Anda di halaman 1dari 25

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR AKIDAH

AKHLAK MELAUI METODE SOSIODRAMA PADA


SISWA KELAS VIII A DI MTS ASY SYAFI’IYAH
KARANGASEM

LAPORAN PENELITIAN
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) Semester 6 Prodi PAI
IBN Tegal

Disusun Oleh:
AKROM SATRIA WICAKSONO
(141121015)

Dosen Pengampu:
Drs. Bambang Hermanto, MSI

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU


TARBIYAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA
ISLAM BAKTI NEGARA TEGAL
TAHUN 2024
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan pada hakikatnya adalah suatu upaya mewariskan nilai,
yang akan menjadi penolong dan penuntun dalam menjalani kehidupan dan
sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban manusia. Pendidikan
merupakan pilarpilar untuk membentuk generasi yang cerdas, generasi yang
berilmu dan generasi yang mempunyai wawasan luas. Pendidikan menjadi
penuntun untuk memperbaiki derajat, martabat dan nasib manusia.
Sejak manusia menuntut kemajuan dalam kehidupan, maka sejak itu pula
timbul pemikiran dan gagasan serta ide untuk melakukan perubahan,
pengalihan,pelestarian dan pengembangan kebudayaan melalui pendidikan.
Maka dari itu dalam sejumlah pertumbuhan masyarakat, pendidikan
senantiasa menjadiperhatian utama dalam rangka memajukan kehidupan
dari generasi ke generasi sesuai dengan tuntutan kemajuan zaman.
Pendidikan dapat difungsikan untuk mengarahkan pertumbuhan dan dapat
menghantarkan perkembangan kehidupan manusia sebagai makhluk pribadi
maupun makhluk sosial, kepada titik optimal untuk memperoleh
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Hal yang sama juga disebutkan dalam Undang-Undang No. 20,
tahun 2003, pada pasal 3 disebutkan bahwa “Tujuan pendidikan nasional
adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap,kreatif, mandiri dan menjadi warga negara
yang demokratis dan bertanggung jawab“.
Tujuan pendidikan nasional memiliki kesamaan orientasi dengan
Pendidikan Agama Islam (PAI), tujuan pembelajaran Pendidikan Agama
Islam adalah untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan, melalui
pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta
pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia
muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya kepada
Allah SWT, serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang
pendidikan yang lebih tinggi.
Ideologi konservatif memandang tujuan pendidikan sebagai
memeliharanilai-nilai yang sudah dipercaya mapan, telah teruji sejarah
bahwa nilai-nilai tersebut benar. Benar karena berdasarkan agama, benar
karena berdasarkan ilmu, dan benar karena berdasarkan tradisi.
Pendidikan adalah hal yang sangat kompleks, dan pendidikan
menjadi
salah satu dari tolak ukur kemajuan sebuah negara. Oleh karena itu
keberhasilan proses belajar mengajar sangatlah penting. Hal itu dapat
terwujud jika proses belajar mengajar mampu mengoptimalkan segala
potensi yang dimilki, salah satunya adalah peserta didik.
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar
merupakan kegiatan yang paling pokok. Itu berarti berhasil atau tidaknya
pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung pada bagaimana proses
belajaryang dialami oleh murid sebagai anak didik.
Dalam pedagogik naratif dan indoktrinatif, pendidik lebih aktif
dalam
proses pendidikan sementara peserta didik lebih pasif dan membeo. Peserta
didik diperlakukan sebagai pihak yang harus dikembangkan dan
dicerdaskan.
Pedagogik demikian mengandung filosofi pendidikan yang kurang
membebaskan peserta didik dan bersimpangan dengan alam demokrasi,
sebab peserta didik ditempatkan pada posisi yang amat lemah seperti pasien
di hadapan dokter. Sementara pendidik ditempatkan pada posisi yang amat
kuat seperti seorang dokter yang memberi obat dan harus ditelan pasien.
Berangkat dari paparan di atas, pembelajaran Agama Islam di
lembaga pendidikan formal tidak hanya sekedar mengajarkan ilmu agama
kepada peserta didik, tetapi juga menanamkan komitmen terhadap ajaran
agama yang dipelajarinya. Hal ini berarti bahwa pendidikan agama
memerlukan pendekatan pengajaran agama yang berbeda dari pendekatan
subjek pelajaran yang lain.
Sebab di samping mencapai penguasaan terhadap seperangkat ilmu
agama, pendidikan agama juga menanamkan komitmen kepada anak didik
untuk mau mengamalkannya.
Tingkah laku yang baru misalnya dari tidak tahu menjadi tahu,
timbulnya pengertian-pengertian baru, perubahan dalam sikap, kebiasaan-
kebiasan, keterampilan, kesanggupan menghargai, perkembangan sifat-sifat
sosial, emosional, dan pertumbuhan jasmaniah adalah beberapa indikasi dari
adanya peningkatan yang signifikan terhadap proses kegiatan belajar,
kondisi inilah yang dikenal dengan istilah hasil belajar.
Akidah Akhlak merupakan pendidikan yang sangat perlu untuk para
siswa agar dapat mencerminkan dan menanamkan akhlak yang mulia di
dalam jiwa anak dalam masa pertumbuhannya sehingga akhlak itu sebagai
kemampuan jiwa.
Di MTS Asy Syafi’iyah Karangasem Akidah Akhlak merupakan
salah satu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang mempelajari
tentang
rukun iman yang dikaitkan dengan pengenalan dan penghayatan terhadap al
asma’al-husna, serta penciptaan suasana keteladanan dan pembiasaan dalam
mengamalkan akhlak terpuji dan adab islami melalui pemberian contoh-
