30;

Yoh 14:9; Yoh 17: 21 (bdk. Luk 3: 22) (bdk Mat 17:5); Yoh 17:5;

Yoh 1:1-3; Yoh 15:26; Yoh 14:6; Mat 28:18-20.

 Setiap kelompok secara bergantian mempresentasikan hasil diskusi

dan kegiatan kelompok di depan kelas

 Guru memberikan penguatan dengan cara mengulas isi kutipan-

kutipan tersebut:

 Yoh 10:30 Yesus menunjukkan persatuan yang tak terpisahkan


dengan Allah Bapa, “Aku dan Bapa adalah satu”
 Yoh 14:9 “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat
Bapa…”
 Yoh 17: 21 Di dalam doa-Nya yang terakhir untuk murid-murid-
Nya sebelum sengsara-Nya, Dia berdoa kepada Bapa, agar
semua murid-Nya menjadi satu, sama seperti Bapa di dalam Dia
dan Dia di dalam Bapa. Dengan demikian Yesus menyatakan
Diri-Nya sama dengan Allah: Ia adalah Allah. Hal ini
mengingatkan kita akan pernyataan Allah Bapa sendiri, tentang
ke-Allahan Yesus sebab Allah Bapa menyebut Yesus sebagai
Anak-Nya yang terkasih, yaitu pada waktu pembaptisan Yesus
(lih. Luk 3: 22) dan pada waktu Yesus dimuliakan di atas
gunung Tabor (lih. Mat 17:5).

58
 Yoh 17:5 Yesus juga menyatakan keberadaan Diri-Nya yang
telah ada bersama-sama dengan Allah Bapa sebelum penciptaan
dunia Yoh 1:1-3 Kristus adalah sang Sabda/Firman, yang ada
bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah, dan
oleh-Nya segala sesuatu dijadikan. Tidak mungkin Yesus
menjadikan segala sesuatu, jika Ia bukan Allah sendiri.
 Yoh 15:26 Selain menyatakan kesatuan-Nya dengan Allah
Bapa, Yesus juga menyatakan kesatuan-Nya dengan Roh Kudus,
yaitu Roh yang dijanjikan-Nya kepada para murid-Nya dan
disebut-Nya sebagai Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa,
 Yoh 14:6 Roh ini juga adalah Roh Yesus sendiri, sebab Ia
adalah Kebenaran Mat 28:18-20 Kesatuan ini ditegaskan
kembali oleh Yesus dalam pesan terakhir-Nya sebelum naik ke
Surga, “…Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan
baptislah mereka dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus…”
 Selanjutnya, kita melihat pengajaran dari para Rasul yang
menyatakan kembali pengajaran Yesus ini, contohnya:
 1 Yoh 5:7 Rasul Yohanes yang mengajarkan bahwa Bapa,
Firman (yang adalah Yesus Kristus), dan Roh Kudus adalah
satu; demikian juga pengajaran Petrus (lih. 1 Pet:1-2; 2 Pet 1:2);
dan Paulus (lih. 1Kor 1:2-10; 1Kor 8:6; Ef 1:3-14). Rasul Paulus
 Guru mengajak peserta didik menyimak pernyataan beberapa
Bapa Gereja dalam ajaran mereka: St. Paus Clement dari Roma;
St. Ignatius dari Antiokhia; St. Polycarpus; St. Athenagoras; St.
Irenaeus; St. Athanasius; St. Agustinus; Dogma Tentang
Tritunggal Maha Kudus; Beberapa istilah kunci yang perlu
dipahami untuk menjelaskan misteri Tritunggal; Ungkapan Iman
akan Tritunggal dalam Gereja
 Guru membimbing siswa untuk merefleksikan pembelajaran yang

sudah dipelajari dengan mengaitkan kehidupan sehari-hari siswa

 Guru memberikan penguatan terkait kegiatan pembelajaran

 Kegiatan Penutup
 Siswa diminta untuk memberikan pendapat mereka berkaitan

dengan pelaksanaan pembelajaran yang berlangsung

 Guru memberikan kesimpulan dan menutup pembelajaran

Pertemuan II

59
 Kegiatan Pendahuluan

 Guru membuka pertemuan dan menyiapkan siswa untuk berdoa

 Guru mengecek kehadiran siswa dan mengkondisikan kelas sebelum

memulai pembelajaran

 Guru memberikan apersepsi denngan memberikan pertanyaa motivasi

Mengapa Bapa, Putera & Roh Kudus disebut TRITUNGGAL?

 Kegiatan Inti

 Guru menjelaskan kompetensi yang akan dicapai yaitu Menjelaskan

beberapa kutipan Kitab Suci, yang mengungkapkan pernyataan Yesus

sendiri tentang kesatuan Bapa, Putera dan Roh Kudus, Menjelaskan

beberapa pernyataan Bapa Gereja tentang ajaran Tritunggal

Mahakudus, Menjelaskan isi dogma Tritunggal Mahakudus menurut

Katekismus Gereja Katolik, serta Menjelaskan makna kata “hakekat/

kodrat” dalam upaya menjelaskan makna Tritunggal

 Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok belajar

 Guru memotivasi siswa agar lebih aktif dalam pembelajaran dan

membagikan LKS, yakni mengumpulkan informasi dari buku-buku

cerita rakyat, cerita bijak tentang cara orang menghayati Tritunggal

mahakudus dalam hidupnya, serta merumuskan ajaran gereja tentang

peranan Bapa, Putera dan Roh Kudus dalam kehidupan umat kristiani

sehari-hari

60
 Melalui bimbingan guru peserta didik secara berkelompok melakukan

tanya jawab dalam kegiatan diskusi

 Secara bergantian peserta didik bersama kelompok mempresentasikan

hasil diskusi dan kegiatan kelompok di depan kelas

 Guru membimbing siswa untuk merefleksikan pelajaran yang sudah

dipelajari dengan mengaitkan kehidupsn sehari-hari siswa

 Guru memberikan soal tes yang sudah disiapkan dalam bentuk soal

cerita untuk menguji kemampuan analisis siswa terhadap materi

 Kegiatan Penutup

 Siswa diminta mengisikan skala motivasi untuk melihat peningkatan

motivasi belajar siswa

 Tugas: Peserta didik diminta melakukan Adorasi kepada Tritunggal

Mahakudus di gereja/stasi terdekat, di luar jam pelajaran, Lalu

menuliskan kesan dalam melaksanakan tugas tersebut.

 Guru mengajak peserta didik masuk dalam suasana hening untuk

berefleksi, Hening……..Sambil Guru membacakan renungan (bisa

diiringi musik).

 Guru memberikan penguatan dan menutup pertemuan

c) Hasil Observasi Siklus I

Observasi pada siklus I ini, dilakukan peneliti setiap kegiatan

pembelajaran berlangsung, yaitu selama dua kali pertemuan. Adapun hal

yang diobservasi adalah aktivitas dan peranan guru serta aktivitas siswa

61
selama kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dengan

menerapkan pendekatan CTL.

1. Hasil obersvasi aktivitas guru

Kegiatan awal, inti dan akhir pembelajaran siklus I sudah berjalan

dengan baik. Guru melakukan apersepsi, menyampaikan tujuan

pembelajaran, serta menyampaikan materi sesuai kompetensi yang akan

dicapai dengan pendekatan CTL

Pada tindakan pertama guru dan peneliti dalam menyiapkan ruang

dan media pembelajaran masih kurang. Penyampaian materi juga masih

didominasi oleh guru menggunakan metode ceramah. Guru kurang

memotivasi siswa untuk bekerja kelompok dengan baik, mengarahkan

siswa mencari materi dari buku paket secara kelompok, serta kurang

membimbing siswa untuk merefkelsikan materi yang sudah dipelajari.