contoh akhlak dan cara mengamalkan nya dalam kehidupan sehari-hari.
Secara substansial mata pelajaran akidah akhlak memiliki kontribusi
dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempraktekan al-
akhlaqul karimah dan adab islami dalam kehidupan sehari-hari sebagai
manifestasi dari keimanan nya kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-
kitab-Nya, rosul-rosul-Nya, hari akhir serta qada dan qodar.
Dalam pelaksanaan pembelajaran Akidah Akhlak bukanlah suatu hal yang
sangat mudah karena kurang tepatnya suatu metode dan strategi yang baik
proses belajar mengajar tidak akan berhasil dan hasil belajar kurang
memenuhi standar yang diharapkan. sebagaimana penulis temukan hasil
belajar akidah akhlak siswa kelas VIII A Asy Syafi’iyah Karangasem
kurang memenuhi target/standar yang diharapkan atau masih belum
memenuhi Standar
Standar pendidikan di Indonesia semakin meningkat, hal tersebut
dapat kita lihat dari Standar Ketuntasan Minimal (SKM) yang semakin
meningkat dan terus berubahnya kurikulum serta tuntutan keprofesionalan
dari tenaga pengajar.
Walaupun sebenarnya perubahan kurikulum tersebut merupakan
perbaikan dari kurikulum sebelumnya. Seorang guru juga dituntut
professional dalam mengajar, terutama dalam mengelola pembelajaran
sehingga tujuan dari pembelajaran dapat tercapai secara maksimal.
Lebih dari itu, menjadi pribadi dengan akhlak mulia seperti yang
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW adalah salah satu hasil belajar
yang diharapkan dalam Pendidikan Agama Islam. Disisilain, ketika peneliti
melakukan observasi kelas dan wawancara dengan beberapa guru, ternyata
masih terdapat beberapa siswa yang bermasalah mengenai sikap dan tingkah
laku, khususnya kelasVIII A. Siswa seringkali tidak mematuhi peraturan
yang ada disekolah, baik yang berupa perintah dari sekolah maupun dari
agama, mereka bolos sekolah dan tidak mengikuti kegiatan ibadah disekolah
seperti shalat dan tadarus.
Sikap dan perilaku yang dilakukan siswa-siswa disekolah khususnya
kelas VIII A, merupakan indikasi bahwa ada kesenjangan antara cita-cita
dan realita. Citacita dalam hal ini menjadikan peserta didik yang berakhlak
mulia sedangkan realitanya adalah masih banyaknya siswa yang melakukan
perbuatan yang tidaksesuai dengan nilai-nilai akhlak mulia.
Berkaitan dengan masalah tersebut, penyebab rendahnya hasil
belajar siswa disebabkan karena rendahnya peran serta dan aktivitas siswa
dalam proses pembelajaran, hal ini merujuk pada observasi yang dilakukan
oleh peneliti di dalam kelas pada saat proses pembelajaran berlangsung.
Dalam teori klasifikasi Edgar Dale memberikan informasi bahwa
sesungguhnya belajar dilakukan dari hal yang sederhana sampai yang
kompleks dari yang pasif sampai yang aktif, dari yang abstrak hingga yang
kongkret dan dari yang menerima sampai yang berperanserta. Teori pyramid
ini menunjukkan bahwa semakin belajar berada pada level puncak maka
akan semakin kurang efektif, begitu juga sebaliknya, Semakin siswa
berperan aktif terhadap Proses Belajar Mengajar, maka akan semakin efektif
materi yang disampaikan.
Rendahnya kemampuan atau hasil belajar siswa dalam memahami
pelajaran Aqidah Akhlak dan praktiknya dalam kehidupan sehari-hari
berhubungan erat dengan kemampuan dasar disekolah. Ilmu Aqidah Akhlak
merupakan ilmu yang wajib diketahui oleh siswa tidak sekedar asal-asalan
akan tetapi pelaksanaannya dalam kehidupan nyata. Kurangnya minat siswa
dalam mengikuti pembelajaran menjadi penyebab masalah rendahnya hasil
belajar siswa.
Hal ini disebabkan antara lain karena pembawaan materi yang
kurang menarik dan terjadi ketidak sesuaian metode yang dipakai guru
dalam pembelajaran.
Permasalahan seperti ini ditemui oleh peneliti ketika mengadakan
observasi ke SMP Islam Teratai Putih Global Bekasi. Dari hasil observasi
tersebut diperoleh bahwa terdapat respon yang negatife dalam proses
pembelajaran yang berlangsung. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya
siswa yang kurang antusias terhadap pembelajaran Aqidah Akhlak, yang
metode mengajarnya hanya ceramah dan dikte membuat siswa kurang
termotivasi dan tertarik.
Selain itu standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pembelajaran
Aqidah Akhlak yang lebih rendah dibandingkan dengan mata pelajaran lain.
Menyikapi masalah diatas, perlu diterapkan dan dikembangkan sebuah
metode pembelajaran yang efektif yang mengikut sertakan peran siswa
sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman-pengalaman belajar yang
lebih kongkret.
Sebuah pembelajaran kongkret yang melibatkan peran aktif siswa mampu
mendorong dan merangsang diri siswa untuk menerima pesan dan nilai-nilai
yang disampaikan, salah satunya dengan menggunakan metode sosiodrama.
Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka peneliti bermaksud
untuk mencari tahu dengan melakukan penelitian tindakan kelas dengan
judul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Akidah Akhlak Melalui
Metode Sosiodrama Pada Siswa Kelas VIII A di MTS Asy Ssyafi’iyah
Karangasem”

B. Latar Belakang
Berdasarkan latarbelakang permasalahan sebagaimana tersebut
diatas, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah :
Apakah penerapan metode pembelajaran sosiodrama dapat
meningkatkan hasil belajar mata pelajaran akidah akhlak pada siswa Kelas
VIII A di MTS Asy Syafi’iyah Karangasem?

C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitianya
sebagai berikut:
a. Untuk memahami Bagaimana penerapan metode sosiodrama ini dalam
meningkatkan pemahaman siswa pada mata pelajaran akidah akhlak materi
pokok membiasakan akhlak terpuji.
b. Untuk memahami Apakah penerapan metode sosiodrama ini dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran akidah akhlak materi
pokok membiasakan akhlak terpuji.
D. Manfaat Teoritis
Adapun manfaat secara teoritis maupun praktis kepada penulis dan
pihak- pihak yang berkaitan dalam penelitian sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan bisa menambah keilmuan
denganmenambah wawasan dan bisa dijadikan referensi ataupun acuan yang
dapat dijadikan pedoman untuk para guru serta bagi peneliti selanjutya
dalam menyampaikan dan mengevaluasi materi pelajaran aqidah akhlak
terlebih khusus dengan menggunakan metode sosiodrama.

2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi peserta didik
1) Tercapainya kompetensi siswa dibidang akidah akhlak khususnya
pada materi pokok membiasakan akhlak terpuji.
2) Hasil belajar siswa kelas VIII A di MTS Asy Syafiiyah
Karangasem dalam mata pelajaran akidah akhlak khususnya pada
materi pokok membiasakan akhlak terpuji dapat meningkat.
3) Proses pengajaran yang efektif dan penerapan metode sosiodrama
dalam mata pelajaran akidah akhlak akhlak khususnya pada materi
pokok membiasakan akhlak terpuji dapat diterima.
4) Penerapan metode sosiodrama dapat dikembangkan atau diterapkan
pada siswa dikelas yang lain.
b. Manfaat bagi guru
1) Terperolehnya inovasi metode pembelajaran untuk mata pelajaran
akidah akhlak dari dan oleh guru yang menitikberatkan pada
penerapan metode sosiodrama.
2) Menambah wawasan bagi guru bidang studi akidah akhlak
sehingga dalam proses pembelajaran nantinya betul-betul
memperhatikan fungsi metode pembelajaran yang tepat, sehingga
hasil belajar siswa tercapai dengan baik.
3) Dengan adanya penelitian ini maka terjalin kerjasama atau
Kolaborasi sesama guru akidah akhlak di MTS Asy Syafi’iyah
Karangasem
4) Dapat memberikan sumbangan dan pengalaman kepada guru dalam
upaya mencerdaskan kehidupan anak bangsa melalui profesi yang
ditekuninya.
c. Manfaat bagi peneliti
1) Menambah wawasan untuk peneliti tentang metode yang sesuai
untuk mata pelajaran akidah akhlak.
2) Menambah pengetahuan dan keterampilan peneliti tentang tata cara
dan proses penelitian dalam pendidikan.
d. Manfaat bagi sekolah
Sekolah memperoleh panduan yang inovatif tentang metode
belajar sosiodrama yang selanjutnya diharapkan dapat diterapkan di
kelas-kelas yang lain demi keberhasilan belajar akidah akhlak.

D. Kajian Pustaka
peneliti mencantumkan berbagai berbagai penelitian terdahulu yang
sesuai dengan penelitian yang dilakukan, maka peneliti memberi ringkasan
penelitian. Dengan melakukan hal tersebut peneliti bisa melihat sejauh mana
keaslian karya dan posisi penelitian yang hendak dilakukan. Berikut
beberapapenelitian yang sudah dilakukan sebelumnya terkait dengan
penelitian ini yakni:
1) Skripsi, Asep Saepudin, 2016, Mahasiswa Fakultas Pendidikan dan
Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan judul " UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR
AKIDAH AKHLAK MELAUI METODE SOSIODRAMA PADA
SISWA KELAS VIII DI SMP ISLAM TERATAI PUTIH
GLOBALBEKASI","
Tujuan dari skripsi tersebut adalah untuk meningkatkan hasil belajar aqidah
akhlak dengan menggunakan metode sosiodrama sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian ini menggunakan metode
Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Adapun empat langkah dalam
pelaksanaan PTK yaitu:
• Perencanaan
• Acting (pelaksanaan)
• observasi (pengematan)
• Refleksi.