Pada tindakan kedua, guru sudah mempersiapkan keperluan yang

akan digunakan dalam pembelajaran secara maksimal. Adapun dalam

kegiatan pembelajaran juga tidak didominasi guru, siswa dituntut aktif

dalam kegiatan pembelajaran namun karena pembagian kelompok yang

tidak merata dari sisi kemampuan membuat kelas menjadi gaduh karena

terdapat kelompok yang seperti kebingungan dalam memahami materi

Allah Tritunggal sebagai kebenaran iman kristiani. Pada bagian akhir

dari pertemuan kedua, guru memberikan penguatan terkait materi yang

baru dipelajari.

2. Hasil observasi aktivitas siswa

62
Hasil observasi aktivitas siswa pada pelaksanaa tindakan siklus I

dipaparkan pada tabel 4.4 di bawah ini :

Tabel 4.4
Analisis Motivasi Belajar Siswa Siklus I
Jumlah Jumlah
Siswa Siswa
No Aspek Pengamatan
Tind Tin
% %
I d2

1 Siswa bersungguh -sungguh dalam 6 28 % 8 38 %


mengikuti kegiatan pembelajaran.
2 Siswa memperhatikan saat guru 9 42 % 11 52 %
memberikan penjelasan
3 Siswa senang mengikuti kegiatan 9 42 % 12 57 %
pembelajaran
4 Siswa berani dalam mengajukan 5 23 % 9 42 %
pertanyaan

5 Siswa berani menjawab pertanyaan yang 7 33 % 11 52 %


diberikan oleh guru
6 Siswa membuat ringkasan saat guru 6 28 % 10 47 %
memberikan penjelasan.

7 Siswa berpartisipasi dan bekerja sama 10 47 % 13 61 %


dalam kelompoknya
8 8 38 % 12 57 %
Siswa tekun mengerjakan tugas
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa aktivitas siswa selama

kegiatan pembelajaran selama siklus I, dari pertemuan 1 dan 2 meningkat

meskipun peningkatannya belum maksimal. Namun, jika dilihat berdasarkan

hasil observasi yang diperoleh dari siklus I, motivasi belajar siswa masih

kurang seperti pada deskripsi di bawah ini :

1) Pada aspek kesungguhan mengikuti pembelajaran pada tindakan 1 ada 6

siswa atau 28 % siswa dan pada tindakan 2 ada 8 siswa atau 389 % siswa

yang bersungguh-sungguh dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

63
2) Pada aspek memperhatikan saat guru menjelaskan terdapat 9 siswa atau

42 % yang memperhatikan pada pertemuan I dan pada pertemuan 2

meningkat menjadi 11 siswa atau 52%

3) Pada aspek senang atau tidaknya mengikuti pembelajaran ditemukan

bahwa pada pertemuan 1 terdapat 9 siswa atau 42 % yang senang dan

meningkat pada pertemuan 2 menjadi 12 siswa atau 57%

4) Pada aspek keberanian mengajukan pertanyaan ditemukan data

pertemuan pertama adalah 5 siswa atau 23% dan pada pertemuan 2

sebanyak 9 siswa atau 42 %

5) Pada aspek berani menjawab pertanyaan ditemukan data pada pertemuan

pertama terdapat 7 siswa atau 33 % dan pada pertemuan 2 sebanyak 11

siswa 52%

6) Aspek membuat ringkasan diperoleh data pada pertemuan 1 terdapat 6

siswa atau 28 % dan pada pertemuan 2 menjadi 10 siswa atau 47%

7) Aspek keaktifan dalam kelompok ditemukan data bahwa pada pertemuan

1, jumlah siswwa yang aktif dalam kelompok adalah 10 siswa atau 47%

dan pada pertemuan 2 menjadi 13 atau 61%

8) Aspek ketekunan mengerjakan tugas pada pertemuan 1 terdapat 8 siswa

atau 38% dan pada pertemuan 2 menjadi 12 atau 57 % siswa

Berdasarkan deskripsi di atas maka disimpulkan bahwa motivasi

belajar siswa kelas X Bahasa SMAN 2 Nubatukan pada mata pelajaran

pendidikan agama Katolik belum mengalami peningkatan yang

signifikan karena secara keseluruhan motivasi belajar pada siklus I

64
pertemuan 1 hanya sebesar 35% dan pada pertemuan 2 sebesar 51%

sehingga perlu dilanjutkan pada siklus II

3. Skala Motivasi Belajar Siswa

Penilaian terhadap keberhasilan tindakan pada siklus I dilakukan

dengan pembagian dan pengisian skala motivasi belajar Pendidikan

Agama Katolik yang diisi oleh siswa. Adapun hasil perhitungan skor

rata-rata dari 21 siswa secara keseluruhan dalam satu kelas adalah

dipaparkan pada tabel 4.5 di bawah ini

Tabel 4.5
Hasil analisis skala motivasi belajar siswa siklus I
Jumlah
Kategori Persentase
Siswa
Sangat Baik 2 9%
Baik 8 38%
Cukup 6 28%
Kurang 3 14%
Sangat Kurang 2 9%
Jumlah 21 100

Hasil skala motivasi belajar setelah diberikan tindakan mengalami

peningkatan jika dibandingkan dengan motivasi belajar siswa pada

tahap pra tindakan. Adanya peningkatan motivasi belajar setelah

pemberian tindakan pada siklus I dapat dilihat dengan membandingkan

persentase motivasi belajar tahap pra siklus dan motivasi belajar siklus I

seperti yang dipaparkan pada tabel 4.6 di bawah ini :

Tabel 4.6
Perbandingan Motivasi Belajar Siswa
Jumlah
Persentase
Kategori Siswa Selisih Selisih
Pr Sik I Pra Sik Siklus

65
a
Sik I
Sangat Baik 2 2 9% 9%
Baik 6 8 2 28% 38 % 9%
Cukup 7 6 1 33% 28% 4%
Kurang 5 3 2 23% 14% 9%
Sangat Kurang 3 2 1 14 % 9% 4%

Tabel diatas menunjukkan peningkatan banyaknya siswa yang

memiliki motivasi dengan kategori minimal baik, yang dapat dilihat pada

diagram di bawah ini :

Perbandingan Skala Motivasi Belajar Tahap Pratindakan


dan Siklus 1 Siswa Kelas X Bahasa SMA Negeri 2 Nu-
batukan
40
30
20 38

10
0
9
Pra Tindakan Siklus 1
Diagram 4.1 Perbandingan Skala motivasi Belajar Tahap Pratindakan dan
siklus 1
Berdasarkan diagram perbandingan skala motivasi belajar kategori

minimal baik skala pratindakan dan skala siklus I, menunjukkan

peningkatan yaitu dari 6 siswa atau 28% menjadi 10 siswa atau 38 %.

Pencapaian 38% siswa yang memiliki motivasi dengan kategori minimal

baik belum memenuhi kriteria keberhasilan yang ditetapkan, yaitu 75%.

4. Prestasi belajar siswa siklus I

Setelah pelaksanaan tindakan pada siklus I dengan menerapkan

pendekatan CTL, peneliti melakukan tes untuk mengukur peningkatan

prestasi belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan agama Katolik

66
khususnya pada materi Tritunggal Mahakudus. Adapun hasil tes prestasi

belajar siswa pada siklus I akan dipaparkan pada tabel 4.7 di bawah ini :

Tabel 4.7
Prestasi belajar siklus I
No Kode Siswa Nilai Siklus 1 Keterangan
Tuntas Tidak
Tuntas
1 001 86 

2 78 
002
3 82 
003
4 70 
004
5 68 
005
6 68 
006
7 78 
007
8 72 
008
9 76 
009
10 76 
010
11 78 
011
12 76 
012
13 72 
013
14 68 
014
15 80 
015
16 68 
016
17 70 
017
18 78 
018
19 82 
019
20 68 
020
21 70 
021
Jumlah 1564

67
Nilai Rata – Rata 74,47
Tuntas 11 52,38%
Tidak Tuntas 10 47,61%

Berdasarkan data pada prestasi belajar siswa siklus I pada tabel 4.7 di

atas maka selanjutnya akan dipaparkan frekuensi penyebaran nilai yang

diperoleh siswa pada tes siklus I pada tabel 4.8 di bawah ini :

Tabel 4.8
Frekunsi Nilai Siklus I
Rentang
No Frekuensi Persentase
Nilai
1 50 – 60 - -
2 61 – 70 8 38 %
3 71 – 80 9 42 %
4 81 – 90 4 19 %
5 91 - 100 - -
Jumlah 21 100

Untuk mengetahui gambaran peningkatan prestasi belajar siswa pada

siklus I maka akan dipaparkan perbandingan nilai pra siklus dan siklus I

pada tabel 4.9 di bawah ini :

Tabel 4.9
Perbandingan Prestasi Belajar Siswa Tahap Pratindakan dan Siklus I
Pra Siklus Siklus I
Kriteria
Jumlah % Jumlah %
Tuntas 6 28 % 11 52 %
Tidak Tuntas 15 71% 10 47%
Nilai Rata2 67,2 74,47
Peningkatan 7,2%

Berdasarkan data pada tabel 4.7 dan 4.8 dan 4.9 di atas maka dapat

diketahui bahwa prestasi belajar siswa agama Katolik pada materi

Tritunggal Mahakdus setelah dilaksanakan tindakan pembelajaran pada

68
siklus I dengan menerapkan pendekatan CTL mengalami peningkatan dari

kondisi pra tindakan. Adapun peningkatan prestasi belajar tersebut dapat

diketahui melalui nilai rata rata siswa pada tahap pra tindakan sebesar

67,2 meningkat menjadi 74,47 atau terdapat peningkatan dari nilai rata-

rata sebesar 7,2% dan persentase siswa yang mencapai angka ketuntasan

minimal juga meningkat yakni pada tahap pratindakan jumlah siswa yang

tuntas hanya sebesar 28 % atau hanya 6 siswa yang tuntas dan setelah

diberikan tindakan pembelajaran dengan menerapkan pendekatanCTL

angka ketuntasan meningkat menjadi 52% atau sebanyak 11 siswa yang

mencapai angka ketuntasan minimal yang telah ditetapkan yakni 75

Adapun gambaran peningkatan prestasi belajar siswa pada siklus I

dapat dipaparkan melalui diagram di bawah ini :

Prestasi Belajar Siswa Kelas X Bahasa Tahap


Pra Tindakan dan Siklus 1
60.00%

50.00%

40.00%

30.00%
52
20.00%
28
10.00%

0.00%
Pra Tindakan Siklus 1

Diagram 4.2 Prestasi Belajar Siswa X Bahasa tahap Pratindakan dan Siklus 1

69
Berdasarkan indikator keberhasilan yang telah ditetapkan maka

penelitian ini dikatakan berhasil apabila terdapat peningkatan motivasi

belajar siklus 1 sampai siklus II mencapai ≥ 75 % Serta peningkatan

prestasi belajar siswa dalam setiap pembelajaran dari siklus 1 sampai siklus

II mencapai nilai ≥ 75 dengan jumlah siswa yang tuntas minimal 70%.

Sesuai dengan indikator penelitian di atas maka penelitian tindakan kelas

pada siklus Ibelum mencapai kriteria karena motivasi belajar siswa pada

siklus I masih berada dibawah 70% dan prestasi belajar siswa masih 50%

sehingga perlu ditingkatkan pada siklus II.

d) Refleksi Siklus I

Berdasarkan uraian pencapaian motivasi dan prestasi belajar siswa

pada siklus I sebagaimana yang sudah dipaparkan pada tabel di atas maka

penelitianini dilanjutkan pada siklus II setelah dilakukan refleksi dan

perbaikan sebagai berikut :

a) Siswa kurang bekerja sama dengan kelompoknya dalam berdiskusi,

sebagian siswa bekerja tetapi ada juga siswa yang bermain sendiri.

Hal ini karena siswa kurang memahami petunjuk guru dan kurang

memperhatikan penjelasan guru dalam melaksanakan diskusi

70
b) Siswa masih kurang aktif dalam kegiatan tanya jawab karena masih

takut dalam berpendapat

c) Siswa masih takut dan belum terbiasa untuk berbicara di depan kelas

sehingga masih kurang dalam mempresentasikan hasil diskusi

kelompok

d) Guru perlu menyiapkan kelas secara tenang sebelum membuka

pelajaran

e) Guru perlu memahami secara keseluruhan langkah-langkah

pendekatan CTL dan mampu menghubungkan dengan materi yang

dipelajari agar bisa dijelaskan terhadap siswa

f) Guru perlu membagi siswa ke dalam beberapa kelompok dengan

menempatkan secara merata siswa yang sudah tuntas untuk bergabung

dengan siswa yang belum tuntas

g) Guru perlu memotivasi siswa untuk bekerja kelompok dengan baik,

mengarahkan siswa untuk mencari materi pada buku paket,

membimbing siswa untuk mendiskusikan materi dari buku paket

secara berkelompok.

4.3 Deskripsi Tindakan Siklus II

a) Perencanaan Siklus II

Setelah melakukan refleksi terhadap tindakan siklus I, Peneliti

melakukan beberapa perbaikan mendasar pada tindakan siklus II seperti

yang diuraikan di bawah ini :

1. Menentukan waktu pelaksanaan penelitian siklus II

71
2. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajara (RPP) dengan

menggunakan pendekatan CTL yang berpusat pada siswa

3. Menyiapkan langkah – langkah pembelajaran pada siklus II dengan

mengacu pada hasil refleksi siklus I

4. Membuat LKS

5. Membagi siswa ke dalam beberapa kelompok dengan menempatkan

secara merata siswa yang sudah tuntas untuk bergabung dengan siswa

yang belum tuntas

b) Pelaksanaan Tindakan Siklus II

Setelah pelaksanaan tindakan pada siklus I, ditemukan data peningkatan

yang sangat kecil sehingga peneliti melakukan refleksi dan dan menemukan

beberapa persoalan sebagai akibat dari rendahnya persentase peningkatan

pada tindakan siklus I kemudian memperbaiki pada tindakan siklus II.