F. Kajian Teori
Pada bagian kajian teori berisi tentang pembahasan teori yang dijadikan
acuan peneliti dalam melakukan penelitian Pembahasan teori secara lebih
luas dan mendalam akan semakin memperdalam wawasan peneliti dalam
mengkaji permasalahan yang hendak dipecahkan sesuai dengan rummısan
masalah dan tujuan penelitian. Kajian teori pada penelitian ini yang dibahas
ialah sebagai berikut:

1. Pengertian Belajar
Proses belajar mengajar pada dasarnya diarahkan agar terja dinya
perubahan pada diri siswa, baik dalam pengetahuan, keterampilan maupun
dalam sikapnya. Indicator pada perubahan ini biasanya akan tampak pada
proses belajarnya. “Pengertian belajar adalah proses perubahan perilaku
berkat pengalaman dan latihan”.
Bebera pahal penting yang berkaitan dengan pengertian belajar
sebagai berikut:
a. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat
pengalaman atau latihan.
b. Perubahan tingkah laku akibat belajar itu dapat berupa
memperoleh perilaku yang baru atau memperbaiki atau
meningkatkan perilaku yang sudah ada.
c. Perubahan tingkah laku yang ditimbulkan oleh belajar dapat
berupa perilaku yang baik (positif) atau perilaku yang buruk
(negatif).

Tingkah laku yang baru misalnya dari tidak tahu menjadi tahu,
timbulnya pengertian-pengertian baru, perubahan dalam sikap,
kebiasaankebiasan keterampilan, kesanggupan menghargai, perkembang
sifat-sifat sosial, emosional, dan pertumbuhan jasmaniah.
Banyak aktivitas yang tergolong kegiatan belajar. Hal ini
karenabelajar merupakan aktivitas yang sangat luas, universal, tidak
mengenal tempat dan waktu. Aktivitas belajar bisa jadi di mana saja, kapan
saja dan oleh siapa saja. Kita mengenal pepatah long life education, atau
ajaran islam mengungkapkan bahwa belajar terjadi sejak dalam buaian ibu
hingga ke liang lahat. Aktivitas yang termasuk belajar sudah diawali sejak
lahir ke dunia.
Belajar tidak hanya milik anak sekolah, pelajar atau mahasiswa, tetapi
milik semua orang. Bayi, orang dewasa dan orang lanjut usia akan
melakukan aktivitas yang tergolong aktivitas belajar. Pegertian belajar
sudah banyak dikemukakan dalam perpustakaan. Karena luasnya kupasan
masalah belajar, maka tidak mudah, ketika ditanyakan apa itu belajar.
Setiap orang akan memberikan pengertian yang berbeda-beda
tergantung dari aspek mana meninjau masalah belajar. Ada yang menitik
beratkan pada belajar, ada yang menekankan proses, ada pula yang
cenderung pada produk belajar itu sendiri. Sebagaimana yang dikutip oleh
Ngalim Purwanto tentang pengertian belajar .
a) Menurut Hilgaerd dam Bower, dalam buku Theoric of Learning
mengemukakan,“Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku
seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh
pengalamannya yang berulang-ulang.”
b) Menurut Gegne, dalam buku The Condition of Learning menyatakan
bahwa,“Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan
isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga
perbuatannya berubah dalam waktu selama ia mengalami situasi itu ke
waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.”
c) Menurut Morgan, dalam buku Introduction to
Psychologimengemukakan “Belajar adalah setiap perubahan yang
relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil
dari latihan atau pengalaman.”
d) Menurut Witherington, dalam buku Educational Psychology
mengemukakan“Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian
yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang
berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian dan suatu
pengertian.”
e) Hilgard mengatakan “Learning is the prosess by with an activity
originates or ischanged through training procedures (Whether in the
laboratory or in the natural environment) as distinguished from
changes by factors not attributable to training.” Belajar adalah proses
yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatanmelalui jalan latihan.
f) Belajar ialah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasilpengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya.

Dari definisi-definisi di atas dapat dikemukakan bahwa untuk dapat


disebut belajar maka perubahan harus merupakan akhir dari pada periode
yang cukup panjang. Berapa lama waktu itu berlangsung sulit ditentukan
dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu
periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berminggu-minggu,
berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Belajar merupakan suatu proses yang
tidak dapat dilihat dengan nyata proses itu terjadi dalam diri seseorang yang
sedang mengalami belajar. Jadi yang dimaksud dengan belajar bukan
tingkah laku yang nampak, tetapi prosesnya terjadi secara internal di dalam
diri individu dalam penguasaan memperoleh hubungan baru.

2. Pengertian Hasil Belajar


Menurut Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah
belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya
dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Penilaian proses serta hasil belajar dan pembelajaran merupakan
implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional pendidikan (SNP). Penetapan SNP membawa implikasi
terhadap model dan teknik penilaian pembelajaran yang mendidik.
Perencanaan penilaian proses serta hasil belajar dan pembelajaran mencakup
penilaian eksternal dan internal. Langkah perencanaan penilaian proses serta
hasil belajar dan pembelajaran mencakup rencana penilaian proses
pembelajaran dan rencana penilaian hasil belajar peserta didik. Rencana
penilaian proses serta hasil belajar dan pembelajaran merupakan rencana
penilaian yang akan dilakukan oleh guru untuk memantau proses kemajuan
perkembangan hasil belajar peserta didik sesuai dengan potensi yang
dimiliki dan kemampuan yang diharapkan secara berkesinambungan.
Menurut Nana Sudjana “hasil belajar adalah kemampuan yang
dimiliki seseorang / siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”.
Sedangkan menurut Muhibbin Syah “hasil belajar merupakan suatu
perubahan tingkah laku individu yang relative menetap sebagai hasil dan
interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif”. Jadi hasil
belajar atau prestasi belajar adalah suatu hasil yang telah dicapai oleh siswa
setelah melakukan kegiatan belajar yang melibatkan proses kognitif siswa
tersebut mengalami perubahan tingkah laku yang relative menetap.
Dalam proses belajar mengajar di sekolah perubahan tingkah laku
siswa ditandai dengan kemampuan peserta didik menerapkan dan
mendemonstrasikan pengetahunnya serta keterampilannya. Perubahan inilah
yang disebut hasil belajar. Hal ini selaras dengan pendapat DR. Suharismi
Arikunto dalam bukunya Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan mengatakan,
“Hasil belajar adalah hasil akhir setelah mengalami proses belajar, dimana
tingkah laku itu tampak dalam bentuk perbuatan yang dapat diamati dan
dapat diukur.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
merupakan kemampuan yang telah dicapai oleh seseorang setelah
melakukan kegiatan belajar, yang menghasilkan perubahan kearah yang
lebih baik pada diri seseorang tersebut, baik dalam hal pengetahuan,
pemahaman, keterampilan, nilai, maupun sikap yang bersifat menetap dan
konsisten.
Berdasarkan teori Taksonomi Bloom, hasil belajar dalam rangka
pembelajaran meliputi tiga kategori ranah, yaitu:

a) Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang


terdiri dari enam aspek, yaitu:
1) Pengetahuan
2) Pemahaman
3) Penerapan
4) Analisis
5) Sintesis
6) Evaluasi

b) Ranah afektif, berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif


meliputi lima jenjang kemampuan, yaitu:
1) Menerima
2) Menjawab/ Reaksi
3) Menilai Organisasi
4) Karakteristik dengan suatu nilai
5) Kompleks Nilai.

c) Ranah psikomotor, meliputi:


1) Keterampilan motoric.
2) Manipulasi benda-benda
3) Koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengintai)

Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan


psikomotor karena lebih menonjol namun hasil belajar psikomotor dan
afektif harus menjadi bagian dari hasil penilaian dan proses pembelajaran di
sekolah. Berdasarkan dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa
setelah ia menerima pengalaman belajarnya dan hasil tersebut dapat
digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai
suatu tujuan pendidikan dan hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah
memahami belajar dengan diringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih
baik lagi.

3.Ruang Lingkup Pembelajaran Akidah Akhlak


Aqidah akhlak di Sekolah Menengah Pertama atau Madrasah
Tsanawiah adalah salah satu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang
merupakan peningkatan dari akidah dan akhlak yang telah dipelajari oleh
peserta didik di Madrasah Ibtidaiyah/ Sekolah Dasar.
Peningkatan tersebut dilakukan dengan cara mempelajari tentang
rukun iman mulai dari iman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-
rasul-Nya, hari akhir, sampai iman kepada Qada dan Qadar yang dibuktikan
dengan dalil-dalil naqli dan aqli, serta pemahaman dan penghayatan
terhadap Al-Asma dan Al-Husna dengan menunjukan ciri-ciri/ tanda-tanda
perilaku seseorang dalam realitas kehidupan individu dan sosial serta
pengamalan akhlak terpuji dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan
sehari-hari. Secara subtansial mata pelajaran Aqidah akhlak memiliki
kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk
mempelajari dan mempraktikan akidahnya dalam bentuk pembiasaan dalam
melakukan akhlak terpuji dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan
sehari-hari.
Al-Akhlak al-karimah ini sangat penting untuk mempraktikan dan
dibiasakan oleh peserta didik dalam kehidupan individu, bermasyarakat, dan
berbangsa, terutama dalam rangka mengantisipasi dampak negatif dari era
globalisasi dan krisis multidimensional yang melanda bangsa dan negara
Indonesia.
Aqidah akhlak harus menjadi pedoman bagi setiap muslim. Artinya
setiap umat Islam harus meyakini pokok-pokok kandungan aqidah akhlak
tersebut.