Adapun tahapan pelaksanaan tindakan pada siklus II adalah sebagai

berikut :

Pertemuan I
 Pendahuluan
 Guru mengucapkan salam dan menyiapkan siswa untuk berdoa

 Guru mengecek kehadiran siswa dan menyiapkan kelas untuk memulai

pembelajaran

 Guru mengkondisikan kelas untuk tenang sebelum memulai

pembelajaran

 Guru mengadakan apersepsi untuk mengetahui pemahaman siswa tentang

materi Tritunggal Mahakudus

72
 Kegiatan Inti
 Guru menjelaskan kompetensi yang akan dicapai yaitu Menjelaskan

beberapa kutipan Kitab Suci, yang mengungkapkan pernyataan Yesus

sendiri tentang kesatuan Bapa, Putera dan Roh Kudus, Menjelaskan

beberapa pernyataan Bapa Gereja tentang ajaran Tritunggal Mahakudus,

Menjelaskan isi dogma Tritunggal Mahakudus menurut Katekismus

Gereja Katolik, serta Menjelaskan makna kata “hakekat/ kodrat” dalam

upaya menjelaskan makna Tritunggal

 Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok secara merata dengan

memperhatikan kemampuan siswa

 Guru memotivasi siswa agar lebih aktif dalam pembelajaran dan

mengajak setiap kelompok untuk berbincang-bincang mendalami

isi/pesan cerita tersebut di atas.

 Melalui bimbingan Guru dapat menuntun para peserta didik secara

berkelompok dengan pertanyaan-pertanyaan berikut:

 Bagaimana tanggapanmu terhadap cerita di atas?

 Apa yang menarik dari ketiga orang di atas?

 Apakah mereka memiliki pengetahuan yang banyak tentang

Tritunggal?

 Apa yang menyebabkan mereka tetap bangga dan bertahan dalam

kekristenan?

 Apakah kalian selama ini sudah memahami tentang Allah Tritunggal

Mahakudus?

 Bagaimana kalian menjelaskan tentang Tritunggal?

73
 Setiap kelompok diajak membaca beberapa kutipan berikut, serta

menjelaskan isinya berkaitan dengan Allah Tritunggal: Yoh 10:30; Yoh

14:9; Yoh 17: 21 (bdk. Luk 3: 22) (bdk Mat 17:5); Yoh 17:5; Yoh 1:1-3;

Yoh 15:26; Yoh 14:6; Mat 28:18-20.

 Setiap kelompok secara bergantian mempresentasikan hasil diskusi dan

kegiatan kelompok di depan kelas

 Guru memberikan penguatan dengan cara mengulas isi kutipan-kutipan

tersebut:

 Yoh 10:30 Yesus menunjukkan persatuan yang tak terpisahkan


dengan Allah Bapa, “Aku dan Bapa adalah satu”
 Yoh 14:9 “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa…”
 Yoh 17: 21 Di dalam doa-Nya yang terakhir untuk murid-murid-Nya
sebelum sengsara-Nya, Dia berdoa kepada Bapa, agar semua murid-
Nya menjadi satu, sama seperti Bapa di dalam Dia dan Dia di dalam
Bapa. Dengan demikian Yesus menyatakan Diri-Nya sama dengan
Allah: Ia adalah Allah. Hal ini mengingatkan kita akan pernyataan
Allah Bapa sendiri, tentang ke-Allahan Yesus sebab Allah Bapa
menyebut Yesus sebagai Anak-Nya yang terkasih, yaitu pada waktu
pembaptisan Yesus (lih. Luk 3: 22) dan pada waktu Yesus dimuliakan
di atas gunung Tabor (lih. Mat 17:5).
 Yoh 17:5 Yesus juga menyatakan keberadaan Diri-Nya yang telah ada
bersama-sama dengan Allah Bapa sebelum penciptaan dunia Yoh 1:1-
3 Kristus adalah sang Sabda/Firman, yang ada bersama-sama dengan
Allah dan Firman itu adalah Allah, dan oleh-Nya segala sesuatu
dijadikan. Tidak mungkin Yesus menjadikan segala sesuatu, jika Ia
bukan Allah sendiri.
 Yoh 15:26 Selain menyatakan kesatuan-Nya dengan Allah Bapa,
Yesus juga menyatakan kesatuan-Nya dengan Roh Kudus, yaitu Roh
yang dijanjikan-Nya kepada para murid-Nya dan disebut-Nya sebagai
Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa,
 Yoh 14:6 Roh ini juga adalah Roh Yesus sendiri, sebab Ia adalah
Kebenaran Mat 28:18-20 Kesatuan ini ditegaskan kembali oleh Yesus
dalam pesan terakhir-Nya sebelum naik ke Surga, “…Pergilah,

74
jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama
Bapa, Putera dan Roh Kudus…”
 Selanjutnya, kita melihat pengajaran dari para Rasul yang menyatakan
kembali pengajaran Yesus ini, contohnya:
 1 Yoh 5:7 Rasul Yohanes yang mengajarkan bahwa Bapa, Firman
(yang adalah Yesus Kristus), dan Roh Kudus adalah satu; demikian
juga pengajaran Petrus (lih. 1 Pet:1-2; 2 Pet 1:2); dan Paulus (lih.
1Kor 1:2-10; 1Kor 8:6; Ef 1:3-14). Rasul Paulus
 Guru mengajak peserta didik menyimak pernyataan beberapa Bapa
Gereja dalam ajaran mereka: St. Paus Clement dari Roma; St. Ignatius
dari Antiokhia; St. Polycarpus; St. Athenagoras; St. Irenaeus; St.
Athanasius; St. Agustinus; Dogma Tentang Tritunggal Maha Kudus;
Beberapa istilah kunci yang perlu dipahami untuk menjelaskan misteri
Tritunggal; Ungkapan Iman akan Tritunggal dalam Gereja
 Guru membimbing siswa untuk merefleksikan pembelajaran yang

sudah dipelajari dengan mengaitkan kehidupan sehari-hari siswa

 Guru memberikan penguatan terkait kegiatan pembelajaran

 Kegiatan Penutup
 Siswa diminta untuk memberikan pendapat mereka berkaitan dengan

pelaksanaan pembelajaran yang berlangsung

 Guru memberikan kesimpulan dan menutup pembelajaran

Pertemuan II

 Kegiatan Pendahuluan

 Guru membuka pertemuan dan menyiapkan siswa untuk berdoa

 Guru mengecek kehadiran siswa dan mengkondisikan kelas sebelum

memulai pembelajaran

 Guru memberikan apersepsi denngan memberikan pertanyaa motivasi

Mengapa Bapa, Putera & Roh Kudus disebut TRITUNGGAL?

75
 Kegiatan Inti

 Guru menjelaskan kompetensi yang akan dicapai yaitu Menjelaskan

beberapa kutipan Kitab Suci, yang mengungkapkan pernyataan Yesus

sendiri tentang kesatuan Bapa, Putera dan Roh Kudus, Menjelaskan

beberapa pernyataan Bapa Gereja tentang ajaran Tritunggal Mahakudus,

Menjelaskan isi dogma Tritunggal Mahakudus menurut Katekismus

Gereja Katolik, serta Menjelaskan makna kata “hakekat/ kodrat” dalam

upaya menjelaskan makna Tritunggal

 Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok belajar

 Guru memotivasi siswa agar lebih aktif dalam pembelajaran dan

membagikan LKS, yakni mengumpulkan informasi dari buku-buku cerita

rakyat, cerita bijak tentang cara orang menghayati Tritunggal mahakudus

dalam hidupnya, serta merumuskan ajaran gereja tentang peranan Bapa,

Putera dan Roh Kudus dalam kehidupan umat kristiani sehari-hari

 Melalui bimbingan guru peserta didik secara berkelompok melakukan

tanya jawab dalam kegiatan diskusi

 Secara bergantian peserta didik bersama kelompok mempresentasikan

hasil diskusi dan kegiatan kelompok di depan kelas

 Guru membimbing siswa untuk merefleksikan pelajaran yang sudah

dipelajari dengan mengaitkan kehidupsn sehari-hari siswa

 Guru memberikan soal tes yang sudah disiapkan dalam bentuk soal

uraian untuk menguji kemampuan analisis siswa terhadap materi

 Kegiatan Penutup

76
 Siswa diminta mengisikan skala motivasi untuk melihat peningkatan

motivasi belajar siswa

 Tugas: Peserta didik diminta melakukan Adorasi kepada Tritunggal

Mahakudus di gereja/stasi terdekat, di luar jam pelajaran, Lalu

menuliskan kesan dalam melaksanakan tugas tersebut.

 Guru mengajak peserta didik masuk dalam suasana hening untuk

berefleksi, Hening……..Sambil Guru membacakan renungan (bisa

diiringi musik).

 Guru memberikan penguatan dan menutup pertemuan

c) Hasil Observasi Siklus II

Observasi pada siklus II dilakukan selama pelaksanaan tindakan

untuk melihat efekttivitas pelaksanaan tindakan oleh guru, peningkatan

motivasi dan hasil belajar siswa.

1. Hasil obersvasi aktivitas guru

Berdasarkan hasil observasi pelaksanaan tindakan pada siklus II

ditemukan data aktivitas guru sebagai berikut :

 Guru sudah menyiapkan rencana pembelajaran sesuai dengan

materi yang dipelajari

 Kegiatan awal, inti dan akhir pembelajaran siklus I sudah berjalan

dengan baik. Guru melakukan apersepsi, menyampaikan tujuan

77
pembelajaran, serta menyampaikan materi sesuai kompetensi yang

akan dicapai dengan menerapkan pendekatan CTL.

 Dari aspek penggunaan bahasa, Guru sudah menggunakan bahasa

yang baik dalam menjelaskan materi pembelajaran

 Pada aspek mempersiapkan fasilitas pembelajaran, guru sudah

mempersiapkan dengan baik sehingga guru efektif dalam memulai

pembelajaran

 Guru sudah membagi kelompok dengan memperhatikan

kemampuan siswa sehingga anggota setiap kelompok terlihat lebih

merata dari aspek kemampuan

 Guru sudah memberikan kesempatan secara merata terhadap setiap

siwa berbicara di depan kelas dalam mempresentasikan hasi diskusi

kelompok

2. Hasil observasi aktivitas siswa

Hasil observasi aktivitas siswa pada pelaksanaa tindakan siklus II

dipaparkan pada tabel 4.10 di bawah ini :

Tabel 4.10
Observasi Aktivitas Siswa Siklus II
Jumlah Siswa Jumlah Siswa
No Aspek Pengamatan Tind Tind
% %
I 2

1 Siswa bersungguh-sungguh dalam 10 47 % 14 66 %


mengikuti kegiatan pembelajaran.
2 Siswa memperhatikan saat guru 12 57 % 16 76 %
memberikan penjelasan
3 Siswa senang mengikuti kegiatan 13 61 % 17 80 %
pembelajaran

78
Siswa berani dalam mengajukan
4 11 52 % 14 66 %
pertanyaan

5 Siswa berani menjawab pertanyaan 10 47% 15 71%


yang diberikan oleh guru
6 Siswa membuat ringkasan saat guru 11 52% 14 66%
memberikan penjelasan.

7 Siswa berpartisipasi dan bekerja 13 61% 16 76%


sama dalam kelompoknya
8 12 57 % 16 76%
Siswa tekun mengerjakan tugas

Tabel 4.10 yang memaparkan aktivitas siswa pada pembelajaran

siklus II menunjukan bahwa terdapat peningkatan aktivitas siswa yang

sangat signifikan. Adapun deskripsi peningkatan aktivitas selama

pembelajaran pada siklus II adalah :

1) Aktivitas siswa pada aspek kesungguhan mengikuti pembelajaran

terdapat peningkatan yang sangat signifikan pada siklus II yakni

pada pertemuan I sebanyak 10 siswa atau 47 % yang sungguh-

sungguh dan pada pertemuan 2, meningkat menjadi 14 siswa atau

66% siswa yang bersungguh dalam mengikuti pembelajaran

2) Aktivitas siswa dalam memperhatikan penjelasan guru pada tindakan

siklus II mengalami peningkatan yakni pada pertemuan 1 terdapat 12

siswa atau 57% dan pada pertemuan 2 meningkat menjadi 16 siswa

atau 76%

79
3) Pada aspek senang atau tidaknya mengikuti pembelajaran ditemukan

bahwa pada pertemuan 1 terdapat 13 siswa atau 61% yang senang

dan meningkat pada pertemuan 2 menjadi 17 siswa atau 80%

4) Aktivitas siswa dalam mengajukan pertanyaan ditemukan data 11

siswa atau 52% yang berani mengajukan pertanyaan dan pada

pertemuan 2 bertambah menjadi 14 siswa atau 66 %

5) Aktivitas siswa dalam menjawab pertanyaan guru pada pertemuan

pertama sebanyak 10 siswa atau 47% dan pertemuan 2 bertambah

menjadi 15 siswa atau 71%

6) Aspek membuat ringkasan diperoleh data pada pertemuan 1 terdapat

11 siswa atau 52 % dan pada pertemuan menjadi 14 siswa atau 66%

7) Aspek keaktifan dalam kelompok ditemukan data bahwa pada

pertemuan 1, jumlah siswa yang aktif dalam kelompok adalah 13

siswa atau 61% dan pada pertemuan 2 menjadi 16 atau 76 %

8) Aspek ketekunan mengerjakan tugas pada pertemuan 1 terdapat 12

siswa atau 57% dan pada pertemuan 2 menjadi 16 atau 76% siswa

3. Skala Motivasi Belajar Siswa

Penilaian terhadap keberhasilan tindakan pada siklus II dilakukan

dengan pembagian dan pengisian skala motivasi belajar Pendidikan

Agama Katolik yang diisi oleh siswa. Adapun hasil perhitungan skor

rata-rata dari 21 siswa secara keseluruhan dalam satu kelas dipaparkan

pada tabel 4.11 di bawah ini:

Tabel 4.11
Hasil analisis skala motivasi belajar siswa

80
Jumlah
Kategori Persentase
Siswa
Sangat Baik 5 23%
Baik 12 57%
Cukup 3 14 %
Kurang 1 4%
Sangat Kurang -
Jumlah 21 100

Hasil skala motivasi belajar setelah dilaksanakan tindakan pada

siklus I belum mencapai angka ketuntasan minimal sehingga peneliti

melakukan refleksi dan perbaikan pada pelaksanaan tindakan siklus II

dan diperoleh hasil motivasi belajar siswa seperti yang digambarkan

pada tabel perbandingan motivasi belajar siswa siklus I dan II di

bawah ini:

Tabel. 4.12
Perbandingan Motivasi Belajar Siswa
Jumlah siswa %
Kategori Selisih Selisih
Sik I Sik 2 Siklus I Siklus 2
Sangat Baik 2 7 5 9% 33% 23%
Baik 8 12 4 38% 57% 28 %
Cukup 6 2 -4 28% 9% -19%
Kurang 3 2 -1 14% 9% -4 %

Berdasarkan tabel 4.12 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan

banyaknya siswa yang memiliki motivasi dengan kategori minimal

baik pada siklus I yaitu sebanyak 10 siswa atau 47 % menjadi 14

siswa atau 85%. Peningkatan motivasi belajar siswa dapat dilihat dari

Perbandingan Skala Motivasi Beajar Siswa Kelas X


Bahasa SMA Negeri 2 Nubatukan Tahap Pratindakan,
Siklus I dan II

100.00%
85
80.00%
60.00%
40.00% 8147
20.00% 28
0.00%
Pratindakan Siklus 1 Siklus 2
perbandingan skala motivasi belajar dengan kriteria minimal baik

pada pratindakan, siklus I dan siklus II yang dapat dilihat pada gambar

diagram berikut:

Diagram 4.3. Perbandingan Skala Motivasi Belajar Kategori Minimal


Baik Pratindakan, Siklus I, dan Siklus II.

Berdasarkan gambar diagram perbandingan skala motivasi belajar

kategori minimal baik dari pratindakan, siklus I dan siklus II diatas

dapat dilihat bahwa motivasi belajar siswa meningkat. Pada

pratindakan dari 28% menjadi 47% pada siklus I, dan meningkat lagi

pada siklus II mencapai 85%. Pencapaian 85% siswa pada siklus II

yang memiliki motivasi dengan kategori minimal baik sudah

memenuhi kriteria keberhasilan yang ditetapkan, yaitu 75%.

4. Prestasi belajar siswa siklus II

Setelah pelaksanaan tindakan pada siklus II dengan menerapkan

pendekatan CTL, peneliti melakukan tes untuk mengukur peningkatan

prestasi belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan agama Katolik

khususnya pada materi Tritunggal Mahakudus. Adapun hasil tes

82
prestasi belajar siswa pada siklus II akan dipaparkan pada tabel 4.13 di

bawah ini:

Tabel 4.13
Prestasi belajar Pratindakan II
No Kode Siswa Nilai Siklus 1 Keterangan
Tuntas Tidak
Tuntas
1 001 88 
2 002 80 
3 003 86 
4 004 76 
5 005 74 
6 006 74 
7 007 80 
8 008 76 
9 009 78 
10 010 80 
11 011 82 
12 012 80 
13 013 76 
14 014 74 
15 015 82 
16 016 76 
17 017 76 
18 018 80 
19 019 84 
20 020 76 
21 021 72 
Jumlah 1650
Nilai Rata – Rata 78,57%
Tuntas 17 80,95%
Tidak Tuntas 4 19,07%

Berdasarkan data pada prestasi belajar siswa siklus II pada tabel

4.13 di atas maka selanjutnya akan dipaparkan frekuensi penyebaran nilai

yang diperoleh siswa pada tes siklus II pada tabel 4.14 di bawah ini :

Tabel 4.14
Frekunsi Nilai Siklus II

83
Rentang
No Frekuensi Persentase
Nilai
1 50 – 60 - -
2 61 – 70 - -
3 71 – 80 16 76%
4 81 – 90 5 23%
5 91 - 100 - -
Jumlah 21 100

Pelaksanaan penelitian tindakan kelas sesuai dengan yang

direncanakan oleh peneliti melalui 2 siklus memperoleh hasil peningkatan

prestasi belajar yang signifikan dan mencapai kriteria ketuntasan minimal

yang ditetapkan. Gambaran peningkatan prestasi belajar siswa kelas X

Bahasa SMA Negeri 2 Nubatukan tahap pratindakan, siklus I & II dalam

pembelajaran pendidikan agama Katolik pada materi Tritunggal

Mahakudus melalui pendekatan CTL akan dipaparkan dalam tabel dan

diagram perbandingan di bawah ini :

Tabel 4.15
Perbandingan Prestasi Belajar Siswa Tahap Pratindakan, Siklus I & II

Pra.Tin Siklus I Siklus II


Kriteria
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Tuntas 6 28% 11 52% 17 80 %
Tidak
15 71% 10 47% 4
Tuntas 19%
Nilai Rata2 67,2 74,47 78,57
Peningkatan 11,37%

Berdasarkan tabel perbandingan di atas maka diketahui prestasi

belajar siswa setelah pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan

pendekatan CTL pada materi Tritunggal Mahakudus mengalami

84
peningkatan dalam setiap siklus yakni pada tahap pratindakan, terdapat 6

atau 28% siswa yang mencapai angka ketuntasan minimal dengan nilai

rata-rata 67,2 dan setelah dilaksanakan tindakan pembelajaran pada siklus

I, jumlah siswa yang tuntas mengalami peningkatan menjadi 11 atau 55%

dengan nilai rata-rata sebesar 74,47 sehingga pada tahap siklus I

ditemukan peningkatan sebesar 23,81% dari tahap pra tindakan.

Peningkatan prestasi belajar siswa kembali mengalami peningkatan pada

siklus II sebesar 28,57% dari siklus I sehingga jumlah siswa mencapai

ketuntasan minimal pada siklus II sebanyak 17 atau 80,95% siswa dengan

nilai rata-rata 78,57 sehingga secara keseluruhan persentasi peningkatan

prestasi belajar siswa dari tahap pra tindakan, siklus I & II sebesar 11,37%

dan mencapai kriteria ketuntasan yang ditetapkan yakni 75.

Gambaran peningkatan prestasi belajar siswa kelas X Bahasa SMAN

2 Nubatukan dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam diagram

seperti di bawah ini :

85
Prestasi Belajar Siswa Kelas X Bahasa SMAN 2
Nubatukan Tahap Pra Tindakan, Siklus I dan II
90.00%

80.00%

70.00%

60.00%

50.00% 80
40.00% 52
30.00%

20.00% 28
10.00%

0.00%
Pra Tindakan Siklus 1 Siklus 2

Diagram 4.4 Perbandingan Prestasi Belajar Siswa

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Penelitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan yang dilakukan di

kelas dengan tujuan memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran,

Arikunto (2008:58). Sesuai dengan defenisi tersebut maka, tujuan dari

dilaksanakan penelitian tindakan kelas pada mata pelajaran pendidikan agama

Katolik merupakan upaya peneliti yang juga merupakan guru pengampuh mata

pelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran pendidikan agama

Katolik melalui pendekatan CTL untuk mengetahui motivasi dan hasil belajar

siswa kelas X Bahasa SMA Negeri 2 Nubatukan pada materi Tritunggal

Mahakudus.

Berdasarkan data yang sudah dipaparkan pada deskripsi tahap pra

tindakan, siklus I dan siklus II menunjukan bahwa motivasi dan prestasi belajar

siswa mengalami peningkatan yang sangat signifikan setelah dilaksanakan

tindakan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan CTL.

86
Kondisi motivasi dan prestasi belajar siswa pada tahap pra tindakan

berada pada kategori yang sangat rendah yakni hanya 6 siswa atau 28% yang

memiliki motivasi belajar dalam kategoti baik. Selain itu prestasi belajar siswa

juga berada pada kategori yang cukup rendah, hal ini diketahui setelah

dilakukan evaluasi melalui tes sumatif dengan nilai rata-rata 67,2 dan angka

ketuntasan belajar sebesar 28% atau hanya terdapat 6 siswa mencapai KKM.