4. Pengertian Metode
Mengajar adalah salah satu tugas utama guru, yang disebut dengan
fungsi instruksional. Dalam menggunakan fungsi instruksional itu,
penggunaan dan penerapan metode pengajaran merupakan salah satu faktor
yang penting yang ikut andil dalam kegiatan belajar mengajar .
Metode (method), secara harfiah berarti cara. Selain itu metode atau
metodik berasal dari bahasa Greeka, metha, (melalui atau melewati), dan
hodos (jalan atau cara), jadi metode bisa berarti jalan atau cara yang harus di
lalui untuk mencapai tujuan tertentu.
Secara umum atau luas metode atau metodik berarti ilmu tentang
jalan yang dilalui untuk mengajar kepada anak didik supaya dapat tercapai
tujuan belajar dan mengajar. Prof. Dr.Winarno Surachmad mengatakan
bahwa metode mengajar adalah cara-cara pelaksanaan dari pada murid-
murid disekolah.M. Basyirudin Usman dalam bukunya Metodologi
Pembelajaran Agama Islam mengatakan bahwa “pemakaian metode harus
sesuai dan selaras dengan karakteristik siswa, materi, kondisi lingkungan di
mana pengajaran berlangsung”.
Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar mengatakan dalam buku yang
ditulis oleh Armai Arief “bahwa ada beberapa factor yang perlu
diperhatikan dalam memilih dan mengaplikasikan sebuah metode
pengajaran, diantaranya: tujuan yang hendak dicapai, kemampuan guru,
anak didik, situasi dan kondisi pengajaran di mana berlangsung, fasilitas
yang tersedia, waktu yang tersedia, serta kebaikan dan kekurangan sebuah
metode”.
Dalam kegiatan belajar mengajar seorang guru tidak harus terpaku
dalam menggunakan berbagai metode (variasi metode) agar proses belajar
mengajar atau pengajaran berjalan tidak membosankan, tetapi bagaimana
memikat perhatian anak didik. Namun di sisi lain penggunaan berbagai
metode akan sulit membawa keberuntungan atau manfaat dalam kegiatan
belajar mengajar, bila penggunaannya tidak sesuai dengan situasi dan
kondisi yang mendukungnya, serta kondisi psikologi anak didik. Maka dari
itu disini guru di tuntut untuk pandaipandai dalam memilih metode yang
tepat.
Dengan demikian, peranan metode mengajar adalah sebagai alat
untuk menciptakan proses belajar dan mengajar. Dengan metode ini
diharapkan tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa sehubungan dengan
kegiatan mengajar guru.
Dengan kata lain terciptalah interaksi edukatif. Dalam interaksi ini
guru berperan sebagai penggerak atau pembimbing, sedangkan siswa
berperan sebagai penerima atau yang dibimbing. Proses interaksi ini akan
berjalan dengan baik kalau siswa banyak aktif dibandingkan dengan guru.
Proses belajar mengajar yang baik hendaknya mempergunakan berbagai
jenis metode mengajar secara bergantian.
Masing-masing metode ada kelemahan serta keuntungannya. Tugas
guru ialah memilih berbagai metode yang tepat untuk menciptakan proses
belajar mengajar.
7. Pengertian Sosiodrama
Sosiodrama berasal dari kata : sosio dan drama. Sosio berarti social
yaitu masyarakat, dan drama berarti mempertunjukkan, mempertontonkan
atau memperlihatkan. Sosial atau masyarakat terdiri dari manusia yang satu
sama lain terjalin hubungan yang dikatakan hubungan sosial. Drama dalam
pengertian luas adalah mempertunjukkan atau mempertontonkan keadaan
atau peristiwa-peristiwa yang dialami orang, sifat dan tingkah laku orang.
Metode sosiodrama atau bermain peran merupakan teknik mengajar
yang banyak kaitannya dengan pendemonstrasian kejadian-kejadian yang
bersifat sosial. Menurut Engkoswara: metode sosiodrama adalah suatu
drama tanpa naskah yang akan dimainkan oleh sekelompok orang. Biasanya
permasalahan cukup diceritakan dengan singkat dalam tempo 4 atau 5
menit, kemudian anak menerangkannya. Persoalan pokok yang akan
didramatisasikan diambil dari kejadian-kejadian sosial, oleh karena itu
dinamakan sosiodrama.
Metode Sosio drama cocok digunakan bilamana:
1) Pelajaran dimaksudkan untuk menerangkan peristiwa yang
dialam dan menyangkut orang banyak berdasarkan
pertimbangan didaktis;
2) Pelajaran tersebut dimaksudkan untuk melatih siswa agar
menyelesaikan masalah-masalah yang bersifat psikologis;
3) Untuk melatih siswa agar dapat bergaul dan memberi
kemungkinan bagi pemahaman terhadap orang lain beserta
permasalahannya.
Menurut Zakiah, metode sosiodrama “semacam drama atau
sandiwara, akan tetapi tidak disiapkan naskahnya terlebih dahulu, tidak pula
diadakan pembagian tugas yang mengalami latihan lebih dahulu” dengan
kata lain sosiodrama dilakukan secara spontan dalam kegiatan pembelajaran
setelah siswa mendengarkan penjelasan guru.
Setiap metode pembelajaran tentu memiliki kelebihan dan
kekurangan, begitupun dengan metode sosiodarama yang juga memiliki
kelebihan dan kekurangan, berikut diantara kelebihan dan kekurangan
metode sosiodrama.
a. Kelebihan metode sosiodrama
1) Memberikan kesempatan pada anak-anak untuk berperan
aktif
mendramatisasikan sesuatu masalah social yang sekaligus
melatih keberanian serta kemampuannya melakukan suatu
agenda di muka orang banyak.
2) Suasana kelas sangat hidup karena perhatian para murid
semakin tertarik melihat adegan seperti keadaan yang
sesungguhnya.
3) Peserta didik dapat menghayati sesuatu peristiwa, sehingga
mudah memhami, membanding banding, menganalisa serta
mengambil kesimpulan berdasarkan penghayatannya sendiri.
4) Anak anak menjadi terlatih berfikir kritis dan sistematis.

b. Kekurangan metode sosiodrama


1) Sebagian besar besar anak yang tidak ikut bermain drama
mereka menjadi kurang kreatif
2) Banyak memakan waktu, baik waktu persiapan dalam rangka
pemahaman isi bahan pelajaran maupun pada pelaksanaan
pertunjukan.
3) Memerlukan tempat yang cukup luas, jika tempat bermain
sempit menjadi kurang bebas
4) Sering kelas lain terganggu oleh suara pemain dan para
penonton yang kadang kadang bertepuk tangan dan
sebagainya.
5) Bila dramatisasi gagal, sebagian siswa kesulitan untuk
mengambil kesimpulan.
Beberapa hal yang perlu ditempuh dalam penggunaan metode
sosiodrama Pertama,Persiapan; dalam tahap ini perlunya menentukan pokok
masalah yang akan didramatisasikan, menentukan para pemain, dan
mempersiapkan para siswa sebagai pendengar yang menyaksikan jalannya
cerita. Masalah yang akan didramatisasikan dipilih secara bertahap, dimulai
dari persoalan yang sederhana dan dilanjutkan dengan pertemuan-pertemuan
berikutnya yang agak sukar dan lebih bervariasi. Pemilihan para pelaku
hendaknya secara sukarela atau bila tidak mungkin, sebaiknya guru
menunjuk siswa yang dianggap cakap dan cocok untuk memainkan peranan
yang direncanakan.
Kedua, Pelaksanaan; setelah masalah dan pemainnya dipersiapkan,
dipersilahkan kepada mereka untuk mendramatisasikan masalah yang
diminta selama 4–5 menit menurut pendapat dan inisiatip mereka sendiri.
Diharapkan dengan peran yang mereka lakukan secara spontan dapat
mewujudkan jalannya cerita dan guru hanya mengawasi dan memberi
kebebasan kepada siswa. Bila terjadi kemacetan, sebaiknya guru cepat
bertindak dengan menunjuk siswa lain untuk menggantinya, atau siswa yang
memainkan peran tersebut diberikan isyarat atau aba-aba agar mereka dapat
membetulkan permainannya. Pelaksanaan sosiodrama ini tidak perlu selesai
dan juga dapat oleh siswa lainnya sebagai lanjutan.
Ketiga, Tindak lanjut; sebagai metode mengajar, sosiodrama tidak
hanya berakhir pada pelaksanaan dramatisasi, melainkan hendaknya dapat
dilanjutkan dengan tanya jawab, diskusi, kritik, atau analisis personal. Bila
dipandang perlu siswa lainnya mengulang kembali untuk memainkan
peranan yang lebih baik jika dramatisasi yang lalu dimainkan kurang
memuaskan.

G. Hipotesis Tindakan
Proses Belajar Mengajar menggunakan metode yang hanya masuk
pada tingkatan verbal adalah metode yang sangat rendah dan efektivitas
cenderung kecil karena siswa hanya mendapatkan gambaran abstrak dari
sebuah nilai. Sedangkan pengalaman langsung adalah tingkatan yang paling
efektif untuk menyampaikan sebuah materi dalam Proses Belajar Mengajar,
maka semakin siswa berperan aktif terhadap Proses Belajar Mengajar, maka
akan semakin efektif materi yang disampaikan.
Melalui metode Sosiodrama, siswa akan berperan aktif dalam Proses
Belajar Mengajar, nilai-nilai seperti Sikap Terpuji akan mudah untuk
ditranformasi kepada siswa, karena drama akan melibatkan siswa langsung
dalam belajar.
Berdasarkan kerangka berfikir di atas dapat dimunculkan suatu
hipotesis tindakan: “Penggunaan metode sosiodrama dapat meningkatkan
hasil belajar siswa pada mata pelajaran akidah akhlak materi pokok
membiasakan sikap terpuji di MTS Asy Syafi’iyah Karangasem Kelas VIII
A Tahun Pelajaran 2023/2024”.

H. Seting Penelitian
Seting dalam penelitian ini mencangkup 3 bagian yaitu :
1. Tempat Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan di MTS Asyafi’iyah
Karangasem.
2. WaktuPenelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan maret 2024 sesuai dengan
kalender pendidikan 2024.
3. Subjek Penelitian
Yang akan menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas VIII A
MTS Asyafi’iyah Karangasem.