Setelah mengetahui kondisi motivasi dan prestasi belajar siswa yang sangat

rendah pada tahap pratindakan maka peneliti melaksanakan tindakan

pembelajaran dengan menerapkan pendekatan CTL pada siklus I dan diperoleh

hasil peningkatan pada aspek motivasi belajar sebesar 47,61% atau meningkat

9,52 dari tahap pratindakan. Peningkatan motivasi belajar pada siklus I

berbanding lurus dengan peningkatan pada prestasi belajar siswa. Hal ini

diketahui setelah dilaksanakan tes pada siklus I dan diperoleh angka

peningkatan nilai rata-rata menjadi 74,47 dari 67,2 pada tahap pra tindakan

atau meningkat sebesar 7,2% pada siklus I dengan persentase siswa yang

mencapai angka ketuntasan minimal sebesar 52,38% atau meningkat 23,81%

dari tahap pratindakan.

Penelitian dikatakan berhasil apabila terdapat peningkatan motivasi dan

prestasi belajar siswa setelah dilaksanakan tindakan pembelajaran dengan

menerapkan pendekatan CTL pada siklus I dan II adalah ≥ 75 % dengan

jumlah siswa yang tuntas minimal 70%. Mengacu pada indicator di atas maka

87
peningkatan motivasi dan prestasi belajar pada siklus I belum mencapai kriteria

sehingga dilanjutkan pada siklus II.

Pelaksanaan tindakan siklus II mengacu pada hasil refleksi siklus I

dimana terdapat beberapa perbaikan dalam proses pembelajaran diantaranya

adalah guru Guru perlu menyiapkan kelas secara tenang sebelum membuka

pelajaran, Guru perlu memahami secara keseluruhan langkah-langkah

pendekatan CTL dan mampu menghubungkan dengan materi yang dipelajari

agar bisa dijelaskan terhadap siswa, memperhatikan kemampuan anggota

kelompok agar merata, memberikan motivasi agar siswa aktif dan berani

bertanya.. Melalui hasil tersebut di atas, guru melakukan perbaikan pada

pelaksanaan pembelajaran pada siklus II dan memperoleh hasil peningkatan

yang sangat drastis dari aspek motivasi maupun prestasi belajar siswa. adapun

peningkatan motivasi belajar pada siklus II menjadi 85% atau meningkat dari

siklus I sebesar 38,1 %. Peningkatan motivasi belajar juga diikuti dengan

peningkatan hasil belajar yakni nilai rata-rata hasil tes meningkat menjadi

78,57 atau meningkat 4,1 dari siklus I dan jumlah siswa yang mencapai

ketuntasan belajar sebanyak 17 siswa (80,95%) atau meningkat 28,57% dari

siklus I.

Berdasarkan uraian hasil penelitian di atas maka dapat disimpulkan

bahwa penerapan pendekatan CTL pada pembelajaran pendidikan agama

Katolik materi Tritunggal Mahakudus dapat meningkatkan motivasi dan

prestasi belajar siswa kelas X Bahasa SMAN 2 Nubatukan tahun 2019/2020.

88
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan

Pada proses pembelajaran, motivasi adalah hal yang harus dimiliki oleh

setiap siswa. Intensitas motivasi seorang siswa akan sangat menentukan

tingkat pencapaian prestasi belajarnya. Adanya motivasi yang baik dalam

89
belajar maka akan mewujudkan hasil yang baik pula. Penerapan pendekatan

CTL dalam pembelajaran pendidikan agama Katolik merupakan sebuah

langkah solutif dalam mengatasi kejenuhan belajar siswa serta upaya

mendorong peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran.

Berdasarkan hasil penelitian dengan judul Peningkatan Motivasi dan

Prestasi Belajar Siswa Kelas X Bahasa SMA Negeri 2 Nubatukan Melalui

Pendekatan CTL pada materi Tritunggal Mahakudus diperoleh kesimpulan

sebagai berikut :

a) Motivasi belajar siswa kelas X Bahasa SMA Negeri 2 Nubatukan pada

pembelajaran materi Tritunggal Mahakudus meningkat setelah diberikan

tindakan pada siklus I dan II dengan menerapkan pendekatan CTL. Pada

tahap pra tindakan diperoleh data motivasi belajar siswa sebesar 28% atau

terdapat 6 siswa yang mencapai kategori motivasi minimal baik dan

setelah diberikan tindakan pada siklus I aspek motivasi belajar sebesar

19,04% atau meningkat 47,61% atau terdapat 8 siswa yang mencapai

kategori minimal baik. Peningkatan motivasi belajar juga terjadi setelah

dilaksanakan pembelajaran pada siklus II yakni motivasi belajar siswa

meningkat sebesar 38,1 % menjadi 85,71% atau terdapat 16 siswa yang

mencapai motivasi belajar dan mencapai kategori minimal baik.

b) Prestasi belajar siswa kelas X Bahasa SMAN 2 Nubatukan mengalami

peningkatan signifikan setelah diberikan tindakan pembelajaran pada

siklus I dan II dengan persentase peningkatan sebagai berikut, pada tahap

pra tindakan, terdapat 6 atau 28% siswa yang mencapai angka ketuntasan

90
minimal dengan nilai rata-rata 67,2 dan setelah dilaksanakan tindakan

pembelajaran pada siklus I, jumlah siswa yang tuntas mengalami

peningkatan menjadi 11 atau 52% dengan nilai rata-rata sebesar 74,47

sehingga pada tahap siklus I ditemukan peningkatan sebesar 23,81% dari

tahap pratindakan. Peningkatan prestasi belajar siswa kembali mengalami

peningkatan pada siklus II sebesar 28,57% dari siklus I sehingga jumlah

siswa mencapai ketuntasan minimal pada siklus II sebanyak 17 atau

80,95% siswa dengan nilai rata-rata 78,57 sehingga secara keseluruhan

persentase peningkatan prestasi belajar siswa dari tahap pra tindakan siklus

I & II sebesar 11,37% dan mencapai kriteria ketuntasan yang ditetapkan

yakni 75.

5.2 Saran

Keberhasilan penerapan pendekatan CTL sebagai salah satu upaya untuk

meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa dapat dijadikan dasar

peneliti untuk memberikan saran sebagai berikut :

Berdasarkan simpulan penelitian di atas , maka dapat diajukan beberapa

saran sebagai berikut :

a) Bagi Guru Pendidikan agama Katolik

Pembelajaran pendidikan agama Katolik pada materi Tritunggal

Mahakudus dengan menerapkan pendekatan CTL mampu memberikan

peningkatan pada motivasi dan prestasi belajar siswa sehingga disarankan

untuk digunakan dalam pembelajaran agar mendorong akselerasi

peningkatan kualitas pembelajaran dalam pendidikan agama Katolik

91
b) Bagi Peneliti yang lain

Keberhasilan penerapan pendekatan CTL sebagai salah satu upaya untuk

meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa dapat dijadikan dasar

peneliti untuk memberikan saran-saran berikut:

1. Bagi Guru

Guru sebaiknya tidak dominan menggunakan model pembelajaran yang

konvensional, sebaiknya kegiatan pembelajaran diinovasi dengan

pemnelajaran yang berbeda-beda dan menarik bagi siswa. Guru juga

harus senantiasa memberikan motivasi kepada siswa agar siswa lebih

bersemangat dalam belajar.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian pendekatan CTL,

sebaiknya dapat melakukan penelitian lebih lanjut pada mata pelajaran

Biologi dengan memilih materi yang sesuai dengan pendekatan CTL.