I. Analisis Data
1. Data Awal Observasi
Dalam pelaksanaan observasi, peneliti menggunakan metode
observasi sistematik. Yang mana dalam metode observasi ini digunakan
untuk mengamati kegiatan guru dan peserta didik dalam proses
pembelajaran sehingga dapat diketahui apakah proses pembelajaran
berlangsung efektif atau tidak.
Sesuai dengan perencanaan penelitian tindakan sebelum siklus I
bahwa analisis pelaksanaan tindakan pada siklus I diketahui dari penyebaran
tes. Sebagai langkah awal untuk megetahui hasil belajar pada siswa kelas
VIII A MTS Asyafi’iyah Karangasem, penulis menyebarkan lembar tes
yang berisi soal pilihan ganda dan essai. Setiap siswa menjawab soal-soal
yang diberikan oleh guru.
Hasil tes awal siswa dapat memberikan gambaran mengenai kondisi
kemampuan siswa dalam mengerjakan test pada tes awal ini kemampuan
rata-rata siswa mencapai 62,2 atau berkategori kurang.
Dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, terdapat suatu hal
yang menunjukkan bahwa pembelajaran akidah akhlak khususnya, kurang
ditekankan dan kurang mendapat perhatian dari siswa. Hal ini diketahui
dengan melihat hasil belajar siswa di atas. Selain itu, metode yang
digunakan
pun tidak sepenuhnya disesuaikan dengan pembelajaran. Guru lebih banyak
memberikan hafalan surat-surat atau materi-materi kepada siswa dari pada
memberikan metode-metode dalam mmempelajari materi yang diajarkan.
Oleh karena itu, kemampuan memahami materi akidah akhlak pada siswa
kelas VIII A sangat kurang dan hasil belajarnya tidak sesuai dengan Standar
Kriteria Ketuntasan Maksimum (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah yaitu
75.
Berdasarkan hasil pengamatan dan refleksi pada pra-siklus ini, dari
27 siswa ternyata banyak siswa yang kurang memperhatikan, hal ini
disebabkan penyajian materi dengan ceramah merupakan hal yang
membosankan bagi siswa. Dari data dan uraian tersebut maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa pada pra-siklus dapat diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Adanya beberapa siswa yang kurang memperhatikan, karena penyajian
materi masih dengan metode ceramah.
b. Adanya beberapa siswa yang belum mendapatkan nilai sesuai dengan
standar ketuntasan, hal ini dikarenakan kurangnya penekanan guru terhadap
materi akidah akhlak.
Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan rata-rata kelas masih di
bawah standar. Salah satu alternatif untuk memecahkan masalah tersebut
adalah dengan menggunakan metode sosiodrama dalam kegiatan belajar
mengajar.
Dengan cara ini, diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa
sesuai dengan yang diharapkan, yaitu hasil belajar siswa yang mencapai
nilai KKM. Siswa dapat memahami tata cara berperilaku yang baik,
penerapan metode sosiodrama pada materi rendah hati, hemat, dan
sederhana membuat hidup lebih mulia, dapat mengoptimalkan kemampuan
siswa dalam bidang studi akidah akhlak.
Hal ini dapat dilihat dari perbandingan hasil belajar siswa dari
sebelum diterapkannya metode sosiodrama dan pada saat setelah penerapan
metode sosiodrama. Hasil belajar dengan menggunakan metode sosiodrama
tertuang dalam uraian perbandingan di bawah ini.
c) Siklus I
Pada tahap ini, peneliti bertindak sebagai guru. Peneliti menyajikan
materi pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran yang menggunakan
metode sosiodrama dengan naskah dan alat peraga. Dibantu oleh guru kelas,
peneliti melakukan pengamatan terhadap situasi pembelajaran. Dalam hasil
pengamatan tersebut peneliti menemukan bahwa siswa sangat tertarik dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran. Akan tetapi, mereka belum fokus dalam
materi pembelajaran. Sebagian dari mereka masih terlalu fokus terhadap
kegiatan bermain/gaduh. Meskipun demikian, ini merupakan langkah yang
baik, setidaknya dengan menggunakan media alat peraga dalam metode
sosiodrama mampu menarik perhatian siswa. Mereka juga belum
mempunyai
keberanian dalam mengajukan dan menjawab pertanyaan kepada guru.
Kesulitan siswa dalam pembelajaran akidah akhlak juga terlihat dari
hasil belajar siswa dalam mengerjakan tes yang masih belum sesuai dengan
apa yang diharapkan.
d) Siklus II
Pada siklus II ini hasil belajar siswa terjadi peningkatan dalam
pemahaman dan kemampuan siswa pada materi yang diajarkan. Setelah
peneliti melaksanakan penelitian tindakan kelas dalam meningkatkan
kemampuan pemahaman siswa pada bidang studi akidah akhlak dengan
metode sosiodrama pada siswa kelas VIII A MTS Asyafi’iyah Krangasem.
J. Indikator Keberhasilan
Indikatir keberhasilan dalam penelitian ini adalah meningkatkan
kemampuan siswa mengenai pembelajaran aqidah akhlak kelas VIII A di
MTS Asyafi’iyah Karangasem 80%.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Widodo Surpiyono, Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka
Cipta: 2004.
Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Islam. Jakarta:
Ciputat Pers, 2002.
Arikunto, Suharismi. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara, 1993.
-----, Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara, 2007.
Bisi, Miftahullah. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Metode
Pembelajaran Sosiodrama Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu di SMP
Dwi Putra (Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas VIII-A SMP
Dwi Putra) Ciputat. Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah, 2014.
Dananjaya, Utomo, Media Pembelajaran Aktif. Jakarta: Nuansa: 2010.
Darajat, Zakiah dkk. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : bumi Aksara, 1996.
Depag RI, Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Madrasah
Tsanawiyah. Jakarta: 1998.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta:PT.Rineka Cipta, 2010.
Fajri, Muhammad Nurul. Peningkatan Hasil Belajar IPS Siswa Dengan
Menggunakan Metode Sosiodrama Di SMP Nusantara Plus Kelas VIII-
4 Ciputat Tangerang Selatan. Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah, 2013.
Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar. Bandung: BumiAksara, 2006.
Ilyas, Yunahar. Kuliah Aqidah. Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2007.
Kunandar. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai
Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Mahjudin, Kuliah Akhlaq-Tasawuf: Kalam Mulia. Jakarta 1991.
Muniroh, Upaya Peningkatan Hasil Belajar Melalui Metode Simulasi Pada
Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Kelas VII di Madrasah Tsanawiyah
Hidayatul Umam. Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah, 2014.
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No.2 Tahun2008, Tentang
Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam
dan Bahasa Arab di Madrasah.
Peraturan Perundang-undangan RI No.20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta: BP. Panca Usaha Putri, 2003.
Purwanto, Ngalim. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya,1997.
Sabari, M.Alisuf. Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional.
Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2007.
-----, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional. Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 2010.
Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana, 2010.
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.
Jakarta :PT.Rineka Cipta,2003.
Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009.
-----, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2011.
Syah, Muhibbin. Psikologi Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2008.
Usman, M. Basyiruddin. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta:
Ciputat Pers, 2002.
Waluyo, H.Y. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar. Jakarta: Karunia
Universitas Terbuka, 1987.
Zuriah, Nurul. Metodologi Penelitian Sosialdan Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara, 2006

Anda mungkin juga menyukai