BAB V
Penutup
5.3 Simpulan

Pada proses pembelajaran, motivasi adalah hal yang harus dimiliki oleh

setiap siswa. Intensitas motivasi seorang siswa akan sangat menentukan tingkat

pencapaian prestasi belajarnya. Adanya motivasi yang baik dalam belajar maka

akan mewujudkan hasil yang baik pula. Penerapan pendekatan CTL dalam

92
pembelajaran pendidikan agama Katolik merupakan sebuah langkah solutif dalam

mengatasi kejenuhan belajar siswa serta upaya mendorong peningkatan motivasi

dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran.

Berdasarkan hasil penelitian dengan judul Peningkatan Motivasi dan

Prestasi Belajar Siswa Kelas X Bahasa SMA Negeri 2 Nubatukan Melalui

Pendekatan CTL pada materi Tritunggal Mahakudus diperoleh kesimpulan

sebagai berikut :

c) Motivasi belajar siswa kelas X Bahasa SMA Negeri 2 Nubatukan pada

pembelajaran materi Tritunggal Mahakudus meningkat setelah diberikan

tindakan pada siklus I dan II dengan menerapkan pendekatan CTL. Pada tahap

pra tindakan diperoleh data motivasi belajar siswa sebesar 28,57 % atau

terdapat 6 siswa yang mencapai kategori motivasi minimal baik dan setelah

diberikan tindakan pada siklus I aspek motivasi belajar sebesar 19,04% atau

meningkat 47,61% atau terdapat 8 siswa yang mencapai kategori minimal baik.

Peningkatan motivasi belajar juga terjadi setelah dilaksanakan pembelajaran

pada siklus II yakni motivasi belajar siswa meningkat sebesar 38,1 % menjadi

85,71% atau terdapat 16 siswa yang mencapai motivasi belajar dan mencapai

kategori minimal baik.

d) Prestasi belajar siswa kelas X Bahasa SMAN 2 Nubatukan mengalami

peningkatan signifikan setelah diberikan tindakan pembelajaran pada siklus I

dan II dengan persentase peningkatan sebagai berikut, pada tahap pra

tindakan, terdapat 6 atau 28,57% siswa yang mencapai angka ketuntasan

minimal dengan nilai rata – rata 67,2 dan setelah dilaksanakan tindakan

93
pembelajaran pada siklus I, jumlah siswa yang tuntas mengalami peningkatan

menjadi 11 atau 52,38% dengan nilai rata – rata sebesar 74,47 sehingga pada

tahap siklus I ditemukan peningkatan sebesar 23,81% dari tahap pra siklus.

Peningkatan prestasi belajar siswa kembali mengalami peningkatan pada siklus

II sebesar 28,57% dari siklus I sehingga jumlah siswa mencapai ketuntasan

minimal pada siklus II sebanyak 17 atau 80,95% siswa dengan nilai rata – rata

78,57 sehingga secara keseluruhan persentase peningkatan prestasi belajar

siswa dari tahap pra tindakan siklus I & II sebesar 11,37% dan mencapai

kriteria ketuntasan yang ditetapkan yakni 75.

5.4 Saran

Keberhasilan penerapan pendekatan CTL sebagai salah satu upaya untuk

meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa dapat dijadikan dasar peneliti

untuk memberikan saran sebagai berikut :

Berdasarkan simpulan penelitian di atas , maka dapat diajukan beberapa saran

sebagai berikut :

c) Bagi Guru Pendidikan agama Katolik

Pembelajaran pendidikan agama Katolik pada materi Tritunggal

Mahakudus dengan menerapkan pendekatan CTL mampu memberikan

peningkatan pada motivasi dan prestasi belajar siswa sehingga disarankan

untuk digunakan dalam pembelajaran agar mendorong akselerasi peningkatan

kualitas pembelajaran dalam pendidikan agama Katolik

94
d) Bagi Peneliti yang lain

Keberhasilan penerapan pendekatan CTL sebagai salah satu upaya

untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa dapat dijadikan dasar

peneliti untuk memberikan saran-saran berikut:

3. Bagi Guru

Guru sebaiknya tidak dominan menggunakan model pembelajaran

yang konvensional, sebaiknya kegiatan pembelajaran diinovasi dengan

pemnelajaran yang berbeda-beda dan menarik bagi siswa. Guru juga harus

senantiasa memberikan motivasi kepada siswa agar siswa lebih bersemangat

dalam belajar.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian pendekatan CTL,

sebaiknya dapat melakukan penelitian lebih lanjut pada mata pelajaran

Biologi dengan memilih materi yang sesuai dengan pendekatan CTL.

DAFTAR PUSTAKA

A. M, Sardiman. 2003. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja


Grafindo

Arikunto, S. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : BumiAksara

Balai Pustaka. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi 3). Jakarta :
Departemen Pendidikan

Daryanto. 2010. Media Pembelajaran. Yogyakarta : Gava Media

95
Dedi, Rizal. 2011. Peningkatan Motivasi Belajar IPA dengan Pendekatan
Kontekstual pada Materi Rangka Manusia Siswa Kelas IV SDN 1
Pringamba BanjarNegara. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Endang Sri Astuti. 2010. Pengertian Motivasi Belajar. Bandung : Nusa Media

Gunarasa, Singgih D. 2008. Psikologi Anak : Psikologi Perkembangan Anak dan


Remaja. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia

Hakim, Thursan. 2008. Belajar Secara Efektif. Jakarta: Rineka Cipta

Hapsari, Sri. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Remaja Rosdakarya

Mahmud, M. Dimyati. 1989. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Depdiksbud

Mochamad, Choirul Anam. 2013. Peningkatan Hasil Belajar pada Mata


Pelajaran IPS Melalui Model Pembelajaran CTL Siswa Kelas IV
Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama Kalipare Malang. Malang:
Universitas Negeri Malang.

Mustaqim. 2008. Psikologi Pendidikan. Semarang: Pustaka Belajar

Purwanto, Ngalim. 2006. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: PT Remaja


Rosdakarya

Sanjaya, Wina. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana

Santrock, Jhon . Adolescnence. 2003. Perkembangan Remaja. Edisi keenam.


Jakarta: Erlangga

Srima Dewi. 2014. Peningkatan Motivasi Belajar Pai Siswa Melalui Metode
Contektual Teaching and Learning di SMP Bhakti Mulia Jakarta Timur.
Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Sunarto. 2010. Pakematik Strategi Pembelajaran Inovatif Berbasis Tik. Jakarta:


PT Elex Media Kompudtido.

Supandi. 2011. Menyiapkan Kesuksesan Anak Anda. Jakarta : PT Gramedia


Pustaka

Sogoz, C. K. 2005. Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual Sebagai Lintasan


Men. http://metaindonesia.com/kolom.php?kat= Pendidikan&koll D=1.
(25 Jan 2005)

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.


Jakarta : PrestasiPustaka.

96
Uno, Hamzah B. (2011). Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta : Bumi
Aksara

Wardani. 2002. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta Universitas Terbuka.

Winkel, W.S. 1991. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Grasindo

97

Anda mungkin juga menyukai